You are on page 1of 16

LAPORAN PRAKTIKUM TAKSONOMI HEWAN

PLATYHELMINTHES

Oleh:

Oleh: Nama NIM Asisten Kelompok : Dian Octarina : 08081004023 : Arif Al-ghifari : III (Tiga)

LABORATORIUM ZOOLOGI JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2010

ABSTRAK Praktikum yang berjudul Platyhelminthes bertujuan untuk mengamati dan mengenal morfologi beberapa spesies anggota filum Platyhelminthes. Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 17 Maret 2010, pukul 08.00-10.30 WIB. Bertempat di Laboratorium Zoologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya, Inderalaya. Alat yang digunakan adalah baki bedah, kaca pembesar, dan pinset. Sedangkan bahan yang dibutuhkan yaitu Planaria sp dan Taenia saginata. Adapun hasil yang didapat yaitu gambar morfologi dari Planaria sp dan Taenia saginata. Kesimpulan yang didapat pada praktikum ini yaitu Planaria sp bertubuh pipih, pada bagian anterior berupa bagian kepala dan pada posterior bagian ekor, sistem saraf berupa tangga tali yang terdiri dari sepasang ganglion otak dibagian anterior tubuh, Taenia saginata melakukan daur hidupnya di dalam usus manusia, di mana proglotid yang sudah masak, yakni yang mengandung sel telur yang telah dibuahi (embrio) dan reproduksi pada sacing pipih seperti Planaria sp dapat secara aseksual maupun seksual, yang disebut sebagai hermaprodit.

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Terdapat sekitar 20.000 species cacing pipih yang hidup di habitat air laut, air tawar, dan daratan yang lembab. Selain memiliki banyak bentuk yang hidup bebas, cacing pipih meliputi banyak pula spesies parasit, seperti cacing pipih dan cacing pita. Cacing pipih disebut demikian karena tubuhnya tipis di antara permukaan dorsal dan ventral (yang pipih secara dorsoventral; platyhelminth artinya cacing pipih). Ukurannya berkisar antara spesies hidup bebas yang mikroskopis hingga cacing pita yang panjangnya lebih dari 20 meter (Campbell, 2003). Platyhelminthes (dalam bahasa yunani, platy = pipih, helminthes = cacing) atau cacing pipih adalah kelompok hewan yang struktur tubuhnya sedah lebih maju dibandingkan porifera dan Coelenterata.Tubuh Platyhelminthes memiliki tiga lapisan sel (triploblastik), yaitu ekstoderm, mesoderm, dan endoderm. Tubuh Platyhelminthes simetris bilateral dengan bentuk pipih. Diantara hewan simetris bilateral, Platyhelminthes memiliki tubuh yang paling sederhana (Anonima, 2010). Filum Platyhelminthes memiliki tanda-tanda karakteristik, yaitu : 1. Bilateral symmetris, dinding badan terdiri atas 3 (tiga) lapisan, yaitu: ectoderm, mesoderm, dan entoderm, tubuh tidak bersegment, pipih. 2. Epidermid lunak dan bercilia atau tertutup oleh cuticula dan dengan alat pengisap atau kait untuk melekatkan diri pada hospes. 3. Alat pencernaan masih merupakan systema gastrovasculare. 4. Mempunyai jaringan otot; rongga-rongga di antara alat-alat dalam terisi oleh massa jaringan mesodermal; tidak mempunyai rongga badan (acelom). 5. Tidak mempunyai skeleton, systema cardiovasculare, dan alat respirasi. 6. Organa excretoria terdiri atas sel-sel berbulu getar (solenocyt) atau

protonephridia yang berhubungan dengan saluran-saluran ekskresi.

7. Susunan saraf terdiri atas 2 (dua) ganglia atau cincin saraf yang terletak di ujung anterior (di daerah kepala) dan 1 sampai 3 pasang berkas-berkas transversal. 8. Bersifat hermaphrodit, fertilisasi internal, telur-telur mikroskopis, berkembang secara langsung maupun dengan satu stadium larva atau lebih, reproduksi monogoni terdapat pada beberapa bentuk (Levine, 1995). Lapisan embrionik ketiga, mesoderm, memberikan sumbangan kepada perkembangan organ yang lebih kompleks dan sistem organ, dan jaringan otot sejati. Dengan demikian, cacing pipih secara struktural lebih kompleks dibandingkan dengan hewan Cnidaria atau Ctenophora. Namun demikian, sama dengan hewan radiata, cacing pipih memiliki suatu rongga gastrovaskuler dengan hanya satu bukaan. (Cacing pita sama sekali tidak memiliki keseluruhan saluran pencernaan dan menyerap nutrien melalui permukaan tubuhnya. Platyhelminthes dibagi ke dalam empat kelas: Tubellaria (yang sebagian besar adalah cacing pipih yang hidup bebas), Monogenea, Trematoda (atau fluke), dan Cestoidea (cacing pita)

