You are on page 1of 11

MUDHARABAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqih ibadah muamalah yang dibimbing oleh Dra. Mariyah Ulfa. M. EI

Oleh: Ali Shodikin Amzad Arroisi Anas Rosyadi : 084091031 : 084091033 : 084091035

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JEMBER DESEMBER 2010

BAB I PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan AlQuran sebagai pedoman hidup bagi kia umat manusia. Al Quran terdiri lebih dari 6000 ayat, di dalam ayat-ayat tersebut terbagi menjadi bagian-bagian yang secara khusus menjelaskan tentang sesuatu. Mulai dari persoalan aqidah, ibadah, dan muamalah. Maka tidak jarang diantara kita yang acap kali menemukan ayat dalam kitab suci Al-Qur'an yang mendorong perdagangan dan perniagaan, dan Islam sanggat jelas sekali menyatakan sikap bahwa tidak boleh ada hambatan bagi perdagangan dan bisnis yang jujur dan halal, agar setiap orang memperoleh penghasilan, menafkahi keluarga, dan memberikan sedekah kepada mereka yang kurang beruntung . Mengacu pada prisip-prinsip hukum yang telah ditetapkan ajaran Islam dalam hal transaksi perniagaan yaitu: (1) Penjualan (bay'), (2). Sewa (ijarah), (3). Hadiah (hibah), (4). Pinjaman (ariyah). Empat macam kemitraan ini diterapkan pada berbagai macam transaksi khusus. Salah satunya adalah kemitraan yang bersifat mudharabah. Melihat pada bahasan singkat di atas penulis berminat untuk membahas lebih lanjut tentang konsep transaksi Mudharabah

BAB II PEMBAHASAN
A. Arti, Landasan, dan Rukun

A.1. Arti Mudharabah Mudharabah atau qiradh termasuk salah satu bentuk akad syirkah (perkongsian). Istilah mudharabah digunakan oleh orang irak, sedangkan orang hijaz menyebutkan dengan istilah qiradh. Dengan demikian, mudharabah dan qirdh adalah untuk maksud yang sama. Menurut bahasa, qiradh ( )diambil dari kata yang berarti (potongan), sebab pemilik memberikan potongan dari hartnya untuk di berikan kepada pengusaha agar mengusahakan harta tersebut, dan pengusaha akan memberikan potongan dari laba yang diperoleh. Bisa juga diambil dari kata mudharabah (yang berarti (kesamaan), sebab pemilik modal dan pengusaha memiliki hak yang sama terhadap laba. Orang irak menyebutkan dengan istilah mudhaerabah, sebab (setiap yang melakukan akad memiliki bagian dari laba), atau pengusaha harus mengadakan perjalanan dalam mengusahakan harta modal tersebut. Perjalanan tersebut dinamakan Mengemai pengertian mudharabah menurut istilah, diantara ulama fiqih terjadi perbedaan pendapat, salah satunya adalah Para imam mazhab sepakat dibolehkannya mudharabah atau qiradh menurut bahasa penduduk madinah, yaitu seorang menyerahkan modal kepada orang lain untuk diperdagangkan dan keuntungannya dibagi bersama1. Apabila rugi, hal itu ditanggung oleh pemilik modal. Dengan kata lain, pekerja tidak bertanggung jawab atas kerugiannya. Keruguian pengusaha hanyalah

Syaikh al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqih Empat mazhab, Hasyimi Press, hal. 292

dari segi kesungguhan dan pekerjaannya yang tidak laba dari hasil imbalan jika rugi. Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa modal boleh berupa barang yang tidak dapat dibayarkan, seperti rumah. Begitu pula tidak boleh berupa hutang. Pemilik modal tersebut memilikinya, sedangkan pekerja mendapatkan laba dari hasil pekerjaannya. A.2. Landasan Hukum Ulama fiqih sepakat bahwa mudharabah disyariatkan dalam islam berdasarkan Al-Quran, Sunnah, Ijma, dan Qiyas. a. Al-Quran Ayat-ayat yang berkenaan dengan mudharabah, antara lain:

