You are on page 1of 5

Sejarah Pura Dalem Penataran Ped Pura Dalem Ped merupakan salah satu pura kahyangan jagad yang

terkenal di pelosok Bali sehingga masyarakat Bali berbondong-bondong tangkil ke Pura Dalem Ped ini.Pura Dalem Ped tepat berada di pesisir pantai Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Sejarah Desa Ped tergolong sangat unik.Dalam penulisan sejarah Desa Ped ini, penulis hanya menggunakan sumber lisan, artefak dan selebihnya dari berbagai media.Hal ini disebabkan karena penulis tidak menemukan sumber tertulis yang bisa dijadikan sumber. Artefak yang dimaksud di sini adalah adanya tiga buah tapel yang sekarang dilinggihkan di Pura Dalem Ped. Seperti uraian di atas, dengan adanya tiga buah tapel ini melahirkan sebuah nama Ped, yang pada awalnya dari kesaktian tiga buah tapel yang sangat populer ke pelosok Bali pada saat itu dan sampai didengar oleh seorang Pedanda yaitu Ida Pedanda Abiansemal, sehingga Ida Pedanda Abiansemal bersama pepatih dan pengikutnya secara beriringan (mapeed) datang ke Nusa dengan maksud menyaksikan langsung kebenaran informasi atas keberadaan tiga tapel yang sakti di Pura Dalem Nusa. Dulu bernama Pura Dalem Nusa tetapi sudah ada pergantian nama setelah Ida Pedanda Abiansemal beriringan (mapeed) ke Pura Dalem Nusa kemudian digantikan oleh seorang tokoh Puri Klungkung pada zaman I Dewa Agung menjadi Pura Dalem Ped. Informasi tentang keberadaan Pura Dalem Ped atau Pura Penataran Ped pada awalnya masih sangat simpang siur.Hal ini disebabkan karena dalam penggalian sumber untuk mencari informasi tentang keberadaan pura ini, sumber-sumber yang ada sangat minim.Dengan demikian hal ini memicu timbulnya perdebatan yang cukup lama di antara beberapa tokoh-tokoh spiritual. Perdebatan yang timbul yakni mengenai nama pura. Kelompok Puri Klungkung, Puri Gelgel dan Mangku Rumodja Mangku Lingsir, menyebutkan pura itu bernama Pura Pentaran Ped. Yang lainnya, khususnya para balian di Bali, menyebut Pura Dalem Ped. Menurut Dewa Ketut Soma seorang penekun spiritual dan penulis buku asal Desa Satra, Klungkung, dalam tulisannya berjudul Selayang Pandang Pura Ped berpendapat, kedua sebutan dari dua versi yang berbeda itu benar adanya. Menurutnya, yang dimaksudkan adalah Pura Dalem Penataran Ped, Jadi, satu pihak menonjolkan "penataran"-nya, satu pihak lainnya lebih menonjolkan "dalem"-nya. Kembali pada tiga buah tapel.Saking saktinya, tapel-tapel itu bahkan mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit, baik yang diderita manusia maupun tumbuh-

tumbuhan.Sebelumnya, Ida Pedanda Abiansemal kehilangan tiga buah tapel.Begitu menyaksikan tiga tapel yang ada di Pura Dalem Nusa itu, ternyata tapel tersebut adalah miliknya yang hilang dari kediamannya.Namun, Ida Pedanda tidak mengambil kembali tapel-tapel itu dengan catatan warga Nusa menjaga dengan baik dan secara terus-menerus melakukan upacara-upacara sebagaimana mestinya. Kesaktian tiga tapel itu bukan saja masuk ke telinga Ida Pedanda, tetapi ke seluruh pelosok Bali, termasuk pada waktu itu warga Subak Sampalan yang saat itu menghadapi serangan hama tanaman seperti tikus, walang sangit dan lainnya. Ketika mendengar kesaktian tiga tapel itu, seorang klian subak diutus untuk menyaksikan tapel tersebut di Pura Dalem Nusa. Sesampainya di sana, klian subak memohon anugerah agar Subak Sampalan terhindar dari berbagai penyakit yang menyerang tanaman mereka, Permohonan itu terkabul. Tak lama berselang, penyakit tanaman itu pergi jauh dari Subak Sampalan.Hasil panenpun menjadi berlimpah. Kemudian warga menggelar upacara mapeed.Langkah itu diikuti subak-subak lain di sekitar Sampalan.Kabar tentang pelaksanaan upacara mapeed itu terdengar hingga seluruh pelosok Nusa. Sejak saat itulah I Dewa Agung Klungkung mengganti nama Pura Dalem Nusa dengan Pura Dalem Peed (Ped). Meski pun ada kata "dalem", namun bukan berarti pura tersebut mempakan bagian dari Tri Kahyangan.Yang dimaksudkan "dalem" di sini adalah merujuk sebutan raja yang berkuasa di Nusa Penida pada zaman itu.Dalem atau raja dimaksud adalah penguasa sakti Ratu Gede Nusa atau Ratu Gede Mecaling. Ada lima lokasi pura yang bersatu pada areal Pura Penataran Agung Ped. Persembahyangan pertama yakni Pura Segara, sebagai tempat berstananya Bhatara Baruna, yang terletak pada bagian paling utara dekat dengan bibir pantai lautan Selat Nusa.Persembahyangan kedua yakni Pura Taman yang terletak di sebelah selatan Pura Segara dengan kolam mengitari pelinggih yang ada di dalamnya yang berfungsi sebagai tempat penyucian.Kemudian persembahyangan ketiga yakni ke baratnya lagi, ada pura utama yakni Penataran Ratu Gede Mecaling sebagai simbol kesaktian penguasa Nusa pada zamannya.Persembahyangan terakhir yakni di sebelah timurnya ada Ratu Mas.Terakhir di jaba tengah ada Bale Agung yang merupakan linggih Bhatara-bhatara pada waktu ngusaba.

