You are on page 1of 200

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

BAB I PENDAHULUAN
A. Memahami Anak dan Fitrahnya

Telah menjadi kesepakatan para ahli pendidikan Islam bahwa anak yang baru terlahir dari rahim ibunya membawa kefitrahan yang sudah melekat didalam jiwanya; tauhid, kepercayaan pada Tuhan, dan terbebas dari segala hal. Karena ia lahir dalam keadaan suci dan tidak ada dosa. Untuk itu, anak bergantung dari lingkungan tempat ia tumbuh menjadi besar. Jika lingkungan yang ia tempati adalah lingkungan dari kumpulan orang-orang yang shaleh dan selalu mengabdikan dirinya pada Tuhan. Maka tidak diragukan lagi anak tumbuh besar menjadi insan yang memiliki akhlak mulia dan perilakunya dapat ditauladani oleh orang banyak. Tidak hanya itu, iapun tumbuh menjadi insan yang senantiasa menolong orang yang membutuhkan.

Pendidikan Karakter

Fitrahnya bayi yang baru lahir dari rahim ibunya, telah ditetapkan didalam al Quran. Dan, dikuatkan oleh sabda Rasulullah SAW, juga para ahli pendidikan; Hal ini sebagaimana firman Allah SWT didalam surah ar Ruum: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. ar Ruum[30]:30) Adapun pernyataan Rasulullah SAW perihal kefitrahan seorang bayi yang baru lahir, dimana ia sudah membawa keimanan, tauhid dan kepercayaannya terhadap Allah SWT. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda; Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, semuanya bergantung dari kedua orang tua apakah ia menjadi Yahudi, Nashrani ataupun orang yang menyembah berhala. (HR. Bukhari) Sedangkan dari beberapa ahli pendidikan dan akhlak telah menetapkan bahwa sang anak terlahir dengan kesucian dan kefitrahannya. Pernyataan ini juga akan dikutip beberapa para ahli pendidikan dari barat, ketika ia berpendapat perihal pentingnya pendidikan jiwa seseorang. Karena hal itu akan mempengaruhi sikap dan perilaku dari anak tersebut. Dengan ditanamkannya akhlak dan perilaku sejak dini, ia tidak akan tumbuh menjadi pemuda yang urakan dan tidak bisa di atur. Nah, sikap untuk memberikan pendidikan yang baik pada anak, dan dimulai sejak ia masih kanak-kanak sesuai dengan perkataan Imam Ghazali perihal persiapan untuk menjadikan anak tumbuh menjadi baik dan memiliki hati yang bersih bagai permata yang bening, ia bersinar dan menunjukkan kilaunya jika diterpa sinar. Semua itu

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

bergantung pada lingkungan di mana anak itu tumbuh. Imam Ghazali mengatakan, Seorang anak adalah amanah Allah yang dititipkan pada kedua orang tuanya. Sungguh hati anak itu bersih seperti permata yang berkilauan. Jika kedua orang tua memberikan telah menyiapkan pendidikan yang baik dan mengajarkannya tentang al Quran. Niscaya ia akan tumbuh besar dan kebahagiaan akan senantiasa menyertainya di dunia maupun di akhirat. Namun sebaliknya, jika kedua orang tua tidak memberikan pendidikan yang baik dan tidak mempersiapkannya dengan sungguh-sungguh. Niscaya anak akan seperti binatang, tidak bisa berpikir jernih, yang ada dalam benaknya hanya makan dan tidak ada keinginan untuk melakukan sesuatu. Untuk mengihindari hal itu, orang tua wajib menjaganya dengan memberikan pendidikan yang baik dan menanamkan akhlak padanya. Ada sebuah syair yang sangat indah, ketika ia membahasakan perihal pendidikan anak; Sungguh seorang pemuda akan tumbuh seperti yang telah dipersiapkan kedua orang tuanya Dan tidaklah seorang pemuda terpikirkan melakukan kebaikan, karena semua itu kembali pada akhlak yang pernah diperlihatkan padanya. Dari syair di atas yang menjelaskan perihal pentingnya fitrah pada diri setiap anak yang baru dilahirkan menuju fase pertumbuhannya, sehingga ia menjadi pemuda. Semua itu bergantung pada pendidikan yang diberikan kedua orang tuanya. Jika anak hidup bersama lingkungan yang tidak baik, senantiasa

Pendidikan Karakter

mengabaikan perintah Tuhannya dan melalukan berbagai macam dosa. Atau, anak tumbuh pada lingkungan yang penduduknya selalu melakukan perbuatan yang merusak, seperti berbohong, ghibah dan lain sebagainya. Maka tidak diragukan lagi, anakpun akan tumbuh seperti apa yang dilihatnya. Anak akan tumbuh dengan membawa akhlak yang tidak baik, dan tidak menutup kemungkinan ia akan mudah terpengaruh untuk melakukan perbuatan yang menyesatkan. Itulah gambaran yang akan terjadi pada anak, ketika ia hidup didalam keluarga atau lingkungan yang tidak baik. Juga, ketika kedua orang tuanya tidak memberikan pendidikan yang baik dan maksimal. Dan tidak kalah pentingnya, anak akan bersikap demikian dikala ia tidak lagi merasakan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Bagi yang ingin generasi penerusnya hidup dengan memiliki akhlak yang baik dan tidak terpengaruh dengan pergaulan yang saat ini sudah semakin menghawatirkan. Maka mulailah saat ini juga untuk menanamkan akidah dan tauhid pada anak. Juga, memberikan pemahaman yang benar terhadap agama dan ajarannya.
B. Perkembangan Moral dan Agama Pada Anak

Penanaman nilai moral dan pembentukan akhlak saat ini lebih dikenal dengan istilah kecerdasan spiritual. Menurut Zohar dan Marshall (2001: 2-3) kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah dalam konteks makna dan nilai hidup yang lebih luas dan universal. kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi yang dimiliki manusia Kecerdasan spiritual merupakan landasan yang diperlukan untuk

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

memfungsikan IQ, dan EQ secara efektif. Karena dengannya akan membantu pembentukan dan pematangan perilaku yang pada akhirnya akan mengarahkan penggunaan kemampuan kecerdasan lainnya untuk hal-hal yang positif. Dalam mempelajari sikap moral, terdapat empat pokok utama: 1. Mempelajari apa yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sebagaimana dicantumkan dalam hukum, kebiasaan, dan peraturan. 2. Mengembangkan hati nurani. 3. Belajar mengalami perasaan bersalah dan rasa malu bila perilaku individu tidak sesuai dengan harapan kelompok. 4. Mempunyai kesempatan untuk interaksi sosial untuk belajar apa saja yang diharapkan anggota kelompok. Pola Perkembangan Moral Menurut Peaget, perkembangan moral terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama disebut tahap realisme moral ( moralitas oleh pembatasan. Tahap kedua disebut moralitas otonomi ( moralitas oleh kerja sama atau hubungan timbal balik). Dalam tahap yang pertama ini seorang anak menilai tindakan sebagai benar atau salah atas dasar konsekuensinya dan bukan berdasarkan motifasi dibelakangnya. Moral anak otomatis mengikuti peraturan tanpa berfikir atau menilai, dan cenderung menganggap orang dewasa yang berkuasa sebagai maha kuasa. Yang paling penting menurut Piaget bahwa anak

Pendidikan Karakter

menilai suatu perbuatan benar atau salah berdasarkan hukuman bukan pada nilai moralnya. Di tahap kedua perkembangan kognitif anak telah terbentuk sehingga dia dapat mempertimbangkan semua cara yang mungkin untuk memecahkan masalah tertentu. Anak mulai dapat melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan dapat mempertimbangkan berbagai faktor untuk memecahkan masalah. Tahap-Tahap Perkembangan Moral Menurut Kohlberg Tahap tahap perkembangan moral terdiri dari 3 tingkat, yang masing masing tingkat terdapat 2 tahap, yaitu : 1. Tingkat pra konvensional ( moralitas pra konvensional). Tahap 1 : orientasi pada kepatuhan dan hukuman -> anak melakukan sesuatu agar memperoleh hadiah dan tidak mendapatkan hukuman Tahap 2 : relativistik hedonism -> anak tidak lagi secara mutlak tergantung aturan yang ada. Mereka mulai menyadari bahwa setiap kejadian bersifat relative dan lebih berorientasi pada prinsip kesenangan. enurut mussen,dkk. Orientasi moral anak masih bersifat individualistis, egosentris dan konkrit 2. Tingkat konvensional ( moralitas konvensional ) : tingkat konvensional berfokus pada kebutuhan sosial ( konformitas ).

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Tahap 3 : Orientasi mengenai anak yang baik -> anak memperlihatkan perbuatan yang dapat dinilai oleh orang lain Tahap 4 : mempertahankan norma norma sosial dan otoritas -> menyadari kewajiban untuk melaksankan norma norma yang ada dan mempertahankan pentingnya keberadaan norma, artinya untuk dapat hidup secara harmonis, kelompok sosial harus menerima peraturan yang lebih disepakati bersama dan melaksanakannya. 3. Tingkat post konvensional ( moralitas post konvensional) : individu mendasarkan penilaian moral pad aprinsip yang benar secara intern. Tahap 5 : Orientasi pada perjanjian antara individu dengan lingkungan sosialnya -> Pada tahap ini ada hubungan timbal balik antara individu dengan dengan linkungan sosialnya, artinya bila seseorang melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan tuntutan norma sosial, maka ia berharap akan mendapatkan perlindungan dari masyarakat. Tahap 6 : Prinsip universal -> pada tahap ini ada norma etik dan norma pribadi yang bersifat subjektif. Artinya dalam hubungan antara seseorang dengan masyarakat ada unsur unsur subjektif yang menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau tidak baik moral atau tidak. Disini dibuthkan unsur etik / norma etik yang sifatnya universal sebgai sumber untuk menentukan suatu perilaku yang berhubungan dengan moralitas.
7

Pendidikan Karakter

Perkembangan Agama Pada Anak 1. Perkembangan Jiwa Beragama Dalam rentang kehidupan terdapat beberapa tahap perkembangan. Menurut Kohnstamm, tahap perkembangan kehidupan manusia dibagi menjadi lima periode, yaitu: 1) Umur 0 3 tahun, periode vital atau menyusuli. 2) Umur 3 6 tahun, periode estetis atau masa mencoba dan masa bermain. 3) Umur 6 12 tahun, periode intelektual (masa sekolah) 4) Umur 12 21 tahun, periode social atau masa pemuda. 5) Umur 21 tahun keatas, periode dewasa atau masa kematangan fisik dan psikis seseorang. Elizabeth B. Hurlock merumuskan tahap perkembangan manusia secara lebih lengkap sebagai berikut: 1) Masa Pranatal, saat terjadinya konsepsi sampai lahir. 2) Masa Neonatus, saat kelahiran sampai akhir minggu kedua. 3) Masa Bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua. 4) Masa Kanak- Kanak awal, umur 2 6 tahun. 5) Masa Kanak- Kanak akhir, umur 6 10 atau 11 tahun. 6) Masa Pubertas (pra adolesence), umur 11 13 tahun 7) Masa Remaja Awal, umur 13 17 tahun. Masa remaja akhir 17 21 tahun.

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

8) Masa Dewasa Awal, umur 21 40 tahun. 9) Masa Setengah Baya, umur 40 60 tahun. 10) Masa Tua, umur 60 tahun keatas. 2. Agama Pada Masa Anak- Anak Sebagaimana dijelaskan diatas, yang dimaksud dengan masa anak- anak adalah sebelum berumur 12 tahun. Jika mengikuti periodesasi yang dirumuskan Elizabeth B. Hurlock, dalam masa ini terdiri dari tiga tahapan: 1. 0 2 tahun (masa vital) 2. 2 6 tahun (masa kanak- kanak) 3. 6 12 tahun (masa sekolah) Anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata- kata orang yang ada dalam lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara acuh. Tuhan bagi anak pada permulaan merupakan nama sesuatu yang asing dan tidak dikenalnya serta diragukan kebaikan niatnya. Tidak adanya perhatian terhadap tuhan pada tahap pertama ini dikarenakan ia belum mempunyai pengalaman yang akan membawanya kesana, baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang menyusahkan. Namun, setelah ia menyaksikan reaksi orangorang disekelilingnya yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu yang makin lama makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap kata tuhan itu tumbuh. Perasaan si anak terhadap orang tuanya sebenarnya sangat kompleks. Ia merupakan campuran dari bermacammacam emosi dan dorongan yang saling bertentangan.

Pendidikan Karakter

Menjelang usia 3 tahun yaitu umur dimana hubungan dengan ibunya tidak lagi terbatas pada kebutuhan akan bantuan fisik, akan tetapi meningkat lagi pada hubungan emosi dimana ibu menjadi objek yang dicintai dan butuh akan kasih sayangnya, bahkan mengandung rasa permusuhan bercampur bangga, butuh, takut dan cinta padanya sekaligus. Menurut Zakiah Daradjat, sebelum usia 7 tahun perasaan anak terhadap tuhan pada dasarnya negative. Ia berusaha menerima pemikiran tentang kebesaran dan kemuliaan tuhan. Sedang gambaran mereka tentang Tuhan sesuai dengan emosinya. Kepercayaan yang terus menerus tentang Tuhan, tempat dan bentuknya bukanlah karena rasa ingin tahunya, tapi didorong oleh perasaan takut dan ingin rasa aman, kecuali jika orang tua anak mendidik anak supaya mengenal sifat Tuhan yang menyenangkan. Namun pada pada masa kedua (27 tahun keatas) perasaan si anak terhadap Tuhan berganti positif (cinta dan hormat) dan hubungannya dipenuhi oleh rasa percaya dan merasa aman. Tahap Perkembangan Beragama Pada Anak Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan beragama pada anak dapat dibagi menjadi tiga bagian:

jiwa

10

a. The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng) Pada tahap ini anak yang berumur 3 6 tahun, konsep mengenai Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama anak masih

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongengdongeng yang kurang masuk akal. Cerita akan Nabi akan dikhayalkan seperti yang ada dalam dongeng- dongeng. Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada para pemuka agama dari pada isi ajarannya dan cerita akan lebih menarik jika berhubungan dengan masa anak-anak karena sesuai dengan jiwa kekanak- kanakannya. Dengan caranya sendiri anak mengungkapkan pandangan teologisnya, pernyataan dan ungkapannya tentang Tuhan lebih bernada individual, emosional dan spontan tapi penuh arti teologis. b. The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan) Pada tingkat ini pemikiran anak tentang Tuhan sebagai bapak beralih pada Tuhan sebagai pencipta. Hubungan dengan Tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi berubah pada hubungan dengan menggunakan pikiran atau logika. Pada tahap ini teradapat satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa anak pada usia 7 tahun dipandang sebagai permulaan pertumbuhan logis, sehingga wajarlah bila anak harus diberi pelajaran dan dibiasakan melakukan shalat pada usia dini dan dipukul bila melanggarnya. c. The Individual Stage (Tingkat Individu) Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang diindividualistik ini terbagi menjadi tiga golongan:
11

Pendidikan Karakter

Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan). Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.

Berkaitan dengan masalah ini, Imam Bawani membagi fase perkembangan agama pada masa anak menjadi empat bagian, yaitu: a. Fase dalam kandungan Untuk memahami perkembangan agama pada masa ini sangatlah sulit, apalagi yang berhubungan dengan psikis ruhani. Meski demikian perlu dicatat bahwa perkembangan agama bermula sejak Allah meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika terjadinya perjanjian manusia atas tuhannya, b. Fase bayi Pada fase kedua ini juga belum banyak diketahui perkembangan agama pada seorang anak. Namun isyarat pengenalan ajaran agama banyak ditemukan dalam hadis, seperti memperdengarkan adzan dan iqamah saat kelahiran anak. c. Fase kanak- kanak Masa ketiga tersebut merupakan saat yang tepat untuk menanamkan nilai keagamaan. Pada fase ini anak sudah mulai

12

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

bergaul dengan dunia luar. Banyak hal yang ia saksikan ketika berhubungan dengan orang-orang orang disekelilingnya. Dalam pergaulan inilah ia mengenal Tuhan melalui ucapanucapan orang disekelilingnya. Ia melihat perilaku orang yang mengungkapkan rasa kagumnya pada Tuhan. Anak pada usia kanak- kanak belum mempunyai pemahaman dalam melaksanakan ajaran Islam, akan tetapi disinilah peran orang tua dalam memperkenalkan dan membiasakan anak dalam melakukan tindakan- tindakan agama sekalipun sifatnya hanya meniru. d. Masa anak sekolah Seiring dengan perkembangan aspek- aspek jiwa lainnya, perkembangan agama juga menunjukkan perkembangan yang semakin realistis. Hal ini berkaitan dengan perkembangan intelektualitasnya yang semakin berkembang.4. 4. Sifat agama pada Anak Sifat keagamaan pada anak dapat dibagi menjadi enam bagian: a. Unreflective (kurang mendalam/ tanpa kritik) Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam, cukup sekedarnya saja. Dan mereka merasa puas dengan keterangan yang kadang- kadang kurang masuk akal. Menurut penelitian, pikiran kritis baru muncul pada anak berusia 12 tahun, sejalan dengan perkembangan moral.

13

Pendidikan Karakter

b. Egosentris Sifat egosentris ini berdasarkan hasil ppenelitian Piaget tentang bahasa pada anak berusia 3 7 tahun. Dalam hal ini, berbicara bagi anak-anak tidak mempunyai arti seperti orang dewasa. Pada usia 7 9 tahun, doa secara khusus dihubungkan dengan kegiatan atau gerak- gerik tertentu, tetapi amat konkret dan pribadi. Pada usia 9 12 tahun ide tentang doa sebagai komunikasi antara anak dengan ilahi mulai tampak. Setelah itu barulah isi doa beralih dari keinginan egosentris menuju masalah yang tertuju pada orang lain yang bersifat etis. c. Anthromorphis Konsep anak mengenai ketuhanan pada umumnya berasal dari pengalamannya. Dikala ia berhubungan dengan orang lain, pertanyaan anak mengenai (bagaimana) dan (mengapa) biasanya mencerminkan usaha mereka untuk menghubungkan penjelasan religius yang abstrak dengan dunia pengalaman mereka yang bersifat subjektif dan konkret. d. Verbalis dan Ritualis Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh dari sebab ucapan (verbal). Mereka menghafal secara verbal kalimat- kalimat keagamaan dan mengerjakan amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman mereka menurut tuntunan yang diajarkan pada mereka. Shalat dan doa yang menarik bagi mereka adalah yang mengandung

14

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

gerak dan biasa dilakukan (tidak asing baginya). e. Imitatif Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak pada dasarnya diperoleh dengan meniru. Dalam hal ini orang tua memegang peranan penting. Pendidikan sikap religius anak pada dasarnya tidak berbentuk pengajaran, akan tetapi berupa teladan f. Rasa heran Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan pada anak. Berbeda dengan rasa heran pada orang dewasa, rasa heran pada anak belum kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum pada keindahan lahiriah saja. Untuk itu perlu diberi pengertian dan penjelasan pada mereka sesuai dengan tingkat perkembangan pemikirannya. Dalam hal ini orang tua dan guru agama mempunyai peranan yang sangat penting. Pembentukan perilaku Faktor-faktor pembentuk perilaku antara lain : Faktor internal : 1. Instink biologis, seperti lapar, dorongan makan yang berlebihan dan berlangsung lama akan menimbulkan sifat rakus, maka sifat itu akan menjadi perilaku tetapnya, dan seterusnya 2. Kebutuhan psikologis, seperti rasa aman, penghargaan, penerimaan, dan aktualisasi diri

15

Pendidikan Karakter

3. Kebutuhan pemikiran, yaitu akumulasi informasi yang membentuk cara berfikir seseorang seperti mitos, agama, dan sebagainya Faktor eksternal 1. Lingkungan keluarga 2. Lingkungan sosial 3. Lingkungan pendidikan Tahapan Perkembangan Perilaku Tahap I (0 10 tahun) Perilaku lahiriyah, metode pengembangannya adalah pengarahan, pembiasaan, keteladanan, penguatan (imbalan) dan pelemahan (hukuman), indoktrinasi Tahap II ( 11 15 tahun) Perilaku kesadaran, metode pengambangannya adalah penanaman nilai melalui dialog, pembimbingan, dan pelibatan Tahap III ( 15 tahun ke atas) Kontrol internal atas perilaku, metode pengembangannya adalah perumusan visi dan misi hidup, dan penguatan tanggung jawab kepada Allah (SWT)
C. Pendidikan Karakter: Strategi Pendidikan di Era Global
16

Pendidikan saat ini tidak hanya di Indonesia tapi di

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

seluruh dunia - sedang dilanda berbagai krisis moral yang diakibatkan dari pengaruh globalisasi. Bagi Indonesia sendiri globalisasi ini tidak hanya memiliki dimensi domestik akan tetapi juga dimensi global. Dari segi dimensi domestik globalisasi ini memberi peluang positif terutama untuk mengadopsi dan menerapkan inovasi yang datang dari luar untuk meningkatkan peluang kesempatan kerja bagi masyarakat. Di samping itu dari segi keuntungan domestik, pengaruh globalisasi ini dapat mendidik masyarakat untuk memiliki pola pikir kosmopolitan dan pola tindak kompetitif, suka bekerja keras, mau belajar untuk meningkatkan keterampilan dan prestasi kerja. Dari segi global, kita hidup di dalam dunia yang terbuka, dunia yang tanpa batas. Perdagangan bebas serta makin meningkatnya kerjasama regional memerlukan manusia-manusia yang berkualitas tinggi. Kehidupan global merupakan tantangan sekaligus membuka peluang-peluang baru bagi pembangunan ekonomi dan bagi SDM Indonesia yang berkualitas tinggi untuk memperoleh kesempatan kerja di luar negeri. Di sinilah tantangan sekaligus peluang bagi peningkatan mutu pendidikan Indonesia baik untuk memenuhi SDM yang berkualitas bagi kebutuhan domestik maupun global. Hal yang sangat dirasakan sebagai dampak dari globalisasi ini adalah ikatan niali-nilai moral yang mulai melemah. Multi krisis dalam berbagai dimensi mulai merasuki masyarakat kita. Krisis ekonomi yang kita alami sekarang yang merambat ke krisis kepercayaan kepada pemerintah, sebagiannya diakibatkan oleh akhlak pelaku bisnis -dan orang-orang yang berhubungan dengan itu- yang kurang baik. Mereka itu adalah lulusan sekolah

17

Pendidikan Karakter

dan perguruan tinggi. Artinya, sekolah dan perguruan tinggi kita ikut ambil bagian juga sebagai penyebab terjadinya krisis yang kita alami sekarang. Bahkan seorang Thomas Lickona pernah mengungkapkan bahwa akan terdapat sepuluh tanda-tanda jaman di masa yang akan datang yang harus diwaspadai. Jika tanda-tanda ini terdapat dalam sebuah bangsa berarti ia sedang menuju jurang kehancuran. Tanda-tanda tersebut diantaranya meliputi: (1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, (2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, (3) pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan, (4) meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas. (5) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, (6) menurunnya etos kerja, (7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, (8) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, (9) membudayanya ketidakjujuran, dan (10) adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama. Dan bukti-bukti tersebut rasanya sudah mulai tampak di hadapan kita. Pada dasarnya krisis moral dapat ditandai oleh dua gejala yaitu tirani dan keterasingan. Tirani merupakan gejala dari rusaknya perilaku sosial, sedangkan keterasingan menandai rusaknya hubungan sosial. Di antara penyebab terjadinya krisis moral adalah : 1. Adanya penyimpangan pemikiran dalam sejarah pemikiran manusia yang menyebabkan paradoks antarnilai, misalnya etika dan estetika

18

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

2. Hilangnya model kepribadian yang integral, yang memadukan kesalihan dengan kesuksesan, kebaikan dengan kekuatan, dan seterusnya 3. Munculnya antagonisme dalam pendidikan moral 4. Lemahnya peranan lembaga sosial yang menjadi basis pendidikan moral Dalam menyikapi persoalan di atas, pendidikan di seluruh dunia saat ini mulai memfokuskan kajiannya pada pendidikan moral yang perlu untuk dibangkitkan kembali. Ada 3 pertimbangan yang mendasari pentingnya penyelenggaraan pendidikan yang Berbasis pendidikan budi pekerti (Nurul Zuriah: 2007, 10-11): 1. Melemahnya ikatan keluarga. Fungsi keluarga sebagai guru pertama dan utama bagi anak-anaknya mulai memudar. Kesibukan dan tuntutan ekonomi yang melibatkan seluruh elemen keluarga menyebabkan intensitas perhatian dan komunikasi yang terbangun dalam keluarga sangat minim. Hal ini dapat menyebabkan kekosongan moral dalam perkembangan kehidupan anak. Oleh karena itu peran sekolah saat ini berfungsi juga sebagai pengganti keluarga dalam menanamkan nilai-nilai moral pada anak. 2. Kecenderungan Negatif di dalam kehidupan remaja dewasa ini. Perilaku remaja saat ini memang sudah dirasa semakin akut, nilai-nilai moral dan norma-norma agama seakan sudah semakin jauh dari dunia remaja kita. Fenom-

19

Pendidikan Karakter

ena tawuran antar siswa sekolah, perkelahian di kalangan mahasiswa, pergaulan bebas, penyalahgunaan obat-obat terlarang, krisis kejujuran, dan sebagainya sudah bukan merupakan hal yang asing bagi dunia remaja. Agaknya memang para remaja kita sudah kehilangan pegangan dan keteladanan dalam menemukan model yang etis. Oleh karena itu, saat ini penting kiranya sekolah mulai menggalakkan kembali nilai-nilai moral yang sudah kian terkikis dari dunia remaja kita. 3. Suatu kebangkitan kembali dari perlunya nilai-nilai etik, moral, dan budi pekerti dewasa ini, telah timbul suatu kecenderungan masyarakat yang mulai menyadari bahwa dalam masyarakat terdapat suatu kearifan mengenai adanya suatu moralitas dasar yang sangat esensial dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Konflik-konflik sosiKonflik-konflik al, tindakan-tindakan diskriminasi, perilaku yang ekslusif dan primordial muncul karena belum semua masyarakat merasa, menghayati dan bangga sebagai insan Indonesia. Dan di sinilah para pemimpin formal dan informal pada semua aspek kehidupan harus menjadi teladan. Pendidikan saat ini dihadapkan pada sejumlah problem yang bersifat makro dan mikro. Pada tataran makro, setidaknya ada dua permasalahan mendasar, yaitu orientasi filosofis dan arah kebijakan. Secara tersurat, tujuan pendidikan nasional sebenarnya sangat ideal karena menjangkau semua dimensi

20

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

kemanusiaan (religiusitas, etis, fisik, keilmuan, dan life skill), kenyataan dilapangan tidak sesuai dengan harapan terjadi gap antara cita-cita dengan upaya dan instrumen untuk mencapai cita-cita tersebut. Implementasi pendidikan kita sering lebih menciptakakan manusia yang bertipe mekanistik daripada humanistik. Berbagai kebijakan juga seringkali mengebiri dan sengaja mengerdilkan pendidikan. Pada tataran mikro, kita dihadapkan pada kesenjangan kualitas yang sangat jauh antar lembaga pendidikan dalam hal in put siswa, ketersediaan sarana, SDM, lingkungan, dan lain-lain. Di era global seperti saat ini, seseorang memerlukan pengendali yang kuat agar ia mampu memilih dan memilah nilai-nilai yang banyak sekali ditawarkan kepadanya. Agar zaman global tahan banting, maka bisa dilakukan dengan pendidikan, sebab Jalan terbaik dalam membangun seseorang ialah pendidikan. Jalan terbaik dalam membangun masyarakat ialah pendidikan. Jalan terbaik dalam membangun negara ialah pendidikan. Jalan terbaik membangun dunia juga pendidikan. Secara sederhana, fokus pendidikan hanya tiga, yaitu membangun pengetahuan, membangun keterampilan (skill), dan membangun karakater. Dari ketiga elemen pendidikan intnya hanya satu yakni berbasis, adalah karakter. Pendidikan kita cukup berhasil dalam membangun pengetahuan (sain dan teknologi), cukup berhasil juga dalam membangun keterampilan; namun pendidikan kita ternyata menunjukan indikasi kegagalan dalam membangun karakter. Untuk menjawab persoalan di atas, H.A.R. Tilar (2000:1921

Pendidikan Karakter

23) mengemukakan pokok-pokok paradigma baru pendidikan sebagai berikut: (1) pendidikan ditujukan untuk membentuk masyarakat Indonesia baru yang demokratis; (2) masyarakat demokratis memerlukan pendidikan yang dapat menumbuhkan individu dan masyarakat yang demokratis; (3) pendidikan diarahkan untuk mengembangkan tingkah laku yang menjawab tantangan internal dan global; (4) pendidikan harus mampu mengarahkan lahirnya suatu bangsa Indonesia yang bersatu serta demokratis; (5) di dalam menghadapi kehidupan global yang kompetitif dan inovatif, pendidikan harus mampu mengembangkan kemampuan berkompetisi di dalam rangka kerjasama; (6) pendidikan harus mampu mengembangkan kebhinekaan menuju kepada terciptanya suatu masyarakat Indonesia yang bersatu di atas kekayaan kebhinekaan masyarakat, dan (7) yang paling penting, pendidikan harus mampu mengIndonesiakan masyarakat Indonesia sehingga setiap insan Indonesia merasa bangga menjadi warga negara Indonesia. Untuk mencapai tujuan ini diperlukan aktualisasi pendidikan nasional yang baru dengan prinsip-prinsip : (1) partisipasi masyarakat di dalam mengelola pendidikan (community based education); (2) demokratisasi proses pendidikan; (3) sumber daya pendidikan yang profesional; dan (4) sumber daya penunjang yang memadai, dan (5) membangun pendidikan yang berorientasi pada kualitas individu berbasis karakter. Paradigma baru pendidikan di atas mengisyaratkan bahwa tanggung jawab pendidikan tidak lagi dipikulkan kepada sekolah, akan tetapi dikembalikan kepada masyarakat dalam arti sekolah dan masyarakat sama-sama memikul tanggung

22

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

jawab. Dalam paradigma baru ini, masyarakat yang selama ini pasif terhadap pendidikan, tiba-tiba ditantang menjadi penanggung jawab pendidikan. Tanggung jawab ini tidak hanya sekedar memberikan sumbangan untuk pembangunan gedung sekolah dan membayar uang sekolah, akan tetapi yang lebih penting masyarakat ditantang untuk turut serta menentukan jenis pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, termasuk meningkatkan mutu pendidikan dan memikirkan kesejahteraan tenaga pendidik agar dapat memberikan pendidikan yang bermutu kepada peserta didik. Hal ini bukanlah sesuatu yang mudah karena banyak kendala yang mempengaruhi, antara lain: (1) bagi masyarakat hal ini merupakan masalah baru sehingga perlu proses sosialisasi; (2) bagi masyarakat yang tinggal di ibukota propinsi, kotamadya dan kabupaten, masalahnya lebih sederhana karena tingkat pendidikan dan ekonomi relatif baik, sehingga tidak sulit menyeleksi orang-orang yang akan duduk pada posisi tanggung jawab ini; (3) bagi masyarakat yang tinggal di ibukota kecamatan dan desa masalahnya menjadi rumit karena tingkat pendidikan masyarakatnya rendah dengan kondisi kehidupan miskin. Berhasilnya pendidikan membangun akhlak adalah amat penting bagi kita. Penting karena ia merupakan inti pendidikan kita. Penting untuk meneruskan perjalanan bangsa yang besar ini. Bangsa yang besar terutama ditandai oleh ketinggian akhlaknya. Berhasilnya pendidikan akhlak penting pula dalam rangka menyiapkan generasi penerus untuk mampu hidup dalam zaman global.
23

Pendidikan Karakter

Dalam hal pendidikan karakter memang menunjukan indikasi banyak kegagalan. Bukti-bukti kegagalan pendidikan kita dalam membangun karakter dengan indikator perilaku, sebagaimana dapat kita saksikan pada siaran-siaran TV dan surat kabar. Ada mafia di bidang hukum yang disebut markus, ada mafia di bidang ekonomi yang terdapat pada kasus bank dan pajak, semuanya itu berputar di sekitar korupsi. Kita juga menyaksikan keadaan kurang beradab pada acara di gedung DPR yang ditonton oleh jutaan orang, kita juga menonton orang pintar berdebat di TV yang mengeluarkan kata-kata yang kurang layak diucapkan. Semua itu menjadi indikator telah rusaknya perilaku sebagian lulusan sekolah kita. Semuanya itu merupakan hasil pendidikan kita. Pembangunan karakter gagal dalam pendidikan kita karena pembangunan karakter itu belum pernah dijadikan fokus dalam pendidikan kita. Perhatikan Undang-Undang System Pendidikan Nasional (UUSPN). Kita telah memiliki 6 UUSPN yaitu UU tahun 1946, UU Tahun 1950, UU Tahun 1954, TAPMPR Tahun 1967, UU Nomor 2 Tahun 1989, dan terakhir UU Nomor 20 Tahun 2003. Tidak satupun UU itu yang menjadikan pembangunan karakter sebagai fokus pendidikan nasional. Dalam konteks berbangsa, pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi dan/atau kelompok yang unik-baik sebagai warga negara. Hal itu diharapkan mampu memberikan kontribusi optimal dalam mewujudkan masyarakat yang berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan

24

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Urgensi Pendidikan Karakter dikembangkan karena, salah satu bidang pembangunan nasional yang sangat penting dan menjadi fondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah pembangunan karakter bangsa. Ada beberapa alasan mendasar yang melatari pentingnya pembangunan karakter bangsa, baik secara filosofis, ideologis, normatif, historis maupun sosiokultural. Secara filosofis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah kebutuhan asasi dalam proses berbangsa karena hanya bangsa yang memiliki karakter dan jati diri yang kuat yang akan eksis. Secara ideologis, pembangunan karakter merupakan upaya mengejawantahkan ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara normatif, pembangunan karakter bangsa merupakan wujud nyata langkah mencapai tujuan negara, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Secara historis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah dinamika inti proses kebangsaan yang terjadi tanpa henti dalam kurun sejarah, baik pada zaman penjajahan maupun pada zaman kemerdekaan. Secara sosiokultural, pembangunan karakter bangsa merupakan suatu keharusan dari suatu bangsa yang multikultural.
25

Pendidikan Karakter

Pembangunan karakter bangsa adalah upaya kolektifsistemik suatu negara kebangsaan untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang dan negaranya sesuai dengan dasar dan ideologi, konstitusi, haluan negara, serta potensi kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional, dan global yang berkeadaban. Semuanya itu untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ipteks yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Pembangunan karakter bangsa merupakan gagasan besar yang dicetuskan para pendiri bangsa karena sebagai bangsa yang terdiri atas berbagai suku bangsa dengan nuansa kedaerahan yang kental, bangsa Indonesia membutuhkan kesamaan pandangan tentang budaya dan karakter yang holistik sebagai bangsa. Hal itu sangat penting karena menyangkut kesamaan pemahaman, pandangan, dan gerak langkah untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang unik-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang unik-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan

26

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

komitmen terhadap NKRI. Oleh karena itu, peran pendidikan sangat strategis karena merupakan pembangun integrasi nasional yang kuat. Selain dipengaruhi faktor politik dan ekonomi, pendidikan juga dipengaruhi faktor sosial budaya, khususnya dalam aspek integrasi dan ketahanan sosial. Di samping itu, sudah seharusnya saat ini paradigma pendidikan nasional kita lebih didasarkan pada akar kebudayaan nasional yang bersumber pada kearifankearifan lokal (local wisdom), di mana nilai-nilai budaya, adat istiadat moral dan budi pekerti yang berkembang di masyarakat merupakan sumber inspirasinya.

