You are on page 1of 63

HIPERTENSI SEKUNDER

PEMBIMBING:

dr Suprapti,SpPD
Oleh: Mei Risanti Sirait 04104705362 FK UNSRI ILMU PENYAKIT DALAM RSMH 2012

LATAR BELAKANG
1
Prevalensi hipertensi yang terus meningkat dari tahun ke tahun serta adanya penyakit penyerta serta komplikasi yang dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas

2
Banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapat pengobatan atau sudah mendapat pengobatan namun belum mencapai target

3
Sulitnya membedakan hipertensi esensial dengan hipertensi sekunder

TINJAUAN PUSTAKA
HIPERTENSI ESENSIAL hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui Mencakup 95% dari hipertensi yang ada HIPERTENSI SEKUNDER Hipertensi yang penyebabnya diketahui Mencakup 5% dari hipertensi yang ada

KLASIFIKASI BATASAN TEKANAN DARAH MENURUT JNC-7


Klasifikasi Tekanan sistolik Tekanan diastolik

tekanan darah

(mmHg)

(mmHg)

Normal Prehipertensi

< 120 120-139

dan < 80 atau 80-89 atau 90-99 atau 100

Stage 1 hipertensi 140-159 Stage 2 hipertensi 160

PENYEBAB HIPERTENSI SEKUNDER


1

Ginjal ( glomerulonefritis, pielonefrtis , Tubulointerstisial nefritis, nekrosis Tubular akut, kista dan nefrokalsinosis)
Renovaskular (aterosklerosis, hiperplasia, thrombosis, aneurisma, emboli kolesterol, vaskulitis dan rejeksi akut sesudah transplantasi) Adrenal ( feokromositoma, aldesteronisme primer dan sindrom Cushing) Aorta ( koartaksio aorta dan arteritis takayasu)

Kelainan endokrin (obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme, hipotiroidisme, hiperparatiroidisme dan hiperkalsemia)

Saraf (stress berat, psikosis, tekanan intrakranial meninggi, stroke, enseflitis, dan sindrom Guillan Barre)
Hipertensi yang dipicu oleh kehamilan Obat-obatan dan tokisin (alkohol, kokain, siklosporin, eritropoetin dan obat-obatan adrenergik)

4 9

Neoplasma (tumor Wilm dan tumor yang mensekresi renin)

Prinsip pengobatan hipertensi


menurunkan tekanan darah dengan harapan dapat memperpanjangkan umur pasien dan mengurangi timbulnya komplikasi. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mendahulukan pengobatan penyebab hipertensi.

Upaya menurunkan tekanan darah dengan menggunakan obat anti hipertensi. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan kemungkinan seumur hidup.

Obat Hipertensi golongan diuretik


Diuretik Kuat Benzotiazid Diuretik hemat kalium Diuretik penghambat karbonik anhidrase Diuretik osmotik

Penghambat Adrenergik
Penghambat adrenoreseptor beta (-blocker) Penghambat adrenoreseptor alfa (-blocker) Adrenolitik Sentral

Antagonis Reseptor Angiotensin / Antagonis Receptor Blocker (ARB) Antagonis Kalsium Vasodilator ACE Inhibitor

HIPERTENSI KARENA PENYAKIT GINJAL


A. B. C. D. E. Hipertensi pada glomerulus akut Hipertensi renovaskular Hipertensi pada gagal ginjal kronik Hipertensi pada sindroma nefrotik Hipertensi pada hiperaldosteronisme primer

A. Glomerulus Akut
Dibagi dua bagian besar: glomerulonefritis akut pasca streptokokus dan nefropati membranosa. Respon terhadap lesi maka timbullah proliferasi sel endotel diikuti sel mesangium dan sel epitel. Akibatnya terjadi ekspansi volume cairan ekstrasel dan peningkatan reabsorbsi natrium di duktus koligentes karena adanya resistensi relatif terhadap Hormon Natriuretik Peptida dan peningkatan aktivitas pompa Na-K-ATPase sehingga terjadi hipervolemia dan hipertensi.

