You are on page 1of 20

ANALISIS VEGETASI (Laporan Praktikum Biologi Umum/Bio 103)

Oleh Yoseph Albert L.D.J Pangaribuan 1014121057

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2010

LEMBAR PENGESAHAN

Judul percobaan Tempat percobaan Tanggal percobaan Nama NPM Fakultas Jurusan Kelompok

: Analisis Vegetasi : Laboratorium Biologi Lantai 1 FMIPA : 26 November 2010 : Yoseph Albert L.D.J Pangaribuan : 1014121057 : Pertanian : Agroekoteknologi : 1 (satu)

Bandarlampung, 10 November 2010 Mengetahui Asisten

Nency

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan Sumber Daya Alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh diatas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa, seperti tanah, air, udara, iklim, kelembapan, cahaya, bunyi, sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia,dan mikroorganisme (virus dan bakteri). Ilmu yang mempelajari lingkungan adalah ilmu lingkungan atau ekologi. Lingkungan abiotik membentuk banyak objek dan memberi kekuatan yang mempengaruhi satu dengan yang lainnya dan mempengaruhi komunitas di sekitar makhluk hidup. Para pakar ekologi memandang vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem, yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungn dari sejarah dan pada faktor-faktor itu mudah diukur dan nyata. Dengan demikian analisis vegetasi secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen-komponen lainnya. Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan. Vegetasi di definisikan sebagai mosaik komunitas tumbuhan dalam lansekap dan vegetasi alami diartikan sebagai vegetasi yang terdapat dalam lansekep yang belum dipengaruhi oleh manusia. Ilmu vegetasi sudah dimulai

hampir tiga abad yang lalu. Mula-mula kegiatan utama yang dilakukan lebih diarahkan pada diskripsi dari tentang alam dan vegetasinya. Dalam abad ke-20 usaha-usaha diarahkan untuk menyederhanakan eskripsi dari vegetasi dengan tujuan untuk untuk meningkatkan keakuratan dan untuk mendapatkan standart dasar dalam evaluasi secara kuantitatif. Berbagai metode analisis vegetasi dikembangkan, dengan penjabaran data secara detail melalui cara coding dan tabulasi. Dalam mendiskripsikan suatu vegetasi haruslah dimulai dari suatu titik pandang bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokan dari tubuh tumbuhan yang hidup bersama di alam suatu tempat tertentu yang mungkin dikarakterisasi baik oleh spesies sebagai komponennya, maupun oleh kombinasi dari struktur dan fungsi sifat sifatnya yang mengkarakterisasi gambaran vegetasi secara umum atau fisiognomi.

1.2 Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah : 1. Mengetahui organisme penyusun komunitas yang diamati. 2. Dapat menghitung distribusi, frekuensi, nilai penting, dan lain-lain komponen untuk analisis habitat. 3. Unntuk mengetahui pola kesesuaian jenis terhadap faktor lingkungan yang ada, yang dinyatakan dalam nilai kerapatan. 4. Untuk mengetahui pola penguasaan jenis terhadap faktor lingkungan yang ada, yang dinyatakan dengan nilai nominasi. 5. Untuk mendapatkan nilai penting sebagai indikator tipe asosiasinya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sebaran berbagai spesies dalam suatu area melaui pengamatan langsung.

Untuk suatu kondisi hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan sampling, artinya kita cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili habitat tersebut. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang digunakan. Pengamatan parameter vegetasi berdasarkan bentuk hidup pohon, perdu, serta herba. Suatu ekosistem alamiah maupun binaan selalu terdiri dari dua komponen utama yaitu komponen biotik dan abiotik. Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastik karena pengaruh anthropogenik (Setiadi, 1984; Sundarapandian dan Swamy, 2000). Kehadiran vegetasi pada suatu landscape akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas. Secara umum peranan vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu. Sebagai contoh vegetasi secara umum akan mengurangi laju erosi tanah, tetapi besarnya tergantung struktur dan komposisi tumbuhan yang menyusun formasi vegetasi daerah tersebut.

