You are on page 1of 11

Kejadian Luar Biasa (KLB)/Wabah PENGERTIAN Suatu kejadian penyakit dikatakan wabah / KLB apabila terjadinya

peningkatan kasus suatu penyakit di daerah tertentu pada kelompok tertentu dan pada periode waktu tertentu. Menurut UU No 4 tahun 1984 yang dikatakan wabah adalah kejadian terjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah melebihi keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Sedangkan KLB adalah meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis, pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Kriteria terjadinya KLB (kejadian luar biasa) adalah : 1.Timbulnya penyakit menular yang sebelumnya tidak ada. Misalnya : di kota A sejak dahulu kala tidak pernah ada warganya yang terkena penyakit TB paru, akan tetapi akhir-akhir ini 100 dari 500 warga sudah terinfeksi TB paru. 2. Peningkatan kejadian penyakit terus menerus dalam kurun waktu tertentu. Misalnya : dalam satu minggu penderita demam berdarah mencapai 200 orang dari 850 penduduk, setelah satu bulan penderita melonjak mencapai 400 orang penduduK. 3.Peningkatan penyakit dua kali atau lebih. Meningkatnya penyakit atau angka kejadian penyakit mencapai lebih dari dua kali lipat bahkan lebih. Dari yang tadinya 200 orang dalam kurun waktu tertentu bisa saja mencapai 400 hingga 600 orang penderita.

4. Jumlah penderita dalam satu bulan bisa mencapai dua kali lipat atau lebih dari penderita periode sebelumnya

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Penanggungjawab operasional pelaksanaan penanggulangan KLB adalah Bupati/Walikota. Sedangkan penanggugjawab teknis adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Bila KLB terjadi lebih dari satu wilayah kabupaten/kota maka penanggulangannya dikoordinasikan oleh Gubernur. Penetapan wabah atau KLB, dapat juga ditetapkan pada faktor risiko penyakit seperti bila terjadi ledakan gas beracun, ledakan industri, atau suhu yang meningkat sehingga menimbulkan populasi nyamuk atau ledakan gas, memang tidak lazim disebut sebagai KLB, namun terminologi ini digunakan untuk tujuan atau rumusan upaya antisipatif, prediktif, dan akhirnya berupa pencegahan. Apabila kita mencermati proses kejadiannya, KLB merupakan kejadian proses awal, pencermatan ini dikenal sebagai pencermatan pra-KLB. Misalnya, adanya indikasi peningkatan jumlah dan kepadatan vektor penular penyakit, terjadinya kerusakan hutan secara terus menerus, pemantauan kondisi kualitas lingkungan tertentu yang menurun, dan sebagainya (Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006). Kriteria suatu kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur: 1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal

2. Peningkatan kejadian penyakit atau kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya 3. Peningkatan kejadian atau kematian lebih dari dua kali dibandingkan dengan periode sebelumnya 4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan lebih dari dua kali bila dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya 5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan lebih dari dua kali dibandingkan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya 6. CFR suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkkan kenaikan 50% atau lebih dibanding CFR periode sebelumnya 7. Proporsional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan lebih dari dua kali dibandingkan periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya 8. Beberapa penyakit khusus seperti cholera, DHF/DSS: Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis) Terdapat satu/lebih penderita baru dimana pd periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit itu 9. Beberapa penyakit yg dialami satu atau lebih penderita: a. Keracunan makanan b. Keracunan pestisida

Karakteristik Penyakit yang berpotensi KLB: 1. Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara cepat. 2. Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan 3. Mempunyai masa inkubasi yang cepat 4. Terjadi di daerah dengan padat hunian.

PENYAKIT-PENYAKIT BERPOTENSI WABAH/KLB : 1. Penyakit Karantina/penyakit wabah penting: Kholera, Pes, Yellow Fever 2. Penyakit potensi wabah/KLB dan yng menjalar tindakan dalam waktu : cepat/mempunyai mortalitas tinggi & penyakit yang masuk program eradikasi/eliminasi memerlukan segera DHF,Campak,Rabies, Tetanus neonatorum, Diare, Pertusis, Poliomyelitis. 3. Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting : Malaria, Frambosia, Influenza, Anthrax, Hepatitis, Typhus abdominalis, Meningitis, Keracunan, Encephalitis, Tetanus. 4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB, 5. tetapi masuk program : Kecacingan, Kusta, Tuberkulosa, Syphilis, 6. Gonorrhoe, Filariasis, dll JENIS PELAPORAN KLB : 1. Laporan kewaspadaan 2. Laporan Kejadian Luar Biasa/Wabah (W1) 3. Laporan Penyelidikan KLB & Rencana Penanggulangan KLB 4. Laporan Penanggulangan KLB 5. Laporan mingguan Wabah (W2) 6. Laporan bulanan KLB (LB-KLB)

Wabah adalah istilah umum untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang, maupun untuk menyebut penyakit yang menyebar tersebut. Wabah dipelajari dalam epidemiologi. Dalam epidemiologi, epidemi (dari bahasa Yunani epi- pada + demos rakyat) adalah penyakit yang timbul sebagai kasus baru pada suatu populasi tertentu manusia, dalam suatu periode waktu tertentu, dengan laju yang

melampaui laju "ekspektasi" (dugaan), yang didasarkan pada pengalaman mutakhir. Dengan kata lain, epidemi adalah wabah yang terjadi secara lebih cepat daripada yang diduga. Jumlah kasus baru penyakit di dalam suatu populasi dalam periode waktu tertentu disebut incidence rate (laju timbulnya penyakit). Dalam peraturan yang berlaku di Indonesia, pengertian wabah dapat dikatakan sama dengan epidemi, yaitu berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.

