You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
Untuk menghindari kesalah pahaman, maka penulis perlu memberikan penjelasan
tentang arti kata yang terkandung dalam judul skripsi ini.
Adapun judul dalam skripsi ini adalah Upaya Guru Pendidikan agama Islam
dalam Menanggulangi Kenakalan Peserta Didik SMP Negeri 02 Negara Batin
Way Kanan.
1. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam
Upaya adalah kegiatan yang mengarahkan tenaga atau badan untuk mencapai
suatu maksud.
1

Guru menurut WJS. Poerwadarminta adalah orang yang mendidik.
2

Sedangkan Menurut Hadari Nawawi, guru berarti orang-orang yang bekerja dalam
bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu
anak mencapai kedewasaannyaa masing-masing.
3

Pendidikan Agama Islam adalah mata pelajaran yang diberikan di sekolah-
sekolah umum atau madrasah-madrasah yang didalamnya mencakup masalah tauhid,
akhlak, fiqih, dan ibadah yang diberikan dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah
menengah umum.

1
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1991, Hlm.
250.
2
Ibid, Hlm. 132.
3
Hadari Nawawi , Organisasi Sekolah dan Pengolaan Kelas, Haji Masa Agung, Jakarta
1989, Hlm. 123.
2
Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan upaya
guru pendidikan agama Islam adalah kegiatan yang mengarahkan tenaga atau badan
untuk mencapai suatu maksud yang dilakukan oleh guru pendidikan agama Islam
dalam menanggulangi kenakalan peserta didik.
Guru yang mengajar mata pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah-
sekolah atau madrasah-madrasah. Adapun yang dimaksud dalam skripsi ini adalah
guru pendidikan agama Islam yang ada di SMP Negeri 02 Negara Batin Way Kanan.
2. Menanggulangi
Menanggulangi adalah mengatasi, menghadapi.
4

Adapun yang dimaksud menanggulangi dalam skripsi ini adalah mencegah peserta
didik yang tidak nakal agar jangan sampai nakal dan mengatasi perbuatan peserta
didik yang nakal agar tidak mengulangi perbuatannya.
3. Kenakalan Peserta Didik
Kenakalan adalah tingkah laku yang menyalahi norma yang berlaku.
5

Sedangkan menurut M. Gold dan Petronio, yang di kutip oleh Sarlito Wirawan
Sarwono, yang dimaksud dengan kenakalan anak adalah tindakan seseorang yang
belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu

4
Departeman Pendidikan Dan Kebudayaan R.I, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, 2003, Hlm. 312.
5
Ibid, Hlm. 951.
3
sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa
dikenai hukuman.
6

Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.
7
Adapun peserta didik yang dieliti penulis adalah peserta didik
kelas VIII A,B dan C yang melakukan kenakalan pada tahun ajaran 2011-2012.
Jadi kenakalan peserta didik adalah perbuatan yang melanggar aturan-aturan
yang berlaku di sekolah ataupun di masyarakat yang dilakukan secara sengaja dan
disadari oleh pelakunya.
4. SMP Negeri 02 Negara Batin Way Kanan
SMP Negeri 02 Negara Batin Way Kanan adalah suatu lembaga pendidikan
sekolah menengah pertama yang dibina Departemen Pendidikan Nasional, yang
berada di Desa Karta Jaya kecamatan Negara Batin kabupaten Way Kanan sebagai
lokasi penulis dalam melakukan penelitian.
Berdasarkan pengertian-pengertian istilah diatas dapat dipahami bahwa yang
dimaksud dengan judul tersebut adalah hal-hal yang menyebabkan kurang
berhasilnya upaya yang dilakukan oleh guru pendidikan agama Islam dalam
mengatasi kenakalan yang dilakukan oleh peserta didik SMP Negeri 02 Negara Batin
Way Kanan.

6
Sarlinto Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007,
Hlm. 205.
7
Tim Penyusun, UU RI No 20 Thn. 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta, 2003, Hlm.
3.
4
B. Alasan Memilih Judul
1. Kenakalan remaja merupakan kejadian dekadensi moral yang sangat berbahaya
bagi pertumbuhan dan perkembangan dikalangan remaja, yang harus diatasi guna
mengarahkan pembentukan kepribadian remaja yang positif.
2. Melihat kenyataan yang ada di SMP Negeri 02 Negara Batin Way Kanan bahwa
guru telah melakukan berbagai upaya dalam rangka menanggulangi kenakalan
peserta didik akan tetapi masih banyak peserta didik yang nakal dan melanggar
tata tertib sekolah.
C. Latar Belakang Masalah
Dalam upaya mengantisipasi dampak negatif kemerosotan moral perlu
peningkatan pemahaman dan pengamalan ajaran agama Islam karena agama Islam
adalah agama yang mengatur hubungan sesama manusia dalam melaksanakan tugas-
tugas hidup.
Agama sebagai dasar dan pedoman hidup berperan sebagai penggerak dan
pengendali, pembimbing dan pendorong hidup kearah terwujudnya suatu
penghidupan yang layak serta sempurna. Salah satu usaha efektif untuk mencapai hal
tersebut adalah dengan melaksanakan pendidikan yaitu pendidikan agama Islam,
karena pendidikan agama Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberi
kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupan sesuai dengan cita-cita Islam
karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan dan mewarnai corak kepribadiannya.
8


