You are on page 1of 18

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang dengan ijinNyalah tugas ini dapat diselesaikan. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Babang Robandi, MPd. dan Ibu Nia Emilda, S.Pd. sebagai dosen mata kuliah Landasan Pendidikan yang telah membimbing dan membantu dalam menyelesaikan tugas ini, serta pihak-pihak yang telah ikut serta dalam proses penyelesaian tugas ini. Penyusunan makalah dengan judul Manusia dan Pendidikan ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan Pendidikan. Dalam proses penyusunan makalah ini, penyusun menyadari masih banyak kekurangan. Untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk perbaikan makalah ini. Penyusun juga berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi institusi pendidikan maupun pihak lainnya, khususnya bagi penyusun.

Bandung, Pebruari 2011

Penyusun

DAFTAR ISI

Contents KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB I A. B. C. BAB II A. B. C. BAB III A. B. PENDAHULUAN ................................................................................... iii Latar Belakang Penulisan ........................................................................ iii Rumusan Masalah ................................................................................... iv Tujuan Penulisan ..................................................................................... iv PEMBAHASAN ................................................................................... v Hakikat Manusia....................................................................................... v Kedudukan Manusia .............................................................................. viii Pentingnya Pendidikan Bagi Manusia ..................................................... xi PENUTUP ......................................................................................... xvi Kesimpulan ............................................................................................ xvi Saran ..................................................................................................... xvii

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ xviii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan Anak manusia lahir tidak berdaya, tidak dilengkapi insting yang sempurna, masa penyesuaian untuk belajar memerlukan waktu yang cukup lama, kemampuannya masih terbatas, oleh karenanya anak manusia perlu bantuan, perlu perlindungan dan perawatan. Di sisi lain manusia sebagai masyarakat perlu budaya kelompok, perlu warisan sosial budaya, perlu kehidupan beradab, perlu pendidikan. Dengan demikian apa hakikat manusia dalam hubungnanya dengan pendidikan, manusia sebagai makhluk yang harus/perlu dididik dan mendidik, manusia sebagai makhluk yang dapat dapat dididik dan mendidik, serta pendidikan sebagai humanisasi. Dengan demikian, terjadi suatu proses pendidikan atau proses belajar yang akan memberikan pengertian, pandangan, dan penyesuaian bagi seseorang, masyarakat, maupun negara sebagai penyebab

perkembangannya. Kehidupan manusia selalu berubah, sangat bergantung pada kesengsaraan hidup manusia dalam bermasyarakat. Setiap individu merupakan pendukung pengalaman hidup dan kelompok sosialnya. Disini, pendidikan memberikan makna yang luas dan dalam bagi perubahan hidup manusia secara individu dan sosial, mulai dari masyarakat primitif hingga masyarakat modern, dan kehidupan yang dianggap paling sulit pada zaman purbakala sampai abad teknologi sekarang ini.

iii

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana hakikat manusia dalam menjalani kehidupan? 2. Bagaimana kedudukan manusia jika dilihat dari berbagai prinsip antropologis? 3. Mengapa pendidikan penting bagi manusia? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui hakikat manusia dalam menjalankan kehidupannya. 2. Untuk memahami kedudukan manusia. 3. Untuk mendeskripsikan pentingnya pendidikan bagi manusia.

BAB II A. Hakikat Manusia

PEMBAHASAN

1. Manusia adalah Makhluk Tuhan YME Menurut Evolusionisme, manusia adalah hasil puncak dari mata rantai evolusi yang terjadi di alam semesta. Manusia sebagaimana halnya alam semesta ada dengan sendirinya berkembang dari awal itu sendiri, tanpa Pencipta, Sebaliknya, Kreasionisme menyatakan bahwa asal-usul manusia sebagai mana halnya alam semesta adalah ciptaan suatu Creative Cause atau Personality, yaitu Tuhan YME. Kita dapat mengakui kebenaran tentang adanya proses evolusi di alam semesta termasuk pada diri manusia, tetapi tentunya kita menolak pandangan yang menyatakan adanya manusia di alam semesta sematamata hasil evolusi dari alam itu sendiri, tanpa Pencipta. Penolakan ini terutama didasarkan atas keimanan kita kepada Tuhan YME sebagai Maha Pencipta. 2. Manusia sebagai Kesatuan Badani-Rohani Sebagai kesatuan badani-rohani manusia hidup dalam ruang dan waktu, memiliki kesadaran (consciousness) dan penyadaran diri (selfawareness), mempunyai berbagai kebutuhan, insting, nafsu serta mempunyai tujuan. Manusia untuk berbuat baik, namun di samping itu karena hawa nafsunya ia pun memiliki potensi untuk berbuat jahat. Selain itu, manusia memiliki potensi untuk mampu berpikir (cipta), potensi berperasaan (rasa), potensi berkehendak (karsa) dan memiliki potensi untuk berkarya. Adapun dalam eksistensinya manusia berdimensi individualitas/personalitas, sosialitas, moralitas,

