You are on page 1of 11

MAKALAH INFERTILITAS

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia kedokteran.Namun sampai saat ini ilmu kedokteran baru berhasil menolong 50% pasangan infertililitas untuk memperoleh anak. Di masyarakat kadang infertilitas di salah artikan sebagai ketidakmampuan mutlak untuk memiliki anak atau kemandulan pada kenyataannya dibidang reproduksi, infertilitas diartikan sebagai kekurangmampuan pasangan untuk menghasilkan keturunan, jadi bukanlah ketidakmampuan mutlak untuk memiliki keturunan. Menurut catatan WHO, diketahui penyebab infertilitas pada perempuan di antaranya, adalah: faktor Tuba fallopii (saluran telur) 36%, gangguan ovulasi 33%, endometriosis 30%, dan hal lain yang tidak diketahui sekitar 26%.Hal ini berarti sebagian besar masalah infertilitas pada perempuan disebabkan oleh gangguan pada organ reproduksi atau karena gangguan proses ovulasi. 1. Tujuan 1. Mengetahui penyebab dari infertilitas 2. Mengetahui faktor-faktor penyebab serta diagnosis endometriosis 3. Mengetahui gejala dari infertilitas 4. Mengetahui pencegahan serta pengobatan infertilitas

1. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari infertilitas? 2. Apa faktor-faktor penyebab serta diagnosis infertilitas? 3. Bagaimana gejala dari endometrriosis? 4. Bagaimana pencegahan serta pengobatan infertilitas?

BAB II PEMBAHASAN 1. Definisi Infertilitas Infertilitas ialah pasangan suami-istri belum mampu dan belum pernah memiliki anak setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun. 1. Secara medis, infertilitas dibagi menjadi 2 jenis, yaitu (Djuwantono,2008) Infertilitas primer berarti pasangan suami-istri belum mampu dan belum pernah memiliki anak setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun. Infertilitas sekundar berarti pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak sebelumnya, tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat atau metode kontrasepsi dalam bentuk apapun. Sebanyak 60%-70% pasangan yang telah menikah akan memiliki anak pada tahun pertama pernikahan mereka. Sebanyak 20% akan memiliki anak pada tahun ke-2 dari usia pernikahan. Sebanyak 10-20% sisanya akan memiliki anak pada tahun ke-3 atau lebih atau tidak akan pernah memiliki anak (Djuwantono,2008). Walaupun pasangan suami-istri dianggap infertile, bukan tidak mungkin kondisi infertile sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri. Hal tersebut dapat dipahami karena proses pembuahan yang berujung pada kehamilan dan lahirnya seorang manusia baru merupakan kerjasama antara suami dan istri. Kerjasama tersebut mengandung arti bahwa dua factor yang harus dipenuhi adalah: (1) suami memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu menghasilkan dan menyalurkan sel kelami pria (spermatozoa) ke dalam organ reproduksi istri dan (2) istri memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu menghasilkan sel kelamin wanita (sel telur atau ovum) yang dapat dibuahi oleh spermatozoa dan memiliki rahim yang dapat menjadi tempat perkembangan janin, embrio, hingga bayi berusia cukup bulan dan dilahirkan. Apabila salah satu dari dua factor yang telah disebutkan tersebut tidak dimiliki oleh pasangan suami-istri, pasangan tersebut tidak akan mampu memiliki anak. Berdasarkan hal yang telah disebutkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pasangan suami-istri dianggap infertile apabila memenuhi syarat-syarat berikut (Djuwantono,2008) 1. Pasangan tersebut berkeinginan untuk memiliki anak 2. Selama 1 tahun atau lebih berhubungan seks, istri belum mendapatkan kehamilan 3. Frekuensi hubungan seks minimal 2-3 kali dalam setiap minggunya Istri maupun suami tidak pernah menggunakan alat atau metode kontrasepsi, baik kondom, obat-obatan, dan alat lain yang berfungsi untuk mencegah kehamilan.