Artinya: Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah

QS. Al-mujmall: 20 , QS. Al-Jumuah: 10

Artinya: Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. a. As-sunnah Diantara hadis yang berkaitan dengan hadis muharabah adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Shuhaibah bahwa Nabi SAW. Bersabda: Artinya: tiga perkara yang yang mengandung berkah adalah jual-beli yang ditangguhkan, melakukan qiradh (memberi modal kepada orang lain , dan mencampurkan gandum dengan jelas untuk keluarga, bukan untuk diperjualbelikan Dalam hadis lain diriwayaykan oleh Thabrani dan Ibn Abbas bahwa Abbas Ibn Abdul Muthalib jika memberikan harta untuk mudharbah, dia mensyaratkan kepada pengusaha untuk tidak melewati lautan, menurunni jurang, dan membeli hati yang lembab. Jika melanggar persyartan trsebut, ia harus menanggungnya. Persyartan tersebut disampaikan kepada rasulullah SAW. Dan beliau membolehkannya. b. Ijma Di antara ijma dalam mudharabah adanya riwayat yang menyatakan bahwa jamaah dan sahabat menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah . perbuatan tersebut tidak ditentang oleh sahabat lainnya. c. Qiyas. Mudharabah di qiyaskan kepada al- musyaqoh (menyuruh seoarang untuk mengelola kebun). Selain diantara manusia, ada yang miskain dan

ada pula yang kaya. Di satu sisi, banyak orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hartanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang miskin yang mau bekerja, tetapi tidak memilki modal. Dengan demikian, adanya mudharabah di tunjukan antara lain untuk memenuhi kebutuhan kedua golongan di atas, yaknoi untuk kemaslahtan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. A.3. Rukun Mudharabah Para ulama berbeda pendapat tentang hukum mudharabah. Ulama hanafiyah berpendapat bahwa rukun mudharabah adalah ijab dan qobul, yakniu lafazh yang menunjukkan ijab dan qobul dengan menggunakan mudharabah, muqhoridhah, muamalah, atau kata searti dengannya. Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun mudharabah ada tiga, yaitu dua orang yang melakukan akad (al-qidani), modal (maqud alaih), dan sighat (ijab dannn qobul). Ulama syafii lebih merinci lagi menjedi lima rukun, yaitu modal, pekerjaan, laba, shighat, dan dua orang yang akad.
B. Jenis-Jenis Mudhorobah

Mudharabah ada dua macam, yaitu mudharabah mutlak (al-muthlaq) dan mudharabah terikat (al-muqoyyad). Mudharabah mutlak adalah penyerham modal seseorang kepada pengusaha tanpa memberikan batasan, seperti berkata, saya serahkan uang ini kepadamu untuk diusahakan, sedangkan labanyaakan dibagi diantara kita, masing-masing setengah atau sepertiga, dan lain-lain. Mudhorabah muqoyyad (terikat) adalah penyerahan modal seseorang kepada pengusaha dengan memberikan batasan, seperti persyaratan bahwa pengusaha harus berdagang di daerah bandungatau harus berdagang sepatu, atau membeli barang dari orang tertrntu, dan lain-lain.

Ulama Hanafiyah dan Imam Ahmadmembolehkan memberfi batasan dengan waktu dan orang, tetapi ulama syafiiyah dan malikiyah melarangnya. Ulama Hannafiyah dan Imam Ahmad pun membolehkan akad apabila dikaitkan dengan masa yang akan datang, seperti usahakan modal ini mulai bulan depan. Sedaangkan ulama syafiiyah dan malikiyah melarangnya.

C. Syarat Mudharabah

Jika 2 orang atau lebih dengan tanpa tekanan atas kehendak mereka, mengadakan suatu kesepakatan di mana salah seorang memberikan sejumlah modal kepada orang lain yang mengelola modal tersebut dalam bidang komersial an sebagainya untuk mencari keuntungan yang bermanfaat bagi kemitraan tersebut.

Jika setiap pihak mengetahui secara pasti tanpa adanya keraguan sebagian berapa bagian keuntungan yang diharapkan dengan presentase atau rasio keuntungan total dan tidak dengan jumlah tertentu dengan standar jumlah uang atau lentakan emas ataupun perak.

Modal dipegang oleh orang lain (misalnya manajer) untuk tujuan mudharabah.

Dharib secara bebas secara sepenuhnya untuk berdagang dengan modal yang dipercayakan kepadanya.

Ada konsensus pendapat bahwa mudharabah tidak hanya terbatas dalam hal perdagangan, tetapi mempunyai terapan yang lebih luas.