keberbudayaan dan keberagamaan. Implikasi dari semua itu, manusia memiliki dinamika. historisitas, berinteraksi/berkomunikasi, dan memiliki

3. Individualitas/Personalitas Manusia bukan hanya sebagai anggota di dalam lingkungannya, tetapi juga besifat individual. Karena itu, ia adalah kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki perbedaan dengan yang lainnya sehingga setiap manusia bersifat unik. Dengan demikian dapat kita simpulkan, bahwa manusia adalah individu atau pribadi, artinya manusia adalah satu kesatuan yang tak dapat di bagi, memiliki perbedaan dengan yang lainnya sehingga bersifat unik dan merupakan subjek yang otonomi. 4. Sosialitas Sekalipun setiap manusia adalah individu/personal, tetapi tidak hidup sendirian. Dalam hidup bersama dengan sesamanya (status)

(bermasyarakat), setiap individu menempati kedudukan

tertentu, mempunyai dunia dan tujuan hidupnya masing-masing, namun demikian sekaligus ia pun mempunyai dunia bersama dan tujuan hidup bersama dengan sesamanya. Melalui hidup dengan sesamanyalah manusia akan dapat mengukuhkan eksistensinya. Sehubungan dengan ini Aristoteles menyebut manusia sebagai makhluk social atau makhluk bermasyarakat (Ernst Cassirer, 1987). Selain itu hendaknya terdapat keseimbangan antara individualitas dan sosialitas pada setiap manusia. 5. Keberbudayaan Manusia memiliki inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan, ia hidup berbudaya dan membudaya. Manusia

menggunakan budaya dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhannya atau untuk mencapai berbagai tujuannya. Dismaping itu, kebudayaan menjadi milik manusia, menyatu dengan dirinya, ia hidup sesuai dengan kebudayaannya. Karena itu, kebudayaan bukan sesuatu yang ada diluar manusia, melainkan meliputi perbuatan manusia itu sendiri.

Kebudayaan tidak bersifat statis, melainkan dinamis. Kodrat dinamika pada diri manusia mengimplikasikan adanya perubahan dan pembaruan kebudayaan. Hal ini tentu saja didukung oleh pengaruh kebudayaan

masyarakat /bangsa lain terhadap kebudayaan masyarakat tertentu, serta di rangsang pula oleh tantangan yang dating dari lingkungannya. 6. Moralitas Eksistensi manusia memiliki dimensi moralitas. Manusia memiliki dimensi moralitas karena ia memiliki kata hati yang dapat membedakan antara baik dan jahat. Sebagai subjek yang otonom (memiliki kebebasan) manusia selalu dihadapkan pada suatu alternative tindakan /perbuatan yang harus dipilihnya. Adapun kebebasan untuk

bertindak/berbuat itu selalu berhubungan dengan norma-norma moral dan nilai-nilai moral yang juga bertindak/berbuat, maka selalu ada penilaian moral atau tuntutan pertanggungjawaban atas setiap perbuatannya. 7. Keberagamaan Keberagamaan merupakan salah satu karakteristik esensial manusia yang terungkap dalam bentuk pengakuan atau keyakinan akan kebenaran suatu agama, yang diwujudkan dalam sikap dan perilakunya. Dalam keberagamaan ini manusia dapat merasakan hidupnya menjadi bermakna. Ia memperoleh kejelasan tentang asal-usulnya, dasar hidupnya, tata cara hidupnya dan menjadi jelas pula kemana arah tujuan hidupnya. 8. Historisitas Historisitas memiliki fungsi dalam eksistensi manusia. Historisitas turut membangun eksistensi manusia. Sehubungan dengan ini Karl Jaspers menyatakan : Manusia harus tahu siapa dia tadinya, untuk menjadi sadar kemungkinan menjadi apa dia nantinya. Masa lampaunya yang historis adalah faktor dasar yang tidak dapat di hindarkan bagi masa depannya (Fuad Hasan, 1973). Adapun esensi tujuan hidup manusia tiada lain untuk mencapai keselamatan/kebahagiaan di dunia dan di akhirat, atau untuk mendapatkan ridho Tuhan YME.

