You are on page 1of 9

Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam memajukan sekolah adalah:

1. Faktor guru dan kepala sekolah Guru memperoleh prioritas pertama untuk ditingkatkan mutunya karena guru merupakan variabel utama yang paling berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik/siswa, dan disisi lain kualitas guru masih terbilang rendah. Fungsi guru memang sentral dalam proses pendidikan, utamanya di sekolah. Akan tetapi kenyataannya posisi guru masih diselimuti oleh banyak masalah, misalnya profesionalitas dan jaminan penghasilan. Oleh karena itu, peningkatan profesionalitas dan pemberdayaan guru merupakan kebutuhan mendesak. Lebih lanjut, masih ada sejumlah alasan lain yang mendasari ditetapkannya guru sebagai prioritas pertama dalam upaya peningkatan mutu pendidikan nasional. Pertama, dalam konteks SD, sebelum diberlakukan ketentuan bahwa guru SD adalah lulusan Diploma II PGSD, guru SD dipersiapkan oleh Sekolah Pendidikan Guru (SPG) berdasarkan ketentuan bahwa guru SD adalah lulusan SPG, terdapat sekitar 9,7% guru SD yang belum memenuhi syarat. Bahkan guru-guru yang berpendidikan SPG pun masih dinilai tidak mempunyai kemampuan yang layak secara profesional. (Suryadi dan Tilaar, 1993) Kedua, rasio guru-peserta didik SD pada tahun 1975 (1:35) dan pada tahun 1988 menjadi (1:24) ternyata belum menunjukkan perbaikan kualitas pendidikan di SD. Jika rasio gurupeserta didik tidak seimbang untuk pendidikan, kualitas guru diperkirakan masih menjadi masalah yang amat besar dalam usaha peningkatan mutu pendidikan pada semua jenis dan jenjang persekolahan. Ketiga, kelayakan mengajar yang didasarkan pada pendidikan formal saja tidak cukup. Kemampuan mengajar di dalam kelas sangat diperlukan. Disamping itu, tingkat penguasaan materi bidang studi masih merupakan kriteria kualitas guru yang belum banyak terungkap. Padahal kualitas guru yang tampak paling berpengaruh adalah kemampuan menguasai bahan yang diajarkan. Penguasaan materi pengajaran memberikan efek positif dan berarti terhadap prestasi belajar murid. (Suryadi dan Tilaar, 1993) Sementara itu, efek dari besarnya gaji guru terhadap prestasi belajar tidak dapat dibuktikan oleh sebagian besar studi yang ditelaah dalam berbagai penelitian. Itu berarti kenaikan gaji yang selama ini sering dituntut tidak secara otomatis akan menaikkan kinerja guru. Dengan perkataan lain, kenaikan gaji berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja guru yang nantinya berimbas pada prestasi belajar peserta didik. Ditetapkannya guru sebagai prioritas pertama untuk ditingkatkan profesionalitasnya didasari oleh pertimbangan: guru mempunyai intensitas interaksi yang tinggi dengan peserta didik, guru dapat berinteraksi dengan komponen pembelajaran lainnya bahkan bersinergi, guru mempunyai potensi untuk berkreasi dan berkembang terus menerus, apa yang telah dikuasai dan dimiliki guru dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Kepala sekolah juga merupakan kendala dalam meningkatkan sekolah. Hal ini dikarenakan kepala sekolah merupakan pimpinan yang ada di sekolah. Maju mundurnya sekolah

