You are on page 1of 34

BAB I PENDAHULUAN Penyakit-penyakit jaringan lunak rongga mulut telah menjadi perhatian serius oleh para ahli terutama

dengan meningkatnya kasus kematian yang diakibatkan oleh kanker yang ada di rongga mulut terutama sekali pada negara-negara yang sedang berkembang. Kanker rongga mulut merupakan kira-kira 5% dari semua keganasan yang terjadi pada kaum pria dan 2% pada kaum wanita (Lynch,1994). Telah dilaporkan bahwa kanker rongga mulut merupakan kanker utama di India khususnya di Kerala dimana insiden rata-rata dilaporkan paling tinggi, sekitar 20% dari seluruh kanker (Balaram dan Meenattoor,1996). Walaupun ada perkembangan dalam mendiagnosa dan terapi, keabnormalan dan kematian yang diakibatkan kanker mulut masih tinggi dan sudah lama merupakan masalah didunia. Beberapa alasan yang dikemukakan untuk ini adalah terutama karena kurangnya deteksi dini dan identifikasi pada kelompok resiko tinggi, serta kegagalan untuk mengontrol lesi primer dan metastase nodus limfe servikal (Lynch,1994; Balaram dan Meenattoor,1996). Untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh kanker mulut, WHO telah membuat petunjuk untuk mengendalikan kanker mulut, terutama bagi negara-negara yang sedang berkembang. Pengendalian tersebut berdasarkan pada tindakan pencegahan primer dimana prinsip utamanya mengurangi dan mencegah paparan bahan-bahan yang bersifat karsinogen. Pendekatan kedua adalah melalui penerapan pencegahan sekunder, yaitu berupa deteksi dini lesi-lesi kanker dan prakanker rongga mulut (Subita,1997). Folson dkk, 1972, memperkirakan bahwa 80% dari semua kasus kematian akibat kanker rongga mulut dapat dicegah dengan deteksi dini keganasan dalam mulut (Folson dkk,1972). Pada umumnya, untuk mendeteksi dini proses keganasan dalam mulut dapat dilakukan dengan melalui anamnese, pemeriksaan klinis dan diperkuat oleh pemeriksaan tambahan secara laboratorium. Dalam makalah ini akan dikemukakan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh dokter gigi untuk mendeteksi dini proses keganasan dalam mulut. Dengan demikian diharapkan dokter gigi dapat menemukan lesi-lesi yang dicurigai sebagai proses keganasan lebih awal sehingga prognosis kanker rongga mulut lebih baik.

BAB II KANKER RONGGA MULUT II.1 DEFINISI A. Batasan Kanker rongga mulut ialah kanker yang berasal dari epitel baik berasal dari mukosa atau kelenjar liur pada dinding rongga mulut dan organ dalam mulut. Batas-batas rongga mulut ialah : Depan Atas : tepi vermilion bibir atas dan bibir bawah : palatum durum dan molle

Lateral : bukal kanan dan kiri Bawah Belakang : dasar mulut dan lidah : arkus faringeus anterior kanan kiri dan uvula, arkus

glossopalatinus kanan kiri, tepi lateral pangkal lidah, papilla sirkumvalata lidah. Ruang lingkup kanker rongga mulut meliputi daerah spesifik dibawah ini : a. bibir b. lidah 2/3 anterior c. mukosa bukal d. dasar mulut e. ginggiva atas dan bawah f. trigonum retromolar g. palatum durum h. palatum molle Tidak termasuk kanker rongga mulut ialah : a. Sarkoma dan tumor ganas odontogen pada maksila atau mandibula b. Sarkoma jaringan lunak dan syaraf perifer pada bibir atau pipi. c. Karsinoma kulit bibir atau kulit pipi.

II.2 EPIDEMIOLOGI 1. Insidens dan frekwensi relatif Berapa besar insidens kanker rongga mulut di Indonesia belum kita ketahui dengan pasti. Frekwensi relatif di Indonesia diperkirakan 1,5%-5% dari seluruh kanker. Insidens kanker rongga mulut pada laki-laki yang tinggi terdapat di Perancis yaitu 13.0 per 100.000, dan yang rendah di Jepang yaitu 0.5 per 100.000, sedang pada perempuan yang tinggi di India yaitu 5.8 per 100.000 dan yang rendah di Yugoslavia yaitu 0.2 per 100.000 (Renneker, 1988). Angka kejadian kanker rongga mulut di India sebesar 20-25 per 100.000 atau 40% dari seluruh kanker, sedangkan di Amerika dan Eropa sebesar 3-5 per 100.000 atau 3-5% dari seluruh kanker. Kanker rongga mulut paling sering mengenai lidah (40%), kemudian dasar mulut (15%), dan bibir (13%). 2. Distribusi kelamin Kanker rongga mulut lebih banyak terdapat pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3/2 - 2/1 3. Distribusi umur Kanker rongga mulut sebagian besar timbul pada usia diatas 40 tahun (70%). 4. Distribusi geografis Kanker rongga mulut tersebar luas di seluruh dunia. Yang tinggi insidensnya di Perancis dan India, sedang yang rendah di Jepang. 5. Etiologi dan faktor resiko

Etiologi kanker rongga mulut ialah paparan dengan karsinogen, yang banyak terdapat pada rokok atau tembakau. RIsiko tinggi mendapat kanker rongga mulut terdapat pada orang yang nginang/susur, peminum alkohol, gigi karies, higiene mulut yang jelek perokok,

II.3 KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI A. Tipe Histologi NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 TIPE HISTOLOGI Squamous cell carc. Adenocarcinoma Adenoid cyst.carc Ameloblastic carc Adenolymphoma Mal. mixed tumor Pleomorphic carc Melanoma maligna Lymphoma maligna ICD.M 5070/3 8140/3 8200/3 9270/2 8561/3 8940/3 8941/3 8720/3 9590/3-9711/3

Sebagian besar ( 90%) kanker rongga mulut berasal dari mukosa yang berupa karsinoma epidermoid atau karsinoma sel skwamosa dengan diferensiasi baik, tetapi dapat pula berdiferensiasinya sedang, jelek atau anaplastik. Bila gambaran patologis menunjukkan suatu rabdomiosarkoma, fibrosarkoma, malignant fibrohistiocytoma atau tumor ganas jaringan lunak lainnya, perlu diperiksa dengan teliti apakah tumor itu benar suatu tumor ganas rongga mulut (C00-C06) ataukah suatu tumor ganas jaringan lunak pipi, kulit atau tulang yang mengadakan invasi ke rongga mulut. B. Derajat Diferensiasi DERAJAT DIFERENSIASI GRAD KETERANGAN 4

E G1 G2 G3 G4

Differensiasi baik Differensiasi sedang Differensiasi jelek Tanpa differensiasi = anaplastik

C. Laporan Patologi Standard Yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan patologis dari spesimen operasi meliputi : 1. tipe histologis tumor 2. derajat diferensiasi (grade) 3. pemeriksaan TNM untuk menentukan stadium patologis (pTNM) T = Tumor primer - Ukuran tumor - Adanya invasi kedalam pembuluh darah/limfe - Radikalitas operasi N = Nodus regional - Ukuran KGB - Jumlah KGB yang ditemukan - Level KGB yang positif - Jumlah KGB yang positif - Invasi tumor keluar kapsel KGB - Adanya metastase ekstra nodal M = Metastase jauh

II.4 KLASIFIKASI STADIUM KLINIS Menentukan stadium kanker rongga mulut dianjurkan memakai sistem TNM dari UICC, 2002. Tatalaksana terapi sangat tergantung dari stadium. Sebagai ganti stadium untuk melukiskan beratnya penyakit kanker dapat pula dipakai luas ekstensi penyakit.

