You are on page 1of 33

MAKALAH IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

Disusun untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Sejarah Ideologi Dosen Pengampu : Drs. Arif Purnomo, S.S, M.Pd Drs. R. Suharso, M.Pd Rombel : 001 Disusun oleh : Muslim Muhammad Budiyanto Muthohharoh Afifi Musthofa Bayu Novandri ( 3101409004 ) ( 3101409014 ) (3101409016 ) (3101409017 ) (3101409024 ) Albertus Setyo Adi (3101409025 ) Sefrian Priodi Dwi Kristiawan Afriko Wigyan F Nur Hasan (3101409026 ) (3101409033 ) (3101409043 ) (3101409063 )

JURUSAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

A. LATAR BELAKANG MASALAH Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk. Mengapa begitu besar pengaruh Pancasila terhadap bangsa dan negara Indonesia? Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan sejarah dan kompleksitas keberadaan bangsa Indonesia seperti keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi mutlak harus dipersatukan. Sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan landasan berbangsa dan bernegara yang implementasinya mewajibkan semua manusia Indonesia harus berketuhanan. Karena keberadaan Tuhan melingkupi semua wujud dan sifat dari alam semesta ini, diharapkan manusia Indonesia dapat menyelaraskan diri dengan dirinya sendiri, dirinya dengan manusia-manusia lain di sekitarnya, dirinya dengan alam, dan dirinya dengan Tuhan. Keselarasan ini menjadi tanda dari mausia yang telah meningkat kesadarannya dari kesadaran rendah menjadi kesadaran manusia yang manusiawi. Pancasila, dalam konteks masyarakat bangsa yang plural dan dengan wilayah yang luas, harus dijabarkan untuk menjadi ideologi kebangsaan yang menjadi kerangka berpikir (the main of idea), kerangka bertindak (the main of action), dan dasar hukum (basic law) bagi segenap elemen bangsa. Namun, dalam kerangka pluralitas dan multikulturalisme tidak dinafikan dan dihalangi hidupnya ideologi kelompok yang sifatnya lebih terbatas selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Sebagai contoh, ideologi kelompok keagamaan (ormas), partai politik, dan etnonasionalisme kesukuan tetap dibiarkan hidup sebagai khasanah kekayaan bangsa dalam payung ideologi besar Pancasila. Hal ini, dimaksudkan untuk menghindari pemaksaan dan monopoli ideologi serta penafsiran tunggal. Pada hakikatnya, Pancasila juga terbuka pada pemikiran ideologi lainnya. Kecuali terhadap ideologi Komunisme yang nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila harus tetap dilarang dan tidak boleh hidup di bumi Indonesia. Artinya Pancasila menjadi ajimat yang ampuh bagi rejim dalam mengambil segala bentuk keputusan, rakyat diharuskan tunduk pada legitimasi yang digunakan dengan melalui pengatasnamaan Pancasila, inilah di kemudian waktu menjadi permasalahan yang rumit.

Implementasi nilai-nilai Pancasila sangat diperlukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pelaksanaan nilai Pancasila lebih penting ketimbang pembahasan-pembahasan secara teori.

B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan diangkat adalah sebagai berikut : 1. Apa saja butir-butir yang terkandung dalam pancasila ? 2. Bagaimana implementasi pancasila dari masa ke masa? 3. Bagaimana implementasi pancasila pada bidang politik-hukum ? 4. Bagaimana implementasi pancasila pada bidang Ketahanan Negara ? 5. Bagaimana implementasi pancasila pada bidang sosial-ekonomi ? 6. Bagaimana implementasi pancasila pada bidang sosial-budaya ? 7. Bagaimana implementasi pancasila pada bidang demokrasi ? 8. Apa saja pedoman umum dalam implementasi pancasila ke dalam kehidupan? 9. Bagaimana mempertahankan, memantapkan, memapankan, dan mengokohkan Pancasila ?

C. TUJUAN 1. Mahasiswa menjadi lebih mengetahui implementasi pancasila pada berbagai bidang. 2. Mahasiswa dapat mengamalkan butir-butir pancasila. D. PEMBAHASAN 1. Butir-Butir Pancasila 1.Ketuhanan Yang Maha Esa

Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaanya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama anatra pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaanya masing masing

Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain. 2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.

Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. Berani membela kebenaran dan keadilan. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain. 3. Persatuan Indonesia

Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.

Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa. 4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/Perwakilan

Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.

Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.

Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.

Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.

Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.

Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.

Mengembangkan sikap adil terhadap sesama. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. Menghormati hak orang lain. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain

Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.

Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.

Suka bekerja keras. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.

Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

2. Implementasi Pancasila dari Masa ke Masa a. Masa Orde Lama. Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3 periode implementasi Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode 1959-1966.

Pada periode 1945-1950, implementasi Pancasila bukan saja menjadi masalah, tetapi lebih dari itu ada upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan faham komunis oleh PKI melalui pemberontakan di Madiun tahun 1948 dan oleh DI/TII yang akan mendirikan negara dengan dasar islam. Pada periode ini, nilai persatuan dan kesatuan masih tinggi ketika menghadapi Belanda yang masih ingin mempertahankan penjajahannya di bumi Indonesia. Namun setelah penjajah dapat diusir, persatuan mulai mendapat tantangan. Dalam kehidupan politik, sila keempat yang mengutamakan musyawarah dan mufakat tidak dapat dilaksanakan, sebab demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi parlementer, dimana presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara, sedang kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Sistem ini menyebabkan tidak adanya stabilitas pemerintahan. Kesimpulannya walaupun konstitusi yang digunakan adalah Pancasila dan UUD 1945 yang presidensiil, namun dalam praktek kenegaraan system presidensiil tak dapat diwujudkan. Pada periode 1950-1959, walaupun dasar negara tetap Pancasila, tetapi rumusan sila keempat bukan berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak (voting). Sistem pemerintahannya yang liberal sehingga lebih menekankan hak-hak individual. Pada periode ini persatuan dan kesatuan mendapat tantangan yang berat dengan munculnya pemberontakan RMS, PRRI, dan Permesta yang ingin melepaskan diri dari NKRI. Dalam bidang politik, demokrasi berjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis. Tetapi anggota Konstituante hasil pemilu tidak dapat menyusun UUD seperti yang diharapkan. Hal ini menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan, yang menyebabkan pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 untuk membubarkan Konstituante, UUD 1950 tidak berlaku, dan kembali kepada UUD 1945. Kesimpulan yang ditarik dari penerapan Pancasila selama periode ini adalah Pancasila diarahkan sebagai ideology liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan. Pada periode 1956-1965, dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin. Demokrasi bukan berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada kekuasaan pribadi presiden Soekarno. Terjadilah berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup, politik konfrontasi, menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis, yang ternyata tidak cocok bagi NKRI. Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian

masyarakat yang tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila, dan berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain. Dalam mengimplentasikan Pancasila, Bung Karno melakukan pemahaman Pancasila dengan paradigma yang disebut USDEK. Untuk memberi arah perjalanan bangsa, beliau menekankan pentingnya memegang teguh UUD 45, sosialisme ala Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan kepribadian nasional. Hasilnya terjadi kudeta PKI dan kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Walaupun posisi Indonesia tetap dihormati di dunia internasional dan integritas wilayah serta semangat kebangsaan dapat ditegakkan. Kesimpulan yang ditarik adalah Pancasila telah diarahkan sebagai ideology otoriter, konfrotatif dan tidak member ruang pada demokrasi bagi rakyat. b. Masa Orde Baru. Orde baru berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang telah menyimpang dari Pancasila. Situasi internasional kala itu masih diliputi konflik perang dingin. Situasi politik dan keamanan dalam negeri kacau dan ekonomi hampir bangkrut. Indonesia dihadapkan pada pilihan yang sulit, memberikan sandang dan pangan kepada rakyat atau mengedepankan kepentingan strategi dan politik di arena internasional seperti yang dilakukan oleh Soekarno. Dilihat dari konteks zaman, upaya Soeharto tentang Pancasila, diliputi oleh paradigma yang esensinya adalah bagaimana menegakkan stabilitas guna mendukung rehabilitasi dan pembangunan ekonomi. Istilah terkenal pada saat itu adalah stabilitas politik yang dinamis diikuti dengan trilogi pembangunan. Perincian pemahaman. Pancasila itu sebagaimana yang kita lihat dalam konsep P4 dengan esensi selaras, serasi dan seimbang. Soeharto melakukan ijtihad politik dengan melakukan pemahaman Pancasila melalui apa yang disebut dengan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) atau Ekaprasetia Pancakarsa. Itu tentu saja didasarkan pada pengalaman era sebelumnya dan situasi baru yang dihadapi bangsa. Pada awalnya memang memberi angin segar dalam pengamalan Pancasila, namun beberapa tahun kemudian kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak sesuai dengan jiwa Pancasila. Walaupun terjadi peningkatan kesejahteraan rakyat dan penghormatan dari dunia

internasional, Tapi kondisi politik dan keamanan dalam negeri tetap rentan, karena pemerintahan sentralistik dan otoritarian. Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan kekuasaan pemerintah dan tertutup bagi tafsiran lain. Demokratisasi akhirnya tidak berjalan, dan pelanggaran HAM terjadi dimana-mana yang dilakukan oleh aparat pemerintah atau negara. Pancasila seringkali digunakan sebagai legimitator tindakan yang menyimpang. Ia dikeramatkan sebagai alasan untuk stabilitas nasional daripada sebagai ideologi yang memberikan ruang kebebasan untuk berkreasi. Kesimpulan, Pancasila selama Orde Baru diarahkan menjadi ideology yang hanya menguntungkan satu golongan, yaitu loyalitas tunggal pada pemerintah dan demi persatuan dan kesatuan hak-hak demokrasi dikekang. c. Masa Orde Reformasi Seperti juga Orde Baru yang muncul dari koreksi terhadap Orde Lama, kini Orde Reformasi, jika boleh dikatakan demikian, merupakan orde yang juga berupaya mengoreksi penyelewengan yang dilakukan oleh Orde Baru. Hak-hak rakyat mulai dikembangkan dalam tataran elit maupun dalam tataran rakyat bawah. Rakyat bebas untuk berserikat dan berkumpul dengan mendirikan partai politik, LSM, dan lain-lain. Penegakan hukum sudah mulai lebih baik daripada masa Orba. Namun, sangat disayangkan para elit politik yang mengendalikan pemerintahan dan kebijakan kurang konsisten dalam penegakan hukum. Dalam bidang sosial budaya, disatu sisi kebebasan berbicara, bersikap, dan bertindak amat memacu kreativitas masyarakat. Namun, di sisi lain justru menimbulkan semangat primordialisme. Benturan antar suku, antar umat beragama, antar kelompok, dan antar daerah terjadi dimana-mana. Kriminalitas meningkat dan pengerahan masa menjadi cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berpotensi tindakan kekerasan. Kondisi nyata saat ini yang dihadapi adalah munculnya ego kedaerahan dan primordialisme sempit, munculnya indikasi tersebut sebagai salah satu gambaran menurunnya pemahaman tentang Pancasila sebagai suatu ideologi, dasar filsafati negara, azas, paham negara. Padahal seperti diketahui Pancasila sebagai sistem yang terdiri dari lima sila (sikap/ prinsip/pandangan hidup) dan merupakan suatu keutuhan yang saling menjiwai dan dijiwai itu digali dari kepribadian bangsa Indonesia yang majemuk bermacam etnis/suku bangsa, agama dan

budaya yang bersumpah menjadi satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa persatuan, sesuai dengan sesanti Bhineka Tunggal Ika. Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesama warga bangsa saat ini adalah yang ditandai dengan adanya konflik dibeberapa daerah, baik konflik horizontal maupun konflik vertikal, seperti halnya yang masih terjadi di Papua,Maluku. Berbagai konflik yang terjadi dan telah banyak menelan korban jiwa antar sesama warga bangsa dalam kehidupan masyarakat, seolah-olah wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan kerukunan telah hilang dari kehidupan masyarakat Indonesia. Orde Reformasi yang baru berjalan beberapa tahun telah memiliki empat Presiden. Pergantian presiden sebelum waktunya karena berbagai masalah. Pada era Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarno Putri, Pancasila secara formal tetap dianggap sebagai dasar dan ideologi negara, tapi hanya sebatas pada retorika pernyataan politik. Ditambah lagi arus globalisasi dan arus demokratisasi sedemikian kerasnya, sehingga aktivis-aktivis prodemokrasi tidak tertarik merespons ajakan dari siapapun yang berusaha mengutamakan pentingnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara. Ideologi negara yang seharusnya menjadi acuan dan landasan seluruh elemen bangsa Indonesia khususnya para negarawan dan para politisi serta pelaku ekonomi dalam berpartisipasi membangun negara, justru menjadi kabur dan terpinggirkan. Hasilnya NKRI mendapat tantangan yang berat. Timor-Timur yang telah lama bergabung dalam NKRI melalui perjuangan dan pengorbanan lepas dengan sekejap pada masa reformasi tersebut. Daerah-daerah lain juga mengancam akan berdiri sendiri bila tuntutannya tidak dipenuhi oleh pemerintah pusat. Tidak segan-segan, sebagian masyarakat menerima aliran dana asing dan rela mengorbankan kepentingan bangsanya sebagai imbalan dolar. Dalam bahasa intelijen kita mengalami apa yang dikenal dengan subversi asing, yakni kita saling menghancurkan negara sendiri karena campur tangan secara halus pihak asing. Di dalam pendidikan formal, Pancasila tidak lagi diajarkan sebagai pelajaran wajib sehingga nilainilai Pancasila pada masyarakat melemah.

