You are on page 1of 19

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL SUAMI DENGAN POSTPARTUM BLUES PADA IBU PRIMIPARA USIA 21 25 TH DI RUANG BOGENVILE RSU

U Dr. WAHIDIN SUDIRO HUSODO MOJOKERTO Zakia Nuristantia ABSTRACT Postpartum blues is a type of mild depression on that occurs in women. Thephenomena that exist in bogenviles room RSU Dr. wahidin sudiro hsodomojokerto, many primiparous in others get postpartum bles. This shows that thereare many mothers who can not get through with good psychological postpartumadaptation as well. The purpoe of this study was to determine the relationshipbetween social supports her husband with postpartum blues in primiparousmothers aged 21 25 years in space bogenvile RSUD Dr, wahidin sudiro husodomojokerto. The design of this study used cross sectional method. Sampling methodused is purposive sampling. Samples are taken by 30 respondents that primiparousmothers aged 21- 25 years. After that the data collected by questionnaire andanalyzed with the spearman rho correlation. With significance level = 0.05. The results showed that the majority (83,3%) of respondents gave a husbandgood social support. While less likely to accur postpartum blues (86,7%) whilerespondents from the test results obtained by spearmans rho coefficient of 0.420with a significant value (p) 0.021 (p<0.05) mean H1 accepted. H1 accepted whichmeans there is a relationship between social support her husband with postpartumblues in space bogenvile RSU Dr. wahidin sudiro husodo mojokerto whichindicates the direction of the force correlation is negative. Based on the above research are expected to families, especially husbands tomaintain support to the mother in order to minimize the incidence of postpartumbles in pregnant primiparous.

Key Word : Social Support Husband, Postpartum Blues

1. PENDAHULUAN Periode kehamilan dan melahirkan merupakan periode kehidupan yang penuh dengan potensi stres. Seorang wanita dalam periode kehamilan dan periode melahirkan (post partum) cenderung mengalami stres yang cukup besar

karena keterbatasan kondisi fisik yang membuatnya harus membatasi aktivitas. Secara psikologis seorang ibu post partum akan melalui proses adaptasi psikologis masa postpartum (Sarwono, 2005). Dalam masa adaptasi ini sebagian wanita mampu beradaptasi terhadap peran barunya, sebagai seorang ibu yang baik, tetapi ada sebagian lainnya yang tidak berhasil beradaptasi sehingga jatuh dalam kondisi gangguan psikologis postpartum. Banyak fenomena membuktikan hampir sebagian besar wanita didunia mengalami Postpartum Blues dalam mengasuh bayi mereka, terutama pada ibu- ibu primipara. Ditinjau dari sisi psikologis, kebutuhan ibu bukan hanya sebatas berupa dukungan spiritual dan materil semata, ibu juga membutuhkan dukungan secara sosial dari orang terdekatnya, khususnya suami. Realitanya banyak ibu yang kurang mendapatkan dukungan sosial, disebabkan karena teralihkannya perhatian suami kepada kehadiran orang baru dalam keluarganya, yaitu anak . Hal inilah yang terkadang membuat ibu merasa dirinya terabaikan atau terlupakan oleh suami, serta bertambah lama depresi ibu pasca bersalin. Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 5 ibu primipara terdapat 2 ibu primipara ( 40 % ) yang mengaku mendapat dukungan sosial dari suami dan 3 ibu primipara ( 60 % ) yang kurang mendapat dukungan sosial dari suami saat mengalami Postpartum Blues. Dari penelitian sebelumnya di Semarang telah ditemukan 11 orang wanita (44%) yang mengalami Postpartum Blues. Dan secara keseluruhan, di Indonesia angka kejadian Postpartum Blues antara 50-70% dari wanita primipara. Sedangkan di luar negeri melaporkan angka kejadian yang

cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan.