Stadium karsinoma rongga mulut :

ST 0 I II

T TIS T1 T2

N N0 N0 N0

M M0 M0 M0

TNM T0 TIS T1 T2 T3 T4a

KETERANGAN Tidak ditemukan tumor Tumor in situ 2 cm >2 cm - 4 cm > 4 cm Bibir :infiltrasi tulang, n.alveolaris inferior, dasar mulut, kulit Rongga mulut : infiltrasi tulang, otot lidah (ekstrinsik /deep), sinus maksilaris, kulit

T4b

Infiltrasi masticator space, pterygoid plates, 6

dasar tengkorak, a.karotis interna III T3 T1 T2 T3 T4 Tiap T Tiap T Tiap T N0 N1 N1 N1 N0,N1 N2 N3 Tiap N M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 N0 N1 N2a N2b N2c N3 IVB IVC Tidak terdapat metastase regional KGB Ipsilateral singel, 3 cm KGB Ipsilateral singel, >3 - 6 cm KGB Ipsilateral multipel, < 6 cm KGB Bilateral /kontralateral, < 6 cm KGB > 6 cm

IVA

M1

M0 M1

Tidak ditemukan metastase jauh Metastase jauh

Luas ekstensi kanker: NO 1 2 3 4 5 LUAS EKSTENSI Kanker In Situ Kanker lokal Ekstensi lokal Metastase jauh Ekstensi lokal disertai meta jauh

I1.5 GAMBARAN KLINIS Kebanyakan pasien kanker rongga mulut mempunyai riwayat lesi/keadaan prakanker mulut sebelumnya, seperti leukoplakia, eritrplakia, submukus fibrosis dan lain-lain. Untuk itu dokter gigi seharusnya mengenali gambaran klinis lesi-lesi tersebut (Balaram dan Meenattoor,1996). Umumnya kanker rongga mulut tahap dini tidak menimbulkan gejala, diameter kurang dari 2 cm, kebanyakan berwarna merah dengan atau tanpa disertai komponen putih, licin, halus dan memperlihatkan elevasi yang minimal (Lynch,1994). Seringkali awal dari keganasan ditandai oleh adanya ulkus. Apabila terdapat ulkus yang tidak sembuh-sembuh dalam waktu 2 minggu, maka keadaan ini sudah dapat dicurigai sebagai awal proses keganasan. Tanda-tanda lain dari ulkus proses keganasan meliputi ulkus yang tidak sakit, tepi bergulung, lebih tinggi dari sekitarnya dan 7

indurasi (lebih keras), dasarnya dapat berbintil-bintil dan mengelupas. Pertumbuhan karsinoma bentuk ulkus tersebut disebut sebagai pertumbuhan endofitik (Williams,1990; Tambunan,1993). Selain itu karsinoma mulut juga terlihat sebagai pertumbuhan yang eksofitik (lesi superfisial) yang dapat berbentuk bunga kol atau papiler, mudah berdarah. Lesi eksofitik ini lebih mudah dikenali keberadaannya dan memiliki prognosa lebih baik (Williams; 1990; Tambunan,1993). Gambaran klinis kanker rongga mulut pada berbagai lokasi rongga mulut mungkin memiliki beberapa perbedaan (Daftary,1992). Untuk lebih jelas, gambaran klinis akan dibahas secara terpisah menurut lokasinya. Kanker pada lidah. Hampir 80% kanker lidah terletak pada 2/3 anterior lidah (umumnya pada tepi lateral dan bawah lidah) dan dalam jumlah sedikit pada posterior lidah (Daftary,1992; Tambunan,1993; Pinborg,1986). Gejala pada penderita tergantung pada lokasi kanker tersebut. Bila terletak pada bagian 2/3 anterior lidah, keluhan utamanya adalah timbulnya suatu massa yang seringkali terasa tidak sakit. Bila timbul pada 1/3 posterior, kanker tersebut selalu tidak diketahui oleh penderita dan rasa sakit yang dialami biasanya dihubungkan dengan rasa sakit tenggorokan. Kanker yang terletak 2/3 anterior lidah lebih dapat dideteksi dini daripada rang terletak pada 1/3 posterior lidah. Kadang-kadang metastase limph node regional mungkin merupakan indikasi pertama dari kanker kecil pada lidah :Pinborg,1986). Pada stadium awal, secara klinis kanker lidah dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk, dapat berupa bercak leukoplakia, penebalan, perkembangan eksofitik atau endofitik bentuk ulkus. Tetapi sebagian besar dalam bentuk ulkus :Daftary,1992). Lama-kelamaan ulkus ini akan mengalami infiltrasi lebih dalam jangan tepi yang mengalami indurasi (Pinborg,1986). Umumnya tidak menimbulkan rasa sakit kecuali ada infeksi sekunder.

Kanker pada bibir. Kanker bibir selalu dihubungkan dengan orang-orang yang memiliki aktivitas diluar seperti nelayan dan petani. Sinar matahari mungkin terlibat dalam Datogenese kanker bibir. Umumnya lebih banyak terjadi pada bibir bawah jaripada bibir atas (Daftary,1992; Pinborg,1986; Smith,1989). Pada awal pertumbuhan, lesi dapat berupa nodul kecil atau ulkus yang tidak sembuhsembuh. Deteksi tumor pada keadaan ini memberikan kesempatan untuk menemukan karsinoma dini (Daftary,1992; Pinborg,1986,Tambunan,1993). Lesi yang lebih lanjut dapat berbentuk papillari, ulseratif atau infiltratif. Tipe papilomatous dapat diawali dari epitel yang menebal dan sebagian dari epitel ini tetap berada pada superficial. Lesi-lesi yang ulseratif dan infiltratif diawali dari epitel yang menebal tetapi selanjutnya mengalami infiltrasi lebih dalam (Daftary,1992). Tanda yang paling penting adalah terdapat indurasi yang didapat pada pinggiran ulkus.

Kanker dasar mulut. Kanker pada dasar mulut biasanya dihubungkan dengan penggunaan alkohol dan tembakau. Pada stage awal mungkin tidak menimbulkan gejala. Bila lesi berkembang pasien akan mengeluhkan adanya gumpalan dalam mulut atau perasaan tidak nyaman (Pinborg,1986; Daftary,1992).