Tatalaksana Glomerulonefritis Akut


Penisilin dan tirah baring selama stadium akut, makanan bebas natrium bila terjadi edema dan antihipertensi bila perlu

B. Hipertensi Renovaskular (HRV)


Dua penyebab tersering : aterosklerotik dan displasia fibromuskular. Stenosis arteri renalis dapat bersifat unilateral maupun bilateral. Pada HRV karena aterosklerotik , lesi biasanya bilateral dan terjadi pada daerah ostium, baik fokal maupun lanjutan dari plak aorta serta pada 1/3 bagian proksimal arteri renalis.

B. Hipertensi Renovaskular (HRV)


Umumnya pada usia lanjut dengan riwayat hipertensi pada keluarga . HRV karena displasia fibromuskular umumnya terjadi pada perempuan muda dekade ketiga dan keempat, tidak memiliki riwayat hipertensi sebelumnya dalam keluarga . Terjadi bilateral pada 2/3 arteri renalis distal atau arteri intrarenal.

Lima tipe displasia fibromuskular berdasarkan histologinya


fibroplasia medial (65-75%), fibroplasia premedial (10-25%) , fibroplasia intimal (10-25%), hiperplasia medial (5-10%) fibroplasia periarterial (sangat jarang).

Patofisologi HRV
Fase Akut pada fase ini peningkatan tekanan darah, renin dan aldosteron akan terjadi segera setelah arteri renalis konstriksi. Fase Kronik pada fase ini tekanan darah tetap meningkat namun renin dan aldosteron mulai menurun ke nilai normal

ginjal yang stenotik akan mengalami atrofi tubular dan fibrosis interstitial akibat hipoperfusi Sedangkan pada ginjal kontralateral terjadi hipertensi intraglomerulus akibat transmisi tekanan sistemik meningkat yang akan menyebabkan proteinuri dan glomerulosklerosis yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan nefron.

Pemeriksaan Diagnostik HRV


Tes Renogram Renogram Kaptopril Aktivitas renin plasma perifer Aktivitas renin plasma perifer setelah pemberian kaptopril Ultrasonografi Lesi apapun Lesi > 60% Magnetic resonance angiography Sensitivitas 75% 83% 57% 96% 95% 90% 88%-95% Spesifitas 75% 93% 66% 55% 90% 62% 94%

Tatalaksana HRV
pemberian obat hipertensi, revaskularisasi dengan angioplasti atau operasi. Pengobatan bedah terdiri dari revaskularisasi ginjal yang iskemi seringkali dengan cangkok vena savena magna. Pilihan lainnya adalah angioplasti trasnluminal perkutan (PCTA). Angka kesuksesan dengan bedah atau PCTA adalah 50% sembuh dan 30% tekanan darahnya membaik serta 50% membaik pada orangtua.

C. Hipertensi pada gagal ginjal kronik


Gambaran Klinis Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemia, lupus eritomatous sistemik (LES) dan lain sebagainya. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargia, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, perikarditis, kejangkejang sampai koma. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik dan gangguan keseimbangan elektrolik

Gambaran Labarotoris
Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum kreatinin serum dan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). Kelainan biokomiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast dan isostenuria.

LFG (ml/menit/1,73 m2 = (140 umur) x berat badan * 72x kreatinin plasma n(mg/dl) * pada perempuan dikalikan 0,85
Derajat 1 Penjelasan Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan Kerusakan ginjal dengan LFG menurun sedang Kerusakan ginjal dengan LFG menurun berat Gagal ginjal LFG (ml/menit/1,73m2) 90

Rumus Kockcroft-Gault

2 3 4 5

60-89 30-59 15-29 < 15 dialisis atau

Gambaran radiologis
Foto polos abdomen, bisa tampak batu radiopak. Pielografi intravena jarang dilakukan karena kontras seringkali jarang bisa melewati filter glomerulus di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa dan kalsifikasi. CT-scan (computed tomography) ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai derajatnya


Derajat 1 LFG (ml/menit/1,73m 2) 90 Rencana tatalaksana Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi pemburukan (progression), fungsi ginjal, memperkecil risiko kardiovaskular Menghambat perburukan (progression) fungsi ginjal Evaluasi dan terapi komplikasi Persiapan untuk terapi ginjal Terapi pengganti ginjal pengganti

60-89

3
4

30-59
15-29

< 15

Patogenesis perburukan ginjal pada penyakit ginjal kronis

D. Hipertensi pada sindroma nefrotik


ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif 3,5 g/hari, hipoalbuminemia < 3,5 g/dl, hiperkolesterolemia dan lipiduria.