Secara psikologis, saat hamil semua perhatian tertumpah kepada si ibu, termasuk dipenuhinya semua keinginannya yang terkadang aneh. Namun begitu melahirkan, semua perhatian beralih ke si bayi. Sementara si ibu yang lelah dan sakit pasca melahirkan merasa lebih butuh perhatian. Kondisi ini menyebabkan ibu merasa depresi, depresi ini biasanya berlangsung sampai 14 hari usai melahirkan. Gejala yang umum tampak adalah keluar keringat dingin, sesak napas, sulit tidur, gelisah, tegang, bingung, terasing, sedih, sakit, marah, merasa bersalah, tak berharga, punya pikiran negatif tentang suami. Kurangnya dukungan dari suami akan memperparah keadaan psikis ibu yang tengah mengalami Postpartum Blues, hal ini karena suami adalah orang pertama yang menyadari akan adanya perubahan dalam diri pasangannya. Apabila ibu menilai bahwa suami memberikan dukungan terhadap dirinya, maka akan dapat memungkinkan terjadi pengaruh positif dalam diri ibu tersebut. Para ibu yang memiliki jaringan sosial yang baik, akan lebih siap menghadapi kondisi setelah melahirkan. Sebaliknya apabila ibu menilai bahwa suaminya kurang memberikan dukungan terhadap dirinya, maka akan dapat memungkinkan terjadinya peningkatan depresi ibu ke arah yang lebih serius yaitu depresi postpartum. Sedangkan Stres serta sikap tidak tulus ibu yang terus-menerus diterima oleh bayi dapat berdampak kepada anak. misalnya anak mudah menangis, cenderung rewel, pencemas sekaligus pemurung. Dampak lain yang tak kalah merugikan adalah anak cenderung mudah sakit. Sedangkan dampak bagi suami sendiri adalah

semakin meningkatnya tanggung jawab menjadi seorang ayah akibat berperan ganda selama istri mengalami Postpartum Blues. Hal ini menjadikan suami menjadi seseorang yang pemurung dan pemarah. Jika dibiarkan, suamipun bisa terkena Postpartum Blues juga.

Penanganan Postpartum Blues salah satunya berupa dukungan sosial, menurut Sarason (2005) dukungan sosial diartikan sebagai keberadaan atau kemampuan seseorang dimana individu dapat bergantung padanya, yang menunjukkan kalau dia peduli terhadap individu, bahwa individu ini berharga dan dia mencintai atau menyayangi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat diberikan dalam beberapa bentuk, yaitu dukungan emosional, dukungan berupa penghargaan, dukungan berupa bantuan langsung dan dukungan informasional. Dari semua sumber dukungan sosial, dukungan sosial dari suami merupakan dukungan yang pertama dan utama dalam memberikan dukungan kepada istri. Mengingat demikian pentingnya dukungan sosial suami terhadap ibu yang mengalami Postpartum Blues, maka salah satu cara yang diambil peneliti adalah mengadakan penyuluhan tentang dukungan sosial suami dengan Postpartum Bluespada ibu post partum primipara.

2. METODE Jenis rancangan dalam penelitian ini adalah analitik. Desain dalam penelitian ini adalah Cross Sectional dimana jenis penelitian ini melakukan observasi atau pengukuran variasi pada satu saat. Artinya tiap responden di ruang

Bogenvile hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel dilakukan satu kali saja.

Populasi dalam penelitian ini adalah Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu primipara usia 21- 25 Th di Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto. Populasi pada penelitian ini berjumlah 51 ibu primipara. Kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu semua ibu primipara usia 2125 Th (Spontan pervaginam), ibu postpartum, bersedia diteliti, ditemani suami. Sampel berjumlah 30 orang. Pemilihan sampel dengan menggunakan teknik

Purposive Sampling.

Data dukungan sosial suami dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner kepada responden di Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto. Responden diminta menjawab pernyataan berjumlah 20 soal dengan cara menjawab soal sesuai dengan dirinya. Skor untuk jawaban iya = 1; tidak = 0. Kemudian dijumlah sehingga didapatkan nilai kemungkinan minimal 0 dan nilai kemungkinan maksimal 100.

