You are on page 1of 68

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

DAFTAR ISI BAB I KLIRING DI INDONESIA.............................................................................................................3 I. II. PENDAHULUAN ...............................................................................................................3 SEKILAS SEJARAH KLIRING DI INDONESIA.............................................................6

BAB II PENGERTIAN KLIRING ............................................................................................................10 I. II. ISTILAH-ISTILAH DALAM KLIRING..........................................................................10 KEGIATAN-KEGIATAN DALAM KLIRING ...............................................................13

III. SISTEM KLIRING............................................................................................................17 IV. SISTEM MANUAL ..........................................................................................................18 V. SISTEM SEMI OTOMASI (SOKL) .................................................................................19

VI. SISTEM OTOMASI..........................................................................................................21 VII. SISTEM ELEKTRONIK...................................................................................................30 BAB III WARKAT, DOKUMEN KLIRING, DKE DAN PENCETAKAN WARKAT .........................334 I. II. WARKAT..........................................................................................................................24 DOKUMEN KLIRING ...................................................................................................441

BAB IV PENYELENGGARA ..................................................................................................................505 I. II. BANK INDONESIA SEBAGAI PENYELENGGARA KLIRING .................................35 PIHAK LAIN SEBAGAI PENYELENGGARA KLIRING (BANK).............................35

BAB V BIAYA KLIRING .........................................................................................................................37 I. II. Biaya Kliring Pada Penyelenggaraan Kliring Non SKNBI ..............................................37 Biaya Kliring Pada Penyelenggaraan Kliring SKNBI.......................................................39

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

BAB VI JADWAL KLIRING .....................................................................................................................41 BAB VII DAFTAR HITAM .........................................................................................................................43 I. II. Pendahuluan.......................................................................................................................43 Jenis Alasan Penolakan Cek / Bilyet Giro.........................................................................43

III. Kriteria Penutupan Rekening.............................................................................................45 IV. Penatausahaan Daftar Hitam .............................................................................................46

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

BAB I KLIRING DI INDONESIA I. PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan perekonomian yang semakin meningkat dengan pesat dewasa ini, penggunaan alat-alat lalu lintas pembayaran giral (uang giral) seperti Cek, Bilyet Giro, Nota Kredit, dan lain-lain sebagai alternatif pembayaran disamping uang kartal dalam transaksi perdagangan dan jasa semakin lazim digunakan di Indonesia. Kecenderungan para pelaku ekonomi dalam melakukan penyelesaian transaksi perekonomian menggunakan dana yang tersimpan di rekening bank melalui proses kliring dan penyelesaian akhir (setelmen) di bank sentral (Bank Indonesia) antara lain disebabkan oleh adanya beberapa keunggulan pembayaran dengan menggunakan alat lalu lintas giral dibandingkan dengan uang tunai, antara lain faktor efektivitas, efisiensi dan keamanan. Sebagaimana diketahui dalam Undang-undang No. 23 tahun 1999 tanggal 17 Mei 1999 tentang Bank Indonesia (UU BI), disebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Selanjutnya dalam Pasal 8 UU BI, disebutkan bahwa salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran tersebut Bank Indonesia berwenang untuk : a. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran; b. Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya; c. Menetapkan penggunaan alat pembayaran.

Dalam kaitan dengan pelaksanaan penyelenggaraan jasa sistem pembayaran sebagaimana dimaksud di atas, Pasal 16 UU BI menyebutkan bahwa Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

Penyelenggaraan kliring antar bank tersebut dimaksudkan untuk mempermudah cara pembayaran dalam upaya memperlancar transaksi perekonomian dengan perantaraan perbankan (bank peserta kliring) dan Bank Indonesia yang bertindak sebagai penyelenggara kliring. Dengan adanya kliring diharapkan penggunaan alat-alat lalu lintas pembayaran giral di masyarakat dapat meningkat sehingga otomatis akan meningkatkan simpanan dana masyarakat di Bank yang dapat dipergunakan oleh bank untuk membiayai sektor-sektor produktif di masyarakat. Ilustrasi perbedaan efektivitas dan efisiensi penyelesaian akhir (setelmen) atas transaksi antar bank dengan melalui proses kliring dan tidak melalui proses kliring dapat dilihat

pada gambar di bawah ini:

POLA TRANSAKSI ANTAR BANK NON KLIRING


BANK A BANK B BANK F

POLA TRANSAKSI ANTAR BANK MELALUI KLIRING


BANK A BANK B KLIRING BANK F

BANK C BANK D

BANK E

BANK C BANK D

BANK E

Dari ilustrasi gambar di atas, tampak bahwa penyelesaian transaksi antar bank tanpa menggunakan mekanisme kliring meskipun tetap dapat diselesaikan namun tidak efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan biaya dan keterlambatan dalam penyelesaian transaksi (settlement lag). Hal tersebut terlihat kontras dengan penyelesaian transaksi antar bank melalui kliring yang jauh lebih efektif dan efisien. Adapun ilustrasi pembayaran dengan menggunakan alat pembayaran giral yang penyelesaiannya dilakukan melalui kliring adalah sebagaimana tampak dalam ilustrasi gambar berikut ini.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

Pembukuan Hasil Kliring Bank X D : Bank X K : Bank Y Saldo giro Bank X di BI menurun (Bank X kalah Kliring)

PEMBUKUAN HASIL KLIRING (AKUNTING)

Pembukuan Hasil Kliring Bank Y D : Bank X K : Bank Y Saldo giro Bank Y di BI meningkat (Bank Y menang Kliring)

Hasil Kliring LLG/Nota Kredit

A.3/B.3
Cek/BG Bank X

A.2 BANK X B.4


Cek/BG Bank X

B.2 PENYELENGGARA (KLIRING)


Lap. Hsl Kliring LLG/Nota Kredit

BANK Y A.4

Lap. Hsl Kliring

Aplikasi Transfer

A.1

Keterangan : A.1 Nasabah A memberi perintah Bank X untuk transfer dananya ke Bank Y A.2 Bank X menyerahkan Warkat Kliring (Nota Kredit) untuk diproses melalui Kliring A.3 Pembukuan hasil Kliring A.4 Distribusi Warkat Kliring dan laporan hasil Kliring ke Bank Y B.1 B.2 B.3 B.4 Nasabah B setor Warkat Kliring (Cek/BG) Bank X melalui Bank Y Bank Y menyerahkan Warkat Kliring (Cek/BG) Bank X untuk diproses melalui Kliring Pembukuan hasil Kliring Distribusikan Warkat Kliring dan laporan hasil Kliring ke Bank X

B.1

Cek/BG Bank X

NASABAH A

NASABAH B

Secara umum manfaat yang dapat ditarik oleh berbagai pihak yang terkait dengan sistem pembayaran dengan adanya penyelenggaraan kliring untuk transaksi antar bank dimaksud adalah: a. Bagi masyarakat, memberikan alternatif dalam melakukan suatu pembayaran (transfer of value) efektif dan efisien dan aman. b. Bagi bank, merupakan salah satu advantage service kepada nasabah, menjadi fee based income, juga dapat menjadi salah satu upaya dalam menggalang dana pihak ketiga (nasabah) untuk kepentingan portfolio fund. c. Bagi Bank Sentral sebagai penyelenggara, dapat secara cepat dan akurat mengetahui kondisi keuangan suatu bank maupun transaksi-transaksi yang terjadi di masyarakat, baik antar nasabah bank maupun antar bank sehingga dapat menentukan kebijakankebijakannya secara lebih akurat dan tepat.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

II.

SEKILAS SEJARAH KLIRING DI INDONESIA Perjanjian yang menyangkut sistem perhitungan penyelesaian hutang piutang melalui mekanisme kliring untuk pertama kali terjadi di Indonesia pada tanggal 15 Februari 1909 antara 6 (enam) bank utama di Jakarta (saat itu bernama Batavia). Sistem ini dirasakan sangat bermanfaat dalam memperlancar serta mempermudah perhitungan antar bank. Enam bank utama yang menyelenggarakan perjanjian sistem perhitungan kliring ini adalah Nederlandsche Handel Mij Factorij, De Hongkong & Shanghai Banking Corp, De Chartered Bank of India Australia & China, De Nederderlandsch Indische Escompto Mij, De Nederlandsch Indische Handelsbank, dan De Javasche Bank. Perhitungan kliring pada saat itu dilaksanakan oleh pihak ketiga yaitu di gedung Fa. Rijnst & Vinju dibawah pimpinan E. Th. Kal. Adapun perkembangan kegiatan kliring dapat digambarkan sebagai berikut. Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral pada waktu itu, pada Pasal 30 butir a. diatur bahwa Bank Indonesia membina perbankan dengan jalan memperluas, memperlancar dan mengatur lalu lintas pembayaran giral dan menyelenggarakan kliring antar bank. Sesuai amanat Undang-undang dimaksud penyelenggaraan kliring antar bank oleh Bank Indonesia (untuk selanjutnya disebut Penyelenggara) telah diatur lebih lanjut dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 14/35/Kep/Dir/UPPB dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/8/UPG masingmasing tertanggal 10 September 1981 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal. Pada awalnya, pelaksanaan kliring di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia dilaksanakan secara manual, yaitu suatu sistem perhitungan antar bank dimana pelaksanaan fungsi yang meliputi perhitungan, pembuatan daftar, pemilahan, pengecekan, penyesuaian dan distribusi warkat kliring dilakukan secara manual, baik oleh penyelenggara maupun oleh bank peserta kliring. Dalam perkembangannya, sejalan dengan meningkatnya transaksi perekonomian nasional khususnya di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia yang antara lain ditandai dengan meningkatnya jumlah bank/kantor peserta kliring serta kuantitas maupun volume

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

warkat kliring yang dikliringkan, sistem penyelenggaraan kliringpun menjadi sangat penting untuk ditingkatkan atau dikembangkan demi efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kliring. Khusus di wilayah kliring Jakarta, pertumbuhan baik jumlah warkat kliring maupun nilai nominal rata-rata 6% per tahun, menyebabkan penyelenggaraan kliring secara manual menjadi tidak efektif dan efisien lagi. Pada tahun 1990 dilakukan perubahan sistem penyelenggaraan kliring lokal Jakarta dari sistem manual menjadi sistem otomasi kliring. Sistem Otomasi adalah sistem perhitungan antar bank dimana pelaksanaan fungsi-fungsi kliring seperti pemilahan, perhitungan, pembuatan laporan dll, dilakukan oleh Penyelenggara dengan bantuan perangkat komputer, sedangkan pemilahan warkat dilakukan dengan bantuan mesin baca pilah (reader sorter) yang dapat memilah +/- 1.000 (seribu) warkat per menit secara otomatis. Sementara itu di beberapa kota lain yang warkat kliringnya relatif cukup banyak dilakukan perubahan sistem kliring dari sistem manual menjadi sistem semi otomasi kliring lokal (SOKL). SOKL adalah sistem perhitungan antar bank dimana penggabungan data, pembuatan daftar dan laporan serta bilyet saldo kliring dilakukan oleh Penyelenggara secara komputerisasi, sedangkan kegiatan pengecekan, penyesuaian dan distribusi warkat kliring dilakukan oleh masing-masing bank peserta kliring secara manual. Di tempat-tempat yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia dimana jumlah bank dan volume warkat kliring relatif cukup banyak, penyelenggaraan kliring umumnya dilakukan oleh bank pemerintah atau bank pembangunan daerah yang ditunjuk oleh Bank Indonesia berdasarkan kesediaan dan kesiapan teknis maupun non teknis. Kebijakan ini ditempuh agar sistem pembayaran yang efektif dan efisien melalui kliring tidak saja dinikmati oleh masyarakat di kota-kota besar melainkan mencakup pula transaksi-transaksi masyarakat melalui perbankan di kota-kota yang relatif kecil dan atau jauh dari pusat-pusat bisnis. Dewasa ini. penyelenggaraan kliring di Indonesia yang dilakukan oleh Bank Indonesia meliputi 1 kota dengan sistem elektronik (Jakarta), 3 kota dengan sistem otomasi kliring (Surabaya, Medan dan Bandung), dan 34 kota dengan SOKL. Sedangkan penyelenggaraan

