You are on page 1of 26

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Tinitus berasal dari bahasa latin yang artinya nada. Tinitus adalah persepsi suara yang bukan merupakan rangsangan dari luar. Suara yang terdengar begitu nyata dan serasa berasal dari dalam telinga atau kepala. Pada sebagian besar kasus, gangguan ini tidak begitu menjadi masalah, namun bila terjadinya makin sering dan berat maka akan menganggu juga. Tinitus dapat bersifat subjektif dan objektif. Tetapi hampir sebagian besar kasus, tinnitus bersifat subjektif. Tinitus yang bersifat subjektif maksudnya hanya penderita yang dapatmendengar kan suara tinitusnya. Tinitus dapat berlangsung sementara atupun

intermitten.Tinitus bukanlah suatu diagnosis penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit.Tinitus mungkin dapat timbul dari penurunan fungsi pendengaran yang dikaitkan dengan usiadan proses degenerasi, trauma telinga ataupun akibat dari penyakit vaskular.Tinitus cukup banyak didapati dalam praktek sehari-hari. Jutaan orang di duina menderitatinnitus dengan derajat ringan sampai berat. Dari hasi penelitian, didapatkan satu dari lima orangdi antara usia 55 dan 65 tahun dilaporkan mengalami tinitus. Hal ini menandakan bahwa tinitusadalah keluhan yang sangat umum yang diterima di kalangan usia lanjut.Bunyi yang diterima sangat bervariasi. Keluhan tinitus dapat berupa bunyi mendenging,menderu, mendesis atau berbagai macam bunyi lannya. Biasanya keluhan tinitus selalu disertaidengan gangguan pendengaran.Penyebab tinitus sampai sekarang masih belum diketahui secara pasti, sebagian besar kasustidak diketahui penyebabnya. Penatalaksanaan tinitus bersifat empiris dan sampai saat ini masih menjadi perdebatan.

1.2 RUMUSAN MASALAH Bagaimana asuhan keperawatan dari Tinnitus?

1.3 TUJUAN UMUM untuk lebih memahami apa itu Tinnitus serta bagaimana pengobatannya untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Sensori Persepsi

1.4 TUJUAN KHUSUS Untuk mengetahui antomi telinga Untuk mengetahui fisiologi pendengaran Untuk mengetahui definisi Tinnitus Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari Tinnitus Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari Tinnitus Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari Tinnitus Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari Tinnitus Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dari Tinnitus Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari Tinnitus Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari Tinnitus

BAB II PEMBAHASAN
2.1 ANATOMI TELINGA a. Telinga luar Telinga luar merupakan bagian terluar dari telinga. Telinga luar meliputi daun telinga atau pinna, Liang telinga atau meatus dan

auditorius

eksternus,

gendang telinga atau membrane timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Daun telinga berfungsi untuk membantu mengarahkan suara ke dalam liang telinga dan akhirnya menuju gendang telinga. Rancangan yang begitu kompleks pada telinga luar berfungsi untuk menangkap suara dan bagian terpenting adalah liang telinga. Saluran ini merupakan hasil susunan tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit tipis. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga luar dan tulangdi dua pertiga dalam. Liang telinga memiliki panjang kira-kira 2,5 - 3 cm. Di dalam liang telinga terdapat banyak kelenjar yang menghasilkan zat seperti lilin yang disebut serumen atau kotoran telinga. Hanya bagian saluran yang memproduksi sedikit serumen yang memiliki rambut. Padaujung saluran terdapat gendang telinga yang meneruskan suara ke telinga tengah.

b. Telinga tengah Telinga tengah adalah ruangan yang berbentuk kubus. Isinya meliputi gendang telinga, 3 tulang pendengaran (malleus, incus, dan stapes). muara tuba Eustachii juga berada di telinga tengah. Getaran suara yang diterima oleh gendang telinga

akan

disampaikan

ke

tulang

pendengaran. Masing-masing tulang pendengaran akan menyampaikan

getaran ke tulang berikutnya. Tulang stapes yang merupakan tulang terkecil di tubuh meneruskan getaran

kekoklea. Telinga tengah dan saluran pendengaran akan terisi udara dalam keadaan normal. Tidak seperti pada bagian luar, udara pada telinga tengah tidak berhubungan dengan udara di luar tubuh. Saluran Eustachius

menghubungkan ruangan telinga tengah ke belakang faring. Dalam keadaan biasa, hubungan saluran Eustachii dan telinga tengah tertutup dan terbuka pada saat mengunyah dan menguap.

c. Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari labirin osea, yaitu sebuah rangkaian rongga pada tulang pelipis yang dilapisi periosteum yang berisi cairan perilimfe membranasea, dan yang labirin terletak

lebih dalam dan memiliki cairan endolimfe. Di depan labirin terdapat koklea. Penampang melintang koklea terdiri atas tiga bagian yaitu skala vestibuli, skala media, dan skala timpani. Bagian dasar dari skala vestibuli berhubungan dengan tulang stapes melalui jendela berselaput yang disebut tingkap oval, sedangkan skala timpani berhubungan dengan telinga tengah melalui tingkap bulat. Bagian atas skala media dibatasi oleh membran vestibularis atau membran Reissner dan sebelah bawah dibatasi oleh membran basilaris. Di

atas membran basilaris terdapat organ corti yang berfungsi mengubah getaran suara menjadi impuls. Organ corti terdiri dari sel rambut dan sel penyokong. Di atas sel rambut terdapat membran tektorial yang terdiri dari gelatin yang lentur, sedangkan sel rambut akan dihubungkan dengan bagian otak dengan N.ves tibulokokleari.Selain bagian pendengaran, bagian telinga dalam terdapat indera keseimbangan. Bagian ini secara struktural terletak di belakang labirin yang membentuk struktur utrikulus dan sakulus serta tiga saluran setengah lingkaran atau kanalis semisirkularis. Kelima bagian ini berfungsi

mengatur keseimbangan tubuh dan memiliki sel rambut yang akan dihubungkan d engan bagian keseimbangan dari N. vestibulokoklearis.

2.2 FISIOLOGI PENDENGARAN

Gelombang bunyi ditangkap oleh daun telinga dan diteruskan ke dalam liang telinga. Gelombang bunyi akan diteruskan ke telinga tengah dengan menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar, malleus, incus dan stapes, ke foramen oval. Getaran Struktur koklea pada tingkap lonjong akan diteruskan ke cairan limfe yang ada didalam skala vestibuli. Getaran cairan ini akan menggerakkan membrana Reissner dan menggetarkan endolimfa. Sehingga akan menimbulkan gerakan relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion akan terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius. Lalu di lanjutkan ke nukleus auditoris sampai korteks pendengaran di area 39-40 lobus temporalis.

2.3 DEFINISI TINNITUS Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi suara tanpa adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal mekanoakustik maupun listrik. Keluhan suara yang didengar sangat bervariasi, dapat berupa bunyi mendenging, menderu atau mendesis. Suara yang didengar dapat bersifat stabil atau berpulsasi. Keluhan tinitus dapat dirasakan dan bilateral. Serangan tinitus dapat bersifat periodik ataupun menetap. Kita sebut periodik jika serangan yang datang hilang timbul. Episode periodik lebih berbahaya dan mengganggu dibandingkan dengan yang berifat menetap. Hal ini disebabkan karena otak tidak terbiasa atau tidak dapat mensupresi bising ini. Tinitus pada beberapa orang dapat sangat mengganggu kegiatan sehari-harinya. Terkadang dapat

menyebabkan timbulnya keinginan untuk bunuh diri.

2.4 KLASIFIKASI

Tinitus terjadi akibat adanya kerusakan ataupun perubahan pada telinga luar, tengah, telinga dalam ataupun dari luar telinga. Berdasarkan letak dari sumber masalah, tinitus dapat dibagi menjadi tinitus otik dan tinitus

somatik. Jika kelainan terjadi pada telinga atau saraf auditoris, kita sebut tinitus otik, sedangkan kita sebut tinitus somatik jika kelainan terjadi di luar telingadan saraf tetapi masih di dalam area kepala atau leher. Berdasarkan objek yang mendengar, tinitus dapat dibagi menjadi tinitus objektif dan tinnitus subjektif. a. Tinitus Objektif, adalah tinitus yang suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa dengan auskultasi di sekitar telinga. Tinitus objektif biasanya bersifat vibratorik, berasal dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga. Umumnya tinitus objektif disebabkan karena kelainan vaskular, sehingga tinitusnya berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinitus berdenyut ini dapat dijumpai pada pasien dengan malformasiarteriovena, tumor glomus jugular dan aneurisma.

