You are on page 1of 29

Terapi aminoglikosida untuk infekasi bakteri gram negative

Web: http://sumarheni.blogs.unhas.ac.id/2010/11/30/aminoglikosida/ Sejak ditemukan penisilin, masalah infeksi mikroba Gram-positif umumnya dapat diatasi secara baik. Dalam menemukan antimikroba untuk mengatasi kuman Gram-negatif, pada tahun 1943 berhasil diisolasi suatu turunan Streptomyces griseus yang menghasilkan streptomisin. Setelah streptomisin ditemukan pula berbagai antibiotik lain yang memiliki berbagai sifat mirip dengan streptomisin yaitu kanamisin, gentamisin, tobramisin, amikasin, netilmisin, neomisin. Aminoglikosida merupakan penanggulangan infeksi berat oleh kuman Gram-negatif. Aminoglikosida dihasilkan oleh jenis-jenis fungi streptomyces micromonospora (Aminoglikosida yang berasal dari streptomises mendapat tambahan misin). Semua senyawa turunan semi sintesisnya mengandung dua atau tiga gula-amino didalam molekulnya, yang saling terikat secara glukosidis. Dengan adanya gugusan amino, zat-zat ini bersifat basa lemah dan garam sulfatnya yang digunakan dalam terapi mudah larut air. Antibiotika aminoglikosida adalah antibiotika golongan karbohidrat yang pada umumnya terdiri dari bagian aminosikloheksanol dan terikat secara glikosidik dengan gula amino lain (Crueger, 1984). Ditinjau dari struktur molekulnya, aminoglikosida dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu aminoglikosida berinti streptidin (streptomisin, dihidrostreptomisin, dll) dan 2-deoksistreptamin (kanamisin, neomisin, gentamisin dll). Secara klinis aminoglikosida sering digunakan untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh kuman Gram positif dan Gram negatif termasuk Mycobacterium tuberculosis, baik dalam bentuk sediaan tunggal maupun kombinasi dengan antibiotika lain . Aminoglikosida merupakan antibiotik utama untuk pengobatan infeksi serius yang disebabkan gram negatif, karena obat ini menimbulkan efek toksik yang serius, maka penggunaannya terbatas dan telah digantikan dengan obat yang lebih aman seperti generasi ketiga sefalosporin, fluorokuinolon dan imipenem/silastatin. Semua anggota aminoglikosida diketahui menghambat sintesis protein bakteri dengan mekanisme yang ditentukan untuk streptomisin. Aktivitas aminoglikosida dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama perubahan pH, keadaan aerobik dan anaerobik. Aktivitas aminoglikosida lebih tinggi pada suasana alkali daripada suasan asam. Aminoglikosida berdifusi lewat kanal air yang dibentuk oleh porin proteins pada membran luar dari bakteri gram negatif masuk keruang periplasmik. Sedangkan transport melalui membran dalam sitoplasma membutuhkan energi. Fase transport yang dependen energi ini bersifat rate limiting, dapat diblok oleh Ca++ dan Mg++, hiperosmolaritas, penurunan pH dan anaerobiosis. Hal ini menerangkan penurunan aktivitas aminoglikosida pada lingkungan anaerobik suatu abses atau urin asam yang bersifat hiperosmolar. Setelah masuk sel, aminoglikosida terikat pada ribosom 30S dan menghambat sintesis protein. Terikatnya aminoglikosida pada ribosom ini mempercepat transport aminoglikosid kedalam sel diikuti dengan kerusakan membran sitoplasma dan disusul dengan kematian sel. Aminoglikosid juga merupakan senyawa yang terdiri dari 2 atau lebih gugus gula amino yang terikat lewat ikatan glikosidik pada inti heksosa. Dengan adanya gugusan-amino, zat-zat ini bersifat basa lemah dan garam sulfanya yang digunakan dalam terapi mudah larut dalam air. Aminoglikosid dari sejarahnya digunakan untuk bakteri gram negatif. Aminoglikosid pertama yang ditemukan adalah Streptomisin. Aktivitas bakteri Aminoglikosid dari Gentamisin, Tobramisin, Kanamisin, Netilmisin dan Amikasin terutama tertuju pada basil gram negatif yang aerobik (yang hidup dengan oksigen)Aminoglikosid merupakan produk streptomises atau fungus lainnya. Seperti Streptomyces griseus untuk Streptomisin, Streptomyses fradiae untuk Neomisin, Streptomyces kanamyceticus untuk Kanamisin,

Streptomyces tenebrarius untuk Tobramisin, Micromomospora purpures untuk Gentamisin dan Asilasi kanamisin A untuk Amikasin. Penggolongan Aminoglikosida dapat dibagi atas dasar rumus kimianya sebagai berikut : Streptomisin yang mengandung satu molekul gula-amino dalam molekulnya Kanamisin dengan turunan amikasin, dibekasin, gentamisin, dan turunannya netilmisin dan tobramisin, yang semuanya memiliki dua molekul gula yang dihubungkan oleh sikloheksan Neomisin, framisetin dan paramomisin dengan tiga gula-amino. Kanamisin dengan turunan amikasin, dibekasin, gentamisin, dan turunannya netilmisin dan tobramisin, yang semuanya memiliki dua molekul gula yang dihubungkan oleh sikloheksan Neomisin, framisetin dan paramomisin dengan tiga gula-amino. Sifat Kimiawi dan Fisik Aminoglikosid mempunyai cincin Hexose yaitu streptidine (pada streptomycin),atau 2-deoxystreptamine (pada aminoglikosid lain), dimana berbagai gula amino dikaitkan oleh ikatan glikosid. Agen-agen ini larut air, stabil dalam larutan dan lebih aktif pada pH alkali dibandingkan pH asam. Aminoglikosid menghambat sintesis protein dengan 3 cara: 1. Agen-agen ini mengganggu kompleks awal pembentukan peptide 2. Agen-agen ini menginduksi salah baca mRNA, yang mengakibatkan penggabungan asam amino yang salah ke dalam peptide, sehingga menyebabkan suatu keadaan nonfungsi atau toksik protein 3. Agen-agen ini menyebabkan terjadinya pemecahan polisom menjadi monosom non-fungsional

Aminoglikosida bekerja secara sinergis dengan antibiotic -laktam karena kerja -laktam pada sintesis dinding sel meningkatkan difusi aminoglikosida kedalam bakteri. Semua aminoglikosida bersifat bakterisid. Streptomisin digunakan untuk obat tuberculosis, plague, tularemia dan kombinasi dengan penisilin untuk mengobati endokarditis. Penggolongan aminoglikosida yaitu : a. Streptomysin Streptomysin saat ini digunakan untuk pengobatan infeksi yang tidak lazim,pada umumnya dalam bentuk kombinasi dengan senyawa antimikroba yang lain. Streptomisin diperoleh dari streptomyces griseus oleh Waksman (1943) dan digunakan untuk pengobatan tubercolosis. Penggunaan pada terapi TBC sebagai obat pilihan utama sudah lama terdesak oleh obat lainnya yang berhubungan dengan toksisitasnya. Efek sampingnya terhadap ginjal dan organ pendengaran. Dosis streptomysin adalah 15 mg/kg per hari untuk pasien yang memiliki bersihan kreatinin di atas 80 ml/menit. Biasanya streptomysin diberikan dalam dosis 100 mg 1 kali sehari yang menghasilkan konsentrasi puncak dalam serum kurang lebih 50 hingga 60 g/mL dan konsentrasi terendah kurang dari 1g/mL.