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

kliring yang dilakukan oleh penyelenggara yang bukan merupakan Bank Indonesia meliputi 23 kota dengan SOKL dan 41 kota dengan sistem kliring secara manual. Semakin meningkatnya jumlah warkat kliring dari waktu ke waktu menyebabkan meningkatnya tekanan-tekanan dalam kegiatan proses warkat kliring baik di bank peserta kliring maupun di Penyelenggara. Hal tersebut diakibatkan adanya keterbatasan kemampuan sarana kliring yang ada dibandingkan dengan peningkatan jumlah warkat kliring. Pada gilirannya hambatan-hambatan dalam proses warkat kliring tersebut menyebabkan terjadi keterlambatan dalam setelmen dan penyediaan informasi hasil kliring. Sebagaimana diketahui, gangguan yang terjadi dalam sistem pembayaran sangat berpotensi untuk memperlemah dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap bank. Gangguan tersebut dapat pula merugikan lembaga lain yang terkait sehingga dapat menimbulkan efek negatif yang berantai (systemic risk). Untuk itu, sesuai dengan acuan pokok pengembangan sistem pembayaran nasional (Blue Print Sistem Pembayaran Nasional Bank Indonesia;1995) yang antara lain memuat visi, kerangka kebijakan dan langkah-langkah yang perlu dikembangkan dalam menciptakan sistem pembayaran nasional yang lebih efektif, efisien, handal dan aman, maka pada tahun 1996 konsep penyelenggaraan kliring lokal secara elektronik dengan teknologi image mulai dikembangkan oleh Urusan Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia. Pada tanggal 18 September 1998, Bank Indonesia mencatat sejarah baru dalam bidang sistem pembayaran dimana untuk pertama kalinya di Indonesia diresmikan penggunaan Sistem Kliring Elekronik Jakarta (SKEJ) oleh Gubernur Bank Indonesia, DR. Syahril Sabirin. Dengan sistem elektronis ini informasi warkat kliring dikirim secara elektronis dan on-line dari Terminal Peserta Kliring (TPK) ke terminal penyelenggara (Sistem Pusat Komputer Kliring Elektronik/SPKE) melalui Jaringan Komunikasi Data (JKD). Sementara itu fisik warkat itu sendiri tetap diserahkan ke Bank Indonesia untuk dipilah oleh mesin baca-pilah berdasarkan bank tertuju. Perhitungan kliring dan bilyet saldo kliring dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan data elektronis yang dikirim bank-bank peserta yang

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

kemudian dicetak dalam bentuk laporan dan didistribusikan kepada bank bersama-sama dengan warkat yang telah dipilah oleh mesin baca-pilah. Sedangkan Kliring Pengembalian tetap menggunakan sistem SOKL. Pada awal implementasi, jumlah peserta yang ikut serta dalam kliring elektronis masih terbatas kepada 8 peserta kliring (BRI, BDN, BII, BCA, B. Bali, Deutsche Bank, Standard Chartered Bank dan Citibank) dan 2 peserta intern dari Bank Indonesia (Bagian Akunting Thamrim dan Bagian Akunting Kota). Keikutsertaan kantor-kantor bank dalam penyelenggaraan kliring elektronis dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan teknis masing-masing peserta. Bagi kantor-kantor bank yang belum menjadi anggota SKEJ, perhitungan kliring tetap menggunakan sistem otomasi. Penerapan sistem kliring elektronik secara menyeluruh baru diterapkan pada tanggal 18 Juni 2001.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

10

BAB II SISTEM KLIRING

I.

Istilah-Istilah Dalam Kliring Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, antara lain dalam Pasal 1 disebutkan halhal sebagai berikut : A. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998; B. Bank Konvensional adalah Bank yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional; C. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja di kantor pusat bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah dan atau unit syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor D. cabang pembantu syariah dan atau unit usaha syariah; E. Kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. F. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut SKNBI, adalah system Kliring Bank Indonesia yang meliputi Kliring debet dan Kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. G. Kliring Debet adalah kegiatan dalam SKNBI untuk transfer debet. H. Kliring Kredit adalah kegiatan dalam SKNBI untuk transfer kredit.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

11

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

12

I. Wilayah Kliring adalah

suatu wilayah tertentu yang menyelenggarakan Kliring

sebagai bagian dari SKNBI. J. Penyelenggara Kliring Nasional, yang selanjutnya disebut PKN, adalah unit kerja di Kantor Pusat Bank Indonesia yang bertugas mengelola dan menyelenggarakan SKNBI secara nasional. K. Penyelenggara Kliring Lokal, yang selanjutnya disebut PKL, adalah unit kerja di Bank Indonesia dan unit kerja di kantor Bank yang bertugas mengelola dan menyelenggarakan SKNBI di suatu Wilayah Kliring. L. PKL BI adalah unit kerja di Bank Indonesia yang bertugas mengelola dan menyelenggarakan SKNBI di suatu Wilayah Kliring. M. PKL Selain BI adalah unit kerja pada kantor Bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia untuk mengelola dan menyelenggarakan SKNBI di suatu Wilayah Kliring. N. Peserta adalah kantor Bank Indonesia dan atau kantor Bank yang terdaftar pada PKN dan atau PKL untuk mengikuti kegiatan SKNBI. O. Data Keuangan Elektronik, yang selanjutnya disebut DKE, adalah data transfer dana dalam format elektronik yang digunakan sebagai dasar perhitungan dalam SKNBI. P. Penyelesaian Akhir (settlement), yang selanjutnya disebut Penyelesaian Akhir, adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan rekening giro Bank di Bank Indonesia yang dilakukan berdasarkan perhitungan rekening giro Bank di Bank Indonesia yang dilakukan berdasarkan perhitungan hak dan kewajiban masing-masing Bank yang timbul dalam penyelenggaraan SKNBI. Q. Warkat Debet adalah alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan atas beban nasabah atau Bank melalui Kliring Debet. R. Penarik adalah pemilik rekening yang memerintahkan Tertarik untuk melakukan pembayaran atau pemindahbukuan sejumlah dana atas beban rekeningnya kepada Pemegang dengan menggunakan cek atau biylet giro;

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

13

S.

Tertarik adalah bank yang menerima perintah pembayaran atau pemindahbukuan dari Penarik;

T.

Pemegang adalah Nasabah yang memperoleh pembayaran atau pemindahbukuan dana dari Penarik sebagaimana diperintahkan oleh Penarik kepada Tertarik;

U.

Cek/Bilyet Giro Kosong adalah Cek/Bilyet Giro yang diunjukkan dan ditolak Tertarik dalam tenggang waktu adanya kewajiban penyediaan dana oleh Penarik karena saldo tidak cukup atau Rekening telah ditutup;

V.

Daftar Hitam adalah suatu daftar yang berisi nama-nama Penarik Cek/Bilyet Giro Kosong yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan.

II.

Kegiatan-Kegiatan Dalam Kliring Penyelenggaraan kliring lokal terdiri dari 2 (dua) tahap yang meliputi kliring penyerahan dan kliring pengembalian yang merupakan satu kesatuan siklus kliring. A. Kliring Penyerahan Kliring Penyerahan adalah bagian dari suatu siklus Kliring guna memperhitungkan warkat dan atau DKE yang disampaikan oleh Peserta. Dalam kliring penyerahan, peserta kliring akan menyerahkan warkat-warkat/DKE kliringnya baik warkat/DKE debet maupun warkat/DKE kredit kepada penyelenggara/peserta lawan transaksinya (lazimnya disebut dengan warkat/DKE keluar (outward clearing)) serta menerima warkat/DKE debet maupun kredit dari penyelenggara/peserta lawan transaksinya (lazimnya disebut warkat/DKE masuk (inward clearing). Atas dasar penyerahan warkat/DKE kliring dimaksud, Penyelenggara akan melakukan perhitungan kliring sehingga dapat menghasilkan Bilyet Saldo Kliring dan berbagai bentuk laporan kliring yang dapat berguna bagi penyelesaian akhir transaksi kliring ke rekening giro bank di Bank Indonesia dan pembukuan transaksi kliring ke rekening nasabah bank.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

14

B.

Kliring Pengembalian (Retur) Kliring Pengembalian adalah bagian dari suatu siklus kliring guna memperhitungkan warkat dan atau DKE debet kliring penyerahan yang ditolak berdasarkan alasan yang ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia atau karena tidak sesuai dengan tujuan dan persyaratan penerbitannya. Retur Warkat Debet Lazimnya warkat kliring debet yang ditolak oleh bank meliputi warkat Cek dan Bilyet Giro, serta beberapa warkat Nota Debet. Untuk warkat Cek dan Bilyet Giro, sesuai angka IV dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong, terdapat 17 alasan penolakan Cek/Bilyet Giro yaitu : 1. 2. 3. Saldo tidak cukup; Rekening telah ditutup (termasuk ditutup atas permintaan sendiri); Persyaratan formal Cek/Bilyet Giro tidak dipenuhi : a. Tulisan "Cek"/"Bilyet Giro" dan Nomor Cek/Bilyet Giro yang bersangkutan; b. c. Nama Tertarik; Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk

membayar/memindahbukukan dana atas beban Rekening Penarik; d. e. f. Nama dan nomor Rekening Pemegang (khusus untuk Bilyet Giro); Nama Bank penerima (khusus untuk Bilyet Giro); Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam huruf selengkap-lengkapnya; g. h. Tempat dan tanggal Penarikan; Tanda tangan, nama jelas dan atau dilengkapi dengan cap/stempel sesuai dengan persyaratan pembukaan Rekening (khusus untuk Bilyet Giro).

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

15

4. 5.

Tanggal efektif Bilyet Giro belum sampai; Cek ditarik kembali oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang waktu pengunjukkan;

6.

Bilyet Giro dibatalkan oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang waktu penawaran;

7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

Sudah Kadaluarsa; Coretan/perubahan tidak ditandatangani oleh Penarik; Bea meterai belum dilunasi; Tanda tangan tidak cocok dengan specimen; Stempel Kliring tidak ada; Stempel Kliring tidak sesuai dengan Bank Penerima; Endosemen pada Cek atas nama atau Cek atas order tidak ada; Warkat diblokir pembayarannya (surat keternagan Kepolisian terlampir); Rekening diblokir oleh instansi yang berwenang (surat pemblokiran terlampir);

16. 17.

Warkat bukan untuk kami; Perhitungan/encode tidak sesuai dengan nominal yang sebenarnya.

Dalam hal Tertarik (bank yang menatausahakan rekening nasabah) melakukan penolakan Cek/Bilyet Giro berdasarkan alasan pada angka 1 (saldo tidak cukup) atau angka 2 (rekening telah ditutup) yang dilakukan melalui kliring, Tertarik wajib menatausahakan penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong Pemilik Rekening serta mengembalikan Cek/Bilyet Giro yang ditolak kepada Pemegang. Selanjutnya untuk keperluan penatausahaan Cek/Bilyet Giro Kosong di Bank Indonesia, Tertarik wajib membuat, menatausahakan dan menyampaikan dokumen-dokumen kepada Bank Indonesia yang Mewilayahi sebagai berikut : 1. Surat Keterangan Penolakan (SKP), yaitu surat yang ditujukan krpada Pemegang yang berisi informasi alasan penolakan atas suatu Cek/Bilyet Giro yang diunjukkan kepada Tertarik pada suatu tanggal tertentu baik

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

16

karena dananya tidak cukup maupun karena alasan lainnya (17 alasan penolakan); 2. Surat Peringatan atau Surat Pemberitahuan, yaitu surat yang ditujukan kepada Penarik Cek/Bilyet Giro Kosong agar menyadari kemungkinan dilakukannya penutupan atas rekeningnya dan pencantuman nama Penarik dalam Daftar Hitam, yang dapat terdiri dari : a. Surat Peringatan I (SP-I) untuk penolakan Cek/Bilyet Giro Kosong Pertama, yang berisi peringatan agar Penarik tidak menarik Cek/Bilyet Giro Kosong lagi; b. Surat Peringatan II (SP-II) untuk penolakan Cek/Bilyet Giro kosong kedua, yang mengingatkan bahwa bank akan melakukan penutupan rekening dan mencantumankan nama Penarik dalam Daftar Hitam jika Penarik menarik Cek/Bilyet Giro Kosong untuk ketiga kalinya; c. Surat Pemberitahuan Penutupan Rekening (SPPR), yaitu surat yang berisi informasi terjadinya penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong yang memenuhi kriteria untuk masuk dalam Daftar Hitam (menarik Cek/BG kosong 3 lembar atau lebih dalam kurun waktu 6 bulan atau menarik Cek/BG Kosong 1 lembar dengan nominal di atas Rp. 1 milyar) dan pemberitahuan telah dilakukannya penutupan rekening Penarik, perintah untuk mengembalikan sisa buku Cek/Bilyet Giro yang belum terpakai, pencantuman nama Penarik dalam Daftar Hitam serta dihentikannya hubungan rekening koran Penarik dengan bank. 3. Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong, yaitu daftar yang berisi nama-nama Penarik Cek/Bilyet Giro Kosong yang wajib disampaikan oleh Tertarik kepada Penyelenggara Kliring sebagai pengganti tembusan SKP untuk keperluan Tata Usaha Cek/Bilyet Giro Kosong di Bank Indonesia.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

17

Retur Warkat Kredit Dalam hal terdapat warkat kredit dan atau DKE kredit yang tidak dapat diperhitungkan ke rekening nasabah penerima, misalnya karena adanya kesalahan pengisian sandi peserta, nomor rekening atau jumlah nominal maka penolakannya wajib dilakukan melalui kliring penyerahan berikutnya segera setelah diketahui adanya kesalahan dimaksud dan tidak melalui Kliring Pengembalian.