tergantung dari bagaimana kepala sekolah mengorganisir sekolah. Sedangkan, cara kepala sekolah mengorganisir sekolahnya tergantung dari pendidikan dan pengalaman kepala sekolah. Di lapangan sering ditemui kepala sekolah yang tidak sungguh-sungguh dalam mengorganisir sekolah. Hal itu mungkin disebabkan kepala sekolah tidak mampu atau mungkin kepala sekolah mampu tetapi enggan melakukan pengaturan sekolah dengan baik. Akibatnya, peningkatan mutu sekolah tidak terealisasikan. Secara keseluruhan dan umum kinerja guru yang menjadi kendala adalah sebagai berikut: a. Cara mengajar guru kurang disukai/bahkan tidak disukai b. Bimbingan dan penyuluhan dari guru kurang maksimal c. Penguasaan guru akan ilmu yang harus disampaikan kurang d. Cara penyampaian materi yang monoton dan kurang variatif e. Kurangnya pemahaman guru tentang psikologi anak f. Perhatian guru tentang latar belakang dan kebutuhan anak kurang g. Kurang adanya konsep perencanaan yang baik dalam penyusunan program-program untuk memajukan lembaga yang ditanganinya. h. Kepribadian guru yang kurang matang i. Minimnya kreatifitas dan inovasi untuk mengatasi berbagai hambatan yang terjadi dalam lembaga. 2. Faktor siswa Faktor penyebab timbulnya masalah/kesulitan belajar pada diri siswa sehingga hasil belajarnya tidak optimal adalah: a. Aktifitas belajar kurang. Tidak dapat mengatur waktu belajar dengan baik. Motivasi belajar dari dalam diri kurang. b. Alat penunjang pelajaran kurang, misalnya buku dan alat-alat tulis. c. Daya ingatnya lemah dan pemahamannya kurang, sehingga sulit untuk menerima pelajaran. d. Karakteristik siswa yang berbeda-beda. e. Tidak/kurang suka dengan mata pelajaran tertentu, sehingga kurang maksimal dalam belajar. 3. Faktor sarana dan prasarana Lengkap tidaknya sarana prasarana akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Semakin lengkap akan semakin meningkatkan prestasi belajar siswa jika sarana dan prasarana tersebut dimanfaatkan secara maksimal. Begitu juga sebaliknya, kurangnya sarana prasarana akan membuat prestasi belajar kurang maksimal karena potensi siswa tidak tergali secara utuh. Besar kecilnya dana yang ada juga mempengaruhi lengkap tidaknya sarana prasarana tersebut. Tergantung bagaimana pihak-pihak tertentu untuk mengolah dan mengorganisirnya. Sarana prasarana sudah lengkap, namun pemanfaatannya kurang maksimal akan tetap membawa siswa kurang optimal dalam belajar. Fasilitas yang ada jadi terkesan tidak bermanfaat dan terabaikan.

4. Faktor masyarakat dan orang tua Partisipasi masyarakat yang tergolong rendah menunjukkan bahwa masih ada kendala dalam melaksanakan program hubungan sekolah-masyarakat. Wujud kendala yang dialami dapat diidentifikasi sebagai berikut: (1) kurang berfungsinya wadah organisasi orang tua untuk berpartisipasi dalam aktivitas di sekolah, (2) kurang adanya inisiatif dari kedua pihak, terutama orang tua/masyarakat, (3) kurang pro aktifnya sekolah dalam mengembangkan program hubungan sekolah-masyarakat, (4) terbatasnya waktu kepala sekolah atau guru yang ditugasi melaksanakan program, (5) relatif rendahnya kondisi sosial ekonomi orang tua, dan (6) berkembangnya anggapan bahwa program itu dapat dilakukan lebih belakangan daripada program sekolah yang lain. Kendala dari orang tua sendiri terlihat dari beberapa hal berikut ini: a. Kurang komunikasi, perhatian dan motivasi belajar dari orang tua b. Tidak ada bimbingan sewaktu belajar, sehingga orang tua tidak mengetahui kesulitan anaknya c. Suasana di rumah tidak mendukung untuk belajar d. Kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan e. Fasilitas belajar kurang (tidak ada tempat belajar khusus) f. Kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya prestasi yang harus diperoleh seoptimal mungkin oleh anak