Mari kita ambil contoh vegetasi pada negara kita. Negara Indonesia membentang sepanjang lebih dari 5000 km dari Sabang hingga Merauke dan luasan lahannya mencakup keanekaragam vegetasi lahan kering dan rawa. Penelaahan biologi, termasuk penelitian vegetasi di Indonesia belum terlalu banyak, hanya permukaannya saja, meskipun telah dimulai sejak permulaan abad ke-18. Uraian sejarah penelitian yang dilaksanakan sebelum tahun 1945 disarikan dalam buku Science and Scientists in Netherlands Indies (Honig and Verdoorn, 1945) dan kemudian Chronica Naturae, volume 106 pada 1950. Penelitian

Vegetasi dan ekologi, termasuk ekologi tumbuhan, terutama menyangkut eksplorasi flora dan fauna serta inventarisasi, pertelaan berdasarkan pengamatan visual, peri kehidupan, dan sampai tingkat tertentu faktor ekologi. Di Indonesia Perkembangan penelitian vegetasi sampai tahun 1980 telah dilaporkan oleh Kartawinata (1990), yang mengevaluasi pustaka yang ada mengenai vegetasi dan ekologi tumbuhan di Indonesia, menunjukkan bahwa bidang ini belum banyak diteliti. Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990). Setidaknya ada 3 metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan dalam penelitian, yaitu : metode transek, metode kuadrat, dan berpusat pada satu titik/intersepsi titik. Transek adalah jalur sempit melintang lahan yang akan

dipelajari/diselidiki. Tujuannya untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan perubahan lingkungan. Ada 2 alternatif transek yang bisa kita praktekan : 1. Belt transect (transek sabuk)

Belt transek merupakan jalur vegetasi yang lebarnya sama dan sangat panjang. Lebar jalur ditentukan oleh sifat-sifat vegetasinya untuk menunjukkan bagan yang sebenarnya. Lebar jalur untuk hutan antara 1-10 m. Transek 1 m digunakan jika semak dan tunas di bawah diikutkan, tetapi bila hanya pohonpohonnya yang dewasa yang dipetakan, transek 10 m yang baik. Panjang transek tergantung tujuan penelitian. Setiap segment dipelajari vegetasinya.

(Kershaw,1979) 2. Line transect (transek garis) Dalam metode ini garis-garis merupakan petak contoh (plot). Tanaman yang berada tepat pada garis dicatat jenisnya dan berapa kali terdapat/dijumpai. Pada metode garis ini, sistem analisis melalui variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar (Rohman, 2001). Metode kuadrat menggunakan petak contoh berupa segi empat atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi sesuai dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk analisis yang menggunakan metode ini dilakukan perhitungan ini terhadap variabelvariabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi (Surasana, 1990) Sistem analisis dengan metode kuadrat : kerapatan ditentukan berdasarkan jumlah individu suatu populasi jenis tumbuhan di dalam area tersebut. Kerimbunan ditentukan berdasarkan penutupan daerah cuplikan oleh populasi jenis tumbuhan. Dalam praktikum ini, khusus untuk variabel kerapatan dan kerimbunan, cara perhitungan yang dipakai dalam metode kuadrat adalah berdasarkan kelas kerapatan dan kelas kerimbunan yang ditulis Braun Blaunget

(1964). Sedangkan frekuensi ditentukan berdasarkan kekerapan dari jenis tumbuhan dijumpai dalam sejumlah area sampel (n) dibandingkan dengan seluruh total area sampel dibandingkan dengan seluruh total area sampel yang dibuat (N), biasanya dalam persen (%). (Surasana,1990) Tabel nilai kelas kerapatan dan kerimbunan (dominansi) menurut Mira dan Puri (1954), Braun Blaunget (1932). Kelas Kerapatan Kerimbunan, antara lain : 1. Rapat sekali/dominan, tumbuhan menutupi 100% - 76% dari luas pot. 2. Rapat/kodomian, tumbuhan menutupi 75% - 51% dari luas pot. 3. Agak jarang, tumbuhan menutupi 50% - 26% dari luas pot. 4. Sedikit, tumbuhan menutupi 25% - 5% dari luas pot. 5. Sangat jarang, tumbuhan menutupi <5% dari luas pot.