III. Sistem Kliring Saat ini penyelenggaraan kliring lokal di Indonesia dilakukan dengan menggunakan 4 (empat) macam sistem kliring, yaitu :

Sistem manual; Sistem Manual adalah sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan, pembuatan Bilyet Saldo Kliring serta pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta. Pada proses Sistem Manual, perhitungan kliring akan didasarkan pada warkat yang dikliringkan oleh Peserta kliring.

Sistem Semi Otomasi; Sistem Semi Otomasi, yaitu sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan dan pembuatan Bilyet Saldo Kliring dilakukan secara otomasi, sedangkan pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta. Pada proses Sistem Semi Otomasi, perhitungan kliring akan didasarkan pada DKE yang dibuat oleh peserta kliring sesuai dengan warkat yang dikliringkan.

Sistem Otomasi; Sistem Otomasi, yaitu sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan, pembuatan Bilyet Saldo Kliring dan pemilahan Warkat dilakukan oleh Penyelenggara secara otomasi. Pada proses Sistem Otomasi, perhitungan kliring akan

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

18

didasarkan pada warkat yang dibuat oleh peserta kliring sesuai dengan warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring. D Sistem Kliring Nasional. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut SKNBI adalah sistem Kliring Bank Indonesia yang meliputi Kliring debet dan Kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Penyelenggaraan SKNBI tunduk pada Peraturan Bank Indonesia No. 7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia tanggal 22 Juli 2005. SKNBI untuk pertama kalinya diimplementasikan di wilayah kliring Jakarta pada tanggal 29 Juli 2005. Sampai dengan akhir tahun 2005, seluruh wilayah kliring di Jawa Barat telah diimplementasikan SKNBI. Pelaksanaan implementasi SKNBI untuk wilayah kliring lainnya akan dilaksanakan secara bertahap sampai dengan tahun 2007.

IV.

SISTEM MANUAL Saat ini pengaturan mengenai sistem manual terdapat dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/7/DASP tanggal 24 Februari 2000 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Manual. Pada sistem Manual, pelaksanaan fungsi-fungsi kliring seluruhnya dilakukan secara manual, dengan ciri-ciri sebagai berikut : A. Perhitungan kliring dan pemilahan/penyampaian warkat dilakukan oleh semua peserta; B. Pembuatan dan pencocokan rincian Daftar Warkat Kliring, penyusunan Neraca Kliring serta pembuatan Bilyet Saldo Kliring dilakukan oleh Peserta; C. Penyusunan Neraca Kliring Penyerahan dan Pengembalian Gabungan dilakukan oleh Penyelenggara; D. E. Identitas peserta menggunakan nomor urut kelompok; Menggunakan warkat baku, namun dapat menggunakan standar kertas sekuriti yang lebih rendah bila dibandingkan dengan warkat baku pada sistem otomasi dan elektronik;

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

19

F. G.

Kesalahan perhitungan lebih sering terjadi; Memiliki wakil peserta sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang mempunyai kewenangan untuk membuat, mengubah dan menandatangani Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian, Neraca Kliring Penyerahan/Pengembalian, Bilyet Saldo Kliring serta menandatangani dan mencantumkan nama jelas sebagai tanda terima pada Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian yang diterima dari peserta lain.

FLOW SISTEM KLIRING MANUAL


BANKS
Pertukaran W arkat

PENYELENGGARA

Penyusunan Rekap/ Neraca Kliring

Penyusunan Rekap/ Neraca G abungan Pengecekan dan Penandatanganan BSK

Penyusunan BSK

Penyelesaian Kliring

V.

SISTEM SEMI OTOMASI (SOKL) Saat ini pengaturan mengenai sistem semi otomasi (SOKL) terdapat dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/8/DASP tanggal 4 Mei 2000 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Semi Otomasi. Pada sistem Semi Otomasi, pelaksanaan fungsi-fungsi kliring telah dilakukan dengan menggunakan sarana komputer, dengan ciri-ciri sebagai berikut : A. B. C. D. Peserta merekam data setiap lembar warkat yang akan dikliringkan kedalam disket; Perhitungan kliring dilakukan oleh penyelenggara dibantu komputer; Pembuatan Daftar Kliring oleh peserta; Rekapitulasi, neraca dan Bilyet Saldo Kliring dibuat oleh penyelenggara;

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

20

E. F. G. H.

Perhitungan baik oleh penyelenggara maupun oleh peserta dibantu komputer; Identitas peserta menggunakan sandi bank; Pemilahan/penyampaian warkat melibatkan semua peserta; Menggunakan warkat baku namun dengan standar kertas sekuriti yang lebih rendah dibandingkan sistem otomasi dan elektronik;

I.

Kesalahan perhitungan dapat diminimalkan;

FLOW SISTEM KLIRING SEMI OTOMASI

PENYELENGGARA KLIRING

BANK

Warkat & Daftar Warkat Pilah manual Laporan Hasil Kliring Settlement

Warkat

(Dicocokkan secara manual oleh wakil bank)

Kriteria SOKL Kriteria penerapan SOKL di Kantor Bank Indonesia/bank penyelenggara : 1. Peserta telah memiliki PC; 2. Jumlah peserta dan volume warkat kliring cukup banyak sehingga penyelenggaraan kliring secara manual dipandang tidak lagi efisien dan efektif;

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

21

3. Kondisi listrik di kota tersebut cukup baik dan didukung fasilitas back up yang memadai; 4. Petugas kliring maupun penyelenggara telah memperoleh pelatihan mengenai Semi Otomasi Kliring Lokal (SOKL).

Keuntungan Penyelenggaraan Kliring SOKL Keuntungan sistem SOKL dibandingkan sistem manual adalah : 1. Tidak memerlukan pengisian formulir secara manual; 2. Meringankan beban administrasi peserta kliring; 3. Akurasi dan keamanan data terjamin; 4. Tidak perlu terlalu lama berada di ruang kliring penyelenggara; 5. Jumlah petugas kliring bank dapat diefisienkan; 6. Penyerahan warkat kliring bank dapat dilakukan secara berangsur-angsur selama belum melampaui batas waktu yang ditetapkan; 7. Hasil perhitungan kliring baik Kliring Penyerahan, Kliring Pengembalian (retur) maupun bilyet saldo dapat diproses lebih cepat dan akurat; 8. Waktu pelayanan kepada nasabah dapat diperlonggar; 9. Program Kliring Retur dapat digabungkan dengan administrasi cek/bilyet giro kosong.

VI.

SISTEM OTOMASI Saat ini pengaturan mengenai Sistem Otomasi terdapat dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/7/DASP tanggal 7 Mei 2002 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Otomasi. Pada sistem otomasi ini pemrosesan warkat kliring dilakukan dengan menggunakan mesin baca pilah (reader sorter) yang telah memiliki fasilitas image warkat. Dengan fasilitas image warkat tersebut, setiap warkat yang diproses pada mesin reader sorter akan tertangkap image warkatnya baik bagian depan maupun belakang. Pelaksanaan fungsi-fungsi kliring seperti pemilahan dan perhitungan warkat dibantu oleh mesin baca pilah (reader-sorter) dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

22

A.

Pemilahan

warkat,

penyesuaian

dan

pengecekan

warkat

dilakukan

oleh

penyelenggara B. Laporan kliring dibuat dan dicetak oleh penyelenggara menggunakan mesin baca pilah (reader sorter) dan komputer mainframe C. D. E. Distribusi warkat dilakukan oleh penyelenggara Identitas peserta menggunakan sandi bank Hasil perhitungan kliring lebih cepat dan akurat dibandingkan sitem manual dan SOKL F. Informasi hasil kliring dapat lebih cepat diketahui oleh peserta kliring dengan menggunakan fasilitas Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh/SIKJJ dan Pusat Informasi Pasar Uang/PIPU (khusus KP Jakarta) dan yang dapat diakses secara on line.

FLOW SISTEM KLIRING OTOMASI


PENYELENGGARA KLIRING Bank
Warkat Batches Reader/ Sorter

Automatic interface Clearing Reports

Outsorted Warkat

Settlement

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

23

Dalam upaya memperluas dan memperlancar lalul lintas pembayaran giral sebagai salah satu tugas Bank Indonesia, sistem penyelenggaraan kliring senantiasa dikembangkan agar dapat terwujud sistem dan proses kliring yang lebih efektif dan efisien. Sehubungan dengan perkembangan pembayaran giral di Jakarta yang ditandai dengan adanya pertumbuhan jumlah warkat kliring yang mencapai 6% per tahun dan pertambahan jumlah kantor bank yang cukup significant (pada waktu itu), menyebabkan pelaksanaan kliring secara manual di Jakarta terasa semakin sulit. Sehubungan dengan hal tersebut Direksi Bank Indonesia dengan Surat Keputusan No. 21/9/KEP/DIR tanggal 23 Mei 1988 telah memutuskan untuk mengotomasikan penyelenggaraan kliring lokal dan membakukan warkat kliring di Jakarta. Implementasi sistem otomasi di Jakarta untuk pertama kalinya terjadi pada tanggal 4 Juni tahun 1990. Dalam sistem otomasi, penyelenggaraan kliring memerlukan tersedianya warkat

baku otomasi kliring sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.3/27/DASP tanggal 12 Desember 2001 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti Beberapa keuntungan penerapan penyelenggaraan kliring secara otomasi adalah penyelesaian kliring dapat dilakukan secara cepat dan tidak terlalu terpengaruh oleh bertambahnya jumlah warkat yang diperhitungkan sepanjang volumenya masih sesuai dengan kapasitas mesin reader sorter. Disamping itu penyelenggara dapat memberikan fasilitas yang lebih baik kepada peserta antara lain dengan fasilitas pilah warkat kepada kantor cabang bank peserta. Selain itu kesalahan perhitungan kliring dapat diminimalkan dibandingkan dengan penyelenggaraan secara manual.

Kegiatan Kliring Otomasi Dalam penyelenggaraan kliring secara otomasi, kegiatannya meliputi : A. Kliring Penyerahan, yang meliputi kegiatan 1. Penerimaan dan pengecekan

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

24

Yaitu kegiatan untuk penerimaan dan pengecekan keabsahan petugas yang menyerahkan warkat kliring berdasarkan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) dan pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran bundel warkat di loket. Rangkaian kegiatan yang dilakukan adalah : a. Membandingkan nominal yang tercantum pada bukti penyerahan dengan total nominal yang tercantum pada add list; b. Memeriksa apakah dokumen kliring telah dibubuhi sandi Magnetic Ink Character Recognition (MICR), stempel kliring, time stamps (mesin penera waktu) dan kelengkapan bundel warkat; c. Jika belum lengkap maka bundel warkat dikembalikan kepada petugas bank peserta untuk dilengkapi dan diserahkan kembali ke Bank Indonesia dalam jadwal waktu yang telah ditetapkan; d. Jika semua persyaratan penyerahan warkat telah dipenuhi maka duplikat (lembar kedua) bukti penyerahan di paraf oleh petugas BI dan diserahkan kepada petugas kliring bank peserta sebagai tanda terima; e. Memasukkan bundel warkat debet dan kredit secara terpisah pada tempat masing-masing.

2. Proofing Yaitu kegiatan untuk membaca informasi MICR code line pada bukti penyerahan warkat dengan bantuan mesin reader encoder atau dengan melakukan entry data pada komputer serta mencetak hasilnya yaitu berupa daftar kontrol untuk kemudian digabungkan dengan addlist. Fungsi dari daftar kontrol tersebut adalah sebagai acuan pada kegiatan balancing. adalah : a. Menerima bundel warkat dari petugas penerima warkat di loket; b. Melakukan entry nominal dari bukti penyerahan warkat dan nominal dari kartu batch. Selisih antara keduanya harus nihil, atau nol; Rangkaian kegiatan yang dilakukan

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

25

c. Memisahkan bukti penyerahan dan substitusi/add list dari bundel warkat dan menempatkannya secara terpisah dengan kartu batch/warkat; d. Mencetak daftar kontrol dan menggabungkannya dengan substitusi/add list serta meneruskannya kepada petugas balancing; e. Melakukan kegiatan entry data kembali untuk entry berikutnya dan begitu seterusnya.

