You are on page 1of 11

1

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN PEMECAHAN MASALAH SISWA PADA POKOK BAHASAN VOLUME DAN LUAS BANGUN RUANG DI KELAS X SMA NEGERI 1 PAGARAN TAHUN AJARAN 2010/2011

Oleh: Sandro J. Simamora Nim. 061244110094 Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN MEDAN 2010

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN PEMECAHAN MASALAH SISWA PADA POKOK BAHASAN LUAS DAN VOLUME BANGUN RUANG DI KELAS X SMA NEGERI I PAGARAN TAHUN AJARAN 2010/2011 Sandro J. Simamora (NIM 061244110094) ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa, (2) Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah pada pokok bahasan Luas dan Volume Bangun Ruang. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan empat momentum esensial, yakni perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-6 SMA Negeri I Pagaran yang berjumlah 30 orang. Sedangkan objek penelitian adalah peningkatan kemampuan pemecahan masalah dengan menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah pada pokok bahasan Luas dan Volume Bangun Ruang. Berdasarkan hasil tes diagnostik diperoleh ketuntasan klasikal 13,33% dengan 4 siswa memperoleh ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa 17,80, kategori kemampuan pemecahan masalah sangat rendah. Hasil analisis data setelah pemberian tindakan pada siklus I diperoleh ketuntasan klasikal 70% dengan 21 orang siswa memperoleh ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa 27,53 kategori kemampuan pemecahan masalah sedang. Pada siklus II diperoleh ketuntasan klasikal 90% dengan 27 orang siswa memperoleh ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa 33,90, kategori kemampuan pemecahan masalah sangat tinggi. Dari siklus I ke siklus II diperoleh peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar yaitu sebanyak 6 orang siswa (20%) dan nilai rata-rata meningkat sebesar 6,37. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh observer pada siklus II, diperoleh rata-rata skor pengelolaan pembelajaran yang dilaksanakan guru 3,42, rata-rata skor pengamatan siswa dalam melakukan pembelajaran 3,19, rata-rata skor pengamatan pelaksanaan pembelajaran 3,28 ketiga pengamatan kemampuan termasuk kategori sangat baik. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada pokok bahasan luas dan volume bangun ruang.

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dampak pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dalam era globalisasi dapat dipandang sebagai masalah adaptasi, dengan asumsi bahwa setiap individu memiliki kelebihan dan kelemahan. Dalam kehidupan, kita selalu dihadapkan dengan masalah, karena masalah adalah kesenjangan antara harapan dengan kenyataan maka masalah itulah yang harus diantisipasi dan diselesaikan secara arif dan kreatif. Kita akan sukses, jika mampu secara kreatif mengubah masalah menjadi peluang. Dengan demikian, setiap individu diharapkan mampu beradaptasi dengan keadaan dan perubahan yang terjadi serta mampu bekerja sama secara kolaboratif dalam memecahkan masalah kehidupan.

Kualitas pendidikan dapat dijadikan barometer sumber daya manusia. Sekolah adalah salah satu wadah kegiatan pendidikan yang berfungsi sebagai pencipta sumber daya manusia. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah adalah matematika. Matematika mempunyai peran yang cukup besar dalam memberikan berbagai kemampuan kepada siswa untuk keperluan studi lanjut, penataan kemampuan berpikir, dan kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan matematika. Menurut Soedjadi (2000: 45), pendidikan matematika seharusnya memperhatikan dua tujuan, yaitu (1) tujuan yang bersifat formal, yaitu penataan nalar serta pembentukan pribadi anak didik, dan (2) tujuan yang bersifat material, yaitu penerapan matematika serta keterampilan matematika. Dapat disimpulkan bahwa melalui pembelajaran matematika siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir secara matematika serta diharapkan mampu menerapkan matematika itu dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan nyata.
Penguasaan ilmu matematika akan sangat berperan dalam penguasaan ilmu pengetahuan secara global sekarang ini. Pembelajaran matematika mampu mengembangkan cara berpikir yang logis, kritis, sistematis, dan kreatif. Berkaitan dengan hal ini Depdiknas (dalam Dian Armanto, 2001) menegaskan bahwa :