Tinitus objektif juga dapat dijumpai sebagai suara klik yang berhubungan dengan penyakit sendi temporomandibular dan karena kontraksi spontan dari otot telinga tengah atau mioklonus palatal. Tuba Eustachius paten juga dapat menyebabkan timbulnya tinitus akibat hantaran suara dari nasofaring ke rongga tengah. b. Tinnitus subjektif adalah tinnitus yang suaranya hanya dapat didengar oleh penderita saja. Jenis ini sering sekali terjadi. tinitus subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh proses iritatif dan perubahan degeneratif traktus auditoris mulai sel-sel rambut getar sampai pusat pendengaran. Tinitus subjektif bervariasi dalam intensitas dan frekuensi kejadiannya. Beberapa pasien dapat mengeluh mengenai sensasi pendengaran dengan intensitas yang rendah, sementara pada orang yang lain intensitas suaranya mungkin lebih tinggi.

2.5 ETIOLOGI

Tinnitus dapat disebabkan oleh adanya penurunan kemampuan pendengaran, antara lain: presbicusis, penurunan pendengaran yang diakibatkan oleh suara (noise induced hearing loss), Menieres syndrome, atau neuroma akustik (Wadddell, 2004).

Tinnitus subyektif bisa disebabkan karena berasal dari gangguan telinga (otologic), karena efek dari medikasi ataupun obat-obatan (Ototoxic), gangguan neurologist, gangguan metabolisme, ataupun dikarenakan oleh depresi

psikogenik. Sedangkan tinnitus obyektif dapat disebabkan oleh karena adanya gangguan vaskularisasi, gangguan neurologist ataupun gangguan pada tuba auditiva atau Eustachian tube (Crummer & Hassan, 2004).

Etiologi tinnitus subyektif antara lain adalah : presbiakusis, paparan suara bising yang lama, trauma akustik yaitu terpapar suara dengan intensitas tinggi sewaktu, otosklerosis yaitu terjadinya proses pengapuran pada tulang

pendengaran di telinga tengah ataupun pengapuran pada cochlea, infeksi, autoimun, ataupun predisposisi genetic, dan juga trauma pada kepala ataupun leher (Folmer et.al., 2004).

2.6 PATOFISIOLOGI

a. Tinnitus Subyektif Penyakit atau gangguan pada telinga merupakan sebab yang paling banyak sebagai etiologi tinnitus subyektif, yang kemudian disebut sebagai otologic disorder atau gangguan otologik. Sebagian besar tinnitus sebyektif disebabkan oleh hilangnya kemampuan pendengaran (hearing loss), baik sensorineural ataupun konduktif. Gangguan pendengaran yang paling sering menyebabkan tinnitus subyektif adalah NIHL (noise induced

hearing loss) karena adanya sumber suara eksternal yang terlalu kuat impedansinya (Crummer & Hassan, 2004).

Sumber suara yang terlalu keras dapat tinnitus

menyebabkan subyektif oleh terlalu

dikarenakan yang Suara

impedansi kuat.

dengan impedansi diatas 85 dB akan membuat stereosilia pada organon corti terdefleksi secara lebih kuat atau sudutnya menjadi lebih tajam, hal ini akan direspon oleh pusat pendengaran dengan suara berdenging, jika sumber suara tersebut berhenti maka stereosilia akan mengalami pemulihan ke posisi semula dalam beberapa menit atau beberapa jam. Namun jika impedansi terlalu tinggi atau suara yang didengar berulang-ulang (continous exposure) maka akan mengakibatkan kerusakan sel rambut dan stereosilia, yang kemudian akan mengakibatkan ketulian (hearing loss) ataupun tinnitus kronis dikarenakan oleh adanya hiperpolaritas dan hiperaktivitas sel rambut yang berakibat adanya impuls terus-menerus kepa ganglion saraf pendengaran (Folmer et. al., 2004). Menieres syndrome dengan adanya keadaan hidrops pada labirintus membranaseous dikaranakan cairan endolimphe yang berlebih, tinnitus yang terjadi pada penyakit ini ditandai dengan adanya episode tinnitus berdenging dan tinnitus suara bergemuruh (Crummer & Hassan, 2004).

