You are on page 1of 24

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Tropik Infeksi

Tutorial Klinik Stase

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

PAROTITIS DENGAN KEJANG DEMAM SEDERHANA

oleh: RR.KHAIRIYAH AMALIA NIM. 04.45383.00173.09 Pembimbing: dr. Indra Tamboen, Sp.A

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 2012

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien Nama Umur : An. MB : 2 tahun

J. Kelamin : Laki-laki MRS : 15 maret 2012

Anamnesis Kejang dialami 1 hari sebelum MRS saat demam di rumah sebanyak 1 kali dan selama < 5 menit dan kejang dialami seluruh tubuh. Demam 1 hari sebelum MRS, terus menerus sepanjang hari. Nyeri dan bengkak pada daerah bawah telinga 2 hari sebelum MRS. Bengkak awalnya dirasakan di bawah telinga sebelah kanan, namun sekarang bengkak dirasakan pada kedua bawah telinga. Nyeri saat berbicara, menelan,dan saat mengunyah. Riwayat kontak dengan anak tetangga yang memiliki pembengkakan pada kedua bawah telinga. Riwayat kejang sebelumnya tidak ada.

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : sakit sedang Kesadaran Tanda vital : compos mentis : Nadi : 90 x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup

Frekuensi nafas : 24 x/menit

Suhu tubuh Status Gizi : BB : 14 kg PB : 100 cm

: 37,5 C per aksiler

Kepala-Leher : Anemia (-/-), ikterus (-/-), Faring hiperemis ( - ), Pseudomembran (-), pembesaran kelenjar parotis dextra et sinistra, warna tidak kemerahan,tidak panas saat diraba, padat kenyal, nyeri tekan, batas tidak terfiksir, dan batas tidak tegas,tidak ditemukan pus saat ditekan pada duktus stesoni, pembesaran KGB . Genitalia Ekstremitas : Tidak terdapat kemerahan atau oedema pada kedua testis. : Akral hangat, Capillary refill (< 2 detik). : Reflek Fisiologis DEXTRA APR KPR Bicef Tricef : : : : +N +N +N +N (-) SINISTRA + N + N + N +N

Pemeriksaan neurologis

Refleks Patologis

Pemeriksaan Penunjang Lekosit 4900; Hb 9,9 gr%; HCT 27,3%;Trombosit 134.000 gr/dL

Diagnosis Banding

: 1. Parotitis 2. Parotitis supuratifa 3. Parotitis berulang

Diagnosis Kerja Sementara Diagnosis Komplikasi

: Parotitis : Kejang Demam Sederhana

Diagnosis Lain Penatalaksanaan

: Anemia : IVFD D5 NS 12 tetes/menit (makro) Parasetamol sirup 3 x 1 1/2 cth Ampicillin inj 4 x 350 mg Prednison 1 tab ( pulv ) 3 x 1 Diazepam 2 tab ( pulv ) 3 x 1

Usulan Penatalaksanaan : IVFD D5 NS 12 tpm ( makro ) Paracetamol syrup 3 x 1 cth Diazepam 5 mg ( pulv ) 3 x 1 pada saat demam > 380C Prednison 1 tab ( pulv ) 3 x 1

Prognosis

: Bonam

PEMBAHASAN

A. Anamnesis 1. Kejang saat demam Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38o C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak di atas umur 6 bulan 5 tahun . Etiologi Penyebab yang pasti dari terjadinya kejang demam tidak diketahui. Faktor resiko kejang demam yang penting adalah demam tinggi. Namun kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. Selain itu terdapat faktor resiko lain, seperti riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Kejang demam biasanya berhubungan dengan demam yang tiba-tiba tinggi dan kebanyakan terjadi pada hari pertama anak mengalami demam. Dalam literatur disebutkan bahwa infeksi oleh virus herpes simpleks manusia 6 yang merupakan penyebab dari Roseola sering menjadi penyebab pada 20 % pasien kejang demam serangan pertama. Disentri karena Shigella juga sering menyebakan demam tinggi dan kejang demam pada anak-anak. Dan pada sebuah studi dibicarakan mengenai adanya hubungan antara kejang demam yang berulang dengan infeksi virus influenza A.(5) Demam dapat muncul pada permulaan penyakit infeksi (extra Cranial), yang disebabkan oleh banyak macam agent, antara lain : Bakteri