Pendidikan dasar matematika kita ditujukan pada pengembangan pola pikir kritis, praktis, logis, dan jujur dengan berorientasi pada penerapan matematika dalam menyelesaikan masalah. Oleh sebab itu, seluruh kalangan dituntut dalam peningkatan pembelajaran matematika, baik disekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam setiap pembelajaran setiap guru berharap agar siswa yang diberi pembelajaran memperoleh hasil belajar yang sebaik-baiknya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Kenyataan yang dijumpai di lapangan sangat bertolak belakang dengan yang diharapkan guru. Tidak semua siswa yang mengalami pembelajaran memperoleh hasil belajar yang maksimal, bahkan masih banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi kesulitan siswa dalam memahami konsep dan memecahkan masalah, antara lain dengan memperhatikan penyebab kesulitan yang berasal dari siswa sendiri maupun yang berasal dari luar diri siswa. Namun hasil yang dicapai siswa dalam pelajaran matematika masih belum dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Terdapat ketidakadilan dalam penentuan kesulitan belajar matematika siswa. Seringkali siswa menjadi korban dan dianggap sebagai sumber penyebab kesulitan belajar. Mungkin saja kesulitan itu bersumber dari luar diri siswa, misalnya saja proses pembelajaran yang terkait dengan kurikulum, cara penyajian materi pelajaran, dan suasana pembelajaran. Hal tersebut dapat mengakibatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap siswa terhadap matematika cukup memprihatinkan, akibatnya siswa tidak mampu mandiri dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya sehingga prestasi siswa dalam mata pelajaran matematika selalu tidak memuaskan. Menurut Data UNESCO (dalam www.peringkatmatematika.com) menunjukkan bahwa : Peringkat matematika Indonesia berada di urutan 34 dari 38 negara. Ini menunjukkan bahwa mutu pendidikan Indonesia, terutama dalam pembelajaran matematika masih rendah. Sejauh ini Indonesia belum mampu lepas dari urutan penghuni papan bawah. Beberapa ahli matematika seperti Russefendi mensinyalir kelemahan matematika pada siswa Indonesia, karena pelajaran matematika di sekolah ditakuti bahkan dibenci siswa.

Rendahnya prestasi belajar pada matematika dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang menyebabkannya adalah kesulitan yang dialami oleh siswa dalam mempelajari matematika. Kesulitan tersebut terletak pada sulitnya siswa menyelesaikan soal cerita matematika serta kurangnya petunjuk tentang langkah-langkah yang harus ditempuh dalam membuat kalimat matematika. Abdurrahman (2003: 257) mengemukakan bahwa: Dalam menyelesaikan soal-soal cerita banyak anak yang mengalami banyak kesulitan. Kesulitan tersebut tampaknya terkait dengan pengajaran yang menuntut anak membuat kalimat matematika tanpa terlebih dahulu memberikan petunjuk tentang langkah-langkah yang harus ditempuh. Kesulitan dalam belajar matematika mengakibatkan kemampuan pemecahan masalah siswa rendah. Siswa cenderung menghafalkan konsep-konsep matematika sehingga kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sangat kurang. Kutipan ini menjelaskan tentang pentingnya guru untuk memikirkan suatu model pembelajaran matematika yang dapat memecahkan masalah dan orientasi pembelajaran tersebut terfokus pada pembelajaran berdasarkan masalah. Guru matematika memiliki tugas utama yaitu berusaha memampukan siswa memecahkan masalah sebab inti pembelajaran matematika adalah pemecahan masalah. Sehingga kompetensi dasar yang harus dimiliki setiap individu siswa adalah standar minimal tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang terefleksi pada pembelajaran matematika dengan kebiasaan berpikir dan bertindak memecahkan masalah. Berdasarkan Studi internasional yang dilakukan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang dilakukan dalam tiga periode, yaitu tahun 2000/2001, 2003, dan 2006 terhadap profil kemampuan matematika siswa di Indonesia (http://www.jurnalnet.com) diperoleh bahwa: 49,7 persen siswa Indonesia tingkat kemampuan matematikanya berada di bawah level satu. Pada tingkat ini siswa pada umumnya hanya mampu menyelesaikan satu langkah persoalan matematika (skor di bawah 358). Sebanyak 25,9 persen siswa Indonesia berada pada level dua, di mana siswa mampu melakukan prosedur, rumus, dan algoritma dasar (skor 358-419), sedangkan 15,5 persen siswa lainnya berada pada level tiga (skor 420-481), pada level ini siswa mampu menerapkan pemecahan masalah secara sederhana, menginterpretasikan dan mengkomunikasikannya. Sementara itu, hanya 6,6 persen siswa Indonesia berada pada level empat di mana siswa dapat menyelesaikan persoalan secara efektif untuk situasi yang konkret dan dapat