Secara klinis yang paling sering dijumpai adalah lesi berupa ulserasi dengan tepi yang timbul dan mengeras yang terletak dekat frenulum lingual (Pinborg,1986). Bentuk yang lain adalah penebalan mukosa yang kemerah-merahan, nodul yang tidak sakit atau dapat berasal dari leukoplakia (Daftary, 1992). Pada kanker tahap lanjut dapat terjadi pertumbuhan eksofitik atau infiltratif. Kanker pada mukosa pipi. Di negara yang sedang berkembang, kanker pada mukosa pipi dihubungkan dengan kebiasaan mengunyah campuran pinang, daun sirih, kapur dan tembakau. Susur tersebut berkontak dengan mukosa pipi kiri dan kanan selama beberapa jam (Daftary,1992). Pada awalnya lesi tidak menimbulkan simptom, terlihat sebagai suatu daerah eritematus, ulserasi yang kecil, daerah merah dengan indurasi dan kadang-kadang dihubungkan dengan leukoplakia tipe nodular (Daftary,1992; Pinborg,1986). Dengan meningkatnya ukuran tumor, akan menjadi target trauma pada waktu mengunyah, sehingga cenderung menjadi ulserasi dan infiltratif. Kanker pada gingiva. Kanker pada gingiva umumnya berasal dari daerah dimana susur tembakau ditempatkan pada orang-orang yang memiliki kebiasaan ini. Daerah yang terlibat biasanya lebih sering pada gingiva mandibula daripada gingiva maksila (Daftary,1992; Pinborg,1986). Lesi awal terlihat sebagai ulger indolen, granuloma yang kecil atau sebagai nodul. Sekilas lesi terlihat sama dengan lesi yang dihasilkan oleh trauma kronis atau hiperplasia inflamatori (Daftary,1992). Lesi yang lebih lanjut berupa pertumbuhan eksofitik atau pertumbuhan infiltratif yang lebih dalam. Pertumbuhan eksofitik seperti bunga kol, mudah berdarah. Pertumbuhan infiltratif biasanya tumbuh invasif pada tulang mandibula dan menimbulkan desdruktif (Tambunan,1993). Kanker pada palatum. Pada daerah yang masyarakatnya mempunyai kebiasaan menghisap rokok secara terbalik, kanker pada palatum merupakan kanker rongga mulut yang umum terjadi dari semua kanker mulut. Perubahan yang terjadi pada mukosa mulut yang dihubungkan dengan menghisap rokok secara terbalik adalah adanya ulserasi, erosi, daerah nodul dan bercak. Reddy dkk, 1974. menggambarkan suatu microinvasive carcinoma untuk melukiskan suatu lesi awal dalam bentuk 10

yang kecil, oval atau bulat berwarna kemerah-merahan, erosi yang licin dengan daerah hiperkeratosis disekelilingnya lesi ini biasanya terjadi pada zona glandular palatum keras dan asimptomatik. Jika mendapatkan tekanan dapat berdarah (Daftary, 1992). Kebanyakan kanker palatum merupakan pertumbuhan eksofitik dan dasar yang luas dengan permukaan bernodul. Jika lesi terus berkembang mungkin akan mengisi seluruh palatum. Kanker pada palatum dapat menyebabkan perforasi palatum dan meluas sampai ke rongga hidung (Daftary, 1992). Predileksi. Selain mengenali gambaran klinis awal proses keganasan dan keganasan, dokter gigi harus mengetahui faktor-faktor predileksi umur, jenis kelamin dan tempat dari kanker rongga mulut. Sebagaimana dengan kanker pada bagian tubuh lainnya, sebagian besar kasus-kasus kanker mulut terjadi pada usia tua diatas 40 tahun. Keadaan ini dihubungkan dengan daya tahan tubuh yang menurun dengan semakin bertambahnya usia. Pria lebih sering terkena, kemungkinan dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan minum alkohol. Walaupun kanker rongga mulut dapat terjadi disemua daerah mukosa mulut, penting untuk mengetahui predileksi tempat. Kanker dini yang tidak bergejala pada dasarnya terlokalisir pada tiga tempat yang spesifik dalam rongga mulut, meliputi dasar mulut, kompleks palatum lunak dan bagian permukaan ventral lidah dan sepertiga tengah serta sepertiga posterior dari aspek lateral lidah (Pinborg,1986; Lynch,1994). II.6 PROSEDUR DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan Klinis a. Anamnesa Anamnesa dengan cara kwesioner kepada penderita atau keluarganya. 1. Keluhan 2. Perjalanan penyakit 3. Faktor etiologi dan risiko 4. Pengobatan apa yang telah diberikan 5. Bagaimana hasil pengobatan 11

6. Berapa lama kelambatan b. Pemeriksaan fisik 1) Status general Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki Tentukan tentang : a. penampilan b. keadaan umum c. metastase jauh 2) Status lokal Dengan cara : 1. Inspeksi 2. Palpasi bimanual Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan cara inspeksi dan palpasi dengan bantuan spatel lidah dan penerangan memakai lampu senter atau lampu kepala. Seluruh rongga mulut dilihat, mulai bibir sampai orofaring posterior. Perabaan lesi rongga mulut dilakukan dengan memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam mulut. Untuk menentukan dalamnya lesi dilakukan dengan perabaan bimanuil. Satu atau 2 jari tangan kanan atau kiri dimasukkan ke dalam rongga mulut dan jari-jari tangan lainnya meraba lesi dari luar mulut. Untuk dapat inspeksi lidah dan orofaring maka ujung lidah yang telah dibalut dengan kasa 2x2 inch dipegang dengan tangan kiri pemeriksa dan ditarik keluar rongga mulut dan diarahkan kekanan dan kekiri untuk melihat permukaan dorsal, ventral, dan lateral lidah, dasar mulut dan orofaring. Inspeksi bisa lebih baik lagi bila menggunakan bantuan cermin pemeriksa Tentukan dimana lokasi tumor primer, bagaimana bentuknya, berapa besarnya dalam cm, berapa luas infiltrasinya, bagaimana operabilitasnya 3) Status regional Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher leher ipsilateral dan kontralateral. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya, jumlahnya, ukurannya ( yang terbesar ), dan mobilitasnya.