KINERJA GURU TERSERTIFIKASI AKAN TERUS DIEVALUASI

SEKOLAHDASAR.NET (09/09/2011) Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh seperti dikutip dari kompas.com mengatakan, rencana tentang syarat sertifikasi guru yang mengharuskan para guru untuk mempublikasikan karya ilmiahnya sebagai sesuatu yang sangat logis. Selain itu selalu ada pertanyaan mendasar setelah guru ditetapkan menjadi profesi dan tersertifikasi. Pertanyaan itu terkait sifat dari sertifikasi, yakni apakah mengikat sepanjang hayat atau ada periodesasi untuk mengevaluasi tentang kompetensi profesionalitasnya. Karena sertifikasi itu bertujuan memastikan profesionalitas, sedangkan sifat dari profesionalitas itu sangat fluktuatif, maka kualitas guru bisa naik dan menurun kapan saja. Memang sampai saat ini belum ada ketentuan berapa tahun harus direview dan dievaluasi tentang sertifikasi yang terkait dengan profesionalitas guru. Permasalah lainnya terkait dengan kinerja guru. Setelah disertifikasi seorang guru harus benar-benar menunjukkan peningkatan kinerjanya. Kemdiknas saat ini sedang menyiapkan evaluasi bagi para guru yang sudah mendapatkan sertifikasi atau kemaslahatan sebagai seorang profesional. Ini menjadi penting, bukan karena untuk mengungkit apa yang sudah diberikan kepada para guru, akan tetapi Mendiknas menilai bahwa pemenuhan tuntutan masyarakat adalah hal yang utama. Hal ini juga terkait langsung dengan konsekuensi dari seseorang yang sudah mendapatkan kemaslahatan dari profesinya. Ada tiga variabel yang harus dievaluasi terkait dengan kinerja guru.

Variabel pertama adalah absentisme atau tingkat kehadiran. Absentisme menjadi hal paling utama dalam evauasi kinerja para guru karena dapat diketahui berapa jam guru tersebut mengajar dan berapa jam waktu mengajar yang hilang. Variabel kedua yaitu kinerja tentang prestasi dari siswanya karena ini merupakan ujung dari hasil mengajar guru tersebut. Misalnya Anda guru

matematika, berapa tingkat kelulusan siswanya? Oleh karena itu harus dievaluasi dan dikaitkan dengan nilai yang dicapai oleh siswanya.

Variabel ketiga dalam evaluasi kinerja guru lebih masuk ke wilayah kolektif, yaitu sampai sejauh mana peran sang guru dalam membangun budaya belajar di sekolah. Ini sama halnya dengan kegiatan ekstrakurikuler guru, misalnya ia ikut menulis pengembangan keilmuan, memberikan pendampingan pada kegiatan Pramuka dan sebagainya, yang ujungnya itu bisa membangun budaya di sekolah.

Itulah hal-hal yang harus dilakukan di dalam konteks mengevaluasi kinerja guru yang sudah tersertifikasi.

2013 JAM MENGAJAR GURU AKAN DITAMBAH


SEKOLAHDASAR.NET (10/09/2011) Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), Mohammad Nuh seperti dikutip dari kompas.com menghargai usulan dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara (Kemenpan) terkait dengan akan diberlakukannya aturan yang mengatur pengembangan dan pembinaan profesi. Seperti diberitakan sebelumnya, Kemenpan berancana akan menaikkan standar minimal mengajar bagi para Guru yang ingin disertifikasi dari 24 jam menjadi 27,5 jam dalam seminggu. Usulan Kemenpan tersebut rencananya akan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2013 mendatang. Mendiknas, Mohammad Nuh mengimbau, jika jam mengajar guru jangan hanya dihitung dari berapa jam ia mengajar di depan kelas. Tetapi juga hendaknya dihitung berapa jam para guru menyiapkan hal-hal lain yang mendukung dan terkait dengan proses belajar-mengajar. Sampai dengan saat ini beban minimal mengajar guru adalah 24 jam per minggu. Sedangkan usulan dari Kemenpan akan menaikkan jam mengajar guru dari 24 jam menjadi 27,5 jam dalam seminggu. Memang lazimnya orang bekerja itu sekitar 34 jam dalam seminggu. Oleh karena itu, jika standar minimal jam mengajar akan dinaikkan, itu tidak harus diterjemahkan hanya mengajar di dalam kelas. Tetapi bisa juga diartikan lebih luas, seperti misalnya pada saat melakukan pendampingan kepada siswa, saat memberikan bimbingan belajar atau saat praktek di lapangan agar bisa dihitung sebagai bagian dari mengajar. Persiapan-persiapan untuk mengajar juga harus dimasukkan sebagai bagian dari pekerjaan para guru. Semoga dengan kebijakan ini tidak akan ada lagi kecemburuan antara pegawai negeri non guru dengan guru. Selain itu akan juga seimbang dengan kesejahteraan

yang diberikan bagi guru yang telah tersertifikasi profesional. Yang perlu ditekankan adalah jam mengajar itu tidak hanya dihitung dari mengajar di dalam kelas tapi bisa diartikan luas.