mengkomunikasikan penjelasan dan argumentasi dengan baik (482-543). Hampir tidak ada siswa Indonesia yang mencapai level lima dan level enam. Level lima siswa dapat mengembangkan model matematis untuk situasi yang kompleks, dan dapat memformulasikan dan mengkomunikasikan interpretasi secara logis, sedang pada level enam siswa dapat mengkonseptualisasi dan menyimpulkan dari masalah yang kompleks. Dari hasil obsevasi peneliti (tanggal 05 April 2011) berupa pemberian tes diagnostik ke siswa Kelas X SMA Negeri 1 Pagaran, tes yang diberikan berupa tes berbentuk uraian untuk melihat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika. Untuk melihat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika, berikut adalah tingkat kemampuan siswa dalam

menyelesaikan tes yang diberikan secara klasikal dari 42 orang siswa terdapat 37,50% yang dapat memahami soal, ada 34,03% yang dapat merencanakan penyelesaian masalah, ada 12,50% yang dapat melaksanakan penyelesaian masalah dengan perencanaan yang telah dibuat, dan ada 15,28% yang telah dapat memeriksa kembali hasil yang telah diperoleh tersebut. Sedangkan secara penguasaan siswa yang telah memiliki kemampuan memecahkan masalah pada tingkat sangat tinggi ada 1 orang (2,38%), yang telah memiliki kemampuan memecahkan masalah pada tingkat tinggi ada 8 orang (22,22%), yang kemampuan pemecahan masalahnya pada tingkat sedang ada sebanyak 11 orang (30,55%), dan kemampuan pemecahan masalahnya pada tingkat rendah ada 14 orang (38,89%), dan sangat rendah ada sebanyak 2 orang (5,56%). Dari data ini dapat dilihat tingkat kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa masih rendah. Dari beberapa uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa siswa masih kurang terampil dalam memecahkan masalah matematika, sehingga menyebabkan rendahnya kemampuan siswa memecahkan masalah matematika dan kemampuan pemecahan masalah matematika kurang maksimal. Salah satu model pembelajaran dengan paham konstruktivis yang penekanannya memampukan siswa memecahkan masalah dan dimungkinkan mengangkat masalah serta berorientasi pada pemahaman adalah model pembelajaran berdasarkan masalah (problem-based instruction). Model

pembelajaran berdasarkan masalah (problem-based instruction) adalah suatu kegiatan pembelajaran yang meliputi tahap-tahap pembelajaran, antara lain: orientasi siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa dalam belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Arends (1997: 160) menyatakan, pembelajaran berdasarkan masalah berusaha untuk memandirikan siswa. Tuntutan guru yang berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa untuk bertanya dan mencari solusi sendiri masalah nyata, dan siswa menyelesaikan tugas-tugas dengan kebebasan berpikir dan dengan dorongan inkuiri terbuka. Berdasarkan hasil penelitian pada siswa Kelas I SMU Negeri 3 Ambon, Sinaga (1999) menyimpulkan bahwa, hasil belajar matematika siswa yang pembelajarannya menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah

(problem-based instruction) lebih baik dari hasil belajar siswa yang diajar dengan model pengajaran konvensional. Melihat kenyataan itu, maka pembelajaran berdasarkan masalah dianggap dapat menanamkan pemahaman pengertian serta membimbing siswa agar mampu memahami konsep, prinsip dan aturan-aturan dalam matematika. Penulis melihat bahwa pembelajaran berdasarkan masalah dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran untuk membimbing siswa dalam memahami konsep dan prinsip. Dalam pembelajaran berdasarkan masalah siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah, sehingga siswa itu dengan sendirinya dapat menemukan bagaimana konsep itu terbentuk. Ini sesuai dengan pendapat Ibrahim dan Nur (2000: 7) yang menyatakan, pembelajaran berdasarkan masalah utamanya dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri.