12

2. Pemeriksaan Radiografi a. X-foto polos o X-foto mandibula AP, lateral, Eisler, panoramik, oklusal, dikerjakan pada gingiva mandibula atau tumor yang lekat pada mandibula o X-foto kepala lateral, Waters, oklusal, dikerjakan pada tumor gingiva, maksila atau tumor yang lekat pada maksila o X-foto Hap dikerjakan pada tumor palatum durum o X-foto thorax, untuk mengetahui adanya metastase paru b. Imaging ( dibuat hanya atas indikasi ) o USG hepar untuk melihat metastase di hepar o CT-scan atau MRI untuk menilai luas ekstensi tumor lokoregional o Scan tulang, kalau diduga ada metastase ke tulang 3. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SGPT, alkali fosfatase, BUN/kreatinin, albumin, globulin, serum elektrolit, faal hemostasis, menilai keadaan umum dan persiapan operasi 4. Pemeriksaan Patologi Semua penderita kanker rongga mulut atau diduga kanker rongga mulut harus diperiksa patologis dengan teliti. Spesimen diambil dari biopsi tumor Biopsi jarum halus (FNA) untuk pemeriksaan sitologis dapat dilakukan pada tumor primer atau pada metastase kelenjar getah bening leher. Biopsi eksisi : bila tumor kecil, 1 cm atau kurang eksisi yang dikerjakan ialah eksisi luas seperti tindakan operasi definitif ( 1 cm dari tepi tumor) Biopsi insisi atau biopsi cakot (punch biopsy) menggunakan tang aligator: bila tumor besar atau inoperabel 13 untuk tumor

Yang harus diperiksa dalam sediaan histopatologis ialah tipe, diferensiasi dan luas invasi dari tumor. Tumor besar yang diperkirakan masih operabel : Biopsi sebaiknya dikerjakan dengan anestesi umum dan sekaligus dapat dikerjakan eksplorasi bimanuil untuk menentukan luas infiltrasi tumor (staging) Tumor besar yang diperkirakan inoperabel : Biopsi dikerjakan dengan anestesi blok lokal pada jaringan normal di sekitar tumor. ( anestesi infiltrasi pada tumor tidak boleh dilakukan untuk mencegah penyebaran sel kanker). MACAM DIAGNOSIS YANG DITEGAKKAN 1. Diagnosis utama Ialah gambaran makroskopis penyakit kankernya sendiri, yang merupakan diagnosis klinis 2. Diagnosis komplikasi Ialah penyakit lain yang diakibatkan oleh kanker itu 3. Diagnosis sekunder Ialah penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan kanker yang diderita, tetapi dapat mempengaruhi pengobatan atau prognosenya. 4. Diagnosis patologi Ialah gambaran mikroskopis dari kanker itu II.7 PROSEDUR TERAPI Penanganan kanker rongga mulut sebaiknya dilakukan secara multidisipliner yang melibatkan beberapa bidang spesialis yaitu: oncologic surgeon plastic & reconstructive surgeon 14

radiation oncologist medical oncologist dentists rehabilitation specialists

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan kanker rongga mulut ialah eradikasi dari tumor, pengembalian fungsi dari rongga mulut, serta aspek kosmetik /penampilan penderita. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan macam terapi ialah a) Umur penderita b) Keadaan umum penderita c) Fasilitas yang tersedia d) Kemampuan dokternya e) Pilihan penderita. Untuk lesi yang kecil (T1 dan T2), tindakan operasi atau radioterapi saja dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi, dengan catatan bahwa radioterapi saja pada T2 memberikan angka kekambuhan yang lebih tinggi daripada tindakan operasi. Untuk T3 dan T4, terapi kombinasi operasi dan radioterapi memberikan hasil yang paling baik. Pemberian neo-adjuvant radioterapi dan atau kemoterapi sebelum tindakan operasi dapat diberikan pada kanker rongga locally advanced (T3,T4). Radioterapi dapat diberikan secara interstisial atau eksternal, tumor yang eksofitik dengan ukuran kecil akan lebih banyak berhasil daripada tumor yang endofitik dengan ukuran besar. Peran kemoterapi pada penanganan kanker rongga mulut masih belum banyak, dalam tahap penelitian kemoterapi hanya digunakan sebagai neo-adjuvant pre-operatif atau adjuvan postoperatif untuk sterilisasi kemungkinan adanya mikro metastasis. Sebagai pedoman terapi untuk kanker rongga mulut dianjurkan seperti tabel 9 berikut: Anjuran terapi untuk kanker rongga mulut ST I II III T.N.M. T1.N0.M0 T2.N0.M0 T3.N0.M0 T1,2,3.N1.M0 OPERASI Eksisi radikal Eksisi radikal Eksisi radikal RADIOTERAPI Kuratif, 50-70 Gy Kuratif, 50-70 Gy Post op. 30-40 (dan) Gy KHEMOTERAPI Tidak dianjurkan Tidak dianjurkan CT

atau atau dan

15

IVA T4N0,1.M0 Tiap T.N2.M0 IVB Tiap T.N3.M0 -operabel -inoperabel IVC TiapT.tiapN.M1 Residif lokal Metastase

Eksisi radikal Eksisi radikal Paliatif Operasi untuk residif post RT Tidak dianjurkan

dan dan

Post.op 30-40 Gy Post.op 30-40 Gy Paliatif, 50-70 Gy (dan) Paliatif RT untuk residif dan post op Tidak dianjurkan CT

Paliatif CT CT

Karsinoma bibir T1 : eksisi luas atau radioterapi T2 : eksisi luas Bila mengenai komisura, radioterapi akan memberikan kesembuhan dengan fungsi dan kosmetik yang lebih baik T3,4 : eksisi luas + deseksi suprahioid + radioterapi pasca bedah Karsinoma dasar mulut T1 : eksisi luas atau radioterapi T2 : tidak lekat periosteum eksisi luas Lekat periosteum eksisi luas dengan mandibulektomi marginal T3,4 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah Karsinoma lidah T1,2 : eksisi luas atau radioterapi T3,4 : eksisi luas + deseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah Karsinoma bukal T1,2 : eksisi luas Bila mengenai komisura oris, radioterapi memberikan kesembuhan dengan fungsi dan kosmetik yang lebih baik T3,4 : eksisi luas + deseksi supraomohioid + radioterapipasca beda Karsinoma ginggiva T1,2 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal T3 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah T4 (infiltrasi tulang/cabut gigi setelah ada tumor) : eksisi luas dengan mandibulektomi segmental + diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah 16

Karsinoma palatum T1 : eksisi luas sampai dengan periost T2 : eksisi luas sampai dengan tulang dibawahnya T3 : eksisi luas sampai dengan tulang dibawahnya + diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah T4 (infiltrasi tulang) : Maksilektomi infrastruktural parsial / total tergantung luas lesi + diseksi supraomohiod +radioterapi pasca bedah Karsinoma trigonum retromolar T1,2 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal T3 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah T4 (infiltrasi tulang) : Eksisi luas dengan mandibulektomi segmental + supraomohioid + radioterapi pasca bedah

diseksi

Untuk karsinoma rongga mulut T3 dan T4, penanganan N0 dapat dilakukan deseksi leher selektif atau radioterapi regional pasca bedah. Sedangkan N1 yang didapatkan pada setiap T harus dilakukan deseksi leher radikal. Bila memungkinkan, eksisi luas tumor primer dan deseksi leher tersebut harus dilakukan secara en-block. Pemberian radioterapi regional pasca bedah tergantung hasil pemeriksaan patologis metastase kelenjar getah bening tersebut ( jumlah kelenjar getah bening yang positif metastase, penembusan kapsul kelenjar getah bening/ ektra kelenjar getah bening