27

Pendidikan Karakter

28

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

BAB II HAKIKAT PENDIDIKAN KARAKTER


A. Makna dan Tujuan Pendidikan

Belakangan ini telah tumbuh kesadaran betapa mendesaknya agenda untuk melakukan terobosan guna membentuk dan membina karakter para siswa sebagai generasi penerus bangsa. Sejumlah ahli pendidikan mencoba untuk merumuskan konsepkonsep tentang pendidikan karakter, dan sebagiannya lagi bahkan sudah melangkah jauh dalam mempraktekannya. Upaya pengembangan kualitas peserta didik dalam kepribadian dan karakter merupakan hal penting yang harus dipikirkan secara sungguh-sungguh. Kepribadian dan karakter bangsa yang mantap dan kokoh merupakan aspek penting dari kualitas SDM yang ikut menentukan kemajuan suatu bangsa ke depan. Anak usia sekolah dasar misalnya, merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang.

29

Pendidikan Karakter

Kenyataan sekarang memperlihatkan bahwa pendidikan kita belum berhasil dengan memuaskan, tandanya antara lain ialah kita masih banyak gagal dalam menanamkan akhlak pada anak didik kita. Masih cukup banyak siswa-siswa kita di sekolah menengah yang nakal seperti mabuk-mabukan, tawuran, bolos sekolah. Padahal, kita mengetahui bahwa kenakalan itu potensial untuk kejahatan. Remaja yang nakal amat potensial untuk berkembang menjadi orang dewasa yang jahat. Idealnya memang demikian pendidikan yang dibangun bangsa ini haruslah sejalan dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam UU sisdiknas. Namun apa yang terjadi di era sekarang? Banyak kita jumpai perilaku para anak didik kita yang kurang sopan, bahkan lebih ironis lagi sudah tidak mau menghormati kepada orang tua, baik guru maupun sesama, budaya kekerasan di kalangan remaja, rasa malu yang kian terkikis, pergaulan bebas dan sebagainya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jelas hal ini tidak dapat terlepas adanya perkembangan atau laju ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi yang mengglobal, bahkan sudah tidak mengenal batas-batas negara hingga mempengaruhi ke seluruh sendi kehidupan manusia. Menurut Sukardjo dan Komarudin (2009), hal tersebut terjadi dikarenakan adanya pemutarbalikan makna terhadap konsep Bhinneka Tunggal Ika. Tatanan Orde Baru mengambil pendekatan dan strategi yang keliru dalam mengelola relasi sosio-budaya dalam masyarakat Indonesia yang majemuk. Dengan dalih menjaga keamanan dan kestabilan, prinsip keseragaman lebih didahulukan daripada apresiasi dan toleransi terhadap perbedaan dan keanekaragaman. Dengan

30

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

kata lain, multikulturalisme tidak mendapat ruang, sementara monokulturalisme mendominasi. Bahkan dalam pandangan Suparno (2002) pendidikan di Indonesia tidak lebih seperti mobil tua yang mesinnya rewel yang sedang berada di tengah arus lalu lintas di jalan bebas hambatan. Pendidikan di Indonesia tidak diarahkan untuk memanusiakan secara utuh lahir dan batin, melainkan lebih diorientasikan kepada hal-hal yang bersifat materialistis, ekonomis, dan teknokratis, kering dari sentuhan nilai-nilai kemanusiaan dan budi pekerti. Oleh karenanya, menurut Soedijarto (2008) apresiasi output pendidikan terhadap keunggulan nilai humanistik, keluhuran budi, dan hati nurani pun menjadi dangkal. Permasalahan lain yang membutuhkan renungan bagi segenap pemerhati dan pelaksana dunia pendidikan adalah perlunya paradigma baru berkaitan dengan pendidikan, karena akhir-akhir ini banyak persoalan-persoalan pendidikan yang patut menjadi bahan renungan mendalam. Misalnya masalah akhlak lulusan, kesesuaian lulusan dengan lapangan kerja, masalah nasionalisme di tengah masa global, dan lainlain. Mengapa lulusan pendidikan kita masih menghasilkan lulusan yang sebagiannya masih sanggup korupsi. Sebenarnya jiwa korup inilah yang menurunkan sifat berkolusi, nepotisme, monopoli, ketidakadilan dan sebagainya itu. Akar masalah ternyata ada pada jiwa yang korup. Oleh karena itu, Freud menegaskan bahwa pentingnya pembinaan mental dan moral anak sejak usia dini. Karena kegagalan dalam memberikan penanaman dan pembinaan

31

Pendidikan Karakter

kepribadian yang baik di usia dini akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Dengan demikian keberhasilan membimbing anak didik dalam mengatasi konflik kepribadian di usia dini dan sekolah dasar sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak. Inilah yang selanjutnya menjadi tugas penting dan strategis dari kerjasama antara pihak orangtua, pihak sekolah dan masyarakat sebagai tripusat pendidikan. Dengan demikian, pendidikan berperan bukan hanya merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetap lebih luas lagi sebagai pembudayaan (enkulturisasi) yang tentu saja hal terpenting dan pembudayaan itu adalah pembentukan karakter dan watak (nation and character building), yang pada gilirannya sangat krusial bagi notion building atau dalam bahasa lebih populer menuju rekonstruksi negara dan bangsa yang lebih maju dan beradab. Makna Pendidikan Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, bahwa pendidikan atau mendidik sesungguhnya tidak hanya sebatas mentransfer ilmu (transfer of knowladge), namun lebih jauh dan pengertian itu yang lebih utama adalah mentransfer nilai (transfer of values), dapat mengubah atau membentuk karakter dan watak seseorang agar menjadi lebih baik, lebih sopan dalam tataran etika maupun estetika maupun perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan sesungguhnya merupakan proses pembudayaan, dan pendidikan juga dipandang sebagai alat untuk perubahan

32

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

budaya. Proses pembelajaran di sekolah merupakan proses pembudayaan yang formal atau proses akulturasi. Proses akulturasi bukan semata-mata transmisi budaya dan adopsi budaya, tetapi juga perubahan budaya. Sebagaimana diketahui, pendidikan menyebabkan terjadinya beragam perubahan dalam bidang sosial budaya, ekonomi, politik, dan agama. Namun, pada saat bersamaan, pendidikan juga merupakan alat untuk konservasi budaya, transmisi, adopsi, dan pelestarian budaya. Proses pembudayaan terjadi dalam bentuk pewarisan tradisi budaya dari satu generasi kepada generasi berikutnya, dan adopsi tradisi budaya oleh orang yang belum mengetahui budaya tersebut sebelumnya. Pewarisan tradisi budaya dikenal sebagai proses enkulturasi (enculturation), sedangkan adopsi tradisi budaya dikenal sebagai proses akulturasi (aculturation). Kedua proses tersebut berujung pada pembentukan budaya dalam suatu komunitas. Proses pembudayaan enkulturasi biasanya terjadi secara informal dalam keluarga, komunitas budaya suatu suku, atau komunitas budaya suatu wilayah. Proses pembudayaan enkulturasi dilakukan oleh orang tua, atau orang yang dianggap senior terhadap anak-anak, atau terhadap orang yang dianggap lebih muda. Tata krama, adat istiadat, keterampilan suatu suku/ keluarga biasanya diturunkan kepada generasi berikutnya melalui proses enkulturasi. Sementara itu, proses akulturasi biasanya terjadi secara formal melalui pendidikan. Seseorang yang tidak tahu, diberi tahu dan disadarkan akan keberadaan suatu budaya, kemudian orang

33

Pendidikan Karakter

tersebut mengadopsi budaya tersebut. Misalnya, seseorang yang pindah ke suatu tempat baru, kemudian mempelajari bahasa, budaya, kebiasaan dari masyarakat di tempat baru tersebut, lalu orang itu akan berbahasa dan berbudaya, serta melakukan kebiasaan sebagaimana masyarakat di tempat itu. Peran pendidikan dalam perubahan (agen of change) di masyarakat, tampak sebagai berikut; 1. Menjaga generasi sejak masa kecil dari berbagai penyelewengan. Mengembangkan pola hidup, perasaan dan pemikiran mereka sesuai dengan fitrah, agar mereka menjadi fondasi yang kukuh dan sempurna di masyarakat. 2. Karena pendidikan berjalan seiring dengan perkembangan anak-anak, maka pendidikan akan sangat memengaruhi jiwa dan perkembangan anak serta akan menjadi bagian dari kepribadiannya untuk kehidupannya kelak kemudian hari. 3. Pendidikan sebagai alat terpenting untuk menjaga diri dan memelihara nilai-nilai positif. Pendidikan mengemban dua tugas utama yang saling kontradiktif, yaitu melestarikan dan mengadakan perubahan. Merujuk pada pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

34

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selain itu, Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dengan tegas menyebutkan bahwa:S Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Azyumardi Azra menegaskan bahwa pendidikan merupakan suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien. Bahkan ia menegaskan, bahwa pendidikan lebih sekedar pengajaran, artinya, bahwa pendidikan adalah suatu proses di mana suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-individu. Di samping itu, pendidikan adalah suatu hal yang benarbenar ditanamkan selain menempa fisik, mental dan moral bagi individu-individu, agar mereka menjadi manusia yang berbudaya, sehingga diharapkan mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia yang diciptakan Allah Tuhan Semesta Alam sebagai makhluk yang sempurna dan terpilih sebagai khalifahNya di

35

Pendidikan Karakter

muka bumi ini yang sekaligus menjadi warga negara yang berarti dan bermanfaat bagi suatu negara. Sedangkan Karakteristik Pendidikan NasionalMalik Fadjar (2005) menekankan bahwa pendidikan nasional haruslah mempunyai karakter yang berbasiskan pada budaya dan agama. Perdamaian bisa dicapai dengan mendayagunakan institusi-institusi pendidikan, agama, dan kebudayaan. Dengan penggabungan ketiga hal tersebut, diharapkan tertanam pandangan hidup bahwa manusia yang paling mulia adalah manusia yang paling bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Murdyahardjo (2001) menjabarkan karakteristik pendidikan nasional sebagai berikut:a. Karakteristik Sosial Budaya, pelestarian budaya-budaya asli dari seluruh daerah di Indonesia serta penyerapan budaya asing yang dapat mengembangkan dan memperkaya budaya sendiri yang berakarkan pada Bhineka Tunggal Ika.b. Karakteristik Dasar dan Fungsi, yang berdasarkan pada Pancasila sebagai dasar negara, pembukaan UUD 1945, dan regulasi-regulasi pemerintah lainnya.c. Karakteristik Tujuan, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.d. Karakteristik Kesisteman (Sistemik), pendidikan nasional merupakan sebuah sistem yang menjadi sub sistem dari sistem kehidupan bernegara-kebangsaan untuk mencapai tujuan nasional. Memahami Tujuan Pendidikan Tujuan Pendidikan Nasional termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan

36

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Pemerataan dan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki keterampilan hidup (life skills) sehingga memiliki kemampuan untuk mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu misi pembangunan nasional, terdiri dari tiga besaran yaitu (1) mewujudkan negara Indonesia yang aman dan damai; (2) mewujudkan bangsa Indonesia yang adil dan demokratis; dan (3) mewujudkan bangsa Indonesia yang sejahtera. Untuk mewujudkannya, bangsa kita harus menjadi bangsa yang berkualitas, sehingga setiap warga negara mampu meningkatkan kualitas hidup, produktivitas dan daya saing terhadap bangsa lain di era global. Pembangunan pendidikan nasional didasarkan pada paradigma membangun manusia Indonesia seutuhnya, yang berfungsi sebagai subyek yang memiliki kapasitas untuk mengaktualisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan secara optimal. Dimensi kemanusiaan itu mencakup tiga hal paling mendasar, yaitu (1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis; (2) kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan

37

Pendidikan Karakter

teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis. Pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik, yang memungkinkan ketiga dimensi kemanusiaan paling elementer di atas dapat berkembang secara optimal. Dengan demikian, pendidikan seyogyanya menjadi wahana strategis bagi upaya mengembangkan segenap potensi individu, sehingga cita-cita membangun manusia Indonesia seutuhnya dapat tercapai.
B. Mamahami Makna Pendidikan Karakter

Menurut ASCD for the Language Learning: A Guide to Education Terms, by J.L McBrien & R.S. Brand, Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development (Endang Sumantri:2010) bahwa pengertian karakter telah dicoba dijelaskan dalam berbagai pengertian dan penggunaan, diantara dalam konteks pendidikan, karakter seringkali mengacu pada bagaimana kebaikan seseorang. Dengan kata lain, seseorang yang dianggap memiliki karakter yang baik akan mampu menunjukan sebagai kualitas pribadi yang patut serta pantas sesuai dengan yang diinginkan dalam kehidupan masyarakat. Karena itu, pendidikan karakter senantiasa akan berkaitan dengan bagaimana memberikan mengajarkan anakanak tentang nilai dasar manusia yang diantara memuat tentang kejujuran, kebaikan, kedermawanan, keberanian, kebebasan, persamaan, dan kehormatan. Manusia memiliki struktur antropologis yang terbuka ketika berhadapan dengan fenomena kontradiktif yang ditemukan dalam dirinya, yaitu, antara kebebasan dan determinasi, antara

38

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

karakter yang stabil dengan ekspresi periferikal atasnya yang sifatnya lebih dinamis dan mudah berubah. Dengan gambaran manusia seperti ini, Mounier menegaskan bahwa manusia itu selalu bergerak maju mengarah ke masa depan. manusia bukanlah sekumpulan masa laluku. manusia adalah sebuah gerak menuju masa depan, yang senantiasa berubah menuju kepenuhan diri sebagai manusia yang lebih besar. manusia adalah apa yang dapat dikerjakan, dilakukan, sehingga menjadi seperti yang diinginka. manusia mengatasi apa yang ada dalam diri manusia saat ini. manusia adalah apa yang masih bisa diharapkan daripada sekedar hal-hal yang telah diperoleh selama ini. Jadi, manusia memiliki kemampuan untuk berharap dan bermimpi, sebab harapan dan impian ini merupakan semacam daya dorong yang membuatnya mampu secara optimis menatap masa depan dengan mempertimbangkan daya-daya aktualnya yang sekarang ini dimiliki. Karakter merupakan struktur antropologis manusia, tempat di mana manusia menghayati kebebasannya dan mengatasi keterbatasan dirinya. Struktur antropologis ini melihat bahwa karakter bukan sekedar hasil dari sebuah tindakan, melainkan secara simultan merupakan hasil dan proses. Dinamika ini menjadi semacam dialektika terus menerus dalam diri manusia untuk menghayati kebebasannya dan mengatasi keterbatasannya. Karakter merupakan kondisi dinamis struktur antropologis individu, yang tidak mau sekedar berhenti atas determinasi kodratinya melainkan juga sebuah usaha hidup untuk menjadi semakin integral mengatasi determinasi alam dalam dirinya demi proses penyempurnaan dirinya terus menerus.

39

Pendidikan Karakter

Berkowitz (1998) menyatakan bahwa kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar (cognition) menghargai pentingnya nilai karakter (valuing). Karena mungkin saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan karena tingginya penghargaan akan nilai itu. Misalnya saja ketika seseorang berbuat jujur hal itu dilakukannya karena ia takut dinilai oleh orang lain, bukan karena keinginannya yang tulus untuk menghargai nilai kejujuran itu sendiri. Oleh sebab itu dalam pendidikan karakter diperlukan juga aspek perasaan (domein affection atau emosi). Memakai istilah Lickona (1992) komponen ini dalam pendidikan karakter disebut desiring the good atau keinginan utnuk berbuat kebaikan. Menurut Lickona pendidikan karakter yang baik dengan demikian harus melibatkan bukan saja aspek knowing the good (moral knowing), tetapi juga desiring the good atau loving the good (moral feeling) dan acting the good (moral action). Tanpa itu semua manusia akan sama seperti robot yang terindoktrinasi oleh sesuatu paham. Menurut Wynne (1991) kata karakter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti to mark (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkaraktek jelek, sementara orang yang berperilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang, dimana seseorang bisa disebut orang

40

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

yang berkarakter (a person of character) jika tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral. Dalam pendidikan karakter, Thomas Lickona (1992) menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Komponen-komponen tersebut diuraikan sebagai berikut. Pertama, Pengetahuan Moral. Ada enam aspek yang menjadi orientasi dari moral knowing yaitu : 1) kesadaran terhadap moral (moral awareness), 2) pengetahuan terhadap nilai moral (knowing moral values), 3) mengambil sikap pandangan (perspective taking), 4) memberikan penalaran moral (moral reasoning), 5) membuat keputusan (decision making), dan 6) menjadikan pengetahuan sebagai miliknya (self knowledge). Kedua, Perasaan tentang Moral. Ada enam aspek yang menjadi orientasi dari moral feeling yaitu: 1) kata hati/suara hati (conscience, 2) harga diri (self esteem), 3) empati (emphaty), 4) mencintai kebajikan (loving the good), 5) pengedalian diri (self control), dan 6) kerendahan hati (humility). Ketiga, Perbuatan/Tindakan Moral. Ada tiga aspek yang menjadi indikator dari moral action, yaitu: 1) kompetensi (competence), 2) keinginan (will), 3) kebiasaan (habit). Dengan demikian, pendidikan Karakter merupakan proses pemberian tuntunan peserta/anak didik agar menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Peserta didik diharapkan memiliki karakter

41

Pendidikan Karakter

yang baik meliputi kejujuran, tanggung jawab, cerdas, bersih dan sehat, peduli, dan kreatif. Karakter tersebut diharapkan menjadi kepribadian utuh yang mencerminkan keselarasan dan keharmonisan dari olah HATI (kejujuran dan rasa tanggung jawab), PIKIR (kecerdasan), RAGA (kesehatan dan kebersihan), serta RASA (kepedulian) dan KARSA (keahlian dan kreativitas). Moto Pendidikan Karakter adalah pendidikan tanpa karakter, perdagangan tanpa moralitas, ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan, politik tanpa prinsip/etika, semuanya tak berguna dan sangat membahayakan.
C. Landasan Filosofis Pendidikan Karakter

Dalam UU Nomor 2/1989 disebutkan bahwa keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah inti pendidikan kita. Tetapi pada kenyataannya, kita masih menempatkan penguasaan pengetahuan dan keterampilan sebagai inti pendidikan. Pendidikan karakter selalu ada sejak UU yang pertama secara tersamar, pendidikan karakter merupakan bagian dari pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan (PKn) tetapi pendidikan karakter itu tidak dijadikan salah satu fokus pendidikan nasional. Beberapa mata pelajaran memang dapat berhasil sekalipun tidak dijadikan fokus, misalnya mata pelajaran matematik. Pengajaran matematik itu dapat berhasil hanya oleh guru matematik dan sedikit bantuan orang tua di rumah. Pengajaran matematik dapat diserahkan hanya kepada guru matematik, pendidikan akhlak harus dijadikan fokus program, fokus

42

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

pendidikan; bila dijadikan fokus maka yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan pendidikan karakter itu adalah institusi tersebut, bila institusi itu sekolah maka yang bertanggung jawab sekurang-kurangnya adalah kepada sekolah, semua guru, semua pegawai tata usaha, pesuruh sekolah, tukang sapu, tukang jaga sepeda atau petugas parkir, orang yang berjualan di kantin sekolah, dan orang tua di rumah. Pendidikan karakter tidak bisa dilaksanakan seperti pendidikan matematik, karena pendidikan karakter itu memiliki kekhasan tertentu, karena pendidikan karakter sebenarnya adalah pendidikan kepribadian yang memerlukan sebanyak mungkin pembiasaan dan peneladanan. Pada tanggal 2 Mei 2010 yang lalu Menteri pendidikan nasional mendeklarasikan dimulainya pendidikan karakter bangsa. Baru inilah ada menteri pendidikan yang kelihatannya hendak menjadikan pembangunan karakter sebagai fokus pendidikan nasional. Deklarasi itu harus disambut dengan penuh antusias. Agar deklarasi itu mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan, yaitu memperbaiki karakter orang Indonesia, hendaknya deklarasi itu tidak sekedar deklarasi, bukan sekedar mengingatkan, deklarasi itu harus diikuti oleh pencanangan perubahan paradigma, yaitu berpindah dari paradigma bahwa pendidikan karakter hanya oleh guru agama dan PKn ke paradigma bahwa pendidikan karakter itu adalah tugas semua aparat yang terkait dengan murid. Deklarasi itu berpijak pada pemikiran bahwa strategi pembangunan karakter bangsa melalui pendidikan dapat
43

Pendidikan Karakter

dilakukan dengan pendidikan dan pembelajaran. Pendidikan merupakan tulang punggung strategi pembentukan karakter bangsa. Hal itu terjadi karena dalam konteks makro, penyelenggaraan pendidikan karakter mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian mutu yang melibatkan seluruh unit utama di lingkungan pemangku kepentingan pendidikan nasional. Berpijak dari dasar antropologis setiap pemikiran tentang pendidikan karakter adalah keberadaan manusia sebagai penghayat nilai. Keberadaan seperti ini menggambarkan struktur dasar manusia sebagai mahluk yang memiliki kebebasan, namun sekaligus sadar akan keterbatasannya. Dinamika struktur manusia yang seperti inilah yang memungkinkan pendidikan karakter menjadi sebuah pedagogi. Dengannya manusia menghayati transendensi dirinya dengan cara membaktikan diri pada nilai-nilai yang diyakininya sebagai berharga bagi dirinya sendiri serta bagi komunitas di mana individu tersebut berada. Pendidikan karakter merupakan reaksi atas kejumudan pedagogi natural Rousseauian dan instrumentalisme pedagogis Deweyan. Pencetus pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis-spiritual dalam proses pembentukan pribadi ialah pedagog Jerman FW Foerster (1869-1966). Tujuan pendidikan adalah untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial si subyek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Bagi Foerster, karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu

44

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

berubah. Dari kematangan karakter inilah, kualitas seorang pribadi diukur. Menurut Foerster ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter. Pertama, keteraturan interior di mana setiap tindakan diukur berdasar hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan. Kedua, koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut risiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas seseorang. Ketiga, otonomi. Di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau desakan pihak lain. Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih. Kematangan keempat karakter ini, lanjut Foerster, memungkinkan manusia melewati tahap individualitas menuju personalitas. Orang-orang modern sering mencampuradukkan antara individualitas dan personalitas, antara aku alami dan aku rohani, antara independensi eksterior dan interior. Karakter inilah yang menentukan forma seorang pribadi dalam segala tindakannya.
45

Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas. Karena itu pendidikan karakter harus digali dari landasan idiil Pancasila, dan landasan konstitusional UUD 1945. Sejarah Indonesia memperlihatkan bahwa pada tahun 1928, ikrar Sumpah Pemuda menegaskan tekad untuk membangun nasional Indonesia. Mereka bersumpah untuk berbangsa, bertanah air, dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Ketika merdeka dipilihnya bentuk negara kesatuan. Kedua peristiwa sejarah ini menunjukan suatu kebutuhan yang secara sosiopolitis merefleksi keberadaan watak pluralisme tersebut. Kenyataan sejarah dan sosial budaya tersebut lebih diperkuat lagi melalui arti simbol Bhineka Tunggal Ika pada lambang negara Indonesia.
D. Tujuan dan Sasaran Pendidikan Karakter

46

Pendidikan merupakan proses yang paling bertanggung jawab dalam melahirkan warga negara Indonesia yang memiliki karakter kuat sebagai modal dalam membangun peradaban tinggi dan unggul. Karakter bangsa yang kuat merupakan produk dari pendidikan yang bagus dan mengembangkan karakter. Ketika mayoritas karakter masyarakat kuat, positif, tangguh peradaban yang tinggi dapat dibangun dengan baik dan sukses. Sebaliknya, jika mayoritas karakter masyarakat negatif, karakter negatif dan

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

lemah mengakibatkan peradaban yang dibangun pun menjadi lemah sebab peradaban tersebut dibangun dalam fondasi yang amat lemah. Karakter bangsa adalah modal dasar membangun peradaban tingkat tinggi, masyarakat yang memiliki sifat jujur, mandiri, bekerja-sama, patuh pada peraturan, bisa dipercaya, tangguh dan memiliki etos kerja tinggi akan menghasilkan sistem kehidupan sosial yang teratur dan baik. Ketidakteraturan sosial menghasilkan berbagai bentuk tindak kriminal, kekerasan, terorisme dan lain-lain. Pembentukan karakter dan watak atau kepribadian ini sangat penting, bahkan sangat mendesak dan mutlak adanya (tidak bisa ditawar-tawar lagi). Hal ini cukup beralasan. Mengapa mutlak diperlukan? Karena adanya krisis yang terus berkelanjutan melanda bangsa dan negara kita sampai saat ini belum ada solusi secara jelas dan tegas, lebih banyak berupa wacana yang seolaholah bangsa ini diajak dalam dunia mimpi. Berdasarkan konsep-konsep yang dikemukakan di atas, pendidikan karakter memiliki tujuan untuk meningkatkan anak-anak menjadi pribadi yang disiplin, memiliki inisiatif, tanggungjawab, suka menolong dan tumbuh kasih sayang, menghormati sesama dan orang yang lebih dewasa, pandai berterima kasih. Selanjutnya kemampuan-kemampuan tersebut dapat dilatih dan dikembangkan dengan menerapkan strategi pembelajaran seperti bermain peran, simulasi, penanaman keteladanan, penguatan sikap positif dan negatif, simulasi, bermain peran, tindakan sosial, tanya jawab sehingga pada

47

Pendidikan Karakter

gilirannya diharapkan siswa akan mampu melihat bahwa keputusannya akan mempengaruhi orang lain dan aspek-aspek lainnya. Pendek kata, tujuan dari pendidikan karakter (Nurul Zuriah, 2007:67) dapat disimpulkan sebagai berikut; 1. Anak memahami nilai-nilai budi pekerti di lingkungan keluarga, lokal, nasional, dan internasional melalui adat istiadat, hukum, undang-undang, dan tatanan antar bangsa. 2. Anak mampu mengembangkan watak atau tabiatnya secara konsisten dalam mengambil keputusan budi pekerti di tengah-tengah rumitnya kehidupan bermasyarakat saat ini. 3. Anak mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara rasional bagi pengambilan keputusan yang terbaik setelah melakukan pertimbangan sesuai dengan norma budi pekerti. 4. Anak mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik bagi pembentukan kesadaran dan pola perilaku yang berguna dan bertanggungjawab atas tindakannya. Adapun sasaran dari pendidikan karakter itu sendiri adalah kepribadian siswa, khususnya unsur karakter atau watak yang didalamnya mengandung hati nurani (conscience) sebagai kesadaran (consciousness) untuk berbuat kebajikan (virtue).

48

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

E. Kegunaan dan Fungsi Pendidikan Karakter

Menurut Cahyoto (2001: 13), kegunaan pendidikan yang berbasiskan pada pengembangan karakter anak antara lain; 1. Anak memahami susunan pendidikan budi pekerti dalam lingkup etika bagi pengembangan dirinya dalam bidang ilmu pengetahuan. 2. Anak memiliki landasan budi pekerti luhur bagi pola perilaku sehari-hari yang didasari hak dan kewajiban sebagai warga negara. 3. Anak dapat mencari dan memperoleh informasi tentang budi pekerti, mengolahnya dan mengambil keputusan dalam menghadapi masalah nyata di masyarakat. 4. Anak dapat berkomunikasi dan bekerjasama dengan orang lain untuk mengembangkan nilai moral.
F. Tiga Langkah Merubah Karakter

1. Terapi kognitif Cara yang paling efektif untuk memperbaiki karakter dan mengembangkannya adalah dengan memperbaiki cara berfikir Langkah :

Pengosongan, berarti mengosongkan benak kita dari berbagai bentuk pemikiran yang salah, menyimpang, tidak berdasar, baik dari segi agama maupun akal yang lurus.
49

Pendidikan Karakter

Pengisian, berarti mengisi kembali benak kita dengan nilainilai baru dari sumber keagamaan kita, yang membentuk kesadaran baru, logika baru, arah baru, dan lensa baru dalam cara memandang berbagai masalah Kontrol, berarti kita harus mengontrol pikiran-pikiran baru yang melintas dalam benak kita, sebelum berkembang menjadi gagasan yang utuh Doa, berarti bahwa kita mengharapkan unsur pencerahan Ilahi dalam cara berfikir kita

2. Terapi mental Warna perasaan kita adalah cermin bagi tindakan kita. Tindakan yang harmonis akan mengukir lahir dari warna perasaan yang kuat dan harmonis Langkah : Pengarahan, berarti perasaan-perasaan kita harus diberi arah yang jelas, yaitu arah yang akan menentukan motifnya. Setiap perasaan haruslah mempunyai alasan lahir yang jelas. Itu hanya mungkin jika perasaan dikaitkan secara kuat dengan pikiran kita Penguatan, berarti kita harus menemukan sejumlah sumber tertentu yang akan menguatkan perasaan itu dalam jiwa kita. Ini secara langsung terkait dengan unsur keyakinan, kemauan, dan tekad yang dalam yang memenuhi jiwa, sebelum kita melakukan suatu tindakan.
50

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Kontrol, berarti kita harus memunculkan kekuatan tertentu dalam diri yang berfungsi mengendalikan semua warna perasaan diri kita Doa, berarti kita mengharapkan adanya dorongan Ilahiyah yang berfungsi membantu semua proses pengarahan, penguatan, dan pengendalian bagi mental kita

3. Perbaikan fisik Sebagaimana ahli kesehatan mengatakan bahwa dasardasar kesehatan itu tercipta melalui perpaduan yang baik antara tiga unsur : Gizi makanan yang baik dan mencukupi kebutuhan Olahraga yang teratur dalam kadar yang cukup Istirahat yang cukup dan memenuhi kebutuhan relaksasi tubuh

G. Implementasi Pendidikan Berbasis Karakter

Pentingnya pendidikan yang mengedepankan pembentukan karakter anak telah banyak diungkapkan oleh para orang bijak. Di antaranya Mahatma Gandhi tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu education without character(pendidikan tanpa karakter). Dr. Martin Luther King juga pernah berkata: Intelligence plus character.that is the goal of true education (Kecerdasan plus karakter.itu adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya). Juga Theodore Roosevelt yang mengatakan: To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to

51

Pendidikan Karakter

society (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat). Salah satu poin penting dari tugas pendidikan adalah membangun karakter (character building) anak didik. Karakter merupakan standar-standar batin yang terimplementasi dalam berbagai bentuk kualitas diri. Karakter diri dilandasi nilai-nilai serta cara berpikir berdasarkan nilai-nilai tersebut dan terwujud di dalam perilaku. Bentuk-bentuk karakter yang dikembangkan telah dirumuskan secara berbeda. Indonesia Heritage Foundation merumuskan beberapa bentuk karakter yang harus ada dalam setiap individu bangsa Indonesia di antaranya; cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya, tanggung jawab, disiplin dan mandiri, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, dan toleransi, cinta damai dan persatuan. Sementara itu, character counts di Amerika mengidentifikasikan bahwa karakter-karakter yang menjadi pilar adalah; dapat dipercaya (trustworthiness), rasa hormat dan perhatian (respect), tanggung jawab (responsibility), jujur (fairness), peduli (caring), kewarganegaraan (citizenship), ketulusan (honesty), berani (courage), tekun (diligence) dan integritas. Pada intinya bentuk karakter apa pun yang dirumuskan tetap harus berlandaskan pada nilai-nilai universal. Oleh karena itu, pendidikan yang mengembangkan karakter adalah bentuk pendidikan yang bisa membantu mengembangkan sikap etika,