Data postpartum blues dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner EPDS kepada responden di Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto. Responden diminta menjawab pertanyaan berjumlah 10 soal, dimana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih sendiri oleh ibu dan rata- rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Item pertanyaan berjumlah 4 item. Skor pada item tersebut disesuaikan dengan tanda bintang pada setiap pertanyaan. Untuk pertanyaan tanpa tanda

bintang yaitu: 0= a; 1= b; 2= c, dan 3= d, sedangkan pertanyaan bertanda bintang yaitu: 3= a; 2= b ; 1= c, dan 0= d. Setelah data terkumpul, kemudian nilai yang didapat pada setiap item soal dijumlah. Setelah data terkumpul, kemudian skor yang didapat pada setiap item soal dijumlah. Nilai yang diperoleh minimal 0 dan maksimal 30.

3. HASIL 3.1 Dukungan Sosial Suami Table 1 Distribusi Frekuensi Dukungan Sosial Suami di Ruang BogenvileRSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April Mei 2012. No. 1. 2. 3. Dukungan Sosial Suami Dukungan Sosial Suami kurang Dukungan Sosial Suami Sedang Dukungan Sosial Suami Baik Jumlah Sumber : Data Kuesioner 30 100 % 25 83,3 % 3 10 % Frekuensi 2 Prosentase 6,7 %

Berdasarkan tabel 1 didapatkan bahwa dari 30 responden sebagian besar 25 orang ( 83,3 % ) responden dukungan sosial suami baik, sebagiandansebagian kecil 2 orang ( 6,7 % ) responden dukungan sosial suami kurang.

3.2 Depresi Ibu Postpartum Tabel 2 Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi di Ruang BogenvileRSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April Mei 2012. No. 1. 2. 3. 4. Tingkat Depresi Kemungkinan Blues Kecil Postpartum Blues Kemungkinan PPD Depresi Postpartum 0 30 0% 100 % pasti terjadi 3 1 10 % 3,3 % Posrpartum Frekuensi 26 Prosentase 86,7 %

Jumlah Sumber : Data Kuesioner

Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan bahwa dari 30 responden sebagian besar 26 orang ( 86,7 % ) responden kemungkinan depresi kecil dansebagian kecil 1 orang ( 3,3 % ) responden kemungkinan pasti terjadi PPD. 3.4 Hubungan antara dukungan sosial suami dengan postpartum blues pada ibu primipara usia 21-25 Th Tabel 3 Tabulasi silang antara Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues pada Ibu Primipara Usia 21 25 Th di Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April - Mei Tahun 2012. Epds Tanda tanda Kemngkina postpartu kemungki n Depresi m blues nan Rendah terjadi PPD 1 1 0 50.0% 50.0% .0%

PPD Total 0 2 0% 100.0%

duku Kura Count ngan ng % within sosial dukungan sosial

% of Total Sedan Count g % within dukungan sosial % of Total Baik Count % within dukungan sosial % of Total Total Count % within dukungan sosial % of Total Sumber : kuesioner

3.3% 0 .0%

3.3% 0 .0%

.0% 3 100.0%

0% 0 0%

6.7% 3 100.0%

.0% 0 .0%

.0% 2 8.0%

10.0% 23 92.0%

0% 0 0%

10.0% 25 100.0%

.0% 1 3.3%

6.7% 3 10.0%

76.7% 26 86.7%

0% 0 0%

83.3% 30 100.0%

3.3%

10.0%

86.7%

0%

100.0%

Dari tabel 3 didapatkan tabulasi silang menunjukkan bahwa dari 30 responden hampir seluruhnya 23 orang ( 76,7 %) mendapatkan dukungan yang baik dan kemungkinan depresi sangat kecil sedangkan sebagian kecil 1 orang ( 3,3 %) kurang mendapatkan dukungan sosial suami mengalami postpartum blues dan kemungkinan pasti terjadi PPD. Table 4 Hasil Uji Korelasi Correlations dukungan sosial 1.000 . 30 Epds .420* .021 30

Spearman's rho

dukungan sosial

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Epds

.420* .021 30

1.000 . 30

Dari tabel 4 didapat bahwa dari uji hasil analisa korelasi dengan menggunakan Spearmens rho didapatkan hasil p (0,021) < (0,05), yang artinya Ho ditolak berarti ada hubungan yang signifikan antara Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues pada Ibu Primipara Usia 21 25 Th di Ruang BogenvileRSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April - Mei Tahun 2012 yang menunjukkan kea rah negatif dengan kekuatan korelasi sedang.

