You are on page 1of 13

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

A. PENDAHULUAN Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan behubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/ berbahaya. Istilah penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructif Pulmonary Disease (COPD) ditujukan untuk mengelempokkan penyakit-penyakit yang mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan. Istilah ini mulai dikenal pada akhir 1950an dan permulaan tahun 1960an. Masalah yang menyebabkan terhambatmya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran pernapasan maupun pada parenkim paru. Kelompok penyakit yang dimasksud adalah Bronkitis Kronik (masalah dalam saluran pernapasan), emfisema (masalah dalam parenkim). Ada beberapa ahli yang menambahkan ke dalam kelompok ini yaitu Asma Bronkial Kronik, Fibrosis Kistik dan Bronkiektasis. Secara logika penyakit asma bronkial seharusnya dapat digolongkan ke dalam golongan arus napas yang terhambat, tetapi pada kenyataannya tidak dimasukkan ke dalam golongan PPOK. Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan sebagai PPOK bila obstruksi aliran udara ekspirasi tersebut cenderung progresif. Kedua penyakit tadi (bronkitis kronik, emfisema) hanya dapat dimasukkan ke dalam kelompok PPOK jika keparahan penyakitnya telah berlanjut dan obstruksinya bersifat progresif. Pada fase awal, kedua penyakit ini belum dapat digabungkan ke dalam PPOK. Patofisiologi terjadinya obstruksi adalah peradangan pada saluran pernapasan kecil. Pada PPOK yang stabil, ciri peradangan yang dominan adalah banyaknya sel neutrofilik yang ditarik oleh IL-8. Walaupun jumlah limfosit juga meningkat, namun yang meningkat hanya sel T CD8 helper tipe 1. Berbeda pada asma, yang dominan adalah eosonofi, sel mast, dan sel T CD4 helper tipe 2. Ketika terjadi eksaserbasi akut pada PPOK maka jumlah eosonofil meningkat tiga puluh kali lipat. Perbedaan jenis sel yang menginfilttrasi inilah yang menyebabkan perubahan respon terhadap pengobatan kortikosteroid. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke

tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut.

Berbagai faktor

berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetic dan perubahan cuaca. Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu diperhatikan factor-faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik. B. DEFINISI Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai karakteristik keterbatasan jalan napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu lama dengan gejala utama sesak napas, batuk dan produksi sputum. Beberapa penelitian terakhir menemukan bahwa PPOK sering disertai dengan kelainan ekstra paru yang disebut sebagai efek sistemik pada PPOK. American Thoracic Society (ATS) melengkapi pengertian PPOK menjadi suatu penyakit yang dapat dicegah dan diobati ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru abnormal terhadap partikel atau gas beracun terutama disebabkan oleh rokok. Meskipun PPOK mempengaruhi paru, tetapi juga menimbulkan konsekuensi sistemik yang bermakna. Keterbatasan aktiviti merupakan keluhan utama penderita PPOK yang sangat mempengaruhi kualiti hidup. Disfungsi otot rangka merupakan hal utama yang berperan dalam keterbatasan aktiviti penderita PPOK. Inflamasi sistemik, penurunan berat badan, peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis dan depresi merupakan manifestasi sistemik PPOK. Efek sistemik ini penting dipahami dalam penatalaksanaan PPOK sehingga didapatkan strategi terapi baru yang memberikan kondisi dan prognosis lebih baik untuk penderita PPOK. C. EPIDEMOLOGI Penderita pria : wanita = 3-10 : 1. Pekerjaan penderita sering berhubungan erat dengan faktor alergi dan hiperreaktifitas bronkus. Di daerah perkotaan, insiden PPOM 1 kali lebih