Rumus bangun :

Penyakit yang diobati Tularemia Pasien yang menderita tularemia sangat diuntungkan dengan pemberian streptomysin karena dapat memperolehkesembuhan total, namun tidak tertutup kemungkinan kronisitas dapat terjadi. Pada pemberian streptomysin 1 sampai 2 g (15-25 mg/kg) per hari (dalam dosis terbagi) selama 7 sampai 10 hari. Penyakit pes Streptomysin merupakan salah satu senyawa yang paling efektif dalam pengobatan penyakit pes. Dosis yang diberi 1-4 g per hari yang dibagi dalam 2 atau 4 dosis selama 7-10 hari. Tuberkulosis Streptomysin harus diberikan dalam bentuk kombinasi dengan sedikitnya 1 atau 2 obat lain yang sesuai dengan galur-galur penyebab tersebut. Dosis untuk pasien yang fungsi ginjalnya normal adalah 15 mg/kg per hari sebagai injeksi IM tunggal selama 2 sampai 3 bulan, dilanjutkan dengan 2 atau 3 kali seminggu setelahnya. b. Kanamisin Penggunaan kanamisin terbatas karena spektrum aktivitasnya yang terbatas dibandingkan aminoglikosida lainnya dan obat ini termasuk diantara yang paling toksik. Kanamisin atau (KANTREX) tersedia untuk injeksi dan penggunaan oral. Dosis parenteral untuk dewasa adalah 15 mg/kg perhari (terbagi dalam dua hingga empat dosis yang sama dan berjarak) Kanamisin hampir merupakan obat kuno yang indikasi penggunaannya sedikit, kanamisin digunakan untuk mengobati tuberculosis dalam kombinasi dengan obat-obat efektif lainnya. Karena terapi penyakit ini sangat lama dan melibatkan pemberian dosis obat total yang tinggi disertai resiko ototoksisitas dan nefrotoksisitas kanamisin digunakan hanya untuk mengobati pasien yang terinfeksi mikroorganisme yang telah resisten terhadap obat-obat yang lazim digunakan. Kanamisin dapat diberikan secara oral sebagai terapi tambahan pada kasus koma hepatik. Dosis yang biasa digunakan untuk tujuan ini 4 hingga 6 g per hari untuk 36 hingga 72 jam, dosis pernah diberikan hingga 12 g perhari (dalam dosis terbagi). Efek terhadap bakteri usus mungkin tidak dapat dipertahankan bahkan saat dosis kanamisin sebesar itu diberikan. c. Amikasin

Spektrum aktivitas antimikroba amikasin (AMIKIN) merupakan yang terluas dikelompok ini dan karena resistensinya yang unik terhadap enzim penginaktivasi aminoglikosida. antibiotika ini mempunyai peran khusus di rumah sakit tempat menyebarnya resistensi mikroorganisme terhadap gentamisin dan tobramysin. Amikasin mirip dengan kanamisin dalam hal dosis dan sifat farmakokinetiknya. Dosis yang dianjurkan untuk amikasin adalah 15 mg/kg per hari sebagai dosis tunggal harian atau dibagi menjadi dua atau tiga bagian yang sama. Masing-masing dosis atau rentang antar dosis harus diubah untuk pasien gagal ginjal. Obat ini cepat diabsorpsi setelah injeksi intramuscular dengan konsentrasi puncak dalam plasma kirakira 20 g/mL setelah injeksi sebanyak 7,5 mg/kg. pemberian infus intravena dalam dosis yang sama selama periode 30 menit menghasilkan konsentrasi puncak dalam plasma hampir 40 g/ml pada akhir sesi infus, yang kemudian turun hingga 20 g/ml 30 menit kemudian. Konsentrasi 12 jam setelah dosis 7,5 mg/kg biasanya antara 5 dan 10 g/ml. dosis satu kali sehari 15 mg/kg menghasilkan konsentrasi puncak antara 50 dan 60 g/ ml dan konsentrasi terendah <1g/ml. Amikasin menjadi obat pilihan untuk pengobatan infeksi basilus gram negatif nesokomial di rumah sakit tempat resistensi terhadap gentamisin dan tobramysin merupakan persoalan serius. Beberapa rumah sakit membatasi penggunaannya untuk menghindari galur resisten, walaupun beberapa pihak menganggap kemungkinan itu sangat kecil. Karena keunikan resistensinya terhadap enzim penginaktivasi aminoglikosida, amikasin aktif melawan sebagian besar basilus aerob gram negatif di lingkungan maupun di rumah sakit. Termasuk diantaranya adalah sebagian besar Pseudomonas aeruginosa. Amikasin efektif terhadap hampir semua galur enterobacter dan e. coli yang resisten terhadap gentamisin dan tobramysin. d. Gentamisin Gentamisin adalah antiobiotika golongan aminoglikosida yang mempunyai potensi tinggi dan berspektrum luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif dengan sifat bakterisid. Gentamisin mempunyai rentang terapi sempit, bersifat nefrotoksik dan ototoksik serta mempunyai variabilitas farmakokinetik interindividu cukup lebar, maka pemantauan obat dalam darah pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal adalah suatu kebutuhan agar keamanan dan efikasi terapi tercapai. Hal ini juga penting karena profil dosis dan kadar gentamisin dalam darah sukar diprediksi terutama kadar puncak dan waktu paruh eliminasi. Efektivitas gentamisin diperoleh apabila kadar puncak dalam serum berada dalam rentang 5-10 g/ml. kadar puncak yang tinggi secara terus menerus menyebabkan nefrotoksistas dan otoktoksistas. Pemberian gentamisin dosis lazim dalam bentuk dosis berganda bolus intravena akan menghasilkan kadar puncak dan kadar lembah. Efek terapi dihasilkan jika kadar tersebut berada diantara kadar aman maksimum dan kadar efektif minimum. Dosis empirik 80 mg bagi setiap penderita dengan berat badan bervariasi akan menghasilkan dosis mg/kg BB/ hari yang juga bervariasi. Keadaan ginjal penderita merupakan faktor yang paling menentukan dalam pencapaian kadar tersebut. Obat ini diperoleh dari micromonospora purpurea dan M.echinospora (1963). Berkhasiat terhadap pseudomonas, proteus, dan stafilokokus yang resisten untuk penisilin, maka obat ini sering digunakan pada infeksi dengan kuman-kuman tersebut. Efek sampingnya lebih ringan dari pada streptomisin dan kanamisin, agak jarang mengganggu pendengaran. Penyakit yang diobati Peritonitis Pasien yang mengalami penyakit ini akibat adanya dialisi peritoneal dapat memperoleh manfaat dari terapi gentamisin. Karena konsentrasi antibiotik intraperitonial di bawah optimal dapat terjadi setelah pemberian IM atau IV pada pasien yang menjalani dialysis, terapi pasien tersebut harus dilanjutkan dengan menggunakan cairan yang mengandung sejumlah gentamisin dalam konsetrasi yang sesuai. Efek samping

