You are on page 1of 5

(TATA CARA) SHALAT TASBIH

Adapun tata cara mengerjakan shalat ini adalah sebagai berikut:

1. Empat Rakaat Dimalam hari dikerjakan dengan dua salam. Di siang hari boleh dua salam dan boleh satu salam (dengan satu tahiyat). 2. Dilaksanakan tanpa berjama'ah tetapi sendiri-sendiri dan boleh secara serempak oleh orang banyak dalam waktu dan tempat yang sama, asalkan tidak ada imam dan tidak ada makmum. 3. Lafadz niatnya adalah sebagai berikut : "Usholli sunnatat tasbiihi rok'ataini lillahi ta'ala." 4. Surat Al-Qur'an yang dibaca setelah surat Al-Fatiha, boleh surat apa saja. 5. Membaca tasbih sebanyak 75 kali setiap rakaat. Bacaan tasbih yang dimaksud ialah: Subhaanallah walhamdu lillah ilaaha ilallahu wallahu akbar" 6. Tasbih tersebut dibaca pada tempat-tempat: a. Di waktu berdiri. Sesudah membaca Surat Al-Fatihah dan surat Al-Qur'an lainya, membaca tasbih sebanyak 15 kali. b. Di waktu ruku' Sesudah membaca do'a ruku, membaca tasbih sebanyak 10 kali. c. Didalam I'tidal (berdiri setelah ruku') sesudah membaca do'a I'tidal, membaca tasbih sebanyak 10 kali. d. Di dalam sujud pertama. Sesudah membaca do'a sujud membaca tasbih sebanyak 10 kali. e. Di dalam duduk iftirosy (duduk antara dua sujud). Sesudah membaca do'a duduk iftisory,membaca tasbih sebanyak 10 kali. f. Di dalam sujud ke dua. Sesudah membaca do'a sujud membaca tasbih sebanyak 10 kali. g. Di dalam duduk istirahat. - Sesudah sujud kedua, bangun dengan membaca takbir untuk duduk istirahat dan membaca tasbih sebanyak 10 kali, kemudian berdiri lagi untuk rakaat ke dua. - Pada posisi rakaat terakhir, bacaan tasbih 10 kali dibaca ketiak duduk tahiyat akhir sebelum membaca do'a/dzikir tahiyat dan tasyahud.

Shalat Tasbih
Senin, 18 Februari 2008 12:04:21 WIB SHALAT TASBIH

Oleh Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul

Diantara shalat yang disyariatkan adalah shalat tasbih, yaitu seperti yang disebutkan di dalam hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu berikut ini. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Abbas bin Abdil Muththalib :Wahai Abbas, wahai pamanku, maukah engkau jika aku memberimu ? Maukah engkau jika aku menyantunimu? Maukah engkau jika aku menghadiahkanmu? Maukah engkau jika aku berbuat sesuatu terhadapmu? Ada sepuluh kriteria, yang jika engkau mengerjakan hal tersebut, maka Allah akan memberikan ampunan kepadamu atas dosa-dosamu, yang pertama dan yang paling terakhir, yang sudah lama maupun yang baru, tidak sengaja maupun yang disengaja, kecil maupun besar, sembunyi-sembunyi maupun terangterangan. Sepuluh kriteria itu adalah : Hendaklah engkau mengerjakan shalat empat rakaat ; yang pada setiap rakaat engkau membaca surat al-Fatihah dan satu surat lainnya. Dan jika engkau sudah selesai membaca di rakaat pertama sedang engkau masih dalam keadaan berdiri, hendaklah engkau mengucapkan : subhanallah, walhamdulillah, walailaha illallah, wallahu akbar (Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Ilah (yang haq) selain Allah, dan Allah Maha Besar) sebanyak lima belas kali. Kemudian ruku, lalu egkau membacanya sepuluh kali sedang engkau dalam keadaan ruku. Lalu mengangkat kepalamu dari ruku seraya mengucapkannya sepuluh kali. Selanjutnya, turun bersujud, lalu membacanya sepuluh kali ketika dalam keadaan sujud. Setelah itu, mengangkat kepalamu dari sujud seraya mengucapkannya sepuluh kali. Kemudian bersujud lagi dan mengucapkannnya sepuluh kali. Selanjutnya, mengangkat kepalamu seraya mengucapkannya sepuluh kali. Demikian itulah tujuh puluh lima kali setiap rakaat. Dan engkau melakukan hal tersebut pada empat rakaat, jika engkau mampu mengerjakannya setiap hari satu kali, maka kerjakanlah. Dan jika engkau tidak bisa mengerjakannya setiap hari maka kerjakanlah setiap jumat satu kali. Dan jika tidak bisa, maka kerjakanlah sekali setiap bulan. Dan jika tidak bisa, maka kerjakanlah satu kali setiap tahun. Dan jika tidak bisa juga, maka kerjakanlah satu kali selama hidupmu Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah. [1] Dapat saya katakan, berikut ini beberapa manfaat yang berkaitan dengan hadits