PENGUMUMAN HASIL UJI KOPETENSI AWAL (UKA) GURU YANG INGIN SERTIFIKASI
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengumumkan hasil uji kompetensi awal (UKA) yang pelaksanaan ujiannya sendiri dilaksanakan bulan Februari kemarin. Mengutip dari kompas, secara umum hasil nilai rata-rata Uji Kompetensi Awal (UKA) 2012 masih rendah. Hasil rata-rata UKA 2012 yaitu 42,25 dengan nilai tertinggi 97,0 dan nilai terendah 1,0. Hasil rata-rata UKA itu mencakup seluruh peserta (guru) dari jenjang TK sampai jenjang SMA. Dengan nilai rata-rata 50,1 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) didaulat mendapat predikat sebagai provinsi dengan nilai rata-rata UKA tertinggi.Setelah DIY, posisi 10 besar provinsi dengan nilai rata-rata tertinggi disusul oleh DKI Jakarta (49,2), Bali (48,9), Jawa Timur (47,1), Jawa Tengah (45,2), Jawa Barat (44,0), Kepulauan Riau (43,8), Sumatera Barat (42,7), Papua (41,1) dan Banten (41,1). Dalam Uji Kompetensi Awal guru (UKA) 2012 terdaftar mencapai 285.884 peserta. Akan tetapi, hanya 281.016 (98 persen) peserta yang mengikuti UKA, sedangkan sisanya, 4.868 (1,70 persen) batal mengikuti UKA dengan berbagai alasan. Rendahnya rata-rata hasil Uji Kompetensi Awal (UKA) ini dinilai berbeda dari berbagai pihak. Bagi Mendikbud rendahnya nilai rata-rata UKA adalah tolak ukur pelaksanaan UKA berjalan dengan jujur. "Saya memprediksi pelaksanaan ini jujur karena banyak yang nilainya jelek. Memang, itu tidak berarti nilai yang baik prosesnya tidak jujur, tapi setidaknya gambaran ini cukup realistis," kata Nuh dikutip dari kompas. Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina, Abduhzen menilai rendahnya hasil UKA merupakan cermin dari realitas guru yang tidak pernah mendapatkan pembinaan dan pelatihan dari pemerintah. "Pemerintah selama ini lalai dengan pembinaan untuk menaikkan kapasitas guru. Begitu bertugas menjadi guru tidak pernah dilatih, lama kelamaan lupa dengan ilmu," kata Abduhzen. Hasil UKA yang rendah jangan diartikan jika rata-rata guru di Indonesia bodoh. Karena menurutnya, UKA tidak menunjukkan kompetensi guru secara utuh. UKA 2012 hanya menguji satu komponen, yakni unsur Kognitif Guru. Naskah soal UKA sangat teoritis, yang menyulitkan para guru dalam menjawab soal-soal tersebut. UKA tidak menguji kemampuan atau metodologi pengajaran yang dimiliki guru. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sendiri akan melakukan pembinaan para guru yang tidak lolos Uji Kompetensi Awal (UKA). Rencananya, hal itu akan dilakukan di masa-masa waktu liburan sekolah, yakni sekitar Mei-Juni 2012 mendatang. Mendikbud Mohammad Nuh menjelaskan, dalam proses pembinaan itu, para guru akan diberikan berbagai ilmu pendidikan keguruan. Seperti metodologi pengajaran hingga materi lainnya. Ditambahkan oleh Nuh, alasan pembinaan bagi guru yang tidak lolos UKA dilaksanakan pada waktu liburan adalah supaya saat masuk tahun ajaran baru, para guru yang tidak lulus UKA ini bisa lebih semangat meningkatkan kualitas mengajarnya.