Neoplasma berupa acoustic neuroma juga dapat menyebabkan terjadinya tinnitus subyektif. Neoplasma ini berasal dari sel schwann yang tumbuh dan menyelimuti percabangan NC VIII (Nervus Oktavus) yaitu n.

vestibularis sehingga terjadi kerusakan sel-sel saraf bahkan demyelinasi pada saraf tersebut (Crummer & Hassan, 2004).

Tinnitus yang diakibatkan oleh obat-obatan digolongkan dalam tinnitus ototoksik. Ototoksisitas yang terjadi akibat dari penggunaan obatobatan tertentu sebagaimana telah dibahas sebelumnya akan

mempengaruhi sel-sel rambut pada organon corti, NC VIII, ataupun sarafsaraf penghubung antara cochlea dengan system nervosa central (Crummer & Hassan, 2004).

Gangguan neurologis ataupun trauma leher dan kepala juga dapat menyebabkan adanya tinnitus subyektif, namun demikian patofisiologi ataupun jelas mekanisme terjadinya tinnitus karena hal ini belum

(Crummer & Hassan, 2004).

Penelitian-penelitian

yang

dilakukan

didapatkan

karakteristik

penderita tinnitus obyektif yang memiliki gangguan metabolisme antara lain menderita hypothyroidism, hyperthyroidism, anemia, avitaminosa B12, atau defisiensi Zinc (Zn). Disamping itu penderita tinnitus rata-rata menunjukkan perubahan sikap dan gangguan psikologis walaupun sebetulnya depresi merupakan salah satu etiologi dari tinnitus subyektif (psikogenik). Gangguan tidur, deperesi, dan gangguan konsentrasi lebih banyak ditemukan pada penderita tinnitus subyektif dibandingkan dengan yang tidak mengalami gangguan psikologis 2004). (Crummer & Hassan,

b. Tinnitus Obyektif Tinnitus obyektif banyak disebabkan oleh adanya abonormalitas vascular yang mengenai fistula arteriovenosa congenital, shunt

arteriovenosa, glomus jugularis, aliran darah yang terlalu cepat pada arteri

10

carotis (high-riding carotid) stapedial artery persisten, kompresi sarafsaraf pendengaran oleh arteri, ataupun dikarenakan oleh adanya kelainan mekanis seperti adanya palatal myoclonus, gangguan temporo mandibular joint, kekauan muscullus stapedius pada telinga tengah (Folmer et. al., 2004). Kelainan pada tuba auditiva (patulous Eustachian tube) akan menyebabkan terdengarnya suara bergemuruh terutama pada saat bernafas karena kelainan muara tuba pada nasofaring. Biasanya penderita tinnitus dengan keadaan ini akan menderita penurunan berat badan, dan mendengar suaranya sendiri saat berbicara atau autophony. Tinnitus dapat hilang jika dilakukan valsava maneuver atau saat penderita tidur terlentang dengan kepala dalam keadaan bebas atau tergantung melebihi tempat tidurnya (Crummer & Hassan, 2004).

2.7 MANIFESTASI KLINIS

Pada kasus tinnitus terdapat gejala berupa telinga berdenging yang dapat terus menerus terjadi atau bahkan hilang timbul. Denging tersebut dapat terjadi sebagai tinnitus bernada rendah atau tinggi. Sumber bunyi di ataranya berasal dari denyut nadi, otot-otot dalam rongga telinga yang berkontraksi, dan juga akibat gangguan saraf pendengaran. a) Fatique (Kelelahan Kronis) b) Stress c) Sleep problems (insomnia/susah tidur) d) Trouble concentrating (susah berkonsentrasi) e) Memory problems (menurunnya daya ingat) f) Depression (depresi)

g) Anxiety and irritability (Kekuatiran yang berlebihan)

11

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan adalah audiogram atau pendeteksi adanya gejala ketulian. Lebih jauh dapat dilakukan CT Scan atau MRI. Beberapa kasus dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid.