vii

9. Komunikasi/Interaksi Dalam rangka mencapai tujuan hidupnya, manusia

berinteraksi/berkomunikasi. Komuniksi/interaksi ini dilakukannya baik secara virtual, yaitu dengan Tuhannya; secara horizontal yaitu dengan alam dan sesama manusia dan budayanya; dan bahkan dengan dirinya sendiri. Demikinalah interaksi/komunikasi tersebut bersifat multi dimensi. 10. Dinamika N. Drijarkara S.J. (1986) menyatakan bahwa manusia mempunyai atau berupa dinamika (manusia sebagai dinamika). Adapun dinamika itu adalah untuk penyempurnaan diri baik dalam hubungannya dengan sesama, dunia dan Tuhan. Manusia aalah subjek, sebab itu dia dapat menontrol dinamikanya. Namun demikian karena ia adalah kesatuan jasmani-rohani (yang mana ia di bekali nafsu), Sebagai insan sosial dsb., maka dinamika itu tidak sepenuhnya selalu dapat dikuasainya. 11. Eksistensi Manusia adalah untuk Menjadi Manusia Bagi manusia, bereksistensi berarti mengada adakan dirinya secara aktif. Bereksistensi berarti merencanakan, berbuat dan menjadi. Eksistensi manusia tiada lain adalah untuk menjadi manusia. Inilah tugas yang diembannya. Tegasnya, ia harus menjadi manusia ideal (manusia yang diharapkan, dicita-citakan, atau menjadi manusia yang seharusnya).

B. Kedudukan Manusia 1. Prinsip-prinsip Antropologis Keharusan Pendidikan: Manusia sebagai Makhluk yang Perlu Dididik dan Perlu Mendidik Diri a. Prinsip Historisitas Sebagaimana telah dijelaskan dalam uraian terdahulu,

eksistensi manusia terpaut dengan masa lalunya sekaligus mengarah ke masa depan untuk mencapai tujuan hidupnya. Dengan

demikian, manusia berada dalam perjalaanan hidup, dalam perkembangan dan pengembangan diri. Ia adalah manusia tetapi sekaligus belum selesai mewujudkan dirinya sebagai manusia. b. Prinsip Idealitas Bersamaan dengan hal diatas, dalam eksistensinya manusia mengemban tugas untuk menjadi ideal. Sosok manusia ideal merupakan gambaran manusia yang dicita-citakan atau yang seharusnya. Maka, sosok manusia ideal tersebut belum

terwujudkan melainkan harus diupayakan untuk diwujudkan. c. Prinsip Posibilitas/Aktualitas Berbagai kemampuan yang seharusnya dilakukan manusia tidak dibawa sejak kelahirannya, melainkan harus diperoleh setelah kelahirannya dalam perkembangan menuju kedewasaannya. Di satu pihak, berbagai kemampuan tersebut diperoleh manusia melalui upaya bantuan dari pihak lain. 2. Prinsip-prinsip Antropologis Kemungkinan Pendidikan: Manusia sebagai Makhluk yang Dapat Dididik a. Prinsip Potensialitas Manusia memiliki berbagai potensi, yaitu potensi untuk beriman dan betakwa kepada Tuhan TME, potensi untuk mampu berbuat baik, potensi cipta, rasa, karsa dan potensi karya. Oleh sebab itu, manusia akan dapat dididik karena ia memiliki potensi untuk menjadi manusia ideal. b. Prinsip Dinamika Manusia (peserta didik) memiliki dinamika untuk menjadi manusia ideal. Ia berupaya untuk mengaktualisasikan diri agar menjadi manusia ideal, baik dalam rangka interaksi/komunikasinya secara horisontal maupun vertikal. Karena itu, dinamika manusia mengimplikasikan bahwa ia akan dapat dididik.