Uji Kompetensi Awal (UKA) 2012 dilaksanakan dengan tujuan melakukan pemetaan, seleksi kelayakan, dan sebagai tiket seorang guru masuk ke proses selanjutnya sebelum dinyatakan sebagai guru profesional dan berhak mendapatkan tunjangan profesi. Karena untuk

mendapatkan tunjangan profesi, masing-masing guru harus melewati UKA, Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), dan Uji Kompetensi Akhir.
Guru yang berhasil lolos seleksi akhir dinyatakan sebagai guru profesional dan mendapatkan tunjangan profesi sebesar satu kali gaji (guru PNS), atau Rp 1,5 juta (untuk guru non PNS). Tahun ini, Kemdikbud berencana memberikan sertifikasi kepada 250 ribu guru di seluruh Indonesia. Seperti diberitakan sebelumnya, pengumuman hasil uji kompetensi awal akan dilaksanakan pada tanggal 18 Maret 2012. Berita di atas diolah dari kompas.com. Saat mengecek website resmi Kemendikbud http://sergur.kemdiknas.go.id belum ada pengumuman resmi secara online dari Kemendiknas daftar hasil nilai peserta Uji Kompetensi Awal (UKA) 2012. Hasil terperinci Pengumuman Uji Kompetensi Awal (UKA) 2012 diundur yang semula dijadwalkan 18 Maret menjadi 22 Maret 2012 di website resmi Kemendiknas http://sergur.kemdiknas.go.id

Memimpin Madrasah Agar Lebih Dinamis


Prof.Dr. H. Imam Suprayogo (Rektor UIN Malang)
Sabtu, 24 Juli 2010 01:51

Di setiap organisasi, posisi dan peran pimpinan selalu sangat sentral. Maju dan mundurnya organisasi sangat tergantung pada sejauh mana pimpinan mampu berimajinasi memajukan organisasinya. Demikian pula dalam konteks madrasah sebagai organisasi, maka posisi kepala madrasah juga sangat strategis dalam memajukan lembaga yang dipimpinnya. Akan tetapi seringkali terlihat kepala madrasah kurang berdaya karena berbagai sebab dan kendala baik yang bersifat internal pribadi yang bersangkutan maupun eksternal. Yang bersifat internal misalnya (1) kurangnya keberanian untuk mengambil prakarsa dalam melakukan inovasi yang bersifat strategis, (2) kurangnya pemahaman atas peran-peran yang seharusnya dimainkan, (3) kurangnya keberanian menanggung risiko dan seterusnya. Sedangkan yang bersifat eksternal, misalnya: (1) kekurangan informasi yang seharusnya dikuasai, (2) terlalu banyak peraturan sehingga ruang geraknya terasa terbatas, (3) suasana birokratis yang mengurangi bahkan membatasi ruang gerak dalam upaya pengembangan, dan (4) hubungan primordial yang berlebihan dan seterusnya masih banyak lagi lainnya.

Dalam banyak kasus kepala madrasah yang tergolong inovatif, hingga mampu melakukan perubahan-perubahan untuk memajukan madrasahnya, ternyata memiliki keberanian keluar dari kendala-kendala itu. Akan tetapi tampaknya orang yang memiliki keberanian seperti itu jumlahnya amat terbatas. Kebanyakan kepala madrasah, entah karena tidak berani menanggung risiko yang ditimbulkan oleh langkah-langkah yang diambil, atau kurang tepat dalam memahami peran-peran yang seharusnya dimainkan, lebih memilih sekadar menjalankan garis-garis besar yang dipandang menjadi kewajiban atau wewenangnya. Akibatnya, madrasah yang dipimpin dengan gaya kepemimpinan seperti itu tidak banyak mengalami perubahan dan biasanya berjalan sekadar menjalankan pekerjaan rutinitas. Padahal, sebagaimana teori organisasi modern berkutat dalam rutinitas sejatinya tanpa disadari merupakan gejala kematian organisasi secara perlahan-lahan.