2.9 PENATALAKSANAAN

Pengobatan tinitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan fenom ena psikoakustik murni, sehingga tidak dapat diukur. Perlu diketahui penyebab tinitus agar dapat diobati sesuai dengan penyebabnya. Misalnya serumen impaksi cukup hanya dengan ekstraksi serumen. Tetapi masalah yang sering di hadapi pemeriksa adalah penyebab tinitus yang terkadang sukar diketahui. Ada banyak pengobatan tinitus objektif tetapi tidak ada pengobatan yang efektif untuk tinnitus subjektif. Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dapat dibagi dalam 4 cara yaitu : 1. Elektrofisiologik yaitu dengan membuat stimulus elektro akustik dengan intensitas suara yanglebih keras dari tinitusnya, dapat dengan alat bantu dengar atau tinitus masker. 2. Psikologik, dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan pasien bahwa penyakitnya tidak membahayakan dan dengan mengajarkan relaksasi setiap hari. 3. Terapi medikamentosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas diantaranya untuk meningkatkan aliran darah koklea, tranquilizer,

antidepresan, sedatif, neurotonik, vitamin, danmineral. 4. Tindakan bedah dilakukan pada tinitus yang telah terbukti disebabkan oleh akustik neuroma.Pada keadaan yang berat, dimana tinitus sangat keras terdengar dapat dilakukan Cochlear nerve section. Menurut literatur, dikatakan bahwa tindakan ini dapat menghilangkan keluhan pada pasien.

12

Keberhasilan tindakan ini sekitar 50%. Cochlear nerve section merupakan tindakan yang paling terakhir yang dapat dilakukan.

13

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 PENGKAJIAN 1) Aktivitas - Gangguan keseimbangan tubuh - Mudah lelah 2) Sirkulasi - Hipotensi , hipertensi, pucat (menandakan adanya stres) 3) Nutrisi - Mual 4) Sistem pendengaran - Adanya suara abnormal (dengung) 5) Pola istirahat - Gangguan tidur/ Kesulitan tidur 6) Anamnesis melalui anamnesis ditanyakan waktu permulaan munculnya gejala, lokasi bunyi apakah uni atau bilateral, durasi, jenis bunyi, keluhan yang menyertai, riwayat penyakit sebelumnya, dan riwayat penyakit yang lain yang mungkin dapat berhubungan. 7) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis tinnitus dapat dilakukan dengan tes-tes antara lain: a. Baer Test/ uji Baer Uji ini dilakukan untuk mencatat respon gelombang elektroda di tulang kepala pada 0-10 msec (potensial awal), 10-50 msec (potensial tengah), dan 50-500 msec( potensial akhir). Uji pada akhirnya dapat untuk menentukan adanya gangguan pendengaran sensorineural dan

penyebabnya, apakah akibat kelainan koklea, N.VIII, atau lesi di susunan saraf pusat.
14

b. Bedside Test. Bedside test digunakan untuk analisis awal suatu gangguan pada telinga, yang terdiri dari 4 jenis tes, antara lain Tes menggunakan suara dari pemeriksa sendiri dengan

menggunakan intensitas yang berbeda-beda (misalnya berbisik, berbicara biasa, berbicara keras dan berteriak). Tes schwabach :dengan membandingkan hantaran suara dari penala di tulang mastoideus dan dibandingkan antara penderita dan pemeriksa. Tes Rinne : saraf konduksi dibandingkan antara hantaran udara dan hantaran tulang mastoideus. Tes ini digunakan untuk membandingkan antara hantaran melalui udara dan melalui tulang. Normalnya hantaran udara dua kali lebih lama daripada hantaran tulang Tes Weber : penala diletakkan di garis tengah kepala (dahi, vertex, pangkal hidung, ditengah-tengah gigi seri atau di dagu). Tes ini digunakan untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan telinga kanan. c. Audiometri Semua pasien dengan tinnitus dianjurkan untuk diperiksa dengan audiometri karena keluhan yang subjektif biasanya berhubungan dengan alat-alat pendengaran.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Gangguan persepsi sensori: pendengaran berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori ditandai dengan penurunan pendengaran 2) Gangguan rasa tidak nyaman berhubungan dengan penurunan pendengaran ditandai dengan suara berdenging

15

3) Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan pendengaran ditandai dengan mudah lelah. 4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa tidak nyaman ditandai dengan adanya suara berdenging 5) Resiko tinggi cidera berhubungan dengan pendengaran terganggu

3.3 RENCANA KEPERAWATAN

Dx1 : Gangguan persepsi sensori: pendengaran berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori ditandai dengan penurunan pendengaran Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan KDM klien terpenuhi Kriteria Hasil : No 1 Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan Intervensi Monitor tingkat kelemahan persepsi klien 2 Perbaiki komunikasi : berbicara tegas dan jelas tanpa berteriak 3 Kurangi kegaduhan lingkungan Rasional Suara berdenging pada tinnitus terjadi terus menerus Mengurangi resiko mudah marah yang biasanya muncul Lingkungan yang tenang dapat mengurangi kecemasan 4 Ajarkan cara berkomunikasi yang tepat Penurunan pendengaran dapat menghambat komunikasi 5 Berkomunikasi dengan menggunakan tanda nonverbal (ekspresi wajah,menunjuk dan sikap tubuh) Menghindari adanya salah komunikasi karena penurunan pendengaran yang dialami klien