Penyakit pada Tractus Respiratorius : Pharingitis Tonsilitis Otitis Media Laryngitis Bronchitis Pneumonia Pada Gastro Intestinal Tract : Dysenteri Baciller, Shigellosis Sepsis. Pada tractus Urogenitalis : Pyelitis Cystitis Pyelonephritis Virus: Varicella Morbili Dengue Exanthemasubitum

Terutama yang disertai exanthema :

Patofisiologi Untuk mempertahankan hidupnya, sel otak membutuhkan energi yaitu senyawa glukosa yang didapat dari proses metabolisme sel. Sel-sel otak dikelilingi oleh membran yang dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lain kecuali Clorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ di dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah. Keadaan sebaliknya terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel tersebut maka terjadi beda potensial yang disebut Potensial Membran Sel Neuron.

Gambar 2. Potensial Membran Sel Neuron

Untuk menjaga keseimbangan potensial membran sel diperlukan energi dan enzim Na-K-ATP ase yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran sel dipengaruhi oleh: 1. 2. 3. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak baik rangsangan mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan patofisiologi dari membran karena penyakit atau faktor keturunan. Sebuah potensial aksi akan terjadi akibat adanya perubahan potensial membran sel yang didahului dengan stimulus membrane sel neuron. Saat depolarisasi, channel

ion Na+ terbuka dan channel ion K+ tertutup. Hal ini menyebabkan influx dari ion Na+, sehingga menyebabkan potensial membran sel lebih positif, sehingga terbentuklah suatu potensial aksi. Dan sebaliknya, untuk membuat keadaan sel neuron repolarisasi, channel ion K+ harus terbuka dan channel ion Na+ harus tertutup, agar dapat terjadi efluks ion K+ sehingga mengembalikan potensial membran lebih negative atau ke potensial membrane istirahat. Renjatan listrik akan diteruskan sepanjang sel neuron. Dan diantara 2 sel neuron, terdapat celah yang disebut sinaps, yang menghubungkan akson neuron presinaps dan dendrite neuron post sinaps. Untuk menghantarkan arus listrik pada sinaps ini, dibutuhkan peran dari suatu neurotransmitter.

Ada dua tipe neurotransmitter, yaitu : 1.


2.

Eksitatorik, neurotransmiter yang membuat potensial membrane lebih positif dan mengeksitasi neuron post sinaps Inhibitorik, neuritransmiter yang membuat potensial membrane lebih negative sehingga menghambat transmisi sebuah impuls. Sebagai contoh : GABA (Gamma Aminobutyric Acid). Dalam medis sering digunakan untuk pengobatan epilepsy dan hipertensi. Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah

fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung kepada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebri kemungkinan besar bersifat epileptogenik sedangkan lesi di serebelum dan batang otak umumnya tidak memicu

kejang. Ditingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut : Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan. Kelainan polarisasi ( polarisasi berlebih, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi ) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi GABA. Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium melalui membran sel, dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangga dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah kenaikan suhu sampai 38o C sudah terjadi kejang, Namun pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu diatas 40o C. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang rendah. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapneu, dan asidosis

laktat. Hipotensi arterial disertai dengan aritmia jantung dan kenaikan suhu tubuh disebabkan meningkatnya aktivitas berakibat meningkatnya metabolisme otak. Awal (< 15 menit) Lanjut (15-30 menit) Berkepanjangan (>1jam) Meningkatnya kecepatan Menurunnya tekanan Hipotensi disertai denyut jantung Meningkatnya darah Meningkatnya kadar Disritmia darah berkurangnya aliran darah tekanan Menurunnya gula darah serebrum sehingga terjadi hipotensi serebrum Gangguan sawar darah otak edema

glukosa yang menyebabkan Meningkatnya suhu pusat Edema paru nonjantung serebrum tubuh Meningkatnya sel darah putih
Tabel 1. Efek Fisiologis Kejang

Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak pada kejang yang lama. Faktor yang terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga berakibat meningkatnya permeabilitas vaskular dan udem otak serta kerusakan sel neuron. Kerusakan anatomi dan fisiologi yang bersifat menetap bisa terjadi di daerah medial lobus temporalis setelah ada serangan kejang yang berlangsung lama. Hal ini diduga kuat sebagai faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya epilepsi. Manifestasi Klinis Terjadinya bangkitan kejang demam pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar sistem saraf pusat, misalnya karena Tonsillitis, Bronchitis atau Otitis Media Akut. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat, dengan sifat bangkitan kejang berbentuk tonik, klonik, tonikklonik, fokal atau akinetik.

Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti untuk sesaat anak tidak memberikan reaksi apapun, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa ada kelainan neurologi. Living Stone membagi kriteria kejang menjadi 2, yaitu: 1. 2. Kejang Demam Sederhana / KDS Epilepsi yang Diprovokasi oleh Demam Epilepsi yang diprovokasi oleh demam ditegakkan apabila kejang tidak memenuhi salah satu atau lebih kriteria KDS. Kejang pada Epilepsi adalah merupakan dasar kelainan, sedang demam adalah faktor pencetus terjadinya serangan. Adapun kejang demam dibagi menjadi 2 bentuk (menurut Lwingstone), yaitu : 1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut : 2. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit Kejang umum tonik dan atau klonik Umumnya berhenti sendiri Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan cirri-ciri gejala klinis sebagai berikut : Kejang lama > 15 menit Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Gejala-gejala yang dapat timbul setelah kejang adalah, otot-otot menjadi lebih lunak, dan dalam beberapa kejadian seseorang dapat menjadi bingung dan lupa akan kejadian sebelumnya, mengantuk dan sakit kepala.

2. Demam Demam sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di area preoptik hipotalamus anterior yang dipengaruhi oleh pirogen. Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh yaitu pirogen mikrobial dan pirogen non-mikrobial. Pirogen mikrobial diantaranya seperti bakteri gram positif, bakteri gram negatif, virus maupun jamur; sedangkan pirogen non-mikrobial antara lain proses fagositosis, kompleks antigen-antibodi, steroid dan sistem monosit-makrofag; yang keseluruhannya tersebut mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), limfosit yang teraktivasi, interferon (INF), interleukin-2 (IL-2) dan Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Demam pada diare dapat dimungkinkan karena proses peradangan atau sebagai akibat dari dehidrasi.

3. Nyeri dan bengkak pada Kelenjar Parotis

Penyebab parotitis adalah paramyxovirus dengan ukuran sedang (diameter 120 sampai 200nm.). virus ini mempunyai inti bagian dalam heliks yang erat (RNA beruntai tunggal) tertutup dalam bungkus bagian luar lipid dan glikoprotein. Hanya satu jenis antigenic yang diketahui.1,3,4 PATOGENESIS