Madrasrah sebagai salah satu bagian sistem pendidikan nasional tentu memerlukan perhatian dan pengelolaan secara serius. Karena itu, kepemimpinan madrasah ke depan dengan perubahan masyarakat yang semakin cepat dan terbuka menuntut kemampuan yang lebih kreatif, inovatif dan dinamis. Kepala madrasah yang sekadar bergaya menunggu dan terlalu berpegang pada aturan-aturan birokratis dan berpikir secara struktural dan tidak berani melakukan inovasi untuk

menyesuaikan tuntutan masyarakatnya, akan ditinggalkan oleh peminatnya. Pada masyarakat yang semakin berkembang demikian cepat dan di dalamnya terjadi kompetisi secara terbuka selalu dituntut kualitas pelayanan yang berbeda dengan masyarakat sebelumnya. Perlu disadari bahwa ciri khas masyarakat maju adalah pemegang kendali bukan lagi produsen melainkan konsumen, (The stake holders are not the producers, but the consumers) pilihan-pilihan sudah semakin banyak dan beragam, mereka menuntut kualitas dan pelayanan prima. Tuntutan semacam ini hanya dapat dipenuhi oleh kepala madrasah yang berdaya (empowered), kreatif, memiliki kemampuan leadership dan manajerial yang tanggu, tidak mengenal lelah dan tak kenal putus asa.

Persoalannya adalah bagaimana menjadikan kepala madrasah lebih berdaya agar memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk memajukan madrasah sebagaimana yang digambarkan itu. Seorang pemimpin dikatakan berdaya manakala yang bersangkutan menyandang kekuatan untuk menggerakkan orang lain. Pemimpin menurut hemat saya, pada sebagian perannya adalah tak ubahnya sebuah accu yang bertugas menjadi sumber penggerak seluruh kekuatan mesin. Karena itu, yang harus dilakukan seorang pemimpin adalah memperluas cakrawala pandang, memperluas batas, menumbuh-kembangkan suara batin secara terus menerus, membangun dialog batin yang positif, mengupayakan dukungan dan berusaha untuk mengetahui keterbatasan diri secara tepat. Proses batin seperti ini jika dilakukan secara terus menerus akan melahirkan kekuatan sebagaimana accu untuk menggerakkan mesin tersebut.

Sebagai seorang pemimpin, tugas-tugas kepala madrasah sebagai seorang pemimpin lembaga pendidikan masa depan tidak cukup hanya sekadar melakukan peran-peran yang berkenaan dengan perencanaan, mengkomunikasikan, mengkoordinasi, memotivasi, mengendalikan, mengarahkan dan memimpin. Lebih dari itu, wilayah tugas pemimpin masa depan, termasuk pemimpin madrasah, harus disempurnakan dengan kegiatan-kegiatan yang membuat orang yang dipimpin mampu, memperlancar, tempat berkonsultasi, membangun kerjasama, membimbing, membagi cinta kasih, mensejahterakan dan mendukung. Dengan demikian, terlihat bahwa hubungan pemimpin dan yang dipimpin, tidak sebagaimana hubungan buruh dan majikannya, patron dan kliennya, melainkan terjalin hubungan kolegial di antara orang-orang yang masingmasing memiliki tanggung-jawab atau integritas pengabdian yang tinggi.

Memperhatikan tantangan dan tanggung jawab kepala madrasah ke depan, di tambah lagi dengan tuntutan yang semakin komplek untuk menyesuaikan dengan tuntutan zamannya, maka ada beberapa hal yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan kinerja kepala madrasah, antara lain : (1) memberikan space yang luas agar dimungkin kan mereka melakukan kreativitas dan eksperimen pengembangan madrasah dalam berbagai aspeknya, misalnya pengembangan ketenagaan, kurikulum, manajemen dan kepemimpinannya pada madrasah yang dipimpinnya sehingga tersedia ruang berkreativitas secara memadai, (2) memberikan kepercayaan yang lebih luas sehingga ada sikap saling percaya (mutual trust) , (3) memperkaya sumber-sumber informasi yang mencukupi, sehingga suasana lembaga tidak kering (resourceful), (4) membantu menghilangkan rintangan atau halangan sehingga tidak banyak kendala (constraints), (5) memfasilitasi sehingga lembaga fasilitatif dan (6) mengevaluasi secara menyeluruh, jujur dan adil, baik pada tataran proses maupun produknya, sehingga ada akuntabilitas (accountability). Posisi madrasah selama ini diperlakukan kurang adil. Sebab, pada satu sisi madrasah dituntut menghasilkan lulusan yang sama dengan sekolah umum, akan tetapi kurang memperoleh dukungan finansial yang memadai. Lebih-lebih lagi, madrasah yang berstatus swasta. Lembaga pendidikan madrasah, mestinya harus dilihat sebagai lembaga pendidikan yang khas, yang memiliki kharasteristik berbeda dengan pendidikan umum lainnya. Anehnya, selama ini hanya aspek-aspek tertentu diperbandingkan dengan sekolah umum, sedangkan prestasi lainnya diabaikan. Prestasi madrasah di bidang pembinaan akhlak dan spiritual yang sesungguhnya menjadi fondasi kehidupan, baik pribadi maupun masyarakat yang berhasil dibangun selama ini, tidak pernah memperoleh perhatian yang cukup. Madrasah hanya dikenali sebagai lembaga