A. Terapi Kuratif Terapi kuratif untuk kanker rongga mulut diberikan pada kanker rongga mulut stadium I, II, dan III. 1. Terapi utama Terapi utama untuk stadium I dan II ialah operasi atau radioterapi yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sedangkan untuk stadium III dan IV yang masih operabel ialah kombinasi operasi dan radioterapi pasca bedah Pada terapi kuratif haruslah diperhatikan: 17

a) Menurut prosedur yang benar, karena kalau salah hasilnya tidak menjadi kuratif. b) Fungsi mulut untuk bicara, makan, minum, menelan, bernafas, tetap baik. c) Kosmetis cukup dapat diterima. a. Operasi Indikasi operasi: 1) Kasus operabel 2) Umur relatif muda 3) Keadaan umum baik 4) Tidak terdapat ko-morbiditas yang berat Prinsip dasar operasi kanker rongga mulut ialah : 1) Pembukaan harus cukup luas untuk dapat melihat seluruh tumor dengan ekstensinya 2) Eksplorasi tumor: untuk menentukan luas ekstensi tumor 3) Eksisi luas tumor o Tumor tidak menginvasi tulang, eksisi luas 1-2 cm diluar tumor o Menginvasi tulang,eksisi luas disertai reseksi tulang yang terinvasi 4) Diseksi KGB regional (RND = Radical Neck Disection atau modifikasinya), kalau terdapat metastase KGB regional. Diseksi ini dikerjakan secara enblok dengan tumor primer bilamana memungkinkan. 5) Tentukan radikalitas operasi durante operasi dari tepi sayatan dengan pemeriksaan potong beku . Kalau tidak radikal buat garis sayatan baru yang lebih luas sampai bebas tumor. 6) Rekonstruksi defek yang terjadi. b. Radioterapi Indikasi radioterapi 1) Kasus inoperabel 5) Menolak operasi 2) T1,2 tempat tertentu (lihat diatas) 6) Ada ko-morbiditas yang berat 18 3) Kanker pangkal lidah4) Umur relatif tua

Radioterapi dapat diberikan dengan cara: 1) Teleterapi memakai: ortovoltase, Cobalt 60, Linec dengan dosis 5000 - 7000 rads. 2) Brakiterapi: sebagai booster dengan implantasi intratumoral jarum Irridium 192 atau Radium 226 dengan dosis 2000-3000 rads. 2. Terapi tambahan a. Radioterapi Radioterapi tambahan diberikan pada kasus yang terapi utamanya operasi. (1) Radioterapi pasca-bedah Diberikan pada T3 dan T4a setelah operasi, kasus yang tidak dapat dikerjakan eksisi radikal, radikalitasnya diragukan, atau terjadi kontaminasi lapangan operasi oleh sel kanker. (2) Radioterapi pra-bedah Radioterapi pra-bedah diberikan pada kasus yang operabilitasnya diragukan atau yang inoperabel. b. Operasi Operasi dikerjakan pada kasus yang terapi utamanya radioterapi yang setelah radioterapi menjadi operabel atau timbul residif setelah radioterapi. c. Kemoterapi Kemoterapi diberikan pada kasus yang terjadi kontaminasi lapangan operasi oleh sel kanker, kanker stadium III atau IV atau timbul residif setelah operasi dan atau radioterapi. 3. Terapi Komplikasi a. Terapi komplikasi penyakit Pada umumnya stadium I sampai II belum ada komplikasi penyakit, tetapi dapat terjadi komplikasi karena terapi. Terapinya tergantung dari komplikasi yang ada, misalnya: 1) Nyeri: analgetika 3) Anemia: hematinik 4) Dsb. b. Terapi komplikasi terapi 19 2) Infeksi: antibiotika

1) Komplikasi operasi: menurut jenis komplikasinya 2) Komplikasi radioterapi: menurut jenis komplikasinya 3) Komplikasi kemoterapi: menurut jenis komplikasinya 4. Terapi bantuan Dapat diberikan nutrisi yang baik, vitamin, dsb. 5. Terapi sekunder Kalau ada penyakit sekunder diberi terapi sesuai dengan jenis penyakitnya B. Terapi Paliatif Terapi paliatif ialah untuk memperbaiki kualitas hidup penderita dan mengurangi keluhannya terutama untuk penderita yang sudah tidak dapat disembuhkan lagi. Terapi paliatif diberikan pada penderita kanker rongga mulut yang: 1. Stadium IV yang telah menunjukkan metastase jauh 2. Terdapat ko-morbiditas yang berat dengan harapan hidup yang pendek 3. Terapi kuratif gagal 4. Usia sangat lanjut Keluhan yang perlu dipaliasi antara lain: 1. Loko regional a) Ulkus di mulut/leher d) Mulut berbau 2. Sistemik: a) Nyeri d) Batuk-batuk (1) Terapi utama 1. Tanpa meta jauh: Radioterapi dengan dosis 5000-7000 rads. Kalau perlu kombinasikan dengan operasi 2. Ada metastase jauh: Kemoterapi Kemoterapi yang dapat dipakai antara lain: 1) Karsinoma epidermoid: 20 b) Sesak nafas e) Badan mengurus c) Sukar bicara f) Badan lemah b) Nyeri e) Anoreksia c) Sukar makan, minum, menelan f) Fistula oro-kutan

Obat-obat yang dapat dipakai: Cisplatin, Methotrexate, Bleomycin, Cyclophosphamide, Adryamycin, dengan angka remisi 20 -40%. Misalnya: a) Obat tunggal: Methotrexate 30 mg/m2 2x seminggu b) Obat kombinasi: V = Vincristin B = Bleomycin 2) Adeno karsinoma : Obat-obat yang dapat dipakai antara lain: Flourouracil, Mithomycin-C, Ciplatin, Adyamycin, dengan angka remisi 2030%. Misalnya: a) Obat tunggal : Flourouracil: : 500 mg/m2 Dosis permulaan : 1,5 mg/m2 hl : 12 mg/m2 hl + 12 jam diulang tiap 2-3 minggu

M = Methotrexate : 20 mg/m2 h3, 8

Dosis pemeliharaan : 20 mg/m2 tiap 1-2 minggu b) Obat kombinasi: F = Flourouracil: 500 mg/m2, hl,8,14,28 A = Adryamycin: 50 mg/m2, hl,21 M = Mithomycin-C: 10 mg/m2, h1 (2) Terapi tambahan Kalau perlu: Operasi, kemoterapi, atau radioterapi (3) Terapi komplikasi 1. Nyeri: Analgetika sesuai dengan step ladder WHO 2. Sesak nafas: trakeostomi 3. Sukar makan: gastrostomi 4. Infeksi: antibiotika 5. Mulut berbau: obat kumur 6. Dsb. (4) Terapi bantuan 1. Nutrisi yang baik 21 diulang tiap 6 minggu