3. Implementasi Pancasila di Berbagai Bidang a. Bidang Politik dan Hukum Partai politik di Indonesia selain sebagai pilar demokrasi yang memiliki peran sebagai sarana artikulasi, komunikasi dan sosialisasi aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, sebagai arena pendidikan politik rakyat dan pembentuk kader bangsa serta sebagai sarana penyelesaian konflik, kegiatannya harus selalu dalam kerangka acuan (frame of reference) Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian partai politik di Indonesia harus bertujuan sesuai dengan cita-cita dan tujuan nasional yang diamanatkan Pembukaan UUD 1945. Pedoman yang perlu dijadikan pegangan dalam kehidupan partai politik adalah : a). Mengaktualisasikan kebersamaan dalam kemajemukan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. b). Mengaktualisasikan budaya demokrasi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. c). Penyampaian aspirasi rakyat dan segenap perilaku partai politik harus menjamin tegaknya keselarasan dan kerukunan serta budi luhur. Penyampaian aspirasi rakyat melalui partai politik harus sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Segala aspirasi hendaknya mengarah pada harmoni atau keselarasan, menghindari polarisasi kawan dan lawan serta mengembangkan semangat inklusivistik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Penyampaian pendapat bersendi pada akhlak mulia, budi luhur dan beradab. Pernyataan dan ungkapan yang berisi hujatan, caci-maki, tidak senonoh dan mendiskriditkan orang lain agar dihindari. Aspirasi harus mengarah pada perkuatan persatuan dan kesatuan bangsa. Dihindari konflik yang mengarah perpecahan (disintegrasi), separatisme dan sikap radikalistik. d). Pengambilan keputusan harus sejalan dengan konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila. Dalam proses pengambilan keputusan bersama tidak boleh bertentangan dengan prinsip Pancasila : Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keputusan

bersama mengikat dan mengandung sanksi; penyimpangan karena penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang harus dihindari. e). Mengaktualisasikan supremasi hukum dan hak asasi manusia berdasar Pancasila. f). Segenap perilaku partai politik selalu bersendi pada keputusan bersama yang mengikat dan mengandung sanksi terhadap penyimpangan penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang. g). Pengawasan bermaksud memberikan koreksi dan peringatan agar pelaksana bersikap jujur, adil, transparan dan untuk kepentingan rakyat. h). Program partai politik harus mengarah pada kokohnya Pancasila sebagai dasar negara, utuh dan kuatnya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berpemerintahan presidensial dan bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika. Implementasi konsep, prinsip dan nilai Pancasila di bidang hukum mengharuskan pembuat undang-undang untuk menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan inspirasi dan kesadaran hukum masyarakat yang berkembang. Dalam hal telah disepakati bahwa nilai-nilai Pancasila bersifat universal, yang menjadi persoalan pokok adalah bagaimana nilainilai Pancasila yang universal itu dijabarkan dalam bentuk norma-norma yang jelas dikaitkan dengan tingkah laku masyarakat dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Berdasarkan pada hakikat sifat kodrat manusia bahwa setiap manusia adalah sebagai individu dan sekaligus makhluk sosial, konsekuensinya kita harus mengimplementasikan Pancasila dalam setiap aspek penyelenggaraan negara dan setiap sikap dan tingkah laku masyarakat dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu bagi bangsa Indonesia mengimplementasi-kan Pancasila adalah suatu keharusan baik moral maupun yuridis. Dalam hubungan ini kita diingatkan oleh kata-kata yang bijak dari Prof.Drs.Notonagoro, S.H yang berbunyi : Apabila pelanggaran moral Pancasila itu terus-menerus dilakukan banyak orang, akan merusakkan derajat hidup seluruhnya tidak hanya moral tetapi juga kultural, religius, sosial ekonomi dan akan tidak terhindar keburukan akibatnya bagi bangsa, rakyat dan negara.

Ditinjau dari segi filsafat hukum, maka hukum digunakan untuk mencapai keserasian, kedamaian, dan keadilan. Dengan menegaskan bahwa Pancasila adalah sendi keserasian hukum, maka harus terbukti bahwa keserasian tersebut memang terdapat dalam tiap-tiap silanya. a). Keserasian dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa Sila pertama mengungkapkan hubungan yang serasi antara Maha Pencipta dan ciptaan-Nya. Manusia yang mengakui dan yakin akan kebenaran Pancasila akan berikhtiar memantapkan dan tidak mengganggu hubungan yang serasi antara Maha Pencipta dan ciptaan-Nya. Karena itu wajarlah jika hukum tidak hanya menjadi pedoman hidup antar manusia, tetapi juga pedoman bagi berlangsungnya keserasian antara kehidupan manusia dengan lingkungannya. b). Keserasian dalam sila Kemanusian yang Adil dan Beradab Sila kedua menunjuk pada hubungan serasi antar manusia perseorangan, antar kelompok ataupun antara perseorangan dengan kelompok. Hubungan serasi tersebut harus mampu mewujudkan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia secara adil dan beradab. Kemanusiaan yang adil dan beradab harus dijadikan sendi keserasian hukum, termasuk hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum pidana dan hukum perdata serta aturan hukum yang tidak tertulis. c). Keserasian dalam sila Persatuan Indonesia Sila ketiga Persatuan Indonesia maksudnya ialah persatuan suku, ras dan golongan yang menjelma menjadi satu bangsa, sehingga tidak dibenarkan satu sama lain saling meniadakan, tetapi harus membangun keserasian hubungan sinergis sehingga dapat terwujud satu kesatuan bangsa dalam kehidupan nasional. Kehidupan nasional dimaksud merupakan kehidupan kebangsaan yang tidak sempit atau chauvenistic, melainkan benar-benar merupakan perwujudan bhinneka tunggal ika dan membuka diri dalam pergaulan dengan bangsa-bangsa lain. Dalam hukum, sila ketiga ini diwujudkan dengan adanya prinsip faham unifikasi, terutama dalam Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Benda (zakenrecht) dan Hukum

Pidana yang terjalin dalam suatu sistem hukum Nasional. Namun juga mengakui adanya prinsip faham pluralisme, khususnya dalam hukum keluarga dan hukum waris. d). Keserasian dalam sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat Permusyawaratan / Perwakilan Sila keempat Pancasila mengamanatkan bahwa demi mempertahankan kesebersamaan dalam perbedaan diperlukan upaya untuk mencapai konsensus atau kesepakatan. Apabila terjadi ketidakserasian antara kepentingan penguasa dan kepentingan warganegara yang pada dasarnya adalah ketidakserasian hubungan antara kekuasaan dan kepatuhan, maka harus diselesaikan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat. e). Keserasian dalam sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Sila kelima Pancasila terarah pada tujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia secara serasi rohaniah dan jasmaniah serta merata dan berkesinambungan. Dalam hukum harta kekayaan atau hukum ekonomi harus diutamakan keserasian rohaniah dan jasmaniah serta keselarasan antara kebebasan dan ketertiban demi terwujudnya keadilan sosial. kebikaksanaan dalam

b. Bidang Ketahanan dan Keamanan Nasional Implementasi konsep, prinsip dan nilai Pancasila dalam bidang keamanan dan ketahanan nasional diantaranya sebagai berikut : 1). Sistem keamanan nasional (siskamnas) yang dikembangkan harus melibatkan seluruh

potensi bangsa. Setiap ancaman, baik militer maupun non-militer, harus dihadapi oleh seluruh komponen bangsa secara proporsional sesuai dengan tugas, fungsi, tanggung jawab dan kewenangan masing-masing. Siskamnas yang demikian itu biasa disebut sebagai Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata). Keterlibatan seluruh potensi bangsa sekaligus menggambarkan suatu bentuk persatuan dan kesatuan bangsa sebagai aktualisasi prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sishankamrata pada hakikatnya juga sebagai