B.

Herd Immunity Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB/Wabah adalah Herd Immunity. Secara umum dapat dikatakan bahwa herd immunity ialah kekebalan yang dimiliki oleh sebagian penduduk yang dapat menghalangi penyebaran. Hal ini dapat disamakan dengan tingkat kekebalan individu yaitu makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin sulit terkena penyakit tersebut. Demikian pula dengan herd immunity, makin banyak proporsi penduduk yang kebal berarti makin tinggi tingkat herd immunity-nya hingga penyebaran penyakit menjadi semakin sulit. Kemampuan mengadakan perlingangan atau tingginya herd immunity untuk menghindari terjadi epidemi bervariasi untuk tiap penyakit tergantung pada: 1. 2. 3. Proporsi penduduk yang kebal, Kemampuan penyebaran penyakit oleh kasus atau karier, dan Kebiasaan hidup penduduk.

Pengetahuan tentang herd immunity bermanfaat untuk mengetahui bahwa menhindarkan terjadinya epidemi tidak perlu semua penduduk yang rentan tidak dapat dipastikan, tetapi tergantung dari jenis penyakitnya, misalnya variola dibutuhkan 90%-95% penduduk kebal.

C.

Langkah yang dilakukan pada saat terjadi wabah Langkah pencegahan kasus dan pengendalian wabah dapat dimulai sedini mungkin setelah tersedia informasi yang memadai. Bila investigasi atau penyelidikan wabah telah memberikan fakta yang jelas mendukung hipotesis tentang penyebab terjadinya wabah, sumber agen infeksi, dan cara transmisi yang menyebabkan wabah, maka upaya pengendalian dapat segera dimulai tanpa perlu menunggu pengujian hipotesis. Tetapi jika pada investigasi wabah belum memberikan fakta yang jelas maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1.

Mengidentifikasi Wabah Wabah merupakan peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak daripada keadaan normal di suatu area tertentu atau pada suatu kelompok tertentu, selama suatu periode waktu tertentu. Informasi tentang terjadinya wabah biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi tentang terjadinya wabah bisa juga berasal dari petugas kesehatan, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (suratkabar dan televisi). Pada dasarnya wabah merupakan penyimpangan dari keadaan normal karena itu wabah ditentukan dengan cara membandingkan jumlah kasus sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan variasinya di masa lalu (minggu, bulan, tahun). Kenaikan jumlah kasus belum tentu mengisyaratkan terjadinya wabah.

Terdapat sejumlah faktor yang bisa menyebabkan jumlah kasus tampak meningkat: (1) Variasi musim (misalnya, diare meningkat pada musim kemarau ketika air bersih langka) (2) Perubahan dalam pelaporan kasus; (3) Kesalahan diagnosis (misalnya, kesalahan hasil pemeriksaan laboratorium); (4) Peningkatan kesadaran petugas kesehatan (meningkatkan intensitas pelaporan); (5) Media yang memberikan informasi bias dari sumber yang tidak benar. Terjadinya wabah dan teridentifikasinya sumber dan penyebab wabah perlu ditanggapi dengan tepat. Jika terjadi kenaikan signifikan jumlah kasus sehingga disebut wabah, maka pihak dinas kesehatan yang berwewenang harus membuat keputusan apakah akan melakukan investigasi wabah. Sejumlah faktor mempengaruhi dilakukan atau tidaknya investigasi wabah yaitu Keparahan penyakit, Potensi untuk menyebar, Perhatian dan tekanan dari masyarakat, Ketersediaan sumber daya. Beberapa penyakit menimbulkan manifestasi klinis ringan dan akan berhenti dengan sendirinya (self-limiting diseases), misalnya flu biasa. Implikasinya, tidak perlu dilakukan investigasi wabah maupun tindakan spesifik terhadap wabah, kecuali kewaspadaan. Tetapi wabah lainnya akan terus berlangsung jika tidak ditanggapi dengan langkah pengendalian yang tepat. Sejumlah penyakit lain menunjukkan virulensi tinggi, mengakibatkan manifestasi klinis berat dan fatal, misalnya flu burung. Implikasinya, sistem kesehatan perlu melakukan investigasi wabah dan mengambil langkahlangkah segera dan tepat untuk mencegah penyebaran lebih lanjut penyakit itu. 2. Melakukan Investigasi Wabah