Mengingat penggunaan Luas dan Volume Bangun Ruang banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, maka pemahaman konsep Luas dan

Volume Bangun Ruang melalui pembelajaran berdasarkan masalah memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep Luas dan Volume Bangun Ruang berdasarkan masalah yang diberikan oleh guru.
Berdasarkan alasan-alasan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah untuk Meningkatkan Pemecahan Masalah Siswa pada Pokok Bahasan Luas dan Volume Bangun Ruang di Kelas X SMA Negeri I Pagaran Tahun Ajaran 2010/2011.

1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. Kesulitan yang dialami oleh siswa dalam mempelajari matematika. 2. Rendahnya hasil belajar matematika. 3. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa.

1.3. Pembatasan Masalah Sesuai dengan identifikasi masalah di atas dan agar masalah dalam penelitian ini lebih terarah dan jelas serta demi tercapainya tujuan yang diinginkan, maka perlu adanya batasan masalah yaitu, peneliti hanya meneliti tentang penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah untuk

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada pokok bahasan Luas dan Volume Bangun Ruang di kelas X SMA Negeri 1 Pagaran pada tahun ajaran 2010/2011. Dalam penelitian ini Bangun Ruang yang dimaksud adalah salah satu topik yang diajarkan di kelas X SMA sesuai dengan kurikulum, dan dibatasi pada volume serta luas permukaan balok, kubus, prisma dan limas.

1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi, dan pembatasan masalah maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah dengan menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah pada pokok bahasan Luas dan Volume Bangun Ruang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah di kelas X SMA Negeri 1 Pagaran pada tahun ajaran 2010/2011? 2. Bagaimana peningkatan kemampuan siswa memecahkan masalah

matematika dengan menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah di kelas X SMA Negeri 1 Pagaran pada tahun ajaran 2010/2011?

1.5. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui apakah ada peningkatan kemampuan siswa dalam masalah matematika dengan menerapkan model

memecahkan

pembelajaran berdasarkan masalah pada pokok bahasan Luas dan Volume Bangun Ruang di kelas X SMA Negeri 1 Pagaran pada tahun ajaran 2010/2011. 2. Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah model pembelajaran berdasarkan masalah pada pokok bahasan luas dan Volume Bangun Ruang diterapkan.

1.6. Manfaat Penelitian Setelah penelitian dilaksanakan, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi siswa, agar dapat memahami pembelajaran matematika dan

meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah matematika. 2. Bagi guru, sebagai bahan informasi gambaran serta pertimbangan dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan.

10

3. Bagi pimpinan sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijaksanaan untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika. 4. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan selaku calon guru matematika untuk dapat menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah dalam

pembelajaran matematika khususnya sistem persamaan linear dua variabel. 5. Dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan cakupan yang lebih luas, untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat. 1.7 Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman dan supaya penelitian ini sesuai dengan tujuan, maka akan diberikan definisi operasional sebagai berikut: 1. Masalah matematika adalah soal matematika baik yang berbentuk pilihan ganda, isian maupun pertanyaan lisan yang menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui oleh siswa. 2. Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal matematika dengan memperhatikan langkahlangkah berikut: a) b) Memahami masalah. Merencanakan penyelesaian masalah atau memilih strategi

penyelesaian yang sesuai. c) Melaksanakan rencana penyelesaian masalah atau strategi

penyelesaian yang telah direncanakan. d) Memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian. adalah rangkaian aktivitas

3. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi, melatih keterampilan pemecahan masalah siswa, dan menunjukkan hubungan antara teori dan kenyataan kepada siswa.

11

You might also like