2. Vitamin (5)Terapi sekunder Bila ada penyakit sekunder, terapinya sesuai dengan penyakit yang bersangkutan.

Leukoplakia/Eritroplakia Hilangkan faktor penyebab, Sitologi eksfoliatif (Papanicoleau) Klas I Klas II 3 bl Ulangan sitologi Bila 2x ulangan sitologi hasilnya tetap Klas I-III Biopsi Klas III Klas IV Klas V

Suspek Karsinoma Rongga Mulut, N0,M0

< 1 cm biopsi eksisional (eksisi luas)

> 1 cm biopsi insisional

ganas tak radikal re-eksisi/ radikal

tak ganas

ganas

tak ganas eksisi

operabel

inoperabel/meragukan 22

radioterapi lokal T1 T2 T3,4a kemo dan/radioterapi lokal preoperatif operabel eksisi luas eksisi luas + deseksi KGB leher selektif*/ radioterapi lokoregional radioterapi lokoregional + (sitostatika) meta kgb (-) Inoperabel

radioterapi

tak radikal re-eksisi / radioterapi lokal

radikal meta kgb(+)

T low grade radioterapi lokoregional + (sitostatika) lokal * Diseksi suprahioid untuk karsinoma bibir Diseksi supraomohioid untuk karsinoma rongga mulut Diseksi bilateral untuk lesi di garis tengah

T high grade

radioterapi radioterapi lokoregional

N POSITIP

N 1,2 T di operasi T di radioterapi

N3 radioterapi preoperatif

23

Deseksi leher radikal (RND) dengan/tanpa radioterapi lokoregional *)

radioterapi lokoregional T dioperasi

operabel

inoperabel

T diradioterapi radioterapi lokoregional + (sitostatika)

sisa (+)

sisa (-) diseksi leher radikal (RND) + radioterapi lokoregional + (sitostatika) sitostatika radioterapi lokoregional +

T ( -)

T (+)

ND parsial/ RND modifikasi

(sitostatika) Letak lesi ditengah (midline) : Untuk T 3,4 penanganan N negatif bilateral N positif bilateral : RND dapat dikerjakan satu tahap dengan preservasi 1 v.jugularis interna atau dikerjakan 2 tahap dengan jarak waktu 3-4 minggu. *) Indikasi radioterapi ajuvan pada leher setelah RND : 1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastase > 1 buah 2. Diameter kelenjar getah bening > 3 cm 3. Ada pertumbuhan ekstrakapsuler 4. High grade malignancy

M POSITIP sitostatika + paliatif (bila perlu): operasi (trakeotomi,gastrostomi) radioterapi medikamentos 24

TUMOR RESIDIF

terapi primer operatif

Terapi primer radioterapi

operabel

inoperabel

operabel

inoperabel

operasi + radioterapi + (sitostatika)

radioterapi + (sitostatika)

operasi + sitostatika

sitostatika

Residif lokal/regional/jauh (metastase) penanganannya dirujuk ke penanganan T/N/M seperti skema yang bersangkutan PERLAKUAN PADA MANDIBULA tumor lekat mandibula radiologis infiltrasi tulang (-) infiltrasi tulang (+) reseksi segmental enblok reseksi marginal enblok jarak dengan tumor < 1cm

REKONSTRUKSI 25

Jaringan lunak

mandibula rekonstruksi temporer dengan kawat Kirschner/plat 1 tahun

maksila

rekonstruksi segera

protese (obturator)

residif (-)

residif (+)

rekonstruksi permanen tandur tulang II.8 PROSEDUR FOLLOW UP

penanganan tumor residif

Jadwal follow up dianjurkan sebagai berikut: 1) Dalam 3 tahun pertama 2) Dalam 3-5 tahun 3) Setelah 5 tahun : setiap 3 bulan : setiap 6 bulan : setiap tahun sekali untuk seumur hidup

Pada follow up tahunan, penderita diperiksa secara lengkap, fisik, X-foto toraks, USG hepar, dan bone scan untuk menentukan apakah penderita betul bebas dari kanker atau tidak. Pada follow up ditentukan: 1) Lama hidup dalam tahun dan bulan 2) Lama interval bebas kanker dalam tahun dan bulan 3) Keluhan penderita 4) Status umum dan penampilan 5) Status penyakit (1) Bebas kanker (2) Residif 26

(3) Metastase 6) Komplikasi terapi

(4) Timbul kanker atau penyakit baru

7) Tindakan atau terapi yang diberikan

KANKER KELENJAR LIUR


Kelenjar liur atau sering juga kita sebut sebagai kelenjar saliva merupakan kelenjar eksokrin yaitu kelenjar yang memiliki saluran (duktus) untuk mengalirkan produknya. Kelenjar liur menghasilkan air liur atau saliva yang merupakan cairan yang membasahi mulut dan kerongkongan. Saliva mengandung enzim yang berperan dalam proses pencernaan makanan dan juga mengandung antibody yang berperan dalam pencegahan terhadap infeksi. Terdapat 2 tipe kelenjar liur, yaitu kelenjar liur mayor dan kelenjar liur minor. Kelenjar liur mayor terdiri atas: 1. Kelenjar parotis Merupakan kelenjar liur yang terbesar, terletak dalam jaringan sub kutis di daerah ramus mandibula dan antero inferior terhadap telinga tengah. Normalnya kelenjar ini menghasilkan secret yang serous dan dialirkan ke rongga mulut melalui duktus Stensen. Meskipun merupakan kelenjar yang terbesar, kira-kira hanya 20% cairan saliva yang dihasilkan kelenjar ini. 2. Kelenjar submandibula Terletak di dasar mulut, superior terhadap muskulus digastrik. Sekretnya berupa campuran cairan yang serous dan mucous. Sekretnya dialirkan ke dalam rongga mulut melalui duktus Warthon. Kira-kira 70% volume saliva dihasilkan oleh kelenjar ini. 3. Kelenjar sublingual Terletak di dasar mulut anterior dari kelenjar submandibula. Sekretnya berupa cairan yang mucous. Tidak seperti kedua kelenjar mayor yang lainnya, kelenjar ini memiliki 8-20 duktus ekskretorius dan kira-kira menghasilkan 5% dari total volume saliva. Terdapat 600 kelenjar liur minor yang tersebar di dalam traktus aerodigestifus yang terletak di 27