3. Persiapan (preparation) Yaitu kegiatan untuk mempersiapkan warkat-warkat yang akan diproses dengan mesin reader sorter yang meliputi kegiatan memisahkan warkat dari lembar substitusi, stapless, karet gelang dan benda-benda lainnya yang dapat mengganggu kelancaran jalannya mesin reader sorter serta memastikan tidak adanya warkat yang terbalik penyusunannya. Rangkaian kegiatan yang dilakukan adalah : a. Mengambil bundel warkat yang telah selesai di proofing; b. Membersihkan bundel warkat dari paper clips, stapless, karet gelang, dll (agar benda-benda tsb tidak mengganggu pada saat proses baca pilah yang dapat menyebabkan mesin menjadi macet, merusak warkat dll); c. Memeriksa apakah dalam bundel warkat debet tercampur warkat kredit dan sebaliknya; d. Memeriksa apakah letak seluruh warkat dalam bundel dimaksud sudah searah (tidak ada yang terbalik); e. Memeriksa apakah ada warkat yang dilampiri dengan tembusan; f. Memeriksa apakah ada warkat yang melekat dengan warkat lainnya; g. Memberikan informasi kepada petugas proofing bahwa untuk runfile yang bersangkutan sudah cukup; h. Mengisi formulir permintaan proses run file dan meneruskan tray yang berisi warkat kepada petugas mesin reader sorter;

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

26

4. Proses Baca Pilah Warkat/Proses on line Yaitu proses membaca, merekam, mengcapture dan memilah secara global (bank level) warkat-warkat kliring dengan mesin reader sorter. Rangkaian kegiatan yang dilakukan adalah : a. Menerima tray yang berisi warkat per run file dari petugas persiapan; b. Mengaktifkan mesin R/S untuk siap dioperasikan; c. Menempatkan warkat-warkat ke dalam mesin untuk siap dibaca, direkam dan dipilah berdasarkan bank tertuju oleh mesin R/S dan selanjutnya mengoperasikan mesin R/S; d. Menempatkan warkat-warkat yang dapat dibaca mesin ke dalam tray sesuai dengan nomor urut poket; e. Menyerahkan warkat-warkat yang tidak dapat dibaca mesin/warkat reject kepada petugas balancing; f. Mempersiapkan mesin kembali untuk proses warkat entry berikutnya.

5. Reject Re-entry Yaitu kegiatan perbaikan data warkat-warkat yang tidak terbaca oleh mesin reader sorter atau tidak terbaca secara sempurna karena kualitas MICR tidak sesuai dengan ketentuan, warkat tidak di encode, warkat terbalik penempatannya, sandi bank tidak dikenal (warkat inkaso), dll yang perbaikannya dilakukan melalui terminal reject re-entry. Rangkaian kegiatan yang dilakukan adalah: a. Open run file yang tertulis pada formulir permintaan proses run file yang diperoleh dari petugas mesin R/S; b. Melakukan perbaikan data warkat reject berdasarkan image warkat pada monitor terminal reject re-entry atau menghapuskan data warkat kliring/ by pass (by pass adalah proses mengeluarkan warkat dari perhitungan kliring karena melanggar ketentuan yang berlaku, seperti warkat inkaso (warkat luar kota), Nota debet dengan nominal di atas Rp. 10 juta, dll);

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

27

c. Mencetak daftar warkat yang ditolak mesin; d. Open run file entry berikutnya.

6. Balancing/Calling over Adalah tahapan kegiatan dalam penyelesaian proses kliring untuk mencari selisih antara nominal pada batch dengan total rincian nominal fisik warkat melalui terminal balancing untuk kemudian mengkoreksinya (balancing). Rangkaian kegiatan yang dilakukan adalah : a. Menerima daftar penyerahan warkat per run file dan add list dari petugas persiapan; b. Menerima bundel warkat reject dari petugas reader sorter; c. Mencari dan menyesuaikan selisih antara bukti penyerahan warkat dengan rincian warkatnya yang disebabkan antara lain adanya warkat by pass, warkat kurang, warkat lebih dll; d. Mengisi formulir surat pemberitahuan atas perubahan yang dilakukan dengan melampirkan data pendung; e. Apabila seluruh run file telah balance, maka buat ICRE data kliring dari database server dan selanjutnya diserahkan ke Bagian Pemrosesan Data Elektronik untuk diproses lebih lanjut; f. Membuat back up database kliring dari server ke tape catriadge serta back up image warkat ke Image Strorage Unit.

7. Penyediaan Informasi Yaitu kegiatan untuk menginformasikan hasil kliring kepada seluruh peserta kliring. Bank dapat melihat informasi hasil kliring tersebut melalui PIPU atau SIKJJ.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

28

8. Proses Pilah Warkat/Proses off line Adalah proses pemilahan warkat dengan mesin reader sorter kepada bank tertuju berdasarkan sandi kantor bank peserta kliring (bank branch level). Rangkaaian kegiatan yang dilakukan adalah : a. Petugas mesin R/S mempersiapkan mesin untuk memilah warkat; b. Memasukkan warkat-warkat yang sudah dipilah menurut bank kedalam mesin dan selanjutnya memilah menurut sandi bank. Warkat yang telah dipilah tersebut disusun dalam tray dan dibatasi dengan sekat pembatasn agar tidak tercampur;

10. Distribusi warkat dan laporan hasil kliring Yaitu kegiatan untuk memasukan fisik warkat dan laporan hasil kliring ke masing-masing amplop bank penerima sesuai dengan sandi bank tertuju untuk kemudian akan diserahkan kepada bank melalui petugas kliring atau jasa kurir yang telah ditunjuk. Flow kegiatan yang dilakukan adalah : a. Memasukkan sampul yang berisi warkat kedalam pigeon hole (kotak-kotak seperti locker dengan nomor sandi) kantor bank masing-masing; b. Memasukkan laporan-laporan hasil perhitungan kliring kedalam sampul kantor masing-masing peserta; c. Setelah semua warkat/laporan sudah dimasukkan kedalam pigeon hole, sampul yang berisi warkat dan laporan hasil kliring tersebut didistribusikan kepada petugas bank-bank/jasa kurir dengan terlebih dahulu mengisi formulir pengambilan.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

29

B I

BAHAN PRESENTASI KLIRING

23

FLOW PROSES WARKAT DI PENYELENGGARA


Penerimaan Warkat Proofing Persiapan Warkat On-Line Reader Sorter Reject Re-entry

Distribusi Warkat

Distribusi ke Pigeon Hole

Off-Line Sorter

Early Warning

Balancing

B. Kliring Pengembalian (retur) Penyelenggaraan kliring pengembalian (retur) pada sistem kliring otomasi dilaksanakan dengan sistem SOKL. Rangkaian kegiatan yang dilakukan pada Kliring Pengembalian (Retur) adalah : 1. Penerimaan warkat kliring pengembalian dan rekaman data; d. Menerima warkat dan rekaman disket yang berisi data warkat yang ditolak serta daftar warkat yang ditolak dengan alasan kosong; e. Merekam disket dan meneliti kecocokan antara lembar dan nominal yang ada di tampilan layar komputer dengan bukti penyerahan rekaman warkat kliring pengembalian; f. Jika sama, duplikat bukti penyerahan ditandatangani oleh petugas BI dan diserahkan pada petugas kliring sebagai tanda terima beserta dengan rekaman disket.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

30

2. Pemilahan warkat a. Memilah warkat secara manual dengan berpedoman pada stempel kliring yang tertera pada warkat; b. Menghitung jumlah lembar warkat; 3. Pencetakan Laporan a. Bilyet Saldo Kliring Pengembalian; b. Rekapitulasi Kliring Pengembalian; c. Daftar Bilyet Saldo Kliring Bagian Akunting; d. Melakukan penelitian kebenaran jumlah fisik warkat dengan jumlah lembar warkat yang tercantum pada laporan; e. Mencetak laporan tentang koreksi yang diperlukan. 4. Pengepakan Yaitu melakukan pengepakan warkat dan laporan hasil kliring pengembalian. 5. Pendistribusian Mendistribusikan warkat dan laporan hasil kliring pengembalian kepada masingmasing peserta.

VII. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut SKNBI adalah sistem Kliring Bank Indonesia yang meliputi Kliring debet dan Kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.

A. Prinsip Umum SKNBI 1. Penyelenggaraan kliring terdiri dari kegiatan kliring debet dan kliring kredit. Kegiatan pada kliring debet masih disertai dengan penyampaian fisik warkat, sedangkan pada kliring kredit dilakukan secara paperless.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

31

2. Dasar perhitungan kliring pada SKNBI adalah Data Keuangan Elektronik (DKE). 3. Penyampaian DKE oleh peserta kepada penyelenggara dapat dilakukan secara on line atau off line. 4. Bank wajib melakukan pendanaan awal (prefund) sebelum mengikuti kegiatan kliring debet dan kliring kredit. Penyediaan prefund pada kliring kredit dapat dilakukan dalam bentuk cash prefund, dan pada kliring debet dalam bentuk cash prefund atau collateral prefund. 5. Jumlah minimum prefund yang harus disetorkan oleh bank pada kliring kredit adalah Rp 1,00 (satu rupiah). Adapun pada kliring debet ditetapkan sebesar incoming debet harian terbesar dalam 12 bulan terakhir 6. Terhadap bank yang tidak dapat memenuhi kewajiban pendanaan awal (prefund), tidak dapat mengikuti kegiatan pada kliring debet dan kliring kredit pada hari tersebut.

B. Perbedaan SKNBI dengan sistem kliring lain adalah sebagai berikut: 1. SKNBI memisahkan penyelenggaraan kliring antara kliring debet dan kliring kredit. Pada sistem kliring lain, kliring debet dan kliring kredit diselenggarakan secara terintegrasi. Khusus untuk kliring kredit, dilaksanakan tanpa disertai penyampaian fisik warkat (paperless), sedangkan pada kliring debet, fisik warkat masih tetap disampaikan pada penyelenggara kliring atau dipertukarkan antar peserta. 2. Perhitungan kliring pada SKNBI dilaksanakan secara nasional. Perhitungan kliring kredit dilakukan secara nasional oleh Penyelenggara Kliring Nasional. Adapun perhitungan kliring debet dilakukan oleh masing-masing Penyelenggara Kliring Lokal. 3. Penyelesaian akhir (setelment) pada SKNBI terpisah antara kliring kredit dan kliring debet. Setelmen kliring kredit dilakukan secara nasional berdasarkan Bilyet Saldo Kliring (BSK) Nasional dan dimungkinkan untuk melakukan lebih dari satu kali setelmen. Sedangkan setelmen untuk kliring debet dilakukan satu kali berdasarkan BSK Nasional yang merupakan gabungan dari BSK Lokal. 4. Penyelenggara SKNBI dibedakan atas Penyelenggara Kliring Nasional dan Penyelenggara Kliring Lokal.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

32

5. Adanya mekanisme failure to settle dalam penyelenggaraan SKNBI. Melalui mekanisme ini, bank diwajibkan untuk menyediakan pendanaan awal sebelum melakukan kegiatan kliring. Terhadap bank yang tidak dapat memenuhi kewajiban pendanaan awal, maka bank tersebut beserta seluruh kantornya tidak dapat mengikuti kegiatan kliring pada hari itu.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

33

BAB III WARKAT, DOKUMEN KLIRING, DKE DAN PENCETAKAN WARKAT I. Warkat Warkat kliring adalah alat atau sarana yang dipakai dalam lalu lintas pembayaran giral yang diperhitungkan dalam kliring. Beberapa warkat kliring merupakan instrumen surat berharga atau surat yang mempunyai nilai dan dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran yang lazim digunakan dalam transaksi perdagangan baik antar nasabah maupun antar bank, yaitu meliputi : 1. Cek; 2. Bilyet Giro; 3. Surat Bukti Penerimaan Transfer (SBPT); 4. Wesel Bank Untuk Transfer (WBUT); 5. Nota Debet; 6. Nota Kredit. Secara umum warkat kliring dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu Warkat Kredit (Nota Kredit) dan Warkat Debet (seluruh warkat selain nota kredit).

A.

Jenis Warkat Kliring 1. Cek Cek dalam kliring termasuk warkat debet yang lazim dipergunakan dalam pembayaran antar bank maupun antar nasabah. Cek adalah surat perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah dana yang tercantum dalam cek. Penarikan cek dapat dilakukan baik "atas nama" maupun "atas unjuk" dan merupakan surat berharga yang dapat diperdagangkan (negotiable paper)

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

34

Pemindahan hak atas cek dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu untuk cek atas nama, pemindahan haknya dapat dilakukan dengan cara endosement, sedangkan untuk cek atas unjuk, pemindahan haknya hanya dengan memindahkan cek dari tangan ke tangan tanpa membutuhkan adanya endosemen. a. Syarat Formal cek Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 178 KUHD setiap cek harus memenuhi syarat formal sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Nama "Cek" harus termuat dalam teks; Perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu; Nama orang yang harus membayarnya (nama Tertarik); Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan; Tanggal dan tempat cek ditarik; Tanda tangan orang yang mengeluarkan penarik). b. Penarikan kembali suatu cek Penarik cek wajib menyediakan dana yang cukup dalam rekeningnya pada bank tertarik mulai dari tanggal penarikan sampai dengan tanggal kadaluarsa kecuali ditarik kembali sebagamana dimaksud dalam pasal 209 KUHD; c. Daluarsa Cek Daluarsa cek dihitung setelah lewat waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak mulai tanggal berakhirnya tenggang waktu pengunjukkan, sedangkan tenggang waktu pengunjukkan adalah 70 (tujuh puluh) hari sejak tanggal penarikan. Dalam perkembangannya di Indonesia, cek yang dipergunakan dalam transaksi pembayaran giral berkembang meliputi cek perjalanan (Rupiah cek (tanda tangan

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

35

Travels cek), cek deviden, cek cinderamata (gift cheque) dan jenis cek lainnya yang penggunaannya dalam kliring disetujui oleh Bank Indonesia.