Efek samping paling penting dan berat pada pemakaian gentamisin adalah nefrotoksisitas dan ototoksisitas irreversible. Pemberian intratekal atau intraventrikular jarang digunakan karena dapat menyebabkan peradangan lokal serta dapat mengakibatkan radikulitis dan komplikasi lain Gentamisin diabsorpsi sangat lambat jika digunakan dalam bentuk salep, tapi absorpsinya dapat lebih cepat jika krim digunakan secara topikal, jika antibiotik digunakan pada daerah permukaan tubuh yang luas, misalnya pada kasus luka bakar, konsentrasi plasma dapat mencapaii 4 g/ml, dan 2% sampai 5% obat tersebut dapat dideteksi oleh urin. e. Tobramysin Aktivitas antimikroba dan sifat farmakokinetik tobramysin (NEBSIN) sangat mirip dengan gentamisin. Tobramysin dapat diberikan secara intramuscular ataupun intravena. Dosis konsentrasi serumserupa dengan gentamisin. Toksisitas paling umum terjadi pada konsentrasi minimal yang melebihi 2 g/ ml pada periode yang diperpanjang. Pengamatan toksisitas ini biasanya menunjukkan kerusakan fungsi ginjal sehingga memerlukan pengurangan dosis. Indikasi penggunaan Tobramysin pada dasarnya identik dengan gentamisin. Aktivitas tobramysin sangat baik terhadap P. aeroginosa dan bermanfaat untuk pengobatan bakterimia, osteomelitis dan pneumonia yang disebabkan oleh Pseudomonas. Biasanya tobramysin digunakan secara bersamaan dengan antibiotik - laktam antipseudomonas. Berlawanan dengan gentamisin, tobramysin yang dikombinasi dengan penisilin menunjukkan aktivitas yang buruk terhadap berbagai galur enterokokus. Spektrum antimikrobanya mirip dengan gentamisin, tetapi kerja anti-pseudomonas in vitro-nya lebih kuat. Digunakan pada infeksi pseudomonas yang resisten untuk gentamisin Obat ini tersedia sebagai larutan 80 mg/2 ml untuk suntikan IM. Dosis dan cara pemberian sama dengan gentamisin. Untuk infus tobramysin dilarutkan dalam dektrose 5% atau larutan NaCl isotonis dan diberikan lebih dari 30-60 menit. Jangan diberikan lebih dari 10 hari. Efek yang merugikan Teobromysin, seperti halnya aminoglikosida lain, menyebabkan nefrotoksisitas dan otoksisitas. Teobromysin mungkin tidak begitu toksik terhadap sel-sel rambut pada organ ujung koklea dan organ ujung vestibula serta menyebabkan kerusakan tubulus ginjal yang lebih sedikit dibandingkan gentamisin. f. Neomysin Neomysin merupakan antibiotik berspektrum luas. Mikroorganisme yang rentan biasanya dihambat oleh konsentrasi 5 hingga 10 g/ml atau kurang. Spesies gram negatif yang sangat peka adalah E.coli, Enterobacter erogenes dan Proteus vulgaris. Mikroorganisme gram positif yang dapat dihambat meliputi S. aureus dan M. tuberculosis. Neomysin sulfat (MYCIFRADIN) tersedia untuk penggunaan topikal dan oral. Neomysin dan polimiksin B telah digunakan untuk irigasi kandung kemih dalam larutan yang mengandung 40 mg neomysin dan 200.000 unit polimiksin B per mililiter. 1 ml sediaan ini ditambahkan 1000 ml larutan natrium klorida 0,9% dan digunakan untuk irigasi kontinyu kandung kemih melalui sistem kateter yang sesuai. Tujuannya untuk mencegah bakteriuria dan bakterimia akibat penggunaan kateter dalam tubuh. Kandung kemih ini biasanya dirigasi pada kecepatan 1000 ml tiap 24 jam. Pada saat ini neomysin tersedia dalam berbagai merek krim, salep dan produk lainnya, dalam sediaan tunggal maupun kombinasi dengan polimiksin, basitrasin, antibiotik lain dan bermacam-macam kortikosteroid. Tidak ada bukti bahwa sediaan topikal ini mempersingkat waktu untuk menyembuhkan luka atau bahwa sediaan yang mengandung steroid lebih efektif.

Neomysisn telah digunakan secara luas untuk penggunaan topikal pada berbagai infeksi kulit dan mebran mukus yang disebabkan oleh mikroorganisme yang rentan terhadap obat ini. Infeksi ini meliputi infeksi luka bakar dan dermatosis terinfeksi. Namun pengobatan semacam ini tidak membasmi bakteri dan lesi. Pemberian oral neomysin (biasanya dengan kombinasi eritromisin basa) terutama digunakan untuk persiapan usus untuk operasi. Neomysin diabsorpsi buruk dari saluran gastrointestinal dan dieksresikan oleh ginjal sebagaimana aminoglikosida lainnya. Dosis oral sebanyak 3 g hanya menghasilkan konsentrasi puncak plasma 1 4 g/ml; dosis harian total 10 g selama 3 hari menghasilkan konsentrasi dalam darah dibawah konsentrasi yang menyebabkan toksisitas sistemik jika fungsi ginjal normal. Pasien dengan insufisiensi ginjal dapat mengakumulasi obat ini. Sekitar 97% dosis oral neomysin tidak diabsorpsi dan dieliminasi dalam bentuk tidak berubah pada feses. Walaupun neomysin dapat diberikan secara oral untuk anak yang masih sangat kecil, namun pada dosis sebesar 100 mg/kg per hari, penggunaannya pada pasien seperti ini lebih dari 3 minggu harus dihindari karena adanya absorpsi sebagian dari saluran intestinal, terutama jika terjadi pada lokasi penyakit. Efek yang merugikan Reaksi hipersensitivitas terutama ruam kulit terjadi 6% hingga 8% pasien jika diberikan secara topical. Individu yang peka terhadap obat ini mungkin mengalami reaksi silang jika terpajan aminoglikosida yang lain. Efek toksik neomysin yang paling penting adalah kerusakan ginjal dan ketulian akibat kerusakan saraf pendengaran. Ini sering terjadi jika jumlah antibiotik yang relatif besar ini digunakan secara parenteral dan merupakan alasan tidak digunakannya lagi neomysin dengan cara ini. Toksisitas bahkan pernah muncul pada pasien dengan fungsi ginjal normal dengan penggunaan topikal atau irigasi luka dengan larutan neomysin 0,5%. Efek merugikan yang paling penting akibat pemakaian neomysin adalah malabsorpsi dan superinfeksi usus. Individu yang diobati 4 hingga 6 g obat ini melalui mulut per hari terkadang mengalami sindrom mirip sariawan disertai dengan steatorea. Pertumbuhan ragi yang berlebihan diusus juga dapat terjadi. g. Netilmisin Merupakan aminoglikosida yang terbaru dipasarkan. Sifat farmakokinetik dan dosis penggunaan netimisin sama dengan gentamisin dan tobramysin. Senyawa ini memiliki aktivitas antibakteri yang luas terhadap bacillus aerob Gram-negatif. Sebagaimana amikasin, netilmisin tidak dimetabolisme kebanyakan enzim penginaktivasi aminoglikosida, dan aktif melawan bakteri tertentu yang resisten terhadap gentamisin. Penggunaan terpeutik Netilmisin merupakan antibiotik yang bermanfaat untuk pengobatan infeksi serius akibat enterobacteriaceae yang rentan terhadap bacillus aerob Gram-negatif lainnya. Netilmisin terbukti efektif melawan patogen-patogen tertentu yang resisten terhadap gentamisin, kecuali enterokokus. Efek yang merugikan Seperti aminoglikosida lainnya netilmisin juga dapat menyebabkan otoksisitas dan nefrtoksisitas. AKTIVITAS DAN MEKANISME KERJA Aktivitas antibakteri gentamisin, tobramisin, kanamisin, dan amikasin terutama tertuju pada basil Gram negatif yang aerobik. Aktivitas terhadap mikroorganisme anaerobik atau bakteri fakultatif dalam kondidi anaerobik rendah sekali. Ini dapat dijelaskan berdasarkan kenyataan bahwa untuk transport aminoglikosida