Klasifikasi dan penyebab sindroma nefrotik


Klasifikasi dan penyebab sindrom nefrotik Glomerulonefritis kronik - GN lesi minimal (GNLM) - Glomerulosklerosis lokal (GSF) - GN membranosa (GNMN) - GN membranoproliferatif - GN proliferatif lain Glomerulonefrtis sekunder akibat infeksi - HIV, hepatitis B dan C - Sifilis, malaria dan skistosoma - Tuberkulosis dan lepra Keganasan Limfoma hodgkin, mieloma multipel, karsinoma ginjal Penyakit jaringan penghubung Lupus erimatous sistemik, atritis reumatoid, MCTD (mixed connective tissue) Efek obat dan toksin Obat antiinflamasi non steroid, preparat emas, penisilanamin, probenesid, air cuka, kaptopril dan heroin Lain-lain Diabetes melitus, amilodosis, preeklampsia, rejeksi alograf kronik, refluks vesikoureter atau sengatan lebah

Mekanisme Edema pada sindroma nefrotik

Tatalaksana Sindroma Nefrotik


Pengobatan spesifik untuk mengobati penyakit dasar dan pengobatan non spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol edema dan mengobati komplikasi.` Furosemide oral dapat diberikan dan bila terjadi resisten dapat dikombinasikan dengan tiazid, metalazon dan asetazolamid. Kontrol proteinuria dapat memperbaiki hipoalbuminemia dan mengurangi risiko yang ditimbulkan. Pembatasan asupan proteinuria 0,8-1,0 g/kgBB/hari dapat mengurangi proteinuria.

Obat penghambat enzim konversi angiotensin (angiotensin converting enzym inhibitors) dan antagonis reseptor angotensin II (angiotensin II receptor antagonists) dapat menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduanya memiliki efek aditif dalam mengurangi proteinuria. Obat penurun lemak golongan statin seperti simvastatin, pravastatin, dan lovostatin dapat menurunkan kolesterol LDL, trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL

Komplikasi pada Sindroma Nefrotik

Keseimbangan nitrogen menjadi negatif Hiperlipidemia dan lipiduria Hiperkoagulasi Gangguan fungsi ginjal

E. Hipertensi pada hiperaldosteronisme primer


Trias hiperaldosteronisme yaitu hipertensi , hipokalemia dan asidosis metabolik. Hiperplasia sel kelenjar adrenal atau adenoma menghasilkan hormon aldosteron yang berlebihan. Peningkatan kadar serum aldosteron akan merangsang penambahan jumlah saluran natrium yang terbuka pada sel prinsipal membran luminal dari duktus kolektikus bagian korteks ginjal. Akibat penambahan jumlah ini, reabsorbsi natrium mengalami peningkatan. Absorbsi natrium juga membawa air sehingga tubuh menjadi cenderung hipervolemia.

Sejalan dengan ini, lumen duktus kolektikus berubah menjadi bermuatan lebih negatif yang mengakibatkan keluarnya ion kalium dari sel duktus kolektikus masuk ke dalam lumen tubuli melalui saluran kalium. Akibat peningkatan ekskresi kalium di urin, kadar kalium darah berkurang. Peningkatan ekskresi kalium juga dipicu oleh peningkatan aliran cairan menuju tubulus distal. Hal ini menyebabkan tubuh kekurangan kalium dan timbul gejala seperti lemas.

Hipokalemia yang terjadi akan merangsang peningkatan ekskresi ion H di tubulus proksimal melalui NH3+ sehingga reabsorbsi bikarbonat meningkat di tubulus proksimal dan terjadi asidosis metabolik. Hipokalemia bersama dengan hiperaldosteron juga akan merangsang pompa H-K-ATPase di tubulus distal yang menyebabkan peningkatan ekskresi ion H+ selanjutnya akan memelihara keadaan alkalosis metabolik pada penderita.