16

Dx2 : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan penurunan pendengaran ditandai dengan suara berdenging. Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien merasa nyaman dan tenang. Kriteria Hasil : Pusing yang dialami klien berkurang Suara berdenging berkurang Tampak rileks dan melaporkan cemas menurun sampai tingkat dapat teratasi Intervensi Kaji tingkat ansietas Rasional Memandukan intervensi terapeutik dan partisipatif dalam perawatan diri, keterampilan koping pada masa lalu dapat mengurangi ansietas. 2 Berikan informasi yang akurat dan jujur 3 Dorong klien untuk mengatur masalah dan mengekspresikan perasaan Meningkatkan pengetahuan membantu mengurangi ansietas Meningkatkan kesadaran dan pemahaman hubungan antara tingkat rasa tidak nyaman dan perilaku. 4 Libatkan keluarga untuk mendampingi klien Meminimalisir adanya salah komunikasi antara perawat dan klien, karena penurunan pendengaran yang dialami klien

No 1

Dx3 : Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan pendengaran ditandai dengan mudah lelah. Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam klien diharapkan kebutuhan nutrisi klien adekuat
17

Kriteria Hasil : No 1 Tingkat kelelahan berkurang BB meningkat Nafsu makan meningkat Intervensi Pastikan makanan kesukaan klien Rasional Dengan diberikannya makanan kesukaan klien dapat meningkatkan intake nutrisi yang berkurang 2 Berikan makanan selagi hangat Meminimalisir adanya mual muntah karena suara berdenging 3 Kaji TTV, terutama nadi Bradikardi banyak ditemukan pada klien yang mudah lelah 4 Monitor asupan kandungan nutrisi dan kalori 5 timbang BB klien Pemberian nutrisi dan kalori yang sesuai dapat memperbaiki kelemahan Klien yang mudah lelah biasanya mengalami penurunan berat badan

Dx4 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa tidak nyaman ditandai dengan adanya suara berdenging Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam gangguan tidur klien teratasi. Kriteria Hasil : No 1 Jumlah jam tidur dalam batas normal, 8 jam sehari. Klien mampu mengidentifikasi hal-hal yang mampu meningkatkan tidur. Perasaan fresh setelah tidur/istirahat Intervensi Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat Rasional kebutuhan tidur yang cukup meminimalisir kelelahan 2 Fasilitasi untuk mempertahankan Kegiatan tersebut dapat

18

aktivitas sebelum tidur (membaca)

mengalihkan klien dari suara berdenging yang dengarnya

Ciptakan lingkungan yang nyaman

Lingkungan yang tenang dapat membantu klien beristirahat

Kolaborasi pemberian obat tidur

Agar kebutuhan tidur klien terpenuhi

Dx5 : Resiko tinggi cidera berhubungan dengan pendengaran terganggu Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien tidak mengalami cedera Kriteria Hasil : No 1 Klien terbebas dari cedera Klien mampu menjelaskan cara untuk mencegah cedera Klien mampu mengenali perubahan status kesehatan Intervensi Kaji luasnya ketidakmampuan dalam hubungannya dengan aktivitas hidup sehari-hari. 2 Dorong pasien untuk berbaring bila merasa pusing,dengan pagar tempat tidur dinaikkan. 3 Mengontrol lingkungan dari kebisingan Suara bising dapat memperparah tinnitus Mengurangi kemungkinan jatuh dan cedera. Rasional Luasnya ketidakmampuan menurunkan resiko jatuh.

