You are on page 1of 29

Pengertian aldehid dan keton Aldehid dan keton sebagai senyawa karbonil Aldehid dan keton adalah senyawa-senyawa

sederhana yang mengandung sebuah gugus karbonil sebuah ikatan rangkap C=O. Aldehid dan keton termasuk senyawa yang sederhana jika ditinjau berdasarkan tidak adanya gugus-gugus reaktif yang lain seperti -OH atau -Cl yang terikat langsung pada atom karbon di gugus karbonil seperti yang bisa ditemukan misalnya pada asam-asam karboksilat yang mengandung gugus -COOH. Contoh-contoh aldehid Pada aldehid, gugus karbonil memiliki satu atom hidrogen yang terikat padanya bersama dengan salah satu dari gugus berikut:

atom hidrogen lain atau, yang lebih umum, sebuah gugus hidrokarbon yang bisa berupa gugus alkil atau gugus yang mengandung sebuah cincin benzen.

Pada pembahasan kali ini, kita tidak akan menyinggung tentang aldehid yang mengandung cincin benzen.

Pada gambar di atas kita bisa melihat bahwa keduanya memiliki ujung molekul yang sama persis. Yang membedakan hanya kompleksitas gugus lain yang terikat. Jika kita menuliskan rumus molekul untuk molekul-molekul di atas, maka gugus aldehid (gugus karbonil yang mengikat atom hidrogen) selalunya dituliskan sebagai -CHO dan tidak pernah dituliskan sebagai COH. Oleh karena itu, penulisan rumus molekul aldehid terkadang sulit dibedakan dengan alkohol. Misalnya etanal dituliskan sebagai CH3CHO dan metanal sebagai HCHO. Penamaan aldehid didasarkan pada jumlah total atom karbon yang terdapat dalam rantai terpanjang termasuk atom karbon yang terdapat pada gugus karbonil. Jika ada gugus samping yang terikat pada rantai terpanjang tersebut, maka atom karbon pada gugus karbonil harus selalu dianggap sebagai atom karbon nomor 1. Contoh-contoh keton Pada keton, gugus karbonil memiliki dua gugus hidrokarbon yang terikat padanya. Sekali lagi, gugus tersebut bisa berupa gugus alkil atau gugus yang mengandung cincin benzen. Disini kita hanya akan berfokus pada keton yang mengandung gugus alkil untuk menyederhanakan pembahasan.

Perlu diperhatikan bahwa pada keton tidak pernah ada atom hidrogen yang terikat pada gugus karbonil.

Propanon biasanya dituliskan sebagai CH3COCH3. Diperlukannya penomoran atom karbon pada keton-keton yang lebih panjang harus selalu diperhatikan. Pada pentanon, gugus karbonil bisa terletak di tengah rantai atau di samping karbon ujung menghasilkan pentan-3-ena atau pentan2-on. Ikatan dan Kereaktifan Ikatan pada gugus karbonil

Atom oksigen jauh lebih elektronegatif dibanding karbon sehingga memiliki kecenderungan kuat untuk menarik elektron-elektron yang terdapat dalam ikatan C=O kearahnya sendiri. Salah satu dari dua pasang elektron yang membentuk ikatan rangkap C=O bahkan lebih mudah tertarik ke arah oksigen. Ini menyebabkan ikatan rangkap C=O sangat polar. Reaksi-reaksi penting dari gugus karbonil Atom karbon yang sedikit bermuatan positif pada gugus karbonil bisa diserang oleh nukleofil. Nukleofil merupakan sebuah ion bermuatan negatif (misalnya, ion sianida, CN-), atau bagian yang bermuatan negatif dari sebuah molekul (misalnya, pasangan elektron bebas pada sebuah atom nitrogen dalam molekul amonia NH3). Selama reaksi berlangsung, ikatan rangkap C=O terputus. Efek murni dari pemutusan ikatan ini adalah bahwa gugus karbonil akan mengalami reaksi adisi, seringkali diikuti dengan hilangnya sebuah molekul air. Ini menghasilkan reaksi yang dikenal sebagai adisi-eliminasi atau kondensasi. Dalam pembahasan tentang aldehid dan keton anda akan menemukan banyak contoh reaksi adisi sederhana dan reaksi adisi-eliminasi. Aldehid dan keton mengandung sebuah gugus karbonil. Ini berarti bahwa reaksi keduanya sangat mirip jika ditinjau berdasarkan gugus karbonilnya. Perbedaan aldehid dan keton Aldehid berbeda dengan keton karena memiliki sebuah atom hidrogen yang terikat pada gugus karbonilnya. Ini menyebabkan aldehid sangat mudah teroksidasi.

Sebagai contoh, etanal, CH3CHO, sangat mudah dioksiasi baik menjadi asam etanoat, CH3COOH, atau ion etanoat, CH3COO-. Keton tidak memiliki atom hidrogen tersebut sehingga tidak mudah dioksidasi. Keton hanya bisa dioksidasi dengan menggunakan agen pengoksidasi kuat yang memiliki kemampuan untuk memutus ikatan karbon-karbon. Oksidasi aldehid dan keton juga dibahas dalam modul belajar online ini pada sebuah halaman khusus di topik aldehid dan keton. Sifat-sifat fisik Titik didih Aldehid sederhana seperti metanal memiliki wujud gas (titik didih -21C), dan etanal memiliki titik didih +21C. Ini berarti bahwa etanal akan mendidih pada suhu yang mendekati suhu kamar. Aladehid dan keton lainnya berwujud cair, dengan titik didih yang semakin meningkat apabila molekul semakin besar. Besarnya titik didih dikendalikan oleh kekuatan gaya-gaya antar-molekul. Gaya dispersi van der Waals Gaya tarik ini menjadi lebih kuat apabila molekul menjadi lebih panjang dan memiliki lebih banyak elektron. Peningkatan gaya tarik ini akan meningkatkan ukuran dipol-dipol temporer yang terbentuk. Inilah sebabnya mengapa titik didih meningkat apabila jumlah atom karbon dalam rantai juga meningkat baik pada aldehid maupun pada keton. Gaya tarik dipol-dipol van der Waals Aldehid dan keton adalah molekul polar karena adanya ikatan rangkap C=O. Seperti halnya gaya-gaya dispersi, juga akan ada gaya tarik antara dipol-dipol permanen pada molekul-molekul yang berdekatan. Ini berarti bahwa titik didih akan menjadi lebih tinggi dibanding titik didih hidrokarbon yang berukuran sama yang mana hanya memiliki gaya dispersi. Mari kita membandingkan titik didih dari tiga senyawa hidrokarbon yang memiliki besar molekul yang mirip. Ketiga senyawa ini memiliki panjang rantai yang sama, dan jumlah elektronnya juga mirip (walaupun tidak identik).

molekul CH3CH2CH3

tipe alkana

titik didih (C) -42

CH3CHO CH3CH2OH

aldehid alkohol

+21 +78

Pada tabel di atas kita bisa melihat bahwa aldehid (yang memiliki gaya tarik dipol-dipol dan gaya tarik dispersi) memiliki titik didih yang lebih tinggi dari alkana berukuran sebanding yang hanya memiliki gaya dispersi. Akan tetapi, titik didih aldehid lebih rendah dari titik didih alkohol. Pada alkohol, terdapat ikatan hidrogen ditambah dengan dua jenis gaya-tarik antar molekul lainnya (gaya-tarik dipol-dipol dan gaya-tarik dispersi). Walaupun aldehid dan keton merupakan molekul yang sangat polar, namun keduanya tidak memiliki atom hidrogen yang terikat langsung pada oksigen, sehingga tidak bisa membentuk ikatan hidrogen sesamanya. Kelarutan dalam air Aldehid dan keton yang kecil dapat larut secara bebas dalam air tetapi kelarutannya berkurang seiring dengan pertambahan panjang rantai. Sebagai contoh, metanal, etanal dan propanon yang merupakan aldehid dan keton berukuran kecil dapat bercampur dengan air pada semua perbandingan volume. Alasan mengapa aldehid dan keton yang kecil dapat larut dalam air adalah bahwa walaupun aldehid dan keton tidak bisa saling berikatan hidrogen sesamanya, namun keduanya bisa berikatan hidrogen dengan molekul air. Salah satu dari atom hidrogen yang sedikit bermuatan positif dalam sebuah molekul air bisa tertarik dengan baik ke salah satu pasangan elektron bebas pada atom oksigen dari sebuah aldehid atau keton untuk membentuk sebuah ikatan hidrogen.

Tentunya juga terdapat gaya dispersi dan gaya tarik dipol-dipol antara aldehid atau keton dengan molekul air. Pembentukan gaya-gaya tarik ini melepaskan energi yang membantu menyuplai energi yang diperlukan untuk memisahkan molekul air dan aldehid atau keton satu sama lain sebelum bisa bercampur.

Apabila panjang rantai meningkat, maka "ekor-ekor" hidrokarbon dari molekul-molekul (semua hidrokarbon sedikit menjauh dari gugus karbonil) mulai mengalami proses di atas. Dengan menekan diri diantara molekul-molekul air, ekor-ekor hidrokarbon tersebut memutus ikatan hidrogen yang relatif kuat antara molekul-molekul air tanpa menggantinya dengan ikatan yang serupa. Ini menjadi proses yang tidak bermanfaat dari segi energi, sehingga kelarutan berkurang.