banyak daripada pedesaan. Bila seseorang pada saat anak-anak sering batuk, berdahak, sering sesak, kelak pada masa tua timbul emfisema. Faktor risiko penyakit paru obstruktif (PPOK) adalah hal-hal yang berhubungan dan atau yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko tersebut meliputi: a. Kebiasaan merokok, merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari factor penyebab yang lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan: 1. Riwayat merokok - Perokok aktif - Perokok pasif - Bekas perokok 2. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun : - Ringan : 0-200 - Sedang : 200-600 - Berat : >600 b. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja c. Hipereaktiviti bronkus d. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang D. ANATOMI PULMO Pulmo adalah parenkim yang berada bersama-sama dengan bronchus dan percabanganpercabangannya. Dibungkus oleh pleura, mengikuti gerakan dinding thorax pada waktu inspirasi dan expirasi. Bentuknya dipengaruhi oleh organ-organ yang berada disekitarnya. Pulmo terdiri dari pulmo kiri dan pulmo kanan. Pulmo kiri terdiri dari 2 lobus, sedangkan pulmo kanan terdiri dari 3 lobus. Paru-paru kanan sedikit lebih besar dibanding paru-paru kiri dan dibagi oleh fissura oblique dan fissura horisontalis menjadi 3 lobus, Lobus superior, medius dan inferior. Paru-paru kiri dibagi fisura obliqua menjadi 2 lobus, lobus superior dan lobus inferior. Paru-paru terletak sedemikian rupa sehingga setiap paru terletak disamping mediastinum. Oleh karena itu ,masing-masing paru-paru satu sama lain dipisahkan

oleh jantung dan pembuluh pembuluh besar serta struktur lain dalam mediastinum Masing-masing paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viceralis. Paru-paru terbenam bebas dalam rongga pleuranya sendiri,hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radix pulmonis. Masing-masing paru mempunyai apex yang tumpul, yang menjorok ke atas,masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas clavicula, facies costalis yang konveks,yang berhubungan dengan dinding dada, dan facies mediastinalis yang konkaf,yang membentuk cetakan pada pericardium dan struktur-struktur mediastinum lain Sekitar pertengahan permukaan kiri,terdapat hillus pulmonalis, suatu lekukan dimana bronkus,pembuluh darah dan saraf masuk ke paru-paru untuk membentuk radix pulmonalis. Gambar 1. Anatomi Paru-paru

Vaskularisasi diperoleh dari cabang-cabang arteria intercostalis, arteria mammaria interna, arteria musculophrenica dan arteria bronchialis. Innervasi dilakukan oleh n.pherenicus, n.intercostalis, N.vagus dan trunchus sympathicus.5 E. PATOFISIOLOGI RESPONS INFLAMASI PARU PADA PPOK

Sejumlah penelitian menemukan bahwa proses inflamasi pada PPOK tidak hanya berlangsung di paru tetapi juga secara sistemik, yang ditandai dengan peningkatan kadar Creactive protein (CRP), tumor necrosis factor- (TNF- ), interleukin 6 (IL-6) serta IL-8. Respons sistemik ini menggambarkan progresiviti penyakit paru dan selanjutnya berkembang menjadi penurunan massa otot rangka (muscle wasting), penyakit jantung koroner dan aterosklerosis. Gambar 2. Mekanisme molekuler dan seluler pada PPOK

Gambar 1. Mekanisme molekuler dan seluler pada PPOK

Pajanan gas beracun mengaktifkan makrofag alveolar dan sel epitel jalan napas dalam membentuk faktor kemotaktik, penglepasan faktor kemotaktik menginduksi mekanisme infiltrasi sel-sel hematopoetik pada paru yang dapat menimbulkan kerusakan struktur paru. Infiltrasi sel ini dapat menjadi sumber faktor kemotaktik yang baru dan memperpanjang reaksi inflamasi paru menjadi penyakit kronik dan progresif.6 Makrofag alveolar penderita PPOK meningkatkan penglepasan IL-8 dan TNF-. Ketidakseimbangan proteinase dan antiproteinase serta ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan berperan dalam patologi PPOK. Proteinase menginduksi inflamasi paru, destruksi parenkim dan perubahan struktur paru. Kim & Kadel.
dari 6 dikutip

menemukan peningkatan jumlah neutrofil yang nekrosis di jalan napas penderita PPOK dapat

menyebabkan penglepasan elastase dan reactive oxygen species (ROS) yang menyebabkan hipersekresi mukus. Respons epitel jalan napas terhadap pajanan gas atau asap rokok berupa peningkatan jumlah kemokin seperti IL-8, macrophage inflamatory protein-1 (MIP1-) dan monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1). Peningkatan jumlah Limfosit T yang didominasi oleh CD8+ tidak hanya ditemukan pada jaringan paru tetapi juga pada kelenjar limfe paratrakeal. Sel sitotoksik CD8+ menyebabkan destruksi parenkim paru dengan melepaskan perforin dan granzymes. CD8+ pada pusat jalan napas merupakan sumber IL-4 dan IL-3 yang menyebabkan hipersekresi mukus pada penderita bronkitis kronik. MEKANISME INFLAMASI SISTEMIK Penyakit Paru Obstruktif Kronik tidak hanya menyebabkan respons inflamasi paru yang abnormal tapi juga menimbulkan inflamasi sistemik termasuk stress oksidatif sistemik, aktivasi sel-sel inflamasi di sirkulasi sistemik dan peningkatan sitokin proinflamasi.3 Efek sistemik PPOK dapat dilihat pada tabel 1. Respons inflamasi sistemik ditandai dengan mobilisasi dan aktivasi sel inflamasi ke dalam sirkulasi. Proses inflamasi ini merangsang sistem hematopoetik terutama sumsum tulang untuk melepaskan leukosit dan trombosit serta merangsang hepar untuk memproduksi acute phase protein seperti CRP dan fibrinogen. Acute phase protein akan