2.

Bilyet Giro Bilyet giro dalam kliring termasuk warkat debet yang lazim dipergunakan sebagai alat pembayaran antar bank maupun antar nasabah. Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk

memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya. a. Syarat formal Bilyet Giro Sesuai dengan ketentuan Pasal Pasal 2 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro, ditentukan bahwa Bilyet giro harus memenuhi syarat formal sebagai berikut : 1) 2) 3) Nama "Bilyet Giro" dan nomor Bilyet Giro yang bersangkutan; Nama tertarik; Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk memindahbukukan dana atas beban rekening penarik; 4) 5) 6) Nama dan nomor rekening pemegang; Nama bank penerima; Jumlah dana yang dipindahkan baik dalam angka maupun dalam huruf selengkap-lengkapnya; 7) 8) Tempat dan tanggal penarikan; Tanda tangan, nama jelas dan atau dilengkapi dengan cap/stempel dengan persyaratan pembukaan rekening.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

36

b.

Pembatalan Bilyet Giro Penarik tidak bileh membatalkan Bilyet Giro selama dalam tenggang waktu penawaran, yaitu : 1) Tenggang waktu penawaran Bilyet Giro adalah 70 (tujuh puluh hari) terhitung sejak tanggal penarikan; 2) Bilyet Giro yang ditawarkan kepada bank sebelum tanggal efektif atau sebelum tanggal penarikan harus ditolak oleh bank, tanpa memperhatikan tersedia atau tidaknya dana dalam rekening penarik; 3) Bilyet Giro yang diterima oleh bank setelah tanggal berakhirnya tenggang waktu penawaran dapat dilaksanakan perintahnya sepanjang dananya tersedia dan tidak dibatalkan oleh penarik. Pembatalan Bilyet Giro hanya dapat dilakukan tanggang waktu penawaran setelah berakhirnya

dengan suatu surat pembatalan yang

ditujukan kepada bank tertarik dengan menyebutkan nomor Bilyet Giro, tanggal penarikan dan jumlah dana yang dipindahkan. c. Daluarsa Bilyet Giro Daluarsa Bilyet Giro dihitung setelah lewat waktu 6 (enam) bulan terhitung mulai tanggal berakhirnya tanggang waktu penawaran. Termasuk dalam jenis Bilyet Giro ini adalah Bilyet Giro Bank Indonesia (BGBI) yang merupakan fasilitas yang diberikan Bank Indonesia kepada bank atas pembukaan rekening giro di Bank Indonesia. 3. Wesel Bank Untuk Transfer Warkat kliring ini termasuk warkat debet dan sangat jarang (hampir tidak pernah) digunakan dalam pelaksanaan kliring. Wesel bank untuk transfer adalah wesel yang diterbitkan oleh bank khusus untuk sarana transfer.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

37

4.

Surat Bukti Penerimaan Transfer Warkat kliring ini termasuk warkat debet dan sangat jarang (hampir tidak pernah) digunakan dalam pelaksanaan kliring. Surat Bukti Penerimaan Transfer adalah surat bukti penerimaan transfer dari luar kota yang dapat ditagihkan kepada bank peserta penerima dana transfer melalui kliring lokal.

5.

Nota Debet Warkat kliring ini termasuk warkat debet dan lazimnya digunakan hanya dalam transaksi antar bank. Nota Debet adalah warkat yang digunakan untuk

menagih dana pada bank lain untuk untung bank atau nasabah bank yang menyampaikan warkat tersebut. Nota debet yang dikliringkan lazimnya telah terlebih dahulu diperjanjikan dan dikonfirmasikan terlebih dahulu oleh bank yang menyampaikan nota debet dimaksud kepada bank yang akan menerima nota debet untuk menghindarkan terjadinya penolakan warkat atau

perselisihan. Nota Debet dahulu lazim digunakan untuk pencairan kembali surat sanggup (aksep/promes) yang dilakukan dengan cara penerbitan nota debet oleh peserta yang memberikan pinjaman (kreditur) untuk menagih pelunasan transaksi PUAB oleh debitur. Selanjutnya, mengingat terdapat penyimpangan dalam penggunaan Nota Debet, yaitu Nota Debet diterbitkan tanpa adanya transaksi yang memiliki dasar hukum yang sah (transaksi fiktif) yang memang sejak semula hanya dimaksudkan untuk mendebet banknya sendiri atas beban Bank Indonesia (saldo overdraft) untuk kepentingan pemilik bank ybs. Sehubungan dengan hal-hal tersebut, maka dalam Surat Edaran No. 31/4/UAK tanggal 4 April 1998 perihal Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring juncto Surat Edaran No. 31/10/UAK tanggal 29 April 1998 perihal Penggunaan Nota Debet di Atas Rp. 10.000.000,00 (Sepuluh juta) juncto Pasal 6 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia No. 1/3/PBI/1999 juncto Surat Edaran NO. 1/10/DASP tanggal 31

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

38

Desember 1999 perihal Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring, diatur sebagai berikut : a. Nota Debet adalah warkat yang digunakan untuk menagih dana pada bank lain untuk untung bank pengirim atau untuk untung nasabah bank pengirim; b. Nota Debet yang dapat diproses melalui kliring dibatasi pada Nota Debet dengan nominal setinggi-tingginya bernilai nominal Rp. 10.000.000.,00 (sepuluh juta rupiah) dan tidak dapat digunakan untuk transaksi PUAB. Dengan demikian pencairan kembali surat sanggup (aksep/promes) atau pembayaran kembali pinjaman dalam rangka transaksi PUAB juga tidak dapat dilakukan dengan menerbitkan nota debet oleh pihak yang memberikan pinjaman, tetapi dilakukan dengan penerbitan nota kredit oleh peminjam pada tanggal jatuh tempo yang diikuti dengan pengembalian surat sanggup (aksep/promes) kepada peminjam secara lansung setelah pihak yang meminjamkan menerima nota kredit tersebut. c. Nota debet dengan nominal di atas Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) masih dapat dipergunakan dalam kliring dengan ketentuan diterbitkan oleh Bank Indonesia dan ditujukan kepada bank atau nasabah bank yang berisi : 1) Tagihan realisasi dan atau biaya-biaya yang berhubungan dengan pembukaan atau perubahan L/C impor; 2) Tagihan pokok dan atau bunga kredit likuiditas Proyek Kredit Mikro (KL PKM), Kredit Likuiditas Program Kredit Modal Kerja Bank Indonesia Dalam Rangka Pengembangan Bank Perkreditan Rakyat (KL KMK-BPR), Pembiayaan Likuiditas Pembiayaan Modal Kerja dalam Rangka Pengembangan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (PL PMK-BPRS), Kredit Likuiditas Kredit kepada Pengusahan Kecil dan Mikro melalui Bank Perkreditan Rakyat (KL KPKM-BPR), dan Pembiayaan Likuiditas Pembiayaan Kepada

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

39

Pengusahan Kecil dan Pengusaha Mikro melalui Bank Perkreditan Rakyat Syariah (KL KPKM-BPRS). d. Pelunasan tagihan-tagihan selain yang dimaksud dalam huruf c, apabila dilakukan melalui kliring maka harus dilakukan dengan menerbitkan nota kredit oleh pihak yang berhutang/pihak peminjam atau dengan memperhitungkan cek atau bilyet giro yang diterbitkan oleh pihak yang berhutang/pihak peminjam. e. Bank yang menyampaikan warkat atau DKE nota debet dalam kliring yang tidak sesuai dengan ketentuan dan atau bank yang menerima warkat atau DKE nota debet dalam kliring yang tidak sesuai dengan ketentuan dan tidak melakukan penolakan atas nota debet dimaksud, dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran. 6. Nota Kredit Warkat kliring ini merupakan satu-satunya warkat kredit, yaitu warkat kliring yang lazim digunakan untuk transaksi antar bank maupun antar nasabah bank. Warkat Kredit adalah warkat yang digunakan untuk menyampaikan dana pada bank lain (transfer) untuk untung bank atau nasabah bank yang menerima warkat tersebut. B. Syarat Warkat 1. Dinyatakan dalam mata uang rupiah; 2. Telah dapat ditagih pada saat dikliringkan; 3. Telah dibubuhi cap atau stempel kliring. C. Pembakuan Warkat Warkat yang dikliringkan yang lazimnya disebut warkat baku wajib memenuhi spesifikasi teknis warkat yang antara lain meliputi jenis dan kualitas kertas, ukuran,

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

40

rancang bangun, garis batas, jenis tinta serta jenis angka dan simbol magnetic ink character recognition (MICR) sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia No. 1/3/PBI/1999 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/27/DASP tanggal 12 Desember 2001 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. Setiap pembuatan dan pencetakan warkat khususnya untuk warkat sistem otomasi dan sistem elektronik untuk pertama kali dan atau perubahannya oleh peserta wajib memperoleh persetujuan secara tertulis dari Bank Indonesia. Kebijakan ini diterapkan mengingat mesin reader sorter (baca pilah) yang memproses warkat baku pada sistem otomasi dan elektronik sangat sensitif sehingga dikhawatirkan warkat yang tidak memenuhi spesifikasi teknis dimaksud dapat menyebabkan terhambatnya proses kliring. Spesifikasi Teknis Warkat Setiap warkat wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut : a. Kertas Kualitas kertas yang digunakan harus memenuhi The London Clearing Banks Paper Spesification No. 1 atau dikenal dengan nama CBS 1 (96 gsm). Khusus untuk warkat pada penyelenggaraan kliring lokal dengan menggunakan sistem manual dan semi otomasi, selain dapat

menggunakan kertas CBS 1 juga dapat menggunakan kertas sekuriti (security paper) 90 gsm. Yang dimaksud dengan kertas sekuriti adalah kertas yang dipakai untuk mencetak dokumen sekuriti yang memiliki ciri pengaman untuk menangkal usaha pemalsuan baik dengan cara peniruan maupun manipulasi. b. Ukuran Ukuran warkat yang dapat digunakan merupakan ukuran seragam untuk semua jenis warkat, yaitu panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 2 (dua tiga per empat) inci dengan ketebalan 0,12 mm 0,13 mm (warkat kecil). Khusus untuk Nota Kredit dapat pula digunakan ukuran panjang 8

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

41

(delapan) inci dan lebar 32/3 (tiga dua pertiga) inci (warkat besar). Khusus untuk warkat pada penyelenggaraan kliring lokal dengan menggunakan sistem manual dan semi otomasi tidak ditentukan standar ketebalan warkatnya.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

42

c.

Rancang Bangun Pembakuan warkat tidak dimaksudkan untuk membakukan redaksi yang tercantum dalam warkat melainkan untuk lebih memudahkan

pengenalannya dan pemeriksaan warkat maupun sandi/informasi yang tercantum didalamnya. Adapun rancang bangun warkat perlu

memperhatkan hal-hal sebagai berikut : penempatan dan pencetakan nilai nominal warkat, nama/logo bank penerbit, nomor seri warkat, ruangan tanda tangan serta kemungkinan personalisasi nasabah. d. Clear Band Clear band adalah ruang kosong pada bagian bawah setiap warkat selebar 5/8 (lima per delapan) inci diukur dari batas bawah warkat dan disediakan khusus untuk pencetakan angka dan simbol MICR E-13B. Khusus untuk warkat kliring yang digunakan pada penyelenggaraan kliring lokal dengan menggunakan sistem manual dan semi otomasi, pengisian MICR pada clear band tidak perlu dilakukan sehingga penandatanganan dan penulisan nama penarik dapat melewati clear band. e. Garis Batas Sebuah garis batas sejajar batas bawah sepanjang warkat harus dicetak pada ukuran 1/8 (satu per delapan) inci di atas batas atas clear band. f. Pembedaan Warna Untuk mempermudah mengenali dan membedakan warkat dalam pengolahan di tempat peserta pengirim, penyelenggara maupun peserta penerima warkat, maka pada sudut kanan atas warkat dari jenis Nota Kredit harus diberi tanda dengan bentuk segitiga siku-siku berwarna merah tua degan ukuran sisi tegak masing-masing 1,5 (satu setengah) centimeter. g. Pertinggal (cheque stub)

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

43

Untuk keperluan administrasi terhadap penarikan atau penerbitan cek/bilyet giro pada setiap lembar warkat dapat ditambahkan lembar pertinggal yang dapat ditempatkan pada sebelah kiri atau sebelah atas warkat atau diadministrasikan di bagian depan/belakang bundel warkat atau berupa carbonized paper. h. Perforasi Untuk menghindari kerusakan warkat pada waktu pengolahan oleh mesin baca pilah dan atau MICR encoder/reader-encoder pada sistem otomasi dan elektroni, perforasi untuk memisahkan warkat dengan lembar pertinggal dapat ditempatkan pada sebelah kiri atau sebelah atas warkat. i. Pencantuman informasi dalam bentuk MICR diatur sebagai berikut :

4.