BAB III METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 26 November 2010 pukul 13.30-15.30, bertempat di Laboratorium Biologi lantai 1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung, Bandar Lampung.

3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan antara lain : patok-patok kayu, tali rafia, meteran, alat-alat tulis dan objek yang diamati.

3.3 Prosedur Kerja 1. Menyiapkan alat dan bahan. 2. Membuat suatu metode kuadrat dengan luas 1x1m, 3x3m, 5x5m, 10x10m. 3. Menancapkan patok-patok kayu pada jarak yang telah ditentukan, sambil menghubungkannya dengan tali rafia, sehingga terbentuk seperti gambar berikut :
1x1

3x3 5x5

10x10 (dalam meter)

4. Menghitung jumlah spesies tanaman pada setiap petak, lalu dimasukkan ke dalam tabel data dari 1x1m sampai 10x10m.

5. Menghitung jumlah spesies A, B, atau C dari keempat petak juga total dari seluruh spesies tanaman. 6. Mencari kerapata relatif dan frekuensi relatif dengan rumus yang telah ditentukan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan Daerah A (1 x 1 m) NO Nama Spesies 1 2 Rumput Gajah Rumput X Nama Ilmiah Jumlah Keterangan Banyak Sedikit

Penisetum purpureum 98 20

Daerah B (3 x 3 m) NO Nama Spesies 1 2 3 4 Rumput Gajah Rumput X Pohon Afrika Pohon Bayur Nama Ilmiah Jumlah Keterangan Banyak sekali Banyak sekali Sedikit sekali Sedikit

Penisetum purpureum 882 Peterospermum javanium jungh 180 1 13

Daerah C (5 x 5 m) NO Nama Spesies 1 2 3 4 Pohon Bayur Rumput Gajah Rumput X Nama Ilmiah Jumlah Keterangan Banyak sekali Banyak sekali Sedikit sekali Sedikit sekali

Penisetum purpureum 2450 Acistasia intrusia Peterospermum javanium jungh 500 3 5

Rumput B

Sedikit sekali

Daerah D (10 x 10 m) NO Nama Spesies 1 Rumput Gajah Nama Ilmiah Jumlah Keterangan Banyak sekali 2 Rumput X 2000 Banyak sekali 3 4 Pohon Randu Pohon Bayur Cerba pentadini Peterospermum javanium jungh 5 6 7 8 9 Pohon Mahoni Rumput B Rumput C Rumput D Rumput E Switenia mahagoni 2 2 1 8 1 Sedikit sekali Sedikit sekali Sedikit sekali Sedikit Sedikit sekali 1 97 Sedikit sekali Sedikit sekali

Penisetum purpureum 9800

B.Pembahasan Berdasarkan hasil praktikum Penisetum purpureum dan rumput X mendominadi secara kuantitas.Baik di daerah 1 x 1 m,3 x 3,5 x 5 m,10 x 10 m.H al itu dikarenakan bentuk fisik mereka yang memang jenis rumput-rumputan yang biasa hidup berkoloni(berakar serabut).Sehingga tidak memerlukan tempat luas untuk hidup.Dibandingkan dengan pohon randu dan pohon mahoni serta bayur yang hanya berpopulasi 1-5 pohon,juga di karenakan fisik mereka yang notabene pohon sehingga memerlukan tempat hidup yang luas.Juga dengan jenis rumput lain seperti Acistasia intrusia,rmput X,B,C,D,dan E yang kurang dominan.Hal ini disebabkan faktor abiotik yang terdapat di habitat mereka kurang mendukung untuk tumbuh dan kembang. Pada perhitungan Kerapatan relatif (KR) dan Frekuensi relatif (FR), Penisetum purpureum mendominasi dengan kerapatan relatif diatas 80% serta frekuensi relatifnya 100%. Juga dengan rumput X dengan 16,8% serta dengan frekuensi 100% pula. Sedangkan untuk spesies lain,frekuensi relatif kurang dari