Pengertian Radang Dan Proses Terjadinya Radang


Bila sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cedera atau mati, selama hospes tetap hidup ada respon yang menyolok pada jaringan hidup disekitarnya. Respon terhadap cedera ini dinamakan peradangan. Yang lebih khusus peradangan adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. Peradangan sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan, hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang,penghancuran jaringan nekrosis dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang dikoordinasi dengan baik yang dinamis dan kontinyu. Untuk menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional. Jadi yang dimaksud dengan radang adalah rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera. Pada proses peradangan terjadi pelepasan histamine dan zat-zat humoral lain kedalam cairan jaringan sekitarnya. Akibat dari sekresi histamine tersebut berupa: 1. Peningkatan aliran darah lokal. 2. Peningkatan permeabilitas kapiler. 3. Perembesan ateri dan fibrinogen kedalam jaringan interstitial. 4. Edema ekstraseluler lokal. 5. Pembekuan cairan ekstraseluler dan cairan limfe. Peradangan dapat juga dimasukkan dalam suatu reaksi non spesifik, dari hospes terhadap infeksi. Adapun kejadiannya sebagai berikut: pada setiap luka pada jaringan akan timbul reaksi inflamasi atau reaksi vaskuler.Mula-mula terjadi dilatasi lokal dari arteriole dan kapiler sehingga plasma akan merembes keluar. Selanjutnya cairan edema akan terkumpul di daerah sekitar luka, kemudian fibrin akan membentuk semacam jala, struktur ini akan menutupi saluran limfe sehingga penyebaran mikroorganisme dapat dibatasi.Dalam proses inflamasi juga terjadi phagositosis, mula-mula phagosit membungkus mikroorganisme, kemudian dimulailah digesti dalam sel. Hal ini akan mengakibatkan perubahan pH menjadi asam. Selanjutnya akan keluar protease selluler yang akan menyebabkan lysis leukosit.Setelah itu makrofag mononuclear besar akan tiba di lokasi infeksi untuk membungkus sisa-sisa leukosit.Dan akhirnya terjadilah pencairan (resolusi) hasil proses inflamasi lokal. Cairan kaya protein dan sel darah putih yang tertimbun dalam ruang ekstravaskular sebagai akibat reaksi radang disebut eksudat. Beda Eksudat dan Transudat Eksudat adalah cairan radang ekstravaskular dengan berat jenis tinggi (diatas 1.020) dan

seringkali mengandung protein 2-4 mg % serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi.Cairan ini tertimbun sebagai akibat permeabilitas vascular (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravascular sebagai akibat aliran lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya. Transudat adalah cairan dalam ruang interstitial yang terjadi hanya sebagai akibat tekanan hidrostatik atau turunnya protein plasma intravascular yang meningkat (tidak disebabkan proses peradangan/inflamasi).Berat jenis transudat pada umumnya kurang dari 1.012 yang mencerminkan kandungan protein yang rendah. Contoh transudat terdapat pada wanita hamil dimana terjadi penekanan dalam cairan tubuh. Jenis-Jenis Eksudat 1. Eksudat non seluler Eksudat serosa Pada beberapa keadaan radang, eksudat hampir terdiri dari cairan dan zat-zat yang terlarut dengan sangat sedikit leukosit. Jenis eksudat nonseluler yang paling sederhana adalah eksudat serosa,yang pada dasamya terdiri dari protein yang bocor dari pembuluh-pembuluh darah yang permiable dalam daerah radang bersama-sama dengan cairan yang menyertainya. Contoh eksudat serosa yang paling dikenal adalah cairan luka melepuh. Eksudat fibrinosa Jenis eksudat nonseluler yang kedua adalah eksudat fibrinosa yang terbentuk jika protein yang dikeluarkan dari pembuluh dan terkumpul pada daerah peradangan yang mengandung banyak fibrinogen. Fibrinogen ini diubah menjadi fibrin, yang berupa jala jala lengket dan elastic (barangkali lebih dikenal sebagai tulang belakang bekuan darah). Eksudat fibrinosa sering dijumpai diatas permukaan serosa yang meradang seperti pleura dan pericardium dimana fibrin diendapkan dipadatkan menjadi lapisan kasar diatas membran yang terserang. Jika lapisan fibrin sudah berkumpul di permukaan serosa,sering akan timbul rasa sakit jika terjadi pergeseran atas permukaan yang satu dengan yang lain. Contoh pada penderita pleuritis akan merasa sakit sewaktu bernafas, karena terjadi pergesekan sewaktu mengambil nafas. Eksudat musinosa (Eksudat kataral) Jenis eksudat ini hanya dapat terbentuk diatas membran mukosa, dimana terdapat sel-sel yang dapat mengsekresi musin. Jenis eksudat ini berbeda dengan eksudat lain karena eksudat ini merupakan sekresi set bukan dari bahan yang keluar dari aliran darah. Sekresi musin merupakan sifat normal membran mukosa dan eksudat musin merupakan percepatan proses dasar fisiologis.Contoh eksudat musin yang paling dikenal dan sederhana adalah pilek yang menyertai berbagai infeksi pemafasan bagian atas. 2. Eksudat Seluler Eksudat netrofilik Eksudat yang mungkin paling sering dijumpai adalah eksudat yang terutama terdiri dari neutrofil polimorfonuklear dalam jumlah yang begitu banyak sehingga bagian cairan dan protein kurang mendapat perhatian. Eksudat neutrofil semacam ini disebut purulen. Eksudat purulen sangat sering terbentuk akibat infeksi bakteri.lnfeksi bakteri sering menyebabkan konsentrasi neutrofil yang luar biasa tingginya di dalam jaringan dan banyak dari sel-sel ini mati dan membebaskan enzim-enzim hidrolisis yang kuat disekitarnya. Dalam keadaan ini enzim-enzim hidrolisis neutrofil secara haraf ah mencernakan jaringan dibawahnya dan mencairkannya. Kombinasi agregasi netrofil dan pencairan jaringan-jaringan di bawahnya ini disebut suppuratif,atau lebih

sering disebut pus/nanah. Jadi pus terdiri dari : - neutrofil pmn. yang hidup dan yang mati neutrofil pmn. yang hancur - hasil pencairan jaringan dasar (merupakan hasil pencernaan) - eksudat cair dari proses radang - bakteri-bakteri penyebab - nekrosis liquefactiva. 3. Eksudat Campuran Sering terjadi campuran eksudat seluler dan nonseluler dan campuran ini dinamakan sesuai dengan campurannya.Jika terdapat eksudat fibrinopurulen yang terdiri dari fibrin dan neutrofil polimorfonuklear,eksudat mukopurulen, yang terdiri dari musin dan neutrofil, eksudat serofibrinosa dan sebagainya. Luka Bakar Mudah Terjadi Septikhemi. Pada luka bakar saluran-saluran limfe tetap terbuka yaitu karena jaringan yang terbakar tidak menimbulkan tromboplastin sehingga tidak terjadi kooagulasi eksudat. Jika aliran cairan limfe tidak tersumbat akan memudahkan menyebarkan kuman-kuman sehingga masuk dalam sirkulasi darah dan terjadi septikhemi. Reaksi sel pada radang Leukositosis terjadi bila ada jaringan cedera atau infeksi sehingga pada tempat cedera atau radang dapat terkumpul banyak leukosit untuk membendung infeksi atau menahan microorganisme menyebar keseluruh jaringan. Leukositosis ini disebabkan karena produksi sumsum tulang meningkat, sehingga jumlahnya dalam darah cukup untuk emigrasi pada waktu terjadi cedera atau radang. Karena itu banyak leukosit yang masih muda dalam darah, dalam pemeriksaan laboratorium dikatakan pergeseran ke kiri Jenis-Jenis Leukosit Dan Masing-Masing Fungsinya Dalam Peradangan Leukosit yang bersirkulasi dalam aliran darah dan emigrasi ke dalam eksudat peradangan berasal dari sumsum tulang, di mana tidak saja leukosit tetapi juga sel-sel darah merah dan trombosit dihasilkan secara terus memenerus.Dalam keadaan normal, di dalam sumsum tulang dapat ditemukan banyak sekali leukosit yang belum matang dari berbagai jenis dan "pool" leukosit matang yang ditahan sebagai cadangan untuk dilepaskan ke dalam sirkulasi darah. Jumlah tiap jenis leukosit yang bersirkulasi dalam darah perifer dibatasi dengan ketat tetapi diubah "sesuai kebutuhan" jika timbul proses peradangan. Artinya, dengan rangsangan respon peradangan, sinyal umpan balik pada sumsum tulang mengubah laju produksi dan pengeluaran satu jenis leukosit atau lebih ke dalam aliran darah. 1. Granulosit. Terdiri dari : neutrofil, eosinofil, dan basofil. Dua jenis leukosit lain ialah monosit dan limposit, tidak mengandung banyak granula dalam sitoplasmanya. a) Neutrofil Sel-sel pertama yang timbul dalam jumlah besar di dalam eksudat pada jamjam pertama peradangan adalah neutrofil.Inti dari sel ini berlobus tidak teratur atau polimorf. Karena itu selsel ini disebut neutrofil polimorfonuklear (pmn) atau "pool". Sel-sel ini memiliki urutan perkembangan di dalam sumsum tulang, perkembangan ini kira-kira memerlukan 2 minggu. Bila