Hal-hal yang paling penting dalam berhasil atau tidaknya pengobatan infertilitas antara lain (Permadi,2008) 1. 2. 3. 4. 5. Ketepatan diagnosis penyebab infertilitas Kondisi penyakit yang menjadi penyebab infertilitas Usia pasien Ketepatan metode pengobatan Kepatuhan pasien dalam berobat

1. Penyebab Infertilitas Faktor-faktor yang mempengaruhi infertilitas, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Umur Lama infertilitas Stress Lingkungan Hubungan seksual Kondisi reproduksi wanita, meliputi cervix, uterus, dan sel telur Kondisi reproduksi pria, yaitu kualitas sperma dan seksualitas

(1) Umur Kemampuan reproduksi wanita menurun drastis setelah umur 35 tahun. Hal ini dikarenakan cadangan sel telur yang makin sedikit. Fase reproduksi wanita adalah masa sistem reproduksi wanita berjalan optimal sehingga wanita berkemampuan untuk hamil. Fase ini dimulai setelah fase pubertas sampai sebelum fase menopause. Fase pubertas wanita adalah fase di saat wanita mulai dapat bereproduksi, yang ditandai dengan haid untuk pertama kalinya (disebut menarche) dan munculnya tanda-tanda kelamin sekunder, yaitu membesarnya payudara, tumbuhnya rambut di sekitar alat kelamin, dan timbunan lemak di pinggul. Fase pubertas wanita terjadi pada umur 11-13 tahun. Adapun fase menopause adalah fase di saat haid berhenti. Fase menopause terjadi pada umur 45-55 tahun. Pada fase reproduksi, wanita memiliki 400 sel telur. Semenjak wanita mengalami menarche sampai menopause, wanita mengalami menstruasi secara periodik yaitu pelepasan satu sel telur. Jadi, wanita dapat mengalami menstruasi sampai sekitar 400 kali. Pada umur 35 tahun simpanan sel telur menipis dan mulai terjadi perubahan keseimbangan hormon sehingga kesempatan wanita untuk bisa hamil menurun drastis. Kualitas sel telur yang dihasilkan pun menurun sehingga tingkat keguguran meningkat. Sampai pada akhirnya kira-kira umur 45 tahun sel telur habis sehingga wanita tidak menstruasi lagi alias tidak dapat hamil lagi. Pemeriksaan cadangan sel telur dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah atau USG saat menstruasi hari ke-2 atau ke-3. (2) Lama Infertilitas Berdasarkan laporan klinik fertilitas di Surabaya, lebih dari 50% pasangan dengan masalah infertilitas datang terlambat. Terlambat dalam artian umur makin tua, penyakit pada organ

reproduksi yang makin parah, dan makin terbatasnya jenis pengobatan yang sesuai dengan pasangan tersebut. (3) Stress Stres memicu pengeluaran hormon kortisol yang mempengaruhi pengaturan hormon reproduksi. (4) Lingkungan Paparan terhadap racun seperti lem, bahan pelarut organik yang mudah menguap, silikon, pestisida, obat-obatan (misalnya: obat pelangsing), dan obat rekreasional (rokok, kafein, dan alkohol) dapat mempengaruhi sistem reproduksi. Kafein terkandung dalam kopi dan teh. (5) Hubungan Seksual Penyebab infertilitas ditinjau dari segi hubungan seksual meliputi: frekuensi, posisi, dan melakukannya tidak pada masa subur. (6) Frekuensi Hubungan intim (disebut koitus) atau onani (disebut masturbasi) yang dilakukan setiap hari akan mengurangi jumlah dan kepadatan sperma. Frekuensi yang dianjurkan adalah 2-3 kali seminggu sehingga memberi waktu testis memproduksi sperma dalam jumlah cukup dan matang. (7) Posisi Infertilitas dipengaruhi oleh hubungan seksual yang berkualitas, yaitu dilakukan dengan frekuensi 2-3 kali seminggu, terjadi penetrasi dan tanpa kontrasepsi. Penetrasi adalah masuknya penis ke vagina sehingga sperma dapat dikeluarkan, yang nantinya akan bertemu sel telur yang menunggu di saluran telur wanita. Penetrasi terjadi bila penis tegang (ereksi). Oleh karena itu gangguan ereksi (disebut impotensi) dapat menyebabkan infertilitas. Penetrasi yang optimal dilakukan dengan cara posisi pria di atas, wanita di bawah. Sebagai tambahan, di bawah pantat wanita diberi bantal agar sperma dapat tertampung. Dianjurkan, setelah wanita menerima sperma, wanita berbaring selama 10 menit sampai 1 jam bertujuan memberi waktu pada sperma bergerak menuju saluran telur untuk bertemu sel telur. (8) Masa Subur Marak di tengah masyarakat bahwa supaya bisa hamil, saat berhubungan seksual wanita harus orgasme. Pernyataan itu keliru, karena kehamilan terjadi bila sel telur dan sperma bertemu. Hal yang juga perlu diingat adalah bahwa sel telur tidak dilepaskan karena orgasme. Satu sel telur dilepaskan oleh indung telur dalam setiap menstruasi, yaitu 14 hari sebelum menstruasi berikutnya. Peristiwa itu disebut ovulasi. Sel telur kemudian menunggu sperma di saluran telur (tuba falopi) selama kurang-lebih 48 jam. Masa tersebut disebut masa subur. Menentukan Kesuburan Pria