salah satu bentuk aktualisasi konsep inklusivitas gotong-royong atau kekeluargaan dalam masyarakat bangsa Indonesia yang pluralistik, secara dinamik disesuaikan dengan perkembangan teknologi pendukungnya. 2). Penyelenggaraan Sishankamrata yang melibatkan seluruh potensi bangsa tersebut harus

diatur dengan peraturan perundang-undangan tentang Kamnas, yang meliputi antara lain tentang : POLRI, TNI, Mobilisasi dan Demobilisasi, tugas bantuan TNI kepada POLRI, Komponen Kekuatan Kamnas lainnya sesuai kebutuhan, Anti Terorisme, Intelijen Negara, Penanggulangan Bencana Alam, dan lain sebagainya. 3). Sishankamrata yang melibatkan seluruh warga negara harus diselenggarakan bersamaan

dengan upaya pengembangan nation and character building, yaitu menumbuh kembangkan jiwa kebangsaan pada setiap warga negara sehingga timbul kesadaran akan hak dan kewajiban bela negara sebagai suatu kehormatan dan kebanggaan. 4). Pengambilan keputusan nasional tertinggi merupakan fungsi, tanggung jawab dan

wewenang Presiden, dalam kondisi normal dan terutama dalam kondisi kritis, akan lebih optimal apabila pengambilan keputusan tersebut dibantu oleh suatu institusi yang melekat pada Presiden. Institusi ini dapat sebagai lembaga Persidangan yang dipimpin atau diketuai Presiden dan dapat diberi nama Dewan Keamanan Nasional (national security council). yang keanggotaannya terdiri dari anggota inti para Menteri (ex-officio) dibantu oleh unsur birokrasi yang dipandang perlu oleh Presiden. Dewan keamanan nasional (Wankamnas) agar dapat berfungsi secara optimal, perlu difasilitasi oleh Kantor di bawah Presiden, yang selalu siap dengan berbagai informasi terkini yang berkembang seputar masalah Kamnas. Kantor ini dapat berupa Sekretariat Jenderal (Setjen) yang dikepalai oleh seorang Sekretaris Jenderal (Sekjen), merupakan pejabat setingkat Menteri, yang dapat sekaligus merangkap sebagai penasihat Presiden tentang Kamnas. Sekjen Wankamnas mengkoodinir para pakar di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, militer dan kepolisian yang sepenuhnya ditunjuk oleh Presiden, didukung oleh staf administrasi dan logistik.

c. Bidang Sosial-Ekonomi

1). Perwujudan kesejahteraan dan keadilan sosial. Bangsa Indonesia bertekad mengimplementasikan Pancasila untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Anak kalimat, memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan keadilan sosial dalam Pembukaan UUD 1945, merupakan amanat bagi bangsa Indonesia dalam membangun perekonomian nasional, guna memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa Indonesia harus cerdas untuk mengolah sumber daya nasionalnya serta mengakses semua kemajuan dunia agar mampu menciptakan kesejahteraan umum yang terus berkembang ke arah kemajuan. Usaha menyejahterakan dan mencerdaskan bangsa haruslah dilandasi lima faktor yakni : (1) Bebasnya bangsa Indonesia dari segala bentuk penjajahan, termasuk penjajahan ekonomi. (2) Secara politik dan keamanan nasional, bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia harus dilindungi dari segala bentuk gangguan dan ancaman. (3) Kecerdasan kehidupan bangsa, baik individu maupun masyarakat harus terwujud. (4) Aktivitas bangsa untuk ikut serta menciptakan perdamaian dan ketertiban dunia. (5)

Mengimplementasikan konsep, prinsip dan nilai Pancasila, sehingga keadilan sosial dapat terwujud secara sempurna. 2). Sistem Ekonomi Nasional. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah tujuan kebijakan politik ekonomi nasional, yang secara populer disebut masyarakat adil dan makmur. Kebijakan politik ekonomi nasional tersebut dijabarkan dalam Pasal 33 UUD 1945, ayat (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, ayat (3) Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat; dan Pasal 34 menegaskan : Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Demokrasi ekonomi dalam sistem ekonomi nasional Indonesia menganut prinsip produksi harus dikerjakan oleh semua dan untuk semua, di bawah pimpinan dan pemilikan anggota-anggota masyarakat, bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan

kemakmuran orang per orang, sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, yang mengarah pada pembangunan negara kesejahteraan (Welfare State), dengan peran negara yang dominan. Usaha bersama atas dasar asas kekeluargaan akan efektif dengan bimbingan negara. Lima peran negara yang sangat penting dalam proses perekonomian nasional, yakni : (1) Menguasai produksi yang penting bagi negara, (2) Menguasai seluruh kekayaan alam nasional, (3) Memeliharan fakir miskin dan anak-anak terlantar, (4) Menyelenggarakan sistem jaminan sosial, (5) Menyediakan fasilitas dan pelayanan umum. Semua kegiatan perekonomian nasional bermuara pada muara tunggal, yakni kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam pembangunan demokrasi ekonomi terdapat enam prinsip yakni : (1) Kebersamaan, sebagai intinya; (2) Efisiensi yang berkeadilan; (3) Berkelanjutan; (4) Berwawasan lingkungan; (5) Kemandirian; (6) Keseimbangan antara kemajuan dan kesatuan nasional. Kemajuan yang dicapai oleh ekonomi bangsa tidak boleh membahayakan kesatuan nasional. Sistem ekonomi nasional yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan menerapkan demokrasi ekonomi, menciptakan sebuah bangunan negara kesejahteraan yang berkeadilan sosial yang dapat disebut sebagai the social justice state. 3). Kelembagaan Ekonomi Nasional. Pokok pikiran Bung Hatta yang kemudian menjadi kesepakatan nasional menyatakan bahwa bangunan ekonomi nasional Indonesia terdiri dari berbagai pelaku ekonomi yang diwujudkan dalam kelembagaan ekonomi dengan kedudukan dan fungsi masing-masing yakni : (1) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dikelola Pemerintah, (2) Koperasi yang dibentuk oleh rakyat maupun Pemerintah (3) Swasta kecil maupun besar, dan (4) Usaha perorangan, yang semuanya tunduk pada peraturan perundang-undangan. Dalam mengimplementasikan demokrasi ekonomi, Pemerintah wajib menjadi motor perekonomian Indonesia. Dalam hal ini dapat dibentuk kelembagaan ekonomi campuran antara BUMN dan swasta. Industri rakyat dipacu pelaksanaan dan pertumbuhannya di samping terus memacu pekerjaan publik yang dilaksanakan Pemerintah, seperti perlistrikan, gas, air minum,