Penegakan Diagnosis
Pemeriksaan serum aldosteron dan Plasma Renin Activity (PRA) secara bersamaan. Pemeriksaan ini dilakukan pada pagi hari. Nilai ARR (Aldosteron Renin Ratio ) >100 dianggap memiliki nilai diagnostik yang bermakna untuk hiperaldosteronisme. Tes supresi secara oral dan pemberian NaCl isotonis

Pada tes supresi oral diberikan diet 5g/NaCl per oral dengan pemberian selama tiga hari. Setelah hari ke tiga dilakukan pengumpulan urin selama 24 jam untuk mengukur kadar natrium, kalium dan aldosteron dalam urin. tinggi natrium yang telah diberika telah cukup adekuat. Kadar aldosteron urin lebih dari 14 g/ 24 jam atau 39 nmol/24 jam menandakan hiperaldosteronisme primer. Tes supresi kedua yaitu pemberian 2 liter NaCl isotonis dalam waktu 4 jam dalam posisi terlentang. Bila kadar aldosteron plasma lebih dari 10 ng/dl atau lebih dari 277 pmol/L menandakan hiperaldosteronisme primer.

Tatalaksana pada hiperaldosteronisme primer


Tujuan terapi adalah menormalkan tekanan darah, serum kalium dan kadar serum aldosteron. Pemberian spironolakton 12,5 mg 25 mg biasanya cukup efektif mengendalikan tekanan darah dan menormalkan kadar kalium plasma. Kurangi asupan garam, berolahraga secara teratur, menurunkan berat badan serta menghindari alkohol.

Hipertensi pada kelainan metabolik dan endokrin


A. Hipertensi pada diabetes melitus tipe II B. Hipertensi pada feokromositoma

F. Hipertensi pada penyakit diabetes melitus tipe II


Kelebihan gula darah memasuki sel glomerulus melalui fasilitasi glucose transporter (GLUT) terutama GLUT1 yang mengakibatkan aktivasi berbagai mekanisme seperti poloy pathway, hexoamine pathway, protein kinase C (PKC) pathway dan penumpukan zat yang disebut sebagai advanced glycation end products (AGEs). Tekanan intraglomerulus meningkat pada pasien DM bahkan sebelum tekanan darah sistemik meningkat. Perubahan hemodinamik ginjal ini umumnya dikaitkan dengan aktivitas berbagai hormon vasoaktif seperti angiotensin II dan endotelin.

Tahapan penyakit ginjal diabetik


Tahap I - LFG meningkat 40% di atas normal yang disertai pembesaran ukuran ginjal. - Albuminuria biasanya belum nyata dan tekanan darah masih normal. Tahap ini berlangsung - reversibel dan berlangsung 0-5 tahun sejak diagnosis DM ditegakkan. - Dengan pengendalian glukosa yang ketat biasanya kelainan fungsi maupun struktural ginjal akan normal kembali.

Tahap II - Terjadi 5-10 tahun setelah diagnosis DM ditegakkan. - LFG masih meningkat. - Albuminuria hanya meningkat setelah latihan jasmani, keadaan stress atau kendali metabolik yang memburuk. - Tahap ini disebut silent stage.

Tahap III - tahapan awal nefropati saat mikroalbuminuria telah nyata. - biasanya 10-15 tahun setelah diagnosis ditegakkan. - Secara histopatologis juga telah jelas terlihat penebalan membrana basalis glomerulus. - LFG tetap tinggi dan tekanan darah sudah mulai meningkat. - Keadaan ini dapat bertahan bertahun-tahun dan progresivitasnya masih dapat dicegah dengan pengendalian glukosa darah , lemak darah dan tekanan darah.

Tahap IV - manifestasi proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa, - tekanan darah meningkat seta LFG di bawah normal. Ini terjadi setelah 15-20 tahun diagnosis DM ditegakkan. - Didapati penyulit lain dijumpai seperti retinopati, neuropati, gangguan profil lemak dan gangguan vaskular umum. - Progresivitas ke arah gagal ginjal hanya dapat diperlambat dengan pengendalian glukosa, lemak darah dan tekanan darah.