membutuhkan oksigen (transport aktif). Aktivitas terhadap bakteri Gram-positif sangat terbatas. Streptomisin dan gentamisin aktif terhadap enterokok dan streptokok lain tetapi efektivitas klinis hanya dapat dicapai bila digabung dengan penisilin. Spektrum kerja aminoglikosida cukup luas dan meliputi terutama banyak bacilli gram-negatif, antara lain E.coli, H.Influenzae, enterobacter,salmonella, dan shigella. Obat ini juga aktif terhadap sejumlah kuman Gram-positif yaitu staphyl. aureus/epidermis. Streptomisin, kanamisin, dan amikasin aktif terhadap kuman tahan asam mycobacterium (TBC dan lepra). Amikasin dan toramisin berkhasiat kuat terhadap pseudomonas, sedangkan gentamisin lebih ringan. Amikasin memiliki spektrum kerja yang paling luas, sedangkan aktivitas kerja gentamisin dan tobramisin sangat mirip, aktivitasnya adalah bakterisid. RESISTENSI Masalah resistensi merupakan kesulitan utama dalam penggunaan streptomisin secara kronik misalnya pada terapi tuberculosis atau endokartitis terhadap bakterial sub akut. Sifat resistensi terhadap streptomisin mudah diperlihatkan dengan melakukan beberapa tahap pembiakan ulang suatu mikroba dalam medium yang mengandung streptomisin. Resistensi terhadap streptomisin dapat cepat terjadi, sedangkan aminoglikosida lainnya terjadi lebih berangsur-angsur. Telah ditentukan 3 mekanisme prinsip yaitu 1) Mikroorganisme memproduksi suatu enzim transferase atau enzim-enzim yang menyebabkan inaktivitas aminoglikosid, melalui adenilasi, asetilasi, atau fosforilasi 2) Menghalangi masuknya aminoglikosida ke dalam sel 3) Protein reseptor sub unit ribosom 30S kemungkinan hilang atau berubah sebagai akibat dari mutasi. Resistensi aminoglikosida dapat disebabkan menurunnya asupan obat bila sistem transport tergantung oksigen untuk aminoglikosida tidak ada, perubahan reseptor ditempat ikatan sub unit ribosom 30S mempunyai afinitas yang rendah terhadap aminoglikosida. Masalah resistensi merupakan kesulitan utama dalam penggunaan streptomisin secara kronik misalnya pada terapi tubercolosis. Sifat resistensi terhadap streptomisin mudah diperlihatkan dengan melakukan beberapa tahap pembiakan ulang suatu mikroba dalam medium yang mengandung streptomisin. Resistensi terhadap streptomisin dapat cepat terjadi, EFEK-EFEK YANG TIDAK DIINGINKAN Semua Aminoglikosid bersifat ototoksik dan nefrotoksik. Ototoksisitas dan nefrotoksisitas cenderung ditemukan saat terapi dilanjutkan hingga lebih dari 5 hari, pada dosis yang lebih tinggi, pada orang-orang lanjut usia dan dalam kondisi insufisiensi fungsi ginjal. Penggunaan bersama diuretik loop (misalnya furosemid) atau agen antimikroba nefrotoksik lain (misal vancomicyn atau amphotericyn) dapat meningkatkan nefrotoksisitas dan sedapat mungkin dihindarkan. EFEK AMINOGLIKOSIDA YANG MERUGIKAN Ototoksisitas Disfungsi vestibula dan auditori dapat terjadi setelah penggunaan setiap aminogilikosida. Penelitian terhadap hewan dan manusia mencatat terjadinya akumulasi terhadap obat-obat ini secara progresif dalam perilimfe dan endolimfe telinga bagian dalam. Akumulasi terjadi secara dominan bila konsentrasi dalam plasma tinggi. Difusi balik dalam aliran darah terjadi perlahan; waktu paruh aminoglikosida lima hingga enam kali lebih lama dalam cairan otak maupun dalam plasma. Difusi balik tergantung pada konsentrasi dan dipermudah pada saat konsentrasi obat terendah dalam plasma. Kemungkinan terjadinya ototoksisitas lebih

besar pada pasien yang konsentrasi obat dalam plasmanya meningkat terus menerus. Namun tobramysin dosis tunggal dilaporkan menyebakan disfungsi koklea temporal yang ringan selama periode konsentrasi dalam plasma mencapai puncaknya. Kaitan hasil pengamatan ini terhadap hilangnya pendengaran secara permanen belum diketahui. Sebagian besar ototoksisitas yang bersifat irreversibel terjadi akibat dekstruksi progresif sel-sel sensorik ventribular atau koklea, yang sangat mudah rusak akibat aminoglikosida. Penelitian terhadap marmot yang diberi gentamisin dosis tinggi menunjukkan terjadinya regenerasi sel-sel rambut sensorik tipe I di bagian sentral ampularis Krista (organ vestibula) dan terjadinya penggabungan rambut-rambut sensorik individual menjadi rambut-rambut raksasa. Ototoksisitas aminoglikosida ditingkatkan oleh berbagai faktor antara lain: besarnya dosis, adanya gangguan faal ginjal usia tua, riwayat penggunaan suatu obat ototoksik, pemberian bersama asam etakrinat (suatu diuretik kuat), kadar puncak dan kadar lembah yang meningkat, tetapi berkepanjangan dan demam. Nefrotoksisitas Sekitar 8 26% pasien yang menerima aminoglikosida selama lebih dari beberapa hari akan mengalami kerusakan ginjal ringan yang hampir selalu reversibel. Toksisitas terjadi akibat akumulasi dan resistensi amoniglikosida dalam sel tubulus proksimal. Manifestasi awal kerusakan bagian ini adalah enzim-enzim pada brush bolder tubulus ginjal. Setelah beberapa hari terjadi penurunan kemampuan ginjal dalam memekatkan urin, proteinuria ringan dan munculnya keeping-keping granular, kecepatan filtrasi glomerulus berkurang beberapa hari kemudian. Fase insufiensi ginjal nonoligiurik telah dipostulasikan sebagai akibat dari efek aminoglikosida pada bagian distal nefron. Oleh beberapa peneliti hal ini diduga menurunkan kepekaan epitel duktus pengumpul (collecting duct) terhadap hormone antidiuretik endogen. Walaupun nekrosis tubular parah jarang terjadi namun paling umum adalah terjadinya sedikit kenaikan kreatinin dalam plasma (0,5 2,0 mg/dl; 40 175 g/ml). Hipokalemia, hipokalsemia kadang-kadang terjadi. Kegagalan fungsi ginjal hampir selalu reversibel karena sel tubulus proksimal memiliki kemampuan untuk berenegerasi. Beberapa variabel ternyata mempengaruhi nefrotoksisitas akibat aminoglikosida. Toksisitas berkolerasi dengan jumlah total obat yang diberikan. Akibatnya toksisitas kemungkinan besar akan ditemukan pada terapi jangka panjang. EFEK SAMPING Efek samping oleh aminoglikosida dalam garis besarnya dapat dibagi dalam tiga kelompok : 1. Alergi Secara umum potensi aminoglikosida untuk menyebabkan alergi rendah. Demam, stomatitis, dan syok anafilaksis, pernah dilaporkan 2. Reaksi iritasi dan toksik Reaksi iritasi berupa rasa nyeri terjadi di tempat suntikan diikuti dengan radang dan dapat disertai pula peningkatan suhu badan setinggi 0,5-1,5 o C. Reaksi ini sangat terkenal pada suntikan streptomisin IM. Reaksi toksik terpenting oleh aminoglikosida ialah pada susunan saraf, berupa gangguan pendengaran dan keseimbangan pada ginjal. Gejala lain pada susunan saraf ialah gangguan pernapasan akibat efek kurariform pada sistem neuromuscular, neuritis perifer, serta gangguan visus. Penyesuaian dosis dapat dilakukan dengan memperpanjang interval pemberian atau mengurangi dosis keduanya. Monitoring kadar aminoglikosida pada gagal ginjal merupakan pendekatan yang lebih tepat. Dikemukakan bahwa pengukuran kadar lembah lebih bersifat prediktif untuk mencegah toksisitas, sedangkan kadar puncak prediktif untuk efek terapi dan toksisitas.