52

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

moral dan tanggung jawab, memberikan kasih sayang kepada anak didik dengan menunjukkan dan mengajarkan karakter yang bagus. Hal itu merupakan usaha intensional dan proaktif dari sekolah, masyarakat dan negara untuk mengisi pola pikir dasar anak didik, yaitu nilai-nilai etika seperti menghargai diri sendiri dan orang lain, sikap bertanggung jawab, integritas, dan disiplin diri. Hal itu memberikan solusi jangka panjang yang mengarah pada isu-isu moral, etika dan akademis yang merupakan concern dan sekaligus kekhawatiran yang terus meningkat di dalam masyarakat. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan tersebut seharusnya menjadi dasar dari kurikulum sekolah yang bertujuan mengembangkan secara berkesinambungan dan sistematis karakter siswa. Kurikulum yang menekankan pada penyatuan pengembangan kognitif dengan pengembangan karakter melalui pengambilan perspektif, pertimbangan moral, pembuatan keputusan yang matang, dan pengetahuan diri tentang moral. Di samping nilai tersebut diintegrasikan dalam kurikulum, juga yang tidak kalah penting adalah adanya role model yang baik dalam masyarakat untuk memberikan contoh dan mendorong sifat baik tertentu atau ciri-ciri karakter yang diinginkan, seperti kejujuran, kesopanan, keberanian, ketekunan, kesetiaan, pengendalian diri, simpati, toleransi, keadilan, menghormati harga diri individu, tanggung jawab untuk kebaikan umum dan lain-lain. Lebih spesifiknya, menurut Dr Thomas Lickona, pendidikan
53

Pendidikan Karakter

yang mengambangkan karakter adalah upaya yang dilakukan pendidikan untuk membantu anak didik supaya mengerti, memedulikan, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika. Anak didik bisa menilai mana yang benar, sangat memedulikan tentang yang benar, dan melakukan apa yang mereka yakini sebagai yang benar--walaupun ada tekanan dari luar dan godaan dari dalam. Implementasi pendidikan hendaknya berbasiskan kepada seperangkat nilai sebagai panduan antara keseimbangan ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Tujuan pendidikan nasional yang memberikan perhatian dan penekanan aspek pembinaan keimanan dan ketakwaan mengisyaratkan bahwa nilai dasar pembangunan karakter bangsa bersumber dan harus bermuara pada penguatan nilai-nilai ketuhanan sesuai dengan keyakinan agama yang diyakininya. Menurut Endang Sumantri (2010) bahwa dalam pendidikan karakter, terdapat enam nilai etik utama (core ethical values) seperti yang tertuang dalam deklarasi Aspen yaitu meliputi (1) dapat dipercaya (trustworthy) seperti sifat jujur (honesty) dan integritas (integrity), (2) memperlakukan orang lain dengan hormat (treats people with respect), (3) bertanggungjawab (responsible), (4) adil (fair), (5) kasih sayang (caring) dan warganegara yang baik (good citizen). Lebih lanjut, Sumantri (2010) menjelaskan beberapa esensi nilai karakter yang dapat dieksplorasi, diklarifikasi dan direalisasikan melalui pembelajaran baik dalam intra dan ekstrakurikuler antara lain sebagai berikut;
54

IDEOLOGI (RELIGION) (CULTURE)

AGAMA

BUDAYA

(IDEOLOGY)


Iman pada Tuhan YME Taat pada perintah Tuhan YME Cinta agama Patuh pada ajaran agama Berahlak Berbuat Kebajikan Suka menolong dan bermanfaat bagi orang lain Berdoa dan bertawakal Peduli terhadap sesama Berperikemanusiaan Adil Bermoral dan bijaksana

Dispilin, hukum dan tata tertib Mencintai tanah air Demokrasi Mendahulukan kepentingan umum Berani Setiakawan/solidaritas Rasa kebangsaan Patriotik Warga negara produktif Martabat/harga diri bangsa Setia/bela negara

Toleransi dan Itikad baik Baik hati Empati Tata cara dan etiket Sopan santun Bahagia/gembira Sehat Dermawan Persahabatan Pengakuan Menghormati Berterima kasih

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

55

Pendidikan Karakter

Pola pengajaran pendidikan karakter sudah semestinya tidak terjebak pada tradisi hafalan, atau siswa hanya sekedar tahu. Karena seringkali orang tahu belum tentu paham, orang paham belum tentu melakukan/berbuat, dan orang yang berbuat sekalipun belum tentu mampu menghayati dan mengambil makna dari perbuatan yang telah dilakukannya. Pendidikan karakter idealnya diterapkan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai dengan Perguruan Tinggi (PT). Beberapa kegiatan yang bisa dijadikan sebagai bentuk aplikasi dari pendidikan karakter, diantaranya: a. Tenaga Pendidik Sebagai Panutan Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional, telah menekankan pentingnya ketauladanan. Salah satu filosofi beliau adalah ing ngarso sung tulodo, yang bermakna bahwa seorang pendidik hendaknya memberikan teladan yang baik kepada anak didiknya. Alangkah naifnya, jika seorang pendidik menjelaskan tentang bahaya merokok, sementara jejemari tangannya sedang memegang sebatang rokok yang menyala.Pendidik profesional seyogyanya bisa menjadi panutan bagi anak didiknya. Untuk bisa menjadi tenaga didik yang profosional, terdapat empat kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga pendidik, yaitu: (1) kompetensi pedagogik (kompetensi mengelola pembelajaran peserta didik); (2) kompetensi kepribadian (berkejiwaan mantap, berakhlak mulia, arif, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik); (3) kompetensi profesional (penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam); dan (4) kompetensi sosial (mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia sekitarnya).

56

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Jika keempat kompetensi ini dimiliki oleh tenaga pendidik, terutama kompetensi kepribadian dan social, maka peserta didik secara tidak langsung sudah memperoleh pendidikan karakter. Ada pepatah yang mengatakan: mediocre teacher tells, good teacher explains, great teacher inspires. Maka, jadilah pendidik yang mampu memberi inspirasi bagi peserta didik.Kriteria dalam mengukur keprofesionalan tenaga pendidik bisa dilihat dalam UU Guru dan Dosen BAB III Pasal 7, terdapat sembilan ketentuan yang disebut sebagai prinsip profesionalisme. Prinsip-prinsip profesionalisme tersebut adalah sebagai berikut:(1) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme(2) Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia(3) Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas(4) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas(5) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan(6) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja(7) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat(8) Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesional(9) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenagan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. b. Pemberian Materi/Kisah Kebajikan atau Doa pada Setiap Mata Pelajaran Pada awal atau akhir kegiatan belajar mengajaar di kelas,

57

Pendidikan Karakter

dibiasakan untuk berdoa sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing. Diharapkan hal ini akan selalu mengingatkan peserta didik akan nilai-nilai dan norma-norma mulia pada setiap ajaran agama. Selain itu, pemberian materi atau kisahkisah kebajikan yang disisipkan pada setiap matakuliah juga akan menyegarkan memori peserta didik tentang pentingnya menjadi orang yang berbudi pekerti tinggi. c. Sistem Penilaian Saat ini sistem penilaian lebih banyak didasarkan pada kemampuan kognitif dan psikomotorik yang melihat pada hasil ujian tertulis ataupun ujian praktek, kemampuan afektif masih belum dianggap sebagai salah satu faktor penentu. Mungkin ada beberapa pendidik yang sudah menerapkan faktor: keterlambatan, aktifitas di kelas, pola tutur kata, dan sebagainya, sebagai faktor yang mempengaruhi penilaian. Namun, akan lebih terasa jika hal tersebut dijadikan sebagai kebijakan perguruan tinggi. Artinya, semua pendidik wajib memasukkan unsur-unsur afektif sebagai faktor penentu dalam sistem penilaian. Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.

58

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik. Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah. Dengan demikian, pola pembinaan kepribadian dan karakter harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan dengan melibatkan aspek pengetahuan (knowledge), perasaan (feeling), tindakan (acting). Pendidikan karakter juga bisa ditanamkan dalam setiap lini pendidikan, baik di lingkungan

59

Pendidikan Karakter

keluarga, masyarakat, dan persekolahan. Landasan paling ideal dalam pendidikan karakter adalah nilai-nilai iman dan takwa. Dengan begitu, diharapkan siswa menjadi sosok yang mampu mengembangkan kepribadian dan memiliki karakter yang tangguh, mandiri, memahami hak dan kewajiban, bertanggungjawab, disiplin dan kuat dalam menghadapi tantangan zaman ke depan.

60

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

BAB III PENDIDIKAN KARAKTER DAN PEMBANGUNAN MORAL BANGSA


A. Problematika Pendidikan Moral di Indonesia

Dunia pendidikan pada saat sekarang memang sedang menghadapi tantangan yang sangat serius. Di antara tantangan yang paling krusial adalah masalah karakter anak didik. Secara umum persoalan berat yang dihadapi bangsa saat ini sebagai akibat era globalisasi adalah terjadinya interaksi dan ekspansi kebudayaan yang di tandai dengan semakin berkembangnya pengaruh budaya pengagungan material secara berlebihan (materialistik), pemisahan kehidupan duniawi dari supremasi agama (sekularistik), dan pemujaan kesenangan indera mengejar kenikmatan badani (hedonistik). Gejala ini merupakan penyimpangan jauh dari budaya luhur turun temurun serta merta telah memunculkan berbagai bentuk Kriminalitas, Sadisme, Krisis moral secara meluas.

61

Pendidikan Karakter

Fenomena dunia pendidikan juga akhir-akhir ini seringkali mendapat sorotan yang tajam. Tawuran antar pelajar, pergaulan a-susila dikalangan pelajar dan mahasiswa, kecabulan pornografi nyaris tak terbendung, sebahagian cendekiawan berminat tinggi terhadap kehidupan non-science asyik mencari kekuatan gaib belajar sihir, mencari jawaban dari paranormal, menyelami black-magic dan mempercayai mistik. Diperparah oleh limbah budaya barat berbentuk sensate-culture yang selalu bertalian dengan hedonistik dengan orientasi hiburan selera rendah 3-S tourisme sun-see-sex dan gaya hidup konsumeristis, rakus, boros, cinta mode, pergaulan bebas sex, individualistik kebebasan salah arah lepas dari kawalan agama dan adat luhur dengan tampilan permissivesness dan anarkis. Budaya sensatehttp://buyamasoedabidin.wordpress.com/ wp-admin/ - _ftn1 memuja nilai rasa panca indera, menonjolkan keindahan sebatas yang di lihat (tonton), di dengar, dirasa, di sentuh, dicicipi, dengan tumpuan kepada sensual, erotik, seronok, mengutamakan kesenangan badani (jasmani). Orientasinya hiburan melulu, terlepas dari kawalan agama, adat luhur, moral akhlak, ilmu dan filsafat, dan tercerabut dari budaya dan nilainilai normatif lainnya. Seni dibungkus selimut art for arts sake, sensual, eksotik, erotik, horor, yang lazimnya melahirkan klub malam, night club, kasino dan panti pijat. Budaya sensate ini dipertajam dampaknya dalam kehidupan remaja oleh budaya popular kekota (urban popular culture) yang hedonistik, dan berkembang lagi US culture imperialisme (uncle Sam Culture) dan the globalization of lifestyle gaya hidup global.
62

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Perilaku sedemikian banyak melahirkan split personalities, pribadi yang terbelah too much science too little faith, lebih banyak ilmu dengan tipisnya kepercayaan keyakinan agama, berkembangnya paham nihilisme budaya senang lenang (culture contenment). Kalangan anak sekolah dijangkiti kebiasaan bolos sekolah, nyontek saat ujian, minuman keras, kecanduan narkoba, geng motor, kesukaan judi dalam urban popular culture, musro, worldwide sing, dan sejenisnya. Para remaja cenderung bergerak menjadi generasi buih terhempas dipantai menjadi suatu generasi yang bergerak menjadi X-G the loses generation dan tidak berani ikut serta didalam perlombaan ombak gelombang samudera globalisasi. Pada hakekatnya semua prilaku a-moral tersebut lahir karena lepas kendali dari nilai-nilai agama dan menyimpang jauh terbawa arus deras keluar dari alur budaya luhur bangsa. Kondisi seperti itu telah memberikan penilaian buruk terhadap dunia pendidikan pada umumnya. Penyelenggaraan pendidikan berbasis karakter pada dasarnya telah sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

63

Pendidikan Karakter

Pembinaan karakter sesungguhnya memiliki urgensitas yang sangat tinggi dalam membagun moral anak bangsa. Oleh karena itu sudah seharusnya pembinaan karakter termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan saat ini hanya mengedepankan penguasaan aspek keilmuan dan kecerdasan anak. Jika anak sudah mencapai nilai atau lulus dengan nilai akademik memadai/di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) maka pendidikan dianggap sudah berhasil. Adapun pembentukan karakter dan nilai-nilai budaya bangsa di dalam diri siswa semakin terpinggirkan. Banyak kebijakan dalam pendidikan yang justru kontraproduktif terhadap pengembangan karakter siswa. Sebut saja misalnya kebijakan ujian nasional (UN) yang dipercaya dapat menggenjot motivasi siswa untuk belajar supaya lulus UN. Kebijakan tersebut justru mengarah pada praksis pendidikan yang melahirkan peraturan dan sistem yang berbasis pada model reward and punishment. Model seperti itu hanya akan menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat sementara dan terbatas, tapi hanya sedikit bahkan tidak memberikan pengaruh pada pembentukan karakter anak untuk jangka panjang.
64

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Bahkan kalau kita amati pada tataran pelaksanaan UN di lapangan, begitu banyak praktik penyelewengan dan kecurangan yang bertentangan dengan prinsip pendidikan itu sendiri. Hal itu justru yang akan merusak karakter anak didik yang sudah sekian lama diusahakan dibangun dalam lingkungan sekolah. Hilangnya nilai-nilai kejujuran, integritas, dapat dipercaya adalah harga yang harus dibayar dalam praksis pendidikan yang menegasikan karakter positif anak didik. Menurut Franz Magnis-Suseno, guru besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, yang dibutuhkan bukan hanya karakter kuat, tetapi juga benar, positif, dan konstruktif. Namun, untuk membentuk anak-anak didik yang berkarakter kuat tidak boleh ada feodalisme para pendidik. Jika pendidik membuat anak menjadi manutan dengan nilai-nilai penting, tenggang rasa, dan tidak membantah, karakter anak tidak akan berkembang. Kalau kita mengharapkan karakter, anak itu harus diberi semangat dan didukung agar ia menjadi pemberani, berani mengambil inisiatif, berani mengusulkan alternatif, dan berani mengemukakan pendapat yang berbeda. Ia harus diajarkan untuk berpikir sendiri.. Character education quality standards merekomendasikan bahwa pendidikan akan secara efektif mengembangkan karakter anak didik ketika nilai-nilai dasar etika dijadikan sebagai basis pendidikan, menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif dalam membangun dan mengembangkan karakter anak didik serta menciptakan komunitas yang peduli, baik di keluarga, sekolah maupun masyarakat sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan yang

65

Pendidikan Karakter

mengembangkan karakter dan setia dan konsisten kepada nilai dasar yang diusung bersama-sama. 1. Krisis Moral dan Kepribadian Kenakalan remaja lebih banyak disebabkan rusaknya sistim, pola dan politik pendidikan. Kerusakan diperparah oleh hilangnya tokoh panutan, berkembangnya kejahatan orang tua, luputnya tanggung jawab institusi lingkungan masyarakat, impotensi dikalangan pemangku adat, hilangnya wibawa ulama, bergesernya fungsi lembaga pendidikan menjadi lembaga bisnis, dan profesi guru dilecehkan. Pergeseran budaya dengan mengabaikan nilai-nilai budaya dan agama atau pengamatan nilai-nilai tidak komprehensif dan sistematik, melahirkan tatanan hidup masyarakat pengidap penyakit sosial kronis dengan kegemaran berkorupsi. Generasi kedepan wajib digiring menjadi taat hukum dimulai dari lembaga keluarga dan rumah tangga dengan memperkokoh peran orang tua, dan unsur masyarakat secara efektif dalam menularkan ilmu pengetahuan yang segar dengan tradisi luhur kepada generasi pelanjut bertumpu kepada cita rasa patah tumbuh hilang berganti. Menanamkan kesadaran tanggung jawab terhadap hak dan kewajiban asasi individu secara amanah, penyayang dan adil dalam memelihara hubungan harmonis dengan alam, memperkaya warisan budaya dengan setia mengikuti dan mempertahankan, istiqamah pada agama yang dianut,

66

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

teguh politik, kukuh ekonomi, melazimkan musyawarah dengan disiplin dan bijak memilih prioritas pada yang hak sebagai nilai puncak budaya yang benar. Dapat dipahami bahwa kekuatan hubungan ruhaniyah spiritual emosional dengan iman dan taqwa memberikan ketahanan bagi umat dan hubungan ruhaniyah ini akan lebih lama bertahan daripada hubungan struktural fungsional. Hakikatnya generasi yang menjaga destiny, individu yang berakhlak berpegang pada nilai-nilai mulia iman dan taqwa yang dipadukan dengan kerja sama berdisiplin gigih serta memiliki vitalitas tinggi, berjiwa inovatif dengan motivasi yang bergantung kepada Allah akan tampil menjadi penyelesai masalah. Generasi yang patuh kepada Allah dan taat beragama akan berkembang secara pasti menjadi agen perubahan sanggup menghadapi realita baru di era kesejagatan. Adapun di antara penyebab terjadinya krisis moral adalah : 1. Adanya penyimpangan pemikiran dalam sejarah pemikiran manusia yang menyebabkan paradoks antarnilai, misalnya etika dan estetika 2. Hilangnya model kepribadian yang integral, yang memadukan kesalihan dengan kesuksesan, kebaikan dengan kekuatan, dan seterusnya 3. Munculnya antagonisme dalam pendidikan moral 4. Lemahnya peranan lembaga sosial yang menjadi basis pendidikan moral

67

Pendidikan Karakter

Lembaga pendidikan sebagai mesin sosial bertujuan menggerakkan segala dimensi kehidupan kemanusian disegala sektor, sosial, ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, politik dan agama, Seluruh sektor mestinya berkembang saling terkait harmonis serasi dalam menghasilkan suatu bentuk masyarakat madani melalui penjelmaan nilai-nilai bukan pendangkalan. Bila terjadi inequilibrium kelahirannya adalah krisis-krisis: 1. krisis nilai, menyangkut etika individu dan sosial berubah drastik dalam sikap menilai baik buruk, yang padamulanya dalam pandangan luhur dilihat sebagai buruk dan dijauhi bergeser kencang kearah tidak acuh dan bahkan lebih parah mentolerir; 2. krisis konsep pergeseran pandang (view) cara hidup ukuran nilai jadi kabur, sekolahan yang merupakan cerminan idealitas masyarakat tidak bisa bertahan; 3. krisis kridebilitas dengan erosi kepercayaan terpampan di pergaulan orang tua, guru dan tokoh agama pada mimbar-mimbar kehidupan mengalami kegoncangan wibawa; 4. krisis beban institusi pendidikan terlalu besar dengan tuntutan memikul tanggung jawab moral sosial kultural dikekang oleh sisitim dan aturan birokrasi berbelit membelenggu dinamika institusi pada akhirnya tidak mampu (impoten) memikul beban tanggung jawab; 5. krisis relevansi program pendidikan yang mendukung kepentingan elitis non-populis, tidak demokratis, tidak berori-

68

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

entasi kearah kepentingan mempertahankan prestasi eksistensi kemanusiaan dalam kehidupan bermasyarakat namun beralih kepada orientasi prestise keijazahan; membesarnya kesenjangan miskin kaya sehingga kesempatan mendapatkan pendidikan tidak merata dan kemudian yang terjadi adalah kurangnya idealisme (citra remaja) tentang peran dimasa datang. Generasi yang mampu mencipta menjadi syarat utama keunggulan. 2. Bergesernya Nilai-nilai Etika dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Menurut Garbarino & Brofenbrenner (dalam Vasta, 1992), jika suatu bangsa ingin bertahan hidup, maka bangsa tersebut harus memiliki aturan-aturan yang menetapkan apa yang salah dan apa yang benar, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, apa yang adil dan apa yang tidak adil, apa yang patut dan tidak patut. Oleh karena itu, perlu ada etika dalam bicara, aturan dalam berlalu lintas, dan aturan-aturan sosial lainnya. Jika tidak, hidup ini akan semrawut karena setiap orang boleh berlaku sesuai keinginannya masingmasing tanpa harus mempedulikan orang lain. Akhirnya antar sesama menjadi saling menjegal, saling menyakiti, bahkan saling membunuh, sehingga hancurlah bangsa itu. Pembangunan nasional dalam segala bidang yang telah dilaksanakan selama ini memang mengalami berbagai kemajuan. Namun, di tengah-tengah kemajuan tersebut terdapat dampak negatif, yaitu terjadinya pergeseran

69

Pendidikan Karakter

terhadap nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pergeseran sistem nilai ini sangat nampak dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, seperti penghargaan terhadap nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial, musyawarah mufakat, kekeluargaan, sopan santun, kejujuran, rasa malu dan rasa cinta tanah air dirasakan semakin memudar. Perilaku korupsi masih banyak terjadi, identitas ke-kami-an cenderung ditonjolkan dan mengalahkan identitas ke-kita-an, kepentingan kelompok, dan golongan seakan masih menjadi prioritas. Ruang publik yang terbuka dimanfaatkan dan dijadikan sebagai ruang pelampiasan kemarahan dan amuk massa. Benturan dan kekerasan masih saja terjadi di mana-mana dan memberi kesan seakan-akan bangsa Indonesia sedang mengalami krisis moral sosial yang berkepanjangan. Banyak penyelesaian masalah yang diakhiri dengan tindakan anarkis dan cenderung. Aksi demontrasi mahasiswa dan masyarakat seringkali melewati batasbatas ketentuan, merusak lingkungan, bahkan merobek dan membakar lambang-lambang Negara yang seharusnya dijunjung dan dihormati. Hal tersebut, menegaskan bahwa telah terjadi pergeseran nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bisa jadi kesemua itu disebabkan belum optimalnya upaya pembentukan karakter bangsa, kurangnnya keteladanan para pemimpin, lemahnya budaya patuh pada hukum, cepatnya penyerapan budaya global yang negatif dan ketidakmerataan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.
70

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

3. Memudarnya Kesadaran terhadap Nilai-nilai Budaya Bangsa Pembangunan di bidang budaya telah mengalami kemajuan yang ditandai dengan meningkatnya pemahaman terhadap keberagaman nilai-nilai budaya bangsa. Namun arus budaya global yang sering dikaitkan dengan kemajuan di bidang komunikasi mencakup juga penyebaran informasi secara mendunia melalui media cetak dan elektronika berdampak tehadap ideologi, agama, budaya dan nilai-nilai yang dianut manyarakat Indonesia. Pengaruh arus deras budaya global yang negatif menyebabkan kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa dirasakan semakin memudar. Hal ini tercermin dari perilaku masyarakat Indonesia yang lebih menghargai budaya asing dibandingkan budaya bangsa, baik dalam cara berpakaian, bertutur kata, pergaulan bebas, dan pola hidup konsumtif, serta kurangnya penghargaan terhadap produk dalam negeri. Berdasarkan indikasi di atas, globalisasi telah membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia, terutama masyarakat kalangan generasi muda yang cenderung mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan upaya dan strategi yang tepat agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa sehingga tidak kehilangan kepribadian sebagai bangsa Indonesia.
71

Pendidikan Karakter

4. Disorientasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Filosofi dan Ideologi Bangsa Pancasila sebagai kristalisasi nilai-nilai kehidupan masyarakat yang bersumber dari budaya Indonesia telah menjadi ideologi dan pandangan hidup. Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan ideologi negara dan sebagai dasar negara. Pancasila sebagai pandangan hidup mengandung makna bahwa hakikat hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dijiwai oleh moral dan etika yang dimanifestasikan dalam sikap perilaku dan kepribadian manusia Indonesia yang proporsional baik dalam hubungan manusia dengan yang maha pencipta, dan hubungan antara manusia dengan manusia, serta hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Namun dalam kehidupan masyarakat prinsip tersebut tampak belum terlaksana dengan baik. Kekerasan (domestik maupun nasional) dan hempasan globalisasi sampai kepada korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) masih belum dapat diatasi. Masalah tersebut muncul karena telah terjadi disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila yang diakui kebenarannya secara universal. Pancasila sebagai sumber karakter bangsa yang dimaksudkan adalah keseluruhan sifat yang mencakup perilaku, kebiasaan, kesukaan, kemampuan, bakat, potensi, nilai-nilai, dan pola pikir yang dimiliki oleh sekelompok manusia yang mau bersatu, merasa dirinya bersatu, memiliki kesamaan nasib, asal, keturunan, bahasa, adat dan sejarah Indonesia.

72

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

B. Pendidikan Karakter: Solusi Pendidikan Moral yang Efektif

Menurut Ratna Megawangi, salah satu kegagalan pendidikan di Indonesia karena sistem pendidikan nasional belum mempunyai kurikulum pendidikan karakter, namun hanya ada mata pelajaran tentang pengetahuan karakter (moral) yang tertuang dalam pelajaran Agama, Kewarganegaraan, dan Pancasila. Terlebih lagi proses pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik hanya hafalan sehingga tidak bisa mengubah perilaku menjadi baik. Pembinaan perilaku dan etika anak didik merupakan pembinaan yang sangat baik, dan merupakan suatu pembinaan dasar yang utama bagi seluruh mahluk dalam kehidupan bermasyarakat. Pembinaan tersebut bertujuan untuk melatih perbuatan, ucapan, dan pikiran. Agar selalu berbuat kebaikan dan mencegah kesalahan yang dapat menghasilkan penderitaan bagi diri kita sendiri dan orang lain. Didalam pembinaan perilaku dan etika, para siswa ditekankan untuk menghindari perbuatan yang menghasilkan penderitaan. Sebagai contoh dalam pembinaan perilaku dan etika, siswa dilarang untuk mencuri, berbohong, menyontek karena melakukan perbuatan tersebut, kita telah membuat orang lain menderita atau merasa dirugikan. Sehingga pembinaan ini tampaknya penuh dengan berbagai larangan, dan aturan. Pembinaan perilaku dan etika anak didik ditetapkam untuk mengetahui penyebab/ salinan awal terjadinya perbuatan yang tidak baik. Dengan mengetahui penyebabnya untuk memahami sumber awal timbulnya maka dapat ditemukan cara yang tepat,

73

Pendidikan Karakter

maka dapat ditemukan cara pembinaan yang tepat, sehingga para siswa tidak akan mengulangi perbuatannya tadi. Sebagai contoh, dimana pembinaan perilaku dan etika untuk mencegah dan menghentikan kita untuk berbuat yang tidak baik. Keinginan yang timbul untuk melakukan perbuatan ini kadang muncul dengan kuatnya, dengan pembinaan perilaku dan etika yang kuat tentu kita dapat menahan diri untuk tidak mengikuti keinginan ini. Setelah beberapa saat, timbul lagi keinginan tersebut yang mendorong kita untuk melakukan. Kali ini disertai dengan berbagai alasan yang timbul, untuk membuat kita tidak merasa benar-benar bersalah. Dengan Pembinaan perilaku dan etika yang kuat, tentu kita masih dapat mengatasinya. Gambaran keinginan ini terus timbul kembali bahkan hingga berhari-hari, berbulan-bulan, dan bertahun-tahun. Setiap kali ditolak, setiap kali pula mereka akan muncul kembali, bahkan kedatangnya disertai berbagai macam alasan yang membujuk dan membuat kita lebih tidak merasa bersalah bila melakukannya. Alasan ini bermacam bentuk seperti: Hanya sekali saja, Sekali ini saja, lalu tobat,Orang lain udah sering melakukan, kita coba aja sekali inidan sebagainya Pembinaan perilaku dan etika tidak menfokuskan pada pembinaan melawan berbagai keinginan yang timbul satu persatu tanpa hentinya sepwerti pada gambar Pembinaan perilaku dan etika akan memahami sumber awal. Mereka akan memahami bahwa gambaran pikiran adalah sumber awal timbulnya semua keinginan-keinginan yang selalu memperdaya itu.
74

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Menurut Lickona dkk (2007) terdapat 11 prinsip agar pendidikan karakter dapat berjalan efektif: (1) kembangkan nilai-nilai etika inti dan nilai-nilai kinerja pendukungnya sebagai fondasi karakter yang baik, (2) definisikan karakter secara komprehensif yang mencakup pikiran, perasaan, dan perilaku, (3) gunakan pendekatan yang komprehensif, disengaja, dan proaktif dalam pengembangan karakter, (4) ciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian, (5) beri siswa kesempatan untuk melakukan tindakan moral, (6) buat kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang menghormati semua peserta didik, mengembangkan karakter, dan membantu siswa untuk berhasil, (7) usahakan mendorong motivasi diri siswa, (8) libatkan staf sekolah sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi tanggung jawab dalam pendidikan karakter dan upaya untuk mematuhi nilai-nilai inti yang sama yang membimbing pendidikan siswa, (9) tumbuhkan kebersamaan dalam kepemimpinan moral dan dukungan jangka panjang bagi inisiatif pendidikan karakter, (10) libatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter, (11) evaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter, dan sejauh mana siswa memanifestasikan karakter yang baik. Dalam pendidikan karakter penting sekali dikembangkan nilai-nilai etika inti seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain bersama dengan nilai-nilai kinerja pendukungnya seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan kegigihan--sebagai basis karakter yang baik. Sekolah harus berkomitmen untuk

75

Pendidikan Karakter

mengembangkan karakter peserta didik berdasarkan nilainilai dimaksud, mendefinisikannya dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari, mencontohkan nilai-nilai itu, mengkaji dan mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar dalam hubungan antarmanusia, dan mengapresiasi manifestasi nilai-nilai tersebut di sekolah dan masyarakat. Yang terpenting, semua komponen sekolah bertanggung jawab terhadap standar-standar perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti. Karakter yang baik mencakup pengertian, kepedulian, dan tindakan berdasarkan nilai-nilai etika inti. Karenanya, pendekatan holistik dalam pendidikan karakter berupaya untuk mengembangkan keseluruhan aspek kognitif, emosional, dan perilaku dari kehidupan moral. Siswa memahami nilai-nilai inti dengan mempelajari dan mendiskusikannya, mengamati perilaku model, dan mempraktekkan pemecahan masalah yang melibatkan nilai-nilai. Siswa belajar peduli terhadap nilai-nilai inti dengan mengembangkan keterampilan empati, membentuk hubungan yang penuh perhatian, membantu menciptakan komunitas bermoral, mendengar cerita ilustratif dan inspiratif, dan merefleksikan pengalaman hidup. Dengan demikian, proses pembangunan anak didik yang harus ditempuh, melalui penguatan pendidikan antara lain : 1. Tahap kesadaran tinggi (to create the high level awareness), kesadaran tentang perlunya perubahan dan dinamik yang futuristik. Langkahnya perlu dengan penggarapan secara sistematik dan pendekatan proaktif mendorong terban-

76

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

gunnya proses pengupayaan (the process of empowerment). 2. Tahap perencanaan dengan rangka kerja yang terarah, terencana mewujudkan keseimbangan dan minat (motivasi) dan gita kepada iptek, keterampilan dan pemantapan strategi. Aspek pendidikan dan latihan adalah faktor utama dalam pengupayaan. Konsep-konsep visi, misi, selalu terbentur dalam pencapaian oleh karena lemahnya metodologi dalam operasional pencapaiannya. Perkembangan cyber space, internet, informasi elektronik dan digital, walaupun kenyataannya sering terlepas dari sistim nilai dan budaya sangat cepat terkesan oleh generasi muda yang cenderung cepat dipengaruhi oleh elemen-elemen baru yang merangsang. 3. Tahap aktualisasi secara sistematis (the level of actualization). Bila pendidikan ingin dijadikan modus operandus disamping kurikulum ilmu terpadu dan holistik, sangat perlu pembentukan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan yang sedari awal mendapatkan pembinaan. Pendekatan integratif dengan mempertimbangkan seluruh aspek metodologis berasas kokoh tamaddun yang holistik dan bukan utopis. Oleh karena itu, lembaga-lembaga (institusi) di tuntut adil, demokratis, persamaan dan usaha ilmiah sistematis yang mampu merumuskan epistemologi dan aksiologihttp:// buyamasoedabidin.wordpress.com/wp-admin/ - _ftn5 dengan memberikan penekanan kepada :

77

Pendidikan Karakter

1. Rumusan ulang kiblat (arah), acuan orientasi pengembangan pendidikan agama. Fenomena dimasa Orde Baru pengembangan pendidikan terlihat arahnya ke barat, kebebasan, dan akibat terasa mengikis karakteristik asli pendidikan agama yaitu akhlak; 2. Revitalisasi pendidikan agama, diajarkan oleh seluruh komponen masyarakat, muatan pendididkan agama terlihat pada seluruh mata pelajaran memaparkan apa adanya dan membimbing kepada yang seharusnya berdasarkan paradigma tauhid membentuk suatu iklim pendidikan agama terasa pada seluruh lembaga sekolah, masyarakat, rumah tangga); 3. Kewajiban perguruan tinggi memikul beban moral intelektual sebagai bangsa; 4. Buku dasar pegangan mesti memiliki kesamaan visi dan misi mengacu kepada platform yang sama. 5. Tujuan pendidikan yang akan dikembangkan adalah pendidikan akhlak, budi pekerti. Pendidikan moral generasi dengan membangun akhlak, penghormatan terhadap orang tua, mengenal kehidupan duniawi yang bertaraf perbedaan, adab percakapan ditengah pergaulan, keteguhan memilih dan mengamalkan nilai-nilai kebajikan, yang akan menjadi kekuatan moral. Kuatnya iman dan teraturnya ketaatan kepada tuhan bagi generasi muda
78

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

menjadi awal langkah menuju ketahanan bangsa.