4. PEMBAHASAN 4.1 Dukungan Sosial Suami Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 didapatkan bahwa dari 30 responden sebagian besar 25 orang ( 83,3 % ) responden mendukung, sebagian kecil3 orang ( 10 % ) responden cukup mendukung, dan sebagian kecil 2 orang ( 6,7 % ) responden tidak mendukung ibu pasca partum. Dukungan sosial adalah derajat dukungan yang diberikan kepada individu khususnya sewaktu dibutuhkan oleh orang- orangyang memiliki hubungan emosional yang dekat dengan orang tersebut (Asari, 2005). Sedangkan pengertian dari suami itu sendiri adalah pasangan hidup istri (ayah dari anakanak), suami mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga tersebut dan suami mempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat

dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai kebijakan yang akan di putuskan termasuk merencanakan keluarga ( chaniago, 2002). Bahwa Dukungan suami diterjemahkan sebagai sikap penuh perhatian yang ditujukan dalam bentuk kerjasama yang baik, serta memberikan dukungan moral dan emosional (Jacinta, 2005). Dukungan sosial suami dapat berupa dukungan instrumental, informasi, emosional, dan penghargaan.Variable variable yang mempengaruhi dukungan sosial suami yaitu keintiman, harga diri, dan ketrampilan sosial. Suami memiliki peranan yang sangat penting dalam memberikan support atau dukungan terhadap masalah yang dihadapi oleh pasangan hidupnya dalam hal meminimalkan stressor yang didapat pasca bersalin, perubahan peran menjadi ibu baru. Menurut Wirawan (1991) hubungan prkawinan merupakan hubungan akrab yang diikuti oleh minat yang sama, kepentingan yang sama, saling membagi perasaan, saling mendukung, dan menyelesaikan permasalahan bersama.

Pada ibu primipara di ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto menunjukkan bahwa hampir sebagian kecil ( 6,7 % ) suamitidak mendukung dalam mengasuh bayi mereka. Suami yang kurang memberikan dukungan sosial dikarenakan antara lain : suami sudah lelah setelah pulang bekerja seharian, lebih berfokus pada anggota keluarga yang baru, suami takut untuk membantu ibu dalam perawatan bayi mereka (menggendong, memandikan, mengganti popok), Ini diperkuat dengan adanya persepsi dari orang yang lebih tua bahwa laki- laki tidak mampu merawat bayi dengan baik karena terlalu kaku serta tidak sabaran berbeda dengan ibu yang terkesan lebih lembut dan berhati- hati.

Hal yang sering kali di anggap sepeleh oleh suami adalah dukungan sosial penghargaan, seringkali suami menganggap hal itu terlalu kekanak- kanakkan, ungkapan rasa sayang kepada istri dianggap sudah ditunjukkan dengan suatu ikatan pernikahan saja tanpa harus diucapkan secara lisan misalnya dengan suatu pujian atau semacamnya sama halnya dengan dukungan sosial informasional yang seringkali dianggap bahwa hal ini wanita harusnya lebih tahu dari pada laki laki, sehingga suami kurang melangkan waktu untuk sharing tentang kondisi ibu maupun si kecil. Sebagian besar ( 83,3 % )ibu primipara di ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto menunjukkan bahwa suami mendukung ibu pasca melahirkan, hal ini disebabkan karenasuami mempunyai empati dan rasa sayang kepada istrinya, merasa bertanggung jawab secara psikologis dengan perannya sebagai suami, suami bisa meluangkan waktunya untuk menemani istri dalam perawatan bayi, suami membagi perhatian secara adil kepada bayi dan ibunya. kemudian dari hasil kuesioner dukungan sosial suami menunjukkan adanya keeratan hubungan antara suami dan ibu. Hal ini didukung dengan besarnya dukungan sosial emosional dan instrumental dari suami, dikarenakan suami merasa bahagia menjalani peran barunya sebagai ayah serta kecintaannya terhadap pasangan. Dukungan yang diberikan kepada ibu menjadi satu faktor penting yang juga mempengaruhi ibu dalam meminimalkan stressor yang didapat pasca melahirkan karena adanya perubahan peran yang baru sebagai ibu baru. Dengan adanya dukungan dukungan dari lingkungan sekitar terutama dari pasangan hidupnya yaitu suami, ibu dapat meminimalkan stressor yang didapatnya pasca melahirkan.