shalat tasbih. Pertama : Khithab di dalam hadits ini ditujukan kepada Al-Abbas, tetapi hukumnya berlaku umum, bagi setiap orang muslim. Sebab, landasan dasar dalam khithab Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah umum dan tidak khusus. Kedua ; Sabda beliau di dalam hadits di atas : Niscaya Allah akan memberikan ampunan kepadamu atas dosa-dosamu, yang pertama dan yang terakhir, lama dan baru, sengaja dan tidak disengaja, kecil maupun besar, sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, adalah sepuluh kriteria. Jika ada yang mengatakan : Sabda beliau ; Sengaja maupun tidak sengaja, kata alkhatha di sini berarti yang tidak berdosa. Allah Subhanahu wa Taala berfirman Ya Rabb kami, janganlah Engkau menghukum kami jika kami lupa atau bersalah [Al-Baqarah : 286] Lalu bagaimana Allah menjadikannya termasuk ke dalam perbuatan dosa? Jawabnya : Di dalam kata al-khatha itu terkandung kekurangan atau ketidak sempurnaan, sekalipun tidak mengandung dosa. Dan shalat ini memiliki pengaruh tersebut. Ketiga : Di dalam kitab, At-Tanqiih Limma Jaa-a fii Shalaatit Tasbiih, dia mengatakan : Ketahuilah, mudah-mudahan Allah merahmatimu, bahwa hadits-hadits yang menyuruh mengerjakan amal-amal yang mencakup pengampunan dosa seperti ini tidak semestinya bagi seorang hamba untuk bersandar kepadanya, lalu membebaskan dirinya untuk mendekati perbuatan dosa. Kemudian dia beranggapan, jika dia melakukan suatu perbuatan, niscaya semua dosanya akan diampuni. Dan ini merupakan puncak dari kebodohan dan kepandiran. Apa yang membuatmu yakin, hai orang yang tertipu, bahwa Allah akan menerima amalmu itu dan selanjutnya akan mengampuni dosa-dosamu? Sedang Allah Azza wa Jalla telah berfirman. Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa [Al-Maidah : 27] Perhatikan dan camkanlah hal tersebut. serta ketahuilah bahwa pintu masuk syaitan ke dalam diri manusia itu cukup banyak. Berhati-hatilah, jangan sampai syaitan memasuki dirimu melalui pintu ini Dan Allah telah menyifati hamba-hambaNya yang beriman sebagai orang-orang yang mengerjakan amal shalih serta senantiasa berusaha berbuat taat kepadaNya. Namun