C. Pembinaan Karakter Anak Sejak Usia Dini

Berdasarkan tahap perkembangan, pada prinsipnya anak yang memiliki kualitas karakter yang rendah mereka umumnya termasuk anak-anak yang memiliki kecenderungan tingkat perkembangan sosio-emosionalnya yang rendah, sehingga kemungkinan terbesar anak-anak yang termasuk kategori ini beresiko mengalami kesulitan dalam interaksi sosial, ketidakmampuan mengontrol diri sehingga pada gilirnnya akan menyebabkan mereka mengalami kesulitan belajar. Berdasarkan pikiran-pikiran yang telah dikemukakan di atas, semakin menunjukkan bahwa penanaman dan pembinaan kepribadian dan karakter terhadap anak memiliki kedudukan dan peranan yang strategis dan berkontribusi besar terhadap keberhasilan dalam kehidupan selanjutnya. Dalam hal ini Erikson menyebutkan bahwa anak adalah gambaran awal manusia menjadi manusia, yaitu masa di mana kebajikan berkembang secara perlahan tapi pasti (dalam Hurlock, 1981). Dengan kata lain, bila dasar-dasar kebajikan gagal ditanamkan pada anak di usia dini, maka dia akan menjadi orang dewasa yang tidak memiliki nilai-nilai kebajikan. Selanjutnya, White (dalam Hurlock, 1981)menyatakan bahwa usia dua tahun pertama dalam kehidupan adalah masa kritis bagi pembentukan pola penyesuaian personal dan sosial. Dari paparan ini dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan kualitas moral dan mental seseorang yang pembentukannya dipengaruhi oleh faktor bawaan (fitrah -

79

Pendidikan Karakter

nature) dan lingkungan (sosialisasi atau pendikan nurture). Potensi karakter yang baik dimiliki manusia sebelum dilahirkan, tetapi potensi tersebut harus terus-menerus dibina melalui sosialisasi dan pendidikan sejak usia dini. Untuk itu pola pembinaan yang tepat dalam mendampingi anak sudah seharusnya menjadi perhatian serius dari segenap elemen baik pendidik, orang tua dan lingkungan sekitar. Karena keberhasilan dalam mewujudkan pendidikan karakter menitik beratkan pada ke tiga elemen tersebut. Pola pembinaan anak didik yang dilakukan menyangkut beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam membinaan perilaku dan etika, yakni. a. Membiasakan Kejujuran. Setiap orang baik guru maupun orang tua wajib menanamkan nilai kejujuran pada anak dalam setiap ucapan dan perbuatan. Apabila aspek ini diabaikan, maka anak akan menjadi generasi pendusta; b. Membiasakan Keadilan. Adil adalah sikap yang mampu mengontrol perilaku dan etika, sehingga mampu bersikap bijaksana dalam bertindak. c. Membiasakan meminta Izin. Apabila aspek ini diterapkan, maka ketika dewasa siswa tersebut sudah terbiasa untuk meminta izin kepada orang tua, teman, saudara, ketika hendak mengambil sesuatu dan meninggalkan tempat dimanapun ia berada. d. Membiasakan Bicara dengan Baik.Etika berbicara akan berpengaruh pada perilaku siswa dalam berinteraksi dengan

80

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

individu lain. Hal ini menentukan apakah dia akan dihargai atau tidak oleh lingkungan. e. Membiasakan Makan dan Minum dengan Baik. Etika makan dan minum diantaranya : mencuci tangan sebelum makan, membaca basmalah sebelum dan hamdalah setelah makan, makan dengan tangan kanan, tidak sambil bersandar, tidak boleh mencela makanan, dan tidak boleh berlebihan. f. Membiasakan Bergaul yang Baik. Di sekolah hendaknya diciptakan lingkungan yang baik untuk siswa berinteraksi sesama, dan dengan elemen sekolah. g. Membiasakan Kasih Sayang. Kasih sayang berpengaruh penting dalam menentukan sikap dan tingkah laku kejiwaan seseorang. h. Memberikan Penghargaan. Penghargaan akan menumbuhkan sikap percaya diri pada siswa. Keberhasilan siswa dapat dihargai dengan senyuman, pujian, tepuk tangan, dan katakata. Apabila gagal tetap perlu dihargai atas kemauan dan keberaniannya untuk mencoba usaha tersebut. Ajari Anak Berperilaku Jujur Jujur dapat diartikan sesuainya ucapan lisan dengan kenyataan. Dan dalam pengertian yang lebih umum adalah sesuainya lahir dan batin. Jujur termasuk akhlak utama yang terbagi menjadi beberapa bagian. Al-Harits al-Muhasibi rahimahullah berkata: Ketahuilah semoga Allah memberi rahmat kepadamu sesungguhnya jujur dan ikhlas adalah pondasi segala sesuatu. Maka dari sifat jujur,

81

Pendidikan Karakter

tercabang beberapa sifat, seperti: sabar, qanaah, zuhud, dan ridha. Dan dari sifat ikhlas tercabanglah beberapa sifat, seperti: yakin, khauf (takut), mahabbah (cinta), ijlal (membesarkan), haya` (malu), dan tadzim (pengagungan). Jujur terdiri dari tiga bagian yang tidak sempurna kecuali dengannya: 1Kejujuran hati dengan iman secara benar. 2 Niat yang benar dalam perbuatan. 3 Katakata yang benar dalam ucapan. Dasar pada lisan adalah memelihara dan menjaga, karena ketergelincirannya sangat banyak dan kejahatannya tak terhingga. Maka waspada darinya dan berhati-hati dalam menggunakannya adalah lebih taqwa dan lebih wara. Maka apabila engkau menemukan seseorang yang tidak perduli terhadap omongannya dan banyak bicara, maka ketahuilah sesungguhnya ia berada di atas bahaya besar. Karena banyak bicara merupakan tempat terjerumus dalam kebohongan dengan menceritakan sesuatu yang tidak pernah terjadi, saat ia tidak mendapatkan pembicaraan, atau dengan mengutip berita seseorang yang pendusta sedangkan dia mengetahui-, maka ia termasuk salah seorang pembohong. Setiap akhlak yang baik, bisa diusahakan dengan membiasakannya dan bersungguh-sungguh menekuninya, serta berusaha mengamalkannya, sehingga pelakunya mencapai kedudukan yang tinggi, naik dari tingkatan pertama kepada yang lebih tinggi darinya dengan akhlaknya yang baik. Di antara pengaruh kejujuran adalah teguhnya pendirian, kuatnya hati, dan jelasnya persoalan, yang memberikan ketenangan kepada pendengar. Dan di antara tanda dusta adalah

82

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

ragu-ragu, gagap, bingung, dan bertentangan, yang membuat pendengar merasa ragu dan tidak tenang. Penyebab Anak Berdusta Salah satu dari keistimewaan jiwa manusia adalah bahwasanya jiwa tersebut dipengaruhi ileh keinginan-keinginan dan kekhawatiran baik anak-anak maupun orang dewasa. Orang dewasa menyatakan keinginan dan kekhawatirannya dengan ucapan dan perbuatan sementara kalau anak-anak telah terbiasa berdusta dalam ucapannya. Jelas, dusta pada anak disebabkan oleh dua faktor tersebut atau salah satunya: Rasa takut dan khawatir, seperti misalkan takut akan sangsi atau takut akan kewajiban atau khawatir dengan kebodohan seperti dizhalimi atau pun difitnah Keinginan untuk merealisasikan suatu keinginann atau maksud. Seperti umpamanya keinginan untuk puas, ingin memiliki atau ingin bersahabat dengan siapa saja atau cinta kekuasaan dan keinginan-keinginan yang lainnya. Berawal dari keinginan atau kekhawatiran tersebut akan berkembang seiring dengan perkembangan daya imajinasi sang anak, spontanitas, ketidakpekaan dengan norma-norma masyarakat serta aturan agama. Oleh karena itu tak ada alas an bagi para juru pendidik terutama orang tua untuk mempelajari keinginan-keinginan si anak, dan selalu memantau seluruh interaksi dan berupaya untuk menghilangkan kekhawatiran si anak. Atau menghilangkan rasa kekhawatiran anak dengan memenuhi keinginannya dengan tindakan-tindakan yang nyata

83

Pendidikan Karakter

dengan tetap dalam koridor-koridor social, serta rambu-rambu agama. Dan yang terakhir dengan mengaitkan semua itu dengan dosa dan pahala. Sebagai juru pendidik harus berupaya untuk menghilangkan kebiasaan buruk yang telah tertanam dalam diri anak, seperti dusta dengan cara memotivasi sang anak dengan perbuatanperbuatan nyang baik seperti misalkan dengan kejujuran. Jelas sekali ini adalah contoh yang baik terhadap masa depan karakter sang anak. Pada dasarnya memang dusta itu sendiri adalah bukanlah seseuatu yang fitrah, melainkan ia tercipta dan terbuntuk dalam diri manusia karena kebiasaan yang telah mengakar dalam jiwa mereka. Dan kita telah tahun bahwasanya kejujuran lebih menunjol ketimbang dengan dusta itu sendiri. Jadi intinya dusta itu lahir dari kebiasaan yang terus berulang-ulang. Banyak sebab dari terjadinya kecendrungan sang anak untuk berdusta. Dan pada umumnya yang menjadi pemicu dari terjadinya hal buruk tersebut adalah disebabkan oleh beberapa faktor seperti dibawah ini: Kekuatan daya imajinasi yang kuat Biasanya pada usia sekitar 4 tahunan sang anak baru memulai mengkhayalkan berbagai kejadiaan. Namun kejadiankejadian yang dikhayal adalah kejadian tidak nyata, atau tidak beraturan. Misalkan sia anak menceritakan sebuah kejadian yang sebenarnya tidak pernah terjadi, dan menjadi relitas yang sesungguhnya. Sebab pada usia ini biasanya kekuatan daya
84

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

imajinasi anak masih luas-luasnya dan menyerupai khayalan yang mengada-ngada seperti imajinasi seoorang penyair yang pawai. Dan khayal yang semacam ini tidak dianggap dusta karena khayal ini bukanlah dikarenakan fitrah yang buruk. Bagi anak, mungkin cerita ini memberikan kepuasan tersendiri dan sebagai bentuk hiburan bagi dirinya. Makanya seorang juru didik yang profosional akan lebih focus untuk selalu mendampingi atau memberikan pengarahan yang benar. Rasa ingin memiliki Untuk zaman saat ini telah menjadi realitas seorang anak itu sering kali mendakwakan keinginannya untuk memiliki sesuatu seperti mainan-mainan, pakaian yang bagus, atau pun yang lainnya. Padahal is tidak memilikinya. Dan dakwa ini dianggap dusta, namun dakwaan ini memberikan kepuasan seolah-olah ia mangaku bahwa dihadapannya ada sebuah mainan atai bendadenda mati lainnya. Dan ketika ia bangun, ia makan, ketawa, berjingkrak dan bermain. Rasa ingin menampakkan dan menarik perhatian Seorang anak memang terkadang mengaku-ngaku sudah melakukan berbagai percobaan aneh, seperti bercerita pernah berkunjung ketempat wisata, padahal sebenarnya tidak. Dan terdang seorang anak melebih-lebihkan dalam melukiskan apa yang telah dia beritahukan. Semua ini bertujuan untuk membesarkan namanya atau menarik perhatian temantemannya, sehingga dia menjadi pusat perhatian. Ingat semua ini tercipta dari emosional seorang anak. Seperti itu pula,

85

Pendidikan Karakter

terkadang ketika seorang anak mengaku-ngaku bahwa ia telah mengunjungi ke beberapa rumah teman-temannya, tiba-tiba ada pencuri dan anak itu berhasil menangkapnya. Dikarenakan tradisi atau panutan Terkadang terciptanya dusta pada anak itu karena dilatar belakangi oleh panutan dari kedua orang tuanya. Seperti si anak tidak menerima pesan atau panggilan seseorang melalui henponnya, sekalipun sebenarnya dia telah menerimanya. Atau karena ibunya yang mengajak untuk membeli mainan di pasar, tapi sebaliknya si ibu ternyata mengajak didokter untuk diberi suntikan. Menghindari hukuman Kadang seorang akan akan pura-pura sakit bila misalkan ia mendapat nilai yang rendah dalam belajar, atau tatkala pihak sekolah mengirimkan surat teguran kepada orang tuanya agar ia dapat hadir ke sekolah. Bahkan boleh jadi ia berbohong untuk mempertahannkan kepercayaan kedua orang tuanya dan guruguru sekolahnya. Ingin balas dendam Seorang anak terkadang berbohong hanya gara-gara ingin balas dendam kepada orang lain, misalkan seseorang nmencoba untuk melimpahkan berbagai tuduhan kepada orang lain dengan berbagai macam alasan sekalipun sebenarnya alasan tersebut tidak benar, hingga orang yang ditimpakan tuduhan itu mendapat hukuman atau celaan yang teman-teman sekitar. Biasanya semua ini dikarenakan perasaannya tidak mendapatkan

86

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

persamaan dalam berintraksi dengan beberapa teman-temannya, hingga dia terdorong untuk balas dendam. Egois Faktor yang lain yang bisa mendorong seorang anak berbohong adalah keinginan untuk mendapatkan bagian keistimewaan yang tidak didapatkan olah orang lain. Inilah yang dikatakan egois. Sebagai contohnya yaitu tatkala seorang anak meminta kepada bapaknya sejumlah uang dengan alasa bahwa ibunya memintanya untuk membelikan keperluan rumah tangga, sementara ia sebenarnya ingin membeli keinginan dirinya. Demikianlah berbagai gejala terciptanya seorang anak bisa berdusta. Seorang anak memaparkan beberapa pengakuan yang bukan sebenarnya. Dan jelas sangat sulit untuk mencari terapinya. Hal ini dipicu dengan keseriusan akibat dusta itu sendiri yang juga berimplikasi kepada lahirnya penyakit-penyakit yang sangat buruk. Namun demi sangbuah hati menjadi insan yang baik dan bisa dijadikan panutan serta harapan masa depannya maka mau tidak mau kita harus terus aktif dalam mengawasi terjadinya dusta ini. Apalagi telah menjadi kewajiban kita bersama untuk menggiring anak-anak kita kepada hal-hal yang baik demi menyelamatkan dirinya dikemudian hari. Mendidik Anak Untuk Jujur Apabila seorang anak berdusta sebagai akibat dari cara yang telah diterapkan di rumah maupun di sekolah salah, sejal ini harus dirubah agar tidak berkibat fatal terhadap pertumbuhan si anak. Adapaun cara-cara yang bisa sebagai berikut:
87

Pendidikan Karakter

Keras dalam menjatuhkan sanksi kepada anak Memanjakan anak Memberikan keistimewaan terhadap beberapa orang anak a. Keras dalam menjatuhkan sanksi seorang guru atau orang tua yang suka menjatuhkan hukuman keras atau memberikan sanksi terhadap sang anak yang telah berbuat salah, bisa mengobati kekerasan ini apabila ia memahami beberapa hal berikut: Mengetahui terhadap hakikat kekerasan itu sendiri Bahaya serta akibatnya Cara merubahnya Hakikat kekerasan dalam menghukum anak adalah termasuk dari penyimpangan tingkah laku seorang juru didik, buruknya pemahaman terhadap kondisi jiwa sang anak, karakter, kebutuhan serta keinginan-keinginan sang anak, tidak adanya kemampuan dan penghormatan terhadap anak, dan juga ketidaktahuan terhadap cara-cara yaqng benar dalam mendidik anak atau mengatasi permasalahan yang diperbuat oleh anak. Bahkan dalam Islam menolak terhadap cara keras dalam memberikan hukuman kepada anak. Islam menganggap bahwasanya seorang anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Dan keburukan-keburukan pada anak itu merupakan sesuatu yang datang belakangan. Rasulullah SAW bersabda:
88

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Tiada seorang pun yang lahir melainkan ia dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia yahudi, atau menashikannya atau pun menjadikannya seorang Majusi. (HR Al-Bukhari) Oleh karena itu Islam tidak menerapkan hukuman dalam mendidik anak atas dasar hukuman dengan kekerasan, melainkan Islam menganjurkan agar kita ramah dan lembut dalam memperlakukan anak. Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah Maha Lembut dan Dia mencintai kelembutan. Dia mengaruniakan kelembutan dan bukan kekerasan. Dan Dia tidak mengaruniakan sesuatu selain itu (HR Al-Bukhari) Sudah jelas kalau cara kekerasan dalam mendidik anak itu tidak baik untuk diterapkan oleh seorang guru atau orang tua. Karena cara kekerasan itu tidak diajarkan oleh Islam. Jadi cara-cara hukuman keras terhadap anak itu harus durubh demi perktumbuhan mentalitas sang anak. Bahaya dari sanksi keras Kekerasan adalah memiliki efek negative bagi bertumbuhan anak baik secara fisik, mental, serta akal dikemudian hari. Sebab cara kekerasan itu hanya akan mendatangkan keruwetan dan gangguan jiwa. Sesungguhnya kekerasan dan memukul anak dengan berlebih-lebihan itu adalah akan menimbulkan kecendrungan permusuhan bagi akal sang anak, atau malah menggangu terhadap mentalisan kejiwaan sang anak menjadi kerdil

89

Pendidikan Karakter

Dampak dari memukul anak Berlebihan dalam menjatuhkan sanksi pukulan kepada anak hanya akan berakibat kepada gangguan kesehatan fisik, akal jiwa. Ibnu Khaldun dalam kitab disarat turatsiyyah fit-Tarbiyati al-Islamiyah mengatakan: barang siapa yang dididik dengan cara kekerasan oleh seorang guru dengan sewenang-wenang, niscaya kekerasan itu akan menyerangnya dan jiwanya menjadi sesak serta akanmmenggiringnya menuju kemalasan, membuatnya suka berdusta dan suka berbuat jahat. Dan kekerasan itu sekaligus mengajarkan untuk menipu dan hingga semua itu menjadi kebiasaan tingkah lakunya. Dan akhirnya rusaklah arti nkehidupan baginya. Dampak fisik akibat dari pemukulan yang berlebihan adalah kemungkinan hancurnya anggota tubuh tertentu, lecet atau luka serta kelumpuhan. Dan biasanya juga hilangnya indra perasa itu sendiri baik secara keseluruhan atau hanya sebagian saja, seperti indra penglihatan, pendengan, atau malah terkena penyakit saraf. Sementara dapak dari pikiran yang ditimbulkan akibat dari sanksi kekerasan yang berlebihan, seperti lemah atau kurangnya ingatan dan bahkan bisa idiot. Dan akibatnya bagi jiwa adalah perasaan rendah diri, takut kepada yang lain, takut menghadapi tantangan. Bahkan terkadang menjadikannya berlaku denki, semburu, suka memusuhi dan suka menantang serta menciptakan bentuk perilaku ini sampai datang masa dewasa. Sementara pengaruhnya bagi hubungan social adalah bisa kabur dari rumah, atau sering kali terlambat datang kerumah, sering kali membuat alasan yang dibuat-buat, atau boleh jadi

90

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

tidak pulang kerumah hanya gara-gara takut terhadap hukuman orang tua. Bahakn dia akan kerap kali mengasingkan diri, atau malah membangkang, durhaka, dan sok jadi jagoan kepada yang lain Merubah cara kekerasan dalam menjatuhkan hukuman 1. Syarat dan kriteria merubah kekerasan sehubungan dengan kekerasan dalam menjatuhakan hukuman terhadap anak, maka dalam merubah cara-cara tersebut dapat dilakukan dengan beberapa langkah tertentu. Namun sebelumnya itu ada beberapa syarat dan kriterianya: Diperlakukan masa pemangguhan, agar seorang guru atau orang tua tidak terburu-buru untuk berpindah dari satu langkah ke langkah yang lain secara langsung. Hendaknya seorang pendidik tidak berpindah kelangkah berikutnya kecuali ketika telah terbukti kegagalannya, dimana anak senantiasa berbuat dusta atau ia malah menampakkan pemberontakannya serta tidak keras kepala. Jangan sampai memfitnah anak hanya gara-gara untuk memperlihatkan ketidaksadaran dengan perbuatan si anak. Akan tetapi tetap untuk menutupi kesalahan yang telah diperbuatnya. Jangan berdalih dengan istilah perdamaian sedangkan ia dalam kondisi marah dan kehilangan kesabaran atau tengah berada dalam kesusahan dengan mengeraskan

91

Pendidikan Karakter

suara. Akan tetapi yang harus dilakukan adalah tetap tenang dan bisa mengontrol suasana serta memperlakukan dengan baik. Tidak boleh seorang pendidik itu mengulang-ngulang dalam menyebutkan kesalahan anak dengan berkali-kali. Baru kalau misalkan si anak mengulangi perbuatannya, yaitu berdusta, maka pendidik boleh memukulnya asalkan sekedarnya saja. Hendaknya seorang juru didik itu selalu memotivasi dan mengintimidasi di tiap kesempatan dengan disertai kewajiban untuk menempati janjinya. Hendaknya sanksi yang dijatuhkan oleh pendidik itu harus sesuai dengan umur dan pikirannya. Hendaknya seorang pendidik itu tidak menganggap enteng terhadap langkah-langkah apabila hal itu dibutuhkan.

2. Langkah-langkah dalam merubah kekerasan dalam hukuman Merubah kekerasan dalam sanksi hanya bisa dilakukan dengan empat tahap:

92

Nasehat dan peringatan Nasehat dan peringatan yang bertumpu pada argumentsi dan contoh-contoh konkrit akan memuaskan bagi anak. Dengan syarat dilakukan dengan lembut dan kasih sayang dan seabar serta memotivasinya jika ada

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

respon atau memperingatinya kalau tingkahnya tidak kunjung berubah. Memang sudah menjadi tugas seorang juru didik untuk mendengarkan keluhan atau keberatan anak yang kemudian harus dipertimbangkan kembali oleh pendidik itu sendiri. Dan seharusnya pendidik memujinya dalam kebenaran, memutivasinya, dan mencela bila ia berbuat tidak baik. Dalam halm ini pendidik harus bisa berdialog dengan berbagai referensi dan contoh konkrit untuk memperkuat pendapatnya. Tak lupa seorang pendidik harus selalu memperingati untuk meninggalkan dusta dengan menjanjikan sesuatu yang sesuai dengan umurnya dan pengetahuaanya. Peringatan bisa dilakukan dengan tidak memperbolehkannya. Sesuatu yang tidak mendasar pada dasar dalam kehidupannya seperti mengharamkan duduk bersama para tamu undangan dalam jangka waktu pendek, atau menunda-nunda membeli sesuatu yang diinginkan, seperti mainan atau yang lainnya. Celaan Celaan merupakan selaan yang ditujukan seorang pendidik kepada anak yang tidak mendapatkan peringatan atau nasehat. Dan apabila itu pun kalau ada, keduanya juga tidak bermamfaat baginya Dalam langkah ini pendidik berusaha mengingatkan anak yang telah berbuat dusta. Namun terlebih dahulu pendidik memberikan nasehat kepadanya, karena memang seorang juru didik itu harus mengingatkan anak dalam

93

Pendidikan Karakter

bentuk apapun selagi bisa diterima akibat perbuatan anak. Dan dia juga harus memberikan contoh-contoh serta kometmen dengan syarat-syarat dan rambu-rambu perubahan sebagaimana telah kami sebutkan dibagian awal.

Kecaman Kecaman merupakan langkah selanjutnya kalau memang tidak ada perubahan pada diri sang anak. Dan langkah ini dapat diterapkan kalau sekiranya sang anak tetap mengulangi tingkahlakunya yang buruk itu. Bahkan boleh saja dalam tahan ini seorang juru didik itu melakukan gertakan (namun tidak berlebih-lebihan) sebagai lambang ketegasan seorang pendidik kepada sang anak, biar si anak sedikit mempunyai rasa takut untuk mengulangi perbuatannya, yakni berbuat dusta.

Memukul anak Memukul adalah solusi terakhir untuk mengobati dusta. pukulan yang dimaksud disini adalah pukulan yang tidak menyakitkan dengan tujuan untuk mendidik sifat buruk yang terdapat dalam diri anak. Dalam tahap ini, perlu diperhatikan bahwasanya pukulan disini bukanlah pukulan karena marah. Dan hendaknya pendidik itu tidak memukul dengan menggunakan sesuatu yang keras seperti besi atau bendabenda lainya atau dengan menggunakan benda berat serta pada bagian tubuh yang rawan.

94

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Semua tahapan ini adalah tahan ganti dari metode yang keras yang telah diterapkan oleh seorang pendidik dalam mendidik sang buah hati dengan tujuan yang positif bagi masa depan sang anak. 3. Memanjakan Anak Memanjakan anak berarti mencintai anak dengan berlebihan dan memberikan simpati berlebiha kepada anak. Jelas perbuatan itu bisa merusak terhadap pendidikan anak. Dalam prakteknya memanjakan anak berarti memberikan sesuatu dengan berlebih-lebihan. Sementara sudah jelas bersenag-senang yang berlebihan itu dicela dalam agama. Ibnul Qayyim berpendapat dalam kitabnya, Al Furusiyyah bahwa Umar bin Khatthab radiyallaahu anhu pernah berkata, Jauhilah olehmu sikap bersenang-senang berlebihan, mudah berprasangka dan hendaklah anda mandi ditempat jemuran matahari, karena sesungguhnya itu adalah tempat mandi orang-orang Arab dan contoh kebiasaan Maad bin Adnan yang merupakan kebiasaan orang-orang Persia dan biasakan hidup dengan penuh perjuangan. Ungkapan ini juga dikuatkan oleh salah satu sabda Rasulullah SAW yang berbuyi: Jauhilah olehmu sikap bernang-senang, karena hamba-hamba Allah bukanlah orang-orang yang suka bersenang-senang. (HR Imam Ahmad) Hidup dengan penuh perjuangan dituntut dalam pendidikan. Artinya membiasakan anak untuk hidup susah dan mencukupkan fasilitas kehidupan yang mendorong manusia

95

Pendidikan Karakter

itu untuk mengerahkan segenap upaya diri untuk kepentingan dirinya sendiri tanpa didukung dengan fasilitas penunjang. Memang sudah sepantasnya hidup penuh perjuangan menjadi landasan hidup. Maka para pendidik yang berjalan di atas landasan ini memberikan dampak positif anak. Dampak Memanjakan Anak Memanjakan anak dapat memberikan berbagai dampak negative yang nantinya akan mempengaruhi karakter anak. Dan dampak negatif ini akan dapat merusak kejiwaan yang ada sehingga menhancurkan terhadap masa depannya. Inilah beberapa pengaruh buruk yang diakibatkan memanjakan anak: 1. Merusak kehidupan anak Orang tua akan menyayangi anak yang dimanjakan misalkan dengan berupa makanan, mainan, pakaian dan lain-lain. Ini berarti secara tidak langsung telah mengajari anak untuk bersenang-senang. Dan akibat dari semua ini akan menjadi kebiasaan yang tertanam dalam diri anak serta mendorongnya untuk selalu bersenang-senang. Untuk itu Ibnul Qayyim berwasiat, Sesungguhnya hidup bersenagsenag itu akan menjadikan jiwa bertingkah seperti perempuan. Sedangkan perempuan dan malas itu menjadikan seseorang bersenag-senang. Dan orang yang suka bersenang-senang semata akan mempunyai sikap akan selalu menguntungkan dirinya sendiri. 2. Dampak dari memanjakan anak berlebihan
96

Seorang anak akan lemah berkemauan, bercita-cita,

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

berkarakter dan berpikir disebabkan karena orang tua terlalu berlebihan dalam memuji anak dengan berlibihan dan hal tersebut terjadi berkali-kali, misalnya kebanggaan seorang bapak atau ibu dengan hasil karya sang anak, melukis, menulis dengan baik. Jadi tidak ada yang dipuji dari sang anak selain dia telah menunjukkan dari karyanya. Contoh lain misalkan nilai yang diraih oleh sang anak dalam beberapa nilai ujian dan perlu diteliti lebih lanjut. Jelas cara semacam ini membuat anak ketergantungan lagi lemah Orang tua yang adil tentu akan mencari tahu daftar kepribadiaannya. Ia pun mencari tahu tentang beberapa lembar surat teguran dari sekolah kepada bapak terkait anaknya yang memiliki suatu kesalahan sehingga cara pandang bapak tersebut berubah dan ia pun tidak lagi memanjakan anaknya. 3. Memanjakan anak sama dengan menanam ego dalam diri anak Umumnya semua ini dikarenakan oleh cinta ibu yang berlebihan, dimana seorang ibu memenuhi semua permintaan anak, hingga anak tersebut melakukan hal-hal yang buruk tanpa mengkhawatirkan akibatnya. Sementara ibu tetap menganggap enteng dengan sanksinya tatkala sang anak berbuat tidak baik. Bahkan terkadang seorang ibu itu bangga dengan apa yang telah diperbuat oleh sang anak dengan dalih dia masih kecil yang belum bisa memahami sesuatu dengan baik, dan belum dibebankan untuk memenuhi kewajiban dan semacamanya dikarenakan khawatir sesuatu akan

97

Pendidikan Karakter

menimpanya. Ibu tersebut selalu beranggapan bahwasanya dirinya merasa perlu untuk mewujudkan semua kemauan si anak tanpa merasa terhalang, hingga anak tersebut menjadi pembangkang, berwatak keras dan tidak mau mendengarkan nasehat, serta tidak lagi takut pada peringatan dan ancaman. Dalam hal ini Hanif Hasan mengatakan dalam bukunya yang berjudul mendidik anak kita, Sesungguhnya tindakan memanjakan anak dengan kasih sayang yang berlebihan dapat mengakibatkan kegilaan. 4. Memanjakan anak bisa membuat anak cenderung bertingkah buruk Pada umumnya sikap berdusta, menipu itu disebabkan oleh banyaknya anak meminta keperluannya dan menjadikannnya beberapa permintaannya menjadi aneh dan tidak bisa ditolak. Anak pun beralih berdusta ketika ditanyai tentang tujuan dari permintaanya, agar orang tuanya memahami dan mengabulkan permintaannya. Dan dalam mengobati kemanjaan anak dapat dilakukan dengan beberapa hal dibawah ini. 1. memperingati kepada para bapak dan ibu pendidik akan bahaya yang ditimbulkan dari metode yang salah serta dampak buruknya terhadap perkembangan sang anak. 2. Menyarankan kepada para pendidik untuk seimbang dalam mendidik antara akal dan perasaan, dan tidak ber-

98

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

lebihan dalam memuji atau menjatuhkan hukuman pada si anak. 3. Memberitahukan pendidik bahwa memanjakan anak berarti menyia-nyiakan logika hikmah dalam mengawasi anak karena menghalangi logika hikmah antara anak dan perbuatan di telah dilakukannya. Pendidik melarang perbuatan yang dapat membahayakan dan memboleh yang tidak membahayakan. Sebagaimana dalam logika hikmah seorang anak diwajibkan untuk melakukan intropeksi diri ketika seorang anak telah melakukan kesalahan. 4. Memberitahukan kepada orang tuanya untuk tidak memanjakan anak sejak kecil, karena kebiasaan memanjakan anak itu akan berakibat fatal terhadap masa depan anak 5. Mengingatkan kedua orang tuanya bahwasanya memanjakan anak itu telah berarti mengabaikan kewajiban amar maruf nahi mungkar, dimana kewajiban ini tidak dituntut dari selain keduanya. Intinya bahwasanya memanjakan anak itu adalah merupakan metode yang keliru. Sebab metode ini mengandung unsur pendidikan yang buruk, yang kemudian akan menimbulkan terhadap membentukan karakter si anak nantinya, dan suka berdusta bila suatu waktu keinginannya tidak terpenuhi. Mengajari Anak Berlaku Adil Dalam ajaran Islam dengan tegas melarang untuk membedabedakan di antara anak-anak kita dalam bentuk apapun. Islam mengajarkan bahwasanya kita harus berbuat adil pada

99

Pendidikan Karakter

siapapun apalagi pada anak sendiri, baik dalam memberikan belanja, warisan cinta dan lain-lain (dalam segala hal kebaikan). Rasulullah SAW telah menyerukan kepada kita untuk berbuat adil dalam memberikan uang belanja dalam salah satu haditnya yang berbunyi: Berbuat adilah kalian di antara anak-anak kalian dalam memberi belanjanya (HR Al-Bukhari) Dari Nuan bin Basyir, bahwasanya bapaknya pernah didatangi oleh Rasulullah SAW, kemudian ia berkata, Sesungguhnya aku telah memberikan semua ini untuk anakku. Lantas kemudian Rasulullah membalas dengan perkataan, Adakah anda telah memberikan seperti ini kepada masingmasing anak anda?. Maka bapak Nuan bin Basyir menjawab, Tidak,. Rasulullah SAW bersabda, kembalilah kepadanya. Nabi juga telah menjanjikan bagi orang-orang yang berbuat adil kepada anak-anak mereka dengan surga. Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang memiliki anak perempuan, lalu ia tidak menguburkannya hidup-hidup, dia tidak melecehkannya dan tidak mendahulukan kepentingan anak laki-lakinya di atas keperntingan anak perempuan, niscaya Allah anak memasukkannya ke surga. (HR Abu Daud) Dalam hadits di atas berlaku baik dalam hal memberi, perlakuan maupun dalam pembagian harta peninggalan (warisan) dari keluarganya.
100

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Dampak Daripada Membeda-Bedakan Anak Sudah jelas sekali bahwasanya Islam menyruh kepada seluruh umatnya untuk selalu membawa sesuatu kepada kebaikan, dan sebaliknya, melarang untuk mendekati hal-hal yang tidak baik. Islam mewajibkan keadilan di antara umat islam dan lainya dalam segala hal, sekalipun ada dorongan untuk selain itu, seperti kemarahan yang amat sangat. Allah SWT berfirman: Dan jangan sekali-kali kebenciannmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahi apa yang kamu kerjakan (Qs Al-Maidah 8). Apabila Tuhan memerintahkan berbuat adil antara sesama umat islam dan musuh-musuh yang mereka benci sebagian berntuk dari kewajiban, maka kenapa tidak menjadi wajib bagi orang tua untuk berbuat adil kepada anak-anaknya, sementara mereka masih dalam satu naungan keluarga bahkan agama. Ada beberapa dampak buruk akibat dari prilaku membedabedakan kasih sayang kepada anak-anak tertentu. 1. membeda-bedakan anak berarti orang tua atau juru didik telah membentuk jiwa anak dan menanam perasaan dengki, kebencian, serta iri hati antara anak yang lebih diintimewakan dengan anak yang diperlakukan sewajarnya. Dan akibatnya di antara mereka akan terjadi perselisihan. Bahkan semua ini akan membentuk kolusi sebagai mereka melawan sebagian yang lain disaat rasa iri hati itu telah berkobar dalam jiwa