3. Perubahan biologik Efek samping ini bermanifestasi dalam dua bentuk, yaitu gangguan pada pola mikroflora tubuh dengan gangguan absorpsi di usus. Perubahan pola mikroflora tubuh memungkinkan terjadinya superinfeksi oleh kuman gram-positif, gram-negatif, maupun jamur. Superinfeksi Pseudomonas dapat timbul akibat penggunaan kanamisin, sedangkan penggunaan gentamisin oral cenderung menimbulkan kandidiasis. Frekuensi kejadian superinfeksi tidak diketahui, untuk streptomisin parenteral diperkirakan 4%. Gangguan absorpsi dapat terjadi akibat pemberian neomisin per oral 3 g atau lebih dalam sehari. Jenis zat yang dapat dihambat absorpsinya meliputi karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan vitamin. Mekanisme hambatan absorpsi ini antara lain terjadi akibat gangguan sistem enzim dan nekrosis sel epitel kripta usus.

Sulfonamida
Web: http://sayacintafarmasi.wordpress.com/2011/04/03/sulfonamida/ Sulfonamida adalah kemoterapeutik yang pertama digunakan secara sistemik untuk pengobatan dan pencegahan penyakit infeksi pada manusia. Sulfonamida merupakan kelompok obat penting pada penanganan infeksi saluran kemih (ISK). Infeksi saluran kemih (ISK) hampir selalu diakibatkan oleh bakteri aerob dari flora usus. Penyebab infeksi bagian bawah atau cystitis ( radang kandung) adalah pertama kuman gram negatif. Pada umumnya, seseorang dianggap menderita ISK bila terdapat lebih dari 100.000 kuman dalam 1 ml urin. Sulfonamida berupa kristal putih yang umumnya sukar larut dalam air, tetapi garam natriumnya mudah larut. Rumus dasarnya adalah sulfanilamide. Berbagai variasi radikal R pada gugus amida (-SO2NHR) dan substitusi gugus amino (NH2) menyebabkan perubahan sifat fisik, kimia dan daya antibaktreri sulfonamida. Rumus umum Sulfonamida Pemakaian 1. 2. 3. 4. Kemoterapeutikum : Sulfadiazin, Sulfathiazol Antidiabetikum : Nadisa, Restinon, dll. Desinfektan saluran air kencing : Thidiour Diuretikum : Diamox

Sifat-Sifat Bersifat amfoter, karena itu sukar dipindahkan dengan cara pengocokan yang digunakan dalam analisa organik. Kelarutan 1. Umumnya tidak larut dalam air, tapi adakalanya akan larut dalam air anas. Elkosin biasanya larut dalam air panas dan dingin. 2. Tidak larut dalam eter, kloroform, petroleum eter, 3. Larut baik dalam aseton, kecuali Sulfasuksidin, Ftalazol dan Elkosin. 4. Sulfa-sulfa yang mempunyai gugus amin aromatik tidak bebas akan mudah larut dalam HCl encer. Irgamid dan Irgafen tidak larut dalam HCl encer. 5. Sulfa-sulfa dengan gugusan aromatik sekunder sukar larut dalam HCl, misalnya septazin, soluseptazin, sulfasuksidin larut dalam HCl, akan tetapi larut dalam NaOH. 6. Sulfa dengan gugusan SO2NHR akan terhidrolisis bila dimasak dengan asam kuat HCl atau HNO3. 1. A. Kelarutan dan Reaksi Umum Sulfonamida Cara Kelarutan 1. Larut dalam air a. Garam-garam natriumnya b. Sulfasetamid c. Sulfonamida = larut sebagian air 1. Diasamkan dengan asam cuka 3 %

a. Larut Sulfanilamid, sulfasetamid, soluseptazin. b. Tidak larut Sulfadiazin, sulfamorazin, sulfametazin, sulfatiazol, sulfapyridin, irgafen, irgamid. 1. Larut dalam alkohol 96% Sulfasetamid, Irgamid, Igafen, Sulfathiazol Na. 1. Tidak larut dalam alkohol 96 % Sulfadiazin Na, Sulfamerazin Na, Sulfametazin Na, Sulfapyridin Na, dan Sulfathiazol Na. 1. Larut dalam asam cuka 7% Sulfanalamid, Sulfasetamid, Soluseptazin. 1. Tidak larut dalam air; larut dalam air panas Sulfanalamid, sulfasetamid, marfenil. 1. Larut dalam NaOH 10% dan HCl 1% Sulfaciazin, sulfamerazin, elkosin, sulfa piridin, sulfamezatin. 1. Tidak larut dalam NaOH 10 % Irgafen, Septazin, Radilon, Sulfaguanidin. 1. Tidak larut dalam HCl 1% Irgafen, Radilon, Sulfaguanidin. Reaksi Umum 1. Reaksi elementer terhadap C, N, S : positif 2. Reaksi terhadap gugus-gugus amin : reaksi diazotasi, reaksi dengan p-DABHCl, reaksi korek api, dan reaksi indophenol. Positif untuk amin-amin bebas. 1. Reaksi terhadap gugus sulfon : Zat + H2O2 30% + 1 tetes FeCl3 + HNO3 dan BaCl2 atau Barium Nitrat endapan BaSO4 putih (BaSO4 sukar larut, bahkan dalam aqua regia).

2. Reaksi furfural : terhadap gugus amin bebas:

1 tetes pereaksi ( furfural 2% dalam asam asetat glasial ) + zat memberi warna merah tua segerah berubah menjadi ungu. Semua sulfa memberikan hasil positif, kecuali sulfasuksidin, pthalazol, septazin. 3. Reaksi Vanilin : Huckhal dan Turftiti Terhadap derivat metil piridin, diatas kaca arloji atau objek : 1 tetes H2SO4 + beberapa kristal vanilin, tambahkan zat uji, panaskan diatas nyala api kecil kuning atau hijau muda Kecuali : Sulfamerazin Na : merah tua Sulfamezathin Na : merah tua Irgamid : hijau tua hitam dengan tepi merah 4. Reaksi korek api Zat + HCl encer lalu kedalamnya dicelupkan korek api, maka timbul warna jingga sampai jingga kuning. Asam sulfanilat : kuning 5. Reaksi Diazotasi : untuk amin aromatik primer Zat + 2 tetes HCl 2 N + 1 ml air + NaOH/NaNO2 dan teteskan larutan 0,1 g beta-naftol dalam 2 ml NaOH, endapan jingga kemudian merah darah. Bila penggunaan beta-naftol diganti dengan alfa naftol, maka endapan akan berwarna merah ungu. Gratisin : kekeruhan jingga kuning Negatif : sulfasuksidin, thalazol, septazin 6. Reaksi Erlich dengan p-DAB-HCl : reaksi yang umum dengan amin aromatik. Pereaksi : 1 gram p-DAB, 10 ml HCl, tambahkan aquades hingga 100 ml. Cara melakukan reaksi: Zat padat pada plat tetes + 2 tetes pereaksi kuning jingga Kuning sitrun : Sulfametazin, Sulfadiazin, Sulfamerazin, Gratisin Kuning : Elkosin Kuning tua : Thazalol, Sulfanalamid Jingga : Sulfaguanidin

7. Reaksi dengan CuSO4

Larutan CuSO4 dalam air yang encer Reaksi ini diberikan oleh sulfa yang heterosiklik dalam NaOH dengan CuSO4 endapan dan warna Cara melakukan reaksi: Zat dalam tabung reaksi + 2 ml air dipanaskan sampai mendidih + NaOH 2 tetes, setelah dingin + 1 tetes HCl encer sampai netral atau asam lemah lihat warna yang terjadi. Hijau : Elkosin, Globuoid, Eucacil, Sulfapyridin Ungu : Sulfadiazin, Sulfasuksidin, Sulfatiazol Putih : Irgafen, Sulfanalamid 8. Reaksi Indophenol Khusus untuk gugus amin aromatik dengan tempat para yang kosong. Cara melakukan reaksi: Panaskan zat 100 mg dalam tabung reaksi + 2 cc air sampai mendidih lalu segera + 2 tetes NaOH dan 2 ml kaporit + 1 tetes fenol liquafectum segera. Amati perubahan warna yang terjadi. Albuoid : Hijau (hijau tua) Sulfaddiazin : Merah rosa Elkosin : Coklat Sulfaguanidin : kuning Cantrisin : Merah coklat Sulfamerazin : Merah rosa Irgafen : Hijau Sulfametazin : merah rosa Lucosil : Coklat merah Sulfanalamid : biru Sulfapyridin : coklat Sulfasuksidin : kuning lemah Sulfa thiazol : kuning jingga Thalazol : tak berwarna