meningkatkan pembekuan darah yang merupakan prediktor angka kesakitan dan kematian pada penyakit kardiovaskular sehingga menjadi pemicu terjadi trombosis koroner, aritmia dan gagal jantung. Tabel 1. Efek sistemik PPOK Inflamasi sistemik Stress Aktivasi Nutrisi abnormal dan penurunan berat badan Peningkatan Komposis Disfungsi otot rangka Hilangnya Struktur/ Keterbatasan latihan Efek sistemik potensial lainnya Efek Efek Efek osteoskeletal Dikutip dari (3) Banyak penelitian menemukan bahwa respons inflamasi paru terhadap pajanan gas atau asap rokok ditandai dengan peningkatan jumlah neutrofil, makrofag dan limfosit T yang didominasi oleh CD8+, peningkatan konsentrasi sitokin proinflamasi seperti leukotrien B4, IL-8 dan TNF- dan bukti bahwa stress oksidatif disebabkan oleh inhalasi asap rokok atau sel inflamasi yang diaktifkan. Perubahan respons inflamasi yang sama juga ditemukan pada sirkulasi sistemik. Konsep ini merupakan kunci untuk memahami efek sistemik PPOK. Stres oksidatif mencakup semua perubahan fungsi atau struktur yang disebabkan oleh ROS. Penilaian kadar ROS secara in vivo adalah sulit karena waktu paruhnya sangat pendek sementara sistem kardiovaskular saraf massa fungsi otot abnormal resting tubuh energy expenditure abnormal sel Peningkatan kadar plasma sitokin dan akut fase protein oksidatif inflamasi

Metabolisme asam amino abnormal

yang bisa dilihat adalah konsekuensi biologiknya atau melalui fingerprint.3 Ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan diduga sebagai patogenesis PPOK yang tidak hanya ditemukan pada jalan napas dan jaringan paru tetapi juga pada darah tepi. Banyak penelitian menyatakan bahwa peningkatan oksidan dapat terjadi karena peningkatan jumlah neutrofil dalam jaringan paru perokok dan penderita PPOK. Efek ini dapat dideteksi dalam plasma berupa peningkatan petanda stres oksidan diikuti dengan penurunan kapasiti antioksidan.11 Rahman dkk.dikutip dari 12 menemukan ketidak seimbangan status reduksi oksidasi pada perokok dan penderita PPOK eksaserbasi akut. Peningkatan stres oksidatif yang menetap dalam plasma penderita PPOK dibuktikan dengan penemuan kadar lipid peroxidation yang tinggi. Peningkatan kadar beberapa mediator sitokin ditemukan pada penderita PPOK stabil. Nougera dkk melakukan penelitian terhadap penderita PPOK stabil menemukan peningkatan ekspresi Mac-1 (CD11b/CD18) dalam sirkulasi dan kadar yang rendah dari soluble intercellular adhesion mollecule (SICAM)-1 dibanding kontrol. Penilaian ekspresi guanine nucleotide binding proteins (G protein) dengan mengabaikan kondisi klinis penderita PPOK menemukan hilangnya imunoreactivity G- yang bermakna dalam sirkulasi neutrofil.3 Sauleda dkk.
dikutip dari 11

