You are on page 1of 3

Kerusuhan Mei 1998 di Jakarta, Indonesia, Analisa dengan SIG

Oleh Prof. Dadan Umar Daihani, DEA, Direktur Lembaga Penelitian Trisakti, dan Agus Budi Purnomo, Ph.D., Ms.C, Kepala Pusat Peneletian Daerah Kota Trisakti Pada Mei 1998 terjadi kerusuhan di Jakarta, Indonesia, yang sekitar 1.500 orang meninggal dunia dan 4.000 bangunan rusak, dibakar, atau hancur seutuhnya. Kerusuhannya dimulai pada pagi hari tanggal 13 Mei dan akhirnya diakhiri oleh militer pada tanggal 15 Mei. Kerusuhannya tersebar seluruh Jakarta dimana kerusakan terparah berada di daerah barat, pusat, timur, dan utara. Apa yang menyebabkan kerusuhan ini? Konteks Sejarah Indonesia adalah Negara dengan berbagai macam suku, budaya, agama, dan bahasa. Pada akhir millennium, nusantara telah dibagi kedalam perpaduan tiga waktu. Pada abad ke-12, nusantara bersatu dibawah Kerajaan Sriwijaya, kemudian dibawah Majapahit pada abad ke-14, dan akhirnya pada abad ke-20 dibawah Republik Indonesia. Bahkan sebelum era kolonial Belanda, kerajaan-kerajaan kecil saling bermusuhan. Oleh karena itu, jangan terkejut melihat sejarah dari kehebohan, kerusuhan, dan kekerasan yang menandai interaksi multikultural Indonesia yang dinamis. Pada era modern, meskipun Indonesia telah lama dipuji untuk manajemen makro ekonomi dan perkembangan menakjubkannya, krisis finansial pada tahun 1997/1998 menampakkan kelemahan ekonominya. Pada akhir tahun 1997, krisis moneter melanda Indonesia. PHK skala besar telah mencabut sumber penghidupan banyak orang. Pada tahun yang sama, krisis menyebabkan likuidasi pada 16 bank sentral. Sebagai dampaknya banyak orang kehilangan uang simpanannya. PHK dan kebangkrutan finansial telah menurunkan secara drastis kondisi hidup di Indonesia. Disamping itu, tidak bisa dipertahankan tingkat utang luar negeri swasta dan praktek kompetitif yang menguntungkan kepentingan keuangan keluarga Presiden Soeharto dan teman-temannya. Kesulitan ekonomi ini dan kebencian umum terhadap pemerintah yang tak bisa diacuhkan membawa Indonesia kedalam huru-hara. Negara melihat demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan masyarakat sebaik dengan kekacauan yang tersebar luas daripada diskusi. Pada saat yang sama, pemerintah yang berwenang setuju bahwa kerusuhan Mei adalah tragedi serius bagi Negara tapi tidak ada penjelasan lebih lanjut apa yang menyebabkan kerusuhan ini terjadi. Shedding Light With GIS sebagai usaha untuk memahami penyebab tragedi nasional seperti itu, seminggu setelah itu tim survei dari Lembaga Penelitian Universitas Trisakti diberangkatkan sekitar Jakarta. Tugas utama mereka adalag untuk mencatat semua akibat kerusuhan tersebut. Akan tetapi, tim hanya dapat

mencatat kondisi kerusakan bangunan. Suasana politik pada waktu itu sangat bergejolak untuk bertanya. Catatan yang diambil oleh tim survei termasuk fungsi, tipe, lokasi, dan alamat bangunan. Lokasi yang berhubungan dengan jalan utama dan kompleks [perumahan juga termasuk dalam catatan tim survei. Tim survei juga mencatat deskripsi fisik seperti arah, lebar, luas, dan jumlah kisah dari setiap bangunan. Iniformasinya kemudian diatur dan dipetakan sebagai poin kedalam sebuah peta ArcView GIS. Untuk melihat hubungan antara kerusuhan dengan aspek etnik, ekonomi, dan politik, titik pada peta kemudian dilapisi dengan poligon data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang termasuk data seperti distribusi popolasi masyarakat Islam dan Buddha dan aktivitas niaga di daerah tersebut. Karena BPS tidak memiliki data langsung terkait dengan etnis, diputuskan bahwa data agama dapat digunakan sebagai wakil dari etnis. Kebetulan, di Indonesia ada korelasi antara etnis dan agama. Sebagai tambahan, karena unit area antara data kerusuhan dan data demografi berbeda, telah diputuskan untuk mengumpulkan data bangunan kedalam unit spasial yang digunakan oleh BPS. Unit spasial itu adalah village unit dengan rata-rata daerah seluas 1.52 kilometer kuadrat. Dengan menggunakan korelasi spasial dan indeks pemisahan, data dipetakan dan dihubungkan, menampakkan beberapa hasil menarik yang menunjukkan pola kerusuhan. Indeks dihitung dengan menggunakan skrip Avenue sederhana. Dari data, pengamatan berikut dapat diajukan : Konsentrasi tertinggi dari kerusakan bangunan meliputi daerah yang dominan populasi Buddha (termasuk etnis China). Kerusakan bangunan juga terkonsentrasi pada daerah yang dominan aktivitas niaga. Berdasarkan aspek spasial temporal, pola tertentu yang muncul menunjukkan titik inisial dari penyebaran kekerasan pada area luas (rata-rata berjarak 6,5 km). Waktu awal kerusuhan pada titik inisial secara relatif sama. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kerusuhan dimulan pada titik penyebaran sekitar Jakarta secara simultan.

Dari hasil ini, diperkirakan bahwa ada hubungan antara kerusuhan dan etnis, terutama terhadap etnis China dan isu ekonomi. Tampaknya ada tingkat kerusakan yang lebih besar di daerah komersial dengan bisnis yang dioperasikan oleh komunitas etnis Cina. Implikasi dari hal ini adalah bahwa kerusuhan etnis itu termotivasi karena sentimen negatif dari masyarakat adat untuk etnis Cina yang relatif lebih makmur. Di samping itu, distribusi spasial tersebar tetapi terjadi secara spontan dari awal kerusuhan menunjukkan suatu peristiwa yang tidak wajar. Ini berarti bahwa kerusuhan mungkin disebabkan dan dirancang dengan sengaja. biasanya, penyebaran kerusuhan spontan adalah seperti riak dalam kolam yang menyebar dari titik gangguan. dalam kerusuhan Mei 1998,

bagaimanapun, ada beberapa gangguan pada saat yang sama di beberapa daerah, dari mana tingkat niat yang diekstrapolasi. Kesimpulan Setelah dua tahun tidak ada penjelasan yang memuaskan dari kerusuhan yang datang dari pemerintah. Namun, dengan ArcView GIS, adalah mungkin untuk memetakan bangunan yang rusak akibat kerusuhan Mei 1998 Jakarta. Selanjutnya, dengan mengembangkan script Avenue sederhana, menjadi mungkin untuk melihat pola yang menunjukkan penyebab. Namun, karena konteks historis yang komplek, itu akan menjadi kesalahan untuk mengisolasi hanya salah satu penyebabnya. tiga skenario yang dikembangkan sehubungan dengan kerusuhan tersebut adalah isu-isu rasial, ekonomi, dan politik yang ada di Indonesia pada saat itu.

You might also like