ix

c. Prinsip Individualitas Praktek pendidikan merupakan upaya pendidik

memfasilitasi peserta didik (manusia) yang antara lain diarahkan agar ia mampu menjadi dirinya sendiri (menjadi

seseorang/pribadi). Dipihak lain, peserta didik (manusia) adalah individu yang memiliki kesendirian (subyektivitas), bebas dan aktif berupaya untuk menjadi dirinya sendiri. Sebab itu, individualitas mengimplikasikan bahwa peserta didik (manusia) akan dapat dididik. d. Prinsip Sosialitas Pendidikan hakikatnya berlangsung dalam pergaulan (interaksi/komunikasi) antar sesama manusia (pendidik dan peserta didik). Melalui pergaulan tersebut pengaruh pendidikan

disampaikan oleh pendidik dan diterima oleh peserta didik. Hakikat manusia adalah makhluk sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya. Dalam kehidupan bersama dengan sesamanya ini akan terjadi hubungan pengaruh timbal balik dimana setiap individu akan menerima pengaruh individu yang lainnya. Maka, sosialitas mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik. e. Prinsip Moralitas Pendidikan berarti normatif, artinya dilaksanakan

berdsarkan sistem norma dan nilai tertentu. Di samping itu, pendidikan bertujuan agar manusia berakhlak mulia,agar manusia berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang bersumber dari agama, masyarakat dan budayanya. Di pihak lain, manusia berdimensi moralitas, manusia mampu membedakan yang baik dan yang jahat. Jadi, dimensi moralitas mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.

C. Pentingnya Pendidikan Bagi Manusia Dalam pengertian yang sederhana dan umum, makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaannya, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan. Dengan kata lain, pendidikan dapat diartikan sebagai hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri (nilai dan norma masyarakat), yang berfungsi sebagai filsafat pendidikannya. Sekaligus menunjukkan cara bagaimana warga negara berpikir dan berperilaku secara turun temurun hingga ke generasi berikutnya. Dalam perkembangannya akan sampai pada tingkat peradaban yang maju atau meningkatnya nilai-nilai kehidupan dan pembinaan kehidupan yang lebih sempurna. 1. Tujuan Pendidikan Setiap kegiatan pendidikan merupakan bagian dari suatu proses yang diharapkan untuk menuju ke suatu tujuan dan tujuan-tujuan ini ditentukan oleh tujuan-tujuan akhir. Pada umumnya, esensi ditentukan oleh masyarakat yang dirumuskan secara singkat dan padat, seperti kematangan dan integritas atau kesempurnaan pribadi dan

terbentuknya kepribadian. Tujuan pendidikan di Indonesia sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3, menyebutkan: Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam pengertian yang sangat sederhana, dapat dipahami bahwa pendidikan selalu membawa perubahan, baik cepat atau lambat, terbuka dan terpendam. Perubahan juga membawa pada kebutuhan

xi

yang makin banyak dan beragam sehingga mungkin benar kalau ada yang mengaatakan bahwa pendidikan mencetuskan harapan, karena harapan itu sendiri terletak pada pendidikan. 2. Fungsi Pendidikan Dalam Hidup dan Kehidupan Manusia Peranan pendidikan dalam hidup dan kehidupan manusia, terlebih pada zaman modern sekarang ini yang dikenal dengan abad cybernetica, pendidikan diakui sebagai satu kekuatan (education as power) yang menentukan prestasi dan produktivitas di bidang yang lain. Karena menurut Theodore Brameld bahwa Education as power means competent and srtrong enough toenable us, the majority of people, to decide what kind of a world we want and how to achieve that kind world. Dengan kata lain, pendidikan sebagai kekuatan berarti mempunyai kewenangan yang cukup kuat bagi kita untuk menentukan suatu dunia bagaimana yang kita inginkan dan bagaimana mencapai dunia semacam itu. Tidak ada satu fungsi dan jabatan di dalam masyarakat tanpa melalui proses pendidikan. Pendek kata, seluruh aspek kehidupan memerlukan proses pendidikan baik di dalam maupun di luar lembaga formal. Hubungan dan interaksi sosial yang terjadi dalam proses pendidikan di masyarakat mempengaruhi perkembangan kepribadian manusia. Untuk memperoleh hakikat diri yang makin bertambah sebagai hasil pengalaman berturut-turut sepanjang kehidupan manusia. Jadi, pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang memungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang. Di dalam masyarakat yang kompleks, fungsi pendidikan mengalami proses spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal, yang senantiasa tetap berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekolah. Dari uraian-uraian tadi, jelas bahwa pendidikan melaksanakan fungsi seluruh aspek kebutuhan hidup untuk mewujudkan potensi