Masing-masing pura dilengkapi pelinggih, bale perantenan dan bangunan-bangunan lain sesuai fungsi pura masing-masing.Selain itu, di posisi jaba ada sebuah wantilan yang sudah berbentuk bangunan balai banjar model daerah Badung yang biasa dipergunakan untuk pertunjukan kesenian. Seluruh bangunan yang ada di Pura Penataran Agung Ped sudah mengalami perbaikan atau pemugaran, kecuali benda-benda yang dikeramatkan.Contohnya, dua area yakni Area Ratu Gede Mecaling yang ada di Pura Ratu Gede dan Area Ratu Mas yang ada di Pelebaan Ratu Mas.Kedua area itu tidak ada yang berani menyentuhnya.Begitu juga bangunan-bangunan keramat lainnya.Kalaupun ada upaya untuk memperbaiki, hal itu dilakukan dengan membuat bangunan serupa di sebelah bangunan yang dikeramatkan tersebut.

Sejarah Hubungan Pura Dalem Ped dengan Dalem Dukut Dalam Lontar Ratu Nusa diceritakan upaya Dalem Klungkung menyatukan Nusa Penida dengan Bali.Upaya itu dilakukan untuk membangun hubungan yang lebih produktif antara rakyat Bali dan rakyat Nusa.Hanya saja saat Ngurah Peminggir diutus oleh Dalem Klungkung mendekati Dalem Nusa ternyata gagal.Kegagalan itu karena Ngurah Peminggir menggunakan kekerasan perang mau menguasai Nusa.Bagaimana hubungan kesejarahan antara Pura Dalem Peed dengan Dalem Dukut? Saat itu Dalem Nusa melepaskan wong samarnya mengalahkan Ngurah Peminggir dengan pasukannya. Dalem Klungkung melanjutkan upaya penyatuan Pulau Bali dengan Nusa dengan mengutus I Gusti Ngurah Jelantik Bogol.Pendekatan yang digunakan oleh I Gusti Ngurah Jelantik Bogol adalah pendekatan yang etis mengikuti tata krama seorang kesatria sebagai utusan raja.Dalem Dukut pun menerima dengan sangat hormat sesuai dengan tata krama kerajaan dalam menerima utusan raja. Dalem Dukut atau ada juga sumber yang menyebut Dalem Bungkut bersedia menyerahkan Kerajaan Nusa melalui suatu cara yang terhormat dalam tata krama sebagai kesatria. Dua tokoh ini pun mengadakan perang tanding secara terhormat dengan tidak melibatkan prajurit dan rakyatnya. Mereka melakukan perang tanding secara kesatria tidak berdasarkan kebencian dan kesombongan akan kelebihan diri masing-masing. I Gusti. Jelantik Bogol dalam perang tanding itu menggunakan senjata pemberian kerajaan bernama Ganja Malela. Dalam perang tanding itu senjata Ganja Malela I Gusti