mereka dilepaskan ke dalam sirkulasi darah, waktu paruhnya dalam sirkulasi kira-kira 6 jam. Per millimeter kubik darah terdapat kira-kira 5000 neutrofil, kira-kira 100 kali dari jumlah ini tertahan dalam sumsum tulang sebagai bentuk matang yang siap untuk dikeluarkan bila ada sinyal. Granula yang banyak sekali terlihat dalam sitoplasma neutrofil sebenarnya merupakan paketpaket enzim yang terikat membran yaitu lisosom, yang dihasilkan selama pematangan sel. Jadi neutrofil pmn yang matang adalah kantong yang mengandung banyak enzim dan partikelpartikel antimicrobial. Neutrofil pmn mampu bergerak aktif dan mampu menelan berbagai zat dengan proses yang disebut fagositosis. Proses fagositosis dibantu oleh zat-zat tertentu yang melapisi obyek untuk dicernakan dan membuatnya lebih mudah dimasukkan oleh leukosit. Zat ini dinamakan opsonin. Setelah mencernakan partikel dan memasukkannya ke dalam sitoplasma dalam vakuola fagositosis atau fagosom, tugas berikutnya dari leukosit adalah mematikan partikel itu jika partikel itu agen microbial yang hidup, dan mencernakannya. Mematikan agenagen yang hidup itu diselesaikan melalui berbagai cara yaitu perubahan pH dalam sel setelah fagositosis, melepaskan zat-zat anti bakteri. Pencernaan partikel yang terkena fagositosis itu umumnya diselesaikan di dalam vakuola dengan penyatuan lisosom dengan fagosom. Enzimenzim pencernaan yang sebelumnya tidak aktif sekarang diaktifkan di dalam fagolisosom, mengakibatkan pencernaan obyek secara enzimatik. b) Eosinofil Merupakan jenis granulosit lain yang dapat ditemukan dalam eksudat peradangan, walaupun dalam jumlah yang lebih kecil. Eosinofil secara fungsional akan memberikan respon terhadap rangsang kemotaksis khas tertentu yang ditimbulkan pada perkembangan allergis dan mereka mengandung enzim-enzim yang mampu menetralkan efek-efek mediator peradangan tertentu yang dilepaskan dalam reaksi peradangan semacam itu. c) Basofil Berasal dari sumsum tulang yang juga disebut mast sel/basofil jaringan. Granula dari jenis sel ini mengandung berbagai enzim, heparin, dan histamin. Basofil akan memberikan respon terhadap sinyal kemotaksis yang dilepaskan dalam perjalanan reaksi immunologis tertentu. Dan basofil biasanya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil dalam eksudat. Basofil darah dan mast sel jaringan dirangsang untuk melepas granulanya pada berbagai keadaan cedera, termasuk reaksi immunologis maupun reaksi non spesifik.Dalam kenyataannya mast sel adalah sumber utama histamin pada reaksi peradangan. 2. Monosit Adalah bentuk leukosit yang penting. Pada reaksi peradangan monosit akan bermigrasi, tetapi jumlahnya lebih sedikit dan kecepatannya lebih lambat. Karena itu, pada jam jam pertama peradangan relative sedikit terdapat monosit dalasn eksudat. Namun makin lama akan makin bertambah adanya monosit dalam eksudat. Sel yang sama yang dalam aliran darah disebut monosit, kalau terdapat dalam eksudat disebut makrofag. Ternyata, jenis sel yang sama ditemukan dalam jumlah kecil melalui jaringan penyambung tubuh walaupun tanpa peradangan yang jelas. Makrofag yang terdapat dalam jaringan penyambung ini disebut histiosit. Dengan banyak hal fungsi makrofag sangat mirip dengan fungsi neutrofil pmn. dimana makrofag akan bergerak secara aktif yang memberi respon terhadap stimulasi kemotaksis, fagosit aktif dan mampu mematikan serta mencernakan berbagal agen. Ada perbedaan penting antara makrofag dan neutrofil, dimana siklus kehidupan makrofag lebih panjang, dapat bertahan bermingguminngu atau bahkan berbulan-bulan dalam jaringan dibanding dengan neutrofil yang berumur pendek. Selain itu waktu monosit memasuki aliran darah dari sumsum tulang dan waktu memasuki jaringan dari aliran darah, ia belum matang betul seperti halnya neutrofil. Karena

neutrofil dalam jaringan dan aliran darah sudah mengalami pematangan (sudah matang), sehingga ia tidak mampu melakukan pembelahan sel dan juga tidak mampu melakukan sintesis enzim-enzim pencenna. Pada monosit dapat dirangsang untuk membelah dalam jaringan, dan mereka mampu memberi respon terhadap keadaan lokal dengan mensintesis sejumlah enzim intrasel. Kemampuan untuk menjalani "on the.job training", ini adalah suatu sifat makrofag yang vital, khususnya pada reaksireaksi immunologis tertentu. Selain itu makrofag-makrofag dapat mengalami perubahan bentuk, selama mengalami perubahan itu, mereka menghasilkan seI-se1 secara tradisional disebut sel epiteloid. Makrofag juga mampu bergabung membentuk sel raksasa berinti banyak disebut giant cell. Walaupun makrofag merupakan komponen penting dalam eksudat namun mereka tersebar secara luas dalam tubuh, dalam keadaan normal dan disebut sebagai system reticuloendotelial atau RES (Reticulo Endotelial System), yang mempunyai sifat fagositosis, termasuk juga dalam hati, sel tersebut dikenal sebagai sel kupffer. Fungsi utama makrofag sebagai pembersih dalam darah ataupun seluruh jaringan tubuh.Fungsi RES yang sehari-hari penting menyangkut pemrosesan haemoglobin sel darah merah yang sudah mencapai akhir masa hidupnya. Sel-sel ini mampu memecah Hb menjadi suatu zat yang mengandung besi dan zat yang tidak mengandung besi. Besinya dipakai kembali dalam tubuh untuk pembuatan sel-sel darah merah lain dalam sumsum tulang dan zat yang tidak mengandung besi dikenal sebagai bilirubin, di bawa ke dalam aliran darah ke hati, dimana hepatosit mengekstrak bilirubin dari aliran darah dan mengeluarkannya sebagai bagian dari empedu. 3. Limposit Umumnya terdapat dalam eksudat hanya dalam jumlah yang sangat kecil,meskipu eksudat sudah lama terbentuk yaitu sampai reaksi-reaksi peradangan menjadi kronis. Tanda-Tanda Kardinal Peradangan Pada peristiwa peradangan akut dapat dilihat tanda-tanda pokok (gejala kardinal). 1. Rubor (kemerahan) Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensupali daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau kongesti,menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia,melalui pengeluaran zat seperti histamin. 2. Kalor (panas) Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari -37 C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya sebab darah yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37C, hyperemia lokal tidak menimbulkan perubahan. 3. Dolor (rasa sakit) Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang

sama, pengeluaran zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit. 4. Tumor (pembengkaan) Segi paling menyolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkaan lokal (tumor). Pembengkaan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringanjaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat. Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat. 5. Fungsio laesa (perubahan fungsi) Fungsio laesa atau perubahan fungsi adalah reaksi peradangan yang telah dikenal. Sepintas lalu, mudah dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri disertai sirkulasi abnormal dart lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, berfungsi secara abnormal. Namun sebetulnya kita tidak mengetahui secara mendalam dengan cara apa fungsi jaringan yang meradang itu terganggu. Berbagai bentuk/Jenis Radang Bentuk peradangan dapat timbul didasarkan atas jenis eksudat yang terbentuk, organ atau jaringan tertentu yang terlibat, dan lamanya proses peradangan. Tata nama proses peradangan memperhitungkan masing-masing variable ini. Berbagai eksudat diberi nama deskriptif. Lamanya respon peradangan disebut akut;disebut kronik jika ada bukti perbaikan yang sudah lanjut bersama dengan dumadhsi;dan disebut subakut jika ada bukti awal perbaikan bersama dengan eksudasi. Lokasi reaksi peradangan disebut dengan akhiran -it is yang ditambahkan pada nama organ (misalnya; apendisitis, tonsillitis). Jenis Radang Misalnya: radang kataral, radang pseudomembran, ulkus, abses, flegmon, radang purulen, suppurativaa dan lain-lain. a) Radang Kataral Terbentuk diatas permukaan membran mukosa,dimana terdapat sel-sel yang dapat mensekresi musin. Eksudat musin yang paling banyak dikenal adalah puck yang menyertai banyak infeksi pernafasan bagian atas. b) Radang Pseudomembran Istilah ini dipakai untuk reaksi radang pada permukaan selaput lendir yang ditandai dengan pembentukan eksudat berupa lapisan selaput superficial, mengandung agen penyebab, endapan fibrin, sel-sel nekrotik aktif dan sel-sel darah putih radang.Radang membranosa sering dijumpai dalam orofaring, trachea,bronkus, dan traktus gastrointestinal. c) Ulkus. Terjadi apabila sebagian permukaan jaringan hilang sedangkan jaringan sekitarnya meradang. d) Abses Abses adalah lubang yang terisi nanah dalam jaringan. Abses adalah lesi yang sulit untuk diatasi oleh tubuh karena kecenderungannya untuk meluas dengan pencairan, kecenderungannya untuk