(Campbell, 2003). Turbellaria (cacing berambut getar) contohnya adalah planaria sp.cacing ini bersifat karnivor dan dapat kita temukan di sekitar perairan , genangan air , kolam, atau sungai. Dan biasanya terdapat di bebatuan dan daun-daunyang tergenang air. Trematoda (cacing isap) bersifat parasit bagi manusia atu hewan. Cacing ini merugikan dalam bidang peternakan hewan karena hewan ternak yang mengandung cacing ini tidak layak untuk dikonsumsi manusia. Contoh termatoda yang terkenal adalah Fasciola hepatica (cacing hati) biasanya terdapat di dalam kantong empedu hati ternak dan menyerap makanan (nutrien) dari inangya. Cestoda (cacing pita) terdapat dalam kelompok pipih seperti pita, tidak mempunyai saluran pencernaan, dan bersifat endoparasit dalam saluran pencernaan vertebrata. Bentuk tubuhnya pipih dan terdiri dari rangkaian segmen yang masing-masing disebut proglotid. Monogenea mempunyai sistem pencernaan sederhana yang mencakup lubang mulut, usus, serta anus. Contohnya adalah Neobenedenia (Anonimb, 2010).

1.2. Tujuan Praktikum Praktikum kali ini bertujuan untuk mengamati dan mengenal ciri morfologi beberapa spesies anggota filum Platyhelminthes.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Platyhelminthes tidak memiliki rongga tubuh (selom) sehingga disebut hewan aselomata. Sistem pencernaan terdiri dari mulut, faring, dan usus (tanpa anus). Usus bercabang-cabang ke seluruh tubuhnya. Platyhelminthes tidak memiliki sistem peredaran darah (sirkulasi). Platyhelminthes juga tidak memiliki sistem respirasi dan eksresi. Pernapasan dilakukan secara difusi oleh seluruh sel tubuhnya. Proses ini terjadi karena tubuhnya yang pipih. Sistem ekskresi pada kelompok Platyhelminthes tertentu berfungsi untuk menjaga kadar air dalam tubuh. Kelompok Platyhelminthes tertentu memiliki sistem saraf tangga tali. Sistem saraf tangga taki terdiri dari sepasang simpul saraf (ganglia) dengan sepasang tali saraf yang memanjang dan bercabang-cabang melintang seperti tangga (Anonima, 2010). Platyhelminthes terdapat dalam satu individu sehingga disebut hewan hermafrodit. Alat reproduksi terdapat pada bagian ventral tubuh. Cara hidup dan habitat yakni platyhelminthes ada yang hidup bebas maupun parasit. Platyhelminthes yang hidup bebas memakan hewan-hewan dan tumbuhan kecil atau zat organik lainnya seperti sisa organisme. Platyhelminthes parasit hidup pada jaringan atau cairan tubuh inangnya. Habitat platyhelminthes yang hidup bebas adalah air tawar, laut, dan tempat-tempat yang lembap. Platyhelminthes yang parasit hidup di dalam tubuh inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia. Sistem reproduksi platyhelminthes dilakukan secara seksual dan aseksual. Pada reproduksi seksual akan menghasilkan gamet. Fertilisasi ovum oelh sperma terjadi di dalam tubuh (internal). Fertilisasi dapat dilakukan sendiri ataupun dengan pasangan lain. Reproduksi aseksual tidak dilakukan oleh semua Platyhelminthes. Kelompok Platyhelminthes tertentu dapat melakukan reproduksi aseksual dengan cara membelah diri (fragmentasi), kemudian regenerasi potongan tubuh tersebut menjadi individu baru (Radiopoetro, 1996). Platyhelminthes dibagi ke dalam empat kelas : Tubellaria (cacing yang sebagian besar adalah cacing pipih yang hidup bebas), Monogenea, Trematoda (atau fluke), dan