Sperma merupakan cairan yang tersusun dari berbagai produk organ-organ pada sistem reproduksi pria. Secara lebih rinci, komposisi di dalamnya antara lain: 1) spermatozoa, 2) cairan yang diproduksi oleh kelenjar-kelenjar tambahan yang mengandung nutrisi dan pelindung spermatozoa serta pelumas. Berdasarkan komposisi tersebut, analisis sperma mampu menghasilkan data yang akurat dan dapat dijadikan analisis kesuburan seorang pria. Sebagai contoh, dapat digambarkan hal-hal sebagai berikut (Herlianto,1971) 1. Apabila sperma memiliki volume, warna, dan kekentalan yang normal, tetapi spermatozoa tidak ditemukan sama sekali, jumlahnya kurang dari jumlah normal, memiliki bentuk yang tidak lazim, atau belum mencapai kematangan, hal tersebut merupakan indikasi bahwa terdapat gangguan pada testis. 2. Apabila sperma mengandung spermatozoa dalam jumlah dan bentuk yang normal, tetapi memiliki volume, warna serta kekentalan yang tidak normal, hal tersebut merupakan indikasi adanya gangguan pada kelenjar-kelenjar tambahan. Gangguan pada kelenjar tambahan juga dapat diindikasikan dengan banyak ditemukannya spermatozoa yang mati. Hal tersebut secara logis berhubungan dengan fungsi cairan yang dihasilkan kelenjar tambahan sebagai nutrisi dan pelindung spermatozoa. 3. Apabila saat ejakulasi sperma tidak dikeluarkan sama sekali, hal tersebut mengindikasikan kemungkinan terjadinya gangguan multifaktorial, antara lain gangguan pada saluran keluar sperma yang disertai gangguan pada testis maupun kelenjar-kelenjar tambahan. Sumbatan (obstruksi) atau tidak terdapatnya saluran sperma tertentu merupakan akibat dari kelainan sejak lahir (Kongenital) juga memiliki kemungkinan untuk menjadi penyebab tidak dikeluarkannya sperma sama sekali. Berdasarkan fakta ilmiah tersebut, analisis sperma dapat menjadi sebuah tes kesuburan yang dapat diandalkan untuk menemukan gangguan pada sistem reproduksi pria yang pada akhirnya mengakibatkan infertilitas (Permadi,2008). 1. Normozoozpermia : karakteristik normal 2. Ologozoospermia : konsentrasi spermatozoa kurang dari 20 juta per ml 3. Asthenozoospermia : jumlah sperma yang masih hidup dan bergerak secara aktif, dalam waktu 1 jam setelah ajakulasi, kurang dari 50% 4. Teratozoospermia : jumlah sperma dengan morfologi normal kurang dari 30% 5. Oligoasthenoteraatozoospermia : kelainan campuran dari 3 variabel yang telah disebutkan sebelumnya 6. Azoospermia : tidak adanya spermatozoa dalam sperma 7. Aspermia : sama sekali tidak terjadi ejakulasi sperma Menguji Kesuburan Seorang Wanita Sistem reproduksi wanita dapat dibagi berdasarkan fungsi utama dari tiap organ yang menyusunnya. Fungsi utama tersebut antara lain (Permadi,2008)

Produksi dan pematangan sel telur di ovarium Penghantaran sel telur yang telah matang ke tempat terjadinya pembuahan (ampulla tuba) dan zigot yang dihasilkan ke rahim Implantasi zigot dan perkembangan embrio hingga menjadi bayi dalam rahim