kereta api, pos dan telekomunikasi, perbankan, pertambangan, serta pengelolaan kekayaan alam lainnya. Usaha koperasi, usaha kecil dan menengah (UKM) didorong untuk mengembangkan diri, misalnya dibantu dengan permodalan, keahlian dan pengelolaan serta dikembangkan melalui sistem kemitraan. Pengawasan pemerintah terhadap dunia usaha dilaksanakan melalui peraturan pembentukan perusahaan, koordinasi, bimbingan produksi, peraturan ketenagakerjaan, serta jika diperlukan pengendalian harga dan lain-lainnya, dengan tetap memperhatikan efisiensi dalam perekonomian. Khusus mengenai koperasi, sebagai soko-guru ekonomi nasional dan menjadi gerakan nasional yang diperingati setiap tahun, memang dimaksudkan untuk mengangkat perekonomian Indonesia yang masih terpuruk sampai saat ini. Koperasi Indonesia berfungsi ganda, yakni sebagai kegiatan ekonomi, dan sebagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Perlu sikap baru yang lebih tegas, agar koperasi bisa berfungsi efektif sebagai lembaga ekonomi masyarakat, dengan lebih menitik beratkan bobot ekonominya, misalnya dengan lebih menanamkan jiwa entrepreneurship atau kewira-usahaan. Pemerintah wajib mengembangkan koperasi menjadi lembaga ekonomi nasional Indonesia yang oleh Prof. Mubyarto disebut sebagai ekonomi kerakyatan. Usaha besar maupun konglomerasi, baik yang dijalankan Pemerintah melalui BUMN maupun usaha swasta korporasi harus memperhatikan terwujudnya kesejahteraan rakyat, bukan untuk kelompoknya sendiri, bukan hanya profit making dan private property, tetapi juga harus memperhatikan terwujudnya keadilan sosial, misalnya dengan menyelenggarakan jaminan sosial, maupun bentuk-bentuk lain yang saling menguntungkan. Mengenai kegiatan pasar, harus dikaitkan dengan negara kesejahteraan yang dibangun bangsa Indonesia. Pasar harus berfungsi sebagai pencipta ekonomi kesejahteraan sosial. Indonesia dengan The Social Justice Sate-nya, seharusnya mampu secara komprehensif dan seimbang menempatkan tiga pelaku ekonomi nasional yakni BUMN, perusahaan swasta dan koperasi, untuk bersama-sama mendukung program perekonomian nasional sesuai dengan aturan main yang ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan berdasarkan konsep, prinsip dan nilai Pancasila.

4). Operasionalisasi kebijakan perekonomian nasional a) Kebijakan perekonomian nasional mengacu pada efektivitas ekonomi pasar, dengan tetap

menjaga terwujudnya prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Pada dasarnya ekonomi kesejahteraan berkeadilan sosial adalah bentuk campuran dari pola kegiatan pasar yang seimbang dengan peran tegas pemerintah dalam mengatur perekonomian nasional. Pemerintah berperan untuk mengarahkan perekonomian nasional termasuk peran pasar. Peran pasar dalam alokasi sumber daya alam, produksi barang dan jasa, penyediaan SDM berkualitas, peluang kesempatan kerja yang luas, daya saing yang cukup tinggi sampai ke tingkat percaturan global, penjagaan keseimbangan supply dan demand dalam pasar yang kompetitif, harus berjalan seiring dengan peran pemerintah dalam menata sarana umum, meredistribusi kekayaan nasional, penyediaan kompensasi dan jaminan sosial, penyelenggaraan pelayanan publik maupun segala usaha pemberantasan kemiskinan. Oleh karenanya akan selalu terdapat hubungan keterkaitan yang erat antara pasar dan pemerintah. b) Eratnya hubungan keterkaitan antara peran pasar dan peran pemerintah serta tanggung

jawab negara, diaktualisasikan dengan : (a) Tetap menjaga pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dengan meningkatkan pemerataan hasil pertumbuhan. (b) Perbedaan penghasilan perorangan tetap dimungkinkan, selama perbedaan tersebut mampu memberikan kemanfaatan bagi yang kurang beruntung, sebagai beban tanggung jawab sosial. (c) Peran pemerintah atau negara tidak bertentangan dengan hukum ekonomi, namun mampu secara baik mengatur terselenggaranya kesejahteraan yang berkeadilan sosial. (d) Setiap pelaku ekonomi baik perorangan maupun lembaga ekonomi memiliki peluang yang sama untuk memperoleh akses terhadap kelangkaan sumber daya yang tersedia, di samping berkewajiban menanggung beban sosial yang seimbang dengan manfaat yang diperoleh. (e) Berpihak kepada yang kurang beruntung, tidak harus berarti merugikan bisnis masyarakat mapan, tetapi mengacu pada pemberdayaan potensi SDM secara optimal. c) Peran pemerintah dan negara : (a) Menyediakan pelayanan dan sarana bagi kemanfaatan

publik, seperti energi, air minum, transportasi umum, pertambangan dan industri strategis. Pembiayaan melalui APBN, ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. (b) Menjaga APBN agar tetap seimbang, sehingga dapat menciptakan kondisi perekonomian yang sehat bagi

investasi dan usaha. (c) Menyelenggarakan pemerataan pendapatan nasional secara adil, menjaga kestabilan ekonomi makro dan fasilitas pengembangan ekonomi mikro. Karena peran pemerintah dalam menata kehidupan perekonomian nasional begitu besar, maka sangat diperlukan terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). d) Tiga pelaku ekonomi nasional, BUMN, usaha swasta dan koperasi, didorong dan dipacu

sama kuat secara proporsional, sehingga mempunyai peluang yang sama dalam meningkatkan kemampuan secara vertikal maupun horizontal, dengan fokus masing-masing, antara lain : (a) BUMN, pada penciptaan barang dan jasa bagi kepentingan publik, sarana umum, industri strategis, dan hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak. (b) Usaha swasta nasional, pada kegiatan perdagangan dan industri umum yang belum di tangani BUMN, kegiatan investasi yang padat modal serta teknologi tinggi, termasuk kegiatan ekspor maupun impor, juga penanganan bisnis skala global. (c) Badan-badan koperasi, pada kegiatan yang menyangkut kepentingan bersama, sebagai penyangga ekonomi berkeadilan, menyerap sebanyak mungkin SDM yang terus ditingkatkan mutunya, bergerak dari usaha mikro, menengah secara kooperatif, dan berpeluang meningkat pada usaha besar sampai raksasa, melalui tabungan yang dibangun bersama. Ketiga badan usaha tersebut, dengan semangat menyukseskan negara kesejahteraan perlu terus meningkatkan potensi entrepreneurship masing-masing, terus meningkatkan pencarian pemupukan modal investasi demi masa depan yang lebih gemilang. e) Pengembangan ekonomi nasional memperhatikan lingkungan hidup dengan memelihara

kelestarian alam dan sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia, termasuk menjaga kesehatan lingkungan kerja sehingga tercapai kondisi usaha yang berkualitas dan kehidupan masyarakat yang sehat.

d. Bidang Sosial-Budaya Implementasi konsep, prinsip dan nilai Pancasila dalam bidang sosial budaya diantaranya adalah sebagai berikut :

1).