Virus masuk melalui saluran nafas selama periode inkubasi 12 sampai 25 hari. Virus ini bereplikasi di saluran nafas atas dan limfonodus servikalis yang berlangsung selama 3-5 hari, dari sini menyebar melalui aliran darah ke jaringan sasaran seperti kelenjar parotis dan meningen. Setelah bereplikasi awal di tempat-tempat ini terjadi viremia sekunder. Hal ini menyebabkan terkenanya berbagai organ, seperti gonad, pancreas, tiroid, mammae, hati, jantung, dan ginjal. Adenitis kelenjar liur diduga oleh beberapa orang sebagai akibat sekunder viremia awal, tetapi penyebaran langsung dari saluran nafas tidak dikesampingkan sebagai mekanisme alternative. Viremia biasanya terjadi hampir di seluruh infeksi disertai gangguan fungsi ginjal yang dapat diketahui. Virus masuk ke sistem saraf pusat melalui pleksus koroideus lewat infeksi pada sel mononuklear. Virus bermultiplikasi pada koroid dan sel ependim pada permukaan epitel ventrikel dan sel ini mengalami deskuamasi ke cairan serebrospinal dan menyebabkan meningitis. Pada ensefalitis selain terjadi demielinasi periventrikular juga terjadi infiltrasi perivaskuleroleh sel mononuklear dan proliferasi dari mikrogial rod-cel. Berbagai mekanisme patogenesis diperkirakan terjadi pada jaringan yang terinfeksi virus ini. Teori apoptosis menjelaskan terjadinya apoptosis pada sel yang terinfeksi virus. Sel akan menjadi mudah mengalami apoptosis setelah mendapatkan stress dari luar. Paramyxovirus menyebabkan peningkatan IgG dan IgM yang dapat terdeteksi dengan ELISA ( enzyme linked immunosorbent assay ). IgM meningkat pada stadium awal infeksi ( hari kedua sakit ), mencapai puncaknya dalam minggu pertama dan bertahan 5-6 bulan. Immunoglobulin G muncul pada akhir minggu pertama, mencapai puncaknya hingga 3 minggu dana bertahan seumur hidup. Imuglobulin A juga meningkat saat terjadinya infeksi. Imunitas dihubungkan dengan adanya antibodi yang menetralkan. Mekanisme imun seluler diduga mendukung pathogenesis penyakit akut dan kesembuhan. Seperti

infeksi virus sistemik lainnya, parotitis dapat menyebabkan supresi sementara hipersensitivitas jenis lambat terhadap antigen yang telah dikenal sebelumnya, seperti protein tuberkulin.1 MANIFESTASI KLINIS Kejadian Protitis terbagi menjadi dua stadium, yaitu Stadium Prodromal yang muncul pada 1sampai 2 hari dan Stadium Pembengkakan yang muncul 7 sampai 9 hari.2 Gejala pertama dari parotitis adalah nyeri ketika mengunyah atau menelan, terutama jika menelan cairan asam. Jika kelenjar liur disentuh, maka akan timbul nyeri. Gejala parotitis muncul dalam waktu 12 sampai 24 hari setelah terinfeksi.3 Mulainya parotitis biasanya tiba-tiba, meskipun mungkin didahului oleh periode prodromal seperti malaise, anoreksia, rasa menggigil, demam, nyeri tenggorokan, dan nyeri pada sudut rahang. Akan tetapi, pada beberapa kasus, pembengkakan parotis merupakan petunjuk penyakit pertama. Kelenjar membesar secara progresif dalam waktu 1 sampai 3 hari, dan pembengkakan menghilang dalam satu minggu setelah pembengkakan maksimal. Kelenjar yang membengkak meluas dari telinga sampai bagian bawah ramus mandibula dan sampai bagian inferior arkus zygomaticus, seringkali menggeser telinga ke atas dan keluar. Kulit di atas kelenjar biasanya tidak hangat atau eritema, berlawanan dengan tanda yang ditunjukkan oleh bakteri parotitis. Edema parotitis dijelaskan sebagai elatoinosa dan jika kelenjar yang terkena terpuntir, maka kelenjar menggulung seperti jelli. Pembengkakan dapat hannya mengenai kelenjar submaksilaris dan sublingualis dan dapat meluas sampai bagian anterior dada, menimbulkan edema parasternal. Terkenanya kelenjar submaksilaris saja sudah dapat menyebabkan kesulitan dalam membedakan parotitis dari adenitis servikal akut. Pembengkakan glottis jarang terjadi, tetapi jika terjadi akan membutuhkan trakeostomi. Umumnya, parotitis disertai dengan temperature 37,8 sampai 39,4 0C (100