manusia sebagai aktualitas. Sehingga mampu menjawab tantangan dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh umat manusia dalam dinamika hidup dan perubahan yang terjadi pada masa yang akan datang. 3. Peranan Lembaga Pendidikan Memikirkan masalah pendidikan, (termasuk di dalamnya lembaga pendidikan) merupakan suatu kegiatan yang terhormat, karena hal itu adalah suatu usaha berguna bagi perkembangan masyarakat. Demikian pula pekerjaan mengajar dan mendidik, memang pekerjaan yang baik dan baik pula untuk dikerjakan. Sekolah adalah lembaga pendidikan yang penting setelah keluarga, yang berfungsi membantu keluarga untuk mendidik anak-anak. Anakanak mendapatkan pendidikan di lembaga ini, yaitu yang tidak didapatkan dalam keluarga, atau karena kedua orang tuanya tidak mempunyai kesempatan untuk memberikan pendidikan dan pengjaran kepada anak-anaknya. Salah satu tugas pendidikan anak-anak oleh orang tua, diserahkan kepada guru sebagai pendidik profesional untuk memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan, jiwa beragama kepada anak, dan sebagainya. Tugas yang dilakukan guru di sekolah merupakan tugas pelimpahan dan lanjutan dari tanggung jawab orang tua. Karena itu, guru sebagai pendidik merasa memiliki tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan baik dan menjadi contoh teladan bagi anak-anak. 4. Proses Pendidikan Bersama Perkembangan Proses Kehidupan Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia. Seluruh pendidikan merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia, karena segala pengalaman sepanjang hidup memberikan pengaruh pendidikan bagi seseorang. Dengan mengambil pengertian pendidikan secara luas, berarti masalah kependidikan mempunyai ruang lingkup yang luas pula,

xiii

meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia atau sepanjang pengalaman yang dialami seseorang sejak ia dilahirkan hingga berpisah dengan dunia kehidupan atau mati. Seseorang mulai mendapatkan pendidikan sejak memperoleh pengalaman dalam lingkungannya, terutama dalam lingkungan keluarga dimana anak dilahirkan dalam keadaan lemah tidak berdaya. Kelangsungan dalam proses hidupnya sangat tergantung kepada pertolongan orang tuanya atau orang yang menyusui dan mengasuhnya. Anak yang dalam keadaan lemah tidak berdaya tersebut sebenarnya telah menyimpan beberapa potensi pembawaan yang serba memungkinkan untuk ditumbuhkan dan dikembangkan, bagi kelangsungan hidup pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Dalam proses pendidikan, potensi-potensi tadi merupakan potensi dasar manusia dan merupakan isi pendidikan yang dibina dan dikembangkan dalam proses hidup dan kehidupan seseorang, mulai dari lingkungan keluarga hingga lingkungan masyarakat yang lebih luas. Semua pengalaman yang diperoleh dari lingkungan keluarga ini sebagai dasar bagi hidup dan kehidupan pada masa berikutnya. Oleh karena itu, pendidikan mempunyai kedudukan sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan hidup dan kehidupan manusia. 5. Pendidikan sebagai Humanisasi Manusia akan dapat menjadi manusia hanya dengan pendidikan. Implikasinya maka pendidikan tiada lain adalh humanisasi (upaya memanusiakan manusia). Sebagai humanisasi, pendidikan mengandung pengertian yang sangat luas. Karena itu, pendidikan hendaknya tidak direduksi menjadi sebatas pengajaran saja. Pengajaran memang tergolong dalam salah satu bentuk upaya bantuan yang diberikan kepadda peserta didik, tetapi upaya ini terbatas hanya dalam rangka untuk menguasai dan mengembangkan pengetahuan semata. Pendidikan jangan direduksi menjadi sebatas latihan saja, sebab latihan hanya diarahkan dalam dan