Bangsa yang berbudaya Pancasila adalah bangsa yang berpegang pada prinsip religiositas,

pengakuan bahwa manusia merupakan salah satu makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, maka manusia hendaknya mampu menempatkan diri secara tepat dalam hubungan dengan Tuhannya. Pertama ia harus yakin akan adanya Tuhan sebagai kekuatan gaib, yang menjadikan alam semesta termasuk manusia, yang mengatur dan mengelolanya sehingga terjadi keteraturan, ketertiban dan keharmonian dalam alam semesta. Kedua, sebagai akibat dari keyakinannya itu, maka manusia wajib beriman dan bertakwa kepadaNya, yakni mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. 2). Bangsa yang berbudaya Pancasila berpandangan bahwa manusia sebagai ciptaan Tuhan

dikaruniai berbagai kemampuan dasar, dengan kapasitas rasional dan memiliki hati nurani, yang membedakan manusia dari makhluk lain ciptaan Tuhan. Kemampuan dasar tersebut adalah cipta, rasa, karsa, karya dan budi luhur. Di samping itu manusia juga dikarunia kebebasan untuk memanfaatkan potensi tersebut. Dengan kemampuan ini manusia dapat memahami segala hal yang berkembang di sekitar dunianya, mampu menangkap maknanya, mampu memberikan penilaian dan selanjutnya menentukan pilihan terhadap hal-hal yang akan dilaksanakan atau dihindarinya, yang harus dipertanggung jawabkan. 3). Bangsa yang berbudaya Pancasila menghendaki berlangsungnya segala sesuatu dalam

suasana yang selaras, serasi dan seimbang. Hal ini hanya mungkin terjadi apabila setiap warga masyarakat menyadari akan hak dan kewajibannya, menyadari akan peran, fungsi dan kedudukannya sesuai dengan amanah Tuhan Yang Maha Esa. 4). Dalam menunjang hidup manusia, Tuhan menciptakan makhluk lain seperti makhluk

jamadi, makhluk nabati, dan makhluk hewani baik di darat, laut maupun udara, untuk dapat dimanfaatkan oleh manusia dengan penuh kearifan. Segala makhluk tersebut perlu didudukkan sesuai dengan peruntukannya, sesuai dengan fungsinya, peran dan kedudukannya dalam menciptakan harmoni, dan kelestarian ciptaan-Nya. Setiap makhluk mengemban amanah dari Tuhan untuk diamalkan dengan sepatutnya. 5). Di samping kemampuan dasar tersebut di atas, manusia juga dikaruniai oleh Tuhan dengan

nafsu, akal dan kalbu yang merupakan pendorong dalam menentukan pilihan dan tindakan.

Tanpa nafsu, akal dan kalbu tersebut maka manusia sekedar sebagai makhluk nabati, yang tidak memiliki semangat untuk maju, mencari perbaikan dan kesempurnaan dalam hidupnya. Dalam memanifestasikan nafsu tersebut maka perlu dipandu oleh akal dan budi luhur, sehingga pilihan tindakan akan menjadi arif dan bijaksana. Di sini letak martabat seorang manusia dalam menentukan pilihannya; dapat saja yang berkuasa dalam menentukan pilihan ini adalah hawa nafsu, sehingga pilihan tindakannya menjadi bermutu rendah; dapat pula pilihan ini didasarkan oleh pertimbangan akal sehat dan dilandasi oleh budi luhur dan bimbingan keyakinan agama, sehingga pilihan tindakannya menjadi berbudaya dan beradab. 6). Bangsa yang berbudaya Pancasila menciptakan masyarakat yang demokratis, suatu

masyarakat yang pluralistik, menghargai segala perbedaan yang dialami manusia, menghargai perbedaan pendapat, sportif, yang pada akhirnya bermuara pada suatu masyarakat yang selalu mengutamakan kesepakatan dalam menentukan keputusan bersama, dan selalu mematuhinya. Keputusan bersama ini dapat berupa kesepakatan yang bersifat informal, sosial maupun kultural oleh masyarakat, dapat pula bersifat formal maupun yuridis, seperti peraturan perundangundangan yang dikeluarkan oleh negara. Masyarakat yang demokratis adalah masyarakat yang anggotanya menjunjung tinggi kesepakatan bersama dan menjunjung tinggi peraturan hukum. Hal ini berarti bahwa penegak hukum dan warga masyarakat sama-sama mematuhi hukum sesuai dengan peran dan kedudukan masing-masing. 7). Bangsa yang berbudaya Pancasila menghargai harkat dan martabat manusia. Dengan kata

lain hak asasi manusia dijunjung tinggi. Manusia didudukkan dan ditempatkan sesuai dengan harkat dan martabatnya. Hak-hak sipil dan politik warga masyarakat dihormati, demikian pula hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Dalam masyarakat yang demokratis yang menjunjung tinggi hak asasi warganya maka akan tercipta keadilan, kesetaraan gender, kebenaran dan keutamaan hidup, nilai yang sangat didambakan. Dengan demikian akan tercipta masyarakat yang berbudaya dan beradab. 8). Bangsa yang berbudaya Pancasila menuntut berlangsungnya disiplin, transparansi,

kejujuran dan tanggung jawab sosial dalam segala penyelenggaraan kehidupan. Dengan nilainilai tersebut akan tercipta keteraturan, ketertiban, ketentraman, kelugasan, saling percaya mempercayai, kebersamaan, anti kekerasan dan kondisi lainnya yang memperkuat kesatuan dan

persatuan masyarakat sehingga terhindar dari berbagai penyimpangan termasuk korupsi, kolusi dan nepotisme dalam berbagai penyelenggaraan kehidupan, termasuk penyelenggaraan pemerintahan. 9). Bangsa yang berbudaya Pancasila mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, tanpa

mengesampingkan kepentingan pribadi dan kelompok masyarakat. Berbagai kepentingan ini perlu diatur begitu rupa sehingga tercipta ke-harmonian. e. Bidang Demokrasi Pancasila menjamin terselenggaranya demokrasi di Indonesia, karena di dalam Pancasila mengandung konsep, prinsip dan nilai demokrasi yang modern dan rasional untuk diterapkan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh: a) Sila keempat Pancasila, menyatakan :Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang menjadi dasar penyelenggaraan demokrasi di Indonesia. Kerakyatan menjamin terwujudnya mufakat melalui permusyawaratan, yang dilandasi hikmat kebijaksanaan (meliputi keadilan, kebenaran, keutamaan dan rasionalitas). Bila tidak tercapai keputusan secara mufakat dengan permusyawaratan, dapat diambil keputusan dengan suara terbanyak. b) Sila kedua Pancasila, menyatakan :Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang bermakna

bahwa bangsa Indonesia mendudukkan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya, menjunjung tinggi hak asasi manusia secara adil dan beradab. Oleh karena itu keaneka ragaman individu dihormati, sifat pluralistik masyarakat didudukkan secara proporsional dalam kehidupan bernegara. c) Sila ketiga Pancasila, menyatakan :Persatuan Indonesia, yang bermakna bahwa bangsa

Indonesia menjamin terselenggaranya keutuhan wilayah dan kesatuan seluruh rakyat Indonesia dengan menghindari terjadinya perpecahan.

d)

Sila kelima Pancasila, menyatakan :Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang

bermakna bahwa bangsa Indonesia menjamin terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. e) Sila pertama Pancasila, menyatakan :Ketuhanan Yang Maha Esa, yang bermakna bahwa

bangsa Indonesia dalam bernegara mendasarkan hidupnya pada keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Implementasi konsep, prinsip dan nilai Pancasila dalam kehidupan demokrasi adalah sebagai berikut : Konsep, prinsip dan nilai Pancasila harus diimplementasikan dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Hal tersebut harus nampak antara lain dalam penyampaian pendapat, pembuatan keputusan bersama dan dalam mengadakan pengawasan pelaksanaan keputusan bersama. a). Penyampaian pendapat Dalam penyampaian pendapat ada ketentuan yang bersumber dari sila-sila Pancasila dan tidak boleh dilanggar. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan, sebagai khalifah Tuhan di bumi wajib menjaga kelestarian segala ciptaan-Nya. Segala kegiatan manusia hendaknya mengarah pada terwujudnya harmoni atau keselarasan, dan oleh karena itu menghindari terjadinya polarisasi yang tidak sesuai dengan Pancasila. Dalam penyampaian pendapat selalu bersendi pada akhlak mulia, budi luhur, dan beradab serta menghormati harkat dan martabat sesamanya, sehingga dapat diwujudkan suasana kebersamaan yang menjamin persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam penyampaian pendapat tidak mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan melainkan mengutamakan terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga tercegah terjadinya perpecahan, separatisme, dan sikap radikalistik. b) Pembuatan keputusan bersama

