You are on page 1of 19

Akhlak Tercela

1. DENDAM
1. Pengertian Dendam Dendam dalam bahasa Arab disebut juga dengan Al-Hiqdu . Menurut Al-Gazalidalam bukunya Ihya Ulumud Din jilid III, dijelaskan bahwa Hiqdu atau dendam berawal dari sifat pemarah. Sifat marah (gadab) itu terus dipelihara dan tidak segra diobati dengan memaafkan, maka akan menjadi dendam terhadap orang yang menyakiti kita. Pengertian dendam secara istilah adalah perasaan ingin membalas karena sakit hati yag timbul sebab permusuhan, dan selalu mencari kesempatan untuk melampiaskan sakit hatinya agar lawannya mendapat celaka, barulah ia merasa puas. Nabi muhammad SAW dan para sahabatnya ketika mereka berdakwah di Makkah selalu mendapatkan tekanan dan gangguan yang berat yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy. Gangguan dan tekanan itu berupa siksaan, hinaan bahkan ada anggota keluarganya yang dibunuh, sehingga nabi dan para sdahabatnya hijrah ke Madinah.akan tetapi ketika Fathul Makkah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya tidak membalas perbuatan orang-orang kafir tersebut, meskipun nabi memiliki kekuatan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kaum kafir Quraisy. Bahkan nabi mengumandangkan perdamaian dan memaafkan kesalahan kesalahan mereka pada waktu yang lalu. Rasulullah juga memberikan teladan tentang perilaku pemaaf, bukan dendam. Misalnya, perlakuan orang Thaif terhadap rasulullah para sahabatnya yang telah mengusirnya, bahkan melemparinya dengan batu. Ketika malaikat menawari Rasulullah untuk menghancurkan kaum itu Rasulullah justru berdoa : Artinya: Ya Allah, berilah petunujuk atas kaumku karena sesungguhnya mereka itu belum mengetahui. Kisah diatas memberikan gambaran , bahwa akhlak yang pantas dimilki oleh kaum beriman bukanlah sifat dendam dan sombong, tetapi adalah sifat terpuji diantaranya memaafkan kesalahan orang lain. Allah berfirman : )999 : (

Artinya: jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.(Qs.Al-Araf : 199) Allah berfirman : )22 :... ( Artinya: Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada . apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Dan Allah adalah maha pengampun lagi maha penyayang.(An-Nuur : 22)

2. Ciri-ciri sifat dendam


Tujuan hidupnya membinasakan orang yang menjadi lawannya Perbuatan yang dilakukannya selalu bertujuan mengalahkan lawannya Tidak merasa puas bila lawannya belum mendapatkan kekalahan Hobi menyimpan rasa sakit hati dan berusaha membalas dikemudian hari Tidak mau mamaafkan kesalahan orang lain Selalu menjelek-jelekkan orang lain dan membuka aib orang lain

3. Bahaya sifat dendam a. Perbuatan yang dibenci oleh Allah ( Artinya: orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang menaruh dendam kesumat (bertengkar).(HR.Muslim) b. Hilangnya ketenangan jiwa, jiwanya akan selalu bergemuruh oleh perasaan yang tidak nyaman c. Menghindar bila bertemu dengan orang yang dibenci Padahal Allah menciptakan manusia dimuka bumi bukan untuk bermusuh-musuhan dan saling dendam, melainkan agar saling kenal-menganal, saling menghormati dengan sesama. Firman Allah: )91 : ... (

Artinya: Hai manusia sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan manjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.(al-Hujurat :13) d. Selalu marah ketika mendengar kebaikan orang yang dibenci e. Dikucilkan dalam pergaulan

4. Cara menghindari sifat dendam 1. 2. 3. 4. Mengetahui bahaya dari sifat dendam Senantiasa ingat kepada Allah dalam keadaan apapun Memaafkan kesalahan orang lain Saling menghormati dan menyayangi sesama manusia

2. Hasad
Bahaya Hasad
Hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain. Bukanlah definisi yang tepat untuk hasad adalah mengharapkan hilangnya nikmat Allah dari orang lain, bahkan semata-mata merasa tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain itu sudah terhitung hasad baik diiringi harapan agar nikmat tersebut hilang ataupun sekedar merasa tidak suka. Demikianlah hasil pengkajian yang dilakukan oleh Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah. Beliau menegaskan bahwa definisi hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain. Hasad memiliki banyak bahaya di antaranya: 1. Tidak menyukai apa yang Allah takdirkan. Merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain pada hakikatnya adalah tidak suka dengan apa yang telah Allah takdirkan dan menentang takdir Allah. 2. Hasad itu akan melahap kebaikan seseorang sebagaimana api melahap kayu bakar yang kering karena biasanya orang yang hasad itu akan melanggar hak-hak orang yang tidak dia sukai dengan menyebutkan kejelekan-kejelekannya, berupaya agar orang lain membencinya, merendahkan martabatnya dll. Ini semua adalah dosa besar yang bisa melahap habis berbagai kebaikan yang ada. 3. Kesengsaraan yang ada di dalam hati orang yang hasad. Setiap kali dia saksikan tambahan nikmat yang didapatkan oleh orang lain maka dadanya terasa sesak dan

4.

5.

6.

7.

bersusah hati. Akan selalu dia awasi orang yang tidak dia sukai dan setiap kali Allah memberi limpahan nikmat kepada orang lain maka dia berduka dan susah hati. Memiliki sifat hasad adalah menyerupai karakter orang-orang Yahudi. Karena siapa saja yang memiliki ciri khas orang kafir maka dia menjadi bagian dari mereka dalam ciri khas tersebut. Nabi bersabda, Barang siapa menyerupai sekelompok orang maka dia bagian dari mereka. (HR Ahmad dan Abu Daud, shahih) Seberapa pun besar kadar hasad seseorang, tidak mungkin baginya untuk menghilangkan nikmat yang telah Allah karuniakan. Jika telah disadari bahwa itu adalah suatu yang mustahil mengapa masih ada hasad di dalam hati. Hasad bertolak belakang dengan iman yang sempurna. Nabi bersabda, Kalian tidak akan beriman hingga menginginkan untuk saudaranya hal-hal yang dia inginkan untuk dirinya sendiri. (HR Bukhari dan Muslim). Tuntutan hadits di atas adalah merasa tidak suka dengan hilangnya nikmat Allah yang ada pada saudara sesama muslim. Jika engkau tidak merasa susah dengan hilangnya nikmat Allah dari seseorang maka engkau belum menginginkan untuk saudaramu sebagaimana yang kau inginkan untuk dirimu sendiri dan ini bertolak belakang dengan iman yang sempurna. Hasad adalah penyebab meninggalkan berdoa meminta karunia Allah. Orang yang hasad selalu memikirkan nikmat yang ada pada orang lain sehingga tidak pernah berdoa meminta karunia Allah padahal Allah taala berfirman,

Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. an Nisa: 32) 8. Hasad penyebab sikap meremehkan nikmat yang ada. Maksudnya orang yang hasad berpandangan bahwa dirinya tidak diberi nikmat. Orang yang dia dengki-lah yang mendapatkan nikmat yang lebih besar dari pada nikmat yang Allah berikan kepadanya. Pada saat demikian orang tersebut akan meremehkan nikmat yang ada pada dirinya sehingga dia tidak mau menyukuri nikmat tersebut. 9. Hasad adalah akhlak tercela. Orang yang hasad mengawasi nikmat yang Allah berikan kepada orang-orang di sekelilingnya dan berusaha menjauhkan orang lain dari orang yang tidak sukai tersebut dengan cara merendahkan martabatnya, meremehkan kebaikan yang telah dia lakukan dll. 10. Ketika hasad timbul umumnya orang yang di dengki itu akan dizalimi sehingga orang yang di dengki itu punya hak di akhirat nanti untuk mengambil kebaikan orang yang dengki kepadanya. Jika kebaikannya sudah habis maka dosa orang yang di dengki akan dikurangi lalu diberikan kepada orang yang dengki. Setelah itu orang yang dengki tersebut akan dicampakkan ke dalam neraka. Ringkasnya, dengki adalah akhlak yang tercela, meskipun demikian sangat disayangkan hasad ini banyak ditemukan di antara para ulama dan dai serta di antara para pedagang. Orang yang

punya profesi yang sama itu umumnya saling dengki. Namun sangat disayangkan di antara para ulama dan para dai itu lebih besar. Padahal sepantasnya dan seharusnya mereka adalah orangorang yang sangat menjauhi sifat hasad dan manusia yang paling mendekati kesempurnaan dalam masalah akhlak.

3. Ghibah
Betapa banyak kaum muslimin yang mampu untuk menjalankan perintah Allah U dengan baik, bisa menjalankan sunnah-sunnah Nabi r, mampu untuk menjauhkan dirinya dari zina, berkata dusta, minum khomer, bahkan mampu untuk sholat malam setiap hari, senantiasa pusa senin kamis, namun..mereka tidak mampu menghindarkan dirinya dari ghibah. Bahkan walaupun mereka telah tahu bahwasanya ghibah itu tercela dan merupakan dosa besar namun tetap saja mereka tidak mampu menghindarkan diri mereka dari ghibah. Allah benar-benar telah mencela penyakit ghibah ini dan telah menggambarkan orang yang berbuat ghibah dengan gambaran yang sangat hina dan jijik. Berkata Syaikh Nasir As-Sadi : Kemudian Allah U menyebutkan suatu permisalan yang membuat (seseorang) lari dari gibah. Allah U berfirman : 5. Dan janganlah sebagian kalian mengghibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kalian memakan daging bangkai saudaranya yang telah mati, pasti kalian membencinya. Maka bertaqwalah kalian kepada Allah, sungguh Allah Maha Menerima taubat dan Maha Pengasih. (Al Hujurat 12) Allah U telah menyamakan mengghibahi saudara kita dengan memakan daging saudara (yang digibahi tadi) yang telah menjadi bangkai yang (hal ini) sangat dibenci oleh jiwa-jiwa manusia sepuncak-puncaknya kebencian. Sebagaimana kalian membenci memakan dagingnya -apalagi dalam keadaan bangkai, tidak bernyawa- maka demikian pula hendaklah kalian membenci mengghibahinya dan memakan dagingnya dalam keadaan hidup. Memakan bangkai hewan yang sudah busuk saja menjijikkan, namun hal ini masih lebih baik daripada memakan daging saudara kita. Sebagaimana dikatakan oleh Amru bin Al-Ash t: 6. : , : ( ) ( ) Dari Qois berkata : Amru bin Al-Ash t melewati bangkai seekor begol (hasil persilangan kuda dan keledai), maka beliau berkata :Demi Allah, salah seorang dari kalian memakan daging bangkai ini (hingga memenuhi perutnya) lebih baik baginya daripada ia memakan daging saudaranya (yang muslim). Syaikh Salim Al-Hilaly berkata : ..Sesungguhnya memakan daging manusia merupakan sesuatu yang paling menjijikan untuk bani Adam secara tabiat walaupun (yang dimakan tersebut) orang kafir atau musuhnya yang melawan, bagaimana pula jika (yang engkau makan adalah) saudara engkau seagama ?, sesungguhnya rasa kebencian dan jijiknya semakin bertambah. Dan bagaimanakah lagi jika dalam keadaan bangkai? karena