dalam lamina propria lapisan mukosa traktus ini. Diameternya 1-2 mm dan tidak seperti kelenjar yang lain kelenjar liur minor tidak dilapisi oleh jaringan ikat melainkan dikelilingi oleh jaringan ikat. Sebuah kelenjar liur minor kadang-kadang memiliki duktus ekskretori yang sama dengan kelenjar liur minor yang lain. Kelenjar ini menghasilkan secret yang mucous (kecuali kelenjar Von Ebner). Catatan: kelenjar Von Ebner adalah kelenjar yang terletakpada papilla sirkumvalata lidah. Kelenjar ini menghasilkan secret serous yang mengawali hidrolisis lipid yang juga merupakan komponen penting dalam pengecapan. Kebanyakan tumor kelenjar liur berasal dari kelenjar parotis (70%). Selanjutnya berasal dari kelenjar submandibula (8%) dan kelenjar liur minor (22%). Meskipun demikian 75% tumor kelenjar parotis adalah jinak, sedangkan 50% tumor kelenjar submandibula dan 80% tumor kelenjar minor merupakan tumor ganas. Etiologi: Penyebab pasti tumor kelenjar liur belum diketahui secara pasti, dicurigai adanya keterlibatan factor lingkungan dan factor genetic. Paparan radiasi dikaitkan dengan tumor jinak warthin dan tumor ganas karsinoma mukoepidermoid. Epstein-Barr virus mungkin merupakan salah satu faktor pemicu timbulnya tumor limfoepitelial kelenar liur. kelainan genetik, misalnya monosomi dan polisomi sedang diteliti sebagai faktor timbulnya tumor kelenjar liur. Patofisiologi: 1. Teori multiseluler: teori ini menyatakan bahwa tumor kelenjar liur berasal dari diferensiasi selsel matur dari unit-unit kelenjar liur. Seperti tumor asinus berasal dari sel-sel asinar, onkotik tumor berasal dari sel-sel duktus striated, mixed tumor berasal darisel-sel duktus interkalated dan mioepitelial, squamous dan mukoepidermoid karsinoma berasal dari sel-sel duktus ekskretori. 2. Teori biseluler: teori ini menerangkan bahwa sel basal dari glandula ekskretorius dan duktus interkalated bertindak sebagai stem sel. Stem sel dari duktus interkalated dapat menimbulkan terjadinya karsinoma acinous, karsinoma adenoid kistik, mixed tumor, onkotik tumor dan Warthin's tumor. sedangkan stem sel dari duktus ekskretorius menimbulkan terbentuknya skuamous dan mukoepidermoid karsinoma. 28

Gejala Klinik Gejala klinik yang ditimbulkan adalah timbulnya massa pada daerah wajah (parotis), pada angulus mandibula (parotis dan submandibula), leher (submandibula) atau pembengkakan pada dasar mulut (sublingual). pembesaran ukuran massa yang cepat mengarah pada kelainan seperti infeksi, degenerasi kistik, henoragik atau malignansi. Tumor jinak kelenjar liur biasanya bersifat mobile dan untuk massa atau tumor jinak yang berasal dari parotis tidak ada gangguan fungsi nervus fasialis. Lesi malignansi biasanya menimbulkan gejala seperti gangguan nervus fasialis, pertumbuhan yang cepat, parastesia, lesi yang terfiksir dan pembesaran elenjar getah bening cervikal. Tumor-Tumor Kelenjar Liur 1. Tumor jinak a. Pleomorfik adenoma (mixed tumor jinak): merupakan tumor tersering pada kelenjar liur dan paling sering terjadi pada kelenjar parotis. Dinamakan pleomorfik karena terbentuk dari sel-sel epitel dan jaringan ikat. Pertumbuhan tumor ini lambat, berbentuk bulat, dan konsistensinya lunak. Secara histologi dikarakteristik dengan struktur yang beraneka ragam. biasanya terlihat seperti gambaran lembaran, untaian atau seperti pulau-pulau dari spindel atau stellata. Penatalaksanaanya yaitu eksisi bedah dari kelenjar yang terkena b. Warthin's tumor (cth kistadenoma limfomatosum papiler, adenoma kistik papiler) tumor ini tampak rata, lunak pada daerah parotis, memiliki kapsul apabila terletak pada kelenjar parotis dan terdiri atas kista multipel. Histologi Warthin's tumor yaitu memiliki stroma limfoid dan sel epitelial asini. Perubahan menjadi ganas tidak pernah dilaporkan. Lebih sering ditemukan pada kelenjar mayor. c. Papiloma intraduktal berbentuk kecil, lunak dan biasanya ditemukan pada lapisan submukosa. Gambaran mikroskopiknya tampak dilatasi kistik duktus parsial dengan epitel kuboid. Sangat jarang terjadi pada kelenjar minor. d. Oxyphil adenoma (oncosistoma) sangat jarang ditemukan, lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan ratio 2:1. 29

Diameternya kecil (< 5 cm), pertumbuhannya lambat dan berbentuk sferis. dapat terjadi rekurens jika eksisi tumor tidak komplit. 2. Tumor Jinak Nonepitelial a. Hemangioma Kebanyakan terajadi pada anak-anak biasnya pada kelenjar parotis. Biasanya asimptomatik, unilateral dan massa yang kompresibel. berwarna merah gelap, berlobus-lobus dan tidak berkapsul. Penanganan dengan pemberian steroid 2-4 mg/kgBB/hari. 40-60% hemengioma tidak berespon terhdap steroid. b. limfangioma (higroma kistik) Merupakan tumor bagian kepala dan leher yang paling sering pada anak-anak, eksisi merupakan penanganan piliha bila tumor terletak pada struktur yang vital. Limfangioma jarang menimbulkan gejala-gejala obstruksi jalan napas dan eksisi biasanya untuk alasan kosmetik. c. Lipoma Jarang terjadi pada kelenjar liur mayor. tumor terdiri dari sel-sel adiposa dengan inti yang uniform. Rasio laki-laki dan perempuan adalah 10:1. Pertumbuhan tumor lambat dengan diameter rata-rata 3 cm. Penenganan adalah eksisi. 3. Tumor Ganas Kelenjar Liur a. Mukoepidermoid karsinoma kebanyakan berasal dari kelenjar parotis dan biasanya memiliki gradasi yang rendah b. Kista Adenoma karsinoma merupakan karsinoma yang paling banyak pada kelenjar minor. pertumbuhannya lambat dan kebanyakan memiliki gradasi yang rendah. dapat berulang setelah dilakukan pembedahan, kadangkadang beberapa bulan setelah operasi. c. Adenokarsinoma terdapat beberapa tipe adenokarsinoma: -. karsinoma sel asinik: paling banyak berasal dari kelenjar parotis dan pertumbuhannya lambat -. adenokarsinoma polimorfik grade rendah: kebanyakan berasal dari kelenjar minor 30