demikian, hati mereka masih saja gemetar dan khawatir jika amal mereka tidak diterima sehingga ditimpakan siksaan ke wajah mereka. Allah Subhanahu wa Taala berfirman. Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka, mereka itu bersegera untuk melakukan kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya [Al-Muminun : 60-61] Dan apa yang kami kisahkan di dalam menafsirkan ayat ini merupakan pendapat mayoritas ahli tafsir Di dalam kitab Al-Jaami (XII/132) Al-Qurthubi menyebutkan dari Al-Hasan, bahwasanya dia mengatakan : Kami pernah mengetahui beberapa orang yang takut kebaikan mereka akan ditolak, (merasa) lebih prihatin daripada kalian yang tidak takut diadzab atas perbuatan dosa kalian Dan ketahuilah bahwa dosa-dosa yang berkaitan dengan hak-hak manusia tidak tercakup ke dalam hadits di atas. Namun demikian, suatu keharusan untuk mengembalikan hak kepada pemiliknya, serta bertaubat dari hal tersebut dengan taubat nasuha [2] Keempat : Tidak disebutkan penetapan bacaan dalam rakaat-rakaat tersebut dan tidak juga penetapan waktu pelaksanaannya Kelima ; Lahiriyah hadits menyebutkan bahwa shalat tasbih itu dikerjakan dengan satu salam, baik malam hari maupun siang hari, sebagaimana yang dikemukakan oleh Al-Qari di dalam kitab Al-Mirqaat dan Al-Mubarakfuri di dalam kitab At-Tuhfah (I/349). Keenam : Yang tampak adalah bacaan dzikir yang diucapkan sepuluh kali sepuluh kali itu diucapkan setelah dzikir yang ditetapkan di tempatnya masing-masing. Artinya, di dalam ruku dzikir-dzikir itu dibaca setelah dzikir ruku yang diucapkan sebanyak sepuluh kali, dan setelah ucapan : Samiallaahu liman hamidah, Rabbana lakal hamdu, dan juga berdiri dari ruku dibaca sebanyak sepuluh kali. Demikianlah, hal itu dilakukan di setiap tempat masing-masing. Ketujuh : Jika melakukan kelupaan dalam shalat ini, lalu mengerjakan dua sujud sahwi, maka dia tidak perlu lagi mengucapkan tasbih sepuluh kali seperti sujud-sujud shalat lainnya Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (II/350) dari Abdul Aziz bin Abi Razmah, dia bercerita, kukatakan kepada Abdullah Ibnul Mubarak :Jika melakukan kelupaan dalam shalat itu, apakah dia perlu bertasbih sepuluh kali sepuluh kali di dalam dua sujud sahwi?

Dia menjawab :Tidak, karena ia berjumlah tiga ratus kali tasbih [3] [Disalin dari kitab Bughyatul Mutathawwi Fii Shalaatit Tathawwu, Edisi Indonesia Meneladani Shalat-Shalat Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, Penulis Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafii] __________ Foote Note [1]. Hadits hasan lighairihi. Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam Kitaabush Shalaah, bab Shalaatut Tasbiih, (hadits no. 1297), an lafazh di atas adalah miliknya. Dan diriwayatkan oleh Ibnu Majah di dalam kitab Iqaamatush Shalaah wa Sunnah Fiihaa, bab Maa Jaa-a fii Shalaatit Tasbih, (hadits no. 1386). Hadits ini dinilai kuat oleh sekelompok ulama, yang diantaranya adalah Abu Bakar AlAjurri, Abul Hasan Al-Maqdisi, Al-Baihaqi, dan yang sebelum mereka adalah Ibnul Mubarak. Demikian juga dengan Ibnus Sakan, An-Nawawi, At-Taaj As-Subki, Al-Balqini, Ibnu Nashiruddin Ad-Dimsyiqi, Ibnu Hajar, As-Suyuthi, Al-Laknawi, As-Sindi, AzZubaidi, Al-Mubarakfuri penulis kitab At-Tuhfah, dan Al-Mubarakfuri penulis kitab AlMiraat dan Al-Allamah Ahmad Syakir serta Al-Albani dari kalangan orang-orang terakhir. Lihat juga kitab Risaalatut Tanqiih Limaa Jaa-a Fii Shaalatit Tasbiih, Jasim AdDausari (hal 64-70) [2]. At-Tanqiih Limaa Jaa-a Fii Shalaatit Tasbiih (hal.101-102) [3]. Seluruh manfaat di atas selain yang pertama diambilkan dari risalah At-Tanqiih Limaa Jaa-a Fii Shalaatit Tasbiih (hal.100-107)

You might also like