Jenis Warkat dan Sandi Transaksi Jenis Warkat Sandi Transaksi 00 - 09 10 - 19 20 - 29 30 - 39 40 - 49, kecuali 45 45 50 - 59

Cek Bilyet Giro Wesel Bank Untuk Transfer Surat Bukti Penerimaan Transfer Nota Debet < Rp. 10.000.000,00
> Rp. 10.000.000,00

Nota Kredit
Field Informasi Pada Warkat

Field informasi pada warkat dicetak dari kanan ke kiri pada bagian clear band warkat dengan menggunakan mesin MICR encoder menjadi 5 jenis informasi dengan urutan sebagai berikut :

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

44

Nomor seri warkat Sandi Peserta Nomor rekening Sandi Transaksi Nilai nominal
Cara pencantuman sandi MICR

6 digit 7 digit 10 digit 2 digit 14 digit

Pencantuman sandi MICR pada warkat oleh peserta yang menyerahkan diatur sebagai berikut :

Cek, hanya nilai nominal BG hanya nilai nominal

umumnya informasi selain nilai nominal telah dicetak (preprinted) oleh bank penerbit

Wesel bank untuk transfer, semua jenis informasi Surat Bukti Penerimaan Transfer, semua jenis informasi Nota Debet, semua jenis informasi Nota Kredit, semua jenis Informasi

II.

Dokumen Kliring Dalam proses kliring selain digunakan warkat baku sebagaimana tersebut di atas, digunakan pula berbagai jenis dokumen kliring (dahulu dikenal sebagai dokumen kontrol atau formulir kliring) sebagai alat bantu dalam proses perhitungan kliring. Dokumen kliring yang disampaikan oleh peserta harus memuat informasi identitas peserta yang menyerahkan.

A.

Jenis Dokumen Kliring Jenis dokumen kliring yang digunakan dalam kegiatan kliring adalah sebagai berikut: 1. Dalam sistem Otomasi adalah : a. b. Bukti Penyerahan Warkat Debet Kliring Penyerahan (BPWD); Bukti Penyerahan Warkat Kredit Kliring Penyerahan (BPWK);

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

45

c. d. e. 2.

Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Pengembalian (BPRWKP); Lembar Substitusi; Kartu Batch.

Dalam sistem Semi Otomasi, adalah : a. b. c. d. e. f. g. Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Penyerahan; Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Penerima; Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Pengirim; Bukti Rekaman Warkat Tolakan Kliring Pengembalian; Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank Penerima; Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank Pengirim; Daftar Warkat Yang Ditolak dengan Alasan Kosong.

3.

Dalam Sistem Manual, adalah : Daftar warkat kliring penyerahan/pengembalian.

B.

Manfaat Dokumen Kliring Dalam Sistem Otomasi dan Elektronik, adalah : 1. Bukti Penyerahan Warkat a. Digunakan sebagai tanda bukti penyerahan warkat untuk setiap bundel (batch) warkat dari peserta kepada penyelenggara; b. c. Diisi dalam rangkap dua oleh peserta yang menyerahkan warkat; Lembar asli yang diisi informasi dalam bentuk sandi MICR, merupakan Bukti Penyerahan warkat kepada penyelenggara; d. Lembar kedua merupakan Bukti Penerimaan Warkat, yang setelah ditandatangani oleh penyelenggara diserahkan kembali kepada petugas yang menyerahkan warkat; e. Informasi lengkap yang harus dicantumkan pada Bukti Penyerahan Warkat oleh peserta adalah : 1) Nama dan sandi peserta;

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

46

2) 3) 4) f.

Tanggal kliring; Nilai Nominal; Tanda tangan dan nama jelas petugas yang menyerahkan.

Pencantuman informasi dalam bentuk sandi MICR yang semula diisi dengan informasi sandi bank/kantor peserta pengirim, sandi transaksi debet/kredit (60/61) dan nilai nominal, diubah menjadi sama dengan pencantuman informasi pada kartu batch.

2.

Lembar Substitusi (bukti penjumlahan) Untuk mempermudah pencarian selisih yang terjadi pada proses warkat di mesin reader sorter (baca pilah), peserta yang menyerahkan warkat harus melampirkan bukti penjumlahan nilai nominal warkat yang terdapat pada setiap bundel/batch yang diserahkan.

3.

Kartu Batch a. Kartu batch dalam proses otomasi perhitungan kliring digunakan sebagai alat bantu untuk mempermudah proses penelitian (balancing) setiap bundel warkat yang diserahkan peserta; b. Setiap kartu batch dibuat untuk lebih kurang 200 lembar warkat kliring yang diserahkan; c. Untuk setiap bundel warkat debet dan warkat kredit yang diserahkan masing-masing dibuatkan kartu batch; d. e. Setiap peserta dapat menyerahkan lebih dari satu bundel warkat kliring; Pencantuman informasi dalam bentuk sandi MICR diatur sebagai berikut: 1) Nomor warkat a) Tiga digit pertama diisi dengan angka 000;

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

47

b)

Tiga digit terakhir diisi dengan 3 digit pertama sandi peserta yang menyerahkan;

2)

Sandi bank/kantor peserta a) Tiga digit pertama dengan angka 3 digit sandi kantor peserta tanpa angka penguji; b) Empat digit terakhir diisi dengan angka 9999;

3) 4)

Sandi transaksi diisi dengan angka 96; Nilai nominal diisi dengan hasil penjumlahan nominal warkat kliring yang dilampirkan.

C.

Spesifikasi Teknis Dokumen Kliring 1. Dokumen Kliring Sistem Otomasi Dokumen kliring yang digunakan pada penyelenggaraan kliring lokal dengan menggunakan sistem otomsi dan elektronik, kecuali BPRWKP dan lembar substitusi, harus memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut : a. Kertas Kualitas kertas yang digunakan harus memenuhi The London Clearing Banks Paper Spesification NO. 1 /CBS 1 (96 gsm). b. Ukuran Ukuran dokumen kliring yang digunakan merupakan ukuran seragam untuk semua jenis dokumen kliring, yaitu panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 2 (dua tiga per empat) inci dengan ketebalan 0,12 mm 0, 13 mm. c. Rancang Bangun Pembakuan dokumen kliring tidak dimaksudkan untuk membakukan redaksi yang tercantum dalam dokumen kliring, melainkan untuk lebih memudahkan pengenalan dan pemeriksanaan dokumen kliring maupun sandi/informasi yang tercantum di dalamnya. Rancang bangun dokumen

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

48

kliring perlu memperhatikan penempatan nilai nominal, logo dan nama bank penerbit, pembedaan warna antara dokumen kliring kredit (warna merah tua) dan dokumen kliring debet (hijau), nomor seri, ruangan tanda tangan dan clear band. Khusus untuk BPRWKP merupakan print out (hasil cetakan) dari sistem semi otomasi yang wajib menggunakan printer dot matrix minimal kualitas cetaknya 3000 cps. Khusus untuk lembar substitusi dapat menggunakan kertas HVS minimal 60 gsm warna putih, tanpa mencantumkan logo dan nama bank. Jenis dokumen kliring BPWD dan BPWK dibuat rangkap 2 (dua) dengan menggunakan carbonized paper. Untuk lembar keduanya tidak memenuhi spesifikasi teknis kertas sebagaimana tersebut di atas. 2. Dokumen Kliring Sistem Semi Otomasi Dokumen kliring yang digunakan pada penyelenggaraan kliring lokal dengan menggunakan sistem semi otomasi merupakan hasil cetakan (print out) hasil pengolahan rekaman warkat melalui aplikasi dari sistem kliring semi otomasi yang pencetakannya wajib menggunakan printer dot matrix minimal kualitas cetaknya 300 cps. 3. Dokumen Kliring Sistem Manual Dokumen kliring yang digunakan pada penyelenggaraan kliring lokal dengan menggunakan sistem manual wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut : a. Kertas Kualitas kertas yang digunakan untuk lembar pertama adalah jenis kertas HVS minimal 60 gsm warna putih, sedangkan untuk lembar kedua dan ketiga menggunakan carbonized paper. wajib

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

49

b.

Ukuran Ukuran dokumen kliring yang digunakan yaitu panjang 27 (dua puluh tujuh) centimeter dan lebar 81/2 (delapan setengah) centimeter.

c.

Rancang Bangun Pembakuan dokumen kliring tidak dimaksudkan untuk membakukan redaksi yang tercantum dalam dokumen kliring, melainkan untuk lebih memudahkan pengenalan dan pemeriksaan dokumen kliring maupun sandi/informasi yang tercantum di dalamnya. Rancang bangun dokumen kliring harus memperhatikan pencantuman nama bank penerbit, keterangan Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian, Keterangan Debet/Kredit, Nilai Nominal dan ruangan tanda tangan dan nama jelas.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

50

BAB IV PENYELENGGARA

Berdasarkan Pasal 17 UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia disebutkan

bahwa

penyelenggaraan kegiatan kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. Selanjutnya dalam Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia No. 1/3/PBI/1999 disebutkan bahwa Penyelenggara di wilayah kliring yang terdapat kantor Bank Indonesia adalah Bank Indonesia. Sedangkan Penyelenggara di wilayah kliring yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia adalah pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. Adapun yang dimaksud dengan pihak lain adalah badan hukum baik Bank maupun bukan Bank, yang memiliki kemampuan untuk menyelenggarakan kliring. Untuk sementara, pihak lain yang diberi kesempatan untuk menyelenggarakan kliring sebagaimana dimaksud dalam Bank Indonesia hanya memberi kesempatan kepada bank untuk mengajukan permohonan menjadi penyelenggara kliring di wilayah kliring yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia.

I.

Bank Indonesia Sebagai Penyelenggara Kliring Seluruh kantor Bank Indonesia merupakan penyelenggara kliring. Sistem penyelenggaraan kliring oleh Bank Indonesia dibedakan atas 3 (macam) yaitu SKNBI, sistem otomasi, dan SOKL. Bank Indonesia dapat membatalkan sebagian atau seluruh perhitungan kliring dan atau penyelesaian akhir dari peserta tertentu, apabila diperoleh informasi bahwa transaksi yang diperhitungkan dalam kliring melanggar ketentuan yang berlaku dan akan memberitahukan perihal pembatalan tersebut kepada bank yang bersangkutan. Bank Indonesia berwenang pula untuk memberikan keputusan terakhir dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara 2 (dua) atau lebih Peserta Kliring mengenai dapat tidaknya suatu warkat atau DKE diperhitungkan dalam kliring lokal.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

51

II.

Pihak Lain Sebagai Penyelenggara Kliring (Bank)1 Penyelenggaraan kliring dapat dilakukan oleh pihak lain selain Bank Indonesia. Penyelenggaraan kliring oleh selain Bank Indonesia antara lain karena di suatu wilayah tidak terdapat Kantor Bank Indonesia sehingga kantor-kantor bank yang ada di wilayah tersebut tidak dapat mengikuti kegiatan kliring di Kantor Bank Indonesia terdekat.

A.

Persyaratan Penyelenggaraan Kliring Lokal 1. Penyelenggaraan kliring di suatu wilayah harus didukung oleh adanya kebutuhan penyelenggaraan kliring di wilayah tersebut. Untuk itu harus ada kesepakatan dari kantor-kantor Bank di wilayah yang bersangkutan terlebih dahulu secara tertulis mengenai pentingnya penyelenggaraan kliring di wilayah tersebut dan kesepakatan mengenai kantor Bank yang diusulkan menjadi Penyelenggara. 2. Mempunyai kesiapan dari segi organisasi yang memungkinkan

ditempatkannya kegiatan penyelenggaraan kliring lokal kedalam suatu unit tersendiri dan dapat menyediakan sumber daya manusia yang mempunyai pemahaman mengenai kliring lokal serta mempunyai sistem administrasi yang memadai. 3. Memiliki ruangan dan peralatan yang mendukung pertukaran warkat dan atau DKE antar peserta serta memiliki peralatan komunikasi yang memadai sekurang-kurangnya berupa telepon, faksimili dan teleks. 4. Memiliki tempat penyelenggaraan kliring lokal yang mudah dijangkau oleh peserta sehingga dapat diselenggarakan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan dan tempat penyelenggaraan kliring lokal tersebut dapat terpisah dari lokasi kantor bank.