-. adenokarsinoma yang tidak dispesifikasikan: bila dilihat di mikroskop tumor ini memiliki penempakan yang cukup untuk disebut adenokarsinoma, tetapi belim memiliki penampakan untuk dispesifikasikan. sering berasal dari kelenjar parotis dan kelenjar minor. -. adenokarsinoma yang jarang: contohnya seperti basal sel adenokarsinoma, clear cell adenokarsinoma, kistadenokarsinoma, sebaceus adenokarsinoma, musinous adenokarsinoma d. Mixed tumor maligna Terdiri atas 3 tipe yaitu, ex adenoma pleomorfik, karsinosarkoma dan mixed tumor metastasis.kasrinoma ex pleomorfik adenoma merupakan tipe yang paling banyak. Karsinoma ex pleomorfik adenoma merupakan kanker yang berkembang dari mixed tumor jinak (pleomorfik adenoma). Kebanyakan terjdi pada kelenjar liur mayor. e. Kanker kelenjar liur lainnya yang jarang -. squamous sel karsinoma: terutama pada laki-laki yang tua. Dapat berkembang setelah terapi radiasi untuk kanker yang lain pada area yang sama. -. epitelial-mioepitelial karsinoma -. anaplastik small sel karsinoma -. karsinoma yang tidak berdiferensiasi

BAB III KESIMPULAN Kanker rongga mulut pada tahap awal sukar untuk dideteksi secara klinis, karena seringkali tidak menimbulkan gejala pada pasien atau perubahan- perubahan yang menyertainya mungkin tidak begitu jelas, hanya menghasilkan perubahan yang sedikit dalam hal fungsi, warna, tekstur, kontinuitas atau konsistensi dari jaringan yang dikenai. Akibatnya seringkali pasien datang ke 31

dokter gigi dengan lesi kanker yang sudah dalam keadaan tahap lanjut. Untuk itu diperlukan suatu tindakan oleh dokter gigi untuk mendeteksi lesi-lesi prakanker dan kanker rongga mulut pada tahap dini. Lesi-lesi kanker pada tahap dini tidak dapat diidentifikasi secara adekuat hanya dengan pemeriksaan visual saja. Pengetahuan mengenai gambaran klinis yang baik sekalipun dari seorang dokter gigi belumlah dapat menegakkan diagnosa yang tepat dari lesi kanker pada tahap awal, sebab belum ada indikator klinis yang pasti untuk menentukan jinak atau ganasnya suatu lesi. Tetapi walaupun begitu, dokter gigi harus mengetahui gejala dan gambaran klinis lesi kanker rongga mulut pada tahap awal, agar nantinya dapat merencanakan tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya. Berikut ini merupakan tanda-tanda yang harus diwaspadai oleh dokter gigi terhadap kemungkinan adanya kanker mulut yang baru mulai terjadi atau dalam tahap lanjut (Bolden, 1982): 1. Bercak putih, bersisik, persisten. 2. Bintik pigmen yang tiba- tiba ukurannya membesar. 3. Ulser yang tidak sembuh-sembuh. 4. Gusi bengkak dan berdarah yang tidak dihubungkan dengan obat-obatan. 5. Asimetri wajah yang progresif. 6. Gigi yang tanggal secara tiba-tiba, tanpa adanya riwayat trauma pada rahang. 7. Parastesi, anestesi dan mati rasa di rongga mulut. 8. Trismus dan sakit sewaktu menggerakkan rahang. 9. Adanya gumpalan pada leher, wajah atau jaringan mulut. 10. Luka pencabutan yang tidak sembuh-sembuh. 11. Perubahan Bila terdapat salah satu atau beberapa tanda-tanda tersebut, dokter gigi harus segera melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mendeteksi secara dini lesi kanker pada tahap awal, yang hasilnya dapat mendukung gambaran klinis yang ada didalam rongga mulut. Biasanya dilakukan pemeriksaan histopatologi. Hasil pemeriksaan dan ketepatan diagnosis histopatologis tergantung pada kerjasama antara klinikus dan ahli patologi, terutama dalam hal ketepatan mengumpulkan dan memproses bahan pemeriksaan serta mengidentifikasikan gel-gel.

32

DAFTAR PUSTAKA Balaram, P; Meenattoor,G. 1996. Imunology of Oral Cancer-A Review. Singapore Dental Journal. Vol.21. No.1. 36. Bolden, T.E. 1982. The Prevention and Detection of Oral Cancer, dalam Stallard,R.E. A Textbook of Preventif Dentistry. Ed. Ke.2. Philadelphia. W.B. Sainders Company. 277-306. Coleman, G.C; Nelson,J.F. 1993. Principles of Oral Diagnosis. St. Louis Mosby Year Book. 211214. 33

Daftari, D.K: Mukti,P.R; Bhonsle, R.B [et.al]. 1992. Oral Squamus Cell Carcinoma, dalam Prabhu S.R. Oral Diseases in the Tropics. New York. Oxford Medical Publications. 429 -446. Folson, T.C; White, C.P; Broner,l. [et,al]. 1972. Oral Exfoliatif Study. Review of the Literature and Report of Three Year Study. Oral Surgery. 33. 61-64. Kerr, D.A; Ash,M.M; Dean,M.H.1978.Oral Diagnosis. Ed. Ke-5 St. Louis. C.V.Mosby Company.336-338. Lynch, M.A.1994. Burket's Oral Medicine. Diagnosis and Treatment. Ed.Ke-9. Philadelphia. J.B.Lippincott Company. 203-213. McKinney,R.V; Singh,B.B; Schafmer,D.L. 1985. Biopsi Techniques for the General Practioner, dalam Clark,J.W. Clinical Dentistry Vol Philadelphia. Haeper dan Row Publisher.9-14. Pedersen,W.G. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, alih bahasa drg. Purwanto dan drg. Basoeseno. Ed.Ke-1. Penerbit Buku KeJokteran EGC. Jakarta. 147-150 . Pinborg,J.J. 1986. Oral Precancer and Cancer, dalam Levine ,N. Current Treatment in Dental Practice. Philadelphia. W.B. Saunders Company. 8-13. Pinborg, J.J. 1991. Kanker dan Prakanker Rongga Mulut, alih bahasa drg.Lilian Yuwono.Ed.ke-1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 21-93,125. Sciubba, J.J. 1999. Improving Detection of Precancerous and Cancerous Oral lesions. JADA. Vol.130. 1445-1457. Scully, C. 1992. Oncogen, Onco-Supressor, Carcinogenesis and Oral Cancer. British Dental Journal. 173. 53. Skhlar, G.1984. Oral Cancer. The Diagnosis, Therapy, Management and Rehabilitation of The Oral Cancer Patient. Philadelphia. W.B. Saunders Company. 63-70. Subita, G.P. 1997. Kemopreventif Sebagai Satu Modalitas Pengendalian Kanker Mulut. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Ed. Khusus KPPIKG XI.582-585. Tambunan, G. W. 1993. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia. Editor dr. Maylani Handoyo. Ed.Ke-2. Penerbit Buku Kedokteran EGG. Jakarta. 185198. Williams, J.H. 1990. Oral Cancer and Precancer: Cliniccal Features. British Dental Journal.168.1317.

34

You might also like