1%.Sedangkan untuk frekuensi relatif tidak ada yang sampai 100%.Hanya Peterospermum javaniun jungh yang memiliki frekuensi relatif 75%. Faktor-faktor yang mempengaruhi dari persebaran organism di dalam biosfer antara lain (faktor abiotik dan iklim) : 1. Suhu. Suhu lingkungan merupaka faktor penting dalam persebaran organisme karena pengaruhnya pada proses biologis dan ketidakmampuan sebagian besar organisme untuk mengatur suhu tubuhnya dengan tepat 2. Air. Air sangat penting bagi kehidupan tetapi ketersediaanya sangat bervariasi. Organisme air tawar dan lahut hidup di lingkungan akuatik tetapi menghadapi permasalahan akan keseimbangan air, sedangkan organisme di lingkungan darat menghadapi ancaman kekeringan yang hampir konstan. 3. Cahaya Matahari. Matahari memberikan energi yang menggerakkan hampir semua anggota ekosistem, meskipun hanya tumbuhan dan organisme fotosintetik lain yang menggunakan energi secara langsung. 4. Angin. Angin memperkuat pengaruh suhu lingkungan pada organisme dengan cara meningkatkan hilangnya panas melalui evaporasi dan konveksi. 5. Batu dan tanah. Struktur fisik, pH, dan komposisi mineral batuan serta tanah akan membatasi persebaran tumbuhan dan hewan yang

memakannya, sehingga menjadi salah satu penyebab timbulnya pola mengelompok pada area tertentu yang acakpada ekosisitem teresterial yag sering kita lihat. 6. Gangguan periodik. Gangguan yang sangat merusak seperti kebakaran, badai, tornado, dan letusan gunung berapi dapat menghancurkan komunitas biologis.

Kesimpulan

Dari praktikum yang telah dilakukan maka kita dapat menarik kesimpulan: 1. Analisis Vegetasi adalah cara untuk mengetahui sebaran berbagai spesies dalam suatu area melalui pengamatan langsung. Metode-metode yang digunakan untuk menganalisis antara lain: metode transek garis dan sabuk, metode kuadrat, intersepsi titik. 2. Spesies tumbuhan yang dominan dan kodominan, adalah spesies yang memiliki kesesuaian/kecocokan dengan faktor abiotik dan iklim dari habitatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell,N.A, L.G. Mitchell, dan J.R. Reece.2000. Biology Concepts and Connections five edition.San Fransisco:Benjamin/Cunnings.Addison Wesley Longman.Inc.

Kimball,John W.1989.Biologi Umum.Jakarta : Erlangga.

Ali,Iqbal.2008.Metode Titik Dan Garis.http://iqbalali.com.

Santoso,Bhima Wibawa.2009.Analisis Vegetasi.Jambi : Universitas Jambi.

LAMPIRAN

1.

Frekuensi Relatif

jumlah petak spesies A ditemukan jumlah petak digunakan


X 100 %

a. Penisetum purpureum =

4 4
X 100 %

100 %

b. Rumput X

4 4

X
X

100 %

100 %

c. Pohon Afrika

1 4
X 100 %

25%

d. Petrospermum sp.

3 4

X
X

100 %

75%

e. Rumput B

2 4
X
X

100 %

50%

f. Pohon Randu

1 4

X
X

100 %

25%

g. Switenia Mahagoni

1 4
X
X

100 %

25%

h. Rumput C

1 4

X
X

100 %

25%

i. Rumput D

1 4

X
X

100 %

25%

a. Rumput E

1 4

X
X

100 %

25%

2. Kerapatan Relatif

jumlah tanaman A jumlah total semua tanaman


X 100 %

j. Penisetum purpureum =

13.230 16.069
X 100 %

82,33 %

k. Rumput X

2700 16.069

X
X

100 %

16,803%

l. Pohon Afrika

1 16.069
X 100 %

0,006%

m. Petrospermum sp.

115 16.069

X
X

100 %

0,006%

n. Rumput B

7 16.069
X
X

100 %

0,044%

o. Pohon Randu

1 16.069

X
X

100 %

0,006%

p. Switenia Mahagoni

2 16.069
X
X

100 %

0,012%

q. Rumput C

1 16.069

X
X

100 %

0,006%

r. Rumput D

8 16.069

X
X

100 %

0,050%

b. Rumput E

1 16.069

X
X

100 %

0,006%

You might also like