membentuk lubang dan resistensinya terhadap penyembuhan. Jika terbentuk abses, maka obatobatan seperti antibiotik dalam darah sulit masuk ke dalam abses. Umumnya penanganan abses oleh tubuh sangat dibantu oleh pengosongannya secara pembedahan, sehingga memungkinkan ruang yang sebelumnya berisi nanah mengecil dan sembuh. Jika abses tidak dikosongkan secara pembedahan oleh ahli bedah, maka abses cenderung untuk meluas, merusak struktur lain yang dilalui oleh abses tersebut. e) Flegmon Flegmon: radang purulen yang meluas secara defuse pada jaringan. f) Radang Purulent Terjadi akibat infeksi bakteri.terdapat pada cedera aseptik dan dapat terjadi dimana-mana pada tubuh yang jaringannya telah menjadi nekrotik. g) Radang supuratif Gambaran ini adalah nekrosis liqeuvaktifa yang disertal emigrasi neutrofil dalam jumlah banyak.Infeksi supuratif local disebabkan oleh banyak macam bakteri yang secara kolektif diberi nama piogen (pembentukan nanah).Yang termasuk piogen adalah stafilokokkus,banyak basil gram negatif. Perbedaan penting antara radang supuratif dan radang purulen bahwa pada radang supuratif terjadi nekrosis liquefaktiva dari jaringan dasar. Nekrosis liquefaktiva adalah jaringan nekrotik yang sedikit demi sedikit mencair akibat enzim. Aspek/Reaksi Sistemik Pada Peradangan Reaksi sistemik yang menyertai reaksi local pada peradangan diantaranya adalah 1. Demam. Yang merupakan akibat dari pelepasan zat pirogen endogen yang berasal dari neutrofil dan makrofag. Selanjutnya zat tersebut akan memacu pusat pengendali suhu tubuh yang ada dihypothalamus. 2. Perubahan hematologis. Rangsangan yang berasal dari pusat peradangan mempengaruhi proses maturasi dan pengeluaran leukosit dari sumsum tulang yang mengakibatkan kenaikan suatu jenis leukosit, kenaikan ini disebut leukositosis. Perubahan protein darah tertentu juga terjadi bersamaan dengan perubahan apa yang dinamakan laju endap darah. 3. Gejala konstitusional. Pada cedera yang hebat, terjadi perubahan metabolisme dan endokrin yang menyolok. Akhirnya reaksi peradangan local sering diiringi oleh berbagai gejala konstitusional yang berupa malaise, anoreksia atau tidak ada nafsu makan dan ketidakmampuan melakukan sesuatu yang beratnya berbeda-beda bahkan sampai tidak berdaya melakukan apapun. Beda Radang Dengan Infeksi Peradangan dan infeksi itu tidak sinonim.Pada infeksi ditandai adanya mikroorganisme dalam jaringan, sedang pada peradangan belum tentu, karena banyak peradangan yang tejadi steril sempurna.Jadi infeksi hanyalah merupakan sebagian dari peradangan. Nasib Radang Dan Pemulihan Jaringan Pada Radang

Dengan adanya reaksi peradangan, maka hasil perbaikan yang paling menggembirakan yang dapat diperoleh adalah, jika terjadi hanya sedikit kerusakan atau tidak ada kerusakan jaringan di bawahnya sama sekali. Pada keadaan semacam itu jika agen penyerang sudah dinetralkan dan dihilangkan. Pembuluh darah kecil di daerah itu memperoleh kembali semipermeabilitasnya, aliran cairan berhenti dan emigrasi leukosit dengan cara yang sama juga berhenti. Cairan yang sebelumnya sudah dieksudasikan sedikit demi sedikit diserap oleh pembuluh limfe dan sel-sel eksudat mengalami disintegrasi dan keluar melalui pembuluh limfe atau benar-benar dihilangkan dari tubuh. Hasil akhir dari proses ini adalah penyembuhan jaringan yang meradang jaringan tersebut pulih seperti sebelum reaksi. Gejala ini disebut resolusi. Sebaliknya, bila jumlah jaringan yang rusak cukup bermakna jaringan yang rusak harus diperbaiki oleh proliferasi sel-sel hospes berdekatan yang masih hidup. Perbaikan sebenarnya melibatkan dua komponen yang terpisah tetapi terkoordinir. Pertama disebut regenerasi Hasil akhirnya adalah penggantian unsureunsur yang telah hilang dengan jenis sel yang sama. Komponen perbaikan kedua melibatkan proliferasi unsur-unsur jaringan penyambung yang mengakibatkan pembentukan jaringan parut. Penyembuhan luka. Koordinasi pembentukan parut dan regenerasi barangkali paling mudah dilukiskan pada kasus penyembuhan luka kulit. Jenis penyembuhan yang paling sederhana terlihat pada penanganan luka oleh tubuh seperti pada insisi pembedahan, dimana pinggir luka dapat didekatkan agar proses penyembuhan dapat terjadi. Penyembuhan semacam ini disebut penyembuhan primer atau healing by first intention. Setelah teijadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah itu terjadilah reaksi peradangan akut pada tepi luka itu dan sel-sel radang, khususnya makrofag, memasuki bekuan darah dan mulai menghancurkanya. Dekat reaksi peradangan eksudat ini, terjadi pertumbuhan ke dalam oleh jaringan granulasi ke dalam daerah yang tadinya ditempati oleh bekuan darah. Dengan demikian maka dalam jangka waktu beberapa hari luka itu dijembatani oleh jaringan granulasi yang disiapkan agar matang menjadi jaringan parut. Sementara proses ini berjalan maka epitel permukaan di bagian tepi mulai melakukan regenerasi dan dalam waktu beberapa hari bermigrasi lapisan tipis epitel diatas permukaa luka.Waktu jaringan parut di bawahnya menjadi matang, epitel ini juga menebal dan matang sehingga menyerupai kulit yang didekatnya. Hasil akhirnya adalah terbentuknya kembali permukaan kulit dan dasar jaringan parut yang tidak nyata atau hanya terlihat sebagai satu garis yang menebal. Pada luka lainnya diperlukan jahitan untuk mendekatkan kedua tepi luka sampai terjadi penyembuhan. Bentuk penyembuhan kedua terjadi jika luka kulit sedemikian rupa sehingga tepi luka tidak dapat saling didekatkan selama proses penyembuhan. Keadaan ini disebut healing by second intention atau kadang kala disebut penyembuhan yang disertai granulasi Penyembuhan Abses Penyembuhan akan berlangsung lebih cepat bila isi abses dapat keluar. Abses kecil akan diorganisasi dan menjadi jaringan ikat. Abses besar hanya sekitarnya akan diorganisasi dan menjadi jaringan ikat.

ZAT WARNA AZO

Zat warna sintetik merupakan salah satu zat warna yang banyak digunakan dalam industri tekstil. Hal ini disebabkan karena zat warna sintetik lebih murah, penggunaannya lebih praktis, tidak mudah luntur, dan warnanya lebih bervariasi daripada zat warna alam. Molekul zat warna tekstil terdiri dari kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat (Manurung dkk, 2004). Beberapa kromofor yang umum diantaranya gugus

nitroso, nitro, azo, etilen, dan karbonil, sedangkan auksokrom diantaranya gugus amina, karboksil, metoksil, sulfonat, dan hidroksil. Sekitar 60%70% zat warna yang digunakan dalam pencelupan tekstil adalah zat warna sintetik golongan azo dan turunannya. Zat warna azo banyak digunakan dalam pencelupan kain terutama kain dari serat selulosa, rayon, dan wool. Hal ini karena zat warna azo dapat terikat kuat pada kain, sehingga tidak mudah luntur dan memberikan warna yang baik (Blackburn dan Burkinshaw, 2002). Zat warna azo tidak mudah rusak oleh perlakuan kimia, sehingga jika terbuang ke lingkungan dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama serta dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Senyawa golongan azo memiliki paling sedikit satu ikatan N=N. Zat warna azo dikelompokkan menjadi monoazo, diazo, triazo, dan poliazo. Zat warna monoazo hanya memiliki satu ikatan N=N, sementara diazo, triazo, dan poliazo, masing-masing memiliki dua, tiga atau lebih ikatan N=N. Gugus azo umumnya berikatan dengan benzena atau naftalena. Keberadaan zat warna dalam perairan dapat menghambat masuknya sinar matahari ke dalam air, sehingga mengganggu aktivitas fotosintesis mikroalga. Dampak lanjutannya adalah pasokan oksigen dalam air menjadi berkurang serta memicu aktivitas mikroorganisme anaerob yang menghasilkan produk berbau tak sedap. Selain itu, perombakan zat warna azo secara anaerob pada dasar perairan menghasilkan senyawa amina aromatik yang lebih toksik dibandingkan dengan zat warna azo (Van der Zee, 2002). Salah satu zat warna azo yang banyak digunakan dalam industri pencelupan tekstil adalah zat warna remazol black B. Zat warna ini dikenal juga dengan nama C.I. reactive black 5 memiliki massa molekul relatif sebesar 991 dan panjang gelombang maksimumnya 597 nm. Zat

warna ini digunakan sebagai pewarna biru pada industri tekstil. Selain itu, zat warna ini biasanya dicampur dengan zat warna lain untuk membuat jenis warna yang baru. Zat warna remazol black B termasuk zat warna diazo karena memiliki dua ikatan N=N.

Konversi Satuan PPM, PPB, Mg/L


PPM (Part per Million) atau dalam bahasa Indonesianya "Bagian per Sejuta Bagian" adalah satuan konsentrasi yang sering dipergunakan dalam di cabang Kimia Analisa. Satuan ini sering digunakan untuk menunjukkan kandungan suatu senyawa dalam suatu larutan misalnya kandungan garam dalam air laut, kandungan polutan dalam sungai, atau biasanya kandungan yodium dalam garam juga dinyatakan dalam ppm.

konsentrasi ppm merupakan perbandingan antara berapa bagian senyawa dalam satu juta bagian suatu sistem. Sama halnya denngan persentase yang menunjukan bagian per seratus.