Cestoidea (cacing pita). Cacing pipih parasit (terutama monogenea, trematoda, dan cacing pita) terkenal karena penyakit yang disebabkan oleh beberapa spesies yang tergolong cacing pipih, dan banyak cacing pipih memainkan peranan penting dalam struktur dan fungsi ekosistem (Campbell, 2003). Tubellaria (cacing getar) memiliki ciri-ciri umum, yaitu : pada permukaan tubuh turbellaria banyak terdapat bulu getar, habitatnya bebas di air tawar. Saluran pencernaan terdiri dari muulut, faring, dan usus. Sisa makanan yang tidak tercerna dikeluarkan melalui mulut. Turbellaria memiliki alat yang perka terhadap rangsang cahaya, yaitu sepasang bintik mata berwarna merah. Reproduksi secara seksual terjadi melalui perkawinan silang dan terjadi pada siang pendek dan udara dingin. Reproduksi secara aseksual terjadi melalui regenerasi dan terjadi pada siang panjang dan udara panas. Contoh Turbellaria adalah Planaria. Cacing ini hidup di air yang jernih, dibalik batu, atau pada tumbuhan air. Planaria sangat peka terhadap pencemaran sehingga dapat digunakan sebagai penunjuk (indikator) adanya pencemaran. Planaria memiliki daya regenerasi yang tinggi (Dwisang, 2008). Turbellaria tergolong predator da pemakan bangkai/kotoran dengan lubang mulut dipertengahan tubuh bagian ventral. Pergerakannya dengan kelijak, yang menutupi tubuhnya. Gerakan jenis yang relatif besar (bangsa Polycladida) diperkuat alunan muskular permukaan ventralnya. Tubuhnya diselubungi epidermis selular, berkelijak dan mengandung rabdita (rhabdite). Terdiri dari lima genus, yaitu Acoela, Rhabdocoela, Alloeocoela, Tricladida, dan Polycladida (Oemarjati, 1990). Monogenea parasit cacing pipih kecil terutama ditemukan pada kulit atau insang ikan. They are rarely longer than about 2 cm. Mereka jarang lebih dari sekitar 2 cm. Monogeneans memiliki struktur lampiran berkembang dengan baik. Struktur anterior secara kolektif disebut prohaptor, sedangkan posterior yang secara kolektif disebut opisthaptor. Opishaptor posterior dengan kait, jangkar, klem dll biasanya lampiran utama organ. Seperti cacing pipih lainnya, tidak benar Monogenea rongga tubuh (coelom). Mereka memiliki sistem pencernaan yang sederhana yang terdiri dari pembukaan mulut dengan otot faring dan usus tanpa terminal pembukaan (anus). Umumnya, mereka juga hermaphroditic dengan fungsional organ-organ reproduksi dari kedua jenis kelamin terjadi

dalam satu individu. Kebanyakan spesies yg menelur tetapi sedikit yang vivarous. Monogenea adalah Platyhelminthes dan karena itu termasuk yang paling rendah invertebrata memiliki tiga lapisan embrionik kuman-endoderm, mesoderm, dan ektoderm. Selain itu, mereka memiliki kepala daerah yang mengandung arti terkonsentrasi organ dan jaringan saraf (otak) (Anonimc, 2010). Monogenea dan Trematoda (sering disebut fluke) hidup sebagai parasit di dalam atau pada hewan lain. Banyak di antaranya memiliki penghisap untuk menempelkan diri ke organ internal atau permukaan luar inangnya, dan semacam kulit keras yang membantu melindungi parasit itu. Organ reproduksi mengisi hampir keseluruhan bagian interior cacing ini. Sebagai suatu kelompok, cacing trematoda memparasiti banyak sekali jenis inang, dan sebagian besar spesies memiliki siklus hidup yang kompleks dengan adanya pergiliran tahap seksual dan aseksual. Banyak trematoda memerlukan suatu inang perantara atau intermedia tempat larva akan berkembang sebelum menginfeksi inang terakhirnya (umumnya vertebrata), tempat cacing dewasa hidup. Sebagai contoh, trematoda yang memparasiti manusia menghabiskan sebagian dari sejarah hidupnya di dalam bekicot. Sebagian besar dari monogenea adalah parasit eksternal pada ikan. Siklus hidupnya relatif sederhana, dengan larva bersilia dan berenang bebas yang memulai suatu infeksi pada inang. Meskipun monogenea secara tradicional telah disejajarkan dengan trematoda, beberapa bukti-bukti struktural dan kimiawi menyarankan bahwa mereka lebih dekat hubungannya dengan cacing pita (Campbell, 2003). Monogeneans memiliki siklus hidup yang paling sederhana di antara platyhelminths parasit. Mereka tidak memiliki antara host dan ectoparasitic ikan (jarang di kandung kemih dan rektum dari berdarah dingin vertebrata). Meskipun mereka hermaprodit, sistem reproduksi laki-laki menjadi fungsional sebelum bagian perempuan. Telur menetas sangat berbulu mata merilis sebuah tahap larva dikenal sebagai oncomiracidium. Yang oncomiracidium telah banyak posterior kait dan umumnya tahap kehidupan yang bertanggung jawab untuk transmisi dari host ke host. Monogeneans tidak diketahui menginfeksi burung, tetapi satu (Oculotrema hippopotami) menginfeksi mamalia, parasitizing mata dari (Anonimc, 2010).