Dengan memahami hal tersebut, prinsip pemeriksaan kesuburan yang dapat dilakukan adalah dengann memeriksa baik tidaknya fungsi utama organ-organ reproduksi dijalankan. Dengan demikian, prinsip-prinsip utama pemeriksaan kesuburan wanita adalah (Permadi,2008)

Memeriksa apakah ovarium mampu menghasilkan sel telur matang dan melepaskannya saat ovulasi Memeriksa ada tidaknya sumbatan dalam tuba Memeriksa ada tidaknya kelainan dalam rahim yang mampu menghambat terjadinya implantasi dan perkembangan janin

Obat-obat Infertilitas Pria adalah dengan terapi dan menggunakan obat-obat lain yang juga sering diberikan dokter sebagai obat pendukung dalam meningkatkan kesuburan adalah vitamin dan antibiotic. Pada umumnya, vitamin yang diberikan dokter adalah vitamin E. vitamin E telah terbukti memiliki efek antioksidan yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup sel-sel tubuh, termasuk kerja sel yang berkaitan dengan produksi dan perkembangan spermatozoa hingga matang (Permadi,2008). Antibiotik hanya diberikan apabila sang pria terbukti mengalami infeksi pada organ ataupun saluran reproduksinya. Antibiotik hanya diberikan atas instruksi dokter dan digunakan sesuai dengan petunjuk penggunanya (Permadi,2008). Akibat dari pemakaian antibiotik yang tidak sesuai dengan aturan pakai adalah kuman penyebab infeksi yang menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut. Dengan demikian, hal tersebut justru menyebabkan bertambah parahnya kondisi sakit yang ada (Permadi,2008). D. Diagnosis Seorang wanita dengan gejala yang khas atau infertilitas yang tidak bisa dijelaskan biasanya diduga menderita endometriosis. Sebagai tambahan pemeriksaan laboratorium tertentu bisa membantu seperti kadar Ca 125 dalam darah dan aktivitas endometrial aromatase. Tapi alat diagnosa yang paling dapat dipercaya adalah dengan laparoskopi, yang dilakukan dengan memasukkan alat laparoskop melalui sayatan kecil di bawah pusar. Dengan alat ini dokter dapat melihat organ-organ panggul, kista dan jaringan endometriosis secara langsung. Berdasarkan riwayat penyakit, gejala, dan tanda-tanda serta pemeriksaan bimanual saja, diagnosis endometriosis sukar dibuat. Hal ini disebabkan karena endometriosis sering menyerupai penyakit lain seperti dismenorea primer, radang pelvis, perlekatan pelvis, uterus miomatus, sindroma kongesti pelvis, salfingitis ismika nodosa, penyakit gastro intestinal, penyakit traktus urinarius dan neoplasma. Diagnosis biasanya dibuat atas dasar anamnesa dan pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan laparaskopi. Kuldoskopi kurang bermanfaat terutama jika cavum Douglasi ikut serta dalam endometriosis. Pada endometriosis yang ditemukan pada lokasi seperti forniks vaginae post perineum, parut laparatomi, dan sebagainya, biopsis dapat memberi kepastian mengenai diagnosis. Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak memberi tanda yang khas, hanya apabila ada darah dalam tinja atau air kencing pada waktu haid, dapat menjadi petunjuk tentang adanya endometriosis pada rektosigmoid atau pada kandung kencing. Sigmoidoskopi dan sitoskopi dapat memperlihatkan tempat perdarahan pada waktu haid. Differensial diagnosis, Adenomiosis uteri, radang pelvis dengan tumor adneksa dapat menimbulkan kesukaran dalam mendiagnosis. Kombinasi adenomiosis uteri atau mioma uteri dengan endometriosis, kista ovarium, karsinoma.