rangka menguasai keterampilkan saja. Pendidikan jangan pula direduksi menjadi hanya sebatas sosialisasi saja, atau atau menghasilkan tenaga kerja saja, dan sebagainya. Sebagai humanisasi, pendidikan seyogyanya meliputi bentuk kegiatan dalam upaya mengembangkan potensi manusia dalam konteks dimensi

keberagaman, moralitas, individualitas, sosialitas, dan keberbudayaan secara menyeluruh dan terintegrasi. Namun demikian, humanisasi bukanlah pembentukan peserta didik atas dasar kehendak sepihak dari pendidik. Peserta didik bukanlah objek yang harus dibentuk oleh pendidik. Alasannya, bahwa peserta didik hakikatnya adalah subjek yang otonom. Kita harus menyadari prinsip individualitas/personalitas. Sesuai dengan prinsip ini, bahwa yang berupaya mewujudkan potensi kemanusiaan itu adalah peserta didik sendiri. Bahwa yang berupaya mengadakan atau

mengaktualisasikan diri itu hakikatnya adalah peserta didik. Sekuat apapun upaya yang dilakukan pendidik, apabila dilakukan dengan melanggar prinsip individualitas/personaliotas dari peserta didik, maka upaya itu tidak/sulit untuk dapat diterima oleh peserta didik. Implikasinya, peranan pendidik bukanlah membentuk peserta didik, melainkan membantu atau memfasilitasi peserta didik untuk mewujudkan dirinya dengan mengacu kepada semboyan ingarso sung tulodo (memberikan teladan), ing madya mangun karso

(membangkitkan semangat, kemauan), dan tut wuri handayani (membimbing/memimpin).

xv

BAB III A. Kesimpulan

PENUTUP

Telah diketahui bahwa hakikat manusia terdiri dari manusia adalah makhluk Tuhan YME, manusia sebagai individualitas/personalitas, sosialias kesatuan badani-rohani, moralitas,

keberbudayaan,

keberagaman, historitas, komunikasi/interaksi, dinamika, dan eksisten manusia adalah untuk menjadi manusia. Berdasarkan uraian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang perlu dididik dan mendidik diri. Terdapat tiga prinsip antropologis yang menjadi asumsi perlunya manusia mendapatkan pendidikan dan perlu mendidik diri, yaitu prinsip historitas, prinsip idealitas, dan prinsip posibilitas/aktualitasi. Selain itu, prinsip-prinsip antropologis yang melandasi bahwa manusia akan dapat dididik adalah sebagai berikut: prinsip potensialitas, prinsip dinamika, prinsip

individualitas, prinsip sosialitas, dan prinsip moralitas. Pendidikan sangat diperlukan bagi manusia karena tujuan pendidikan yaitu memenuhi kebutuhan hidup manusia seirnig dengan perkembangan zaman. Tujuan pendidikan bangsa Indonesia tercantum dalam Undang-Undang RI Nomer 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3. Pendidikan juga mempunyai fungsi untuk mewujudkan potensi manusia sehingga mampu menjawab tantangan dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Manusia memerlukan lembaga pendidikan untuk dapat meraih pendidikan, diantaranya adalah orang tua, guru, dan lain-lain. Pendidikan berkembang seiring jalannya proses kehidupan. Jadi, peranan pendidik bukanlah untuk membentuk peserta didik, melainkan untuk membantu/memfasilitasi peserta didik untuk mewujudkan dirinya.

B. Saran Pendidikan bertujuan untuk membawa perubahan bagi kehidupan manusia ke arah yang lebih baik. Maka dari itu, harus ada kesinambungan antara pendidik dan peserta didik agar tujuan tersebut dapat tercapai.

xvii

DAFTAR PUSTAKA

Sub Koordinat MKDP Landasan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. 2010. Landasan Pendidikan. Bandung: Ali, Hamdani. 1987. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kota Kembang. Kusumo, Amir Dairen Indra. 1981. Pengantar Ilmu Pendidikan. Malang: FIP IKIP Malang. Purwanto, M. Ngalim. 1985. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Karya. Djumransjah, H. M., M. Ed. 2004. Filsafat Pendidikan. Malang: Bayumedia Publishing.

You might also like