4.2 Postpartum Blues Berdasarkan hasil penelitian tabel 5.5 didapatkan bahwa dari 30 responden sebagian besar 26 orang ( 86,7 % ) responden kemungkinan postpartum blues kecil, sebagian kecil 3 orang ( 10 % ) responden mengalami postpartum bles dan sebagian kecil lagi 1 orang ( 3,3 % ) responden mengalami kemungkinan pasti mengalami PPD. Postpartum Bluesadalah suatu keadaan psikologis setelah melahirkan yang bersifat sementara dan dialami oleh kebanyakan ibu baru, muncul pada hari ketiga atau ke-empat dan biasanya berakhir dalam dua minggu pasca persalinan, ditunjukkan dengan adanya perasaan sedih dan depresi, sebagai bentuk depresi postpartumtingkat ringan sehingga memungkinkan terjadinya gangguan yang lebih berat, disebabkan karena perubahan tingkat hormon, tanggung jawab baru akibat perluasan keluarga dan pengasuhan terhadap bayi. Menurut Young dan Ehrhardt (dalam Strong dan Devault, 1989), faktor -faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya gangguan emosional pasca persalinan ke dalam tiga kategori yaitu biologis, psikologi dan sosial. Lima Kriteria ibu yang rentan mengalami gangguan emosional dan membutuhkan dukungan tambahan, diantaranya yaitu ibu primipara, wanita yang juga memiliki kesibukan dan tanggung jawab dalam pekerjaannya, wanita yang tidak memiliki banyak teman atau anggota keluarga untuk diajak berbagi dan memberikan perhatian terhadapnya, ibu yang berusia remaja, setra wanita yang tidak bersuami (Bobak dan rekan-rekannya, 1994). Pada ibu primipara di ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto bahwa hanya sebagian kecil ( 10 % )ibu terkena postpartum blues.Hal

ini terjadi dimungkinkan karena ibu sudah kurang mendapatkan informasi baik dari media televisi ataupun media cetak dalam merawat bayi mereka. Bila dikaitkan dengan usia ibu antara 21 - 25 tahun, dikemukakanbahwa pada usia tersebut kematangan emosi ibu masih labil, sehingga kecenderungan untuk terjadi depresi itu ada.Selain itu dimungkinkan karena tingkat pendidikan ibu yang menunjukkansebagian besar adalah SMA, faktor penerimaan info dipengaruhi oleh daya pikir dan pendidikan seseorang, dimana dijelaskan bahwa semakin terdidik seseorang akan berpengaruh terhadap pola fikir dan tingkat kedewasaan mereka. Faktor pendidikan menentukan mudah tidaknya seeorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Teori Green (1980), menyatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan faktor predisposisi seseorang untuk berprilaku. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengetahuan seorang ibu mempengaruhi prilaku emosidalam melewati masa- masa adaptasi psikologis postpartum. Apabila ibu mempunyai rasa tidak percaya diri dapat memberikan efek yang negatif dalam mekanisme coping ibu, karena kiat sukses melewati masa- masa adaptasi psikologis postpartum adalah rasa percaya diri. Kecemasan dan rasa tidak nyaman yang dirasakan oleh ibu secara tidak langsung akan berpengaruh juga terhadap kondisi fisik dan mental bayi, sehingga bayi cenderung rewel, mudah menangis, pencemas, dan pemurung. alasan lainnya yaituibu yangtidak bekerja 43,3% yang hampir setengahnya, sehingga ibu cenderung merasa sendiri merawat bayinya, sedangkan kondisi fisik ibu masih belum pulih seutuhnya pasca bersalin. Hal ini menyebabkan stresor yang kuat dan menimbulkan terjadinya postpartum blues. Padahal sebenarnya hal ini dapat