8
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Edisi Revisi, Bumi Aksara, Jakarta, 2006, Hlm. 7.
5
Menurut Zuhairini dkk bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha secara
sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai
dengan ajaran Islam.
9

Dari kedua pendapat diatas, dapat dipahami bahwa hal yang ditekankan dalam
pendidikan agama Islam adalah pembentukan kepribadian muslim, dalam arti
kepribadian yang memiliki nilai-nilai ajaran agama Islam. Nilai-nilai agama Islam itu
sendiri merupakan ajaran tentang tata hidup yang diturunkan Allah SWT kepada nabi
Muhammad SAW yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dengan
Tuhannya yaitu ibadah yang dilakukan dan mengatur hubungan terhadap sesama
manusia sehingga timbul hubungan yang baik diantara yang satu dengan yang lain.
Sedangkan tujuan pendidikan menurut M. Sahlan Syafei adalah membantu
perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya masing-masing sehingga
terbentuk kepribadian yang baik dalam dirinya anak.
10
Sedangkan menurut Zakiah
Daradjat tujuan pendidikan agama adalah membina manusia beragama yaitu manusia
yang mampu melaksanakan ajaran agama Islam dengan baik dan sempurna rangka
mencapai kebahagiaan dan kejayaan hidup dunia dan akhirat.
11

Hal ini senada dengan pendapat yang diungkapkan olen M. Arifin bahwa
tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk menumbuhkan pola kepribadian

9
Zuhairini dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Usaha Nasional, Surabaya 1983,
Hlm. 27.
10
M. Sahlan Syafei, Bagaimana Anda Mendidik Anak, Ghalia Ind onesia, Bogor, 2006, Hlm.
12.
11
Zakiah Daradjat dkk, Metodik khusus Pengajaran agama Islam, Bumi Aksara, Jakarta,
1995, Hlm. 172.
6
manusia yang bulat melalui latihan kejiwaan, kecerdasan otak, penalaran, perasaan
dan indra.
12

Menurut M. Arifin bahwa tujuan pendidikan Islam adalah menanamkan taqwa
dan akhlak serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang
berpribadi dan berbudi luhur menurut ajaran Islam.
13

Berdasarkan pendapat diatas dapat dipahami bahwa guru pendidikan agama
Islam sebagai salah satu komponen insani yang memiliki peranan yang sangat
penting dalam pendidikan yang ikut berperan dalam upaya pembinaan sumber daya
manusia yang Islami. Karena guru pendidikan agama Islam tidak hanya dipandang
sebagai pendidik tetapi juga sebagai membawa peserta didik kearah sikap dan
kepribadian yang baik, sehingga nantinya ia dapat bermanfaat untuk dirinya sendiri
dan orang lain.
Hal ini sesuai dengan yang dipaparkan oleh Ag. Soejono bahwa pendidik
ialah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan kepada anak didik,
dalam perkembangan jasmani dan rohani agar mencapai kedewasaannya, mampu
berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial dan
sebagai individu atau pribadi.
14

Adapun tugas dan tanggung jawab selaku guru agama Islam adalah:
1. Mengajar ilmu pengetahuan agama Islam
2. Menanamkan keimanan dalam jiwa anak
3. Mendidik anak agar taat menjalankan agama

12
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, Hlm. 40.
13
Ibid, Hlm. 41.
14
Ag. Soejono, Pendahuluan Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2004, Hlm. 23.
7
4. Mendidik anak berbudi pekerti yang mulia.
15

Guru pendidikan agama Islam harus memberikan suri tauladan yang baik,
karena sikap dan tindakan, akan member kesan dihati para peserta didik dan dalam
Al-Quran surst An-Nahl ayat 125:
7vu1- _O) O):Ec El)4O
gOE'g4^) gOgNOE^-4
gO4L=OO4^- W _^gE_4
/-) "Og- }=O;O _ Ep)
El+4O 4O- OU;N }E) E=
}4N g)-O):Ec W 4O-4 OU;N
4g4-;_^) ^g)
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik, sesungguhnya Tuhanmu
dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
(An-Nahl:125).
16