Konversi satuannya: 1 ppm = 1000 ppb 1 ppb = 1/1000 ppm 1 ppm = 1 mg/L PPB adalah bagian per miliar atau part per billion juga sebagai satuan kadar atau konsentrasi.

mg/l adalah micro-gram/l.

konversi satuannya:

1 micro-g/L = 0.001 ppm 1 micro-g/m3 = 0.000001 juta ppm = 1 ppb (part per billion)

dimana : 1 m3 = 1000 L

Polietilena

Kantong plastik yang dibuat dari polietilena.

Model 3D dari rantai polietilena.

Rumus monomer dari polietilena, n menunjukkan bahwa polimer dari etena.

Monomer polietilena dengan tampilan lebih sederhana Polietilena (disingkat PE) (IUPAC: Polietena) adalah termoplastik yang digunakan secara luas oleh konsumen produk sebagai kantong plastik. Sekitar 80 juta metrik ton plastik ini diproduksi setiap tahunnya. Polietilena adalah polimer yang terdiri dari rantai panjang monomer etilena (IUPAC: etena). Di industri polimer, polietilena ditulis dengan singkatan PE, perlakuan yang sama yang dilakukan oleh Polistirena (PS) dan Polipropilena (PP). Molekul etena C2H4 adalah CH2=CH2. Dua grup CH2 bersatu dengan ikatan ganda. Polietilena dibentuk melalui proses polimerisasi dari etena. Polietilena bisa diproduksi melalu proses

polimerisasi radikal, polimerisasi adisi anionik, polimerisasi ion koordinasi, atau polimerisasi adisi kationik. Setiap metode menghasilkan tipe polietilena yang berbeda. Polipropilen adalah salah satu jenis plastik yang sangat baik bagi tubuh manusia. Plastik ini memiliki satu kelebihan dan satu kekurangan contohnya:1 Mampu menahan kimia meski dipanaskan dalam suhu tinggi (antara suhu800 dan suhu 999) inilah rekor terbaik bagi seluruh plastik. 2 Dapat pecah, meski tidak melukai diri sendiri dan orang lain. Plastik ini bisa pecah (bagi minuman yang dikemas dalam gelas plastik).

Pulp
Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku bererat (kayu maupun non kayu)melalui berbagai proses pembuatannya ( mekanis, semikimia, kimia). Pulp terdiri dari serat - serat (selulosa dan hemiselulosa) sebagai bahan baku kertas. Proses pembuatan pulp di antaranya dilakukan dengan proses mekanis, kimia, dan semikimia. Prinsip pembuatan pulp secara mekanis yakni dengan pengikisan dengan menggunakan alat seperti gerinda. Proses mekanis yang biasa dikenal di antaranya PGW (Pine Groundwood), SGW (Semi Groundwood). Proses semi kimia merupakan kombinasi antara mekanis dan kimia. Yang termasuk ke dalam proses ini di antaranya CTMP (Chemi Thermo Mechanical Pulping) dengan memanfaatkan suhu untuk mendegradasi lignin sehingga diperoleh pulp yang memiliki rendemen yang lebih rendah dengan kualitas yang lebih baik daripada pulp dengan proses mekanis. proses pembuatan pulp dengan proses kimia dikenal dengan sebutan proses kraft. Disebut kraft karena pulp yang dihasilkan dari proses ini memiliki kekuatan lebih tinggi daripada proses mekanis dan semikimia, akan tetapi rendemen yang dihasilkan lebih kecil di antara keduanya karena komponen yang terdegradasi lebih banyak (lignin, ekstraktif, dan mineral)

Sodium polyacrylate
From Wikipedia, the free encyclopedia Jump to: navigation, search

Sodium polyacrylate

IUPAC name[hide] sodium prop-2-enoate

Sodium polyacrylate, also known as waterlock, is a polymer with the chemical formula [-CH2CH(COONa)-]n widely used in consumer products. It has the ability to absorb as much as 200 to 300 times its mass in water. Acrylate polymers generally are considered to possess an anionic charge. While sodium neutralized polyacrylates are the most common form used in industry, there are also other salts available including potassium, lithium and ammonium.

Applications
Acrylates and acrylic chemistry have a wide variety of commercial and industrial uses that include:

Sequestering agents in detergents. (By binding hard water elements such as calcium and magnesium, the surfactants in detergents work more efficiently.) Thickening agents Coatings Fake snow Super absorbent polymers. These cross-linked acrylic polymers are referred to as "Super Absorbents" and "Water Crystals", and are used in baby diapers.[1] Copolymer versions are used in agriculture and other specialty absorbent applications.The origins of super absorbent polymer chemistry trace back to the early 1960s when the U.S. Department of Agriculture developed the first super absorbent polymer materials.[2] This chemical is featured in the Maximum Absorbency Garment used by NASA

Linen

Linen merupakan bahan yang terbuat dari serat tumbuhan rami (Linum usitatissimum). Biasanya diguakan untuk membuat pakaian. Linen sering digunakan dalam membuat pakaian ringan dan taplak meja. Ruam Popok adalah peradangan di daerah yang tertutup popok, seperti sekitar alat kelamin, pantat, dan pangkal paha bagian dalam. Ruam popok sering dialami oleh bayi baru lahir. Biasanya berwarna kemerahan disertai lecet-lecet ringan dan gatal. Ruam popok terjadi karena ada gesekan antara popok dengan kulit bayi. Hal ini karena kulit bayi masih sangat peka dan sensitif. Jika dia memakai popok maka kulitnya otomatis tertutup, akibatnya kulit menjadi lembab. Kelembaban yang berlebihan inilah yang memicu timbulnya ruam popok. Selain itu penyebab lain ruam popok diantaranya kulit bayi terlalu lama terkena urin atau kotoran bayi akibat popok atau diaper yang terlalu lama dikenakan dalam kondisi kotor, Terlalu lama menggunakan diaper yang terbuat dari plastik atau karet yang menyebabkan iritasi dan terakhir biasanya dikarenakan memiliki riwayat alergi. Untuk mencegah dan mengatasi ruam popok pada bayi tersebut, ibu bisa melakukan langkahlangkah berikut:

1. Ganti popok sesering mungkin baik itu popok kain atau diaper, begitu basah segeralah ganti. 2. Daerah popok harus dibersihkan secara lembut dengan air hangat. Keringkan dengan handuk lembut, angin-anginkan sebentar, lalu berikan bedak lembut bayi yang sesuai dengan jenis kulitnya. Tapi, jika sudah terlanjur terkena ruam popok, oleskan krim bayi di daerah yang terkena ruam popok. 3. Pilih popok yang berbahan lembut dan berdaya serap tinggi. 4. Seka dan segera keringkan pantat bayi tiap kita mengganti popoknya. Gunakan air hangat dan kapas untuk membersihkan pantatnya. 5. Oleskan nappy cream tiap kita mengganti popoknya. 6. Sekali-kali biarkan bayi tidak memakai popok. 7. Ganti merek popok bayi, mungkin dia alergi dengan popok jenis tertentu. Diaper modern memang dapat menyerap lebih banyak cairan. Bayi bisa berkali-kali buang air di diapernya dan diaper tetap kering, tapi kulit bayi juga perlu bernapas dengan cara dianginanginkan. Diaper bisa terbuat dari bahan yang kurang menyerap keringat, ini menyebabkan kulit bayi mengalami iritasi, terutama di bagian yang tertutup diaper. Akibatnya dapat terjadi ruam popok. Jika kita sudah mengganti popoknya, tapi ruam popok masih muncul, maka cobalah untuk mengganti merek diaper. Gunakan popok kain yang lembut, gantilah segera dengan popok baru jika bayi buang air besar atau karena udara panas. Pastikan pantat bayi benar-benar kering sebelum memakaikan popok baru. Hindari penggunaan produk pewangi pakaian, ada beberapa bayi yang peka terhadap produk-produk semacam ini. Hindari produk tissu basah beralkohol karena dapat membuat kulit bayi iritasi. Lebih baik gunakan kapas basah yang dibasahi dengan air matang, atau kapas yang dibasahi dengan baby oil. Setiap mengganti popok, biarkan bayi telanjang/ tidak memakai popok untuk beberapa menit.