Dalam pembuatan keputusan bersama harus berdasar pada konsep, prinsip dan nilai Pancasila, dilandasi oleh sila keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Suara terbanyak bukan merupakan satu-satunya kriteria dalam pembuatan keputusan bersama. Keputusan bersama bukan keputusan pribadi-pribadi, tetapi merupakan kontrak sosial yang harus dipatuhi oleh semua pihak, termasuk pihak yang usulnya tidak disetujui. Keputusan bersama mengikat dan mengandung sanksi. Sikap mau mengakui pendapat yang diputuskan bersama harus dikembangkan. Dengan demikian Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan adalah suatu demokrasi yang bersifat normatif, etis dan teleologis. c) Pengawasan pelaksanaan keputusan bersama Dalam pengawasan pelaksanaan keputusan bersama pada dasarnya bukan untuk mencari kesalahan, melainkan untuk memberikan peringatan dini kepada pelaksana agar dalam melaksanakan tugas bersikap jujur, adil, transparan dan mengutamakan kepentingan rakyat. Kegiatan rakyat yang menyampaikan pendapat dan pembuat keputusan bersama, para pelaksana kesepakatan bersama dan pengawas pelaksanaan keputusan bersama harus bersinergi sesuai dengan fungsi masing-masing. 4. Pedomen umum Implementasi Pancasila 1. Perlunya Pedoman Implementasi Pancasila Setelah hakikat Pancasila dapat dipahami secara tepat, benar dan mendalam terutama mengenai konsep, prinsip dan nilai yang terkandung di dalamnya, maka Pancasila diyakini memiliki kapasitas yang handal untuk mengarahkan perjuangan mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia. Di depan telah diuraikan bahwa kebenaran dan ketangguhan Pancasila tidak perlu diragukan lagi. Namun tanpa pemahaman oleh masyarakat luas secara mendalam terhadap konsep, prinsip dan nilai yang terkandung di dalamnya, disertai dengan sikap, kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan serta mengantisipasi perkembangan zaman, Pancasila akan

memudar dan tidak dapat bertahan. Oleh karena itu setiap upaya pengembangan melalui implementasi Pancasila perlu dilaksanakan secara tepat dan benar, sehingga masyarakat dapat bersikap dan bertindak secara tepat dalam memperkokoh dan mempertahankan Pancasila. Untuk itulah diperlukan suatu pedoman yang dapat dipergunakan oleh masyarakat, sebagai pegangan mengimplementasikan Pancasila dengan baik dan benar dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. 2. Sistem, Struktur dan Strategi Implementasi Pancasila. Setiap upaya untuk mengimplementasikan Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, pertama-tama perlu didasari oleh pemahaman terhadap maksud dan tujuannya, selanjutnya apa dan bagaimana implementasi tersebut diselenggarakan, siapa saja yang terlibat di dalamnya, dan bagaimana cara yang sebaiknya diterapkan, serta bentuk kelembagaan yang diperlukan. Hal ini perlu dicantumkan dalam Pedoman Umum agar semua pihak faham mengenai siapa melakukan apa, kapan dan bagaimana. a. Maksud dan Tujuan Implementasi Pancasila Maksud Implementasi Pancasila : 1) Mengembangkan pola fikir dan pola tindak berdasar pada konsep, prinsip, dan nilai yang

terkandung dalam Pancasila. 2) Mengembangkan sikap dan perilaku dalam mempertahankan dan menjaga kelestarian

Pembukaan UUD 1945. 3) Mengembangkan kemampuan mengoperasionalisasikan demokrasi dan HAM berdasarkan

Pancasila. 4) Mengembangkan kemampuan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan yang

sejalan dan tidak bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar negara. 5) Mengembangkan kemampuan mengoperasionalisasikan perekonomian nasional

berdasarkan Pancasila.

6)

Mengembangkan pola pikir Bhinneka Tunggal Ika yang berwujud sikap, tingkah laku dan

perbuatan dalam kehidupan bangsa yang pluralistik. 7) Mengembangkan pemikiran baru dalam menghadapi perkembangan zaman tentang

Pancasila tanpa meninggalkan jatidirinya. Tujuan implementasi Pancasila : 1) Masyarakat memahami secara mendalam konsep, prinsip, dan nilai Pancasila dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. 2) Masyarakat memiliki keyakinan akan ketangguhan, ketepatan, dan kebenaran Pancasila

sebagai ideologi nasional, pandangan hidup bangsa, dan dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3) Masyarakat memiliki pemahaman, kemauan dan kemampuan mengimplementasi-kan

Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. b. Sasaran Implementasi Berdasarkan kesepakatan bangsa, Pancasila adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka konsekuensinya setiap warganegara harus memahami dan

mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila. Pada dasarnya setiap warga negara telah memiliki pemahaman terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila, dengan latar belakang pengalaman dan pendidikan masing-masing. Demi efektivitas dan efisiensi, perlu dipilih kelompok sasaran yang strategis yang mempunyai dampak ganda (multiplier effect) yang tinggi, antara lain :

elit politik; insan pers; anggota legislatif, eksekutif dan yudikatif pusat dan daerah; tokoh agama, pendidikan, cendekiawan, pemuda, wanita, adat dan masyarakat; serta pengusaha;

dengan harapan agar mereka menjadi teladan dalam mengimplementasikan Pancasila. Sasaran berikutnya baru masyarakat secara luas. c. Pendekatan dan Metoda Implementasi 1). Pendekatan Pendekatan yang dipergunakan dalam implementasi Pancasila adalah pendekatan kontekstual, yakni menerapkan konsep, prinsip dan nilai Pancasila langsung pada permasalahan aktual yang dihadapi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk maksud ini diperlukan ketentuan standar yang menggambarkan pola pikir, sikap, tingkah laku dan perbuatan masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan Pancasila. Dengan ketentuan standar tersebut, masyarakat secara mudah dan cepat dapat menilai suatu sikap atau tindakan sesuai atau tidak sesuai dengan Pancasila. Diseminasi dan sosialisasi implementasi Pancasila ditempuh melalui tahapan sebagai berikut :

Artikulasi, pemberian penjelasan yang mantap tentang isi, kandungan, kebenaran rasional, struktur dan tujuan implementasi Pancasila.

Internalisasi, usaha memasukkan gagasan tersebut dalam hati sanubari setiap warganegara, sehingga benar-benar mamahami dan bersedia menerimanya sebagai suatu kebenaran.

Aktualisasi, aplikasi gagasan tersebut dalam berbagai bidang kehidupan secara nyata, baik dalam pemikiran maupun perbuatan.