9. Peraksi Roux

Pereaksi : Na Nitroprusida 10 ml, aquadest 100 ml, NaOH 2 ml, dan KMnO4 5 ml. Na-Nitroprusid dilarutkan dalam air lalu tambahkan NaOH kemudian tambahkan KMnO4, terjadi endapan. Saring ke dalam botol berwarna coklat. Cara melakukan reaksi: Zat padat diletakkan diatas plat tetes lalu + 1 tts pereaksi lalu diaduk dengan batang pengaduk. Dilihat perubahan warna yang terjadi. Albuoid : Coklat hijau hijau Sulfapyridin : ungu Elkosin : ungu coklat-ungu Sulfasuksidin : hijau kuning Sulfadiazin : ungu-hijau biru sulfathiazol : hijau kining Sulfaquanidin : ungu- coklat Sulfatiooreum: merah biru Sulfamezatinus : ungu hijau tua Irgafen : hijau kuning Lucosil : hijau kuning hiaju Thazalol : (-0) 10. Reaksi dengan KBrO3 Tablet harus diisolasi dahulu. Caranya melakukan reaksi: Dalam tabung reaksi kecil 10 mg zat + 1 cc H2SO4 + 1 tetes KBrO3 jenuh. Amati perubahan yang terjadi As. Sulfanilat : ungu coklat Gratisin : coklat Marfanil : keruh putih kuning Nadisan : coklat-ungu-coklat Ftalazol : tidak berwarna Sulfanalamid: ungu, merah lama-lama keruh Sulfasuksidin: ungu coklat Thiadicur: kuning coklat Sulfadiazin : kuning jingga coklat merah

1. Pirolisa

Semua sulfida bila dipanaskan diatas titik leburnya akan terurai dan timbul warna dari residu. Prinsip: dengan api kecil.

Perubahan warna o Sulfadiazin : jingga o Sulfaguanidin : ungu o Sulfanalamid : ungu o Sulfatiazol : coklat merah o Membebaskan H2S Elkosin Na Sulfamezatin Septazin Na Sulfamerazin Soluseptazain Na Sulfathiazol Sulfamerazain Na Sulfadiazin Ultraseptyl Sulfamezatin Sulfatiazol Na-Irgamid

Perhatian : yang melepaskan H2S adalah garamnya !

Melepaskan NH3 o Lucosil o Sulfapyridin o Melepaskan gas SO2 Sulfaguanidin Sulfanalmid Sulfathiazol

1. Sublimasi Untuk beberapa sulfa yakni: Sulfadiazin, Sulfamerazin, Sulfamezatin, Thalazol, Elkosin. 1. Reaksi Kristal - Aseton air - Alkohol air - Dragendorf - Bouchardat - Eder - Asam pikrat 1 % dalam air - Asam pikrolon - Mayer - Fe kompleks - Cu kompleks - p-DAB-HCl - Asam sikikowolframat

- AuBr3 - PtCl - Asam dliitur - Cara rowen

Cara aseton-air

Dalam tabung reaksi zat dilarutkan dengan aseton lalu disaring filtratnya, tambahkan air secukupnya. Larutan ditetesklan di kaca objek, lihat kristal yang terjadi. Reaksi-Reaksi Identifikasi a. Koniferil alkohol (reaksi untuk amin aromatik primer)

Reagen Panaskan 0,1 g koniferil alkohol sampai melebur (T.L. 74oC) larutkan dalam 3 mL etanol dan diencerkan dengan etanol ad 10 mL. Metode Teteskan larutan sampel pada kertas saring, tambahkan 1 tetes reagen dan diberi uap HCl. Indikasi Warna jingga mengindikasikan adanya amin aromatik primer yang terikat secara langsung pada cincin benzen. 1. b. Tembaga sulfat Metode 1 Larutkan sampel dalam 0,1 M NaOH dan tambahkan 1% (b/v) larutan tembaga sulfat sampai larutan berubah sempurna. Indikasi Timbul warna hijau, biru atau cokelat mengindikasikan adanya sulfonamida. 1. c. Tes KoppanyiZwikker Larutan 1% (b/v) kobalt nitrat dalam etanol. Metode Larurkan sampel dalam 1 mL etanol, tambahkan 1 tetes reagen diikuti dengan 10 mikroL larutan pirolidin dan campuran diaduk.

Indikasi

Warna ungu diberikan oleh senyawa yang mengandung struktur berikut: 1. Imida, dimana C=O dan NH terikat dalam cincin (misalnya barbiturat, glutetimida, oksipenisatin, dan sakarin) 2. Sulfonamida dan senyawa lain dengan gugus sulfamil (-SO2NH2) bebas dalam cincin (misalnya klopamida, furosemida, sulfanilamida, thiazida) atau dengan (-SO2NH2) yang terikat pada cincin benzen dengan cincin yang lain seperti pirazin, piradazin, piridin, atau pirimidin (misalnya sulfafurazol, dan sulfametoksazol) struktur sulfadiazin dan sulfadimetoksin memberikan warna pink atau merah-violet. Tidak ada respon mengindikasikan adanya senyawa dengan atom nitrogen yang tersubstitusi. Respon anomali diberikan oleh parametadion dan theofilin (violet), dan tidak adanya respon pada sikloserin, idoxuridin, mefenitoin, niridazol, riboflavin. d. Merkuri nitrat (reaksi umum golongan mirip barbiturat)

Reagen Untuk menjenuhkan larutan merkuri nitrat, tambahkan serbuk natrium bikarbonat sampai menghasilkan gas dan endapan terbentuk berwarna kuning. Endapan kemudian berubah warna menjadi cokelat muda. Reagen harus dibuat segar, kocok sebelum digunakan dan jangan disimpan melebihi 1 jam. Metode Larutkan sampel dalam etanol, tambahkan 1 tetes reagen yang keruh, kocok dan amati selama 2 menit. Blanko negatif yang hanya mengandung etanol dan reagen harus disertai. Indikasi Warna abu-abu gelap atau hitam mengindikasikan adanya cincin imida atau sulfonamida dengan cincin tambahan. Kecepatan dan intensitas reaksi bervariasi antarsenyawa. Intensitas reaksi imida berikut menurun dengan urutan: barbiturat,bemegrid,fenitoin>beneperidol,sikloserin,pimozid>glutetimida,oksifensatin>sakarin, sulfinpirazon. Dalam hal sulfonamida: suksinil sulfatiazol, sulfamoksol, sulfanilamida, sulfasomidin, dan sulfatiazol. Klorpropamid dan tolbutamind memberikan respon lemah.