Gejala Endometriosis bisa timbul di berbagai tempat dan mempengaruhi gejala yang ditimbulkan. Tempat yang paling sering ditemukan adalah di belakang rahim, pada jaringan antara rektum dan vagina dan permukaan rektum. Tapi kadang-kadang ditemukan juga di tuba, ovarium, otot-otot pengikat rahim, kandung kencing dan dinding samping panggul. Mengikuti siklus menstruasi, setiap bulan jaringan di luar rahim ini mengalami penebalan dan perdarahan. Perdarahan ini tidak mempunyai saluran keluar seperti darah menstruasi, tapi terkumpul dalam rongga panggul dan menimbulkan nyeri. Jaringan endometriosis dalam ovarium menyebabkan terbentuknya kista coklat. Akibat peradangan jaringan secara kronis, terbentuk jaringan parut dan perlengketan organ-organ reproduksi. Sel telur sendiri terjerat dalam jaringan parut yang tebal sehingga tidak dapat dilepaskan. Sepertiga penderita endometriosis tidak mempunyai gejala apapun selain infertilitas. Penderita yang lain mengalami berbagai gejala dengan gejala utama nyeri. Beratnya endometriosis tidak berhubungan dengan derajat nyeri,bisa jadi endometriosis yang berat hanya menimbulkan nyeri ringan. Gejala yang sering timbul : 1. Nyeri, hebatnya nyeri ditentukan oleh lokasi endometriosis

nyeri pada saat menstruasi nyeri selama dan sesudah hubungan intim nyeri ovulasi nyeri pada pemeriksaan dalam oleh dokter

1. Perdarahan

perdarahan banyak dan lama pada saat menstruasi spotting sebelum menstruasi menstruasi yang tidak teratur darah menstruasi yang berwarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi

1. Keluhan buang air besar dan kecil


nyeri pada saat buang air besar darah pada feces diare, konstipasi dan kolik nyeri sebelum, pada saat dan sesudah buang air kecil Pencegahan dan Pengobatan Endometriosis. Pencegahan Endometriosis

Medis berpendapat bahwa kehamilan adalah cara pencegahan yang paling baik untuk endometriosis. Gejala-gejala endometriosis memang berkurang atau hilang pada waktu dan sesudah kehamilan karena regresi endometrium dalam sarang-sarang endometriosis. Oleh sebab itu hendaknya perkawinan jangan ditunda terlalu lama, dan sesudah perkawinan hendaknya diusahakan supaya mendapat anak-anak yang diinginkan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sikap demikian itu tidak hanya merupakan profilaksis yang baik terhadap endometriosis, melainkan menghindari terjaidnya infertilitas sesudah endometriosis, melainkan menghindari terjadinya infertilitas sesudah endometriosis timbul. Selain itu jangan melakukan pemeriksaan yang kasar atau melakukan kerokan pada waktu haid, karena dapat menyebabkan mengalirnya darah haid dari uterus ke tuba dan ke rongga panggul.

Pengobatan Endometriosis

Pengobatan yang diberikan tergantung pada gejala, rencana mempunyai anak, usia dan luasnya daerah yang terkena. Pengelolaan endometriosis dengan obat-obatan tidak menyembuhkan, endeometriosis akan kambuh setelah pengobatan dihentikan. Pada wanita dengan endometriosis ringan sampai berat, terutama dengan kasus infertilitas, maka diperlukan pembedahan untuk membuang sebanyak mungkin jaringan endometriosis dan mengembalikan fungsi reproduksi. Macam pengobatan hormonal untuk terapi endometriosis 1. Androgen, yaitu preparat yang dipakai adalah metiltestoteran sublingual dengan dosis 5-10 mg perhari. Biasanya diberikan 10 mg per hari pada bulan pertama dilanjutkan dengan 5 mg perhari selama 2-3 bulan berikutnya. Kekurangan adalah: a) Timbulnya efek samping maskulinisasi terutama pada dosis melebihi 300 mg perbulan/ pada terapi jangka panjang. b) Masih mungkin terjadi ovulasi, terutama pada dosis 5 mg per hari. c) Bila terjadi kehamilan akan menimbulkan cacat bawaan pada janin. Keuntungan adalah: 1) Digunakan untuk mengurangi nyeri/ dispaneuri. 2) Meningkatkan libido. 1. Estrogen-progesteron, terapi standar yang dianjurkan adalah 0,03 mg etinil estradiol, kekurangan adalah terjadi mual, muntah dan perdarahan. Keuntungan adalah dilaporkan bahwa dengan terapi ini 30 %, penderita menyatakan keluhannya bekurang dan 18 % secara obyektif mengalami kesembuhan. 2. Progestogen, dosis yang dipakai adalah medroksiprogesteron asetat 30-50 per hari atau noretiston asetat 30 mg per hari kekurangan adalah menghambatan ovulasi, sedangkan keuntungannya adalah terjadinya kehamilan lagi setelah terapi yaitu ratarata sebesar 26 %. 3. Danazol, dosis yang dianjurkan untuk endometriosis ringan atau sedang adalah 400 mg/ hari. Sedangkan untuk yang berat diberikan sampai dengan 800 mg perhari. Kekurangan adalah terjadi acne, kulit berminyak, perubahan suara, pertambahan berat badan dan edema. Sedangkan keuntungannya dapat mengurangi ukuran endometrioma dan menghilangkan rasa nyeri. 4. Pembedahan 1. Pembedahan konservatif dilakukan pada pasien dengan intentilitas dan sudah tua, yaitu dengan merusak seluruh endometriosis dan memperbaiki keadaan pelvis dengan cara neuroktomi presakral. 2. Pembedahan definitif dilakukan pada pasien yang tidak ingin hamil atau beberapa gejala. Jenis pemebdahannya yaitu histerektomi total, salpingi, ooforektomi bilateral, dan eksisi tempat endometriosis. Perlu diingat terlebih dulu harus ditentukan apakah fungsi ovarium dipertahankan atau tidak. Fungsi ovarium dipertahankan pada endometriosis dini, tidak adanya gejala dan pasien usia muda yang masih punya anak. Fungsi ovarium dihentikan bila