diminimalisir dengan adanya dukungan dari orang- orang terdekat khususnya suami. 4.3 Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues Berdasarkan Hasil analisis hubungan antara dukungan sosial suami dengan postpartum blues di ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto. Setelah data terkumpul dilakukan analisa dengan uji statistik kolerasi Spearman Rho diperoleh nilai koefisien sebesar 0,420 dengan nilai signifikan ( p ) 0,021 ( p < 0,05 ) berarti H1 diterima. H1 diterima yang artinya ada hubungan antara dukungan sosial suami dengan postpartum blues pada ibu primipara usia 21- 25 tahun di ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto dengan kekuatan kolerasi sedang dan korelasi bertanda negatif yang artinya responden mendapatkan dukungan sosial sosial tinggi cenderung menurun kemungkinan untuk tidak terjadi postpartum blues. Hal ini didukung dengan hasil tabulasi silang pada tabel 5.6 dari 30 responden, kategori yang dukungan sosial suami baik sebanyak 23 responden ( 76,7 %) kemungkinan terjadi postpartum blues kecil dan 2 orang ( 6,7 % ) responden mengalami postpartum blues. Kategori yang dukungan sosial suami sedang sebanyak 3 orang ( 10 % ) responden tidak mengalami postpartum blues dan 0 orang ( 0 % ) mengalami postpartum blues. Sedangkan kategori dukungan sosial suami kurang sebanyak 1 orang ( 3,3 % ) responden mengalami kemungkinan pasti mengalami PPD, 1 orang ( 3,3 % ) mengalami postpartum bleus, dan 0 orang (0 % ) responden kemungkinan terjadi postpartum blues kecil.

Suami berperan dalam memberikan support atau dukungan terhadap masalah yang dihadapi oleh anggota istrinya dalam melewati masa- masa adaptasi psokologis postpartum, dimana dukungan yang dibutuhkan tidak hanya secara fisik tapi juga moral (Yofie dalam Hawari, 2001). Selain hal tersebut, suami dalam membuat keputusan ditentukan oleh kemampuan keluarga, tentunya hal ini akan berpengaruh pada dukungan yang diberikan (Gillies, et all, 1989). hubungan prkawinan merupakan hubungan akrap yang diikuti oleh minat yang sama, kepentingan yang sama, saling membagi perasaan, saling mendukung, dan menyelesaikan permasalahan bersama (Wirawan, 1991). Peran suami dalam meminimalkan postpartum blues yaitu memahami kebutuhan istri, suami bisa meluangkan waktunya untuk menemani istri dalam perawatan bayi, kesediaan suami mengambil alih sebagian tugas-tugas rumah tangga yang selama ini dilakukan istri, kewajiban suami membagi perhatian secara adil kepada bayi dan ibunya. Meskipun kehadiran bayi sangat menyenangkan dan membahagiakan, perlu di ingat bahwa ibu yang melahirkannya, dan Perlunya sentuhan fisik sangat dirasakan pada masa-masa pasca melahirkan.

Dengan dukungan sosial suami yang baik maka ibu tidak terjadi postpartum blues. Sehingga kualitas dukungan yang diberikan pada ibu berupa dukungan instrumental, dukungan informatif, kemudian dukungan emosional dan dukungan penghargaan akan berakibat pada penanggulangan coping yang baik pada ibu dalam melewati mada adaptasi psikologisnya. Kualitas dukungan tersebut bisa diakibatkan salah satunya oleh karena faktor internal yaitu faktor psikologis yaitu emosi. Dukungan suami yang diberikan kepada ibu akan