Agar implementasi Pancasila dapat mencapai sasaran maka perlu ditempuh proses pendekatan sebagai berikut:

Menimbulkan atensi, sajian mengenai Pancasila diupayakan menarik perhatian setiap orang, sehingga khalayak sasaran (target audience) tidak merasa terpaksa, tetapi dengan senang hati, ikhlas dan sukarela menerimanya.

Mengembangkan komprehensi, upaya untuk memahami substansi konsep, prinsip dan nilai Pancasila secara mendalam, sehingga faham akan makna, esensi, maksud dan

tujuan gagasan yang apabila dilaksanakan bermanfaat dalam menjangkau masa depan yang lebih baik.

Menimbulkan akseptasi, pengakuan secara jujur dan menerima secara sadar kebenaran konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Menimbulkan retensi, terbentuknya keyakinan akan kebenaran dan ketangguhan gagasan tersebut, sehingga dapat dijadikan pegangan atau pedoman dan panduan dalam menentukan pilihan tindakan.

Mengadakan aksi, menerapkan konsep, prinsip dan nilai Pancasila untuk memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

2). Metoda Metoda yang diterapkan dalam implementasi Pancasila adalah diskusi dan workshop. Metoda lecturing, terbatas untuk memahami konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila. Dengan cara ini maka implementasi Pancasila menjadi lebih aktual sehingga menjadi lebih menarik. d. Bahan Implementasi Untuk pedoman implementasi Pancasila diperlukan bahan : 1) 2) 3) 4) 5) Pancasila; Implementasi Pancasila dalam kehidupan bidang Politik; Implementasi Pancasila dalam kehidupan bidang Ekonomi; Implementasi Pancasila dalam kehidupan bidang Sosial Budaya; Implementasi Pancasila dalam kehidupan bidang Keamanan Nasional. Untuk aktualisasinya, bahan implementasi Pancasila dilengkapi dengan buku pedoman pelaksanaan antara lain berisi tabel dan check list yang menggambarkan keberhasilan atau

kegagalan implementasi. Dengan demikian implementasi ini bersifat self-evaluating. Di samping itu perlu disiapkan daftar masalah yang mungkin timbul untuk setiap bidang kehidupan dan profesi. Perlu dicermati bahwa dalam menyusun bahan tersebut, diupayakan agar konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi merupakan konsep yang menyatu, sehingga saling mengisi dan tidak boleh bertentangan yang satu dengan yang lain. e. Penyelenggara Implementasi Implementasi Pancasila diselenggarakan di masing-masing lembaga atau kantor, dan dikelola oleh masing-masing lembaga atau instansi. Untuk pelaksanaannya diperlukan fasilitator yang terlatih dan kompeten. Pelatihan bagi fasilitator diselenggarakan oleh lembaga yang mempunyai kompetensi dan telah melakukan kajian secara mendalam tentang Pancasila. 5. Upaya mempertahankan, memantapkan, memapankan, dan mengokohkan Pancasila Menurut Alfian terdapat empat faktor yang dapat menjadikan suatu ideologi tetap dapat bertahan dan menjadi ideologi yang tangguh, yakni (1) bahwa ideologi tersebut berisi nilai dasar yang berkualitas, (2) bahwa ideologi tersebut dipahami, dan bagaimana sikap dan tingkah laku masyarakat terhadapnya, (3) terdapat kemampuan masyarakat untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan ideologi tersebut tanpa menghilangkan jatidiri ideologi dimaksud, dan (4) seberapa jauh nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi itu membudaya dan diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sejauh mengenai Pancasila sebagai suatu ideologi, faktor kualitas nilai yang terkandung dalam Pancasila tidak perlu diragukan, tetapi faktor pemahaman dan sikap masyarakat, faktor kemampuan masyarakat, dan faktor pembudayaan dan pengamalan ideologi masih memerlukan usaha untuk dapat mempertahankan, memantapkan, memapankan, dan mengokohkan Pancasila. Untuk itulah perlu adanya usaha secara serius, dengan jalan mengimplementasikan Pancasila dalam segala aspek kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.

Pancasila memenuhi syarat sebagai dasar negara bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus dipertahankan dengan alasan sebagai berikut: 1. Pancasila memiliki potensi menampung keadaan pluralistik yang dialami oleh bangsa Indonesia, ditinjau dari keanekaragaman agama, suku bangsa, adat budaya, ras, golongan dan sebagainya. Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, menjamin kebebasan bagi warganegara untuk beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya. Sementara itu Sila ketiga persatuan Indonesia, mengikat keanekaragaman tersebut di atas dalam suatu kesatuan bangsa dengan tetap menghormati sifat masing-masing seperti apa adanya. 2. Pancasila memberikan jaminan terealisasinya kehidupan yang pluralistik, dengan menjunjung tinggi dan menghargai manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan secara berkeadilan, disesuaikan dengan kemampuan dan hasil usahanya. Hal ini ditunjukkan oleh sila kedua yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3. Pancasila memiliki potensi menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, yang terdiri atas ribuan pulau. Sila ketiga Persatuan Indonesia memberikan jaminan bersatunya bangsa Indonesia. 4. Pancasila memberikan jaminan berlangsungnya demokrasi dan hak asasi manusia sesuai dengan budaya bangsa. Hal ini dijamin oleh sila keempat Pancasila yakni Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. 5. Pancasila menjamin terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera. Sila kelima Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan acuan dalam mencapai tujuan tersebut.

E. PENUTUP Pedoman Umum Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Bernegara ini dimaksudkan agar konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila dapat diaktualisasikan oleh setiap warganegara terutama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pedoman Umum ini

dapat dipakai sebagai acuan perumusan berbagai kebijakan publik, agar tujuan implementasi Pancasila dalam segenap bidang kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara dapat secara bertahap terwujud sehingga masyarakat, bangsa dan negara dapat mewujudkan tujuan nasional yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Untuk penerapan Pedoman Umum ini secara langsung pada setiap pemecahan permasalahan aktual yang berkembang, perlu disiapkan pedoman khusus sebagai derivasi dari Pedoman umum yang disesuaikan dengan sasaran, kebijakan dan strategi dengan melibatkan institusi yang kompeten dan terkait dengan permasalahannya. Untuk itu semua, diperlukan komitmen yang kuat, kerja keras dengan penuh kearifan dari segenap komponen bangsa, demi terwujudnya masa depan yang cerah dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Hasil lokakarya nasional tentang Implementasi Pancasila dalam Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat yang diselenggarakan oleh LPPKB bekerjasama dengan Yayasan Sinar Wijaya Indonesia Cs, di Jakarta tanggal 9 Oktober 2004. Katoppo Aristides, Delapanpuluh Tahun Bung karno. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. 1994 Moerdiono dkk, Citra Negara Persatuan Indonesia, BP-7 Pusat, Jakrta 1996. Moerdiono dkk, Disunting Oetojo Oesman, SH dan Alfian, Pancasila sebagai Ideologi, BP-7 Pusat 1996, Mubyarto, Prof. Ekonomi Pancasila, Pusat Studi Ekonomi Pancasila, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 2002. Pamoe Rahadjo dan Islah Gusmian, Bung karno dan Pancasila, Galang Press 2002.

You might also like