Dari ayat diatas dapat dipahami bahwa guru harus mendidik peserta didik
dengan cara yang baik agar terbentuk perilakudalam diri peserta didik. Sesungguhnya
ini salah satu usaha yang dapat dilakukan dalam menanggulangi kenakalan peserta
didik.
Menurut Zakiah Daradjat remaja adalah peralihan, dimana seorang telah
meninggalkan usia anak-anak yang penuh kelemahan dan ketergantungan tanpa
memikul suatu tanggung jawab, menuju kepada usia dewasa yang sibuk dengan
persaingan dan perjuangan untuk kepentingan hidup dan tanggung jawab yang

15
Zuhairini dkk, Op Cit, Hlm. 35.
16
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya , Diponegoro, Bandung, Cet. Keenam
2005, Hlm. 224.
8
penuh.
17
Sedangkan menurut Heri jauhari Muchtar masa remaja adalah peralihan
(transisi) dari masa anak-anak kemasa dewasa.
18
Dan menurut Kartini Kartono masa
remaja adalah masa penghubung atau masa peralihan antara masa kanak-kanak
dengan masa dewasa. Pada periode ini terjadi perubahan besar dan esensial mengenai
kematangan fungsi rohaniah dan jasmaniah terutama fungsi sosial.
19

Dari beberapa pendapat diatas dapat dipahami bahwa masa remaja merupakan
masa peralihan sehingga mengalami berbagai perubahan baik fisik maupun mental.
Dalam kondisi seperti ini mereka akan cenderung terpengaruh kejalan yang salah
apabila dibiarkan begitu saja, maka mereka akan mudah terpengaruh oleh faktor-
faktor yang sifatnya negatif, akhirnya mereka akan menampakkan perbuatan-
perbuatan yang negatif atau yang bertentangan dengan ajaran Islam. Kondisi ini
terjadi di SMP Negeri 02 Negara Batin Way Kanan, oleh karena itu diperlukan upaya
yang semaksimal mungkin untuk menanggulangi kenakalan peserta didik tersebut.
Menurut Heri Noer Aly, dalam usaha pembinaan menanggulangi kenakalan
peserta didik di sekolah dapat dilakukan dengan cara:
1. Kebiasaan
2. Keteladanan
3. Nasehat
4. Pelatihan.
20


17
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 2005, Hlm. 132.
18
Heri Jauhari Muchtar, Fiqh Pendidikan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005, Hlm. 59.
19
Kartini Kartono, Psikologi anak (Psikologi Perkembangan), Mandar Maju, Bandung,
1995, Hlm. 148.
20
Heri Noer Aly dkk, Watak Pendidikan Islam, Fisika Agung Insani, Jakarta, 2000, Hlm.
172.
9
Dalam menanggulangi kenakalan peserta didik dapat dilakukan dengan cara
memberikan hukuman, akan tetapi pemberian hukuman ini hendaknya dijadikan
alternatif terakhir apabila dengan nasehat dan teguran tidak berhasil. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Ametembun bahwa untuk menyelesaikan problem-
problem dalam manajemen kelas, sebelum memilih hukuman untuk diperlukan
pertimbangan terlebih dahulu kesalahan-kesalahan murid, setelah itu menentukan
hukuman.
21

Dari kedua pendapat diatas dapat dipahami bahwa upaya yang dapat
dilakukan oleh seorang guru dalam menanggulangi kenakalan peserta didik yaitu
memberikan suritauladan, kebiasaan, nasehat dan bila perlu diberikan hukuman
apabila peserta didik masih melakukan kesalahan.
Guru pendidikan agama Islam SMP Negeri 02 Negara Batin Way Kanan
selalu memberikan suritauladan mengaktifkan kegiatan keagamaan, selalu
memberikan nasehat, memberikan hukuman, memberikan bimbingan dan dan
memberikan surat panggilan terhadap orang tua peserta didik yang sering melanggar
tata tertib sekolah. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan bapak Purwani
Bahri selaku guru Pendidikan Agama Islam, mengatakan bahwa:
Saya sebagai guru pendidikan agama Islam sudah berusaha memberikan
nasehat, memberikan contoh perbuatan terpuji baik disekolah maupun diluar sekolah,
mengadakan ceramah agama pada peringatan hari besar Islam, membina shalat

21
N.A Ametembun, Manajemen Kelas, IKIP, Bandung, 1981 , Hlm. 34.
10
jamaah, setiap bertemu mengucap salam, sebelum belajar dimulai membaca doa dan
setelah selesai belajar ditutup dengan dengan doa, dan lain sebagainya, akan tetapi
masih banyak peserta didik yang nakal.
22