sesungguhnya makanan yang baik dan halal dimakan, akan menjadi menjijikan jika telah menjadi bangkai : r t 7. Dari Abu Huroiroh t bahwasanya Rosulullah r bersabda : Semua muslim terhadap muslim yang lain adalah harom, yaitu darahnya, kehormatannya, dan hartanya. (Muslim) Orang yang mengghibah berati dia telah mengganggu kehormatan saudaranya, karena yang dimaksud dengan kehormatan adalah sesuatu yang ada pada manusia yang bisa dipuji dan dicela. Definisi ghibah : : : : r t 8. : , Dari Abu Huroiroh t bahwsanya Rosulullah r bersabda : Tahukah kalian apakah ghibah itu? Sahabat menjawab : Allah dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui. Nabi r berkata : Yaitu engkau menyebutkan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu, Nabi r ditanya : Bagaimanakah pendapatmu jika itu memang benar ada padanya ? Nabi r menjawab : Kalau memang sebenarnya begitu berarti engkau telah mengghibahinya, tetapi jika apa yang kau sebutkan tidak benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya. Hal ini juga telah dijelaskan oleh Ibnu Masud t: : . t 9. : Dari Hammad dari Ibrohim berkata : Ibnu Masud t berkata :Ghibah adalah engkau menyebutkan apa yang kau ketahui pada saudaramu, dan jika engkau mengatakan apa yang tidak ada pada dirinya berarti itu adalah kedustaan Dari hadits ini para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ghibah adalah :Engkau menyebutkan sesuatu yang ada pada saudaramu yang seandainya dia tahu maka dia akan membencinya. Sama saja apakah yang engkau sebutkan adalah kekurangannya yang ada pada badannya atau nasabnya atau akhlaqnya atau perbuatannya atau pada agamanya atau pada masalah duniawinya. Dan engkau menyebutkan aibnya dihadapan manusia dalam keadaan dia goib (tidak hadir). Berkata Syaikh Salim Al-Hilali :Ghibah adalah menyebutkan aib (saudaramu) dan dia dalam keadaan goib (tidak hadir dihadapan engkau), oleh karena itu saudaramu) yang goib tersebut disamakan dengan mayat, karena si goib tidak mampu untuk membela dirinya. Dan demikian pula mayat tidak mengetahui bahwa daging tubuhnya dimakan sebagaimana si goib juga tidak mengetahui gibah yang telah dilakukan oleh orang yang mengghibahinya Adapun menyebutkan kekurangannya yang ada pada badannya, misalnya engkau berkata pada saudaramu itu : Dia buta, Dia tuli, Dia sumbing, Perutnya besar, Pantatnya besar, Kaki meja (jika kakinya tidak berbulu), Dia juling, Dia hitam, Dia itu orangnya bodoh, Dia itu agak miring sedikit, Dia kurus, Dia gendut, Dia pendek dan lain sebagainya. : r 19. , : ....

Dari Abu Hudzaifah dari Aisyah bahwasanya beliau (Aisyah) menyebutkan seorang wanita lalu beliau (Aisyah) berkata :Sesungguhnya dia (wanita tersebut) pendek.maka Nabi r berkata :Engkau telah mengghibahi wanita tersebut : , : r 99. : . Dari Aisyah beliau berkata : Aku berkata kepada Nabi r: Cukup bagimu dari Sofiyah ini dan itu. Sebagian rowi berkata :Aisyah mengatakan Sofiyah pendek. Maka Nabi r berkata :Sungguh engkau telah mengucapkan suatu kalimat yang seandainya kalimat tersebut dicampur dengan air laut niscaya akan merubahnya : : . : , Dari Jarir bin Hazim berkata : Ibnu Sirin menyebutkan seorang laki-laki kemudian dia berkata :Dia lelaki yang hitam. Kemudian dia berkata :Aku mohon ampunan dari Allah, sesungguhnya aku melihat bahwa diriku telah mengghibahi laki-laki itu Adapun pada nasab misalnya engkau berkata :Dia dari keturunan orang rendahan, Dia keturunan maling, Dia keturunan pezina, Bapaknya orang fasik, dan lain-lain. Adapun pada akhlaknya, misalnya engkau berkata :Dia akhlaqnya jelekorang yang pelit, Dia sombong, tukang cari muka (cari perhatian), Dia penakut, Dia itu orangnya lemah, Dia itu hatinya lemah, Dia itu tempramental. Adapun pada agamanya, misalnya engkau berkata :Dia pencuri, Dia pendusta, Dia peminum khomer, Dia pengkhianat, Dia itu orang yang dzolim, tidak mengeluarkan zakat, Dia tidak membaguskan sujud dan ruku kalau sholat, Dia tidak berbakti kepada orang tua, dan lain-lain. Adapun pada perbuatannya yang menyangkut keduniaan, misalnya engkau berkata : Tukang makan, Tidak punya adab, Tukang tidur, Tidak ihtirom kepada manusia, Tidak memperhatikan orang lain, Jorok, Si fulan lebih baik dari pada dia dan lain-lain. Imam Baihaqi meriwayatkan dari jalan Hammad bin Zaid berkata :Telah menyampaikan kepada kami Touf bin Wahbin, dia berkata : Aku menemui Muhammad bin Sirin dan aku dalam keadaan sakit. Maka dia (Ibnu Sirin) berkata :Aku melihat engkau sedang sakit, aku berkata :Benar. Maka dia berkata :Pergilah ke tabib fulan, mitalah resep kepadanya, (tetapi) kemudian dia berkata :Pergilah ke fulan (tabib yang lain) karena dia lebih baik dari pada si fulan (tabib yang pertama). Kemudian dia berkata : Aku mohon ampun kepada Allah, menurutku aku telah mengghibahi dia (tabib yang pertama). Termasuk ghibah yaitu seseorang meniru-niru orang lain, misalnya berjalan dengan pura-pura pincang atau pura-pura bungkuk atau berbicara dengan pura-pura sumbing, atau yang selainnya dengan maksud meniru-niru keadaan seseorang, yang hal ini berarti merendahkan dia. Sebagaimana disebutkan dalam suatu hadits : 29. : : Aisyah berkata : Aku meniru-niru (kekurangan/cacat) seseorang seseorang pada Nabi r. Maka Nabi r pun berkata :Saya tidak suka meniru-niru (kekurangan/cacat) seseorang (walaupun) saya mendapatkan sekian-sekian