mempengaruhi kondisi psikolgis ibu, sehingga ibu akan mempunyai motivasi yang kuat untuk melewati masa adaptasi psikologis postpartum dengan baik. Faktor eksternal contohnya saja dari segi pendidikan, semakin tinggi bangku sekolah maka semakin maju dan luas pula pengetahuannya, dari segi usia semakin matang usia seseorang cara serta pola berfikirnya pun akan jauh berbeda dengan anak- anak usia remaja, dari segi pekerjaan saat ibu memiliki banyak relasi atau teman hal ini juga dapat mempengaruhi karena bisa berbagi pengalaman dengan orang yang lebih dulu mengalami adaptasi postpartum blues sehingga bisa mengurangi kemungkinan untuk postpartum blues. Dari semua hal diatas, yang paling berpengaruh yaitu pengalaman, berbeda dengan ibu primipara yang belum pernah melewati masa- masa adaptasi psikologis postpartum, ibu multipara yang sudah memiliki anak ke dua atau lebih mungkin lebih bisa menangani hal tersebut karena dapat berkaca dari pengalaman sebelum- sebelumnya. Oleh karena itu pada ibu primipara lebih dibutuhkan dukungan dari orang orang terdekat khususnya suami sebagai pendamping hidupnya agar dapat melewati masa- masa adaptasi postpartum tersebut dengan baik dan bahagia. Namun pada intinya faktor eksternal tidak bisa lepas dari faktor internal, sehingga jika suami memberikan dukungan kepada ibu maka motivasi ibu akan lebih kuat yang pada akhirnya ibu dapat terhindar dari keadaan postpartum blues, sebaliknya bila suami tidak memberikan dukungannya, maka ibu juga lebih besar kemungkinan untuk terjadi postpartum blues. Berdasarkan hal tersebut, bila suami mendapatkan pengetahuan tentang kondisi yang dijalani oleh ibu dengan benar dan tepat, tidak hanya dari petugas kesehatan saja akan tetapi melalui informasi dari media elektronik lainnya

maka suami akan memberikan dukungan penuh kepada ibu dan ibu dapat melewati masa- masa adaptasi psikologis postpartumnya dengan baik dan bahagia.

5. KESIMPULAN Berdasarkan analisa data dari penelitian yang telah dilakukan dengan uji hipotesa spearman rank diperoleh nilai koefisien sebesar 0,420 dengan nilai signifikan ( p ) 0,021 ( p < 0,05 ) berarti H1 diterima. H1 diterima yang artinya ada hubungan antara dukungan sosial suami dengan postpartum blues di Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto yang menunjukkan ke arah positif dengan kekuatan kolerasi sedang.Dengan demikian dapat dibuktikan bahwa dukungan suami mempunyai peranan penting dalam menunjang keberhasilan ibu dalam melewati masa adaptasi psikologis postpartum sehingga tidak terjadi postpartum blues.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. 2003. Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., Jensen, M.D. 1994. Maternity Nursing. Missouri: The C.V. Mosby Company. Farrer, H. 2001. Perawatan Maternitas: Edisi 2. Alih Bahasa oleh Andry Hartono. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Flint Heinemann. Caroline. 1994. Sensitive Midwifery. Oxford: Butterworth

Grinspun, D. 2005. Intervention for Postpartum Depression. Ontario: Registered Nurses Association of Ontario. Hadi, P. 2004. Depresi dan Solusinya. Yogyakarta: Tugu. Henderson C. dan jone K. 2005. Buku Ajar Konsep Kebidanan (Edisi Bahasa Indonesia). Ed. Yulianti. Jakarta: EGC Iskandar, S.S. 2004. Depresi Pasca Kehamilan (Postpartum Blues). http://www.mitrakeluarga.net/depresikehamilan.html. Jensen, M.D., Bobak, I.M. 1985. Maternity and Ginecologic Care: The Nurse and The Family. St. Louis (Missouri): The C.V. Mosby Company. John Cox and Jeni Holden. 2003. Perinatal Mental Health, a guide to the Edinburgh Postnatal Depression Scale. London: SW1X. KL. Wisner, BL Parry. 2002. Depresi Postpartum Vol. 347. Jmed: CM Piontek. Maryunani, Anik. 2009. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas (Postpartum). Jakarta: CV. Trans Info Media. natsirasmawi.blogspot.com/2011/03/social-support-and-behaviortoward.html Nursalam. 2011. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Medika Salamba.

Pusdiknakes. 2001. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan Fisiologis Bagi Dosen Diploma III Kebidanan. Jakarta: Pusdiknakes WHO-JHPIEGO Saryono, Ryan Hara Permana. 2010. Depresi Pasca Persalinan, Pedoman Lengkap Bagi Ibu Yang Akan Atau Setelah Melahirkan. Bogor: Rekatama.
55 Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta : Andi Offset

Suparyanto.blogspot.com/2008/11/dukungan-sosial.html

You might also like