Dari kutipan hasil wawancara tersebut di atas, bahwa guru pendidikan agama
Islam dan pihak sekolah telah berupaya dalam menanggulangi kenakalan peserta
didik SMP Negeri 02 Negara Batin Way Kanan, akan tetapi masih banyak peserta
didik yang melakukan pelanggaran. Seharusnya upaya tersebut dapat menghasilkan
dampak yang positif, namun masih banyak peserta didik yang nakal, seperti
berbohong, merokok dilingkungan sekolah, membolos, berkelahi, cara berpakaian
tidak peduli, mencuri, tidak patuh pada guru.
Berdasarkan hasil observasi pada saat pra survei, diperoleh data tentang
jumlah peserta didik SMP Negeri 02 Negara Batin Way Kanan sebagaimana tabel
dibawah ini:
Tabel 1
Keadaan Peserta didik SMP Negeri 02 Negara Batin Way Kanan
Tahun Pelajaran 2011-2012
No Kelas Jumlah Kelas
Jumlah Siswa
Jumlah
Laki-laki Perempuan
1 VII 4 86 97 183
2 VIII 4 75 78 153
3 IX 4 73 83 156
Jumlah
12 234 258 492
Sumber : Dokumentasi SMP Negeri 02 Negara Batin Way Kanan TP. 2011-2012.

22
Purwani Bahri, Guru Pendidikan Agama Islam, 14 Maret 2012
11
Dari tabel tersebut dapat dipahami jumlah peserta didik SMP Negeri 02
Negara Batin Way Kanan sebanyak 234 laki-laki dan 258 perempuan, dan jumlah
keseluruhan sebanyak 492 orang siswa.
Tata tertib SMP Negeri 02 Negara Batin Way Kanan:
a. Pakaian seragam dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Sopan dan rapih sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Baju seragam sesuai dengan ketentuan.
3. Memakai badge OSIS dan identitas sekolah.
4. Topi sekolah sesuai ketentuan, ikat pinggang warna hitam.
5. Kaos kaki warna putih, sepatu warna hitam.
6. Pakaian tidak terbuat dari kain yang tipis dan tembus pandang, tidak ketat dan
tidak membentuk tubuh.
7. Tidak menggunakan perhiasan yang mencolok.
b. Umum
Siswa dilarang :
1. Berkuku panjang
2. Mengecat rambut dan kuku
3. Bertato
Khusus siswa laki-laki
1. Tidak berambut panjang
12
2. Tidak bercukur gundul
3. Rambut tidak berkuncir
4. Tidak memakai kalung, anting dan gelang
Khusus siswa perempuan :
Tidak memakai make-up atau sejenisnya kecuali bedak tipis.
c. Masuk dan Pulang Sekolah
1. Siswa wajib hadir di sekolah sebelum bel berbunyi, setelah bel berbunyi siswa
wajib berbaris, bersalaman dengan guru, masuk kelas pukul 07-30.
2. Siswa terlambat kurang dari 15 menit harus lapor dengan guru.
3. Siswa terlambat dating kesekolah lebih dari 15 menit harus lapor kepada guru
piket dan tidak diperkenankan masuk kelas pada pelajaran pertama kecuali
dapat izin dari guru piket.
4. Pada waktu pulang siswa diwajibkan langsung pulang kerumah, kecuali yang
mengikuti pelajaran ekstrakurikuler.
5. Pada waktu pulang siswa dilarang duduk-duduk (nongkrong) ditepi-tepi jalan
atau ditempat-tempat tertentu, pulang sekolah pukul 12.30.
d. Kebersihan, Kedisiplinan dan Ketertiban
1. Setiap kelas dibentuk beberapa tim piket kelas yang secara bergiliran bertugas
menjaga kebersihan dan ketertiban kelas.
2. Piket harus datang kurang lebih 15 menit sebelum masuk kelas.
13
3. Membersihkan lantai dan dinding serta merapikan bangku dan meja, dan
menghapus papan tulis.
4. Setiap siswa menjaga kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya.
e. Sopan Santun Pergaulan
1. Mengucap salam antar sesama teman dengan kepala sekolah dan guru, serta
karyawan sekolah.
2. Saling menghormati sesama siswa, menghargai perbedaan dalam memilih
teman belajar, bermain disekolah maupun diluar sekolah.
3. Menggunakan bahasa yang sopan dan beradap, tidak menggunakan kata-kata
yang kotor.
f. Upacara Bendera dan Peringatan Hari Besar
1. Upacara bendera setiap hari senin, setiap siswa wajib mengikuti upacara
bendera dengan pakaian seragam yang telah ditentukan.
2. Setiap siswa wajib mengikuti upacara hari besar nasional sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
3. Setiap siswa wajib mengikuti peringatan hari-hari besar keagamaan seperti
Maulid Nabi, Isra Miraj dan idul adha.
g. Dalam kegiatan sehari-hari di sekolah, siswa dilarang melakukan hal sebagai
berikut :
1. Merokok, minum-minuman keras, mengedarkan dan mengkonsumsi narkotika,
obat terlarang lainnya dan berpacaran di sekolah.
14
2. Berkelahi perorangan maupun kelompok didalam sekolah maupun diluar
sekolah.
3. Membuang sampah tidak pada tempatnya.
4. Mencoret dinding bangunan pagar sekolah dan peralatan lainnya.
5. Berbicara kotor, mengumpat, bergunjing, menghina, atau menyapa antar
sesama siswa dengan kata sapaan yang tidak senonoh.
6. Membawa barang yang tidak ada kepentingan dengan sekolah, seperti senjata
tajam atau alat-alat lain yang membahayakan keselamatan orang lain.
7. Membawa atau membaca atau mendengarkan bacaan, gambar, sketsa, audio
atau video porno.
h. Pelanggaran dan Sangsi
1. Teguran
2. Penugasan
3. Pemanggilan orang tua
4. Skorsing
5. Tidak naik kelas
Kenakalan yang dimaksud disini adalah perilaku yang menyimpang dari atau
melanggar hukum. Menurut Sarlito Wirawan Sarwono yang mengutip dari Jensen,
membagi kenakalan menjadi empat jenis, sebagai berikut.
1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian,
perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.
2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan,
pemerasan dan lain-lain.
15
3. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran,
penyalahgunaan obat, hubungan seks sebelum menikah.
4. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar
dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari
rumah atau membantah perintah mereka dan sebagainya.
23