Termasuk ghibah yaitu seorang penulis menyebutkan seseorang tertentu dalam kitabnya seraya berkata :Si fulan telah berkata demikian-demikian, dengan tujuan untuk merendahkan dan mencelanya. Maka hal ini adalah harom. Jika si penulis menghendaki untuk menjelaskan kesalahan orang tersebut agar tidak diikuti, atau untuk menjelaskan lemahnya ilmu orang tersebut agar orang-orang tidak tertipu dengannya dan menerima pendapatnya (karena orang-orang menyangka bahwa dia adalah orang yang alim pent), maka hal ini bukanlah ghibah, bahkan merupakan nasihat yang wajib yang mendatangkan pahala jika dia berniat demikian. Demikian pula jika seorang penulis berkata atau yang lainnya berkata : Telah berkata suatu kaum -atau suatu jamaah- demikian-demikian, dan pendapat ini merupakan kesalahan atau kekeliruan atau kebodohan atau keteledoran dan semisalnya, maka hal ini bukanlah ghibah. Yang disebut ghibah jika kita menyebutkan orang tertentu atau kaum tertentu atau jamaah tertentu. Ghibah itu bisa dengan perkataan yang jelas atau dengan yang lainnya seperti isyarat dengan perkataan atau isyarat dengan mata atau bibir dan lainnya, yang penting bisa dipahami bahwasanya hal itu adalah merendahkan saudaranya yang lain. Diantaranya yaitu jika seseorang namanya disebutkan di sisi engkau lantas engkau berkata: Segala puji bagi Allah U yang telah menjaga kita dari sifat pelit, atau Semoga Allah U melindungi kita dari memakan harta manusia dengan kebatilan, atau yang lainnya, sebab orang yang mendengar perkataan engkau itu faham bahwasanya berarti orang yang namanya disebutkan memiliki sifat-sifat yang jelek. Bahkan lebih parah lagi, perkataan engkau tidak hanya menunjukkan kepada ghibah, tetapi lebih dari itu dapat menjatuhkan engkau ke dalam riya. Sebab engkau telah menunjukan kepada manusia bahwa engkau tidak melakukan sifat jelek orang yang disebutkan namanya tadi. Bagaimana jika yang dighibahi adalah orang kafir ? Berkata As-Shonani : Dan perkataan Rosulullah r (dalam hadits Abu Huroiroh di atas) (saudaramu) yaitu saudara seagama merupakan dalil bahwasanya selain mukmin boleh mengghibahinya. Berkata Ibnul Mundzir :Dalam hadits ini ada dalil bahwasanya barang siapa yang bukan saudara (se-Islam) seperti yahudi, nasrani, dan seluruh pemeluk agama-agama (yang lain), dan (juga) orang yang kebidahannya telah mengeluarkannya dari Islam, maka tidak ada (tidak mengapa) ghibah terhadapnya. Bagaimana jika kita memberi laqob (julukan) yang jelek kepada saudara kita, namun saudara kita tersebut tidak membenci laqob itu, apakah tetap termasuk ghibah? Berkata As-Shonani : Dan pada perkataan Rosulullah r (dengan apa yang dia banci), menunjukan bahwa jika dia (saudara kita yang kita ghibahi tersebut) tidak membencinya aib yang ditujukan kepadanya, seperti orang-orang yang mengumbar nafsunya dan orang gila, maka ini bukanlah ghibah. Berkata Syaikh Salim Al-Hilal :Jika kita telah mengetahui hal itu (yaitu orang yang dipanggil dengan julukan-julukan yang jelek namun dia tidak membenci julukan-julukan jelek tersebut pent) bukanlah suatu ghibah yang harom, sebab ghibah adalah engkau menyebut saudaramu

dengan apa yang dia benci, tetapi orang yang memanggil saudaranya dengan laqob (yang jelek) telah jatuh di dalam larangan Al-Quran (yaitu firman Allah:

Dan janganlah kalian saling- panggil-memanggil dengan julukan-julukan yang buruk. (AlHujurot: 11)-pent) yang jelas melarang saling panggil-memanggil dengan julukan (yang jelek) sebagaimana tidak samar lagi (larangan itu). Hukum ghibah : , : r : t 19. : , Dari Anas bin Malik t berkata : Rosulullah r bersabda :Pada malam isro aku melewati sebuah kaum yang mereka melukai (mencakar) wajah-wajah mereka dengan kuku-kuku mereka, lalu aku berkata :Siapakah mereka ya Jibril?, Beliau berkata :Yaitu orang-orang yang mengghibahi manusia, dan mereka mencela kehormatan-kehormatan manusia. Dalam riwayat yang lain : : , : r 19. : Rosulullah r bersabda : Ketika aku dinaikkan ke langit, aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku-kuku dari tembaga, mereka melukai (mencakari) wajah-wajah mereka dan dada-dada mereka. Maka aku bertanya :Siapakah mereka ya Jibril?, beliau berkata :Mereka adalah orang-orang yang memakan daging-daging manusia dan mereka mencela kehormatankehormatan manusia. Hukum ghibah adalah harom berdasarkan Al-Kitab dan As-Sunnah dan ijma kaum muslimin. Namun terjadi khilaf diantara para ulama, apakah ghibah termasuk dosa besar atau termasuk dosa kecil?. Imam Al-Qurthubi menukilkan ijma bahwasanya ghibah termsuk dosa besar. Sedangkan Al-Gozhali dan penulis Al-Umdah dari Syafiiyah berpendapat bahwasanya ghibah termasuk dosa kecil. Berkata Al-Auzai : Aku tidak mengetahui ada orang yang jelas menyatakan bahwa ghibah termasuk dosa kecil selain mereka berdua. Az-Zarkasyi berkata : Dan sungguh aneh orang yang menganggap bahwasanya memakan bangkai daging (manusia) sebagai dosa besar (tetapi) tidak menganggap bahwasanya ghibah juga adalah dosa besar, padahal Allah menempatkan ghibah sebagaimana memakan bangkai daging manusia. Dan hadits-hadits yang memperingatkan ghibah sangat banyak sekali yang menunjukan akan kerasnya pengharaman ghibah.

Berkata Syaikh Nasir As-Sadi :Dalam ayat ini (Al-Hujurot :12) ada peringatan keras terhadap gibah dan bahwasanya gibah termasuk dosa-dosa besar karena diserupakan dengan memakan daging bangkai (manusia) dan hal itu (memakan daging bangkai) termasuk dosa besar. Alasan mereka yang menyatakan bahwa ghibah adalah dosa kecil diantaranya perkataan mereka :Kalau seandainya ghibah itu bukan dosa kecil maka sebagian besar manusia tentu menjadi fasik, atau seluruh manusia menjadi fasik, kecuali hanya sedikit sekali yang bisa lolos dari penyakit ini. Dan hal ini adalah kesulitan yang sangat besar. Namun alasan ini terbantahkan, karena bahwasanya tersebarnya suatu kemaksiatan dan banyak manusia yang melakukannya tidaklah menunjukan bahwa kemaksiatan tersebut adalah dosa kecil. Dan alasan ini juga tertolak sebab tersebarnya kemaksiatan ini hanya kalau ditinjau pada zaman sekarang. Adapun pada zaman dahulu (zaman para salaf) kemaksiatan-kemaksiatan (termasuk ghibah) tidak tersebar sebagaimana sekarang. Justru yang tersebar adalah kebaikan.