melaporkan

peningkatan aktiviti enzim sitokrom oksidase penderita PPOK dibanding dengan orang sehat. Sitokrom oksidase adalah suatu enzim terminal dalam rantai pernapasan di mitokondria. Keadaan ini berhubungan secara bermakna dengan beratnya penyakit dan derajat obstruksi. Aktiviti sitokrom oksidase meningkat pada otot rangka penderita PPOK dibandingkan dengan orang normal. Perubahan sejumlah mediator inflamasi seperti TNF-, IL-8 ditemukan berupa peningkatan kadar acute phase protein walaupun pada penderita PPOK stabil. TNF- mengatur proses inflamasi pada tingkat multiseluler dengan cara merangsang peningkatan ekspresi molekul adesi leukosit dan sel endotel selain itu juga dengan meningkatkan pengaturan sitokin proinflamasi lainnya (IL-8 dan IL-6) serta menginduksi angiogenesis.13 Proses eksaserbasi PPOK sebagian berhubungan dengan peningkatan inflamasi pada bronkus dan sistemik. Secara umum proses inflamasi akan ditentukan oleh keseimbangan antara mediator pro dan antiinflamasi Penyempitan saluran pernapasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh inflamasi saluran pernapasan dan atau peningkatan tonus otot polos bronkioler merupakan gejala serangan

asma akut dan berperan terhadap resistensi aliran, hiperinflasi pulmoner dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi (V/Q). Apabila tidak dilakukan koreksi terhadap obstruksi saluran pernapasan ini akan terjadi gagal napas yang merupakan konsekuensi dari peningkatan kerja pernapasan, inefisiensi pertukaran gas dan kelelahan otot-otot pernapasan. Interaksi kardiopulmoner dan sistem kerja paru sehubungan dengan obstruksi saluran napas. Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma akut. Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan dapat dinilai dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti peak expiratory flow rate (PEFR) dan FEV1 (Forced Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran udara saat ekspirasi yang relatof cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara yang kecil untuk mencegah kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka akan terjadi hiperinflasi dinamik. Besarnya hiperinflasi dapat dinilai dengan derajat penurunan kapasitas cadangan fungsional dan volume cadangan. Fenomena ini dapat pula dapat terlihat pada foto thoraks, yang memperlihatkan gambaran volume paru yang membesar dan diafragma yang mendatar. Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot pernapasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular. Hiperinflasi paru akan meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena peningkatan efek kompresi langsung terhadap pembuluh darah paru. Gambar 4. Patofisiologi PPOK

F. ETIOLOGI Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab paling umum dari eksaserbasi PPOK. Namun, polusi udara, merokok, gagal jantung, emboli pulmonal, infeksi nonpulmonal, dan pneumothorax dapat memicu eksaserbasi akut. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa setidaknya 80 % dari PPOK eksaserbasi disebabkan oleh infeksi. Infeksi tersebut 40-50% disebankan oleh bakteri, 30% oleh virus, dan 5-10% karena bakteri atipikal. Infeksi bersamaan oleh lebih dari satu patogen menular tampaknya terjadi dalam 10 sampai 20% pasien. Meskipun ada data epidemiologis menunjukkan bahwa peningkatan polusi yang berkaitan dengan peningkatan ringan pada eksaserbasi PPOK dan perawatan di rumah sakit, mekanisme yang terlibat sebagian besar tidak diketahui. Emboli pulmonal juga dapat menyebabkan eksaserbasi PPOK akut, dan, dalam satu penelitian terbaru, Emboli Pulmonal sebesar 8,9% menunjukkan pasien rawat inap dengan eksaserbasi PPOK. Gambar 5. PPOK terkait faktor inhalasi

G. KLASIFIKASI Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstruction Lung Disease (GOLD) 2006, PPOK dibagi atas 4 derajat yaitu :

Klasifikasi PPOK berdasarkan Global Initiative for Chronic Lung Disease Derajat
0 : Beresiko

Karakteristik
Spirometri normal Gejala kronik (batuk, produksi sputum) FEV1/FVC <70% FEV1 80% Dengan atau tanpa gejala kronik (batuk, produksi sputum) FEV1/ FVC < 70% FEV1 30%-80% (IIa) FEV1 50%-80%

1 : Ringan

2 : Sedang

(Iib) FEV1 30%-50% Dengan atau tanpa gejala kronik (batuk, produksi sputum, sesak)

3 : Berat

FEV1/FVC <70% FEV1 <30% atau FEV1 <50% ditambah gejala gagal napas atau gejala gagal jantung kanan10

Tabel 1 . Klasifikasi PPOK berdasarkan GOLD 2006 H. DIAGNOSIS Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan : 1. Gambaran klinis a. Anamnesis Keluhan, Riwayat penyakit, Faktor predisposisi b. Pemeriksaan fisis 2. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan rutin b. Pemeriksaan khusus 1. Gambaran Klinis a. Anamnesis Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja Riwayat penyakit emfisema pada keluarga Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksisaluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

You might also like