101

Pendidikan Karakter

mereka masing-masing. Salah contoh kasus adalah seperti yang telah menimpa anak-anak Nabi Yaqub alaihissalam, disaat sebagian mereka merasa bahwasanya bapak mereka mengistimewakan Yusuf dan saudaranya, maka tiadak hal yang terlintas dalam benak mereka selain meleyapkan Yusuf. Semntara itu mereka menyadari kalau mereka berasal dari satu kabila (kelompok) yanqg berasal dari satu bapak. Maka disaat Nabi Yusuf masih kecil, Mutawalli berkata, Andakan mereka paham, tentu mereka akan meyadari bahwasanya mereka datang dengan pertimbangan pengistimewaan Yusuf kecil dengan cinta.padahal mereka semua adalah saudara sebapak. Selaku anak kecil memang telah sepantasnya disayangi, maka kasih sayang dan kesatuan di sini tidak bisa dibandingkan dengan kasih sayang dan cinta mereka. Karena mereka telah melampau yang mananya fase yang membutuhkan cinta dan kasih sayang. Sementara Nabi Yusuf masih berada di fase yang membutuhkan kasih sayang dan cinta. Maka kakak-kakak Yusuf menanggap tindakan sang bapak dalam hal ini sebagai aib dan pemicu lahirnya rasa iri hari kepada anak tersebut. 2. Kalau sang bapak telah mengistimewakan beberapa orang anak berarti ia telah mendorong sebagian dari anaknya untuk membencinya. Bahkan juga telah membuat mereka tidak mempedulikan anak tersebut disaaat dewasa terutama ketika dibutuhkan sebuah pertolongan mereka

102

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

3. Mengistimewakan anak berarti telah mendorong anak untuk berbuat yang sama pada anak mereka dikemudian kelak, sebagiamana yang telah dipraktekkan oleh orang tua mereka. 4. Mengistimewakan anak berarti telah mengajarkan kecendrungan pada anak untuk saling melebihi dengan yang lainnya. 5. Mengistimewakan anak berarti telah menuntun anak tersebut pada ketakutan, mementingkan dirinya sendiri. 6. Yang terakhir adalah mengistimewakan anak berarti telah menuntun anak kepada dusta di antara mereka. Karena mengistimewakan sebagian anak adalah mendorong untuk membuat legitimasi atas prasangka dan penanganan mereka. Dan legitimasi ini adalah juga termasuk daripada dusta. Dari sini kita menemukan bahwasanya mengistimewakan anak adalah sikap yang tidak baik dan tidak bisa kita terima. Dan sikap yang seperti ini harus dirubah demi masa depan anak dan keluarga. Kalau memang kita ingin mengobati anak yang telah terbiasa berbuat dusta, maka sudah semestinya kita merubah cara-cara yang telah diterapkan oleh orang tua atau para pendidik. Memberikan Tuntunan Yang Baik Pada Anak Di antara cara yang baik dan menguntungkan dalam mengatasi permasalahan anak yang telah terbiasa berbuat dusta adalah menuntunnya atau mendekatkan dirinya dengan seseorang yang alim dan berilmu yang dapat dijadikan sebagai

103

Pendidikan Karakter

panutan bagi anak tersebut hingga ia mengerti akan pentingnya menjaga diri dari perbuatan kurang baik tersebut dan dapat menanamkan kebenaran agama dan mampu menancapkannya dalam jiwa si anak. Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan berkenaan dengan hal ini: 1. menanamkan pemahaman tentang pengawasan Allah dan ketakutan kepada-Nya serta sanksi-sanksinya melalui ayatayat Al-Quran dan hadits-hadits Nabi dan dari beberapa peninggalan sejarah nabi dan para sahabat serta ibrah dari beberapa kisah orang-orang yang gemar jujur dan berdusta 2. menanamkan pemahaman tentang cinta kepada Allah, Ikhals kepada-Nya, cinta Rasul-Nya dan para sahabat Rasulullah serta cinta kepada Al-Quran sera menaruh perhatian kepadanya. 3. Menanamkan pemahaman halal, haram, jujur, dusta dan menjelaskannya akan kejernihan jujur dan keburukan dusta. 4. Menghafalkan kepada anak ayat, hadits nabi tentang kejujuran, agar ia dapat mencontoh keduanya si tiap kesempatan dan agar keduanya menjadi pedoman bagi anak. 5. Mencoba untuk mengadakan sebuah perjanjian dengan sang anak setelah sang anak tersebut memahami arti daripada janji itu sendiri. 6. Memecahkan persoalan-persoalannya dan membimbingnya

104

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

dalam menggunakan waktu senggangnya dengan kegiatankegiatan yang menunjang akan masa depannya dan mampu untuk semakin menebalkan imannya, itu dari segi rohani. Dari segi batin mungkin mengajarkan melukis, berolahraga, menggambar dan sebagaianya. 7. Melatihnya untuk melaksanakan ibadah-ibadah dengan ringan hati. Seperti salat, puasa maupun ibadah-ibadah yang lain. 8. Selalu menemaninya untuk berziarah atau perjalanan ataupun dalam beberapa symposium. Atau mungkin mengajaknya untuk pergi ke masjid. 9. Mengikuti seluruh kegiatan ini, memberikan pemahaman bila dia tidak paham. 10. Memotivasinya agar semangatnya tetap berkobar dalam hal kebaikan dan bermamfaat bagi masa depannya 11. Memilihkan untuknya sejarah orang-orang yang berpengang dengan tujuan agar ia mengambil ibrah darinya yang kemudian menerapkannya dalam kehidupan hari-harinya. Dengan menuntun anak dengan panutan yang saleh, niscaya dengan seizin Allah akhlak sang anak berubah dan menjadi mulia. Begitu pula halnya dengan membaiknya kondisi lahir batinnya hingga kemudian mampu melahirkan adab atau sopan santun di tengah-tengah masyarakat. Dia dapat mengambil mamfaat dati kesungguh-sungguhannya. Dan mampu meringankan beban orang tuanya. Dan mampu menjadi sebuah penyerang bila gelap datang atau menjadi air bila orang-orang merasa dahaga.

105

Pendidikan Karakter

Sesungguhnya keluarga yang dapat menerapkan keempat pendepatan di atas dalam mengatasi sifat dusta anak, berarti di telah menciptakan perubahan penting dalam kehidupan anak dan akhlaknya dengan penerapan yang teratur, dan tuntunan yang bijaksana.
D. Lingkungan Sebagai Pembentuk Karakter

Pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah, masyarakat luas. Oleh karena itu, perlu menyambung kembali hubungan dan educational networks yang mulai terputus tersebut. Pembentukan dan pendidikan karakter tersebut, tidak akan berhasil selama antar lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan. Menurut Megawangi (2003), anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak yang dilahirkan suci dapat berkembang segara optimal. Mengingat lingkungan anak bukan saja lingkungan keluarga yang sifatnya mikro, maka semua pihak - keluarga, sekolah, media massa, komunitas bisnis, dan sebagainya - turut andil dalam perkembangan karakter anak. Dengan kata lain, mengembangkan generasi penerus bangsa yang berkarakter baik adalah tanggung jawab semua pihak. Tentu saja hal ini tidak mudah, oleh karena itu diperlukan kesadaran dari semua pihak bahwa pendidikan karakter merupakan PR yang sangat penting untuk dilakukan segera. Terlebih melihat kondisi karakter bangsa saat ini yang memprihatinkan serta kenyataan bahwa manusia tidak secara

106

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

alamiah (spontan) tumbuh menjadi manusia yang berkarakter baik, sebab menurut Aristoteles (dalam Megawangi, 2003), hal itu merupakan hasil dari usaha seumur hidup individu dan masyarakat. Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan. Sebagaimana disarankan Philips, keluarga hendaklah kembali menjadi school of love, sekolah untuk kasih sayang (Philips, 2000) atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang (keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah). Sedangkan pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan semata, tatapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur dan lain sebagainya. Pemberian penghargaan (prizing) kepada yang berprestasi, dan hukuman kepada yang melanggar, menumbuhsuburkan (cherising) nilai-nilai yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discowaging) berlakunya nilai-nilai yang buruk. Selanjutnya menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (characterbase education) dengan menerapkan ke dalam setiap pelajaran yang ada di samping mata pelajaran khusus untuk mendidik karakter, seperti; pelajaran Agama, Sejarah, Moral Pancasila dan sebagainya. Di samping itu tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter dan watak seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter. Menurut

107

Pendidikan Karakter

Qurais Shihab (1996 ; 321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada kini dan di sini, maka upaya dan ambisinya terbatas pada hal yang sama. Sementara itu, upaya pendidikan yang dilakukan di sekolah oleh para guru seperti membuat istana pasir di tepi pantai. Sekolah dengan sekuat tenaga membangun istana yang cantik, tetapi begitu anak keluar dari lingkungan sekolah, ombak besar meluluhlantakkan istana yang telah dibangun di sekolah. Oleh karena itu, perlu pendekatan yang komprehensif dari sekolah, keluarga, dan masyarakat dalam mengembangkan karakter anak didik yang kuat, baik, dan positif secara konsisten. Lingkungan masyarakat, para pemimpin, pembuat kebijakan, pemegang otoritas di masyarakat, orang tua harus menjadi role model yang baik dalam menanamkan karakter yang baik kepada anaknya. Berbagai prilaku ambigu dan inkonsistensi yang diperlihatkan dalam masyarakat akan memberi kontribusi yang buruk yang secara signifikan dapat melemahkan karakter siswa.

108

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

BAB IV SEKOLAH SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER Sekolah sebagai institusi formal yang memiliki tugas penting bukan hanya untuk meningkatkan penguasaan informasi dan teknologi dari peserta didik, tetapi ia juga bertugas dalam pembentukan kapasitas bertanggungjawab dan kapasitas pengambilan keputusan yang bijak dalam kehidupan. Oleh karena seseorang tidak secara otomatis memiliki karakter moral yang baik sehingga perlu dipikirkan upaya untuk mendidik karakter secara efektif (effective character education). Untuk itulah kemudian disusun suatu model baru dalam pendidikan moral yang berujung pada pendidikan karakter agar penyakit yang berada dalam masyarakat Amerika maupun negara manapun di belahan bumi ini dapat diobati. Brooks dan Goble menyarankan dalam bukunya The Case for Character Education agar sistem pendidikan moral tidak lagi memikirkan tentang nilai-

109

Pendidikan Karakter

nilai siapa yang akan diajarkan pada siswa di sekolah, akan tetapi perlu dipikirkan nilai-nilai apa yang akan diajarkan pada siswa (what values should we teach?). Dia juga menekankan bahwa agama-agama besar di Amerika telah memiliki kesamaan dalam hal pendidikan karakter dan mempunyai nilai-nilai luhur yang dapat ditemukan dalam masing-masing ajaran agamanya:
A. Fungsi dan Peran Lembaga Sekolah

Pendidikan merupakan hal terpenting membentuk kepribadian. Pendidikan itu tidak selalu berasal dari pendidikan formal seperti sekolah atau perguruan tinggi. Pendidikan informal dan non formal pun memiliki peran yang sama untuk membentuk kepribadian, terutama anak atau peserta didik. Dalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 kita dapat melihat ketiga perbedaan model lembaga pendidikan tersebut. Dikatakan bahwa Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sementara pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Sedangkan pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan lingkungan dalam bentuk kegiatan belajar secara mandiri.
110

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Memperhatikan ketiga jenis pendidikan di atas, ada kecenderungan bahwa pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non formal yang selama ini berjalan terpisah satu dengan yang lainnya. Mereka tidak saling mendukung untuk peningkatan pembentukan kepribadian peserta didik. Setiap lembaga pendidikan tersebut berjalan masing-masing sehingga yang terjadi sekarang adalah pembentukan pribadi peserta didik menjadi parsial, misalnya anak bersikap baik di rumah, namun ketika keluar rumah atau berada di sekolah ia melakukan perkelahian antarpelajar, serta melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang lainnya. Sikap-sikap seperti ini merupakan bagian dari penyimpangan moralitas dan perilaku sosial pelajar (Suyanto dan Hisyam, 2000:194). Oleh karena itu, ke depan dalam rangka membangun dan melakukan penguatan peserta didik perlu menyinergiskan ketiga komponen lembaga pendidikan. Upaya yang dapat dilakukan salah satunya adalah pendidik dan orangtua berkumpul bersama mencoba memahami gejala-gejala anak pada fase negatif, ada rasa kegelisahan, ada pertentangan sial, ada kepekaan emosiaonal, kurang percaya diri, mulai timbul minat pada lawan jenis, adanya perasaan malu yang berlebihan, dan kesukaan berkhayal (Mappire dalam Suyanto dan Hisyam, 2000:186-87). Dengan mempelajari gejala-gejala negatif yang dimiliki anak remaja pada umumnya, orangtua dan pendidik akan dapat menyadari dan melakukan upaya perbaikan perlakuan sikap terhadap anak dalam proses pendidikan formal, non formal dan informal.
111

Pendidikan Karakter

Adapun peranan sekolah dengan melalui kurikulum menurut Hasbullah, sebagai berikut: 1. Anak didik belajar bergaul sesam anak didik, antar guru dengan anak didik dan anak didik dengan orang yang bukan guru. 2. Anak didik belajar menaati peraturan-peraturan sekolah. 3. Mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama, bangsa dan negara. Sedangkan fungsinya sebagai berikut; 1. Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan. 2. Sebagai lembaga sosial tyang spesialisasinya dalam bidang pendidikan dan pengajaran. 3. Lebih efisien, karena dilaksanakan dalam program yang tertentu dan sistematis. 4. Memiliki peran yang penting dalam proses sosialisasi. 5. Memelihara warisan budaya yang hidup dalam masyarakat. Menyadari sekolah memiliki peran yang strategis, sudah saatnya pendidikan karakter (budi pekerti) ditumbuhkembangkan di segala lingkungan pendidikan. Salah kaprah anak didik kadang-kadang sudah kebablasen. Anak Indonesia, khususnya Jawa, gaya hidup dan budayanya mencontoh bule Eropa. Bahkan pakaian, makanan dan perilakunya sudah kebarat-baratan.
112

Bila para orangtua, guru tidak peduli dan berusaha

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

membendung kebobrokan mental melalui pendidikan budi pekerti, pada akhirnya generasi yang akan datang akan kehilangan identitas, sekaligus budaya nenek moyang akan luntur bahkan hilang musnah.
B. Urgensi Pendidikan Karakter di Sekolah

Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP perlu segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah. Secara institusional, Pemerintah hendaknya memasukkan pendidikan budaya dan karakter bangsa melalui penguatan kurikulum, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi, sebagai bagian dari penguatan sistem pendidikan nasional. Hal ini penting dilakukan agar nilai-nilai budaya dan karakter bangsa itu tetap melekat pada diri anak sehingga tidak terjadi lost generation dalam hal budaya dan karakter bangsa. Keluaran (output) pendidikan harus direorientasi pada keseimbangan tiga unsur pendidikan berupa karakter diri, pengetahuan, soft skill. Jadi bukan hanya berhasil mewujudkan anak didik yang cerdas otak, tetapi juga cerdas hati, dan cerdas raga. Pendidikan karakter juga bertujuan untuk meningkatkan
113

Pendidikan Karakter

mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan karakter adalah gerakan nasional untuk menciptakan sekolah yang membina generasi muda yang beretika, bertanggung jawab, dan perduli melalui pemodelan dan mengajarkan karakter baik dengan penekanan pada nilai universal yang kita setujui bersama. Ini adalah suatu usaha yang disengaja dan proaktif baik dari sekolah, daerah, dan juga negara untuk menanamkan siswanya pada nilai etika utama seperti menghargai diri sendiri dan orang lain, bertanggung jawab, integritas, dan disiplin diri. Ini bukanlah suatu perbaikan cepat atau obat kilat untuk semua. Dia menyediakan solusi jangka panjang pada moral, etika, dan isu akademis yang menjadi keprihatinan yang berkembang di masyarakat dan keselamatan di sekolah-sekolah kita. Pendidikan karakter boleh ditujukan pada keprihatinan kritis seperti siswa yang membolos, masalah disiplin, penggunaan obat terlarang, kekerasan berkelompok, hamil muda, dan performa akademis yang buruk. Pada kemungkinan yang terbaik, pendidikan karakter mengintegrasikan nilai positif ke setiap aspek dari hari-hari di sekolah.
114

Institusi sekolah memiliki beban tugas tugas penting, tidak

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

sebatas membangun dan meningkatkan penguasaan informasi dan teknologi dari anak didik, tetapi ia juga bertugas dalam pembentukan kapasitas bertanggungjawab siswa dan kapasitas pengambilan keputusan yang bijak dalam kehidupan, sebagai mana di ungkapkan oleh Horace Mann (1837),: the highest and noblest office of education pertains to our moral nature. The common school should teach virtue before knowlede, for.. knowledge without virtue poses its own dangers Karena itu menurut Mann (1796-1859) bahwa sekolah negeri haruslah menjadi penggerak utama dalam pendikan yang bebas (free public education), dimana pendidikan sebaiknya bersifat universal, tidak memihak (non sectarian), dan bebas. Dengan demikian menurut Mann sejalan dengan John Dewey, seorang filsuf pendidikan, tujuan utama pendidikan adalah sebagai penggerak efisiensi sosial, pembentuk kebijakan berkewarganegaraan (civic virtue) dan penciptaan manusia berkarakter, jadi bukan untuk kepentingan salah satu pihak tertentu (sectarian ends). Dalam pendidikan karakter Lickona (1992) menekankan pentingya tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar siswa didik mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan. Pertama, Moral Knowing, Secara umum terdapat enam hal yang menjadi tujuan dari diajarkannya moral knowing yaitu: 1) moral awereness, 2) knowing moral values, 3) persperctive taking, 4) moral reasoning, 5) decision making dan 6) self-knowledge. Kedua

115

Pendidikan Karakter

Moral Feeling. Terdapat 6 hal yang merupakan aspek dari emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia berkarakter yakni : 1) conscience, 2) self-esteem, 3) empathy, 4) loving the good, 5) self-control dan 6) humility. Ketiga Moral Action. Perbuatan/tindakan moral ini merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu : 1) kompetensi (competence), 2) keinginan (will) dan 3) kebiasaan (habit). Dalam implementasinya di kelas pendidikan karakter bisa dikembangkan melalui point-point berikut:: 1. Cinta Tuhan dan kebenaran (love Allah, trust, reverence, loyalty) 2. Tanggungjawab, kedisiplinan, dan kemandirian (responsibility, excellence, self reliance, discipline, orderliness) 3. Amanah (trustworthiness, reliability, honesty) 4. Hormat dan santun (respect, courtessy, obedience) 5. Kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama (love, compassion, caring, empathy, generousity, moderation, cooperation) 6. Percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah (confidence, assertiveness, creativity, resourcefulness, courage, determination and enthusiasm) 7. Keadilan dan kepemimpinan (justice, fairness, mercy, leadership)
116

8. Baik dan rendah hati (kindness, friendliness, humility, modesty)

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

9. Toleransi dan cinta damai (tolerance, flexibility, peacefulness, unity) Agar dapat berjalan efektif, pendidikan karakter dapat dilakukan melalui tiga desain, yakni; (1) Desain berbasis kelas, yang berbasis pada relasi guru sebagai pendidik dan siswa sebagai pembelajar, (2) Desain berbasis kultur sekolah, yang berusaha membangun kultur sekolah yang mampu membentuk karakter anak didik dengan bantuan pranata sosial sekolah agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa, dan (3) Desain berbasis komunitas. Dalam mendidik, komunitas sekolah tidak berjuang sendirian. Masyarakat di luar lembaga pendidikan, seperti keluarga, masyarakat umum, dan negara, juga memiliki tanggung jawab moral untuk mengintegrasikan pembentukan karakter dalam konteks kehidupan mereka. Dengan desain demikian, pendidikan karakter akan senantiasa hidup dan sinergi dalam setiap rongga pendidikan. Sejak anak lahir atau bahkan masih dalam kandungan, ketika berada di lingkungan sekolah, kembali ke rumah, dan bergaul dalam lingkungan sosial masyarakatnya, akan selalu menjadi tempat bagi anak-anak untuk belajar, mencontoh, dan mengaktualisasikan nilai-nilainya yang dipelajari dan dilihatnya itu. Hal lain yang perlu diperhatikan agar pendidikan karakter berhasil di kembangkan di sekolah yakni : Pertama, istilah karakter harus sama-sama dipahami dahulu. Kebanyakan sekolah mengindetikkan karakter dengan pelajaran
117

Pendidikan Karakter

agama, sehingga dikuatirkan justru kegiatan keagamaan yang ditonjolkan. Padahal pendidikan karakter bukan hanya tentang agama an sich. Karakter lebih kepada agama yang dipraktekan (teopraksis), yang mana nilai-nilai universalnya hidup, menjadi sehingga menumbuhkembangkan kebiasaan yang positif dan produktif yang berujung kepada pembentukan manusia yang berwawasan dan bertindak luas dan mempunyai kepribadian, identitas dan kepercayaan diri, dan nilai-nilai yang berdasarkan Pancasila. Kedua, pembentukan karakter tidak dapat terjadi melalui proses belajar mengajar di kelas secara konvensional. Dalam hal ini peran seorang guru sebagai role model mutlak dibutuhkan. Fenomena yang kita lihat di sekolah adalah guru adalah sumber pengetahuan bagi murid, sedangkan kepala sekolah adalah sumber pengetahuan bagi guru. Yang saya maksud adalah baik murid maupun guru sudah keenakan diajarkan dan dinasihati. Saya perhatikan bahkan kepala sekolah juga sangat suka dinasihati oleh pejabat pemerintahan. Pembangunan karakter jangan sampai terjebak dalam kebiasaan menasihati semata. Karakter hanya terbentuk dengan persentuhan kualitas kepribadian dalam proses belajar bersama. Karakter murid akan terbentuk ketika mereka melihat kualitas hidup gurunya dalam proses interaksi bersama, demikian juga guru terhadap kepala sekolah, dan kepala sekolah terhadap pejabat daerah. Maka dalam hal ini peran kepala sekolah sebagai instructional leader (pemimpin pembelajaran) dan pejabat daerah sebagai teladan dalam karakter sangat berpengaruh.
118

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Ketiga, keberhasilan pendidikan karakter harus jelas indikatornya. Nilai-nilai karakter ini akan menjadi bagian di dalam kurikulum, rencana pembelajaran, dan silabus, yang dikemas di dalam KTSP. Namun untuk kita ingat bersama masih banyak KTSP sekolah yang adalah bagian dari standar pendidikan yang belepotan. Tidak sedikit juga sekolah yang mengaku sudah lengkap KTSP nya namun tidak mempunyai akar pemahaman yang kuat. Wajar dicurigai kalau dokumen KTSP sebagian sekolah adalah hasil copy paste, bukan lahir dari kristalisasi kegelisahan bersama yang didiskusikan dan direfleksikan bersama para pelaku pendidikan. Padahal KTSP ini sudah dicanangkan lebih dari 5 (lima) tahun terakhir, bahkan Kemendikas dan pemerintah daerah sudah sangat banyak mengucurkan dana untuk mengadakan berbagai pelatihan penyusunan KTSP tersebut. Keempat, kalau pemerintah pusat benar-benar berkomitmen dengan pembentukan karakter bangsa ini maka tanggung jawab jangan semata-mata diserahkan kepada Kementerian Pendidikan Nasional. Akan sangat baik jika Presiden mau mengatakan bahwa dia akan menjadi panglima di dalam membangun karakter bangsa, karena salah besar jika kita ingin mengubah karakter bangsa hanya dengan mengubah sekolah. Ada banyak hal yang semestinya dibenahi antara lain: pemerintah harus berani mengubah acara-acara di TV di mana pada saat jam belajar malam siswa tidak ada siaran sinetron; harus berani mengakui dan memperbaiki sistem ujian nasional yang penuh coreng moreng tindakan amoral dan ketidakjujuran; harus berani memberhentikan kepala sekolah yang bertindak diskriminatif,

119

Pendidikan Karakter

otoriter, dan menjadi raja-raja kecil yang tertutup, tanpa memandang hubungan keluarga dan hutang politik; menindak tegas pelaku sogok pada saat penerimaan siswa baru; membatasi program-program pencari bakat di TV yang mengandung unsur ekspoitasi anak dan menumbuhkembangkan lagi progam-program TV yang sarat muatan pendidikan; membatasi situs-situs internet yang merusak moral; menghukum secara tegas dan terbuka kepada publik para produsen dan penyebar narkoba; dan lain sebagainya. Pengambilan kebijakan pemihakan terhadap pembangunan karakter secara konsiten ini mencerminkan karakter pemerintah yang sangat efektif dalam membangun kesadaran dan semangat pelaku pendidikan. Jika hal tersebut di atas berhasil dilaksanakan maka pemerintah akan semakin kuat legitimasinya sebagai garda depan dalam pembentukan karakter bangsa. Ringkasnya, hanya pemerintahan yang berkarakter yang mampu membangun karakter bangsanya. Yang terakhir, libatkan masyarakat secara penuh mulai dari proses perencanaan sampai evaluasi. Makna karakter yang ingin dibentuk pada peserta didik harus berasal dari masyarakat dan menjadi tanggung jawab semua pihak, bukan hanya sekolah. Pilihlah pegawai pemerintah yang eligible, berkarakter kuat, dan mau fokus dan bekerja keras dalam membangun pondasi program ini. Program ini hanya bisa optimal jika penggeraknya adalah orang-orang yang disegani karena dedikasi dan karakternya yang baik. Orang-orang seperti itu sebenarnya banyak, namun sering tertutup oleh orang-orang yang senang mencari muka saja.

120

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Oleh karena ini secara teknis mereka yang potensial harus diberi ruang gerak yang luas sehingga pekerjaan mereka juga dapat berjalan sebagaimana yang telah direncanakan. Selain itu libatkan secara luas motivator, penceramah, pelatih, yang berkualitas dengan catatan para motivator tersebut tidak boleh menjadikan kegiatan ini sebagai ajang bisnis pula. Kalau hal-hal di atas dapat dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan, saya optimis program ini dalam waktu tidak begitu lama akan mulai dapat dituai hasilnya. Beberapa catatan ini sebenarnya masih sangat sederhana dan tidak akan menjawab rumitnya pembangunan karakter di negeri tercinta ini. Ringkasnya, pendidikan pembentukan karakter hanya bisa berhasil jika dimulai dari hal-hal yang mendasar, keseharian, dan yang terkadang kelihatannya sepele, bukan dengan retorika dan slogan-slogan yang fantastis. Masih teringat kalimat Bung Karno sebagi inti nation and character building, Satukan kata dan perbuatan!
C. Praksis Pendidikan Karakter di Sekolah

Konsep pendidikan yang diajarkan oleh Bapak pendidikan nasional Ki Hajar Dewantoro banyak dilupakan atau bahkan ditinggalkan. Ajaran beliau yang menekankan pengembangan cipta, rasa dan karsa seorang anak begitu saja diabaikan. Bila mau jujur penentuan kelulusan yang mayoritas berdasar hasil ujian nasional (UN) baru mampu mengukur aspek kognitif ( pengetahuan ) saja. Menurut Brian, sekolah yang ideal adalah sekolah yang juga
121

Pendidikan Karakter

dapat membantu para murid untuk mencari kebenaran, bukan hanya mengajarkan sesuatu yang mereka sukai. Karena dengan hal itu nantinya menyebabkan setiap anak tidak memiliki prinsip, melainkan hanya selera sesaat, sehingga hanya bisa membentuk mereka menjadi mahluk yang subjektif. Dalam wujud praksis, pendidikan karakter di lingkungan pendidikan formal dapat ditempuh lewat integrasi keilmuan. Pertama, untuk mewujudkan pendidikan karakter bagi anak didik, perlu adanya integrasi yang utuh antara IQ (intelligence quotient), EQ (emotional quotient), SQ (spiritual quotient). Sejauh ini, sistem pendidikan Indonesia lebih berorientasi pada pengisian kognisi yang ekuivalen dengan peningkatan IQ semata--walaupun juga di dalamnya terintegrasi pendidikan EQ. Padahal, warisan terbaik bangsa kita adalah tradisi spritualitas (SQ) yang tinggi kemudian nyaris terabaikan--untuk tidak mengatakan terlupakan. Meningkatkan kesadaran anak didik terhadap pengenalan budaya-budaya ketimuran yang sudah sejak lama dijunjung tinggi oleh nenek moyang dan founding fathers kita. Jika itu berjalan dengan efektif dan maksimal, dimungkinkan akan timbul kesadaran bagi anak didik hingga ketika mereka lulus nanti, agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan tercela (amoral) yang itu jelas-jelas tidak mencerminkan adat dan budaya ketimuran kita. Metode pembelajaran itu umumnya disebut sebagai pendidikan moral, yang terintegrasi ke dalam dua mata pelajaran, yakni Pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) dan pendidikan agama. Namun, dalam praktiknya terasa masih tampak kurang

122

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

pada keterpaduan model dan strategi pembelajarannya. Siswa lebih diorientasikan pada penguasaan materi yang tercantum dalam kurikulum atau buku teks, dan kurang mengaitkan dengan isu-isu moral esensial yang sedang terjadi dalam masyarakat sehingga peserta didik kurang mampu memecahkan masalahmasalah moral yang terjadi dalam masyarakat. Di samping itu, seorang pendidik hendaknya mampu memberikan keteladanan yang baik kepada anak didiknya. Pendidik profesional seyogyanya bisa menjadi panutan bagi anak didiknya. Untuk bisa menjadi tenaga didik yang profosional, terdapat empat kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga pendidik, yaitu: (1) kompetensi pedagogik (kompetensi mengelola pembelajaran peserta didik); (2) kompetensi kepribadian (berkejiwaan mantap, berakhlak mulia, arif, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik); (3) kompetensi profesional (penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam); dan (4) kompetensi sosial (mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia sekitarnya). Jika keempat kompetensi ini dimiliki oleh tenaga pendidik, terutama kompetensi kepribadian dan social, maka peserta didik secara tidak langsung sudah memperoleh pendidikan karakter. Ada pepatah yang mengatakan: mediocre teacher tells, good teacher explains, great teacher inspires. Maka, jadilah pendidik yang mampu memberi inspirasi bagi peserta didik.Kriteria dalam mengukur keprofesionalan tenaga pendidik bisa dilihat dalam UU Guru dan Dosen BAB III Pasal 7, terdapat sembilan ketentuan yang disebut sebagai prinsip profesionalisme. Prinsipprinsip profesionalisme tersebut adalah sebagai berikut:(1)

123

Pendidikan Karakter

Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme(2) Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia(3) Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas(4) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas(5) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan(6) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja(7) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat(8) Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesional(9) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur halhal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. Oleh karena itu, dalam memperoleh pengetahuan, diperlukan kebijaksanaan agar pengetahuan ini berguna bagi masyarakat. Agar setiap anak memiliki kebijaksanaan itu, dibutuhkan tiga elemen terpenting yang harus diajarkan oleh sekolah, yakni pengetahuan yang baik, berlandaskan keyakinan, dan berkarakter yang berkiblatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Brian menyebutkan, bila godly character sudah tertanam dengan baik dalam pribadi setiap anak, niscaya segala pendidikan yang telah dienyam dapat diaplikasikan dengan bijak. Bijak adalah inti dari setiap pengetahuan, sehingga pengetahuan itu berguna bagi orang lain. 1. Paradigma Pembelajaran
124

Konsep moral reasoning dan values clarification yang selama ini di banggakan telah menuai kecaman, yakni kegagalan

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

melahirkan generasi yang dapat menentukan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara sehingga masyarakat memerlukan warga negara yang baik (caring citizenry) dengan karakter moral yang baik pula. Mereka juga yakin bahwa seseorang tidak secara otomatis memiliki karakter moral yang baik sehingga perlu dipikirkan upaya untuk mendidik karakter secara efektif (effective character education). Untuk membangun pendidikan karakter yang kuat, harus memperhatikan delapan karakter utama pendidikan karakter di sekolah yakni 1. Courage: Keberanian / Keteguhan Hati: Memiliki keinginan untuk berbuat yang benar meskipun yang lain tidak. Memiliki keberanian untuk mengikuti kesadaran / kebenaran dibandingkan mengikuti kebanyakan orang lain. Memilih hal-hal yang baik bila memang lebih bermanfaat. Good Judgement: Pertimbangan yang Baik: Memilih tujuan hidup yang baik dan membuat prioritas yang sesuai, berfikir sampai pada konsekuensi dari setiap aksi, dan memutuskan berdasar pada kebijaksanaan dan pendirian yang baik. Integrity: Integritas: Memiliki kekuatan dalam (inner strength) untuk jujur, dapat dipercaya, dan berkata benar dalam segala hal. Bersikap adil dan terhormat. Kindness: Kebaikan hati: Perhatian, sopan, membantu, dan memahami orang lain; memperlihatkan perhatian, rasa

2.

3.

4.