Menurut Zakiah Daradjat bentuk-bentuk kenakalan peserta didik adalah:
1) Kenakalan ringan, misalnya: keras kepala, tidak mau patuh kepada orang tua
dan guru, lari (bolos) dari sekolah, tidak mau belajar, sering berkelahi, suka
mengeluarkan kata-kata yang kurang sopan, cara berpakaian tidak peduli dan
sebagainya.
2) Kenakalan yang mengganggu ketentraman dan keamanan orang lain misalnya
mencuri, memfitnah, merampok, menodong, menganiaya, merusak milik
orang lain, membunuh, dan sebagainya.
3) Kenakalan seksual
a. Terhadap jenis lain (betero seksual)
b. Terhadap orang sejenis (homo seksual)
24

Sedangkan bentuk-bentuk kenakalan peserta didik yang tergolong norma-
norma sosial adalah sebagai berikut:
1. Pergi tidak pamit atau tanpa izin orang tua
2. Menentang orang tua atau wali
3. Tidak sopan terhadap orang tua
4. Berbohong
5. Suka keluyuran
6. Memiliki atau menggunakan alat-alat yang dapat membahayakan orang lain
yang tidak diperuntukkan baginya
7. Berpakaian tidak senonoh
8. Menghias diri dengan tidak wajar, dan menimbulkan celaan masyarakat
9. Membolos dari sekolah
10. Menentang guru
11. Perilaku tidak senonoh dihadapan umum
12. Berkeliaran malam hari
13. Bergaul dengan orang-orang yang reputasinya jelek (germo, penjudi, pencuri,
orang jahat/ammoral)

23
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006,
Hlm. 209-210.
24
Zakiah Daradjat, Membina Nilai-Nilai Moral Di Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta, 1976,
Hlm.10.
16
14. Berada di tempat yang tidak baik bagi perembangan jiwa remaja/terlarang
untuk remaja
15. Pesta-pesta musik semalam suntuk tanpa kontrol dan acara-acaranya tak
sesuai dengan kebiasaan sopan santun
16. Membawa buku-buku (buku-buku cabul, sadis dan lain-lain yang isinya dapat
merusak jiwa remaja)
17. Memasuki tempat-tempat yang membahayakan keselamatan jiwanya
18. Menjadi pelacur atau melacurkan diri
19. Berkebiasaan berbicara kotor, tak senonoh, cabul dihadapan seseorang atau
dihadapan umum
20. Hidup di tempat kemaksiatan atau kejahatan
21. Ramai-ramai naik bus dan tidak bayar
22. Ramai-ramai menonton pertunjukan dan tidak membayar
23. Meminum minuman keras
24. Merokok di tempat umum sebelum batas umur yang pantas.
25

Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat dipahami bahwa banyak sekali
bentuk kenakalan yang dilakukan oleh remaja atau peserta didik. Dalam hal ini yang
akan penuliis teliti adalah berbohong, merokok dilingkungan sekolah, membolos,
berkelahi, cara berpakaian tidak peduli, tidak patuh pada guru.
Tabel 2
Data Kenakalan Peserta didik SMPN 02 Negara Batin Way Kanan
Pada Semester Ganjil Tahun Ajaran 2011-2012
No
Jumlah
Sampel
Jenis Kenakalan
Jumlah Peserta Didik yang
Nakal
Laki-laki Perempuan
1 38 Berbohong 10 9
2 38 Merokok dilingkungan Sekolah 11 0
3
38
Membolos 15 10
4 38 Berkelahi 8 2
5 38 Cara berpakaian tidak peduli 8 6
6 38 Tidak patuh pada guru 10 6
Sumber : Dokumentasi SMP Negeri 02 Negara Batin Way Kanan TP. 2011-2012.

25
H.M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, Golden Trayon,
Jakarta, 1982, Hlm. 92-93.
17
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa masih banyak peserta didik
yang nakal. Rata-rata peserta didik melakukan pelanggaran dengan berulang-ulang
dan tidak hanya satu kenakalan yang mereka lakukan.
Menurut Zakiah Daradjat, faktor-faktor penyebab terjadinya kenakalan
peserta didik adalah sebagai berikut:
1. Kurangnya pendidikan agama
2. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang pendidikan
3. Kurang teraturnya pengisian waktu
4. Tidak stabilnya keadaan sosial, politik dan ekonomi
5. Kemerosotan moral dan mental orang dewasa
6. Banyaknya film dan buku-buku bacaan yang tidak baik
7. Pendidikan dalam sekolah yang kurang baik
8. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap anak.
26

Sedangkan pendapat Zuhairini dkk sebagai berikut Saling menentukan antara
anak dan temannya, sangat cepat dan sangat kuat pengaruh kawan sangat besar
terhadap akal dan akhlaknya, dengan demikian kita dapat memastikan bahwa hari
depan anak juga tergantung kepada keadaan masyarakat dimana anak itu bergaul.
Anak diantara tetangga yang baik akan menjadi baik sebaliknya anak yang hidup
diantara orang-orang berakhlak buruk, akhlaknya akan menjadi buruk juga.
27


Dari kedua pendapat diatas faktor-faktor penyebab terjadinya kenakalan
peserta didik SMP Negeri 02 Negara Batin Way Kanan karena kurangnya perhatian
dan pendidikan agama dari orang tua (keluarga) dan pengaruh teman-teman sesama
peserta didik.

26
Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral Di Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta, 1976,
Hlm. 10.
27
Zuhairini dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, Usaha Nasional, Surabaya, 1981,
Hlm. 55.
18
Berdasarkan kondisi diatas, terutama guru SMP Negeri 02 Negara Batin Way
Kanan dituntut untuk lebih memperhatikan pendidikan Agama Islam pada anak didik
dalam rangka menanggulangi kenakalan peserta didik.
Berdasarkan dengan hal ini, penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna
mengetahui lebih lanjut peran apa yang harus dilakukan oleh guru pendidikan agama
Islam di SMP Negeri 02 Negara Batin Way Kanan dalam rangka menanggulangi
kenakalan peserta didik, selanjutnya permasalahan tersebut penulis tuangkan dalam
sebuah judul: Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menanggulangi
Kenakalan Peserta Didik Di SMP Negeri Negara Batin Way Kanan.

D. Rumusan Masalah
Menurut S. Margono masalah adalah kesenjangan antara harapan akan sesuatu
yang seharusnya ada (dassolen) dengan kenyataan yang ada (dassein).
28

Sedangkan menurut Lexi J. Maleong, masalah adalah suatu keadaan yang
bersumber dari hubungan dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi
membingungkan.
29

Berdasarkan kedua pendapat diatas dapat dipahami bahwa masalah adalah
persoalan yang mengganggu pikiran karena tidak ada keserasian antara yang
diharapkan (teori) yang ada di lapangan sehingga mendorong kita untuk mencari
pemecahannya atau mencari jalan keluarnya.

28
S. Margono, Metodologi Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, Hlm. 54.
29
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung,
2003, Hlm. 62.
19
Dalam penelitian ini didapati permasalahan guru pendidikan agama Islam
telah berusaha menanggulangi kenakalan peserta didik akan tetapi masih banyak
peserta didik yang tidak mentaati tata tertib sekolah sehingga upaya yang dilakukan
guru kurang berhasil. Berdasarkan permasalahan tersebut penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
Mengapa Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Menanggulangi
Kenakalan Peserta Didik di SMP Negeri 02 Negara Batin Way Kanan?

E. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui upaya guru pendidikan agama Islam dalam
menanggulangi kenakalan peserta didik SMP Negeri 02 Negara Batin
Way Kanan.
b. Untuk mengetahui kurang berhasilnya upaya guru pendidikan agama
Islam dalam menanggulangi kenakalan peserta didik SMP Negeri 02
Negara Batin Way Kanan.
2. Kegunaan Penelitian
a. Sebagai Penerapan ilmu-ilmu yang penulis peroleh dalam bentuk teoritis
dan praktis.
b. Sebagai upaya pemecahan masalah yang dihadapi guru pendidikan agama
Islam dalam menanggulangi kenakalan peserta didik SMP Negeri 02
Negara Batin Way Kanan.
20
F. Metode Yang Digunakan
1. Jenis dan Sifat Penelitian
a. Jenis Penelitian
Dilihat dari tempatnya, penelitian ini termasuk penelitianlapangan (field
research) karena penelitian ini pada hakekatnya merupakan metode untuk
menemukan secara spesifik dan realistis tentang apa yang sedang terjadi pada suatu
saat ditengah-tengah kehidupan masyarakat.
30

b. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif maksudnya adalah penelitian yang bertujuan
mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku.
31
Penelitian ini akan membahas dua
variabel, variabel pertama menyangkut tentang upaya guru pendidikan agama Islam
dan variabel kedua mengenai kenakalan peserta didik.
2. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah seluruh obyek (orang, kelompok, penduduk) yang
dimaksudkan untuk diteliti.
32

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan populasi adalah seluruh individu baik itu merupakan orang dewasa, peserta
didik dan objek lain sebagai sasaran penelitian tertentu.

30
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Bumi Aksara, Jakarta, 2004,
Hlm. 28.
31
Ibid, Hlm. 26.
32
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, Bina Aksara,
Jakarta, 2004, Hlm. 115.
21
Adapun yang menjadi populasi dalam peneletian ini adalah seluruh peserta
didik kelas VIII SMP Negeri 02 Negara Batin Way Kanan yang berjumlah 153
peserta didik.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut.
33

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa sampel adalah sebagian
atau wakil dari jumlah populasi dalam penelitian.
Sedangkan teknik sampling menurut S. Nasution adalah memilih jumlah
tertentu dari keseluruhan populasi.
34

Mengingat jumlah populasi lebih dari seratus orang, maka dalam penelitian
ini tidak semua populasi tersebut dijadikan obyek penelitian, adapun untuk
menentukan jumlah sampel, penulis berpegangan dengan pendapatnya Suharsimi
Arikunto bahwa jika subyeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua hingga
penelitiannya berupa penelitian populasi, tetapi jika subyeknya lebih besar dari 100
maka dapat diambil antara 10-15 atau 20-25 atau lebih.
35

Jadi, penulis akan meneliti kelas VIII (Delapan) yang berjumlah 153 peserta
didik, dan mengambil sampel 25 %, dan hasilnya 38 peserta didik.

33
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D),
Alfabeta, Bandung, 2010.
34
S. Nasution, Metodologi Penelitian Dasar, Bulan Bintang, Jakarta, 2000, Hlm. 95.
35
Ibid., Hlm. 117.
22
Tekhnik pengambilan sampel yang digunakan yaitu Snowball sampling adalah
tekhnik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar.
Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena
dengan dua orang ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka
peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data
yang diberikan oleh dua orang sebelumnya.
36

3. Metode Pengumpul Data
a. Metode Observasi
Observasi adalah pengamatan langsung terhadap fenomena-fenomena obyek
yang diteliti secara obyektif dari hasilnya akan dicatat secara sistematis agar
diperoleh gambaran yang lebih konkrit dan kondisi di lapangan. Sebagaimana yang
telah dikemukakan oleh Sutrisno Hadi observasi biasa diartikan sebagai pengamatan
dan pencatatan dengan sistematik terhadap berbagai macam fenomena-fenomena
yang akan diselidiki dalam suatu penelitian.
37

Adapun jenis metode observasi berdasarkan peranan yang dimainkan yaitu
dikelompokkan menjadi dua bentuk sbgai berikut:
1. Observasi partisipan yaitu peneliti adalah bagian dari keadaan alamiah, tempat
dilakukannya observasi.