Kelas Trematoda memiliki bentuk dewasa hidup sebagai ekto- ataupun endoparasit, biasanya pada hewan vertebrata. Bentuk berkisar dari seperti helaian daun hingga seperti cacing, dengan sisi dordoventral memipih, tidak punya epidermis, tetapi berkutikula, tidak berkelijak ataupun berabdita, ukuran ada yang mikroskopik, ada yang dapat dilihat dengan mata telanjang, sistem pencernaan tidak sempurna : mulut faring usus, mulut dan bukaan faring di ujung anterior tubuh, tak ada pembagian tubuh, di sisi ventral ada satu batil isap (sucker) atau lebih (Oemarjati, 1990). Cacing pita (Cestoda) adalah kelas keempat dari cacing pipih (Platyhelminthes). Tubuh Cestoidea pada kepala anterior (scolex) terdapat tambatan kait atau mirip kait sebagai perangkat untuk mencengkeram (menghisap) di anterior dari intestina di skoletks (kepala), di mana cacing melewati sebagian besar kehidupan dewasanya. Di belakang kepalanya terdapat segmen yang dikenal sebagai proglottids. Setiap proglottid berisi (memiliki) struktur reproduksi (kelamin jantan dan betina). Cacing pita tidak memiliki saluran pencernaan dan sistem saraf sederhana. Cacing pita dengan pita proglottids panjang yang sangat cocok untuk keberadaan parasit (Fried, 1990).

BAB III METODE PENELITIAN

3.1.

Waktu dan Tempat Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 17 Maret 2010, pukul 08.00-10.00 WIB. Bertempat di Laboratorium Zoologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya, Inderalaya.

3.2.

Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah baki bedah, kaca pembesar, dan pinset. Sedangkan bahan yang dibutuhkan yaitu Planaria sp, dan Taenia saginata.

3.3.

Cara Kerja Diambil Platyhelminthes yang akan diamati, diletakkan di baki bedah. Di amati cacing tersebut secara seksama, dibedakan bagian-bagian tubuhnya secara morfologi, lalu digambarkan hasilnya dan diberi keterangan. Dibuat deskripsi dan dibuat klasifikasi spesiesnya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari praktikum yang telah dilaksanakan, didapat hasil sebagai berikut: a. Planaria sp Klasifikasi Kingdom Phylum Clasiss Ordo Family Genus Spesies Keterangan 1. Bintik mata 2. Ganglia 3. Rongga gastrovaskuler 4. Faring 5. Tali saraf ventral 6. Nefridiofor 7. Flame cell 8. Excretory tubule a. Flame cell b. Nucleus c. Fenestration d. Cilia e. Tubule lumen f. Dinding tubule : Animalia : Platyhelminthes : Turbelaria : Tricladida : Planidae : Planaria : Planaria sp