Pulp mill
From Wikipedia, the free encyclopedia Jump to: navigation, search

A pulp mill in nekoski, Central Finland A pulp mill is a manufacturing facility that converts wood chips or other plant fibre source into a thick fibre board which can be shipped to a paper mill for further processing. Pulp can be manufactured using mechanical, semi-chemical or fully chemical methods (kraft and sulfite

processes). The finished product may be either bleached or non-bleached, depending on the customer requirements. Wood and other plant materials used to make pulp contain three main components (apart from water): cellulose fibres (desired for papermaking), lignin (a three-dimensional polymer that binds the cellulose fibres together) and hemicelluloses, (shorter branched carbohydrate polymers). The aim of pulping is to break down the bulk structure of the fibre source, be it chips, stems or other plant parts, into the constituent fibres. Chemical pulping achieves this by degrading the lignin and hemicellulose into small, watersoluble molecules which can be washed away from the cellulose fibers without depolymerizing the cellulose fibres (chemically depolymerizing the cellulose weakens the fibres). The various mechanical pulping methods, such as groundwood (GW) and refiner mechanical (RMP) pulping, physically tear the cellulose fibres one from another. Much of the lignin remains adhering to the fibres. Strength is impaired because the fibres may be cut. There are a number of related hybrid pulping methods that use a combination of chemical and thermal treatment to begin an abbreviated chemical pulping process, followed immediately by a mechanical treatment to separate the fibres. These hybrid methods include thermomechanical pulping (TMP) and chemithermomechanical pulping (CTMP). The chemical and thermal treatments reduce the amount of energy subsequently required by the mechanical treatment, and also reduce the amount of strength loss suffered by the fibres. Sterilisasi merupakan suatu proses untuk membebaskan atau mematikan suatu mikroorganisme yang terdapat pada alat-alat atau bahan (media). Pada praktek, langkah pertama yang harus kita lakukan sebelum melakukan kegiatan pemindahan, isolasi atau inokulasi mikroba adalah mensterilkan bahan (media) dan semua alat-alat yang akan digunakan. Ada tiga cara yang umum digunakan dalam sterilisasi , yaitu: 1.Sterilisasi dengan panas 2.Bahan kimia 3.Penyaringan (filtrasi) Cara sterilisasi mana yang akan digunakan dalam praktikum / pemeriksaa tergantung dari jenis bahan dan sifat dari bahan tersebut, ketahanan terhadap panas, bentuk bahan yang disterilkan (padat, cair, atau gas). Dalam sterilisasi dengan pemanasan dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu: 1.Sterilisasi dengan pemijaran 2.Sterilisasi panas kering 3.Sterilisasi menggunakan uap air panas 4.Sterilisasi dengan menggunakan uap panas bertekanan. Dalam sterilisasi dengan chemis / secara kimia dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu: 1.Desinfektan 2.Antiseptik 3.Baktericidal 4.Bakteriostatik

Antibiotik Definisi
Antibiotik berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari Anti (lawan),Bios (hidup). Antibiotik adalah Suatu zat kimia atau senyawa obat yang alami maupun sintetik, yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang berupa bakteri ataupun jamur yang berkhasiat sebagai obat apabila digunakan dalam dosis tertentu dan berkhasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman ataupun mikroorganisme lainnya (yang bersifat parasit), dan toksisitasnya tidak berbahaya bagi manusisa. Obat antibiotik yang digunakan untuk membasmi mikroba penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Antibiotik hanya untuk bakteri dan tidak digunakan untuk virus.

Faktor Yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Penggunaan Antibiotika


Harus mempertimbangkan faktor-faktor : Gambaran klinis adanya infeksi yang diderita Faktor sensitivitas bakteri terhadap antibiotik Fungsi ginjal dan hati pasien Biaya pengobatan Antibiotika Kombinasi diberikan apabila pasien : Pengobatan infeksi campuran Pengobatan pada infeksi berat yang belum jelas penyebabnya Efek sinergis Memperlambat resistensi

Penggolongan Obat Antimikroba (Antibiotik)


1) Golongan Antibiotik Berdasarkan daya bunuh atau daya kerjanya dalam zat bakterisid dan zat bakteriostatis dikelompokkan menjadi : a) Bakterisid : Antibiotika yang bakterisid secara aktif membasmi kuman. Termasuk dalam golongan ini adalah penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol , polipeptida, rifampisin, isoniazid dll. b) Bakteriostatik : Antibiotika bakteriostatik bekerja dengan mencegah atau menghambat pertumbuhan kuman, TIDAK MEMBUNUHNYA, sehingga pembasmian kuman sangat tergantung pada daya tahan tubuh. Termasuk dalam golongan ini adalah sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin, makrolida, klindamisin, asam paraaminosalisilat, dll. Manfaat dari pembagian ini dalam pemilihan antibiotika mungkin hanya terbatas, yakni pada kasus pembawa kuman (carrier), pada pasien-pasien dengan kondisi yang sangat lemah (debilitated) atau pada kasus-kasus dengan depresi imunologik tidak boleh memakai antibiotika bakteriostatik, tetapi harus bakterisid.

2) Penggolongan Berdasarkan spektrum kerja antibiotik yaitu luas aktivitas, artinya aktif terhadap banyak atau sedikit jenis mikroba. Dapat dibedakan antibiotik dengan aktivitas sempit dan luas a) spektrum luas (aktivitas luas) : antibiotik yang bersifat aktif bekerja terhadap banyak jenis mikroba yaitu bakteri gram positif dan gram negative. Contoh antibiotik dalam kelompok ini adalah sulfonamid, ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan rifampisin. b) spektrum sempit (aktivitas sempit) : antibiotik yang bersifat aktif bekerja hanya terhadap beberapa jenis mikroba saja, bakteri gram positif atau gram negative saja. Contohnya eritromisin, klindamisin, kanamisin, hanya bekerja terhadap mikroba gram-positif. Sedang streptomisin, gentamisin, hanya bekerja terhadap kuman gram-negatif. 3) Penggolongan Berdasarkan cara kerjanya Antibiotika golongan ini dibedakan berdasarkan sasaran kerja senyawa tersebut dan susunan kimiawinya. Ada enam kelompok antibiotika dilihat dari target atau sasaran kerjanya a) Inhibitor sintesis atau mengaktivasi enzim yang merusak dinding sel bakteri sehingga menghilangkan kemampuan berkembang biak dan sering kali terjadi lisis, mencakup golongan Penicsillin, Polipeptida, sikloserin, basitrasin, vankomisin dan Sefalosporin, misalnya ampisillin, penisillin G; b) Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone, misalnya rifampicin, actinomycin D, nalidixic acid; c) Inhibitor sintesis protein, yang mengganggu fungsi ribosom bakteri, menyebabkan inhibisi sintesis protein secara reversibel, mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari golongan Macrolide, Aminoglycoside, dan Tetracycline, misalnya gentamycin, chloramphenicol, kanamycin, streptomycin, oxytetracycline. d) Inhibitor fungsi membran sel, mempengaruhi permeabilitas sehingga menimbulkan kehilangan senyawa intraselular. misalnya ionomycin, valinomycin dan polimiksin e) Inhibitor fungsi sel lainnya, misalnya difiksasi pada subunit ribosom 30 S menyebabkan timbunan kompleks pemula sintesis protein, salah membaca kode mRNA, produksi polipeptida abnormal. Contoh aminoglikosida, golongan sulfa atau sulfonamida, misalnya oligomycin, tunicamycin; dan f) Antimetabolit yang mengganggu metabolisme asam nukleat. Contoh rifampin (inhibisi RNA polimerase yang dependen DNA),azaserine. Pembagian ini walaupun secara rinci menunjukkan tempat kerja dan mekanismenya terhadap kuman, namun kiranya kurang memberikan manfaat atau membantu praktisi dalam memutuskan pemilihan obat dalam klinik. Masing-masing cara klasifikasi mempunyai kekurangan maupun kelebihan, tergantung kepentingannya.

4) Penggolongan Berdasarkan penyakitnya. a) Golongan Penisilin Dihasilkan oleh fungi Penicillinum chrysognum. Memiliki cincin b-laktam yang diinaktifkan oleh enzim b-laktamase bakteri. Aktif terutama pada bakteri gram (+) dan beberapa gram (-). Obat golongan ini digunakan untuk mengobati infeksi pada saluran napas bagian atas (hidung dan tenggorokan) seperti sakit tenggorokan, untuk infeksi telinga, bronchitis kronik, pneumonia, saluran kemih (kandung kemih dan ginjal). Adapun contoh obat yang termasuk dalam golongan ini antara lain : Ampisilin dan Amoksisilin. Untuk meningkatkan ketahanan thp b-laktamase : penambahan senyawa untuk memblokir & menginaktivasi b-laktamase. Misalnya Amoksisilin + asam klavulanat, Ampisilin + sulbaktam, Piperasilin + tazobaktam. Efek samping : reaksi alergi, syok anafilaksis, kematian,Gangguan lambung & usus. Pada dosis amat tinggi dapat menimbulkan reaksi nefrotoksik dan neurotoksik. Aman bagi wanita hamil & menyusui b) Golongan Sefalosporin Dihasilkan oleh jamur Cephalosporium acremonium. Spektrum kerjanya luas meliputi bakteri gram positif dan negatifObat golongan ini barkaitan dengan penisilin dan digunakan untuk mengobati infeksi saluran pencernaan bagian atas (hidung dan tenggorokan) seperti sakit tenggorokan, pneumonia, infeksi telinga, kulit dan jaringan lunak, tulang, dan saluran kemih (kandung kemih dan ginjal). Adapun contoh obat yang termasuk dalam golongan ini antara lain : Sefradin, Sefaklor, Sefadroksil, Sefaleksin, E.coli, Klebsiella dan Proteus. Penggolongan sefalosporin berdasarkan aktivitas & resistensinya terhadap b-laktamase. Generasi I : aktif pada bakteri gram positif. Pada umumnya tidak tahan pada b laktamase. Misalnya sefalotin, sefazolin, sefradin, sefaleksin, sefadroksil. Digunakan secara oral pada infeksi saluran kemih ringan, infeksi saluran pernafasan yang tidak serius Generasi II : lebih aktif terhadap kuman gram negatif. Lebih kuat terhadap blaktamase. Misalnya sefaklor, sefamandol, sefmetazol,sefuroksim Generasi III : lebih aktif terhadap bakteri gram negatif , meliputi Pseudomonas aeruginosa dan bacteroides. Misalnya sefoperazone, sefotaksim, seftizoksim, sefotiam, sefiksim.Digunakan secara parenteral,pilihan pertama untuk sifilis Generasi IV : Sangat resisten terhadap laktamase. Misalnya sefpirome dan sefepim c) Golongan Lincosamides Dihasilkan oleh Streptomyces lincolnensis dan bersifat bakteriostatis. Obat golongan ini dicadangkan untuk mengobati infeksi berbahaya pada pasien yang alergi terhadap penisilin atau pada kasus yang tidak sesuai diobati dengan penisilin. Spektrum kerjanya lebih sempit dari makrolida, terutama terhadap gram positif dan anaerob. Penggunaannya aktif terhadap Propionibacter acnes sehingga digunakan secara topikal pada acne. Adapun contoh obatnya yaitu Clindamycin (klindamisin) dan Linkomycin (linkomisin). d) Golongan Tetracycline Diperoleh dari Streptomyces aureofaciens & Streptomyces rimosus. Obat golongan ini digunakan untuk mengobati infeksi jenis yang sama seperti yang diobati penisilin dan juga untuk