125

Pendidikan Karakter

126

kasihan, berkawan, dan dermawan, dan memperlakukan orang lain seperti halnya anda ingin diperlakukan. 5. Perseverance: Ketekunan:Tekun mengejar tujuan hidup meskipun dihalangi kesulitan, perlawanan, atau keputusasaan. Memperlihatkan kesabaran dan keinginan untuk mencoba lagi meskipun ada keterlambatan, kesalahan, atau kegagalan. 6. Respect: Penghargaan: Memperlihatkan penghargaan pada wewenang, pada orang lain, pada diri sendiri, untuk barang hak milik, dan untuk Negara. Dan memahami bahwa semua orang memiliki nilai sebagai manusia. 7. Responsibility: Tanggung Jawab: Bebas dalam menjalankan kewajiban dan tugas, menunjukkan dapat diandalkan dan konsisten dalam perkataan dan perbuatan, dapat dipercaya dalam setiap kegiatan, dan komitmen untuk aktif terlibat di lingkungan. 8. Self-Discipline: Disiplin Diri: Memperlihatkan kerja keras dan komitmen pada tujuan, mengatur diri untuk perbaikan diri dan juga menghindari perilaku tidak baik, dapat mengendalikan kata-kata, aksi, reaksi, dan juga keinginan. Menghindari seks di luar nikah, narkoba, alcohol, rokok, zat dan perilaku berbahaya lainnya. Melakukan yang terbaik dalam segala hal. Di Indonesia, dimana agama di ajarkan di sekolahsekolah negeri, kelihatannya pendidikan moral masih belum berhasil dilihat dari parameter kejahatan dan demoralisasi

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

masyarakat yang tampak meningkat pada periode ini. Dilihat dari esensinya seperti yang terlihat dari kurikulum pendidikan agama tampaknya agama lebih mengajarkan pada dasar-dasar agama, sementara akhlak atau kandungan nilai-nilai kebaikan belum sepenuhnya disampaikan. Dilihat dari metode pendidikan pun tampaknya terjadi kelemahan karena metode pendidikan yang disampaikan difokuskan pada pendekatan otak kiri/kognitif, yaitu hanya mewajibkan peserta didik untuk mengetahui dan menghafal (memorization) konsep dan kebenaran tanpa menyentuh perasaan, emosi, dan nuraninya. Selain itu tidak dilakukan praktek perilaku dan penerapan nilai kebaikan dan akhlak mulia dalam kehidupan di sekolah. Ini merupakan kesalahan metodologis yang mendasar dalam pengajaran moral bagi peserta didik. Karena itu tidaklah aneh jika dijumpai banyak sekali inkonsistensi antara apa yang diajarkan di sekolah dan apa yang diterapkan anak di luar sekolah. Dengan demikian peran orangtua dalam pendidikan agama untuk membentuk karakter anak (baca:akhlak) menjadi amat mutlak, karena melalui orangtua pulalah anak memperoleh kesinambungan nilai-nilai kebaikan yang telah ia ketahui di sekolah. Tanpa keterlibatan orangtua dan keluarga maka sebaik apapun nilai-nilai yang diajarkan di sekolah akan menjadi sia-sia, sebab pendidikan karakter (atau akhlak dalam Islam) harus mengandung unsur afeksi, perasaan, sentuhan nurani, dan prakteknya sekaligus dalam bentuk amalan kehidupan sehari-hari. Brooks dan Goble membuat rumusan paradigma baru
127

Pendidikan Karakter

pembelajaran dalam bukunya The Case for Character Education agar sistem pendidikan moral tidak lagi memikirkan tentang nilai-nilai siapa yang akan diajarkan pada siswa di sekolah, akan tetapi perlu dipikirkan nilai-nilai apa yang akan diajarkan pada siswa (what values should we teach?). Dia juga menekankan bahwa agama-agama besar di Amerika telah memiliki kesamaan dalam hal pendidikan karakter dan mempunyai nilai-nilai luhur yang dapat ditemukan dalam masing-masing ajaran agamanya: Menurut William Bennett (1991) sekolah mempunyai peran yang amat penting dalam pendidikan karakter anak, terutama jika anak-anak tidak mendapatkan pendidikan karakter di rumah. Argumennya didasarkan kenyataan bahwa anak-anak Amerika menghabiskan cukup banyak waktu di sekolah, dan apa yang terekam dalam memori anakanak di sekolah akan mempengaruhi kepribadian anak ketika dewasa kelak. Di Indonesia, dimana agama di ajarkan di sekolahsekolah negeri, kelihatannya pendidikan moral masih belum berhasil dilihat dari parameter kejahatan dan demoralisasi masyarakat yang tampak meningkat pada periode ini. Dilihat dari esensinya seperti yang terlihat dari kurikulum pendidikan agama tampaknya agama lebih mengajarkan pada dasar-dasar agama, sementara akhlak atau kandungan nilai-nilai kebaikan belum sepenuhnya disampaikan. Dilihat dari metode pendidikan pun tampaknya terjadi kelemahan karena metode pendidikan yang disampaikan dikonsentrasikan atau terpusat pada pendekatan otak kiri/kognitif, yaitu hanya mewajibkan

128

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

siswa didik untuk mengetahui dan menghafal (memorization) konsep dan kebenaran tanpa menyentuh perasaan, emosi, dan nuraninya. Selain itu tidak dilakukan praktek perilaku dan penerapan nilai kebaikan dan akhlak mulia dalam kehidupan di sekolah. Ini merupakan kesalahan metodologis yang mendasar dalam pengajaran moral bagi manusia. Karena itu tidaklah aneh jika dijumpai banyak sekali inkonsistensi antara apa yang diajarkan di sekolah dan apa yang diterapkan anak di luar sekolah. Dengan demikian peran orangtua dalam pendidikan agama untuk membentuk karakter anak (baca:akhlak) menjadi amat mutlak, karena melalui orangtua pulalah anak memperoleh kesinambungan nilai-nilai kebaikan yang telah ia ketahui di sekolah. Tanpa keterlibatan orangtua dan keluarga maka sebaik apapun nilai-nilai yang diajarkan di sekolah akan menjadi sia-sia, sebab pendidikan karakter (akhlak, moral dan etika) harus mengandung unsur afeksi, perasaan, sentuhan nurani, dan prakteknya sekaligus dalam bentuk amalan kehidupan sehari-hari. Ratna Megawangi menjelaskan ada sembilan pilar model pendidikan holistik berbasis karakter. Nilai-nilai luhur itu meliputi cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya, kemandirian tanggungjawab dan kedisiplinan, kejujuran/amanah dan bijaksana, hormat dan santun, dermawan suka tolong menolong dan gotong -royong, percaya diri kreatif dan pekerja keras, kepemimpinan dan keadilan, baik dan rendah hati serta toleransi, kedamaian dan kesatuan.
129

Pendidikan Karakter

Kesembilan nilai luhur ini sangat efektif bila diaplikasikan kedalam metode pengajaran . Selama ini sekolah (para guru ) baru menyajikan pembelajaran moral, entah itu pendidikan agama, kewarganegaraan, mayoritas masih menitikberatkan aspek pengetahuan saja. Aspek sikap sering dilupakan atau bahkan kurang dipedulikan. Ini berarti pendidikan agama jangan sekadar menyajikan hal-hal yang teoritis saja, melainkan dituntut bagaimana ajaran tersebut dapat dipraktikkan oleh siswa. 2. Nilai-nilai Pendidikan Karakter di Sekolah Salah satu keunikan dan keunggulan sebuah sekolah adalah memiliki budaya sekolah (school culture) yang kokoh, dan tetap eksis. Perpaduan semua unsur (three in one) baik siswa, guru, dan orang tua yang bekerjasama dalam menciptakan komunitas yang lebih baik melalui pendidikan yang berkualitas, serta bertanggung jawab dalam meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah, menjadikan sebuah sekolah unggul dan favorit di masyarakat. Oleh karena itu, salah satu solusinya tidak ada lain adalah mengokohkan budaya sekolah di kalangan stakeholder sekolah. Dan di antara nilai-nilai budaya dan sosial yang perlu di bangun di lingkungan sekolah, sebagai berikut; Pertama, etika. Etika atau akhlakul karimah adalah tata aturan untuk bisa hidup bersama dengan orang lain. Kita hidup tidak sendirian, dilahirkan oleh dan dari orang

130

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

lain yang bernama ibu dan ayah kita, dan kemudian hidup bersama dengan orang lain. Oleh karena itu, kita harus hidup beretika, menghormati diri sendiri dan orang lain. Kejujuran, kejujuran. Semua warga sekolah harus dilatih berbuat jujur, mulai jujur kepada dirinya sendiri, jujur kepada Tuhan, jujur kepada orang lain. Kejujuran itu harus dibangun di sekolah. Dari tinjauan inilah barangkali KPK telah membuat program kantin kejujuran di ribuan sekolah di negeri ini. Konon, materi mata pelajaran matematika modern seharusnya menghasilkan manusia yang jujur di negeri ini. Apalagi dengan materi pelajaran Pendidikan Agama.Namun sayangnya program ini masih belum di tangani secara serius. Ketiga, kasih sayang. Ada tiga landasan pendidikan yang harus dibangun, yaitu (1) kasih sayang, (2) kepercayaan, dan (3) kewibawaan.Karena kasing sayang telah melahirkan kepercayaan. Kepercayaan menghasilkan kepercayaan, dan kepercayaan akan menghasilkan kewibawaan. Keempat, mencintai belajar. Mana yang lebih penting? Apakah menguasai pelajaran atau mencintai belajar? Learning how to learn, ternyata akan jauh lebih penting ketimbang bersusah payah menghafalkan bahan ajar yang selalu akan terus bertambah itu. Dari sini lahirlah pendapat bahwa belajar konsep jauh lebih penting daripada menghafalkan fakta dan data. Kelima, bertanggung jawab. Sering kali kita menuntut hak ketimbang tanggung jawab. Mahatma Gandhi mengingatkan
131

Pendidikan Karakter

bahwa semua hak itu berasal dari kewajiban yang telah dilaksanakan dengan baik. Itulah sebabnya maka kita harus memupuk rasa tanggung jawab ini sejak dini ini di lembaga pendidikan sekolah, bahkan dari keluarga. Keenam, menghormati hak orang lain. Kita masih sering membedabedakan orang lain karena berbagai kepentingan. Kita tidak menghargai bahwa sebagian dari apa yang kita peroleh adalah hak orang lain. Kita masih lebih sering mementingkan diri sendiri ketimbang memberikan penghargaan kepada orang lain. Penghargaan kepada orang lain tidak boleh melihat perbedaan status sosial, ekonomi, agama, dan budaya. Ketujuh, tepat waktu. Waktu adalah pedang, adalah warisan petuah para sahabat Nabi. Time is money adalah warisan para penjelajah rules of the waves bangsa pemberani orang Inggris. Maka tanamlah benih-benih menghargai waktu di lingkungan sekolah kita. Sementara Dorothy Rich (Elmubarok:2009) mengungkapkan beberapa nilai dan kebiasaan dalam pendidikan karakter yang dapat dipelajari dan diajarkan oleh orangtua maupun sekolah, yang selanjutnya dinamakan mega skills yaitu meliputi: percaya diri (confidence), motivasi (motivation), usaha (effort), tanggungjawab (responsibility), inisiatif (initiative), kemauan kuat (perseverence), kasih sayang (caring), kerjasama (teamwork), berpikir logis (common sense), pemecahan masalah (problem solving), konsentrasi pada tujuan (focus).

132

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

3. Pendidikan Karakter dan Prestasi Akademik Lantas sesungguhnya sejauh mana dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership. Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik. Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Bahkan secara spesifik, Ratna menyebut tiga unsur yang
133

Pendidikan Karakter

harus dilakukan dalam model pendidikan karakter. Pertama, Knowing the good. Untuk membentuk karakter, anak tidak hanya sekadar tahu mengenai hal-hal yang baik, namun mereka harus dapat memahami kenapa perlu melakukan hal itu. Selama ini mereka tahunya mana yang baik dan buruk, namun mereka tidak tahu alasannya. Kedua, Feeling the good. Konsep ini mencoba membangkitkan rasa cinta anak untuk melakukan perbuatan baik. Di sini anak dilatih untuk merasakan efek dari perbuatan baik yang dia lakukan. Jika Feeling the good sudah tertanam, itu akan menjadi mesin atau kekuatan luar biasa dari dalam diri seseorang untuk melakukan kebaikan atau menghindarkan perbuatan negatif. Ketiga, Acting the good. Pada tahap ini, anak dilatih untuk berbuat mulia. Tanpa melakukan apa yang sudah diketahui atau dirasakan oleh seseorang, tidak akan ada artinya. Selama ini hanya imbauan saja, padahal berbuat sesuatu yang baik itu harus dilatih, dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Menurut Ratna, ketiga faktor tersebut harus dilatih secara terus menerus hingga menjadi kebiasaan. Jadi, konsep yang dibangun, adalah habit of the mind, habit of the heart, dan habit of the hands. Sebagaimana dijelaskan dalam buku Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap

134

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktorfaktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktorfaktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya. Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter. Selain itu Daniel Goleman juga mengatakan bahwa banyak orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya entah karena kesibukan atau karena lebih

135

Pendidikan Karakter

mementingkan aspek kognitif anak. Namun ini semua dapat dikoreksi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah. Namun masalahnya, kebijakan pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek kecerdasan otak, dan hanya baru-baru ini saja pentingnya pendidikan budi pekerti menjadi bahan pembicaraan ramai. Ada yang mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia dibuat hanya cocok untuk diberikan pada 10-20 persen otak-otak terbaik. Artinya sebagian besar anak sekolah (80-90 persen) tidak dapat mengikuti kurikulum pelajaran di sekolah. Akibatnya sejak usia dini, sebagian besar anakanak akan merasa bodoh karena kesulitan menyesuaikan dengan kurikulum yang ada. Ditambah lagi dengan adanya sistem ranking yang telah memvonis anak-anak yang tidak masuk 10 besar, sebagai anak yang kurang pandai. Sistem seperti ini tentunya berpengaruh negatif terhadap usaha membangun karakter, dimana sejak dini anak-anak justru sudah dibunuh rasa percaya dirinya. Rasa tidak mampu yang berkepanjangan yang akan membentuk pribadi yang tidak percaya diri, akan menimbulkan stress berkepanjangan. 4. Evaluasi Pendidikan Karakter Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi, yang antara lain meliputi sebagai berikut:
136

1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja;

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri; 3. Menunjukkan sikap percaya diri; 4. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas; 5. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional; 6. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif; 7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif; 8. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya; 9. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan seharihari; 10. Mendeskripsikan gejala alam dan sosial; 11. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab; 12. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia; 13. Menghargai karya seni dan budaya nasional;

137

Pendidikan Karakter

14. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya; 15. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik; 16. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun; 17. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; Menghargai adanya perbedaan pendapat; 18. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana; 19. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana; 20. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah; 21. Memiliki jiwa kewirausahaan. Sedangkan kriteria pencapaian pendidikan karakter pada tingkat sekolah adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.
D. Pendekatan dan Strategi Pendidikan Karakter di Sekolah

138

Menurut Brooks dan Gooble dalam menjalankan pendidikan karakter terdapat tiga elemen yang penting untuk diperhatikan

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

yaitu prinsip, proses dan prakteknya dalam pengajaran. Dalam menjalankan prinsip itu maka nilai-nilai yang diajarkan harus termanifestasikan dalam kurikulum sehingga semua siswa dalam sekolah faham benar tentang nilai-nilai tersebut dan mampu menerjemahkannya dalam perilaku nyata. Untuk itu maka diperlukan pendekatan optimal untuk mengajarkan karakter secara efektif yang menurut Brooks dan Goble harus diterapkan di seluruh sekolah (school-wide approach). Pendekatan yang sebaiknya dilaksanakan adalah meliputi: 1. sekolah harus dipandang sebagai suatu lingkungan yang diibaratkan seperti pulau dengan bahasa dan budayanya sendiri. Namun sekolah juga harus memperluas pendidikan karakter bukan saja kepada guru, staf dan siswa didik, tetapi juga kepada keluarga/rumah dan masyarakat sekitarnya. 2. Dalam menjalankan kurikulum karakter maka sebaiknya: 1) pengajaran tentang nilai-nilai berhubungan dengan sistem sekolah secara keseluruhan; 2) diajarkan sebagai subyek yang berdiri sendiri (separate-stand alone subject) namun diintegrasikan dalam kurikulum sekolah keseluruhan; 3) seluruh staf menyadari dan mendukung tema nilai yang diajarkan. 3. Penekanan ditempatkan untuk merangsang bagaimana siswa menterjemahkan prinsip nilai ke dalam bentuk perilaku pro-sosial. Mengingat moral adalah sesuatu yang bersifat abstrak maka

139

Pendidikan Karakter

nilai-nilai moral kebaikan harus diajarkan pada generasi muda ini. Oleh sebab itu tema yang sesuai dengan usia anak dalam berpikir konkrit perlu diakomodasi. Cerita-cerita kepahlawanan dan kisah kehidupan yang perlu diteladani baik dari para orang bijak, maupun para pejuang bangsa dan humanisme tetap diperlukan. Bahkan imajinasi anak terhadap kehidupan yang ideal ini (meskipun apa yang dilihatnya dari sekitarnya tidaklah demikian) perlu ditekankan kepada anak agar ia mencintai kebajikan dan terdorong untuk berbuat hal yang sama. Kritik para pendidik progresif tentang indoktrinasi nilai (Simon, Kirschenbaum, dan lain-lain) sebagai sesuatu hal yang tidak boleh dipaksakan kepada anak justru merupakan kelemahan dari mereka sendiri. Sebab pendidikan tanpa nilai moral seperti yang mereka lakukan kepada siswa didik adalah merupakan nilai sendiri. Karena itu dalam mendidik karakter pada anak pengenalan dini terhadap nilai baik dan buruk sangat diperlukan. Namun sejalan dengan perkembangan usia anak maka alasan (reason) atau mengapa (why) di balik nilai-nilai baik dan buruk dapat mulai diajarkan kepada siswa didik. Sekali lagi perlu difahami benar oleh para pendidik dan pemerhati kehidupan bangsa, bahwa pendidikan moral dan karakter adalah seperti dua sisi mata uang yang saling melengkapi yang memiliki tujuan mulia dalam membentuk moral manusia, sebab tanpa moral maka manusia seperti dikatakan Wilson (1997) hanyalah seperti social animal. Untuk itu maka tugas para pendidik dan sekolah-lah untuk menjadikan manusia menjadi makhluk baik yang beradab dan berbudi luhur, seperti dikatakan Lickona :Moral education is not a new idea. It is in fact, as old as

140

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

education itself. Down through history, in countries all over the world, education has had two great goals: to help young people become smart and to help them become good. Dengan demikian, pendidikan karakter di sekolah dapat di implementasikan sebagai berikut : diajarkan melalu pemodelan, suasana, dan kurikulum 2. datang dari rumah, komunitas, dan sekolah 3. adalah jalan proaktif mengadaptasi dan menggunakan materi pendidikan yang sudah ada untuk meningkatkan pemahaman dan menginspirasi pengembangan ciri karakter yang baik di semua siswa di setiap bagian pengalaman belajar mereka 4. adalah belajar untuk membuat pilihan dan keputusan yang baik 5. adalah belajar tentang hubungan positif dan pengembangannya berdasarkan perkembangan dan kedalaman karakter kita 6. adalah didasari hubungan dan budaya sekolah 7. adalah proses, bukan hanya program 8. yang terbaik adalah, perubahan (reformasi) sekolah 9. adalah didasari oleh riset, teori, dan yang lebih penting lagi adalah keterlibatan guru dan siswa 10. adalah mengeluarkan yang terbaik dari kita semua, guru dan siswa. Pelaksanaan pendidikan karakter dalam konteks makro
1.

141

Pendidikan Karakter

kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, merupakan komitmen seluruh sektor kehidupan, bukan hanya sektor pendidikan nasional. Keterlibatan aktif dari sektor-sektor pemerintahan lainnya, khususnya sektor keagamaan, kesejahteraan, pemerintahan, komunikasi dan informasi, kesehatan, hukum dan hak asasi manusia, serta pemuda dan olahraga juga sangat dimungkinkan. Pada tahap evaluasi hasil, dilakukan asesmen program untuk perbaikan berkelanjutan yang dirancang dan dilaksanakan untuk mendeteksi aktualisasi karakter dalam diri peserta didik sebagai indikator bahwa proses pembudayaan dan pemberdayaan karakter itu berhasil dengan baik, menghasilkan sikap yang kuat, dan pikiran yang argumentatif. Pada konteks makro, program pendidikan karakter bangsa dapat digambarkan sebagai berikut.

142

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Gambar 2: Konteks Makro Pendidikan Karakter Pendidikan karakter dalam konteks mikro, berpusat pada satuan pendidikan secara holistik. Satuan pendidikan merupakan sektor utama yang secara optimal memanfaatkan dan memberdayakan semua lingkungan belajar yang ada untuk menginisiasi, memperbaiki, menguatkan, dan menyempurnakan secara terus-menerus proses pendidikan karakter di satuan pendidikan. Pendidikanlah yang akan melakukan upaya sungguh-sungguh dan senantiasa menjadi garda depan dalam upaya pembentukan karakter manusia Indonesia yang sesungguhnya. Pengembangan karakter dibagi dalam empat pilar, yakni kegiatan belajar-mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk pengembangan budaya satuan pendidikan; kegiatan ko-kurikuler dan/atau ekstra kurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat.

143

Pendidikan Karakter

144

Pendidikan karakter dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas, dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Khusus, untuk materi Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan karena memang misinya adalah mengembangkan nilai dan sikap pengembangan karakter harus menjadi fokus utama yang dapat menggunakan berbagai strategi/metode pendidikan karakter. Untuk kedua mata pelajaran tersebut, karakter dikembangkan sebagai dampak pembelajaran dan juga dampak pengiring. Sementara itu mata pelajaran lainnya, yang secara formal memiliki misi utama selain pengembangan karakter, wajib mengembangkan rancangan pembelajaran pendidikan karakter yang diintegrasikan kedalam substansi/ kegiatan mata pelajaran sehingga memiliki dampak pengiring bagi berkembangnya karakter dalam diri peserta didik. Lingkungan satuan pendidikan perlu dikondisikan agar lingkungan fisik dan sosial-kultural satuan pendidikan memungkinkan para peserta didik bersama dengan warga satuan pendidikan lainnya terbiasa membangun kegiatan keseharian di satuan pendidikan yang mencerminkan perwujudan karakter yang dituju. Pola ini ditempuh dengan melakukan pembiasaan dengan pembudayaan aspek-aspek karakter dalam kehidupan keseharian di sekolah dengan pendidik sebagai teladan. Dalam kegiatan ko-kurikuler (kegiatan belajar di luar

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

kelas yang terkait langsung pada materi suatu mata pelajaran) atau kegiatan ekstra kurikuler (kegiatan satuan pendidikan yang bersifat umum dan tidak terkait langsung pada suatu mata pelajaran, seperti kegiatan Dokter Kecil, Palang Merah Remaja, Pecinta Alam, Liga Pendidikan Indonesia, dll.) perlu dikembangkan proses pembiasaan dan penguatan dalam rangka pengembangan karakter. Kegiatan ekstrakurikuler dapat diselenggarakan melalui kegiatan olahraga dan seni dalam bentuk pembelajaran, pelatihan, kompetisi atau festival. Berbagai kegiatan olahraga dan seni tersebut diorientasikan terutama untuk penanaman dan pembentukan sikap, perilaku, dan kepribadian para pelaku olahraga atau seni agar menjadi manusia Indonesia berkarakter. Kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan oleh gerakan pramuka dimaksudkan untuk mempersiapkan generasi muda sebagai calon pemimpin bangsa yang memiliki watak, kepribadian, dan akhlak mulia serta keterampilan hidup prima. Di lingkungan keluarga dan masyarakat diupayakan agar terjadi proses penguatan dari orang tua/wali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap perilaku berkarakter mulia yang dikembangkan di satuan pendidikan sehingga menjadi kegiatan keseharian di rumah dan di lingkungan masyarakat masing-masing. Hal ini dapat dilakukan lewat komite sekolah, pertemuan wali murid, kunjungan/kegiatan wali murid yang

145

Pendidikan Karakter

berhubungan dengan kumpulan kegiatan sekolah dan keluarga yang bertujuan menyamakan langkah dalam membangun karakter di sekolah, di rumah, dan di masyarakat. Program pendidikan karakter pada konteks mikro dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3: Konteks Mikro Pendidikan Karakter Dengan prinsip yang sama, pendidikan karakter dapat dilakukan pada jalur pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh masyarakat, misalnya kursus keterampilan, kursus kepemudaan, bimbingan belajar, pelatihan-pelatihan singkat, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun organisasi massa. Demikian pula pendidikan karakter dapat dilakukan pada kegiatan kemasyarakatan, seperti kegiatan

146

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

karang taruna, keagamaan, olahraga, kesenian, sosial, atau kegiatan pelatihan penanggulangan bencana alam. Pendidikan nonformal yang dilaksanakan pada lingkup dunia usaha dalam bentuk pendidikan dan pelatihan calon pegawai, pelatihan kewirausahaan, pelatihan kepemimpinan, dan pelatihan keterampilan profesi. Pada lingkup masyarakat politik dilakukan bentuk pelatihan dan kaderasisasi partai, pelatihan kepemimpinan, pelatihan etika politik dan pembudayaan politik. Sedangkan pada lingkup media masa, pendidikan nonformal berupa pelatihan dasar komunikasi, pelatihan kode etik jurnalistik, dan pemahaman profesi jurnalis dan pelatihan transaksi elektronik. Pendidikan karakter pada kegiatan pendidikan dan latihan nonformal serta kegiatan kemasyarakatan tersebut dapat diarahkan untuk menanamkan kepedulian sosial, jiwa patriotik, kejujuran, dan kerukunan berkehidupan dalam masyarakat serta untuk mempersiapkan generasi muda sebagai calon pemimpin bangsa yang memiliki watak, kepribadian, dan akhlak mulia. Pendidikan karakter pada pendidikan nonformal dilaksanakan dengan pendekatan holistik dan terintegrasi pada setiap aspek pekerjaan atau kegiatan dalam kehidupan seharihari. Strategi pembangunan karakter bangsa melalui program pendidikan memerlukan dukungan penuh dari pemerintah yang dalam hal ini berada di jajaran Kementerian

147

Pendidikan Karakter

148

Pendidikan Nasional. Oleh karena itu, fasilitasi yang perlu didukung berupa hal-hal sebagai berikut. a. Pengembangan kerangka dasar dan perangkat kurikulum; inovasi pembelajaran dan pembudayaan karakter; standardisasi perangkat dan proses penilaian; kerangka dan standardisasi media pembelajaran yang dilakukan secara sinergis oleh pusat-pusat di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Nasional. b. Pengembangan satuan pendidikan yang memiliki budaya kondusif bagi pembangunan karakter dalam berbagai modus dan konteks pendidikan usia didin, pendidikan dasar dan menengah, serta pendidikan tinggi dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional. c. Pengembangan kelembagaan dan program pendidikan nonformal dan informal dalam rangka pendidikan karakter melalui berbagai modus dan konteks dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal. d. Pengembangan dan penyegaran kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, baik di jenjang pendidikan usia dini, dasar, menengah maupun pendidikan tinggi yang relevan dengan pendidikan karakter dalam berbagai modus dan konteks dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait.

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

e. Pengembangan karakter peserta didik di perguruan tinggi melalui penguatan standar isi dan proses, serta kompetensi pendidiknya untuk kelompok Mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) dan Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB); penelitian dan pengembangan pendidikan karakter; pembinaan lembaga pendidikan tenaga kependidikan; pengembangan, dan penguatan jaringan informasi profesional pembangunan karakter dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait.
E. Tugas dan Peran Guru dalam Pendidikan Karakter

Guru, yang dalam bahasa Jawa berarti digugu dan ditiru, sesungguhnya menjadi jiwa bagi pembentukan kepribadian dan karakter seorang siswa. Kita ingat ungkapan Soekarno di hadapan guru Taman Siswa, dalam sambutannya beliau: Guru yang sifat hakikatnya hijau, akan beranak hijau, guru yang sifat hakikatnya hitam akan beranak hitam. Saya tidak mau masuk ke dalam golongannya orang-orang yang mengatakan bahwa guru bisa main komedi kepada anak-anak. Guru tidak bisa mendurhakai jiwanya sendiri. Guru hanya bisa mengajarkan apa dia itu sebenarnya. Men kan niet onderwijzen wat men wil, men kan niet onderwijzen wat men weet, men kan allen onderwijzen wat men is (manusia tidak bisa mengajarkan sesuatu sekehendak hatinya, manusia tidak bisa mengajarkan apa yang tidak dimilikinya, manusia hanya bisa mengajarkan apa yang ada padanya).
149

Pendidikan Karakter

Untuk menjadi seorang teladan tidaklah mudah seperti halnya membalikkan telapak tangan. Namun, ada beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan seorang guru untuk mengembangkan nilainilai keteladanan itu yaitu pertama, konsekuen dengan apa yang diajarkan. Guru sebelum mengajarkan suatu nilai baik kepada siswa perlu berefleksi bagaimana ia sendiri menjalankan nilai itu dalam hidup. Kedua, tidak main topeng. Tidak sedikit guru yang sering main topeng di hadapan siswa. Guru perlu berlatih untuk menerima diri apa adanya dengan segala kekurangan dan kelemahannya. Bila memang bersalah, tidak ada salahnya ia berani mengakuinya di hadapan siswa, bila memang tidak tahu, kenapa masih berupaya untuk menjadi orang sok tahu. Ketiga, belajar terus tanpa henti. Guru hanya dapat membantu siswa mengembangkan potensi dan kemampuannya, bila guru sendiri terus belajar. Dengan terus belajar, guru akan semakin banyak tahu, guru yang banyak tahu akan mudah menularkan pengetahuannya kepada siswa. Tugas dan tanggung jawab guru di sekolah maupun di luar sekolah sangat kental dengan pesan-pesan moral kebaikan. Sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa ketika seorang guru mengajarkan sesuatu di kelas, itu berarti sama dengan menyampaikan pesan-pesan Tuhan berupa kebajikan-kebajikan kepada siswa. Namun hal tersebut akan menjadi sesuatu yang ironis jika kita menyampaikan pesan dari Tuhan sementara kita sendiri sebagai guru jauh dari Tuhan. Begitu pun dengan profil yang kita tunjukan sebagai guru, betapa sering kita menyampaikan

150

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

pesanpesan kebaikan kepada siswa di sekolah, sementara kita sendiri jauh dari apa yang kita katakan. Di sinilah pentingnya keteladanan seorang guru sebagai pembawa pesan moral dan sosial. Teladan, merupakan kata yang tidak pernah lekang sepanjang zaman terutama jika diartikan dengan pembinaan dan pendidikan, baik pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat secara luas. Keteladanan memiliki kekuatan dahsyat untuk mengubah perilaku seseorang. Teladan juga merupakan sebuah kata yang kerap kali mudah diucapkan, namun sangat sulit untuk dilaksanakan. Indikasi adanya keteladanan dalam pendidikan adalah terdapat model peran dalam diri insan pendidik baik itu guru, staf, karyawan, kepala sekolah, direktur, pengurus perpustakaan dan lain-lain. Guru harus memberikan rasa aman dan keselamatan kepada setiap peserta didik di dalam menjalani masa-masa belajarnya. Hal ini senada dengan pendapat Moh. Surya (1997) tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan masyarakat di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru harus berperan sebagai; 1. Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat; 2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya;

151

Pendidikan Karakter

3. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah; 4. model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh para peserta didik; dan 5. Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya. Seringkali, kita sebagai guru mengarahkan permasalahan ini kepada siswa sebagai penyebabnya, baik karena siswa yang malas, tidak punya buku paket atau alasan lain. Seorang guru harus senantiasa mau beintrospeksi pada diri sendiri. Betapa banyak guru sering menempatkan dirinya sebagai dewa kebenaran yang seolah-olah serba tahu semua keinginan muridnya. Padahal sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.
152

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Beberapa kejadian menunjukkan bagaimana pendidikan anak gagal karena ulah guru, yang ternyata tidak memberikan teladan dalam tingkah laku mereka. Dalam perlakukan terhadap siswa misalnya, guru sering mengajarkan kesamaan hak, tetapi dia sendiri pilih kasih terhadap anak-anak tertentu, guru mengajarkan nilainilai kejujuran kepada siswa sementara dia sendiri menyalahgunakan wewenang yang diamanatkan kepadanya. Verba movent exempla trahunt (kata-kata itu memang dapat menggerakkan orang, namun teladan itulah yang menarik hati). Seorang siswa di sekolah banyak belajar dari apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar, apa yang mereka rasakan, dan apa yang mereka lakukan. Untuk itu, pendidikan kepribadian sesungguhnya merupakan tuntutan terutama bagi kalangan pendidik itu sendiri. Sebab, pengetahuan yang baik tentang sebuah nilai akan menjadi tidak kredibel ketika gagasan teoritis normatif nan apik itu tidak pernah ditemui oleh siswa dalam praksis kehidupan di sekolah. Keteladanan memang menjadi salah satu hal klasik bagi berhasilnya sebuah tujuan pendidikan. Oleh karena itu, tumpuan pendidikan seorang murid ada di pundak para guru. Konsistensi dalam pembelajaran, tidak sekedar melalui apa yang dikatakan melalui pembelajaran di kelas, melainkan nilai itu juga tampil dalam diri pribadi sang guru, dalam kehidupan yang nyata di luar kelas.
153

Pendidikan Karakter

154

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

BAB V PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KELUARGA


A. Fungsi dan Peran Keluarga dalam Pendidikan Karakter

Menanamkan nilai-nilai karakter bangsa tentu saja harus di mulai dari pendidikan informal, dan secara pararel berlanjut pada pendidikan formal dan nonformal. Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun non-Islam. Karerena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggotaanggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya.