endometriosis sudah menyerang pelvis secara luas khususnya pada wanita usia lanjut. 3. Pembedahan Radikal Pembedahan dilakukan dengan mengangkat rahim dan ovarium di samping membersihkan jaringan endometriosisnya. Hal ini hanya dilakukan pada wanita dengan endometriosis hebat yang tidak mengalami perbaikan dengan pengobatan lain dan tidak lagi mengharapkan kehamilan. Setelah dilakukan pembedahan diberikan terapi pengganti estrogen, karena pengangkatan rahim dan ovarium menimbulkan akibat yang sama dengan menopause. Terapi pengganti ini diberikan 4-6 bulan setelah pembedahan agar semua jaringan endometriosis yang tersisa sudah habis dan tidak terbentuk kembali di bawah pengaruh estrogen.

BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Infertilitas diartikan sebagai kekurang mampuan pasangan untuk menghasilkan keturunan. Faktor-faktor yang mempengaruhi infertilitas, antara lain:

Umur Lama infertilitas Emosi Lingkungan Hubungan seksual Kondisi reproduksi wanita, meliputi cervix, uterus, dan sel telur Kondisi reproduksi pria, yaitu kualitas sperma dan seksualitas

Gejala-gejala Endometriosis, antara lain : 1. Nyeri, hebatnya nyeri ditentukan oleh lokasi endometriosis

nyeri pada saat menstruasi nyeri selama dan sesudah hubungan intim nyeri ovulasi nyeri pada pemeriksaan dalam oleh dokter

1. Perdarahan

pendarahan banyak dan lama pada saat menstruasi spotting sebelum menstruasi menstruasi yang tidak teratur darah menstruasi yang berwarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi

1. Keluhan buang air besar dan kecil


nyeri pada saat buang air besar darah pada feces diare, konstipasi dan kolik nyeri sebelum, pada saat dan sesudah buang air kecil

1. Pencegahan dan Pengobatan Endometriosis


Pencegahan kehamilan adalah cara pencegahan yang paling baik untuk endometriosis. Pengobatan

1. Ada 3 cara pengobatan Endometriosis yaitu : 1. Pengobatan Hormonal 2. Pembedahan

3. Pembedahan Radikal

DAFTAR PUSTAKA Djuwantono, Tono. 2008. Hanya 7 Hari Memahami Infertilitas. Bandung : PT Refika Aditama Herlianto, Harijati. 1971. Fertilitas (Kelahiran) dalam Pengantar Demogarfi.jakarta: PT Lembaga Demografi UI. Permadi, 2008. Mengatasi Infertilitas. Bandung: PT Grafindo Yatim, Wildan. 1994. Reproduksi Dan Embryologi.Bandung: Tarsito. Vitahealth. 2008. Infertil: Informasi Lengkap Untuk Penderita dan Keluarganya. Jakarta: Gramedia. Samsul, Hadi. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Surabaya. www.wikipedia.com.

You might also like