infeksi lainnya seperti kolera, demam berbintik Rocky Mountain, syanker, konjungtivitis mata, dan amubiasis intestinal. Dokter ahli kulit menggunakannya pula untuk mengobati beberapa jenis jerawat. Adapun contoh obatnya yaitu : Tetrasiklin, Klortetrasiklin, Oksitetrasiklin, doksisiklin dan minosiklin. Khasiatnya bersifat bakteriostatik , pada pemberian iv dapat dicapai kadar plasma yang bersifat bakterisid lemah.Mekanisme kerjanya mengganggu sintesis protein kuman Spektrum kerjanya luas kecuali thp Psudomonas & Proteus. Juga aktif terhadap Chlamydia trachomatis (penyebab penyakit mata), leptospirae, beberapa protozoa. Penggunaannya yaitu infeksi saluran nafas, paruparu, saluran kemih, kulit dan mata. Namun dibatasi karena resistensinya dan efek sampingnya selama kehamilan & pada anak kecil. e) Golongan Kloramfenikol Bersifat bakteriostatik terhadap Enterobacter & S. aureus berdasarkan perintangan sintesis polipeptida kuman. Bersifat bakterisid terhadap S. pneumoniae, N. meningitidis & H. influenza. Obat golongan ini digunakan untuk mengobati infeksi yang berbahaya yang tidak efektif bila diobati dengan antibiotic yang kurang efektif. Penggunaannya secara oral, sejak thn 1970-an dilarang di negara barat karena menyebabkan anemia aplastis. Sehingga hanya dianjurkan pada infeksi tifus (salmonella typhi) dan meningitis (khusus akibat H. influenzae). Juga digunakan sebagai salep 3% tetes/salep mata 0,25-1%. Contoh obatnya adalah Kloramfenikol, Turunannya yaitu tiamfenikol. f) Golongan Makrolida Meliputi eritromisin, klaritromisin, roxitromisin, azitromisin, diritromisin serta spiramisin. Bersifat bakteriostatik. Mekanisme kerjanya yaitu pengikatan reversibel pada ribosom kuman, sehingga mengganggu sintesis protein. Penggunaannya merupakan pilihan pertama pada infeksi paru-paru. Digunakan untuk mengobati infeksi saluran nafas bagian atas seperti infeksi tenggorokan dan infeksi telinga, infeksi saluran nafas bagian bawah seperti pneumonia, untuk infeksi kulit dan jaringan lunak, untuk sifilis, dan efektif untuk penyakit legionnaire (penyakit yang ditularkan oleh serdadu sewaan). Sering pula digunakan untuk pasien yang alergi terhadap penisilin. g) Golongan Kuinolon Berkhasiat bakterisid pada fase pertumbuhan kuman, dgn menghambat enzim DNA gyrase bakteri sehingga menghambat sintesa DNA. Digunakan untuk mengobati sinusitis akut, infeksi saluran pernafasan bagian bawah serta pneumonia nosokomial, infeksi kulit dan jaringan kulit, infeksi tulang sendi, infeksi saluran kencing, Cystitis uncomplicated akut, prostates bacterial kronik, infeksi intra abdominal complicated, demam tifoid, penyakit menular seksual, serta efektif untuk mengobati Anthrax inhalational. Penggolongan : Generasi I : asam nalidiksat dan pipemidat digunakan pada ISK tanpa komplikasi Generasi II : senyawa fluorkuinolon misal siprofloksasin, norfloksasin, pefloksasin,ofloksasin. Spektrum kerja lebih luas, dan dapat digunakan untuk infeksi sistemik lain. Zat-zat long acting : misal sparfloksasin, trovafloksasin dan grepafloksasin.Spektrum kerja sangat luas dan meliputi gram positif. h) Aminoglikosida Dihasilkan oleh fungi Streptomyces & micromonospora.Mekanisme kerjanya : bakterisid,

berpenetrasi pada dinding bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom dalam sel Contoh : streptomisin, kanamisin, gentamisin, amikasin, neomisin Penggunaan Aminoglikosida Streptomisin & kanamisin injeksi pada TBC juga pada endocarditis,Gentamisin, amikasin bersama dengan penisilin pada infeksi dengan Pseudomonas,Gentamisin, tobramisin, neomisin juga sering diberikan secara topikal sebagai salep atau tetes mata/telinga,Efek samping : kerusakan pada organ pendengar dan keseimbangan serta nefrotoksik. i) Monobaktam Dihasilkan oleh Chromobacterium violaceum Bersifat bakterisid, dengan mekanisme yang sama dengan gol. b-laktam lainnya.Bekerja khusus pada kuman gram negatif aerob misal Pseudomonas, H.influenza yang resisten terhadap penisilinase Contoh : aztreonam j) Sulfonamide Merupakan antibiotika spektrum luas terhadap bakteri gram positrif dan negatif. Bersifat bakteriostatik. Mekanisme kerja : mencegah sintesis asam folat dalam bakteri yang dibutuhkan oleh bakteri untuk membentuk DNA dan RNA bakteri. Kombinasi sulfonamida : trisulfa (sulfadiazin, sulfamerazin dan sulfamezatin dengan perbandingan sama),Kotrimoksazol (sulfametoksazol + trimetoprim dengan perbandingan 5:1),Sulfadoksin + pirimetamin. Penggunaan: Infeksi saluran kemih : kotrimoksazol Infeksi mata : sulfasetamid Radang usus : sulfasalazin Malaria tropikana : fansidar. Mencegah infeksi pada luka bakar : silver sulfadiazine. Tifus : kotrimoksazo. Radang paru-paru pada pasien AIDS : kotrimoxazol Sebaiknya tidak digunakan pada kehamilan teruama trimeseter akhir : icterus, hiperbilirubinemia k) Vankomisin Dihasikan oleh Streptomyces orientalis.Bersifat bakterisid thp kuman gram positif aerob dan anaerob.Merupakan antibiotik terakhir jika obat-obat lain tidak ampuh lagi l) Golongan Antibiotika Kombinasi Kegunaannya dapat dikelompokkan berdasarkan jalur pemberiannya, antara lain : i) Penggunaan Oral dan Parenteral : infeksi saluran kemih, Shigellosis enteritis, treatment pneumocystis carinii pneumonia pada anak dan dewasa. ii) Penggunaan Oral : Profilaksis pneumocystis carinii pneumonia pada individu yang mengalami imunosupresi, otitis media akut pada anak-anak, eksaserbasi akut pada bronchitis kronik pasien dewasa. Secara klasik selalu dianjurkan bahwa kombinasi antibiotik bakterisid dan bakteriostatik akan merugikan oleh karena antibiotik bakterisid bekerja pada kuman yang sedang tumbuh, sehingga kombinasi dengan jenis bakteriostatik akan memperlemah efek bakterisidnya. Tetapi konsep ini mungkin tidak bisa begitu saja diterapkan secara luas dalam klinik, oleh karena beberapa kombinasi yang dianjurkan dalam klinik misalnya penisilin (bakterisid) dan kloramfenikol

(bakteriostatik) justru merupakan alternatif pengobatan pilihan untuk meningitis bakterial yang umumnya disebabkan oleh kuman Neisseria meningitides. Pada umumnya, penggunaan kombinasi dari dua atau lebih antibiotik tidak dianjurkan, apalagi kombinasi dengan dosis tepat. Untuk suatu mikroba penginfeksi, kombinasi antibiotik dapat bersifat sinergik (kombinasi dua antibiotik yang bersifat bakterisid), additif (kombinasi dua antibiotik yang bersifat bakteriostatik) dan antagonis (kombinasi antibiotik bakteriostatik dan bakterisid). Pemakaian kombinasi antibiotika mengandung risiko misalnya adanya akumulasi toksisitas yang serupa, misalnya nefrotoksisitas aminoglikosida dan nefrotoksisitas dari beberapa jenis sefalosporin. Kemungkinan juga dapat terjadi antagonisme, kalau prinsip-prinsip kombinasi di atas tidak ditaati, misalnya kombinasi penisilin dan tetrasiklin. Walaupun pemakaian beberapa kombinasi dapat diterima secara ilmiah, tetap diragukan perlunya kombinasi tetap oleh karena kemungkinan negatif yang dapat terjadi. Sebagai contoh kombinasi tetap penisilin dan streptomisin justru akan meyebabkan inaktivasi dari masing-masing antibiotika oleh karena terjadinya kerusakan secara kimiawi. Penggunaan kombinasi antibiotik yang tepat harus dapat mencapai sasaran sebagai berikut: 1. Kombinasi bekerja sinergik terhadap mikroba penyebab infeksi 2. Kombinasi mencegah terjadi resistensi mikroba 3. Kombinasi sebagai tindak awal penanganan infeksi, bertujuan mencapai spektrum kerja luas pada infeksi yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme 4. Kombinasi antibiotik digunakan untuk menangani beberapa infeksi sekaligus.