sampai 1030F), malaise, sakit kepala, dan anoreksia, tetapi gejala sistemik mungkin tidak ada, khususnya pada anak. Pada sebagian besar pasien, keluhan utama adalah kesulitan makan, menelan, dan berbicara.5 Epididimoorkitis Parotitis disertai komplikasi orkitis pada 20 sampai 30 persen laki-laki pascapubertas. Terkenanya testis biasanya tampak 7 sampai 10 hari setelah mulainya parotitis, maskipun mungkin terjadi lebih dahulu atau muncul secara bersamaan. Terkenanya gonad terjadi bilateral pada 3 sampai 17 persen pasien dengan epididimoorkitis. Orkitis ditandai dengan timbulnya lagi malaise dan rasa menggigil, sakit kepala, nausea, dan muntah. Testis menjadi sangat membengkak dan nyeri akut. Kadang terdapat epididimitis tanpa orkitis. Pembengkakan, nyeri, dan peka menetap selama 3 sampai 7 hari dan berkurang secara bertahap, lisis demam biasanya paralel dengan berkurangnya pembengkakan. Suhu tubuh kadang turun dengan krisis. Orkitis parotitis diikuti dengan atrofi testis yang progresif pada sebagian kasus. Bahkan setelah orkitis bilateral, strilitas tidak biasa terjadi, menyatakan atrofi yang signifikan tidak terjadi. Akan tetapi, jika atrofi testis bilateral terjadi setelah parotitis, sterilitas atau jumlah sperma di bawah normal cukup sering terjadi. Infark paru terjadi setelah orkitis parotitis. Hal ini terjadi akibat thrombosis vena dalam prostat dan pleksus pelvikus bersamaan dengan inflamasi testis.1 Pankreatitis Terserangnya pancreas merupakan manifestasi parotitis yang berbahaya dan jarang disertai komplikasi renjatan atau pembentukan pseudokista. Pancreatitis diduga pada pasien dengan nyeri abdominal an sensitivitas yang abnormal bersamaan dengan tanda klinis atau epidemiologic parotitis. Hal ini sulit dibuktikan, karena hiperamilasemia, tanda pankretitis juga sering terdapat pada parotitis. Beberapa kali gejalanya menyerupai gastroenteritis. Meskipun diabetes atau indufisiensi pancreas

jarang terjadi setelah pancreatitis parotitis, beberapa anak menderita diabetes yang sulit dikontrol beberapa minggu setelah parotitis. Terserangnya Sistem Saraf Pusat Pasien parotitis sebagian besar mengalami peningkatan sel, biasanya limfosit, cairan serebrospinal, sedangkan yang lainnya berupa gejala meningitis, leher kaku, sakit kepala, dan mengantuk. Pada kasusu yang khas, mulainya tanda dan gejala system saraf pusat yang nyata terjadi 3 sampai 10 hari setelah mulainya parotitis. Akan tetapi, gangguan system saraf pusat timbul sebelum parotitis atau 2 sampai 3 minggu kemudian. 1 Manifestasi Lain Virus parotitis cenderung menyerang jaringan kelenjar. Inflamasi dari kelenjar lakrimalis, timus, tiroid, payudara, dan ovarium kadang terjadi. Virus parotitis terlibat sebagai penyebab tiroiditis subakut. Miksedema okuler pada parotitis meliputi dakrioadenitis, neuritis optika, keratitis, iritis, konjungtivitis, dan episkleritis. Miokarditis parotitis secara primer ditandai dengan abnormalitas elektrokardiogram yang bersifat sementara. Hal ini biasanya tidak menyebabkan penyakit simtomatik atau mengganggu fungsi jantung, tapi kematian yang jarang terjadi pernah dilaporkan. Demikian pula, terlibatnya hepar dimanfestasikan dengan abnormalitas ringan dari fungsi hati, tapi ikterus dan tanda klinis lainnya karena kerusakan hati sangat jarang terjadi. Trakebronkitis dan pneumonia interstisial juga menyertai infeksi parotitis, khususnya pada anak kecil. Manifetasi lain yang jarang terjadi pada parotitis tapi sangat menari adah poliartritis yang seringkali berpindah-pindah. Gejala sendi mulai muncul 1 sampai 2 minggu dan berakhir sekitar 1 sampai 12 minggu. Munculnya yang biasa terlambat setelah parotitis dan kegagalan mengisolasi virus dari cairan sinovial menunjukkan mekanisme yang diperantari imunologik. Glomerulonefritis