Tahap V Pada tahapan ini LFG sudah sedemikian rendahnya sehingga pasien menunjukkan gejala dan tanda-tanda sindrom uremik.

Tatalaksana
Pengendalian kadar gula darah Pengendalian secara intensif adalah kadar HbA1c < 7%, kadar gula darah preprandial 90-130 mg/dl dan post prandial < 180 g/dl. Pengendalian tekanan darah Pada umumnya target tekanan darah <130/90 mmHg akan tetapi bila proteinuria lebih berat yaitu >1 g/24 jam maka perlu target tekanan darah yang lebih rendah yaitu <125/75 mmHg. Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-I) dan Angiotensin receptor blocker (ARB) dikenal mempunyai efek proteinuria maupun renoproteksi maka obat-obatan ini dipakai sebagai obat awal hipertensi pada DM. Pengaturan diet Kebutuhan protein sebanyak 0,8 gram/kgBB/hari atau sekitar 10% kebutuhan kalori. Namun bila LFG telah menurun maka pembatasannya menjadi 0,6 g/kgBB/hari

G. Hipertensi pada feokromositoma


5H pada feokromositoma yaitu: hipertensi, headache atau sakit kepala, hipermetabolisme, hiperhidrosis dan hiperglikemia.

umumnya bersifat jinak dan hanya 10% yang bermetastasis ke tulang, paru, hati dan kelenjar getah bening. Feokromositoma adrenal dikenal dengan rule of ten percent, yaitu:14 - Bilateral (10%) - Ekstra adrenal (10%) - Familial (10%) - Pediatri (10%)

Gambaran Klinis
Triad feokromositoma yaitu sakit kepala, berkeringat, berdebar-debar . Dapat juga teraba massa tumor di perut atau pembesaran paraganglioma di leher, telinga, dada atau tumor paru metastasis. Hipertensi yang terjadi dapat labil (66%) atau menetap (33%) sehingga sering salah diagnosis menjadi hipertensi primer.

Tanda Klinis mencurigai feokromositoma


Hipertensi menetap atau paroksismal disertai sakit kepala, berdebar dan berkeringat Hipertensi dan riwayat feokromositoma dalam keluarga Hipertensi yang refrakter terhadap obat terutama disertai berat badan menurun Sinus takikardia Hipertensi ortostatik Aritmia rekuren Tipe MEN (Multiple Endocrine Neoplasm) I dan MEN II Krisis hipertensi yang terjadi selama pembedahan anestesi Mempunyai respon terhadap blocker

Beberapa kondisi terkait feokromositoma


Neurofibromatosis Sklerosis fibrosis Sindrom Sturge - weber Penyakit Von Hipple - Lindau MEN tipe 2 yaitu feokromositoma, paratiroid adenoama dan karsinoma tiroid medulla MEN tipe 3 yaitu feokromositoma, karsinoma tiroid medulla, neuroma mukosa, ganglioma abdominalis dan habitus marfanoid Gejala lain dari kelebihan katekolamin dapat berupa pucat, hipotensi ortostatik, pandangan kabur, edema papil mata, berat badan turun, poliuri, polidipsi, peningkatan LED, hiperglikemia, gangguan psikiatri, kardiomiopati dilatasi dan eritropoesis.

Alur Diagnostik Feokromositoma

Terapi
Operasi dapat dilakukan secara konvensional maupun laparaskopi. Follow up harus dilakukan sepanjang hidup karena tumor sisa sering menimbulkan gejala klinis. Untuk yang malignan, perlu dilakukan reseksi agresif. Kemoterapi dengan siklofosfamid, vinkristin dan dakarlazin perlu dipertimbangkan bila pembedahan tidak bisa dilakukan. Operasi tumor adalah pilihan terapi dan tingkat kesembuhan mencapai 90%.

Hipertensi pada kehamilan


Empat jenis hipertensi yang umumnya terjadi pada kehamilan, yaitu: Preeklampsia Eklampsia Hipertensi kronik Preeklampsia pada hipertensi kronik Hipertensi gestasional

Pemantauan tekanan Pemeriksaan Hb dan Ht untuk melihat kemungkinan hemokonsentrasi yang mendukung hipertensi gestasional. Hasil trombosit yang amat rendah terdapat pada sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme levels and low platelet count). Pemeriksaan enzim SGOT, SGPT dan LDH untuk mengetahui keterlibatan hati.