Deskripsi : Planaria sp memiliki tubuh yang pipih dan tidak memiliki rongga. Panjang tubuhnya sekitar 5-25 mm, bergerak menggunakan silia yang terdapat pada epiderdis bagian atas. Hal ini sesuai dengan pendapat Radiopoetro (1996) bahwa tubuh Planaria sp bersifat flexibel, dapat memanjang atau memendek atau membelok dalam tiap arah. Sebagian besar tertutup oleh selapis epidermis yang mengandung banyak pigmen dan glandule yang terdiri atas satu sel. Kepala berbentuk segitiga, mempunyai dua bintik mata dan tiga tonjolan yang disebut auricular, yang berguna sebagai organon tactus. Mulut di bagian ventral, dan disebeleh caudalnya terletak porus genitalis. Planaria sp memiliki pharynx yang terletak di dalam rongga mulut, berbentuk cylindris, bersifat muscular

(berdinding otot). Mulut tubuler, bersifat muscular terletak pada permukaan ventral kirakira pertengahan tubuh. Mulut dibatasi ileh epithelium dan mempunyai serabut-serabut otot yang berguna untuk membuka dan menutup mulut tersebut, pada saat menangkap dan memakan mangsa. Rongga gastrovasculer Planaria sp terdiri atas pharynx dan intestium.

b. Taenia saginata

Klasifikasi Kingdom Phylum Clasiss Ordo Family Genus Spesies Keterangan 1. Scolex 2. Leher 3. Proglotid a. Sucker b. Rostellum c. Hooks d. Neck e. Genital pore f. Uterus : Animalia : Platyhemminthes : Cestoda : Cyclophycidae : Taeniidae : Taenia : Taenia saginata

Deskripsi : Taenia sagitana merupakan filum platyhelminthes yang termasuk dalam kelas Cestoda atau cacing pita. Taenia saginata terdapat di dalam tubuh hewan vertebrata yaitu di dalam usus. Hal ini sesuai dengan pendapat Kimball (1992) bahwa Taenia saginata memiliki tubuh yang berbentuk pipih panjang dan merupakan parasit, hidup dewasa dalam usus inangnya dan menyerap zat makanan dari sekelilingnya. Pada skolexnya Taenia saginata terdapat 4 alat isap yang dilengkapi dengan alat kait dari bahan kitir. Taenia

saginata membentuk koloni seperti pita yang terdiri atas ploglotid yang secara relatif tidak saling bergantung. Inang tetap Taenia saginata adalah manusia dan inang perantaranya adalah sapi. Sebagian besar cacing pita ini membutuhkan dua atau lebih inang untuk menyelesaikan daur hidupnya.

BAB V KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Platyhelminthes memiliki sistem reproduksi hermaprodit, yaitu dapat secara seksual ataupun aseksual 2. Planaria sp tidak memiliki anus pada saluran pencernaan makanan sehingga buangan yang tidak tercerna dikeluarkan melalui mulut 3. Planaria sp yang parasit hidup di dalam tubuh inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia 4. Planaria sp memiliki sistem saraf berupa tangga tali yang terdiri dari sepasang gangglion otak di bagian anterior tubuh 5. Taenia saginata membentuk koloni seperti pita yang terdiri atas ploglotid yang secara relatif tidak saling bergantung 6. Ploglotid Taenia saginata dalam usus manusia yang sudah masak mengandung sel telur yang telah dibuahi (embrio)

DAFTAR PUSTAKA Anonima 2010. Platyhelminthes. Http://gurungeblog.wordpress.com/2008/11/11/mengenalphylum-platyhelminthes. Diakses tanggal 15 Maret 2010 jam 21:18 WIB Anonimb 2010. Platyhelminthes. Http://avocallipse.blogspot.com/2009/03/platyhelminthes. html. Diakses tanggal 15 Maret 2010 jam 21:21 WIB Anonimc 2010. Monogenea. Http://en.wikipedia.org/wiki/Monogenea. Diakses tanggal 15 Maret 2010 jam 21:30 WIB Campbell, N A. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid II. Jakarta. Erlangga : v + 404 hlm. Dwisang, L E. 2008. Inti sati Biologi. Tangerang. Scientific Prees : 568 hlm. Fried, HG. 1990. Biology The Study of Living Organism. Mc Graw Hill. New York : v + 444 hlm. Kimball, J W. 1992. Biologi Edisi Kelima Jilid III. Jakarta. Erlangga : viii + 1080 hlm. Levine, N D. 1995. Veterinary Protozoology. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Oemarjati, B S. 1990. Taksonomi Avertebrata. Jakarta. UI-Prees : vii + 177 hlm. Radiopoetro. 1996. Zoologi. Jakarta. Erlangga: v + 618 hlm.

You might also like