perdarahan akut tanpa ditemukan adanya streptokokosis telah dilaporkan setelah parotitis. Hubungan kedua penyakit ini tidak jelas.1 Komplikasi Lanjut Infeksi parotitis yang persisten dapat dianggap sebagai penyebab dari miositis badan inklusi, miopati inflamasi kronik yang terjadi terutama pada decade keenam. Tida terdapat bukti bahwa keturunan dengan defek congenital lebih sering terjadi pada ibu yang menderita parotitis selama kehamilan. Akan tetapi, penyakit parotitis selama trimester pertama kehamilan disertai dengan meningkatnya resiko abortus spontan.1,2 B. Pemeriksaan Fisik Berdasarkan tanda vital semua dalam batas normal, tidak didapatkan kenaikan suhu saat dilakukan pemeriksaan.
C. Pemeriksaan laboratorium

Lekosit 4900; Hb 9,9 gr%; HCT 27,3%;Trombosit 134.000 gr/dL Pada parotitis tanpa komplikasi jumlah leukosit normal, meskipun terdapat leukopenia ringan dan limfositosis relatif. Akan tetapi, pasien dengan orkitis parotitis menunjukkan leukositosis yang nyata dengan pergeseran ke kiri. Pada meningoensefalitis, hitung jenis sel darah putih biasanya dalam batas normal. Laju endap darah biasanya normal, tapi ada kemungkinan menigkat jika melibatkan testis atau pancreas. Kadar serum amilase maningkat baik pada pancreatitis maupun adenitis kelenjar liur. Kada serum lipase meningkat hanya pada pancreatitis yang didalamnya juga terjadi hiperglikemia dan glukosuria. 1,4
D. Diagnosis banding

Parotitis

Parotitis Supuratifa

Parotitis berulang

Demam,Lesu, nyeri, pada Demam tinggi, nyeri pada Klinis kadang terlihat, otot terutama otot leher, otot sakit parotis kepala, pembengkakan leher, kadang pada pembengkakan dari tidak, yang kelenjar

pembengkakan kelenjar kelenjar parotis biasanya frekuen bilateral/unilateral, serta pembesaran

unilateral, dapat diikuti parotis, dapat unilateral/ pada bilateral, biasanya tidak pembesaran

kelenjar ludah yang lain kelenjar ludah yang lain, diikuti submaksila, dapat terjadi tidak, edema laring, tonsil kulit di tekan. atas Pus

seperti sublingual atau akan tetapi bisa juga kelenjar ludah yang lain. dan kelenjar panas, memerah, ke dapat dilihat bila duktus

palatum mole sehingga dan nyeri mendorong

tengah. Pada anak laki- stesoni ditekan. laki dapat diikuti dengan pembengkakan testis. Gangguan saat berbicara, Gangguan mengunyah dan menelan mengunyah : Penyebab tidak jelas aureus, dan saat pada

Penyebab : Virus RNA Penyebab rantai tunggal Staphilococcus Rubulavirus, subfamili Fusobacterium, Peptostreptococcus. Antibiotik

Paramyxovirinae, family Bacteroides, Paramyxoviridae Pengobatan simptomatis E. Usulan Penatalaksanaan

Pengobatan simptomatik.