19

3.4 IMPLEMENTASI

Dx1 : Gangguan persepsi sensori: pendengaran berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori ditandai dengan penurunan pendengaran No 1 Intervensi Monitor tingkat kelemahan persepsi klien 2 Perbaiki komunikasi : berbicara tegas dan jelas tanpa berteriak 3 Kurangi kegaduhan lingkungan Implementasi Melakukan pemeriksaan fisik (test weber, rinne) Mengajarkan klien untuk berbicara dengan jelas tanpa berteriak KIE pada keluarga pasien dan pasien lain (apabila diruangan bangsal) untuk membatasai jumlah orang yang menjenguk. 4 Ajarkan cara berkomunikasi yang tepat Mengajarkan pasien berkomunikasi dengan baik 5 Berkomunikasi dengan menggunakan tanda nonverbal (ekspresi wajah,menunjuk dan sikap tubuh) Melakukan komunikasi dengan klien secara nonverbal

Dx2 : Gangguan rasa tidak nyaman berhubungan dengan penurunan pendengaran ditandai dengan suara berdenging No 1 Intervensi Kaji tingkat ansietas Implementasi Mengkaji seberapa berat tingkat ansietas yang dialami pasien 2 Berikan informasi yang akurat dan jujur Member informasi dengan jelas dan apa adanya tentang keadan pasien saat ini. 3 Dorong klien untuk mengatur masalah dan mengekspresikan perasaan Mengajarkan pasien untuk mengungkapkan perasaan yang

20

saat ini dirasakan pasien 4 Libatkan keluarga untuk mendampingi klien KIE kepada keluarga pasien untuk tidak meninggalkan pasien sendiri

Dx3 : Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan pendengaran ditandai dengan mudah lelah. No 1 Intervensi Pastikan makanan kesukaan klien Implementasi Identifikasi dan berikan makanan kesukaan pasien 2 Berikan makanan selagi hangat Membujuk pasien untuk memakan makanan selagi hangat 3 Kaji TTV, terutama nadi Lakukan pemeriksaan TTV setiap 6 jam 4 Timbang BB klien Menimbang dan memonitor BB klien sebelum dilakukan tindakan dan sesudah dilakukan tindakan 5 Kolaborasi : monitor asupan kandungan nutrisi dan kalori Mencatat kebutuhan nutrisi dan kalori klien

Dx4 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa tidak nyaman ditandai dengan adanya suara berdenging No 1 Intervensi Implementasi

Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat KIE kepada pasien akan pentingnya tidur

Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur (membaca)

Mengajari pasien untuk mengalihkan suara berdenging dengan relaksasi sebelum tidur

Ciptakan lingkungan yang nyaman

Membatasi pengunjung yang datang

21

Kolaborasi pemberian obat tidur

Memberikan obat tidur sesuai advice dokter

Dx5 : Resiko tinggi cidera berhubungan dengan pendengaran terganggu No 1 Intervensi Kaji luasnya ketidakmampuan dalam hubungannya dengan aktivitas hidup sehari-hari. 2 Dorong pasien untuk berbaring bila merasa pusing, dengan pagar tempat tidur dinaikkan. 3 Mengontrol lingkungan dari kebisingan Membatasi pengunjung untuk mengurangi kebisingan Menganjurkan dan KIE klien untuk istirahat jika pusing Implementasi Memonitor aktivitas klien seharihari

3.5 EVALUASI

Dx1 : Gangguan persepsi sensori: pendengaran berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori ditandai dengan penurunan pendengaran No 1 Implementasi Melakukan pemeriksaan fisik (test weber, rinne) 2 Mengajarkan klien untuk berbicara dengan jelas tanpa berteriak 3 KIE pada keluarga pasien dan pasien lain (apabila diruangan bangsal) untuk membatasai jumlah orang yang menjenguk. 4 Mengajarkan pasien berkomunikasi dengan baik DO : Klien sudah bisa berkomunikasi dengan lingkungan Evaluasi DS : klien mengatakan sudah dapat mendengar

22

Dx2 : Gangguan rasa tidak nyaman berhubungan dengan penurunan pendengaran ditandai dengan suara berdenging No 1 Implementasi Mengkaji seberapa berat tingkat ansietas yang dialami pasien 2 Memberi informasi dengan jelas dan apa adanya tentang keadaan pasien saat ini. 3 Mengajarkan pasien untuk mengungkapkan perasaan yang saat ini dirasakan pasien 4 KIE kepada keluarga pasien untuk tidak meninggalkan pasien sendiri DO : TTV normal TD 120/80, N 80 klien dapat berkomunikasi dengan lingkungan sekitar Evaluasi DS : klien mengatakan sudah tidak pusing dan suara berdenging berkurang