Urinalisa untuk mengetahui adanya proteinuria atau sekresi protein dalam urin selama 24 jam. Kreatinin serum diperiksa untuk mengetahui fungsi ginjal yang pada kehamilan biasanya menurun. Kenaikan asam urat pada kehamilan dipakai sebagai tanda beratnya preeklampsia. Pemeriksaan EKG diperlukan pada kehamilan dengan hipertensi kronik

Tatalaksana
Penanganan non farmakologis Pada kisaran tekanan darah sistolik 140-160 mmHg dan tekanan darah diastolik 90-99 mmHg dapat dilakukan pengoabtan non farmakologis yang dapat berupa tirah baring miring kiri dan pembatasan aktivitas fisik. dalam keadaan ini dianjurkan diet normal tanpa pembatasan garam. Pemberian obat antihipertensi Tekanan darah 170 mmHg atau diastolik lebih dari 110 mmHg pada perempuan hamil harus dianggap sebagai kedaruratan medis dan dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit. Sebaiknya tekanan darah ditargetkan sistolik 140-150 mmHg dan diastolik 90-100 mmHg. Pada perempuan hamil yang telah memiliki kelainan organ target, tekanan darah yang dianjurkan diturunkan kurang dari 140/90 mmHg sampai mencapai 120/80 mmHg.

Obat anti hipertensi dalam kehamilan


Agonis alfa sentral Penghambat beta Metildopa, obat pilihan Atenolol dan metoprolol aman dan efektif pada kehamilan trimester akhir Labetalol, efektif seperti metildopa, pada kegawatan dapat diberikan intravena Nifedipin oral, isradipin i.v dapat dipakai pada kedaruratan hipertensi Kontraindikasi dapat mengakibatkan kematian janin atau abnormalitas Direkomendasikan apabila telah dipakai sebelum kehamilan. Tidak direkomendasikan pada preeklampsia Hydralazine tidak dianjurkan lagi mengingat efek perinatal

Penghambat alfa dan beta

Antagonis kalsium

Inhibitor ACE dan antagonis angiotensin Diuretik

vasodilator

Berikan O2 4-6 liter per menit. Pasang infus D5% dengan kecepatan tetesan 20 tetes per menit dan pasang kateter urine. Pasien dalam posisi fowler agar kepala tetap tinggi dan pasien difiksasi agar tidak jatuh. Di rumah sakit diberikan MgSO4 2 gram/ jam dalam drip infus dekstrosa 5% untuk pemeliharaan sampai kondisi stabil

Bila pasien dalam keadaan eklampsia maka harus ditangani di rumah sakit. Bila syarat pemberian MgSO4 tidak terpenuhi dapat digantikan dengan diazepam 20 mg i.m atau 10 mg i.v perlahan dalam 1 menit. Bila keadaan memungkinkan janin dipertahankan selama mungkin hingga cukup bulan namun bila tidak memungkinkan dilakukan terminasi kehamilan dengan sectio secarea ataupun dengan alat lainnya.

KESIMPULAN
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg pada tiga kali pengukuran dalam interval 1-2 minggu atau dua hari berturut-turut dengan pengukuran dua kali atau lebih dengan jarak lebih dari dua menit pada masing-masing pengukuran. Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan dan mungkin tak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini terus berkembang sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna.

Sebenarnya sukar membedakan hipertensi esensial dengan hipertensi sekunder bila hanya dengan pemeriksaan fisik. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan lainnya yang membantu sang dokter untuk menemukan etiologi dari hipertensi yang diderita pasien.

Dengan mengetahui etiologi dari hipertensi sekunder yang diderita pasien diharapkan dapat mengobati hipertensi pada pasien tersebut. Penyebab hipertensi sekunder yang sering ditemukan adalah hipertensi karena penyakit renovaskular, hipertensi karena hiperaldosteronisme primer, feokromositoma dan hipertensi pada kehamilan.

You might also like