Hukum mendengarkan ghibah Berkata Imam Nawawi dalam Al-Adzkar :Ketahuilah bahwasanya ghibah itu sebagaimana diharamkan bagi orang yang menggibahi, diharamkan juga bagi orang yang mendengarkannya dan menyetujuinya. Maka wajib bagi siapa saja yang mendengar seseorang mulai menggibahi (saudaranya yang lain) untuk melarang orang itu kalau dia tidak takut kepada mudhorot yang jelas. Dan jika dia takut kepada orang itu, maka wajib baginya untuk mengingkari dengan hatinya dan meninggalkan majelis tempat ghibah tersebut jika memungkinkan hal itu. Jika dia mampu untuk mengingkari dengan lisannya atau dengan memotong pembicaraan ghibah tadi dengan pembicaraan yang lain, maka wajib bagi dia untuk melakukannya. Jika dia tidak melakukannya berarti dia telah bermaksiat. Jika dia berkata dengan lisannya :Diamlah, namun hatinya ingin pembicaraan gibah tersebut dilanjutkan, maka hal itu adalah kemunafikan yang tidak bisa membebaskan dia dari dosa. Dia harus membenci gibah tersebut dengan hatinya (agar bisa bebas dari dosa-pent). Jika dia terpaksa di majelis yang ada ghibahnya dan dia tidak mampu untuk mengingkari ghibah itu, atau dia telah mengingkari namun tidak diterima, serta dia tidak memungkinkan baginya untuk meninggalkan majelis tersebut, maka harom baginya untuk istima(mendengarkan) dan isgo (mendengarkan dengan saksama) pembicaraan ghibah itu. Yang dia lakukan adalah hendaklah dia berdzikir kepada Allah U dengan lisannya dan hatinya, atau dengan hatinya, atau dia memikirkan perkara yang lain, agar dia bisa melepaskan diri dari mendengarkan gibah itu. Setelah itu maka tidak mengapa baginya untuk mendengar ghibah (yaitu sekedar mendengar namun tidak memperhatikan dan tidak faham dengan apa yang didengar pent), tanpa mendengarkan dengan baik ghibah itu jika memang keadaannya seperti ini (karena terpaksa tidak bisa meninggalkan majelis gibah itu pent). Namun jika (beberapa waktu) kemudian memungkinkan dia untuk meninggalkan majelis dan mereka masih terus melanjutkan ghibah, maka wajib baginya untuk meninggalkan majelis Allah U berfirman : 59. ,

4. Namimah (Adu Domba)


Berbicara mengenai bahaya lisan memang tidak ada habisnya. Lisan, hanya ada satu di tubuh, tapi betapa besar bahaya yang ditimbulkan olehnya jika sang pemilik tak bisa menjaganya dengan baik. Ada pepatah yang mengatakan mulutmu adalah harimaumu, ini menunjukkan betapa bahayanya lisan ketika kita tidak menjaganya, sedangkan pepatah jawa mengatakan ajining diri ono ing lati, yang maknanya bahwa nilai seseorang ada pada lisannya, nilainya akan baik jika lisannya baik, atau sebaliknya. Bahkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberi jaminan surga pada seorang muslim yang dapat menjamin lisannya. Dari Sahal bin Saad radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Barangsiapa menjamin untukku apa yang ada di antara kedua dagunya (lisan) dan apa yang ada di antara kedua kakinya (kemaluan/farji), maka aku akan menjamin untuknya surga. (HR. Al-Bukhari) Salah satu bentuk kejahatan lisan adalah namimah (adu domba). Kata adu domba identik dengan kebencian dan permusuhan. Sebagian dari kita yang mengetahui bahaya namimah mungkin akan mengatakan, Ah, saya tidak mungkin berbuat demikian Tapi jika kita tak benar-benar menjaganya ia bisa mudah tergelincir. Apalagi ketika rasa benci dan hasad (dengki) telah memenuhi hati. Atau meski bisa menjaga lisan dari namimah, akan tetapi tidak kita sadari bahwa terkadang kita terpengaruh oleh namimah yang dilakukan seseorang. Oleh karena itu kita benarbenar harus mengenal apakah itu namimah. Definisi Namimah Al-Baghawi rahimahullah menjelaskan bahwa namimah adalah mengutip suatu perkataan dengan tujuan untuk mengadu domba antara seseorang dengan si pembicara. Adapun Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalaani rahimahullah mengatakan bahwa namimah tidak khusus itu saja. Namun intinya adalah membeberkan sesuatu yang tidak suka untuk dibeberkan. Baik yang tidak suka adalah pihak yang dibicarakan atau pihak yang menerima berita, maupun pihak lainnya. Baik yang disebarkan itu berupa perkataan maupun perbuatan. Baik berupa aib ataupun bukan. Hukum dan Ancaman Syariat Terhadap Pelaku Namimah Namimah hukumnya haram berdasarkan ijma (kesepakatan) kaum muslimin. Banyak sekali dalil-dalil yang menerangkan haramnya namimah dari Al Quran, As Sunnah dan Ijma. Sebagaimana firman Allah Taala, yang artinya, Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah. (QS. Al Qalam: 10-11) Dalam sebuah hadits marfu yang diriwayatkan Hudzaifah radhiyallahu anhu disebutkan, Tidak akan masuk surga bagi Al Qattat (tukang adu domba). (HR. Al Bukhari) Ibnu Katsir menjelaskan, Al qattat adalah orang yang menguping (mencuri dengar pembicaraan) tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia membawa pembicaraan tersebut kepada orang lain dengan tujuan mengadu domba.