Dx3 : Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan pendengaran ditandai dengan mudah lelah. No 1 Implementasi Identifikasi dan berikan makanan kesukaan pasien 2 Membujuk pasien untuk memakan makanan selagi hangat 3 Lakukan pemeriksaan TTV setiap 6 jam 4 Menimbang dan memonitor BB klien sebelum dilakukan tindakan dan sesudah dilakukan tindakan 5 Mencatat kebutuhan nutrisi dan kalori klien DO : BB meningkat dari sebelumnya Nafsu makan kembali normal Evaluasi DS : klien mengatakan sudah tidak mudah lelah

23

Dx4 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa tidak nyaman ditandai dengan adanya suara berdenging No 1 Implementasi KIE kepada pasien akan pentingnya tidur 2 Mengajari pasien untuk mengalihkan suara berdenging dengan relaksasi sebelum tidur 3 Membatasi pengunjung yang datang 4 Memberikan obat tidur sesuai advice dokter DO : Klien tampak fresh setelah tidur/istirahat Jumlah jam tidur klien normal Evaluasi DS : klien mengatakan sudah bisa tidur

Dx5 : Resiko tinggi cidera berhubungan dengan pendengaran terganggu No 1 Implementasi Memonitor aktivitas klien seharihari 2 Menganjurkan dan KIE klien untuk istirahat jika pusing 3 Membatasi pengunjung untuk mengurangi kebisingan DO : Klien sudah bisa berkomunikasi Klien tampak senang Evaluasi DS : klien mengatakan sudah bisa mendengar

24

BAB IV PENUTUP

4.1 KESIMPULAN Telinga dibagi menjadi tiga bagian, di antaranya telinga luar, tengah dan dalam. Telinga liuar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Telinga tengah terdiri dari membran timpani, tulang-tulang pendengaran dan muara tuba eustachius. Telinga dalam terdiridari koklea dan 3 kanalis semisirkularis. Secara garis besar, fisiologi pendengaran dimulai dari gelombang bunyi yang ditangkap olehdaun telinga dan diteruskan ke dalam liang telinga. Gelombang bunyi akan diteruskan ke telingatengah dengan menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulangdengar, maleus, incus dan stapes.Oleh tulang-tulang

pendengaran, getaran diteruskan ke koklea, sehingga menggetarkan endolimfa, yang nanti akan menyebabkan terjadinya depolarisasi yang mengubah getaran menjadi energi listrik. Impuls tadi akan diteruskan ke korteks serebri dan diterjemahkan oleh otak. Terdapat gangguan dari persepsi suara yang didengar, diantaranya adalah tinitus. Tinitus adalah persepsi suara yang bukan merupakan rangsangan dari luar. Suara yang terdengar begitunyata dan serasa berasal dari dalam telinga atau kepala. Pada sebagian besar kasus, gangguan ini tidak begitu menjadi masalah, namun bila terjadinya makin sering dan berat maka akan menganggu juga. Tinitus ada yang bersifat subjektif dan objektif. Subjektif berarti tinitus hanya dapat didengar oleh pasien dan objektif berarti tinitus dapat didengar juga oleh pemeriksa.

25

DAFTAR RUJUKAN
Soesilo, Angkuh.2012. http://www.scribd.com/ANGKUHSOESILO/d/39450157Askep-Tinnitus (online) diakses pada 5 Maret 2012 http://www.totalkesehatananda.com/tinnitus1.html (online) diakses pada 5 maret 2012 http://www.ummetro.ac.id/detail-artikel-17-apa-itu-tinitus (online) diakses pada 5 maret 2012 http://www.ahliwasir.com/products/465/0/Tinnitus-Mengapa-Telinga-SayaBerdengung (online) diakses pada 8 Maret 2012 http://www.spesialis.info/?penyebab-tinnitus-(telinga-mendenging),1195 (online) diakses pada 8 Maret 2012 http://medicastore.com/penyakit/3085/Tinnitus_=_Telinga_Mendenging.html (online) diakses pada 24 maret 2012 Diagnosa Keperawatan NANDA.EGC Muhtadi, Indra.2011.http://indramuhtadi.weebly.com/2/category/tinnitus/1.html (online) diakses pada 24 Maret 2012 http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2003/5/25/kes1.html (online) diaksess pada 24 Maret 2012 http://forumjualbeli.net/health/114528-penyebab-terjadinya-penyakit-tinnitus.html (online) diakses pada 24 Maret 2012

26

You might also like