155

Pendidikan Karakter

Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat. Karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya. Menurut pakar pendidikan, William Bennett (dalam Megawangi, 2003), keluarga merupakan tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan. Apabila keluarga gagal untuk mengajarkan kejujuran, semangat, keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan kemampuan-kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagi institusi-institusi lain untuk memperbaiki kegagalan-kegagalannya. Keluarga memiliki peran penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa, sehingga mereka berteori bahwa keluarga adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat, sehingga jika keluarga-keluarga yang merupakan fondasi masyarakat lemah, maka masyarakat pun akan lemah. Oleh karena itu, para sosiolog meyakini bahwa berbagai masalah masyarakat - seperti kejahatan seksual dan kekerasan yang merajalela, serta segala macam kebobrokan di masyarakat - merupakan akibat dari lemahnya institusi keluarga. Bagi seorang anak, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Keluarga berfungsi sebagai sarana mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang

156

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

sehat guna tercapainya keluarga, sejahtera. Kegagalan dalam mendidik dan membina anak di keluarga, maka akan sulit sekali bagi institusi-institusi lain untuk memperbaiki kegagalankegagalannya. Oleh karena itu keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidikan karakter anak. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain di luar keluarga (termasuk sekolah) untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah.
B. Keluarga: Peletak Dasar Pendidikan Moral dan Agama

Ki Hajar Dewantara dalam Hasbullah; 2006: 42, mengatakan; Rasa cinta, rasa bersatu dan lain-lain perasaan dan keadaan jiwa yang pada umumnya sangat berfaedah untuk berlangsungnya pendidikan, teristimewa pendidikan budi pekerti, terdapatlah di dalam hidup keluarga dalam sifat yang kuat dan murni, sehingga tak dapat pusat-pusat pendidikan lainnya yang menyamainya. Dari sini, dapat digambarkan bahwa peran keluarga terutama orang tua merupakan cermin dan sikap bagi anakanaknya. Keteladanan orang tua dalam berperilaku akan menjadi contoh nyata bagi pembelajaran si anak. Teladan ini pada akhirnya melahirkan gejala identifikasi positif, yakni penyamaan diri dengan orang yang ditiru, dan hal ini penting sekali dalam rangka pembentukan kepribadian.

157

Pendidikan Karakter

Di samping menanamkan dasar-dasar moral, yang tidak kalah pentingnya dari peran keluarga adalah internalisasi dan transformasi nilai-nilai keagamaan dalam diri anak. Masa kanakkanak merupakan usia emas dalam mengantarkan anak pada nilai-nilai ajaran agama yang benar. Oleh karena itu, sebagai orang tua perlu kiranya untuk mengajak serta dan melibatkan anak-anak dalam kegiatan keagamaan. Agar sejak dini anak sudah dikenalkan dengan nilainilai yang terpuji sebagai bekal kepribadiannya saat mencapai usia dewasa.
C. Keluarga dan Kehidupan Emosional Anak

Secara umum, Baumrind mengkategorikan pola asuh menjadi tiga jenis, yaitu : (1) Pola asuh Authoritarian, (2) Pola asuh Authoritative, (3) Pola asuh permissive. Tiga jenis pola asuh Baumrind ini hampir sama dengan jenis pola asuh menurut Hurlock juga Hardy & Heyes yaitu: (1) Pola asuh otoriter, (2) Pola asuh demokratis, dan (3) Pola asuh permisif. Pola asuh otoriter mempunyai ciri orangtua membuat semua keputusan, anak harus tunduk, patuh, dan tidak boleh bertanya. Pola asuh demokratis mempunyai ciri orangtua mendorong anak untuk membicarakan apa yang ia inginkan. Pola asuh permisif mempunyai ciri orangtua memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berbuat. Kita dapat mengetahui pola asuh apa yang diterapkan oleh orang tua dari ciri-ciri masing-masing pola asuh tersebut, yaitu sebagai berikut :
158

Pola asuh otoriter mempunyai ciri : 1) Kekuasaan orangtua dominan; 2) Anak tidak diakui sebagai pribadi; 3)

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Kontrol terhadap tingkah laku anak sangat ketat; 4) Orangtua menghukum anak jika anak tidak patuh; 5) Sementara pola asuh demokratis mempunyai ciri :1) Ada kerjasama antara orangtua anak.; 2) Anak diakui sebagai pribadi; 3) Ada bimbingan dan pengarahan dari orangtua; 4) Ada kontrol dari orangtua yang tidak kaku. Selanjutnya pola asuh permisif mempunyai ciri :1) Dominasi pada anak; 2) Sikap longgar atau kebebasan dari orangtua; 3) Tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orangtua; 4) Kontrol dan perhatian orangtua sangat kurang. Melalui pola asuh yang dilakukan oleh orang tua, anak belajar tentang banyak hal, termasuk karakter. Tentu saja pola asuh otoriter (yang cenderung menuntut anak untuk patuh terhadap segala keputusan orang tua) dan pola asuh permisif (yang cenderung memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berbuat) sangat berbeda dampaknya dengan pola asuh demokratis (yang cenderung mendorong anak untuk terbuka, namun bertanggung jawab dan mandiri) terhadap hasil pendidikan karakter anak. Artinya, jenis pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak oleh keluarga. Pola asuh otoriter cenderung membatasi perilaku kasih sayang, sentuhan, dan kelekatan emosi orangtua - anak sehingga antara orang tua dan anak seakan memiliki dinding pembatas yang memisahkan si otoriter (orang tua) dengan si patuh (anak). Studi yang dilakukan oleh Fagan (dalam Badingah, 1993) menunjukan bahwa ada keterkaitan antara faktor keluarga dan

159

Pendidikan Karakter

tingkat kenakalan keluarga, di mana keluarga yang broken home, kurangnya kebersamaan dan interaksi antar keluarga, dan orang tua yang otoriter cenderung menghasilkan remaja yang bermasalah. Pada akhirnya, hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas karakter anak. Pola asuh permisif yang cenderung memberi kebebesan terhadap anak untuk berbuat apa saja sangat tidak kondusif bagi pembentukan karakter anak. Bagaimana pun anak tetap memerlukan arahan dari orang tua untuk mengenal mana yang baik mana yang salah. Dengan memberi kebebasan yang berlebihan, apalagi terkesan membiarkan, akan membuat anak bingung dan berpotensi salah arah. Pola asuh demokratis tampaknya lebih kondusif dalam pendidikan karakter anak. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Baumrind yang menunjukkan bahwa orangtua yang demokratis lebih mendukung perkembangan anak terutama dalam kemandirian dan tanggungjawab. Sementara, orangtua yang otoriter merugikan, karena anak tidak mandiri, kurang tanggungjawab serta agresif, sedangkan orangtua yang permisif mengakibatkan anak kurang mampu dalam menyesuaikan diri di luar rumah. Menurut Arkoff (dalam Badingah, 1993), anak yang dididik dengan cara demokratis umumnya cenderung mengungkapkan agresivitasnya dalam tindakan-tindakan yang konstruktif atau dalam bentuk kebencian yang sifatnya sementara saja. Di sisi lain, anak yang dididik secara otoriter atau ditolak memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan agresivitasnya dalam bentuk tindakantindakan merugikan. Sementara itu, anak yang dididik secara

160

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

permisif cenderung mengembangkan tingkah laku agresif secara terbuka atau terang-terangan. Menurut Middlebrook (1993), hukuman fisik yang umum diterapkan dalam pola asuh otoriter kurang efektif untuk membentuk tingkah laku anak karena : (a) menyebabkan marah dan frustasi (dan ini tidak cocok untuk belajar); (b) adanya perasaan-perasaan menyakitkan yang mendorong tingkah laku agresif; (c) akibat-akibat hukuman itu dapat meluas sasarannya, misalnya anak menahan diri untuk memukul atau merusak pada waktu ada orangtua tetapi segera melakukan setelah orangtua tidak ada; (d) tingkah laku agresif orangtua menjadi model bagi anak. Hasil penelitian Rohner (2003) menunjukkan bahwa pengalaman masa kecil seseorang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya (karakter atau kecerdasan emosinya). Penelitian tersebut - yang menggunakan teori PAR (Parental Acceptance-Rejection Theory)- menunjukkan bahwa pola asuh orang tua, baik yang menerima (acceptance) atau yang menolak (rejection) anaknya, akan mempengaruhi perkembangan emosi, perilaku, sosial-kognitif, dan kesehatan fungsi psikologisnya ketika dewasa kelak. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan anak yang diterima adalah anak yang diberikan kasih sayang, baik secara verbal (diberikan kata-kata cinta dan kasih sayang, kata-kata yang membesarkan hati, dorongan, dan pujian), maupun secara fisik (diberi ciuman, elusan di kepala, pelukan, dan kontak mata yang mesra). Sementara, anak yang ditolak adalah anak yang

161

Pendidikan Karakter

mendapat perilaku agresif orang tua, baik secara verbal (katakata kasar, sindiran negatif, bentakan, dan kata-kata lainnya yang dapat mengecilkan hati), ataupun secara fisik (memukul, mencubit, atau menampar). Sifat penolakan orang tua dapat juga bersifat indifeerence atau neglect, yaitu sifat yang tidak mepedulikan kebutuhan anak baik fisik maupun batin, atau bersifat undifferentiated rejection, yaitu sifat penolakan yang tidak terlalu tegas terlihat, tetapi anak merasa tidak dicintai dan diterima oleh orang tua, walaupun orang tua tidak merasa demikian. Hasil penelitian Rohner menunjukkan bahwa pola asuh orang tua yang menerima membuat anak merasa disayang, dilindungi, dianggap berharga, dan diberi dukungan oleh orang tuanya. Pola asuh ini sangat kondusif mendukung pembentukan kepribadian yang pro-sosial, percaya diri, dan mandiri namun sangat peduli dengan lingkungannya. Sementara itu, pola asuh yang menolak dapat membuat anak merasa tidak diterima, tidak disayang, dikecilkan, bahkan dibenci oleh orang tuanya. Anak-anak yang mengalami penolakan dari orang tuanya akan menjadi pribadi yang tidak mandiri, atau kelihatan mandiri tetapi tidak mempedulikan orang lain. Selain itu anak ini akan cepat tersinggung, dan berpandangan negatif terhadap orang lain dan terhadap kehidupannya, bersikap sangat agresif kepada orang lain, atau merasa minder dan tidak merasa dirinya berharga. Menurut Megawangi (2003) ada beberapa kesalahan orang tua dalam mendidik anak yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi anak sehingga berakibat pada pembentukan karakternya, yaitu :

162

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

1. Kurang menunjukkan ekspresi kasih sayang baik secara verbal maupun fisik. 2. Kurang meluangkan waktu yang cukup untuk anaknya. 3. Bersikap kasar secara verbal, misainya menyindir, mengecilkan anak, dan berkata-kata kasar 4. Bersikap kasar secara fisik, misalnya memukul, mencubit, dan memberikan hukuman badan lainnya. 5. Terlalu memaksa anak untuk menguasai kemampuan kognitif secara dini. 6. Tidak menanamkan good character kepada anak. Dampak yang ditimbulkan dari salah asuh seperti di atas, akan menghasilkan anak-anak yang mempunyai kepribadian bermasalah atau mempunyai kecerdasan emosi rendah. 1. Anak menjadi acuh tak acuh, tidak butuh orang lain, dan tidak dapat menerima persahabatan. Karena sejak kecil mengalami kemarahan, rasa tidak percaya, dan gangguan emosi negatif lainnya. Ketika dewasa ia akan menolak dukungan, simpati, cinta dan respons positif lainnya dari orang di sekitarnya. la kelihatan sangat mandiri, tetapi tidak hangat dan tidak disenangi oleh orang lain. 2. Secara emosiol tidak responsif, dimana anak yang ditolak akan tidak mampu memberikan cinta kepada orang lain. 3. Berperilaku agresif, yaitu selalu ingin menyakiti orang baik secara verbal maupun fisik. 4. Menjadi minder, merasa diri tidak berharga dan berguna.

163

Pendidikan Karakter

5. Selalu berpandangan negatif pada lingkungan sekitarnya, seperti rasa tidak aman, khawatir, minder, curiga dengan orang lain, dan merasa orang lain sedang mengkritiknya. 6. Ketidakstabilan emosional, yaitu tidak toleran atau tidak tahan terhadap stress, mudah tersinggung, mudah marah, dan sifat yang tidak dapat dipreaiksi oleh orang lain. 7. Keseimbangan antara perkembangan emosional dan intelektual. Dampak negatif lainnya dapat berupa mogok belajar, dan bahkan dapat memicu kenakalan remaja, tawuran, dan lainnya. 8. Orang tua yang tidak memberikan rasa aman dan terlalu menekan anak, akan membuat anak merasa tidak dekat, dan tidak menjadikan orang tuannya sebagai role model Anak akan lebih percaya kepada peer groupnya sehingga mudah terpengaruh dengan pergaulan negatif.
D. Keluarga dan Pembinaan Karakter Anak

Untuk membentuk karakter anak diperlukan syarat-syarat mendasar bagi terbentuknya kepribadian yang baik. Menurut Megawangi (2003), ada tiga kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi, yaitu maternal bonding, rasa aman, dan stimulasi fisik dan mental. Maternal bonding (kelekatan psikologis dengan ibunya) merupakan dasar penting dalam pembentukan karakter anak karena aspek ini berperan dalam pembentukan dasar kepercayaan kepada orang lain (trust) pada anak. Kelekatan ini membuat anak merasa diperhatikan dan menumbuhkan rasa

164

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

aman sehingga menumbuhkan rasa percaya. Menurut Erikson, dasar kepercayaan yang ditumbuhkan melalui hubungan ibuanak pada tahun-tahun pertama kehidupan anak akan memberi bekal bagi kesuksesan anak dalam kehidupan sosialnya ketika ia dewasa. Dengan kata lain, ikatan emosional yang erat antara ibu-anak di usia awal dapat membentuk kepribadian yang baik pada anak. Kebutuhan akan rasa aman yaitu kebutuhan anak akan lingkungan yang stabil dan aman. Kebutuhan ini penting bagi pembentukan karakter anak karena lingkungan yang berubah-ubah akan membahayakan perkembangan emosi bayi. Pengasuh yang berganti-ganti juga akan berpengaruh negatif pada perkembangan emosi anak. Menurut Bowlby (2003), normal bagi seorang bayi untuk mencari kontak dengan hanya satu orang (biasanya ibu) pada tahap-tahap awal masa bayi. Kekacauan emosi anak yang terjadi karena tidak adanya rasa aman ini diduga oleh para ahli gizi berkaitan dengan masalah kesulitan makan pada anak. Tentu saja hal ini tidak kondusif bagi pertumbuhan anak yang optimal. Kebutuhan akan stimulasi fisik dan mental juga merupakan aspek penting dalam pembentukan karakter anak. Tentu saja hal ini membutuhkan perhatian yang besar dari orang tua dan reaksi timbal balik antara ibu dan anaknya. Menurut pakar pendidikan anak, seorang ibu yang sangat perhatian (yang diukur dari seringnya ibu melihat mata anaknya, mengelus, menggendong, dan berbicara kepada anaknya) terhadap anaknya yang berusia di bawah enam bulan akan mempengaruhi sikap bayinya sehingga menjadi anak yang gembira, antusias mengeksplorasi

165

Pendidikan Karakter

lingkungannya, dan menjadikannya anak yang kreatif. Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kebajikan (karakter) pada anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan orangtua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang dan lain-lain), serta sosialisasi normanorma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam rangka pendidikan karakter anak. Ketika Anak Menjadi Pembantah Sungguh banyak sekali penyebab dan perbuatan yang membuat anak tidak mau mengikuti aturan kedua orang tuanya, ia sulit untuk diarahkan, dididik dan dibina. Juga, berapa banyak anak yang berakhlak tidak baik, dan buruknya pendidikan didalam kehidupan bermasyarakat. Memang sangat mengerikan dan membahayakan sekali jika kita melihat perkembangan anak muda pada saat ini, ia banyak melakukan penyimpangan, baik dalam tatanan norma agama, orang tua dan bangsa. Dan seakan hal itu menyerang anak muda generasi penerus bangsa dari segala penjuru, sehingga ia tidak dapat mengelak dan memalingkan diri dari kemaksiatan dan dosa.
166

Untuk itu, jika orang tua dan para pendidik tidak mampu bertanggungjawab dan mengemban amanah dengan baik

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

terhadap anaknya. Juga, tidak mengetahui sebab-sebab yang menjadikan anak tidak dapat dikontrol. Dan cara mengatasi hal itu serta menjaga dan melindunginya. Dapat dipastikan anak didalam keluarga dan kehidupan bermasyarakatnya akan menjadi anak yang tidak dapat diatur, suka menyusahkan orang lain dan memiliki perangai yang tidak baik. Sehingga orangpun enggan untuk berteman dengannya. Agar dapat mengetahui beberapa faktor yang menyebabkan anak tidak mematuhi hukum yang diajarkan agama juga orang tua. Maka perhatikanlah pembahasan dibawah ini, agar jelas dan mendapatkan petunjuk dalam hal mendidik dan memberikan tanggungjawab pada anak. Diantara penyebabnya adalah; Kefakiran Sudah menjadi hal yang dapat dimaklumi dan menjadi kesadaran semua orang, bahwa anak kecil ataupun siapa saja, ketika ia tidak merasa cukup dalam hal makanan, baik makanan dipagi, siang dan sore hati. Juga, merasa tidak ada yang memberi dan menolongnya agar ia dapat bertahan hidup. Maka ia akan berusaha keluar dari rumah dan mendapatkan kebutuhan hidupnya diluar rumah, atau mungkin ia akan mencari di kampung dan bahkan di negara lain untuk mencari rezeki. Nah, jika sudah seperti itu, tidak menutup kemungkinan ia akan jatuh pada dan meminta pekerjaan pada orang jahat juga suka melakukan kemaksiatan. Jatuhnya anak ketangan orang jahat, maka sudah dapat dipastikan ia akan melakukan kejahatan. Dan bisa sampai pada tarap yang membahayakan dengan menggadaikan jiwa, harta

167

Pendidikan Karakter

dan kehormatan. Pemerintah adalah instansi pertama yang bertanggungjawab dalam hal ini, dengan cara memberikan dan membuka lowongan pekerjaan, menjalin hubungan kerjasama dengan negara-negara lain. Juga, memberi uang setiap bulannya yang diambil dari baitul maal atau kas negara. Lalu uang itu disalurkan pada orang yang lemah (tua), keluarga yang berada pada tarap garis kemiskinan, anak yatik dan lain sebagainya. Dengan seperti itu, mereka akan merasa dihargai dan dihormati sebagai manusia, dan dapat merasakan hidup yang lebih baik, sehingga tidak mudah terpengaruh dan terperangkap kedalam lembah maksiat dan dosa. Pertengkaran dan Pertikaian Salah satu faktor yang menyebabkan anak tidak dapat diarahkan menjadi anak baik dan memiliki akhlak buruk, adanya pertengkaran dan pertikaian yang terus menerus terjadi pada ayah dan ibunya. Jika hal ini terjadi dihadapan anak, dimana ia masih dalam tahapan perkembangan jiwa dan mentalnya. Tentu sang anak akan berusaha keluar dari rumah, karena ia tidak tahan melihat kedua orang tuanya yang selalu bertengkar dan bertikai. Apa yang anak lakukan diluar rumah? Ia akan mencari teman atau siapa saja yang dapat membuatnya bersenang-senang dan melupakan kejadian yang menimpa kedua orang tuanya. Teman ada yang baik dan mengajak untuk selalu mengingat Tuhan dikala sedih dan gundah. Juga, teman ada yang mengajak pada kemungkaran, maksiat dan dosa. Jika anak selepas keluar rumah bertemu dengan golongan teman yang pertama, tentu ia akan menjadi anak yang baik dan mampu mensikapi kejadian yang menimpa kedua orang tuanya. Sebaliknya, jika ia menemui

168

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

dan berkawan dengan orang yang tidak baik, senantiasa melakukan kemaksiatan dan dosa, maka sang anakpun akan melakukan seperti yang dilakukan oleh kawan-kawanya, selama hal itu membuat dirinya nyaman dan melupakan pertengkaran antar kedua orang tuanya. Ketika anak dalam keadaan tidak memiliki pijakan dan tempat berlindung, maka ia akan mencari perlindungan pada kawan-kawannya. Karena kawan yang dimiliki dan dimintai perlindungan adalah kawan yang senantiasa melakukan kemaksiatan, maka iapun akan tumbuh menjadi anak yang tidak memiliki akhlak yang baik, sikapnya arogan dan tidak bida diatur. Juga, wataknya keras, sehingga tidak bisa diatur. Untuk mencegah hal ini, hendaknya agar kehidupan keluarga senantiasa dalam keadaan damai, tenang dan tentram, tidak ada pertikaian yang ada hanyalah senyuman. Tidak ada pertengkaran yang ada hanya ayah dan ibu yang saling bercengkrama dan bercanda. Perceraian Berapa banyak pasangan saat ini yang saling menggugat untuk bercerai, padahal baru bebarapa tahun, bulan bahkan hitungan hari melangsungkan pernikahan, seakan perceraian sudah menjadi adat dan tradisi. Perceraian adalah salah satu faktor yang menyebabkan anak memiliki akhlak dan perangai anak yang tidak baik, terlebih lagi jika setelah perceraian orang tua yang menjadi walinya dalam keadaan fakir dan tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Dengan kejadian menimpanya seperti ini, minimal anak akan

169

Pendidikan Karakter

merasakan dua hal; pertama, jika yang menjadi wali adalah ayahnya, maka ia tidak dapat merasakan kasih sayang dari ibu kandungnya, meskipun ayah sudah menikah lagi dengan wanita lain. Kedua, apabila ibu yang menjadi walinya, ia pun tidak akan merasakan seorang ayah yang melindungi, menjaga dan bersenda gurau dengannya, meskipun sang ibu sudah menikah lagi dengan lelaki lain. Jiwa yang terguncang dan merasa tidak mendapatkan kasih sayang, perlindungan juga perhatian, maka sudah tidak diragukan lagi anak akan melakukan beberapa tindakan yang tidak dibenarkan oleh agama, dan memiliki akhlak yang tidak baik. Sehingga ia senantiasa melakukan kerusakan, kemaksiatan dan dosa. Apa yang kita harapkan dari anak yang tidak mendapatkan kasih sayang, perhatian dan perlindungan, baik dari ayah maupun ibunya. Dan apa yang kita harapkan dari anak ketika mengetahui keluarganya tidak dapat melakukan apapun, tidak dapat memberi makanan, pakaian, maupun tempat tinggal yang layak. Hal itui terjadi karena orang tua dalam keadaan fakir dan tidak punya. Tentu saja harapan kita adalah, anak tidak menjadi orang yang selalu merusak, melakukan kejahatan, bermaksiatan dan melakukan dosa. Namun, hal itu terasa amat sulit untuk diwujudkan, jika anak berada pada lingkungan yang demikian mengerikan. Nah, agar terhindar dari hal-hal yang demikian, perlu beberapa hal yang harus diwujudkan dalam kehidupan berumah tangga, agar pasangan suami isteri dapat mengemban amanah dengan baik, yaitu menjaga, melindungi dan memberikan pendidikan yang terbaik untuk anaknya. Diantara

170

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

hak yang harus diberiksan satu dengan yang lainnya adalah; Waktu Luang Salah satu yang menyebabkan anak menjadi tidak bisa diarahkan dan diatur, atau memiliki akhlak yang tidak baik. Karena orang tua tidak mampu mensiasati waktu luang anak yang masih kecil maupun hampir dewasa (ABG), dengan sesuatu yang bermanfaat. Sebab mereka biasanya banyak memiliki waktu luang, sehingga melakukan dan bermain dengan sesuatu yang tidak membawa manfaat atau mungkin sesuatu yang tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Juga, sesuatu yang disenanginya, seperti bermain bola, basket, voli atau ia suka menonton film berjalan-jalan di Mall dan lain sebagainya. Untuk itu, bagi orang tua atau pengajar harus mampu mengenal dan memahami kebiasaan apa yang suka dilakukan oleh anak dan siswanya. Dengan mengetahui apa yang biasa dilakukan anak dan ABG, orang tua akan mampu mengarahkan pada sesuatu yang bermanfaat. Suatu contoh, jika ia senang dengan bermain bola, maka arahkan anak seraya berkata, Main bola lah dengan tidak membuat kamu juga orang lain cidera. Atau olah raga lainnya, selama hal itu mampu membuat fisiknya menjadi sehat, tulangnya kuat dan berkembang dengan perkembangan yang baik. Untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan, maka orang tua atau pendidik mampu menempatkan anak sesuai dengan tempatnya; bermain ditempat yang terbebas dari lingkungan yang tidak baik, dan pilih stadion atau lapangan bola yang baik, bagi anak yang suka bermain bola atau olah raga

171

Pendidikan Karakter

lainnya. Apabila anak lebih suka dalam olah raga renang, carilah kolam renang yang terjamin kebersihannya, sehingga tidak tertular oleh penyakit dari orang lain yang bercampur dengan air. Nah, jika hal itu tidak dilakukan, bukan suatu hal yang mustahil anak akan bergabung dan bergaul dengan lingkungan yang tidak baik, dan teman yang mengajak pada kemaksiatan dan dosa. Sehingga, anak menjadi tidak dapat diarahkan dan diatur lagi. Dari beberapa hal penting di atas, bagi orang tua dan pendidik jangan pernah melupakan dan mengingatkan anak serta siswanya untuk menunaikan ibadah shalat. Karena ia adalah merupakan tiang, rukun dan pondasi awal dari ajaran agama Islam. Dengan shalat, jiwa dan bathin anak akan terisi dengan ketahui dan akidah, hal ini akan membawa dampak baik pada perkembangan fisik dan mental anak. Kalau memungkinkan, maka ceritakanlah pada anak manfaat shalat untuk perkembangan fisik dan mental secara ringkas, sehingga ia adalah ajaran yang sangat penting untuk diperhatikan. Diantara manfaatnya adalah; 1. Shalat adalah olah raga yang wajib untuk dilakukan setiap pada waktunya, ia adalah orah raga yang mampu menggerakan seluruh anggota badan dan persendian. Oleh karena itu, shalat mampu unguk mengembangkan dan membuat tulang-tulang yang sedang tumbuh (pada anak), kecerdasan dan membuat seluruh anggota badan akan terhindar dari penyakit.

172

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

2. Shalat juga merupakan sarana untuk membersihkan fisik dari kotoran, hal itu terjadi ketika melaksanakan wudhu. Apabila tidak mengerjakan shalat sunnah, maka shalat yang kita kerjakan sehari dan semalam adalah 5 waktu, sehingga kitapun membersihkan diri dari kotoran selama lima kali dalam sehari, selain mandi. Juga, dengan wudhu kita akan membersihkan bagian-bagian yang kadang kurang diperhatikan disaat mandi, mulai dari membersihkan lubang hidung, membersihkan rongga mulut, dan gigi. Semua ini adalah salah satu syarat dari sahnya shalat. 3. Shalat juga sebagai olah raga dengan berjalan, tentunya jika kita mengerjakan shalatnya berjamaah di masjid lima kali dalam sehari. Tentu saja hal ini akan membuat kaki terhindar dari beberapa penyakit yang menghawatirkan, seperti asam urat dan rematik (osteoporosis). Selain itu, beberapa penelitan orang akan terhindar dari penyakit tersebut apabila minimalnya dalam sehari berjalan sebanyak 1000 langkah. Juga, dengan berjalan ke masjid dalam menunaikan shalat berjama;ah, melatih kita agar tidak malas dalam melakukan aktifitas lainnya. Banyaknya manfaat untuk kesehatan badan bagi yang mengerjakan shalat, maka jangan heran jika orang tua maupun pendidik untuk mengajak anak mengerjakan shalat di usianya yang ketujuh tahun. Dan, memukul anak

173

Pendidikan Karakter

jika usianya sudah 10 tahun namun ketika diperintah untuk shalat ia tidak mau mengerjakan. Bergaul Dengan Teman yang buruk Ahklaknya Kawan adalah salah satu orang yang biasanya akan mempengaruhi perilaku dan akhlak seseorang, terutama bagi anak kecil yang dalam masa pertumbuhan. Terperangkapnya anak pada lingkungan kawan yang tidak baik, maka dengan sendirinya anak akan berperilaku dan bersikap seperti mereka. Sehingga kedua orang tuanya kerepotan dan kewalahan dalam mengarahkan anaknya. Terutama jika anak tidak kuat dalam hal iman dan aqidahnya, ia akan sangat cepat sekali terpengaruh oleh sikap temannya yang tidak baik dan kebiasan baiknya pun akan cepat berubah menjadi tidak baik. Oleh karena pergaulan saat ini sudah pada taraf yang sangat menghawatirkan, maka Islam sangat menekankan pada kedua orang tua untuk menjaga dan mengawasi gerak gerik sang buah hati, agar ia tidak terperangkap. Terlebih lagi ketika anak masuk pada usia puber atau ABG, orang tua harus mengetahui dengan siapa ia bergaul, kemana ia bermain dan kemana ia akan pergi. Sikap ini harus benar-benar diperhatikan, dan usahakan agar kita terus memantau anak, terlebih lagi jika ia belum kembali kerumah pada waktu yang dijanjikannya. Bagi orang tua, berusahalah untuk mengarahkan anak agar ia memiliki kawan dan sahabat dekat yang shaleh, sehingga ia pun akan bersikap dan berperilaku sepertinya. Juga. ingatkanlah pada anak, tentang kawan yang tidak baik, dimana ia akan menjerumuskan dan mengajak untuk berbuat maksiat dan dosa.

174

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Oleh karena itu, bagi orang tua hendaknya ia memperhatikan sang bauh hati, dengan siapa ia berkawan. Dan arahkanlah agar ia berteman dengan orang yang baik, sehingga kelak ia akan memiliki akhalak yang baik dan sopan pada masyarakatnya. Juga, ia akan menjadi anak yang senantiasa membantu masyarakatnya, dengan sikap itu, maka tidak dapat diragukan lagi, umat atau masyarakatnya akan mengagumi dan senang terhadap kemuliaan sifat dan akhlaknya. Buruknya Interaksi orang tua Orang tua adalah pendidik pertama, dimana anak akan sangat bergantung padanya. Baiknya sikap orang tua dalam hal mengajar dan mendidik anaknya, maka anakpun akan menjadi baik dan terdidik. Sebaliknya, jika sikap buruk orang tua pada anak, maka anakpun akan menjadi buruk akhlak dan sikapnya. Dalam hal ini, hampir seluruh tokoh pendidikan mengatakan bahwa, anak jika kedua orang tuanya memperlakukan tidak baik, kasar, setiap hari mengajarkan perkataan yang tidak baik, suka berbohong dan mengejek, sering di pukul, dicaci dan dihina maka kelak anak akan menunjukkan sikap dan perilaku yang tidak baik. Pun dalam hal akhlaknya. Ia akan menjadi anak yang penakut, tidak memiliki sikap tegas dan plinpan, semua itu akan terlihat dalam interaksi sosial dengan masyarakatnya. Dan biasanya, jika anak diperlakukan seperti itu, ia akan mengambil keputusan yang salah; bisa jadi ia akan merusak apa saja ketika marah, yang paling tragis, ia bisa saja membunuh kedua orang tuanya, atau memutuskan untuk meninggalkan rumah dan tidak akan kembali. Sikap yang demikian akan mengantarkan anak pada lembah maksiat dan dosa.