Perkataan Tidak akan masuk surga sebagaimana disebutkan dalam hadist di atas bukan berarti bahwa pelaku namimah itu kekal di neraka. Maksudnya adalah ia tidak bisa langsung masuk surga. Inilah madzhab Ahlu Sunnah wal Jamaah untuk tidak mengkafirkan seorang muslim karena dosa besar yang dilakukannya selama ia tidak menghalalkannya (kecuali jika dosa tersebut berstatus kufur akbar semisal mempraktekkan sihir -ed). Pelaku namimah juga diancam dengan adzab di alam kubur. Ibnu Abbas meriwayatkan, (suatu hari) Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melewati dua kuburan lalu berkata, lalu bersabda, Sesungguhnya penghuni kedua kubur ini sedang diadzab. Dan keduanya bukanlah diadzab karena perkara yang berat untuk ditinggalkan. Yang pertama, tidak membersihkan diri dari air kencingnya. Sedang yang kedua, berjalan kesana kemari menyebarkan namimah. (HR. AlBukhari)

Sikap Terhadap Pelaku Namimah Imam An-Nawawi berkata, Dan setiap orang yang disampaikan kepadanya perkataan namimah, dikatakan kepadanya: Fulan telah berkata tentangmu begini begini. Atau melakukan ini dan ini terhadapmu, maka hendaklah ia melakukan enam perkara berikut: 1. Tidak membenarkan perkataannya. Karena tukang namimah adalah orang fasik. 2. Mencegahnya dari perbuatan tersebut, menasehatinya dan mencela perbuatannya. 3. Membencinya karena Allah, karena ia adalah orang yang dibenci di sisi Allah. Maka wajib membenci orang yang dibenci oleh Allah. 4. Tidak berprasangka buruk kepada saudaranya yang dikomentari negatif oleh pelaku namimah. 5. Tidak memata-matai atau mencari-cari aib saudaranya dikarenakan namimah yang didengarnya. 6. Tidak membiarkan dirinya ikut melakukan namimah tersebut, sedangkan dirinya sendiri melarangnya. Janganlah ia menyebarkan perkataan namimah itu dengan mengatakan, Fulan telah menyampaikan padaku begini dan begini. Dengan begitu ia telah menjadi tukang namimah karena ia telah melakukan perkara yang dilarang tersebut.. Bukan Termasuk Namimah Apakah semua bentuk berita tentang perkataan/perbuatan orang dikatakan namimah? Jawabannya, tidak. Bukan termasuk namimah seseorang yang mengabari orang lain tentang apa yang dikatakan tentang dirinya apabila ada unsur maslahat di dalamnya. Hukumnya bisa sunnat atau bahkan wajib bergantung pada situasi dan kondisi. Misalnya, melaporkan pada pemerintah tentang orang yang mau berbuat kerusakan, orang yang mau berbuat aniaya terhadap orang lain, dan lain-lain. An-Nawawi rahimahullah berkata, Jika ada kepentingan menyampaikan namimah, maka tidak ada halangan menyampaikannya. Misalnya jika ia menyampaikan kepada seseorang bahwa ada orang yang ingin mencelakakannya, atau keluarga atau hartanya.

Pada kondisi seperti apa menyebarkan berita menjadi tercela? Yaitu ketika ia bertujuan untuk merusak. Adapun bila tujuannya adalah untuk memberi nasehat, mencari kebenaran dan menjauhi/mencegah gangguan maka tidak mengapa. Akan tetapi terkadang sangat sulit untuk membedakan keduanya. Bahkan, meskipun sudah berhati-hati, ada kala niat dalam hati berubah ketika kita melakukannya. Sehingga, bagi yang khawatir adalah lebih baik untuk menahan diri dari menyebarkan berita. Imam Asy-Syafii rahimahullah berkata, Seseorang selayaknya memikirkan apa yang hendak diucapkannya. Dan hendaklah dia membayangkan akibatnya. Jika tampak baginya bahwa ucapannya akan benar-benar mendatangkan kebaikan tanpa menimbulkan unsur kerusakan serta tidak menjerumuskan ke dalam larangan, maka dia boleh mengucapkannya. Jika sebaliknya, maka lebih baik dia diam. Bagaimana Melepaskan Diri dari Perbuatan Namimah Ya ukhty, janganlah rasa tidak suka atau hasad kita pada seseorang menjadikan kita berlaku jahat dan tidak adil kepadanya, termasuk dalam hal ini adalah namimah. Karena betapa banyak perbuatan namimah yang terjadi karena timbulnya hasad di hati. Lebih dari itu, hendaknya kita tidak memendam hasad (kedengkian) kepada saudara kita sesama muslim. Hasad serta namimah adalah akhlaq tercela yang dibenci Allah karena dapat menimbulkan permusuhan, sedangkan Islam memerintahkan agar kaum muslimin bersaudara dan bersatu bagaikan bangunan yang kokoh. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Janganlah kalian saling mendengki, saling membenci, saling bermusuhan, dan janganlah kamu menjual barang serupa yang sedang ditawarkan saudaramu kepada orang lain, dan jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara. (HR. Muslim) Berusaha dan bersungguh-sungguhlah untuk menjaga lisan dan menahannya dari perkataan yang tidak berguna, apalagi dari perkataan yang karenanya saudara kita tersakiti dan terdzalimi. Bukankah mulut seorang mukmin tidak akan berkata kecuali yang baik. Semoga Allah Taala selalu melindungi kita dari kejahatan lisan kita dan tidak memasukkan kita ke dalam golongan manusia yang merugi di akhirat dikarenakan lisan yang tidak terjaga, Allahumma inni auudzubika min syarri samii wa min syarri bashori wa min syarri lisaanii wa min syarri maniyyii. (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari kejahatan pendengaranku, penglihatanku, lisanku, hatiku dan kejahatan maniku.)

5. FITNAH
Dalil Tentang Fitnah


Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqarah 217)


Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. (Q.S. An-Nur 24:11)

Pendapat Para Ulama tentang Fitnah


Makna satu kata, Fitnah Seringkali para juru dakwah menyebut-nyebut kata fitnah, dalam berbagai bahasan. Seringkali pula mereka beranggapan bahwa masyarakat Indonesia sudah begitu akrab dengan kata tersebut, sehingga mereka pasti paham. Padahal sesungguhnya tidaklah demikian. Berbagai realitas -termasuk yang saya dengar-, menunjukkan bahwa ada kesalahpahaman besar seputar pemaknaan kata tersebut, di tengah masyarakat kita, saat kata itu disebutkan oleh seorang juru dakwah. Pasalnya, kata tersebut berbeda makna dalam bahasa kita, Indonesia, dibandingkan

makna kata itu di dalam bahasa Arab. Sementara kerap disampaikan para juru dakwah adalah makna kata itu dalam bahasa Arab. Dalam bahasa Indonesia, kata fitnah, seperti disebutkan dalam banyak kamus bahasa Indonesia adalah: menuduh tanpa bukti. Dalam bahasa Arab, kata itu berarti buhtaan. Seperti disebutkan dalam hadits tentnag ghibah, yang kesohor itu. Sehingga, ketika seorang juru dakwah mengatakan, seorang pria muslim tidak boleh berduaan dengan seorang wanita muslimah yang bukan muhrimnya, karena dikhawatirkan terjadi fitnah. kebanyakan masyarakat Indonesia akan memahaminya...khawatir mereka berdua akan difitnah. Yakni, dituduh berbuat mesum dan sejenisnya. Padahal yang dimaksud juru dakwah tersebut,.khawatir akan terjadi bencana. Yakni bencana maksiat, mulai dari yang paling ringan, hingga perzinaan.