B. Sulfonamida Short Acting

1. 1. Sulfonamid Rumus Struktur C6H8N2O2S Sinonim: Sulfamid, Streptocid, Sulfamimum Nama Dagang: Astreptine;AVC;Azol;Prontosil album, Prontylin Nama Kimia: Streptozid-4-Aminobenzensulfonamid BM 172.2 Rumus Bangun Pemerian: Serbuk kristal putih. Pada pemanasan serbuk kering dapat berubah menjadi ungu-biru dan kadang memproduksi anilin dan amonia. Titik didih sekitar 165. Kelarutan: 1:170 dalam air, 1:37 dalam etanol dan 1:5 dalam aseton, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter, larut dalam HCl dan larutan hidroksida alkali Konstanta disosiasi: pKa10.6 (20). Koefisien Partisi: Log P(oktanol/air), 0.6. Reaksi

Reaksi Warna

Koniferil Alkoholoranye; Tembaga Sulfat (Metode 1)biru; KoppanyiZwikker Testbiru-ungu; Merkuri Nitrathitam 2. Sulfasomidin (Elkosin) Rumus Struktur C12H14N4O2S Sinonim: Sulfaisodimerazin; Sulfaisodimidin; Sulfasomidin; Sulfasomidin. Sulfadimetilpirimidin yang biasa digunakan yaitu sulfasomidin dan terkadang digunakan sulfadimidin. Nama Dagang: Aristamid; Domain; Elkosin; Elkosil; Elkosin(e). Nama Kimia:4-Amino-N-(2,6dimetil4pirimidinil)benzensulfonamid BM 278.3 Rumus Bangun Pemerian: kristal atau hablur putih atau krem-putih yang lambat laun menjadi gelap jika terpapar cahaya. Titik Lebur: 243C

Kelarutan: larut dalam air, kloroform dan eter, sukar larut dalam etanol dan aseton, larut dan asam mineral encer dan larutan hidroksi alkali. Konstanta Disosiasi: pKa 7,5 (27). Koefisien Partisi: Log P (oktanol/air) 0.3 Reaksi a. Reaksi Warna

Koniferil alkoholoranye Tembaga (Metode 1)hijau KoppanyiZwikker Testbiru-violet (transient) Merkuri nitrathitam Asam Nitratkuning b. Reaksi Roux

Pereaksi dan cara pereaksi lihat di atas. Hasil: ungu coklat hitam hitam kotor c. Reaksi Erlich Pereaksi dan cara reaksi lihat di atas. Hasil: Kuning (+) Elkosin d. Reaksi korek api Zat + HCl encer lalu kedalamnya dicelupkan korek api, maka timbul warna jingga sampai jingga kuning. Asam sulfanilat : Kuning e. Indofenol Pereaksi dan cara reaksi: lihat di atas Hasil: Coklat f. Reaksi Vanilin Cara reaksi: lihat di atas Hasil: kuning atau hijau muda g. Reaksi dengan CuSO4 Pereaksi dan cara reaksi lihat di atas Hasil: hijau (terang). h. Reaksi Kristal

Sublimasi

Mayer Etanol-air Dragendorf Aceton-air 3. Sulfamethizol

Rumus Struktur C9H10N4O2S2 Sinonim: Sulfametilthiadiazol. Nama Dagang : Famet; Luco-Oph; Lucosil; Methazol; Renisul; Rufol; Salimol; Sulfapyelon; Thidicur; Thiosulfil; Urolex; Urolucosil. Nama Kimia: 4-Amino-N-(5metil1,3,4thiadiazol2yl)benzenesulfonamide BM 270.3 Rumus Bangun Pemerian: Kristal tak berwarna atau putih hingga krem-serbuk kristal putih. Titik lebur 208 C. Kelarutan: larut 1:2000 air, 1:30 etanol, 1:40 metanol, 1: 10 hingga 1:13 dari aseton, 1:1370 eter, dan 1:2800 kloroform, larut dalam larutan alkali hidroksida dan larut dalam asam mineral. Konstanta Disosiasi:pKa5.5 (25). Koefisien Partisi:Log P(oktanol/pH 7.5), 1.1; (oktanol/air), 0.5. Reaksi a. Reaksi Warna 1. 2. 3. 4. 5. 6. Koniferil alkoholoranye Tembaga (Metode 1)hijau KoppanyiZwikker Testmerah-violet (transient) Merkuri nitrathitam Asam Nitratkuning b. Reaksi Roux

Pereaksi dan cara reaksi lihat di atas. Hasil: hijau lemah-hijau coklat c. p-DAB-HCl Pereaksi dan cara reaksi lihat di atas. Hasil: warna yang timbul adalah kuning jingga d. Indofenol Cara reaksi lihat di atas

Thidicur : hijau muda-kuning e. Reaksi KbrO3 Cara reaksi lihat di atas Hasil: kuning coklat f. Reaksi Diazotasi Zat + 2 tts HCl 2 N dan air : + NaOH dan teteskan larutan 0,1 g beta-naftol dalam 2 ml NaOH, endapan jingga kemudian merah darah. Kalau yang dipakai alfa naftol : merah ungu. g. Pirolisa : coklat + gas SO2 h. Zat + NaOH + air + CuSO4 hijau-hitam i. Reaksi Kristal 1. pDAB-HCl 2. Aseton-air 3. Dragendorf C. Sulfonamida Medium Acting 1. Reaksi-Reaksi Identifikasi f. Tembaga sulfat e. Koniferil alkohol (reaksi untuk amin aromatik primer)

Reagen : Panaskan 0,1 g koniferil alkohol sampai melebur (T.L. 74oC) larutkan dalam 3 mL etanol dan diencerkan dengan etanol ad 10 mL. Metode : Teteskan larutan sampel pada kertas saring, tambahkan 1 tetes reagen dan diberi uap HCl. (+) : Warna jingga mengindikasikan adanya amin aromatik primer yang terikat secara langsung pada cincin benzen. Metode : Larutkan sampel dalam 0,1 M NaOH dan tambahkan 1% (b/v) larutan tembaga sulfat sampai larutan berubah sempurna. (+) : Timbul warna hijau, biru atau cokelat mengindikasikan adanya sulfonamida. g. Tes KoppanyiZwikker Reagen : Larutan 1% (b/v) kobalt nitrat dalam etanol. Sulfonamida Metode : Larutkan sampel dalam 1 mL etanol, tambahkan 1 tetes reagen diikuti dengan 10 mikroL larutan pirolidin dan campuran diaduk. (+) : Warna ungu, yang mengandung strukutur berikut :

1. Imida, (misalnya barbiturat, glutetimida, oksipenisatin, dan sakarin) h. Merkuri nitrat (reaksi umum golongan mirip barbiturat)

Reagen : jenuhkan larutan merkuri nitrar dengan penambahan serbuk natrium bikarbonat sampai menghasilkan gas dan endapan terbentuk berwarna kuning. Endapan kemudian berubah warna menjadi cokelat muda. Reagen harus dibuat segar. Metode : Larutkan sampel dalam etanol + 1 tetes reagen, kocok dan amati selama 2 menit. (+) : Warna abu-abu gelap atau hitam Sulfadiazin Sulfadiazin, sulfamezhatin, sulfamerazin, sulfametoksazol, sulfafenazol Rumus Bangun Pemerian Putih, putih kekuningan, atau pink hampir putih berbentuk kristal atau hablur, lambat laun menjadi gelap jika terpapar cahaya. Reaksi Warna :

Koniferil alkohol Jingga Cuprum sulfat (metode 1) Violet-Coklat Reaksi Koppanyi-Zwikker Violet-Pink Merkuri nitrat Hitam

Reaksi Kristal Asam Pikrat, bouchardat, dragendorf, aseton air 3. Sulfamethoksazol Pemerian .Kristal putih sampai putih-kekuningan. Reaksi Warna

Koniferil alkohol jingga tembaga sulfat hijau Tes Koppanyi-Zwikker biru-violet merkuri nitrat hitam

Reaksi Kristal Fe complex, sublimasi ,aseton-air, asam pikrat

4. Sulfafenazole

Rumus Bangun Pemerian Serbuk kristal putih. Ketika dipanaskan bubuk menjadi cokelat; ketika dipanaskan lebih jauh, akan menghasilkan asap kekuningan yang berbau sulfur dioksida. Reaksi Warna

Koniferil alkohol jingga tembaga sulfat biru tes Koppanyi-zwikker biru-violet merkuri nitrat hitam asam nitrat kuning.