36
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D),
Alfabeta, Bandung, 2010, Hlm. 125.
37
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 2001, Jilid II, Hlm. 158.
23
2. Observasi non partisipan yaitu dalam observasi ini peranan tingkah laku
peneliti dalam kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan kelompok yang
diamati kurang dituntut.
38

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis observasi non partisipan,
dimana peneliti tidak turut ambil bagian dalam kehidupan orang yang di observasi.
Metode ini digunakan sebagai metode untuk mengobservasi adab guru, proses
pembinaan peserta didik, berbagai perilaku peserta didik kelas VIII SMP Negeri 02
Negara Batin Way Kanan yang nakal.
b. Metode Interview
Metode interview adalah suatu Tanya jawab lisan, dimana dua orang atau
lebih berhadap-hadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain dan
mendengarkan dengan telinganya sendiri.
39

Berdasarkan pengertian diatas, jelas bahwa metode interview merupakan salah
satu alat untuk memperoleh informasi dengan jalan mengadakan komunikasi
langsung antar dua orang atau lebih serta dilakukan secara lisan.
Apabila dilihat dari sifat atau teknik pelaksanaannya, maka interview dapat
dibagi tiga yaitu:
1. Interview terpimpin adalah wawancara yang menggunakan pokok-pokok masalah
yang diteliti.
2. Inerview tak terpimpin (bebas) adalah proses wawancara dimana interviewer
tidak sengaja mengarahkan tanya jawab pada pokok-pokok dari fokus penelitian
dan interviewer.

38
Koentjaraningrat, Op. Cit., Hlm. 189.
39
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Alumni, Bandung, 2003, Hlm. 171.
24
3. Interview bebas terpimpin adalah kombinasi keduanya, pewawancara hanya
membuat pokok-pokok masalah yang akan diteliti, selanjutnya dalam proses
wawancara berlangsung mengikuti situasi.
40

Untuk memperoleh data yang valid dan kredibel, digunakan jenis interview
bebas terpimpin, sebagaimana yang dijelaskan oleh Sutrisno Hadi, yaitu dalam
interviu bebas terpimpin penginterview menyiapkan kerangka-kerangka pertanyaan
untuk disajikan tetapi cara bagaimana pertanyaan itu diajukan sama sekali diserahkan
kepada kebijakan interviewer.
41

Metode ini penulis gunakan untuk mewawancarai kepala sekolah, guru
pendidikan agama Islam, dan juga peserta didik untuk memperoleh data tentang
upaya guru pendidikan agama Islam dalam menanggulangi kenakalan peserta didik.
c. Metode Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu proses pengumpulan data dengan cara mencari
data-data tertulis sebagai bukti penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto dokumentasi
adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip,
buku, surat, majalah prasasti, notulen rapat legger, agenda dan sebagainya.
42

Metode ini penulis gunakan sebagai pengumpul data yang diperoleh dari guru
pendidikan agama Islam di SMP Negeri 02 Negara Batin Way Kanan. Selain itu
dipergunakan untuk mendapatkan data mengenai sejarah berdirinya SMP Negeri 02

40
Cholid Narbuko dan Abu Ahmad, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta, 2000,
Hlm. 83-85.
41
Sutrisno Hadi, Op. Cit., Hlm. 206.
42
Suharsimi Arikunto, Op. Cit., Hlm. 202.
25
Negara Batin Way Kanan, jumlah peserta didik, jumlah guru, sarana dan prasarana
yang dimiliki oleh sekolah.
4. Analisis Data
a. Reduksi Data
b. Display Data (Sajian Data)
c. Verifikasi Data (PenyimpulanData)
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal yang penting, sehingga data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data.
43

2. Display Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah untuk mendisplay
data, yaitu menyajikan data dengan teks yang bersifat naratif. Dengan demikian akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya,
berdasarkan apa yang telah dipahami.
44

3. Verifikasi Data
Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif menurut Milesand
Hubermanyang di kutip oleh Sugiyono, adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.

43
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D),
Alfabeta, Bandung, 2010, Hlm 338-340.
44
Ibid. Hlm. 341-344 .
26
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang belum
pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang
sebelumnya masih remang-remang sehingga menjadi jelas. Jadi dalam penelitian ini
ada tiga langkah yang digunakan dalam menganalisis data yaitu dengan cara
merangkum atau mencatat, kemudian memfokuskan kemudian baru diambil
kesimpulan data, selanjutnya menyajikan data dalam bentuk kata-kata kemudian baru
diambil kesimpulan.
Selanjutnya untuk mengambil kesimpulan dan analisis data tersebut maka
digunakan secara berfikir induktif sebagaimana yang dikemukakan oleh Deddy
Mulyana bahwa berangkat dari kasus-kasus yang bersifat khusus berdasarkan
berdasarkan pengalaman nyata (ucapan atau perilaku subjek penelitian atau situasi
lapangan penelitian) untuk kemudian kita rumuskan menjadi model, konsep, teori,
prinsip, proposisi atau definisi yang bersifat umum.
45

Penulis menggunakan analisis berpikir induktif ini untuk menganalisis data-
data dari lapangan penelitian, dengan bentuk data-data awal yang diperoleh penulis
melalui observasi, interview, dan dokumentasi.





45
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung,
2003, Hlm. 56.

You might also like