1. Pengertian
Fitnah dalam bahasa Arab disebut , Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, kata Fitnah diartikan sebagai perkataan yang bermaksud menjelekkan orang. Fitnah yaitu komunikasi dengan satu orang atau lebih yang bertujuan untuk memberikan stigma negatif atas suatu peristiwa yang dilakukan berdasarkan fakta palsu yang dapat mempengaruhi penghormatan, wibawa atau reputasi. Fitnah juga diartikan sebagai Kekufuran seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Baqoroh:217, dan Kesesatan seperti yang dijelaskan dalam surat AlMaidah: 41. Maksud Fitnah Kata "fitnah" asalnya diserap daripada bahasa Arab, dan pengertian asalnya adalah "cobaan" atau "ujian". Maksud dan pengertian fitnah jika diselak lebar al-Quran dan hadis adalah sebagaimana berikut. A. Kufur/Kafir Friman Allah Subhanahu Wataala yang bermkasud: Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah . Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh (Al Baqarah: 217) Firman-Nya lagi yang bermaksud: Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim (Al Baqarah: 193) Kata fitnah dalam ayat ini menurut para ulama tafsir adalah bermaksud kekafiran atau kemusyrikan. Iaitu bahawa mereka itu menyebarkan kekafiran.

B. Bencana Sabda nabi Sallallhu alaihi Wasallam yang bermaksud:

Apabila datang (meminang) kepada kamu seorang pemuda yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka kahwinkanlah dia dengan anak perempuan mu. Dikhuatiri akan terjadi fitnah (bencana) dan kerosakan yang besar di muka bumi. Perkataan fitnah dalah hadis ini memberikan maksud bencana atau musibah yang akan berlaku sekiranya perkahwinan ditangguhkan. Ini kerana syarat pemuda soleh itu adalah sebaik-baik pilihan untuk dijadikan suami kepada anak-anak perempuan. C. Konflik Firman Allah Subhanahu Wataala yang bermaksud: Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayatayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari tawilnya, padahal tidak ada yang mengetahui tawilnya melainkan Allah (Ali Imran: 7) Terdapat sebagian orang Islam yang hanya menggunakan semata-mata penilaian mengikut aspek rasional. Sengaja mencari penafsiran ayat melalui pendekatan logika akal manusia yang terbatas semata-mata, sehingga melencong dari tafsiran yang tepat. Tujuan mereka semata-mata menyebar fitnah, iaitu mencari konflik dan perselisihan dengan sesama muslim. Inilah penjelasan kepada ayat ini yang dengan jelas menyebut perkatan fitnah. Ia bermaksud menimbulkan konflik dan kekeliruan dalam masyarakat. Ia juga disebut sebagai propaganda. D. Tipu Firman Allah Subhanahu Wataala yang bermaksud : Kemudian tiadalah fitnah mereka, kecuali mengatakan: Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah (Al Anam: 23) Fitnah yang dimaksud dalam ayat ini adalah ucapan tipu dan dusta, untuk membela diri mereka di hadapan Allah. Padahal Allah mengetahui hakikat mereka, dan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. E. Binasa Firman Allah Subhanahu Wataala: yang bermaksud: Di antara mereka ada orang yang berkata: Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah. Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah . Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir (At Taubah: 49) Dalam ayat ini kaum munafik di masa Nabi sallallahu alaihi wasallam enggan menyertai peperangangan kerana menganggap itu adalah suatu kebinasaan (fitnah). Padahal sesungguhnya mereka telah berada dalam kebinasaan dengan sifat munafik. Iaitu kebinasaan diri mereka di akhirat kelak dengan balasan neraka yang paling bawah.

F. Gangguan Firman Allah Subhanahu Wataala: yang bermaksud: Dan di antara manusia ada orang yang berkata: Kami beriman kepada Allah, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah (gangguan) manusia itu sebagai azab Allah . Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: Sesungguhnya kami adalah bersamamu. Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia? (Al Ankabut: 10) Dalam ayat ini, kata fitnah membawa maksud ganguan. Inilah sifat biasa manusia yang menganggap ujian Allah dalam bentuk gangguan manusia sebagai azab.

2. Sifat dan Karakteristik


Inilah gambaran orang yang suka memfitnah (mengadu domba) :Pengecut dan curang. Orang yang suka memfitnah tidak mampu bersaing secara sehat. Pendusta. Dusta/bohong menjadi menu utama dalam aksinya untuk memfitnah dan mengadu domba orang lain. Hidup dan kehidupannya dihantui oleh prasangka buruk. Suka memata-matai dan mencari-cari kesalahan orang lain. Dia asyik sekali membongkar rahasia, keburukan dan kebusukan seseorang, ketika orang itu tidak ada. Dan ketika orang itu datang, maka pembicaraan pun berhenti dengan sendirinya, kemudian berganti dengan memuji dan menyanjung. Ini adalah perbuatan hina dan jijik.Iri, dengki dan sombong selalu menempel di hatinya, bahkan menjadi darah daging. Ketika dia merasa gagal, iri dan dengki yang muncul. Namun, ketika memperoleh kesuksesan, dia sombong dan hidup melampaui batas. Hubbuddunya (lebih cinta kepada gemerlap duniawi daripada cinta kepada Allah) Aqidahnya telah rusak, karena lebih takut kepada manusia daripada takut kepada Allah. Dia rela memfitnah dan mengadu domba orang lain agar posisi dan jabatannya aman. Yang terpenting baginya adalah uang dan jabatan. Dengan kata lain, orang yang suka mengadu domba adalah penjilat bermuka dua. Kufur ni'mat. Orang yang suka memfitnah adalah orang yang tidak bersyukur atas ni'mat Allah. Karena akal, hati dan raganya digunakan untuk merugikan orang lain. Menghalalkan segala cara untuk kepentingan pribadi. Hatinya terdorong untuk mengeruk keuntungan dengan jalan pintas. Bahkan tega mengorbankan sahabat dan kelompok seperjuangan. Orang yang suka memfitnah dan mengadu domba berpotensi menjadi pengkhianat.