IVFD D5 NS 12 tpm ( makro ) Pada pasien dengan kesulitan makan, terapi cairan yang digunakan adalah cairan yang mengandung glukosa 5 %, sehingga pada pasien ini diberikan D5 NS. Maka pemberian cairannya adalah : 100 cc x 10 kg : 1000 cc 50 cc x 4 kg : 200

1200 ml ( 24 jam ) 50 ml ( jam ) -- > 12 tpm ( makro ) Parasetamol sirup 3 x 1 cth (jika demam) Obat ini mempunyai nama generik acetaminophen. Parasetamol adalah drivat paminofenol yang mempunyai sifat antipiretik / analgesik. Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu, paracetamol juga dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi. Mekanisme kerja yang sebenarnya dari parasetamol masih menjadi bahan perdebatan. Parasetamol menghambat produksi prostaglandin (senyawa penyebab inflamasi), namun parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti inflamasi. Telah dibuktikan bahwa parasetamol mampu mengurangi bentuk teroksidasi enzim siklooksigenase (COX), sehingga menghambatnya untuk membentuk senyawa penyebab inflamasi (4,5). Sebagaimana diketahui bahwa enzim siklooksigenase ini berperan pada metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin H2, suatu molekul yang tidak stabil, yang dapat berubah menjadi berbagai senyawa pro-inflamasi.

Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol ialah bahwa parasetamol menghambat enzim siklooksigenase seperti halnya aspirin, namun hal tersebut terjadi pada kondisi inflamasi, dimana terdapat konsentrasi peroksida yang tinggi. Pada kondisi ini oksidasi parasetamol juga tinggi, sehingga menghambat aksi anti inflamasi. Hal ini menyebabkan parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada tempat inflamasi, namun malah bekerja di sistem syaraf pusat untuk menurunkan temperatur tubuh, dimana kondisinya tidak oksidatif. Dosis: 10-15 mg/KgBB/kali 10 mg x 14 kg = 140 mg 15 mg x 14 kg = 210 mg 140-210 mg/kali Sediaan: 125 mg/5 ml x 187,5 ml jadi dapat diberikan 1 1/2 cth Diazepam 5 mg ( pulv ) 3 x 1 pada saat demam > 380C Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama diazepam yaitu potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator pada sistim syaraf pusat. Dimetabolisme menjadi metabolit aktif yaitu Ndesmetildiazepam dan oxazepam. Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 1 - 2 jam pemberian oral. Waktu paruh bervariasi antara 20 - 50 jam sedang waktu paruh desmetildiazepam bervariasi hingga 100 jam, tergantung usia dan fungsi hati. Indikasi Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala yang timbul seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat diinginkan untuk gemeteran, kegilaan dan dapat menyerang secara tiba-tiba. Halusinasi sebagai akibat mengkonsumsi alkohol. diazepam juga dapat digunakan untuk kejang otot, kejang otot merupakan penyakit neurologi. dizepam digunakan sebagai obat penenang dan dapat juga dikombinasikan dengan obat lain. Kontraindikasi 1. Hipersensitivitas

2. Sensitivitas silang dengan benzodiazepin lain 3. Pasien koma 4. Depresi SSP yang sudah ada sebelumnya 5. Nyeri berat tak terkendali 6. Glaukoma sudut sempit 7. Kehamilan atau laktasi 8. Diketahui intoleran terhadap alkohol atau glikol propilena (hanya injeksi) Efek Samping Sebagaimana obat, selain memiliki efek yang menguntungkan diazepam juga memiliki efek samping yang perlu diperhatikan dengan seksama. Efek samping diazepam memiliki tiga kategori efek samping, yaitu : 1. Efek samping yang sering terjadi, seperti : pusing, mengantuk 2. Efek samping yang jarang terjadi, seperti : Depresi, Impaired Cognition 3. Efek samping yang jarang sekali terjadi,seperti : reaksi alergi, amnesia, anemia, angioedema, behavioral disorders, blood dyscrasias, blurred vision, kehilangan keseimbangan, constipation, coordination changes, diarrhea, disease of liver, drug dependence, dysuria, extrapyramidal disease, false Sense of well-being, fatigue, general weakness, headache disorder, hypotension, Increased bronchial secretions, leukopenia, libido changes, muscle spasm, muscle weakness, nausea, neutropenia disorder, polydipsia, pruritus of skin, seizure disorder, sialorrhea, skin rash, sleep automatism, tachyarrhythmia, trombositopenia, tremors, visual changes, vomiting, xerostomia. Perhitungan dosis : 0,3 0,5 mg/kgbb/kali 0,3 x 14 : 4,2 mg 0,5 x 14 : 7 Sediaan tab 5 mg diberikan 1 tab ( pulv )