pendidikan yang kurang berhasil di bidang matematika, IPA, Bahasa Inggris dan lain-lain. Ke depan dalam melihat kualitas pendidikan harus dilakukan secara utuh dan komprehensif.

Dalam konteks pengembangan madrasah ke depan, kiranya perlu dikembangkan pemikiran pendidikan Islam yang lebih komprehensif. Kritik-kritik terhadap penyelenggaraan pendidikan Islam yang muncul akhir-akhir ini, khususnya menyangkut materi yang dikembangkan dipandang terlalu mengedepankan aspek kognitif dan kurang menyentuh aspek-aspek psikomotor dan afektif. Selain itu juga disoroti bahwa pendidikan Islam, dalam melihat ilmu pengetahuan masih bersifat dikotomik, yakni mengkategorisasikan ilmu menjadi ilmu umum dan ilmu agama. Dampak cara pandang seperti itu adalah ajaran Islam yang bersifat universal justru menjadi sempit dan bahkan hanya menyangkut aspek-aspek feriferi kehidupan manusia yang sesungguhnya amat luas. Lebih dari itu, pendidikan Islam dinilai melahirkan pribadi yang kurang utuh.

Terkait dengan upaya menghilangkan dikotomik terhadap cara pandang ilmu, --agama dan umum, mungkin perlu ada keberanian untuk melakukan pemikiran ulang tentang posisi sumber agama Islam dalam kontek rumpun keilmuan pada umumnya. Selama ini, terlihat al Qur^an dan hadits diposisikan sebagai bagian rumpun ilmu pengetahuan, yang selanjutnya melahirkan cara pandang yang dikotomik itu. Saya berpendapat bahwa al Qur^an dan hadits bukan menjadi bagian rumpun ilmu, melainkan sebagai sumber ilmu pengetahuan dan etika. Dalam mencari kebenaran, umat Islam mengenal ayat-ayat Qur^aniyah (kawliyah) dan ayatayat kawniyah. Semestinya lembaga pendidikan Islam, termasuk madrasah, dalam membimbing para siswanya mencari kebenaran mendasarkan kan kepada dua jenis sumber tersebut dan memandang perkembangan ilmu npengetahuan dengan berlandaskan al-Quran., --ayat-ayat qouliyah dan ayat-ayat kauniyah, sehingga dihasilkan pengetahuan yang lebih pasti dan sempurna. Kajian-kajian Islam, selanjutnya tidak sebatas fiqh, tauhid, akhlak, tasawwuf, tafsir dan hadits melainkan menyangkut tentang kajian ketuhanan, penciptaan, manusia dan berbagai perilakunya, alam dan sifat-sifatnya serta tentang keselamatan manusia dan alam menurut pandangan kitab suci (al Qur^an dan hadits).

Pikiran-pikiran tersebut di atas sengaja dikemukakan dalam perbincangan pemberdayaan kepala madrasah untuk meningkatkan kinerja (performance), setidak-setidaknya dengan maksud agar menjadi bagian dari tantangan atau persoalan yang perlu segera memperoleh tanggapan untuk meningkatkan kinerja itu sendiri, dan sekaligus kualitas madrasah ke depan. Kemajuan madrasah yang selalu diimpikan, menurut pandangan saya, tidak mungkin diraih sekadar melalui kerja monoton dan rutin, melainkan harus diciptakan upaya-upaya yang lebih kreatif dan inovatif oleh semua pihak. Perbincangan tentang pemberdayaan madrasah seperti itu menjadi sangat penting, untuk meraih cita-cita bersama, agar madrasah menjadi selalu meningkat dan lebih baik. Allahu alam.............

You might also like