Pada Investigasi wabah dilakukan dua investigasi, yaitu investigasi kasus dan investigasi penyebab. Pada investigasi kasus, peneliti melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang dilaporkan telah didiagnosis dengan benar (valid). Peneliti wabah mendefinisikan kasus dengan menggunakan seperangkat kriteria sebagai berikut: (1) Kriteria klinis (gejala, tanda, onset); (2) Kriteria epidemiologis karakteristik orang yang terkena, tempat dan waktu terjadinya wabah); (3) Kriteria laboratorium (hasil kultur dan waktu pemeriksaan) Investigasi selanjutnya adalah investigasi penyebab terjadinya wabah. Pada investigasi penyebab terjadinya wabah dapat dilakukan dengan wawancara dan epidemiologi deskriptif. Pada wawancara intinya, tujuan wawancara dengan kasus dan nara sumber terkait kasus adalah untuk menemukan penyebab terjadinya wabah. Dengan menggunakan kuesioner dan formulir baku, peneliti mengunjungi pasien (kasus), dokter, laboratorium, melakukan wawancara dan dokumentasi untuk memperoleh informasi berikut: (4) Identitas diri (nama, alamat, nomer telepon jika ada); (5) Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan); (6) Kemungkinan sumber, paparan, dan kausa; (7) Faktor-faktor risiko; (8) Gejala klinis (verifikasi berdasarkan definisi kasus, catat tanggal onset gejala untuk membuat kurva epidemi, catat komplikasi dan kematian akibat penyakit); (9) Pelapor (berguna untuk mencari informasi tambahan dan laporan balik hasil investigasi). Pemeriksaan klinis ulang perlu dilakukan terhadap kasus yang

meragukan atau tidak didiagnosis dengan benar (misalnya, karena kesalahan pemeriksaan laboratorium). 3. Melaksanakan penanganan wabah Bila investigasi kasus dan penyebab telah memberikan fakta tentang penyebab, sumber, dan cara transmisi, maka langkah pengendalian hendaknya segera dilakukan, tidak perlu melakukan studi analitik yang lebih formal. Prinsipnya, makin cepat respons pengendalian, makin besar peluang keberhasilan pengendalian. Makin lambat repons pengendalian, makin sulit upaya pengendalian, makin kecil peluang keberhasilan pengendalian, makin sedikit kasus baru yang bisa dicegah. Prinsip intervensi untuk menghentikan wabah sebagai berikut: (1) Mengeliminasi sumber pathogen, meliputi : Eliminasi atau inaktivasi pathogen, Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source reduction), Pengurangan kontak antara penjamu rentan dan orang atau binatang terinfeksi (karantina kontak, isolasi kasus, dan sebagainya), Perubahan perilaku penjamu dan/ atau sumber (higiene perorangan, memasak daging dengan benar, dan sebagainya), Pengobatan kasus. (2) Memblokade proses transmisi, mencakup : Penggunaan peralatan pelindung perseorangan (masker, kacamata, jas, sarung tangan, respirator), Disinfeksi/ sinar ultraviolet, Pertukaran udara/ dilusi, Penggunaan vektor filter efektif untuk menyaring partikulat udara, Pengendalian (penyemprotan insektisida nyamuk Anopheles,

pengasapan nyamuk Aedes aegypti, penggunaan kelambu berinsektisida, larvasida, dan sebagainya). (3) Mengeliminasi kerentanan, mencakup:

Vaksinasi, Pengobatan (profilaksis, presumtif), Isolasi orang-orang atau komunitas tak terpapar (reverse isolation), Penjagaan jarak sosial (meliburkan sekolah, membatasi kumpulan massa). 4. Menetapkan Berakhirnya Wabah Pada tahap ini, langkah yang dilakukan sama dengan langkah pada mengidentifikasi wabah. Pada tahap ini, dilakukan dengan mencari informasi tentang terjadinya wabah biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Informasi juga bisa berasal dari petugas kesehatan, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (suratkabar dan televisi). Hal ini untuk menganalisis apakah program penanganan wabah dapat menurunkan kasus yang terjadi. 5. Pelaporan Wabah Peneliti wabah memberikan laporan tertulis dengan format yang lazim, terdiri dari: introduksi, latar belakang, metode, hasil-hasil, pembahasan, kesimpulan, dan rekomendasi. Laporan tersebut mencakup langkah pencegahan dan pengendalian, catatan kinerja sistem kesehatan, dokumen untuk tujuan hukum, dokumen berisi rujukan yang berguna jika terjadi situasi serupa di masa mendatang. Selain itu pada pelaporan wabah terdapat tahap akhir dari investigasi wabah yaitu evaluasi program. Peneliti wabah perlu melakukan evaluasi kritis untuk mengidentifikasi berbagai kelemahan program maupun defisiensi infrastruktur dalam sistem kesehatan. Evaluasi tersebut memungkinkan dilakukannya perubahan-perubahan yang lebih mendasar untuk memperkuat upaya program, sistem kesehatan, termasuk surveilans itu sendiri. Referensi :

Eko, Budiarti & Dwi, Anggraeni. 2002. Pengantar Epidemiologi edisi 2. Jakarta : EGC Murti, Bhisma. Investigasi Outbreak. Available from http://fk.uns.ac.id/index.php/download/file/16 Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat. 2006. Laporan Kajian Kebijakan Penanggulangan (Wabah) Penyakit Menular. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2006 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2006

You might also like