175

Pendidikan Karakter

Oleh karena itu, jangan salahkan anak, jika ia tidak bisa diarahkan dan menentang kedua orang tuanya. Karena sikap itu terlahir dari orang tua yang menanamkan kekerasan, kekasaran dan menunjukkan akhlak yang tidak baik. Menonton Film Kekerasan dan Film Porno Belakangan ini, berfilman maupun acara televisi sudah biasa menyajikan hal-hal yang berbau kekerasan dan porno. Terlebih lagi film porno sudah beredar dengan sangat mudah dikalangan masyarakat kita, meskipun hal peredarannya sudah dilarang dan banyak yang terkena razia, namun VCD-VCD yang berbau hubungan seksual masih beredar sangat banyak. Dengan banyaknya VCD yang menonjolkan aurat wanita maupun hubungan diranjang, akan membawa dampak yang sangat buruk pada perkembangan anak, jika mereka sampai menonton dan menikmati tayangan tersebut. sungguh hal itu adalah malapetaka yang sangat besar, terutama pada anak kecil dan ABG. Anak kecil maupun ABG, dimana keduanya sedang mengalamai transisi dalam hal akal dan pikiran, maka ketika melihat film yang menayangkan kekerasan dan seks, mereka akan senantiasa mempraktekkannya pada orang lain maupun apa saja. Karena film tersebut telah mempengaruhi jalan pikirannya, sehingga mereka berani berbuat apa saja yang penting dapat melakukan apa yang ada dalam benaknya. Jika hal itu sudah terjadi, maka anak tidak akan dapat lagi dibebaskan dari pikiran-pikiran keras dan kotor. Bukan hanya nasehat orang
176

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

tua yang tidak akan diterima oleh mereka. Pun, kiai maupun ustad nasehatnya sudah tidak lagi menjadi perhatiannya. Untuk menghindari hal itu, cara terbaik agar dapat diwujudkan terhadap pendidikan anak-anaknya, dan menunaikan seluruh hak dan kewajiban yang harus diberikan orang tua terhadap mereka. Di antaranya; 1. Melindungi dan mengawasi anak dari hal-hal yang menjadi sarana untuk menikmati tontonan film tersebut. Dan, selalu melindungi juga mengawasi gerak-gerik anak dari hal-hal yang membuat dirinya tercebur kedalam jurang kemaksiatan. 2. Menanamkan pada jiwa anak rasa tanggungjawab, hal ini tentunya harus dimulai sejak anak masih kanak-kanak, dimana ia harus diberikan arahan tentang beberapa haknya dan pendidikan yang baik, sehingga ia akan menjadi manusia yang mampu melaksakanan amanah dan tugasnya dengan baik. 3. Wajib menghilangkan sesuatu yang akan membuat kita celaka dan bahaya. nonton film yang berbau sex maupun kekerasan. Juga, orang tua atau siapa saja yang bertanggungjawab akan pendidikan anak, mereka harus mampu mencegah anak untuk membeli maupun membaca majalah yang mengumbar pornografi ataupun pornoaksi. Dan tidak kalah pentingnya, usahakan anak dicegah membaca media, entah ditelevisi maupun majalah yang berkenaan dengan masalah kriminalitas. Jika tidak bisa, maka jangan biasakan anak mulai mengenal hal yang berkenaan dengan itu sejak masih kecil. Atau, arahkan apa yang dimaksud dengan sex dan film

177

Pendidikan Karakter

yang berkisahkan tentang peperangan, sehingga anak menjadi enggan untuk menonton dan membacanya. Pengangguran Ada dua golongan masyarakat, pertama adalah golongan masyarakat yang mengajak pada kebaikan, atau ia berada pada lingkungan yang baik. kedua adalah golongan masyarakat yang sudah menjadi kebiasaannya memiliki perilaku yang tidak baik. Nah, jika anak berada pada golongan yang pertama, maka ia akan menjadi anak yang shaleh dan mengikuti ajaran agamanya. Sebaliknya, jika masuk pada golongan yang kedua, anak akan susah diarahkan dan menyukai sesuatu yang tidak dibenarkan menurut kedua orang tuanya, terlebih lagi ajaran agamanya. Pada saat itu, banyak sekali kejahatan yang terjadi didalam lingkungan masyarakat. Dan jika ditanya alasan mereka melakukan kejahatan, karena tidak ada pekerjaan dan sulitnya mencari nafkah. Nah, itulah salah satu yang menyebabkan anak kita terjerumus dalam kobangan dosa. Mengapa? Jika seorang lelaki yang sudah berkeluarga, ia mempunyai isteri juga beberapa anak. Namun, belum mendapat pekerjaan, karena tidak adanya lowongan. Sehingga ia tidak memiliki sesuatu untuk membeli makanan dikala keluarga dalam keadaan lapar, dan tidak dapat memenuhi kebutuhan primer lainnya. Dengan keadaan seperti itu, anggota keluarga dalam hal ini adalah anak, akan berusaha keluar dari rumah dan tidak akan menuruti perintah kedua orang tuannya. Jika sudah keluar dari rumah karena dalam keadaan lapar dan tidak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya,

178

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

maka anak akan berusaha menghasilkan harta dari yang tidak dibenarkan , seperti mencuri, merampok maupun mau untuk disogok (suap). Nah, perilaku demikian merupakan gambaran dari masyarakat yang sudah tidak lagi mengindahkan norma agama, karena yang dipikirkannya adalah uang dan uang. Lantas bagaimana mengatasi persoalan pengangguran? Sebelum membahas masalah pengangguran, kita akan bagi menjadi dua kelompok alasan mereka menganggur. Pertama, menganggur karena terpaksa, artinya ia sudah mencari kemanapun bentuk pekerjaan, namun belum mendapatkannya. Kedua, menganggur bukan karena tidak mendapatkan pekerjaan, namun ia malas untuk bekerja, sehingga menjadi pengangguran, padahal peluang kerja banyak ditemukan. Untuk bagian yang pertama, ada dua solusi untuk mengatasi pengangguran yang sudah mencari pekerjaan namun tidak kunjung mendapatkannya. Diantaranya; 1. Negara yang bertanggungjawab dalam menjamin kebutuhan orang tersebut, sampai ia mendapatkan pekerjaan. 2. Masyarakat disekelilingnya juga bertanggungjawab untuk menjamin kebutuhannya, sampai ia mendapatkan pekerjaan. Pemerintah adalah instansi yang paling bertanggungjawab terhadap orang yang mampu bekerja, namun ia masalah mencari pekerjaan, padahal lowongan pekerjaan terbuka luas. Yang pertama kali dilakukan oleh pemenerintah terhadap mereka adalah, mengarahkan, memberikan wawasan dan pengertian akan pentingnya sebuah pekerjaan maupun usaha. Jika masih tidak mau melakukan hal itu, maka pemerintah

179

Pendidikan Karakter

tidak dilarang untuk menggunakan kekuatan dan memaksa orang tersebut untuk bekerja. Orang Tua Yang Tidak Memperhatikan Pendidikan Anaknya Sungguh, bencana terbesar dan terburuk yang menyebabkan anak memiliki akhlak yang tidak baik, sehingga sulit untuk diarahkan dan dibimbing adalah akibat dari kedua orang tuanya yang sibuk dengan kepentingannya sendiri, dan mengabaikan perhatian juga pendidikan pada anaknya. Semisal, orang tua, baik ayah maupun ibu yang sibuk diluar rumah karena tuntutan pekerjaan, sehingga berangkat dipagi hari pada saat anak belum bangun dari tidur, dan pulang dimalam hari pada saat anak sudah tertidur. Keduanya menyerahkan urusan rumah pada baby sister (pengasuh bayi) ataupun orang lain. Agar tidak terjadi hal yang demikian, maka jangan pernah lupa tugas ibu yang sangat berperan dalam pendidikan anaknya, ia yang mengemban amanah dan bertugas untuk melindungi. Juga, memberikan pendidikan yang baik, sehingga ia mampu menjadikan anak selalu siap untuk berkompetisi dalam hal akhlak dan tanggungjawab, terutama dalam menegakan agama. Sang ibu adalah pendidik pertama, jika mau mempersiapkannya, maka ia akan mampu menjadikan anaknya pemuda yang baik dan bertanggungjawab. Seorang ibu memiliki tanggungjawab yang sama dengan seorang ayah. Namun dalam hal pendidikan anaknya, ia adalah orang yang paling bertanggungjawab. Mengapa? Karena tanggungjawab dalam mendidik anak sudah ditekankan sejak

180

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

anak lahir dari rahim, sampai ia beranjak dewasa dan akil baligh. Semua itu dipersiapkan agar anak memiliki tanggungjawab, kasih sayang dan istiqamah dalam kehidupannya. Juga, bermanfaat untuk seluruh anggota keluarga serta masyarakatnya. Jika kedua orang tua sudah tidak lagi memperhatikan anakanaknya, jika orang tua sudah tidak lagi peduli akan kepentingan anaknya, dan jika orang tua sudah tidak lagi menghiraukan dengan siapa sang anak bergaul, maka apalagi yang ditunggu dari sang anak, selain kehancuran dan kerusakan yang akan dibuat oleh anaknya sendiri. Ia senantiasa melakukan tindak kriminal, tidak segan menggunakan narkoba dan melakukan sesuatu yang dilarang oleh agama dan masyarakatnya. Untuk itu, manakah yang lebih penting dalam kehidupan kedua orang tuanya. Memiliki anak yang shaleh dan taat pada orang tua maupun agama, atau sebaliknya, meninginkan anak yang rusak dalam segi akhlak dan moral? Jika kita ingin generasi penerus selanjutnya menjadi anak yang berguna bagi keluarga, agama dan bangsa. Maka berilah waktu luang untuk mendidik anak dan memberikan kebutuhannya baik dalam sekolah maupun nafkah, dengan seperti ini anak akan berkembang sesuai dengan harapan kedua orang tuanya, dan ia akan merasa diperhatikan, sehingga kelak dikala kedua orang tua sudah tidak mampu lagi untuk berusaha dan berjalan karena jompok, sang anak bisa untuk diandalkan dalam mengurusi keduanya. Orang Tua dan Tanggungjawabnya Terhadap Pendidikan Keimanan Yang dimaksud dengan pendidikan dalam hal keimanan

181

Pendidikan Karakter

yaitu menanamkan dasar keimanan pada anak sejak ia mulai mengerti perkataan dan pembiacaraa orang lain. Lalu, apakah yang dimaksud dengan ajaran dasar dalam hal keimanan? Ajaran dasar tentang keimanan adalah menanamkan pada jiwa anak tentang kebaikan dan kebenaran dari hakekat keimanan yang dimilikinya. Juga, menjelaskan hal-hal yang ghaib; Iman kepada Allah SWT, Malaikat, Kitab-kitab suciNya, para rasulnya dan menjelaskan tentang Qada juga Qadar. Khusus masalah penjelasan Qada, ceritakanlah pada anak agar keyakinannya bertambah perihal; pertanyaan Malaikat ketika dialam kubur, siksa kubur, hari kiamat, hati pertanggungjawaban, tentang surga, api neraka dan hal yang ghaib lainnya, seperti setan dan jin. Itulah yang harus dipahami oleh para pendidik terutama orang tua, mereka harus menanamkannya pada anak agar kelak ia tumbuh sebagai insan yang mengerjakan sesuatu sesuai dengan ajaran Islam, memiliki akidah yang kuat, dan selalu beribadah dalam segala hal. Juga, mampu memanaje kehidupannya dengan baik. Anak akan mengatakan dan menyerap apapun yang ia dengar dari orang lain, terlebih lagi ketika ia sudah mulai dapat memahami sesuatu. Untuk itu, ajari dan perkenalkanlah pada anak perihal perbuatan atau barang yang halal maupun yang haram, agar kelak ia mampu membedakan kedua hal tersebut.Agar anak mengetahui perihal hukum yang berkenaan dengan ibadah sejak masa pertumbuhannya.Juga, diharapkan dari ibadah yang di ajarkan pada anak, hatinya semakin suci,

182

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

fisiknya senantiasa diberikan kesehatan, mengajarkan akhlak, dan menanamkan perkaatan dan perbuatannya selalu dalam hal kebaikan. Anak tidak akan mungkin dapat dipisahkan dengan kedua orang tuanya, ia baik, karena orang tuanya bersikap baik dan memperlakukannya dengan baik. Ia tumbuh menjadi anak yang kasar, beringas dan tidak bisa di atur, karena orang tua yang mendidiknya demikian, minimalnya ketika pertama kali orang tua dalam mencari pasangan hidupnya. Jika melihat kenyataan seperti itu, maka orang tua, entah sang ayah maupun ibu. Juga para tenaga pengajar adalah orang yang paling bertanggungjawab dalam mengajarkan anak perihal keutamaan dan kesempurnaan iman kepada Sang Pencipta. Acuhnya ayah, ibu maupun tenaga pengajar dalam memberikan pendidikan keimanan pada anak, maka akan membawa dampak negatif pada perkembangan selanjutnya. Di mana ia akan tumbuh menjadi anak yang tidak memiliki tanggungjawab, tidak jujur dalam mengemban tugasnya, tidak memiliki tujuan hidup, tidak dapat berkompetisi dalam segala hal dengan yang lainnya, dan tidak mau untuk berbuat demi kemahslatan orang tua maupun masyarakatnya. Tentunya tidak ada satupun orang tua yang menghendaki anaknya bersikap seperti layaknya hewan yang tidak suka diatur, hidup semuanya sendiri. Pun, tidak ada orang tua yang mau melihat anaknya selalu mengikuti hawa nafsu bejatnya dan suka berbuat onar dengan membunuh, merampok sera mencuri. Dan, tidak ada satupun orang tua yang ingin melihat anaknya keluar dari agama.
183

Pendidikan Karakter

Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan pada anak, maka orang tua harus mampu bekerjasama satu dengan yang lainnya dalam mendidik dan menanamkan keimanan padanya. Jangan pernah sesaatpun meninggalkan sebuah kesempatan, sebelum dapat memberikan arahan akan iman pada Tuhan, memberikan cara bagaimana dapat menggapai keridhaan-Nya dan mengajarkan cara untuk meningkatkan ketakwaan. Semua itu harus dilakukan disetiap kesempatan yang dimiliki kedua orang tua. Sedangkan bagi tenaga pengajar, arahkanlah anak didiknya ketika disekolah. Orang Tua dan Tanggungjawabnya Terhadap Pendidikan Akhlak Yang dimaksud dengan pendidikan akhlak adalah semua pendidikan yang mengajarkan dasar-dasar akhlak, keutamaan perilaku dan sikap. Di mana semua itu wajib untuk dimiliki setiap anak, agar kelak ia dapat tumbuh menjadi insan yang memiliki akhlak yang luhur dan berguna untuk masyarakatnya. Untuk itu, pendidikan akhlak pada anak harus mulai dibiasakan sejak usianya masih kecil sampai ia tumbuh dewasa. Akhlak, perilaku dan sikap yang baik merupakan buah dari pendidikan iman kepada anak. Jika orang tua sudah mampu menanamkan pendidikan iman pada anak, niscaya ia akan tumbuh menjadi insan yang senantiasa menjaga kemashlataan agamanya. Seorang anak, sejak ia terlahir dari rahim ibunya, lalu ia tumbuh dilingkungan yang selalu menanamkan keimanan, mendidiknya agar takut kepada Tuhan, menginformasikan

184

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

bahwa Tuhan adalah dzat yang selalu mengawasi, menyaksikan, menolong dan menerima taubat bagi hamba-Nya yang bertaubat. Niscaya anak akan mampu mengarungi kehidupan dunia ini dengan keberhasilan yang berpihak padanya. Ia akan senantiasa memperlihatkan pada masyarakat akhlak yang terpuji, perilaku dan sikap yang layak untuk dijadikan tauladan bagi umat lainnya. Hati dan jiwanya senantiasa mengintrosfeksi setiap kesalahan yang diperbuatnya lalu ia segera untuk memperbaiki dirinya. Seorang anak yang sudah ditanamkan keimanan dan ia mampu mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari, ia akan mampu menjaga dirinya dari sifat-sita yang tidak terpuji, dari kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Karena sudah tertanam keimanan, senantiasa hatinya selalu mengajak untuk menerima kebaikan, hatinya selalu mengajak untuk melakukan kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama dan hidupnya senantiasa bersikap lemah lembut dengan akhlak yang terpuji. Untuk lebih menguatkan pandangan di atas, maka lihatlah dilingkungan kita antara orang tua maupun tenaga pengajar yang menanamkan pendidikan iman, akidah dan akhlak yang benar pada anak maupun muridnya. Dan mereka yang tidak memberikan pendidikan iman, akidah dan akhlak pada anak maupun muridnya, manakah yang lebih baik dalam bersikap, berinteraksi, dan berkompetisi dengan umat lainnya. salah satu hak anak adalah diberikan pendidikan yang baik dalam hal akhlak, agar kelak ia menjadi anak yang berguna untuk kedua orang tua, agama dan bangsa. Untuk itu, maka ayah dan ibu merupakan orang yang paling bertanggungjawab dalam mendidik anaknya terhadap akhlak.

185

Pendidikan Karakter

Tanggungjawab orang tua di dalam memberikan pendidikan akhlak, bukan hanya mengajarkan satu dari beberapa akhlak yang ada didalam ajaran agama. Lebih dari itu, kewajiban dan tanggungjawabnya untuk memberikan pendidikan akhlak pada anak mencakup keseluruhan akhlak, sikap dan perilaku yang mampu memperbaiki dirinya sendiri, dan ketika ada kesalahan maupun dosa yang diperbuatnya, ia mampu menanganinya dengan baik. Juga, akhlak atau perilaku yang mampu membuat anak mengangkat kehormatan agama, dan mengajarkan bagaimana ia dapat bersikap baik dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Apa saja yang menjadi tanggungjawab tua dalam hal akhlak? Diantaranya, orang tua sejak anak masih kecil dididik untuk berkata jujur, amanah, istiqamah, tidak mudah mengeluh. Juga, menanamkan pada anak sikap untuk mampu memberikan manfaat kepada orang lain, menghormati yang lebih tua, memuliakan tamu yang datang ke rumah, berbuat baik kepada tetangga tidak boleh menyakiti dengan cara apapun, dan mencintai orang lain. Juga, orang tua bertanggungjawab untuk mengajarkan anak perihal menjaga lisan dan membersihkannya dari perkataan kotor dan keji. Semisal; menghardik, mencaci, memaki, berteriak, dan kalimat-kalimat buruk lainnya. Dan, tentunya setiap daerah berbeda-beda. Yang paling penting bagi orang tua dalam menjaga perkataan anaknya jangan sampai dengan perkataannya membuat orang lain tersinggung.
186

Masih tanggungjawab orang tua dalam menanamkan

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

pendidikan akhlak pada anak. Yaitu, mengejarkan bagaimana melakukan kebiasaan yang tidak bertentangan dengan norma agama, dan mencegah sesuatu yang akan merendahkan kehormatan dan harga dirinya. Seperti halnya orang tua juga bertanggungjawab terhadap pendidikan akhlak anaknya dengan menanamkan perasaan kasih sayang, dan lemah lembut. Agar ia dapat berbuat baik pada anak yatim, fakir miskin dan orang-orang yang terkena musibah, entah itu berita duka, banjir, gempa, kebakaran, longsor dan lain sebagainya yang berhubungan dengan sikapnya yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan masyarakat. Oleh karena itu, bagi ayah, ibu para pendidik atau siapa saja yang berhubungan dengan pendidikan untuk memperhatikan empat hal, agar anak terhindari dari perilaku yang tidak baik, akhlak yang buruk dan sifat yang tidak bisa dijadikan tauladan untuk orang lain. Emat hal itu adalah; 1. Perkataan dan sikap yang menunjukkan pada kebohongan, hal ini harus benar-benar dihindari dan orang tua harus mampu mengarahkan agar anak senantiasa berlaku jujur 2. Merampas hak orang lain secara paksa 3. Mencela dan mencaci, anak biasanya akan mengatakan apa yang didengar. Untuk itu, hindari perkataan tidak baik yang dapat didengar oleh anak. Dan tanamkan pada jiwa anak untuk mengatakan hal yang baik-baik saja 4. Mencegah anak agar tidak melakukan hal yang merusak dan

187

Pendidikan Karakter

menurunkan kehormatan dan harga dirinya juga keluarga. Sungguh mengerikan bagi orang yang senantiasa perkataannya mengandung dusta, terlebih lagi jika adalah seroang pemimpin suatu bangsa atau pemimpin lainnya. Karena kebohongan adalah sesuatu yang mengerikan dan akan merusak suatu bangsa terlebih lagi agama, kehormatan dan harga diri. Maka bagi orang tua maupun tenaga pengajar hendaknya mencegah anak untuk berkata bohong, berilah hukuman yang tidak menganiaya ketika anak berkata bohong, dan informasikan akan bahaya yang ditimbulkan jika berkata bohong. Dengan sikap orang tua seperti itu, mudah-mudahan anak tidak menyukai kalimat dusta dan senantiasa berkata jujur. Oleh karena itu, pendidikan terbaik yang diberikan kepada anak merupakan suatu keharusan, terutama mencegah dirinya dari berkata tidak jujur Karena jika hal itu sudah menjadi kebiasaan sejak kecil, maka tidak mustahil kelak iapun akan bersikap demikian. Adapun langkah pertama untuk membiasakan anak agar tidak berkata dusat adalah, dimulai dari diri sendiri, yaitu hindari berkata atau bersikap bohong pada anak, agar ia tidak lagi merengek dan menangis. Juga, hindari berkata bohong ketika kita tidak menyukai sikap maupun perilaku anak, dan tanamkan selalu kejujuran pada perkataan dan kepribadinnya. Sungguh, apabila orang tua mampu melakukan hal demikian, anak akan menjadi insan yang senantiasa bersikap jujur baik dalam perkataan maupun sifatnya. Sehingga ia menjadi anak yang dipercaya oleh semua kalangan, nasehatnya akan selalu didengar dan perkataannya senantiasa di ikuti.

188

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Sebaliknya, jika orang tua sudah membiasakan diri berkata bohong pada anak, ketika melihat sikap maupun perilakunya tidak baik dengan berkata Awas nak ada kucing atau apa saja padahal apa yang kita katakan tidak ada, maka anak akan mengikuti kebiasaan tersebut. Dan yang paling menghawatirkan adalah apabila sikap tersebut terbawa hingga ia besar dan menjadi seorang pemimpin. Untuk itu, bagi orang tua, ayah mauspun ibu berhatihatilah dalam memberikan contoh pada anak. Dan senantiasa menanamkan keistiqamahan pada anak-anak mereka, menjaganya agar senantiasa menghargai hak-hak orang lain, dan menanamkan pada jiwa mereka akan sifat amanah. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang wajib diperhatikan oleh kedua orangtua dalam mendidik anak: 1. Memberikan kasih sayang pada anak. Hal ini penting sekali, agar anak belajar mencintai orang lain. Jika anak tidak merasakan cintakasih ini,maka akan tumbuh mencintai dirinya sendiri saja dan membenci orang disekitamya. Terutama seorang ibu harus menyadari bahwa tidak ada suatu apapun yang mesti menghalanginya untuk memberikan kepada anak kebutuhan alaminya berupa kasih sayang dan perlindungan. Dia akan merusak seluruh eksistensi anak, jika tidak memberikan haknya dalam perasaan-perasaan ini. 2. Membiasakan anak berdisiplin sejak usia dini.
189

Pendidikan Karakter

Fakta membuktikan bahwa membiasakan anak untuk menyusu dan buang hajat pada waktu-waktu tertentu dan tetap, sesuatu yang mungkin meskipun melalui usaha yang berulang kali sehingga motorik tubuh akan terbiasa dan terlatih dengan hal ini. Kedisiplinan akan tumbuh dan bertambah sesuai dengan pertumbuhan anak, sehingga mampu untuk mengontrol tuntutan dan kebutuhannya pada masa mendatang. 3. Hendaklah kedua orangtua menjadi teladan yang baik Jangan mengira karena anak masih kecil dan tidak mengerti apa yang terjadi di sekitarnya, sehingga kedua orangtua melakukan tindakan-tindakan yang salah di hadapannya. Ini mempunyai pengaruh yang besar sekali pada pribadi anak. Karena kemampuan anak untuk menangkap, dengan sadar atau tidak, adalah besar sekali. Terkadang melebihi apa yang kita duga. Sementara kita melihatnya sebagai makhluk kecil yang tidak tahu dan tidak mengerti. Memang, sekalipun ia tidak mengetahui apa yang dilihatnya, itu semua berpengaruh baginya. Sebab, di sana ada dua alat yang sangat peka sekali dalam diri anak yaitu alat penangkap dan alat peniru, meski kesadarannya mungkin terlambat sedikit atau banyak. Akan tetapi hal ini tidak dapat merubah sesuatu sedikitpun. Anak akan menangkap secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran purna, dan akan meniru secara tidak sadar,
190

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

atau tanpa kesadaran purna, segala yang dilihat atau didengar di sekitamya. 4. Anak dibiasakan dengan etiket umum yang mesti dilakukan dalam pergaulannya. Antara lain:

Dibiasakan mengambil, memberi, makan dan minum dengan tangan kanan. Jika makan dengan tangan kiri, diperingatkan dan dipindahkan makanannya ke tangan kanannya secara halus. Dibiasakan mendahulukan bagian kanan dalam berpakaian. Ketika mengenakan kain, baju, atau lainnya memulai dari kanan; dan ketika melepas pakaiannya memulai dari kiri. Dilarang tidur tertelungkup dan dibiasakan tidur dengan miring ke kanan. Dihindarkan tidak memakai pakaian atau celana yang pendek, agar anak tumbuh dengan kesadaran menutup aurat dan malu membukanya. Dicegah menghisap jari dan menggigit kukunya. Dibiasakan sederhana dalam makan dan minum, dan dijauhkan dari sikap rakus. Dilarang bermain dengan hidungnya. Dibiasakan membaca Bismillah ketika hendak makan. Dibiasakan untuk mengambil makanan yang terdekat

191

Pendidikan Karakter

dan tidak memulai makan sebelum orang lain. Tidak memandang dengan tajam kepada makanan maupun kepada orang yang makan. Dibiasakan tidak makan dengan tergesa-gesa dan supaya mengunyah makanan dengan baik. Dibiasakan memakan makanan yang ada dan tidak mengingini yang tidak ada. Dibiasakan kebersihan mulut denganmenggunakan siwak atau sikat gigi setelah makan, sebelum tidur, dan sehabis bangun tidur. Dididik untuk mendahulukan orang lain dalam makanan atau permainan yang disenangi, dengan dibiasakan agar menghormati saudara-saudaranya, sanak familinya yang masih kecil, dan anak-anak tetangga jika mereka melihatnya sedang menikmati sesuatu makanan atau permainan. Dibiasakan mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengulanginya berkali-kali setiap hari. Dibiasakan membaca Alhamdulillah jika bersin, dan mengatakan Yarhamukallah kepada orang yang bersin jika membaca Alhamdulillah.

192

Supaya menahan mulut dan menutupnya jika menguap, dan jangan sampai bersuara. Dibiasakan berterima kasih jika mendapat suatu kebaikan, sekalipun hanya sedikit.

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Tidak memanggil ibu dan bapak dengan namanya, tetapi dibiasakan memanggil dengan kata-kata: Ummi (Ibu), dan Abi (Bapak). Ketika berjalan jangan mendahului kedua orangtua atau siapa yang lebih tua darinya, dan tidak memasuki tempat lebih dahulu dari keduanya untuk menghormati mereka. Dibiasakan bejalan kaki pada trotoar, bukan di tengah jalan. Tidak membuang sampah dijalanan, bahkan menjauhkan kotoran darinya. Mengucapkan salam dengan sopan kepada orang yang dijumpainya dengan mengatakan Assalamu Alaikum serta membalas salam orang yang mengucapkannya. Diajari kata-kata yang benar dan dibiasakan dengan bahasa yang baik. Dibiasakan menuruti perintah orangtua atau siapa saja yang lebih besar darinya, jika disuruh sesuatu yang diperbolehkan. Bila membantah diperingatkan supaya kembali kepada kebenaran dengan suka rela, jika memungkinkan. Tapi kalau tidak, dipaksa untuk menerima kebenaran, karena

hal ini lebih baik daripada tetap membantah dan membandel. Hendaknya kedua orangtua mengucapkan terima kasih kepada anak jika menuruti perintah dan menjauhi laran-

193

Pendidikan Karakter

gan. Bisa juga sekali-kali memberikan hadiah yang disenangi berupa makanan, mainan atau diajak jalan-jalan. Tidak dilarang bermain selama masih aman, seperti bermain dengan pasir dan permainan yang diperbolehkan, sekalipun menyebabkan bajunya kotor. Karena permainan pada periode ini penting sekali untuk pembentukan jasmani dan akal anak. Dibiasakan menghormati milik orang lain, dengan tidak mengambil permainan ataupun makanan orang lain, sekalipun permainan atau makanan saudaranya sendiri.

194

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2010 Pembangunan Karakter bangsa 2010-2025 Pemerintah Republik Indonesia Bennet,W.J. 1991. Moral Literacy and the Formation of Character. In: J.S.Bennigna (ed). Moral Character, and Civic Education in the Elementary School. Teachers College Press, New York. Berkowitz,M.W. 1998. The Education of Complete Moral Person Brooks, B.D. and F.G.Goble. the Case for Character Education: The Role of the School in Teaching Values and Virtues. Studios 4 Productions. Boyer,E.L. 1995. Character in the Basic School, Making a Commitment to Character. Badingah, S. (1993). Agresivitas Remaja Kaitannya dengan Pola Asuh, Tingkah Laku Agresif Orang Tua dan Kegemaran Menonoton Film Keras. Program Studi Psikologi Pascasarjana, UI. Depok. Coon, Dennis. (1983). Introduction to Psychology : Exploration and Aplication. West Publishing Co.
195

Pendidikan Karakter

Dina,W.F., I.D.Puspita, E.Tanjung,R.Widiastuti. 2001. Laporan Karya Ilmiah Produktif Bidang Sosial. Jurusan GMSK,Faperta, IPB. http://encyclopedia.thefreedictionary.com. Diakses tanggal 26 April 2004. Fagan, P.F. 1995. The Real Root Causes of Violent Crime: the Breakdown of Marriage, Family and Community. Goleman,D. 1995. Emotional Intelligence; Why It Can Matter More than IQ. Bantam Books, New York. Horn,W.F. 1991. Children and Family in America: Chalange for the 1990s. Hurlock, E.B. 1981. Child Development. Sixth Edition. McGraw Hill Kogakusha International Student. Kilpatrick,W. 1992. Why Johny Cant Tell Right From Wrong. Simon & Schuster, Inc. New York. Lickona, T. 1992. Educating for Character, How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. Bantam Books, New York. _________. 1994. Raising Good Children: From Birth Through the Teenage Years. Bantam Books, New York. Mack,D. 1997. The Assault on Parenthood: How Our Culture Undermine the Family. Megawangi,R. 1999. Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Pustaka Mizan, Bandung. Megawangi, Ratna. (2003). Pendidikan Karakter untuk Membangun Masyarakat Madani. IPPK Indonesia Heritage Foundation

196

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Neuman,E. 1990. The Child. Shambala Publications,Inc., Massachusetts. Nord,W.A. and C.C.Haynes. 2002. The Relationship of Religion to moral Education in the Public Schools. Pickthall,Y.A. 2002. Statistics of Teens. Dikunjungi di: Info@ soundvision.com. Pada bulan Oktober 2001. Rich,D. 1997. Mega Skills, Building Childrens Achievement for the Information Age. Houghton Mifflin Company, New York. Rohner,R. 1986. The Warmth Dimension of Parenting: Parental Acceptance-Rejection Theory. Sage Publications, California. Ryan and Bohlin. 1999. Values, Views or Virtues? Schikendanz,J. 1995. Family Socialization and Academic Achievement. Boston University Press. Sorokin, Pitirim, The Basic Trends of Our Time, New Haven, College & University Press, 194, p.17-18). Vasta,R., M.M.Haith,S.A.Miller. 1992. Child Psychology: The Modern Science. John Wiley & Sons Inc., New York. Wade,C. and C.Tavris. 1990. Psychology. Harper & Row Publishers, New York. Wilson,J.Q. 1993. The Moral Sense. Simon & Schuster Inc,New York. Wynne,E.A. 1991. Character and Academics in the Elementary School. In J.S. Benigna (ed). Moral Character, and Civic Education in the Elementary School. Teachers College Press, New York.

197

Pendidikan Karakter

Dzakiyah Darajat, Menumbuhkan Minat Beragama dan Akhlak Bagi Anak dan Remaja, Rosyda Karya, Bandung, 2000 E Sphero Lawrence, Emotional Intellegence, Terjemahan T. Hermaya, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991 Kartono, Kartini, Psikologi Anak, Penerbit Alumni, Bandung, 1982 Bjorklund, D.F. (2000) Childrens Thinking: Developmental Function and individual differences. 3rd ed. Bellmont, CA : Wadsworth Cole, M, et al. (2005). The Development of Children. New York: Worth Publishers. Malik Fadjar, A. 2005. Holistika Pemikiran Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada Mudyahardjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada Soedijarto. 2008. Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita. Jakarta: Kompas Sukardjo dan Komarudin. 2009. Landasan Pendidikan: Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada Suparno, Paul, dkk. 2002. Reformasi Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama . Jakarta Elizabet B. Hurlock. 2002. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
198

Seifert, Kelvin L & Robert J. Hoffnung.1987. Child and Adolescent Development. Boston: Houghton Mifflin Company.

Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif

Crain, William.2005. Theories of Development, Concept and Applications. New Jersey: Pearson Education. Thomas, Alex & Jeff Grimes (ed.).1987. Childrens Needs: Psychological Perspectives. Washington DC: The National Association of School Psychologist. Palmer, James O.1983. The Psychological Assesment of Children.Second Edition. New York: John Wiley & Sons Inc. Thomas, R Murray. 2005. Comparing Theories of Child Development. Sixth Edition. Belmont: Thomson Wadsworth. Yoder, Jean & William Proctor. 1988. The Self-Confident Child. New York: Facts on File Publications. Zanden, James W. Vander.1985. Human Development. Third Edition. New York: Alfred A. Knopf. Santrok, John W. 1997. Life-Span Development. Sixth Edition. Madison Wl: Brown & Benchmark Publisher. Inhelder, Barbel & Jean Piaget. The Growth of Logical Thinking, From Childhood To Adolescence. London: Routledge & Kegan Paul LTD. Ahmadi, Abu & Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001) Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah, Ruh al-Tarbiyah Wa al-Talim, (ttp: Isa al-Babi al-Halabi, t.t) Asyari, Muhammad Hasyim, Adab al-Alim wa al-Mutaallim, (Jombang: Turast al-Islam, 1415 H) Hahn, B.R. Hergen, An Introduction to Theories of Learning, (New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs, 1976) Hasan, Muhammad Tolchah, Diskursus Islam dan Pendidikan, (Ja199

Pendidikan Karakter

karta: Bina Wiraswasta Insan Indonesia, 2000) Lubis, Mawardi, Evaluasi Pendidikan Nilai, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008) Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan, (Jakarta: INIS, 1994) Nasr, Sayyed Hossein, Science and Civilization in Islam, (New York: New American Library, 1970), Cet.I Postman, Neil, the End of Education Redefining the Value of School, terj, Siti Farida, Matinya Pendidikan: Redefinisi NilaiNilai Sekolah, (Yogyakarta: Jendela, 2001) Tilaar, HAR., Pendidikan dalam Pembangunan Nasional Menyongsong Abad XXI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990) Abdullah Nashih Ulwan, Mendidik Anak Secara Islami, (terjemahan), (Ar-Ruz Media, 2010) Juan, Estarella, The Education of Don Quixote, Comperative Education Review, vol 6. 6, no 1 Wibowo, Agus, Malpraktik Pendidikan, (Yogyakarta: Genta Press, 2008) Z, Zurinal & Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan Pengantar & DasarDasar Pelaksanaan Pendidikan, (Jakarta: UIN Press, 2006), Cet. I Zuriah, Nurul, Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti Secara Kontekstual dan Futuristik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007) Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2006 Nurul Zuriah, Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, Jakarta; PT. Bumi Aksara, 2007

200

You might also like