Jelantik Bogol patah.Hampir saja I Gusti Jelantik Bogol kalah.Cepat-cepat istrinya, Ni Gusti Ayu Kaler, memberikan senjata bartuah bernama Pencok Sahang.Melihat senjata Pencok Sahang ini Dalem Dukut sudah punya firasat bahwa waktunya sudah tiba untuk kembali ke alam sunia lewat senjata Pencok Sahang. Peperangan pun dihentikan sementara dan Dalem Dukut menyatakan kepada I Gusti Jelantik Bogol bahwa ia akan kembali ke Sunia Loka lewat senjata Pencok Sahang itu. Dalem Dukut pun menyatakan menyerahkan segala kekayaan Nusa dengan rakyat dan wong samar-nya untuk mendukung Dalem Klungkung memajukan Klungkung. Senjata Pencok Sahang ini sesungguhnya adalah taring Naga Basuki.Ketika Ni Gst. Ayu Kaler mandi di Sungai Unda ada sepotong kayu bagaikan kayu bakar atau sahang yang selalu menujunya.Setiap kayu itu dijauhkan dari dirinya selalu balik kembali mendekati dirinya.Akhirnya kayu itu dipungut. Setelah dibelah ternyata di dalamnya terdapat sebuah keris yang belum jadi. Keris itulah bernama Pencok Sahang yang tiada lain adalah taring Naga Basuki sendiri. Perlu direnungkan latar belakang dari perang tanding Dalem Dukut dengan Jelantik Bogol.Dua orang ini sesungguhnya sudah saling kenal, bahkan bersahabat saat belum menjabat sebagai raja maupun patih.Saat ada panggilan tugas yang berbeda ini mereka kelola dengan bijak sesuai dengan swadharma kesatria.Saat Patih Jelantik Bogol datang ke Nusa membawa tugas Kerajaan Klungkung, Dalem Dukut menyambutnya dengan sangat ramah.Dalem Dukut menyatakan bahwa jangan karena ada tugas yang berlawanan terus persahabatan menjadi hilang.Demikian juga sebaliknya jangan karena sahabat terus swadharma ditinggalkan sebagai seorang kesatia.Patih Jelantik Bogol membawa pasukan dari Klungkung, tetapi tidak dengan kasar menyerang Kerajaan Nusa.Jelantik Bogol mengatakan pendekatan diplomatik terlebih dahulu dengan cara-cara yang menghormati Dalem Dukut.Raja Nusa ini pun menyambut dengan baik.Dalem Dukut menjamu Patih Jelantik Bogol sebagai seorang teman. Dalam jamuan tersebut Dalem Dukut menyatakan bahwa Nusa tidak akan kalah kalau Dalem Dukut masih hidup, walaupun semua pasukan Nusa habis. Sebaliknya utusan Dalem Klungkung pun tidak akan kalah kalau Patih Jelantik Bogol tidak gugur di medan perang, meskipun semua pasukan Klungkung gugur dalam pertempuran. Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol sepakat untuk tidak memberikan pasukannya masing-masing bertempur.Biarlah mereka bergembira membangun komunikasi persaudaraan

demi Bali dan Nusa.Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol sepakat untuk melakukan perang tanding dalam melakukan swadharma kesatria.Swadharma Patih Jelantik Bogol adalah menyukseskan misi Dalem Klungkung untuk menyatukan Nusa Penida ke dalam kekuasaan Klungkung, sedangkan Dalem Dukut memiliki swadharma untuk menjaga eksistensi kehormatan Kerajaan Nusa Penida. Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol perang tanding untuk melakukan swadharmanya masing-masing.Perang tanding itu bukan dilakukan karena kebencian, tetapi atas dorongan melakukan swadharma sebagai kesatria.Dalam melakukan swadharma tersebut mereka tetap juga menjaga persahabatan.Sebelum perang tanding dilangsungkan, Dalem Dukut pun menjamu I Gst. Ngurah Jelantik Bogol sebagai seorang sahabat dengan jamuan kehormatan.Pasukan Klungkung dan Nusa pun ikut berpesta dalam perjamuan tersebut. Setelah jamuan berlangsung barulah perang tanding dilakukan dengan cara-cara kesatria.Kedua pasukan hanya sebagai saksi perang tanding tersebut. Apalagi rakyat sipil tidak ada yang jadi korban dalam proses penguasaan Nusa oleh Dalem Klungkung. Sifat-sifat kesatria Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol ini patut menjadi renungan kita bersama dalam membangun Bali dalam proses dinamika kehidupan politik untuk mengutamakan sifat-sifat kesatria yang tidak mengorbankan rakyat kecil untuk mewujudkan tujuan mencapai kekuasaan maupun mencari kekayaan. Bersatunya Nusa dengan Bali menjadi satu sistem pemerintahan dalam proses yang sangat terhormat pada masa pemerintahan Dalem Klungkung. Tidak ada yang kalah menang dalam artian sempit. Dalem Dukut tidak mengerahkan pasukan wong samar-nya melawan I Gst. Jelantik Bogol. Kemungkinan Dalem Dukut melihat suatu kepentingan yang lebih besar dan lebih mulia yaitu bersatunya alam dan rakyat Nusa dengan Bali. Persatuan ini akan membawa kedua daerah lebih mudah maju membangun kesejahteraan hidup bersama antara rakyat Bali dan Nusa Penida lahir batin.

You might also like