Ketentuan mengenai penyelenggaraan kliring oleh Selain Bank Indonesia diatur dalam SE BI No. 7/29/DASP tanggal 7/29/DASP tanggal 22 Juli 2005 untuk wilayah yang sudah menerapkan SKNBI; dalam SE BI No. 1/4/DASP tanggal 29 November 1999 dan SE BI No. 3/25/DASP untuk wilayah yang belum menerapkan SKNBI.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

52

B.

Bantuan Keuangan dan Biaya Kliring Bank Indonesia memberikan bantuan keuangan kepada setiap penyelenggara yang mengunakan sistem manual sebesar Rp. 1.750.000,00 (satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) per bulan, dan kepada penyelenggara yang menggunakan sistem semi otomasi sebesar Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) per bulan melalui kantor pusat penyelenggara. Dalam hal penyelenggara mendapat bantuan keuangan dari Bank Indonesia, maka penyelenggara tidak diperkenankan untuk mengenakan biaya kliring kepada peserta. Dalam hal jumlah rata-rata perputaran warkat kliring penyerahan per hari telah mencapai lebih dari 500 (lima ratus) lembar selama 6 (enam) bulan berturut-turut, Bank Indonesia akan menghentikan bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1. Sebagai gantinya penyelenggara dapat mengenakan biaya kepada peserta yang jenis dan besarnya sama dengan jenis dan besarnya biaya yang dibebankan Bank Indonesia kepada peserta dalam sistem kliring yang sama2.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

53

BAB V BIAYA KLIRING

I.

Biaya Kliring Pada Penyelenggaraan Kliring Non SKNBI 3 Penyelenggara dapat mengenakan biaya kliring lokal kepada peserta yang dapat terdiri dari biaya administrasi, biaya proses dan biaya lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan kliring lokal. Jenis dan besarnya biaya kliring lokal yang dikenakan kepada setiap Peserta adalah sebagai berikut: A. Jenis dan Besarnya Biaya Kliring

Kliring Lokal Secara Otomasi 1. Biaya administrasi sebesar Rp.25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per bulan yang dibebankan kepada setiap Peserta Langsung maupun Peserta Tidak Langsung. 2. Biaya proses terdiri dari : a. Biaya proses warkat kliring penyerahan sebesar Rp.500,00 (lima ratus rupiah) per warkat. Khusus untuk warkat kredit pada kliring penyerahan nominal besar, biaya proses warkat sebesar Rp.10.000,00 (seratus ribu rupiah) per warkat; b. Biaya proses warkat kliring pengembalian sebesar Rp.5.000,00 (lima ribu rupiah) per warkat 3. Peserta dikenakan biaya penggantian pembuatan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) sebesar Rp.17.500,00 (tujuh belas ribu lima ratus rupiah) untuk TPPK

Ketentuan ini dicabut dengan SE BI No. 7/29/DASP tanggal 22 Juli 2005 dimana dalam penyelenggaraan SKNBI penyelenggara tidak diperkenankan untuk mengenakan biaya kepada peserta, dan bantuan keuangan untuk penyelenggaraan SKNBI adalah sebesar Rp 5.000.000,00 per bulan.

Diatur dalam SE BI No.2/9/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal Biaya Kliring yang telah disempurnakan dengan SE BI No.4/3/DASP tanggal 11 Februari 2002 perihal Perubahan SE No.2/9/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal Biaya Kliring.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

54

4. yang dilengkapi dengan magnetic stripe dan Rp.5.000,00 (lima ribu rupiah) untuk TPPK tanpa magnetic stripe. 5. Dalam hal terdapat warkat yang ditolak oleh mesin (reject) dan jumlah warkat reject tersebut melebihi 2% (dua persen) dari warkat yang diserahkan maka Peserta yang bersangkutan dikenakan biaya pemrosesan warkat reject sebesar Rp.1.000,00 (seribu rupiah) per warkat, sesuai dengan peranan Peserta dalam mencantumkan sandi MICR dengan ketentuan sebagai berikut : a. Dikenakan kepada Peserta yang menyerahkan warkat, apabila warkat tidak terbaca karena : Pencantuman sandi MICR nilai nominal pada Cek dan Bilyet Giro; Pencantuman semua jenis MICR pada warkat selain Cek dan Bilyet Giro. b. Dikenakan kepada Peserta yang menerima warkat, apabila warkat tidak terbaca karena pencantuman sandi MICR selain nilai nominal pada Cek dan Bilyet Giro. Ketentuan biaya reject tersebut tidak berlaku untuk warkat kliring penyerahan nominal besar.

Kliring Lokal Secara Semi Otomasi 1. Biaya kliring penyerahan sebesar Rp.250,00 (dua ratus lima puluh rupiah) per warkat; 2. Biaya kliring penyerahan sebesar Rp.2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah) per warkat. Khusus untuk Peserta kliring lokal yang penyelenggaranya adalah pihak lain yang mendapat persetujuan Bank Indonesia, pengenaan biaya sesuai ketentuan dalam

Surat Edaran Bank Indonesia No.1/4/DASP tanggal 29 November 1999 perihal PemberianPersetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia antara lain diatur bahwa apabila jumlah rata-rata perputaran warkat kliring penyerahan per hari telah mencapai lebih dari 1000 (seribu) lemba r selama 6 (enam) bulan berturut-turut, Bank Indonesia akan

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

55

menghentikan bantuan keuangan sebesar Rp.2.000.000,00 (dua juta rupiah) kepada penyelenggara. Sebagai gantinya penyelenggara dapat mengenakan biaya kepada Peserta yang jenis dan besarnya sama dengan yang dibebankan Bank Indonesia kepada Peserta dalam sistem kliring yang sama.

Kliring Lokal Secara Manual Mengingat jumlah warkat yang dipertukarkan dalam kliring lokal secara manual yang dilakukan oleh penyelenggara yang bukan Bank Indonesia tidak terlalu besar, dan disamping itu penyelenggara masih menerima bantuan biaya dari bank Indonesia sebesar Rp.1.750.000 maka penyelenggara kliring lokal secara manual tidak dapat mengenakan biaya apapun kepada peserta kliring local

B.

Biaya Tambahan pada Sistem Kliring Otomasi dan Semi Otomasi 1. Biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf A sudah termasuk biaya untuk pencetakan laporan bagi peserta yang berkaitan dengan hasil proses kliring dan daftar rincian pembebanan biaya kliring. Dalam hal peserta melakukan permintaan ulang atas laporan hasil proses kliring dan daftar rincian pembebanan biaya kliring tersebut, peserta dikenakan biaya sebesar Rp.10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per laporan. 2. Permintaan ulang permintaan ulang atas laporan hasil proses kliring dan daftar rincian pembebanan biaya kliring tersebut dapat diproses oleh penyelenggara apabila diajukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterbitkannya laporan dan daftar dimaksud. 3. Bagi Peserta yang memanfaatkan Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh (SIKJJ) dikenakan biaya sebesar Rp.100.000,00 per bulan. 4. Dalam hal Peserta mengajukan permintaan salinan warkat atas warkat yang telah diproses dalam Kliring maka Peserta yang bersangkutan dikenakan biaya sebesar Rp.1.000,00

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

56

5.

Biaya tambahan pada angka 3 dan 4 berlaku hanya pada penyelengaraan Kliring secara elektronik dan otomasi.

II.

Biaya Kliring Pada Penyelenggaraan Kliring SKNBI4

A.

Biaya Proses Kliring Debet Biaya Proses Kliring Debet Penyerahan terdiri dari :

1.

Biaya proses Kliring Debet Penyerahan di Wilayah Kliring yang pemilahan Warkat Debetnya dilakukan secara otomasi adalah sebesar Rp1.500,00 (seribu lima ratus rupiah) per transaksi dengan rincian sebagai berikut:

a. b. 2.

biaya proses Data Keuangan Elektronik (DKE) Debet sebesar Rp1.000,00 (seribu rupiah) per DKE Debet; dan biaya proses Warkat Debet sebesar Rp500,00 (lima ratus rupiah) per Warkat Debet.

Biaya proses Kliring Debet Penyerahan di Wilayah Kliring yang pemilahan Warkat Debetnya dilakukan secara manual sebesar Rp1.000,00 (seribu rupiah) per transaksi yang merupakan biaya proses DKE Debet.

3.

Biaya tambahan yang dikenakan hanya kepada Peserta yang memanfaatkan fasilitas pemilahan Warkat Debet berdasarkan kantor asal Peserta penerima di Wilayah Kliring yang pemilahan Warkat Debetnya dilakukan secara Otomasi sebesar Rp100,00 (seratus rupiah) per Warkat Debet.

B. C.

Biaya proses Kliring Kredit Biaya proses Kliring Kredit adalah sebesar Rp1.000, 00 (seribu rupiah) per transaksi. Biaya Warkat Debet Reject

1.

Warkat Debet reject adalah Warkat Debet dalam Kliring penyerahan, yang diproses oleh PKL di Wilayah Kliring yang pemilahan Warkat Debetnya dilakukan secara otomasi, yang tertolak oleh mesin baca pilah.

Biaya kliring untuk wilayah yang telah menerapkan SKNBI diatur dalam SE BI No. 7/28/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Biaya dalam Penyelenggaraan SKNBI.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

57

2. 3.

Biaya Warkat Debet reject adalah sebesar Rp1.000,00 (seribu rupiah) per Warkat Debet reject. Biaya Warkat Debet reject dikenakan apabila total Warkat Debet reject melebihi 2% (dua persen) dari total Warkat Debet yang diserahkan oleh Peserta.

4.

Dalam hal Warkat Debet reject melebihi 2% (dua persen), perhitungan biaya Warkat Debet reject dilakukan terhadap kelebihan persentase Warkat Debet reject tersebut.

5.

Biaya Warkat Debet reject dikenakan kepada Peserta pengirim atau Peserta penerima sesuai dengan alasan yang menyebabkan warkat reject sebagaimana tercantum dalam lampiran Surat Edaran ini.

D.

Biaya Pembuatan dan atau Penggantian Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) Peserta dikenakan biaya pembuatan dan atau penggantian TPPK dengan ketentuan sebagai berikut :

1.

Untuk TPPK Proximity, baik yang dilengkapi dengan magnetic stripe maupun yang tidak dilengkapi dengan magnetic stripe, dikenakan biaya sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per TPPK.

2.

Untuk TPPK tanpa Proximity yang dilengkapi dengan magnetic stripe dikenakan biaya sebesar Rp17.500,00 (tujuh belas ribu lima ratus rupiah) per TPPK.

3.

Untuk TPPK tanpa Proximity yang tidak dilengkapi dengan magnetic stripe dikenakan biaya sebesar Rp5.000,00 (lima ribu rupiah).

E.

Biaya Pemanfaatan Fasilitas Perekaman Data Hasil Kliring Dalam Bentuk Compact Disk (Fasilitas CD Kliring) Biaya pemanfaatan fasilitas CD Kliring di Wilayah Kliring yang pemilahan Warkat Debetnya dilakukan secara otomasi diatur sebagai berikut :

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

58

1. 2. 3.