3. Menghindari Akhlak Tercela (Fitnah)


Untuk menghindari fitnah ada beberapa tips yang perlu diperhatikan. 1) Jangan reaktif, jangan merespon dengan cepat berita-berita yang masih berkategori katanya.... Reaktif tidak diperlukan dan tidak akan menyelesaikan masalah. Karena sikap reaktif cenderung lebih tergesa-gesa. Ada ungkapan al khabar kal ghabar (berita itu seperti debu) melayang ke mana-mana dan tidak bertuan.

2) Pastikan bahwa berita itu ada pembawanya. Sumber berita adalah penentu kebenaran berita itu sendiri, terkadang berita dari satu tempat ke tempat lain sudah tidak akurat dan banyak dibumbuhi atau di sisipi berita lain. 3) Tabayyun. Perjelas lagi berita itu kepada sumber aslinya. Inilah yang di ingatkan oleh QS: al Hujurat:6

.
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." 4) Jika memang apa yang diberitakan itu benar terjadi tetapi tidak kita inginkan selesaikan dengan cara dewasa dan penuh kesadaran serta kasih sayang antar sesama. Apa yang dapat kita lakukan sebagai upaya membentengi hati dari fitnah (adu domba) dan memeranginya : 1) Mulailah segala aktivitas dengan niat yang benar, yang baik dan tulus hanya untuk mendapatkan ridho Allah. 2) Mintalah ridho dan restu orangtua, mintalah kepada orangtua untuk mendoakan agar kita selamat. 3) Berpikir positif (husnuzhon). Jangan memandang / menilai seseorang dari sisi negatifnya. saja. 4) Perbanyaklah mengingat Allah (zikrullah), karena zikir kepada Allah dapat melembutkan hati dan menyehatkan akal. 5) Hati-hati dalam berbicara, bertindak dan dalam menerima informasi/berita. Gunakan akal sehat dan hati yang sholeh untuk menganalisa dan menemukan kebenaran dari setiap informasi/berita. Jangan lupa untuk memohon petunjuk dari Allah dengan sholat istikhoroh. 6) Hati-hati terhadap kesenangan dunia, jabatan dan kedudukan. 7) Hati-hati dalam mengemban amanah. Laksanakan amanah dengan mengedepankan kejujuran dan penuh tanggungjawab. 8) Jika cinta Islam, maka ikuti aturan Islam. Perdalamlah ilmu agama dengan rajin mengikuti majelis ilmu atau pengajian dan mengamalkan ajaran Islam dalam hidup dan kehidupan seharihari. 9) Amar Ma'ruf Nahi Mungkar. Jangan pernah membenci manusia, karena benci kepada ciptaan Allah berarti benci kepada Allah. Bencilah kepada perilakunya yang negatif. Selalu mengajak sahabat-sahabat kita untuk berbuat baik dan mengingatkannya jika berbuat kemunkaran dan maksiat. 10) Senantiasa bersyukur kepada Allah. Rajinlah bershodaqoh kepada fakir miskin dan anak yatim, sebagai perwujudan rasa syukur kita kepada Allah.

4. Nilai Negatif dari Fitnah


Keutuhan masyarakat tercipta apabila anggota-anggotaynya saling mempercayai dan kasihmengasihi. Ini mengharuskan masing-masing anggota mengenal yang lain sebagai manusia yang baik, bahkan menganggapnya tidak memiliki keburukan. Dengan menggunjing, keburukan orang lain ditonjlkan, rasa percaya dari kasih itu sirna. Ketika itu benih perpecahan tertanam. Menggunjing apalagi memfitnah seseorang , berarti merusak keutuhan masyarakat satu demi satu, sehingga pada akhirnya meruntuhkan bangunan masyarakat. Orang yang memfitnah dan menggunjing berarti menunjukkan kelemahan dan kemiskinannya sendiri. Seandainya kuat dalam argumentasi, tentu tidak perlu mengada-ada. Apabila tidak miskin dalam pengetahuan, mestinya tidak perlu menjadikan keburukan orang seagai bahan pembicaraan, masih banyak bahan pembicaraan yang lain. Suatu ketika Nabi Isa as., bersama murid-muridnya menemukan bangkai binatang yang telah membusuk. Para murid beliau berkata,Alangkah busuk bau bangkai ini. Mendengar hal itu, Nabi isa as., mengarahkan mereka sambil berkata, Lihatlah betapa putih giginya. Dari kisah di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang harus melihat isi positif pada suatu yang negatif dan berusaha menemukan kebaikan dalam suatu yang terliht buruk. Selain itu, apabila yang kita tuduhkan itu salah dan tidak terbukti, maka kita akan menjadi orang yang dibenci masyarakat, sungguh merugikan. Naudzubillah.

Tinjauan Masa Kini terhadap Fitnah


Pada zaman sekarang sudah banyak orang yang saling tuduh menuduh dan saling mengadu domba pada setiap masalah yang sedang terjadi. Hal seperti ini banyak terjadi dikalangan masyarakat yang rasa kekeluargaannya sudah mulai pudar, selain itu juga banyak terjadi di kalangan pemerintahan. Di kalangan pemerintahan, banyak sekali dugaan yang belum tentu benar adanya mengenai masalah amanah dan tugas yang diemban. Seperti tuduhan korupsi, tuduhan penggelapan uang dan lain-lain.\ Jika di masyarakat umum, fitnah yang terjadi kebanyakan disebabkan ke-iri hatian seseorang terhadap orang lain. Contohnya ketika salah seorang diantara tetangga ada yang membeli mobil baru, tetangga yang lain menuduh yang bukan-bukan, karena nyatanya dia tak mampu menjadi seperti tetangganya. Sehingga menyebabkan perpecahan terjadi diantara keduanya.

You might also like