Lamanya kontrak mudharabah tidak tertentu atau tidak terbatas, tetapi semua pihak berhak menentukan jangka waktu kontrak tersebut kepada semua pihak.

D. Mudhorib (pengusaha) lebih dari seorang

Ulama Malikiyah berpendapat bahwa jika mudhorib lebih dari seorang, laba dibagikan berdasarkan hasil pekerjaan mereka. Dengan kata lain, keuntungan diantara sesasama pengusaha tidak boleh disamakan, tetapi menurut kadar usaha dan hasil usahanya. E. Syarat Sah Mudharabah Syarat-syarat sah mudharabah berkaitan dengan aqidani (dua orang yang akan akad), modal, dan laba. F.1. Syarat Aqidani Disyartakan bagi orang yang melakukan akad, yakni pemilik modal dan pengusaha adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi wakil, sebab mudhorib mengusahakan harta pemilik modal, yakni menjadi wakil. Namun demikian, tidak disyaratkan harus muslim. Mudhorobah dibolehkan dengan orang kafir dzimmi atau orang kafir yang dilindungi di negera islam. Adapun ulama Malikiyah memakruhkan mudhorobah dengan kafir dzimmi jika mereka tidak melakukan riba dan melarangnya jika melakukan riba.

F.2. Syarat Modal a. Modal harus berupa uang, seperti dinar, dirham, atau

sejenisnya, yakni segala sesuatu yang memungkinkan dalam perkongsian (asyirkah) b.


c.

Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran Modal harus ada, bukan berupa uang, tetapi tidak berarti

harus ada di tempat akad, juga dibolehkan mengusahakan harta yang

dititipkan kepada orang lain, seperti mengatakan ambil harta saya di si fulan kemudian jadikan modal usahakan. d. Modal harus diberikan kepada pengusaha. Hal itu

dimaksudkan agar pengusaha dapat mengusahakannya, yakni menggunakan harta tersebut sebagai amanah. F.3. Syarat-syarat Laba a. Laba Harus Memiliki Ukuran Mudharabah dimaksudkan untuk mendapatkan laba. Dengan demikian, jika laba tidak jelas, mudhorobah batal. Namun demikian, pengusaha dibolehkan menyerahkan laba sebesar Rp 5. 0000,00 misalnya untuk dibagi di antara keduanya, tanpa menyebutkan ukuran laba yang akan diterimanya. Ulama hanafiyah berpendapat bahwa apabila pemilik modal mensyaratkan bahwa keraguan harus ditanggung oleh kedua orang yang akad, maka akad rusak, tetapi mudhorobah tetap sah. Hal ini karena dalam mudhorabah, keraguan harus ditanggung oleh pemilik modal. Sedangkan apabila pemilik modal mensyaratkan laba harus diberikan semuanya kepadanya, hal itu tidak dikatakan mudhorobah, tetapi pedagang. Sebaliknya, jika pengusaha mensyaratkan laba harus diberikan kepadanya, menurut ullama Hanafiyah dan Hanabiyah, hal itu, termasuk qaradh, tetapi menurut ulama Syafiiyah termasuk mudhorobah yang rusak. Pengusaha diberi upah sesuai usahanya, sebab mudhorabah mengharuskan adanya pembagian laba. Dengan demikian, jika laba disyaratkan harus dimiliki seseeorang, akad menjadi rusak. Ulama Malikiyah membolehkan pengusaha mensyaratkan semua laba untuknya. Begitu pula, semua laba boleh untuk pemilik modal sebab termasuk tabrru (derma)

F. Ketidakabsahan Kontrak Mudharabah Adannya persyaratan tertentu yang merugikan salah satu pihak. G. Pembubaran Mudharabah Suatu kontrak mudharabah bisa rusak atau batal apabila salah satu pihak (mitra) menunggal, murtad atau melepaskan jabatannya sebagai manajer.

Daftar Pustaka
Syafei, Rahmat. 2000. Fiqih Muamalah. Bandung: CV. Pustaka Setia. Rahmat, Anzalur. 1996. Dkotrin Ekonomi Islam Jilid 4. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf . Siddiqi, M. Nejatullah. 1996. Kemitraan Usaha dan Bagi Hasil Dalam Hukum Islam. Yogyakarta: PT> Dana Bhakti Pirma Yasa.

You might also like