Resistensi Antibiotik
Bakteri dikatakan resisten bila pertumbuhannya tidak dapat dihambat oleh kadar maksimum antibiotik yang dapat ditoleransi oleh tubuh. Resistensi adalah ketahanan mikroba terhadap antibiotik tertentu. Resistensi alamiah adalah jika beberapa mikroba tidak peka terhadap antibiotik tertentu karena sifat mikroba secara alamiah tidak dapat diganggu oleh antibiotik tersebut. Resistensi kromosomal terjadi karena mutasi spontan pada gen kromosom. Resistensi kromosomal dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan primer, mutasi terjadi sebelum pengobatan dengan antibiotik dan selama pengobatan terjadi seleksi bibit yang resisten. Dan golongan sekunder, mutasi terjadi selama kontak dengan antibiotik kemudian terjadi seleksi bibit yang resistensi. Resistensi silang dapat terjadi dengan cara transformasi yaitu pelepasan DNA dari sel donor yang mengalami lisis pindah ke sel penerima, cara transduksi yaitu pemindahan gen yang resisten dengan bantuan bakteriofag dan cara konjugasi yaitu pemindahan gen karena adanya kontak sel dengan sel dan terbentuk jembatan plasma. Resistensi ekstra kromosomal, yang berperan adalah faktor R yang terdapat diluar kromosom yaitu didalam sitoplasma. Faktor R ini diketahui membawakan resistensi bakteri terhadap berbagai antibiotik.

Penggunaan Antibiotik
Secara umum, berdasarkan ditemukannya kuman penyebab infeksi atau tidak, maka terapi antibiotika dapat dibagi menjadi dua, yakni terapi secara empiris dan terapi pasti. 1. Terapi secara empiris: Pada banyak keadaan infeksi, kuman penyebab infeksi belum dapat diketahui atau dipastikan pada saat terapi antibiotika dimulai. Dalam hal ini pemilihan jenis antibiotika diberikan berdasarkan perkiraan kemungkinan kuman penyebabnya. Ini dapat didasarkan pada pengalaman yang layak (pengalaman klinis) atau berdasarkan pada pola epidemiologi kuman setempat. Pertimbangan utama dari terapi empiris ini adalah pengobatan infeksi sedini mungkin akan

memperkecil resiko komplikasi atau perkembangan lebih lanjut dari infeksinya, misalnya dalam menghadapi kasus-kasus infeksi berat, infeksi pada pasien dengan kondisi depresi imunologik. Keberatan dari terapi empirik ini meliputi, kalau pasien sebenarnya tidak menderita infeksi atau kalau kepastian kuman penyebab tidak dapat diperoleh kemudian karena sebab-sebab tertentu (misalnya tidak diperoleh spesimen), maka terapi antibiotika seolah-olah dilakukan secara buta. 2. Terapi pasti (definitif): Terapi ini dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologis yang sudah pasti, jenis kuman maupun spektrum kepekaannya terhadap antibiotika. Dalam praktek sehari-hari, mulainya terapi antibiotika umumnya dilakukan secara empiris. Baru kalau hasil pemeriksaan mikrobiologis menunjukkan ketidakcocokan dalam pemilihan antibiotika, maka antibiotika dapat diganti kemudian dengan jenis yang sesuai.

Efek Samping Antibiotik


Toksisitas selektif terhadap bakteri yang menginvasi tidak menjamin hospes bebas dari efek yang tidak diinginkan, karena obat dapat menimbulkan respon alergik atau bersifat toksik yang tidak berkaitan dengan aktivitas antibiotik: 1. Hipersensitivitas Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi apabila jumlah antigen masuk relatif banyak atau bila status imunologik seseorang, baik humoral maupun selular meningkat. 2. Toksisitas langsung Toksisitas langsung yaitu kadar antibiotika yang tinggi dalam serum dapat menimbulkan toksisitas pada proses selular melalui organ tubuh penderita langsung. 3. Superinfeksi Superinfeksi merupakan keberadaan data klinis maupun bakteriologi pengaruh penghambatan pertumbuhan dari flora normal.

Rayon

Penambahan alkali dan karbon disulfida pada selulosa menghasilkan viskosa Rayon atau kain rayon adalah kain yang dibuat dari serat hasil regenerasi selulosa. Serat yang dijadikan benang rayon berasal dari polimer organik, sehingga disebut serat semisintesis karena tidak bisa digolongkan sebagai serat sintetis atau serat alami yang sesungguhnya.[1] Dalam industri tekstil, kain rayon dikenal dengan nama rayon viskosa atau sutra buatan. Kain ini biasanya terlihat berkilau dan tidak mudah kusut. Serat rayon memiliki unsur kimia karbon, hidrogen, dan oksigen.

Penggunaan
Kain rayon digunakan secara luas dalam industri garmen untuk bahan pakaian dan perlengkapan busana, seperti daster, jaket, jas, pakaian dalam, syal, topi, dasi, kaus kaki, dan kain pelapis sepatu. Kain jenis ini juga dipakai sebagai kain alas dan pelengkap perabot rumah tangga (seprai, selimut, tirai) dan alat-alat kebutuhan industri (kain untuk perabot rumah sakit, benang ban), serta barang kesehatan pribadi (pembalut wanita dan popok). Di Indonesia, kain rayon merupakan bahan baku untuk industri kain dan baju batik.

Xylene
From Wikipedia, the free encyclopedia Jump to: navigation, search

The xylene isomers Xylene (from Greek , xylos, "wood") is an aromatic hydrocarbon, an organic compound created along with benzene and toluene by extraction and distillation in the petroleum refining process known as catalytic reforming. Xylene is also created from coal carbonisation in the manufacture of coke fuel. Representing about 0.51% of crude oil, depending on the source, xylenes are hence found in small amounts in gasoline and airplane fuels. Xylene is mainly produced as part of the BTX aromatics (benzene, toluene and xylenes) extracted from the product of catalytic reforming known as "reformate". The mixture is a slightly greasy, colourless liquid commonly encountered as a solvent. It was named in 1851, having been discovered as a constituent of wood tar. Several million tons are produced annually.[1] In 2011, a global consortium began construction of one of the worlds largest xylene plants in Singapore.[2]

Ethylbenzene
Ethylbenzene is an organic compound with the formula C6H5CH2CH3. This aromatic hydrocarbon is important in the petrochemical industry as an intermediate in the production of styrene, which in turn is used for making polystyrene, a common plastic material.

Production
Although often present in small amounts in crude oil, ethylbenzene is produced in bulk quantities by combining benzene and ethylene in an acid-catalyzed chemical reaction:

C6H6 + C2H4 C6H5CH2CH3 Approximately 24,700,000 tons were produced in 1999.[1] Catalytic dehydrogenation of the ethylbenzene then gives hydrogen and styrene: C6H5CH2CH3 C6H5CH=CH2 + H2

Other uses
Ethylbenzene has been used as a solvent for aluminium bromide in the anhydrous electrodeposition of aluminium. Ethylbenzene is also an ingredient in some paints, and solvent grade xylene (xylol) is nearly always contaminated with a few percent of ethylbenzene.

Health effects
The acute toxicity of ethylbenzene is low, with an LD50 of about 4 grams per kilogram of body weight. The longer term toxicity and carcinogenicity is ambiguous.[1]

Styrene
From Wikipedia, the free encyclopedia Jump to: navigation, search

Styrene

Preferred IUPAC name[hide] Phenylethene Molecular formula C8H8

Styrene, also known as vinyl benzene and phenyl ethene, is an organic compound with the chemical formula C6H5CH=CH2. This derivative of benzene is a colorless oily liquid that evaporates easily and has a sweet smell, although high concentrations confer a less pleasant odor.

Styrene is the precursor to polystyrene and several copolymers. Approximately 15 billion pounds are produced annually.[1] On 10 June 2011, the US National Toxicology Program has described styrene as "reasonably anticipated to be a human carcinogen".[2][3]

Occurrence, history, and use


Styrene is named for "styrax" (also called "storax Levant"), the resin from a Turkish tree, the Oriental sweetgum (Liquidambar orientalis), from which it was first isolated,[citation needed] and not for the tropical Styrax trees from which benzoin resin is produced. Low levels of styrene occur naturally in many kinds of plants,[citation needed] as well as a variety of foods such as fruits, vegetables, nuts, beverages, and meats.[citation needed] The production of styrene in the United States increased dramatically during the 1940s, when it was popularized as a feedstock for synthetic rubber. The presence of the vinyl group allows styrene to polymerize. Commercially significant products include polystyrene, ABS, styrene-butadiene (SBR) rubber, styrene-butadiene latex, SIS (styrene-isoprene-styrene), S-EB-S (styrene-ethylene/butylene-styrene), styrene-divinylbenzene (S-DVB), styrene-acrylonitrile resin (SAN) and unsaturated polyesters. These materials are used in rubber, plastic, insulation, fiberglass, pipes, automobile and boat parts, food containers, and carpet backing.

You might also like