Prednison 1 tab ( pulv ) 3 x 1 Senyawa teroid adalah senyawa golongan lipid yang memiliki stuktur kimia tertentu yang memiliki tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana. Suatu molekul steroid yang dihasilkan secara alami oleh korteks adrenal tubuh dikenal dengan nama senyawa kortikosteroid. Kortikosteroid sendiri digolongkan menjadi dua berdasarkan aktifitasnya, yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid memiliki peranan pada metabolisme glukosa, sedangka mineralokortikosteroid memiliki retensi garam. Pada manusia, glukortikoid alami yang utama adalah kortisol atau hidrokortison, sedangkan mineralokortikoid utama adalah aldosteron. Selain steroid alami, telah banyak disintetis glukokortikoid sintetik, yang termasuk golongan obat yang penting karena secara luas digunakan terutama untuk pengobatan penyakit-penyakit inflasi. Contoh antara lain adalah deksametason, prednison, metil prednisolon, triamsinolon dan betametason. Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintetis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya di jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami perubahan komformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintetis protein spesifik. Induksi sintetis protein ini yang akan menghasilkan efek fisiologik steroid. Menurut Theodorus (1994) tentang indikasi, kontra samping dari penggunaan prednison yaitu: Indikasi :Insufisiensi adrenal, nefrotik sindrom, penyakit kolagen, asma bronchial, penyakit jantung, reumatik, leukemia limfositik, konjungtifitis alergika, otitis eksterna, penyakit kulit. Kontra indikasi :Infeksi jamur sistemik, hipersensitifitas, hati-hati pemberian pada penderita colitis ulserasif, insufisiensi ginjal, hipertensi, infeksi pirogenik limfoma, edema serebral, indikasi, interaksi obat, efek

Interaksi obat :Fenitan, fenobarbital, efedrin, rifampin, meningkatkan bersihan obat ini. Merubah respon anti koagulan bila diberi bersama, kejadian hiperkakemia meningkat bila diberi bersama diuretika hemat kalsium. Efek samping :Mual, penurun berat badan, jerawat, lemah, menipisnya tulang, retensi cairan, ulkus reptikum, bingung. Pemberian dosis : 1 2 mg/kgbb/ hr 1 x 14 kg : 14 mg/hr 14/3 : 4,6 mg 2 x 14 : 28 mg/hr 28/3 : 9,3 mg Sediaan tab 5 mg 1 tab ( pulv )

Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk infeksi virus parotitis. Pasien dengan parotitis sebaiknya mendapat perawatan mulut, analgesik, dan diet yang dihaluskan. Istirahat di tempat tidur hanya dianjurkan untuk pasien demam.1,2
F.

Prognosis Bonam Pada pasien ini tidak ditemukan adanya penyebaran virus ke kelenjar dan organ , ataupun ke susunan saraf pusat. Serta tidak ditemukan adanya komplikasi lanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Isselbacher, dkk. Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC; 1999:2 2. Parotitis Epidemica Gondong/Mumps Evailable at www.scribd.com 3. Mumps (Parotitis Epidemika). Kumpulan Referat dan Karya Tulis Kedokteran, 2010 4. BM,Erwanto, R,Okki. Gondongan (Mumps).2010 5. Templer,JW,dkk. Parotitis/Mumps. Web MD Professional.2009

You might also like