Pengguna tetap dikenakan biaya sebesar Rp20.000,00 (dua puluh ribu rupiah) per CD. Pengguna tidak tetap dikenakan biaya sebesar Rp25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per CD. Permintaan perekaman ulang CD Kliring dikenakan biaya sebesar

Rp25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per CD.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

59

BAB VI JADWAL KLIRING

Penyelenggaraan kegiatan kliring di masing-masing wilayah kliring dilaksanakan sesuai dengan jadwal kliring yang berlaku di wilayah tersebut. Jadwal kliring ditetapkan oleh masing-masing penyelenggara dimana dalam penetapannya tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur tentang jadwal kliring. Penyelenggaraan kliring dapat dilakukan di luar jadwal kliring yang berlaku dalam kondisi tertentu seperti keadaan darurat, tutup buku, dan lain-lain. Khusus untuk penyelenggaraan kliring oleh selain Bank Indonesia, jadwal kliring yang ditetapkan oleh penyelenggara harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Kantor Bank Indonesia setempat. Dengan diterapkannya SKNBI, penetapan jadwal kliring oleh penyelenggara harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Penyelenggara Kliring Nasional5. Jadwal Kliring ditetapkan antara lain dengan memperhatikan sebesar-besarnya kepentingan masyarakat pengguna uang giral, kondisi perbankan, kuantitas warkat yang akan dikliringkan dalam satu hari, kebijakan waktu penyelesaian akhir (same day settlement atau next day settlement) dan kemampuan teknis penyelenggara dalam memproses warkat kliring dimaksud sesuai dengan sistem kliring yang digunakan. Dengan diimplementasikannya SKNBI, jadwal kliring di wilayah kliring yang telah mengimplementasikan SKNBI tunduk pada ketentuan yang berlaku pada SKNBI. Berbeda halnya dengan jadwal kliring sebelumnya, jadwal kliring SKNBI terbagi menjadi 2 (dua) yaitu jadwal kliring kredit dan jadwal kliring debet. Jadwal kliring kredit untuk semua wilayah kliring SKNBI adalah sama. Adapun untuk jadwal kliring debet, dapat ditetapkan berbeda oleh masingmasing wilayah kliring. Namun demikian, pelaksanaan setelmen / penyelesaian akhir hasil kliring debet tidak boleh melebihi batas waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN). Khusus untuk wilayah kliring Jakarta, jadwal penyelenggaraan SKNBI adalah sebagai berikut:

Diatur dalam SE BI No. 7/27/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Jadwal Penyelenggaraan SKNBI.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

60

No. I A Kliring Kredit Siklus Pertama

Kegiatan

T + O (WIB)

T+ 1 (WIB)

1 Pengiriman DKE Kredit 2 Penyampaian Disket DKE Kredit*) 3 Penyampaian Daftar Rincian DKE Kredit yang Diserahkan Per Bank Penerima 4 Informasi Awal (Early Warning) 5 Penyelesaian Akhir (Settlement) 6 Distribusi Laporan Hasil Kliring Kredit Siklus Pertama B Siklus Kedua 1 Pengiriman DKE Kredit 2 Penyampaian Disket DKE Kredit*) 3 Penyampaian Daftar Rincian DKE Kredit yang Diserahkan Per Bank Penerima 4 Informasi Awal (Early Warning) 5 Penyelesaian Akhir (Settlement) 6 Distribusi Laporan Hasil Kliring Kredit Siklus Kedua II A Kliring Debet Kliring Penyerahan 1 Pengiriman DKE Penyerahan 2 Penyampaian Disket DKE Penyerahan*) 3 Penyampaian Warkat Debet Penyerahan 4 Informasi Awal (Early Warning) 5 Penyelesaian Akhir (Settlement) 6 Distribusi Warkat Debet dan Laporan Hasil

08.15 11.30 08.45 11.00 08.15 12.00

11.30 12.00 12.30 12.30 14.00

12.45 15.30 13.15 15.00 12.45 16.00

15.30 16.00 16.30 16.30 20.00

08.30 15.00 09.00 14.00 11.00 15.30 15.30 16.00 16.30 17.30 20.00

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

61

Kliring Penyerahan B Kliring Pengembalian 1 Pengiriman DKE Pengembalian 2 Penyampaian Disket DKE Pengembalian*) 3 Penyampaian Warkat Debet Pengembalian 4 Informasi Awal (Early Warning) 5 Penyelesaian Akhir (Settlement) 6 Distribusi Warkat Debet dan Laporan Hasil Kliring Pengembalian 08.30 10.30 09.00 10.00 08.45 11.00 11.00 11.30 11.30 12.00 14.00

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

62

BAB VII DAFTAR HITAM

I.

Pendahuluan Penatausahaan Daftar Hitam (DH) oleh Bank Indonesia saat ini diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No. 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal Tata Usaha Penarikan Cek/BG Kosong. Berdasarkan ketentuan dimaksud, DH didefinisikan sebagai suatu daftar yang berisi nama-nama Penarik Cek/BG Kosong yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan. Implikasi dari definisi DH adalah bahwa nasabah yang namanya tercantum dalam DH pada suatu periode tertentu, tidak dapat membuka rekening giro di Bank lain dalam satu wilayah kliring sehingga nasabah tersebut tidak dapat melakukan penarikan Cek/BG sampai dengan masa berlaku DH pada periode dimaksud selesai. Dalam hal terdapat nasabah yang namanya telah dimasukkan dalam DH namun melakukan penarikan Cek/BG dan ditolak dengan alasan kosong, nasabah tersebut akan dimasukkan kembali dalam DH pada periode berikutnya. Informasi mengenai adanya sanksi pencantuman bagi Penarik Cek/BG kosong ke dalam DH telah diatur pula pada SE BI No.2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000, dimana Bank mempunyai kewajiban untuk mencantumkan klausula sanksi DH pada perjanjian pembukaan rekening giro. Klausula tersebut pada dasarnya mengatur bahwa pemilik rekening tidak keberatan rekeningnya ditutup dan namanya dicantumkan ke dalam DH apabila melakukan Penarikan Cek/BG Kosong.

Ditinjau dari wilayah berlakunya, DH berlaku di wilayah kliring lokal setempat. Hal ini dapat diartikan bahwa seorang nasabah yang namanya tercantum dalam DH pada suatu wilayah kliring lokal masih dimungkinkan untuk membuka rekening di wilayah kliring lokal lain. Sifat dari DH adalah rahasia sehingga hanya dapat dipergunakan secara terbatas untuk keperluan intern bank.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

63

II.

Jenis alasan penolakan Cek / Bilyet Giro (BG) Jenis alasan penolakan Cek/BG adalah sebagai berikut: A B C Saldo tidak cukup. Rekening telah ditutup (termasuk ditutup atas permintaan sendiri). Persyaratan formal Cek/BG tidak dipenuhi yaitu: 1. Tulisan Cek/BG dan Nomor Cek/BG yang bersangkutan; 2. Nama Tertarik; 3. Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk membayar/memindahbukukan dana atas beban Rekening Penarik; 4. Nama dan nomor Rekening Pemegang; 5. Nama Bank penerima; 6. Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam huruf selengkap-lengkapnya; 7. Tempat dan tanggal Penarikan; 8. Tanda tangan, nama jelas dan atau dilengkapi dengan cap/stempel sesuai dengan persyaratan pembukaan Rekening (khusus untuk Bilyet Giro); 9. Tanda tangan Penarik dan atau dilengkapi dengan cap/stempel sesuai dengan persyaratan pembukaan Rekening (khusus untuk Cek). D E F G H I J K L M N O Tanggal efektif Bilyet Giro belum sampai; Cek ditarik kembali oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang waktu pengunjukan; Bilyet Giro dibatalkan oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang waktu penawaran; Sudah kadaluwarsa; Coretan/perubahan tidak ditandatangani oleh Penarik; Bea meterai belum dilunasi; Tanda tangan tidak cocok dengan specimen; Stempel kliring tidak ada; Stempel kliring tidak sesuai dengan Bank penerima; Endosemen pada Cek atas nama (Cek atas order) tidak ada; Warkat diblokir pembayarannya (surat keterangan Kepolisian terlampir); Rekening diblokir oleh instansi yang berwenang (surat pemblokiran terlampir);

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

64

P Q

Warkat bukan untuk kami; Perhitungan/encode tidak sesuai dengan nominal yang sebenarnya;

Dari ke-17 alasan penolakan tersebut, alasan yang dapat dikategorikan ke dalam penarikan Cek/BG kosong adalah alasan (1) saldo tidak cukup dan alasan (2) rekening telah ditutup. Dalam hal terdapat lebih dari satu alasan penolakan, terdapat suatu kriteria tersendiri untuk dapat digolongkan sebagai penolakan Cek/BG kosong sebagaimana Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1: Ilustrasi Penggolongan Penolakan Cek/BG Alasan Pertama Alasan Kedua Penggolongan Penolakan Cek/BG (1) 1. Saldo tidak cukup (2) (3) Penolakan Cek/BG Kosong Penolakan Cek/BG Kosong

2. Rekening telah ditutup (termasuk ditutup atas permintaan sendiri) 3. Persyaratan formal Saldo tidak cukup/rekening telah ditutup 4. Tanggal efektif BG Saldo tidak cukup/rekening telah ditutup 5. Cek oleh ditarik Penarik kembali Saldo tidak setelah cukup/rekening telah tenggang ditutup

Bukan sebagai penolakan Cek/BG Kosong

Cek/BG tidak dipenuhi

Bukan sebagai penolakan Cek/BG Kosong

belum sampai

Bukan sebagai penolakan Cek/BG Kosong

berakhirnya

waktu pengunjukan. 6. BG dibatalkan oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang Saldo tidak cukup/rekening telah ditutup Bukan sebagai penolakan Cek/BG Kosong

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

65

Alasan Pertama

Alasan Kedua

Penggolongan Penolakan Cek/BG

(1) waktu penawaran 7. Sudah kadaluwarsa Saldo tidak

(2)

(3)

Bukan sebagai penolakan Cek/BG Kosong

cukup/rekening telah ditutup 8. Coretan/perubahan tidak ditandatangani oleh Penarik 9. Bea dilunasi meterai Saldo tidak cukup/rekening telah ditutup belum Saldo cukup/rekening ditutup 10. Tanda tangan tidak Saldo tidak cukup/rekening telah ditutup 11. Stempel kliring tidak Saldo ada cukup/rekening ditutup 12. Stempel kliring tdk Saldo tidak sesuai penerima dengan bank cukup/rekening telah ditutup

Penolakan Cek/BG Kosong

tidak Penolakan Cek/BG Kosong telah

Penolakan Cek/BG Kosong

cocok dengan specimen

tidak Penolakan Cek/BG Kosong telah

Penolakan Cek/BG Kosong

13. Endosemen pada Cek Saldo tidak atas nama atau Cek atas cukup/rekening telah order tidak ada 14.Warkat ditutup diblokir Saldo tidak

Penolakan Cek/BG Kosong

Penolakan Cek/BG Kosong

pembayar-annya (surat cukup/rekening telah keterangan terlampir) 15. Rekening diblokir oleh Saldo tidak Penolakan Cek/BG Kosong kepolisian ditutup

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

66

Alasan Pertama

Alasan Kedua

Penggolongan Penolakan Cek/BG

(1)

(2)

(3)

instansi yang berwenang cukup/rekening telah (surat pemblokiran terlampir) 16. Warkat bukan untuk Saldo tidak kami cukup/rekening telah ditutup 17. Encode tdk sesuai Saldo tidak Penolakan Cek/BG Kosong Bukan sebagai penolakan Cek/BG Kosong ditutup

dengan nominal yang cukup/rekening telah sebenarnya ditutup

III. Kriteria Penutupan Rekening

Seorang nasabah akan dicantumkan dalam Daftar Hitam apabila telah melakukan penarikan Cek/BG kosong sehingga menyebabkan rekening nasabah tersebut ditutup oleh suatu bank. Kriteria penutupan rekening nasabah tersebut adalah sebagai berikut: A Menarik Cek/BG kosong 3 (tiga) lembar atau lebih dalam jangka waktu 6 (enam) bulan; B Menarik Cek/BG kosong 1 (satu) lembar dengan nilai nominal Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) atau lebih; C Namanya tercantum dalam Daftar Hitam yang masih berlaku.

IV. Penatausahaan Daftar Hitam Penatausahaan DH dilakukan oleh Bank Indonesia baik untuk penyelenggara kliring Bank Indonesia maupun non Bank Indonesia. Adapun cakupan pemberlakuan DH masih bersifat lokal yang hanya berlaku dimasing-masing wilayah kliring lokal yang bersangkutan. Alur proses penatausahaan DH secara umum adalah sebagaimana pada Gambar berikut ini.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

67

Gambar: Alur Proses Penerbitan DH


BANK TERTOLAK BANK TERTARIK INPUT PROSES BANK INDONESIA OUTPUT

Cek/BG Ditolak
APLIKASI TUCK/TUDH

DAFTAR HITAM

2 1
PSOKL 2204

SKP

SP1/2/ SPPR

DAFTAR HITAM

DAFTAR HITAM

Sebagaimana pada Gambar 2.2 di atas, dapat dijelaskan alur proses penatausahaan DH sebagai berikut: A Bank Tertarik melakukan input data berdasarkan Cek/BG yang ditolak untuk menghasilkan SKP. Khusus untuk Cek/BG yang ditolak dengan alasan kosong akan menghasilkan PSOKL 2204 (softcopy dan hardcopy), SP I, SP II dan SPPR. B Dalam hal Cek/BG ditolak dengan alasan kosong, Bank Tertarik melalui proses kliring retur menyerahkan PSOKL 2204 kepada Bank Indonesia untuk digunakan sebagai dasar penatausahaan DH. Selain itu, Bank Tertarik juga menyampaikan SKP kepada Bank Tertolak untuk kemudian diteruskan kepada nasabahnya. Adapun SP I, SP II dan SPPR diserahkan kepada Bank Indonesia secara terpisah untuk keperluan pemrosesan DH. C Selanjutnya Bank Indonesia melakukan penggabungan data PSOKL 2204 pada saat berakhirnya proses kliring retur untuk kemudian diolah dalam aplikasi TUCK/TUDH. Dalam proses ini kegiatan yang dilakukan mencakup pemilahan data Penarik Cek/BG kosong yang berpotensi masuk DH secara manual berdasarkan kriteria pada SE BI No. 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000.

Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia

68

Dari hasil pemilahan data secara manual tersebut dihasilkan DH lokal per wilayah kliring dan didistribusikan kepada Bank dalam bentuk hardcopy.

You might also like