Reaksi Kristal Fe complex, sublimasi ,aseton-air, asam pikrat 5. Sulfamerazin Rumus Bangun Pemerian Putih atau putih kekuningan serbuk kristal yang lambat laun akan menjadi gelap jika terpapar cahaya. Reaksi Warna

Koniferil alkohol Jingga Cuprum sulfat (metode 1) Hijau lalu menjadi Coklat Reaksi Koppanyi-Zwikker Pink Merkuri nitrat Hitam

Reaksi Kristal Sublimasi, aseton-air, asam pikrat, dragendorf, bouchardat, Fe complex. D. Sulfonamida Long Acting 1. Sulfamethoksipiridazin Pemerian Serbuk Kristal putih sampai kekuningan, tidak berbau, tidak berasa.

Reaksi Reaksi warna

1. Reaksi dengan CuSO4 Caranya: zat dalam tabung reaksi +2ml air dipanaskan sampai mendidih + NaOH 2 tetes, setelah dingin + 1 tetes CuSO4 + 1 tetes HCl encer ad netral atau asam lemah (indicator congored, tetap warna merah) coklat kehijauan 1. Reaksi dengan AgNO3 hitam 2. Reaksi dengan HNO3kuning

2. Sulfadoksin Pemerian Serbuk kristal putih. Reaksi

Reaksi warna

1. Reaksi dengan CuSO4 hijau 2. Reaksi p-DAB-HCl (p-DAB 1gram+ HCl encer 10 ml+ aqua ad 100 ml) (+) Caranya: zat padat pada plat tetes + 2 tetes pereaksi jingga merah 1. Reaksi dengan AgNO3 hitam 2. Reaksi dengan HNO3kuning 1. 3. Sulfametoprazin Rumus Bangun Pemerian Serbuk kristal putih sampai kekuningan. Reaksi

Reaksi warna

1. Reaksi dengan CuSO4 hijau 2. Reaksi dengan AgNO3 hitam 3. Reaksi dengan HNO3kuning

4. Sulfadimethoxine

Pemerian Serbuk kristal putih sampai kekuningan. Reaksi

Reaksi warna

1. Reaksi dengan CuSO4 hijau 2. Reaksi dengan AgNO3 hitam 3. Reaksi dengan HNO3kuning E. Sulfonamida Penggunaan Lokal 1. Sulfasetamid Pemerian Bubuk Kristal putih, kuning muda, tak berbau, rasa asam keasinan lemah Reaksi a. Reaksi Roux Sulfacetamid (di atas plat tetes) + 1 tetes pereaksi Roux, aduk dengan batang pengaduk warna hijau zamrud b. Reaksi Erlich dengan p-DAB-HCl Sulfacetamid (di atas plat tetes) + 1-2 tetes p-DAB-HCl warna hijau tua segera menjadi kuning jingga c. Reaksi dengan KBrO3 Sulfacetamid + 1mL H2SO4 4N + 1 tetes KBrO3 jenuh kuning jingga-coklat tua d. Reaksi Indophenol Panaskan zat 50-100 mg dalam tabung reaksi + 2ccair sampai mendidih lalu segera tambahkan 2 tetes NaOH dan 2 ml Kaporit + 1 tetes fenol liq. Segar hijau tua segera e. Esterifikasi Zat + etanol + H2SO4 pekat etil asetat (bau cutex) f. Reaksi dengan CuSO4 Zat dalam tabung reaksi + 2 mL air dipanaskan hingga mendidih + 2 tetes NaOH, setelah dingin + 1 tetes CuSO4 + 1 tetes HCl encer sampai netral atau asam lemah (indicator congo red, tetap merah) negatif (tidak terbentuk endapan)

g. Pyrolisa

Zat warna kuning, bau aniline + NH3 Zat + HCl sulfanilamide (lakukan tes sulfanilamide) h. Reaksi Kristal v 10mg zat + 1ml HCL 0,5N + CuO ammoniak lihat mikroskop v Dengan p-DAB-HCl v Dengan aseton-air v Dengan asam pikrat v Sublimasi 2. Sulfadikramid Pemerian Serbuk putih, tidak berbau, tidak berasa Reaksi a. 10 mg zat + 2 tetes NaOH 0,1N + 1 tetes KMnO4 0,01N warna hilang b. Reaksi Vanillin 1 tetes H2SO4 + beberapa kristal vanillin, campurkan + zat, panaskan di atas nyala api kecil hijau tua (dilihat di bawah dasar putih) c. Reaksi Erlich dengan p-DAB-HCl Zat ( di atas plat tetes) + 1-2 tetes p-DAB-HCl warna jingga d. Reaksi Kristal v HCL 5% + zat tidak berwarna v Sublimasi v Asam pikrat v Aseton-air

F. Sulfonamida untuk Usus

1. Suksinilsulfathiazol Pemerian Bubuk putih kekuningan, tak berbau, rasa agak pahit, dibakar bau menusuk. Reaksi a. Reaksi ERLICH dengan p-DAB HCl Zat (diatas plat tetes) + 1-2 tetes p-DAB-HCl hasil negatif Zat + HCl, dimasak lalu ditambahkan p-DAB-HCl jingga (zat + HCl pekat sulfathiazol) b. Reaksi Diazo (untuk amin aromatis primer) Zat + 2 tetes HCl 2N + 1 ml air + 2 tetes NaNO2 dan teteskan larutan 0,1 g -Naftol dalam 2 ml NaOH hasil negatif. (tidak terbentuk endapan jingga kemudian merah darah, jika yang dipakai -Naftol menjadi merah ungu) c. Reaksi ROUX Zat (diatas plat tetes) + 1 tetes pereaksi ROUX, aduk dengan batang pengaduk warna hijau-kuning. d. Reaksi dengan KBrO3 Zat + 1 ml H2SO4 4N + 1 tetes KBrO3 jenuh warna ungu, endapan coklat. e. Reaksi Umbelliferon Zat + resorcin + H2SO4 pekat, dipanaskan, + NaOH + air warna jingga berfluoreseensi hijau.Bila ditambah asam, warna hilang.Bila kemudian ditambah basa, warna timbul kembali. 1. f. Fluoresensi hijau 2. g. Reaksi dengan Cu2SO4 Zat dalam tabung reaksi + 2 ml air dipanaskan hingga mendidih, + NaOH 2 tetes, setelah dingin + 1 tetes CuSO4 + 1 tetes HCl encer sampai netral atau asam lemah (indikator congo red, tetap merah) warna hijau abu-abu. h. Reaksi Kristal Aseton air Fe kompleks Zat + HNO3 pekat, gores-gores mengendap Zat + NH4OH + HCl 25% kristal Sublimasi 2. Phtalilsulfathiazol

Pemerian Bubuk putih, kuning putih, tidak berbau, rasa pahit lemah. Reaksi a. Reaksi ROUX Zat (diatas plat tetes) + 1 tetes pereaksi ROUX, aduk dengan batang pengaduk warna hijau kuning kotor. b. Reaksi dengan KBrO3 Zat + 1 ml h2SO4 4N + 1 tetes KBrO3 jenuh tidak berwarna. c. Reaksi DIAZO (untuk amin aromatis primer) Akan member hasil negatif. d. Reaksi ERLICH dengan p-DAB-HCl Zat (diatas plat tetes) + 1-2 tetes p-DAB-HCl jingga kuning. e. Reaksi INDOPHENOL Akan memberi hasil negatif (tidak terjadi perubahan warna/tidak berwarna) f. Reaksi UMBELLIFERON Zat + resorcin + H2SO4 pekat, dipanaskan, + NaOH + air warna kuning berfluoresensi hijau. Bila ditambah asam, warna hilang. Bila kemudian ditambah basa, warna timbul kembali g. Reaksi kristal

Dragendorf Aseton air Asam pikrat Asam pikrolon Fe kompleks Sublimasi

You might also like