You are on page 1of 16

Aktivitas Kreatif dan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa

Oleh: Rachel Patricia B. Ramirez Mildred S. Ganaden

Abstrak Penelitian ini meneliti efek dari aktivitas kreatif terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa SMA pada pelajaran. Enam puluh (60) siswa ditugaskan secara acak ke dalam kelompok Instruksi dengan Kegiatan Kreatif (Instruction with Creative Activities (ICA)) dan kelompok Instruksi Tanpa Kreatif Kegiatan (No Creative Activities (INCA)). Berbagai kegiatan kreatif dimasukkan ke empat belas pelajaran dari kelompok ICA dalam intervensi yang berlangsung selama sepuluh minggu. Kelompok ICA diperkirakan memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dalam Test Kimia untuk Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (Chemistry Test for Higher Order Thinking Skills (ChemTHOTS)). Namun, tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan antara skor posttest rata-rata dari kelompok ICA maupun kelompok Inca. Selain itu, nilai ratarata gain score yang diperoleh juga memiliki perbedaan yang tidak berarti dari kedua kelompok. Keywords: kegiatan kreatif, kemampuan berpikir tingkat tinggi, taksonomi Bloom versi revisi, divergen Keinginan bangsa kita untuk memperoleh kestabilan ekonomi, demokrasi sejati, dan kualitas hidup yang tinggi membutuhkan kemampuan penalaran, berpikir kreatif, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah untuk dikuasai para penduduk Filipina. Pemuda hari ini akan menyusun voting publik, konsumen, dan tenaga kerja dalam waktu dekat. Oleh karena itu penting bagi mereka untuk memperoleh kemampuan berpikir kritis yang akan memungkinkan mereka untuk membuat keputusan yang baik. Konstitusi 1986 Republik Filipina menganjurkan kepada semua

lembaga pendidikan untuk "mendorong pemikiran kritis dan kreatif" (Konstitusi Filipina, 2005, hal 55) kepada semua warga Filipina. Kurikulum Pendidikan

Dasar (Basic Education Curriculum (BEC)) Tahun 2002 menyuarakan hal yang sama untuk memberdayakan siswa untuk belajar seumur hidup. Program sains di tingkat menengah bertujuan untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang relevansi ilmu dalam kehidupan dan mengembangkan pemikiran kritis dan kreatif serta keterampilan dalam memecahkan masalah (Departemen Pendidikan, 2002). Meskipun kebutuhan untuk membangun warga negara Filipina agar dapat memiliki kemampuan kognitif yang lebih tinggi, instruksi kelas saat ini tampaknya masih kurang efektif untuk dapat memacu kemampuan berpikir. Mengacu pada kinerja siswa SMA di Filipina di berbagai kompetensi pada tahun 2004, Sekretaris Pendidikan, Florencio Abad , mengeluh, "Tingkat penguasaan untuk ketiga mata pelajaran [Sains, Matematika dan Bahasa Inggris] sebenarnya sangat buruk " (Abad, 2005, halaman 8). Penurunan kualitas pendidikan Filipina juga tercermin dalam kinerja mahasiswa Filipina dalam sebuah tes prestasi internasional. Dari 45 negara yang berpartisipasi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2003, Filipina berada pada peringkat yang rendah, hanya lebih tinggi dari Botswana, Ghana dan Afrika Selatan (Martin et al., 2004). Performa yang buruk menunjukkan adanya kelemahan pada kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa kita dikarenakan tes yang disediakan membutuhkan kemampuan penalaran dan analisis yang tinggi, serta memiliki pengetahuan faktual dan pemahaman konseptual. Kinerja buruk dari Filipina dalam TIMSS sebelumnya (1998 & 2003) dan di berbagai tes prestasi nasional telah memicu minat penelitian lokal dalam pendidikan fisika (Pagar, 1999), pendidikan biologi (Yakub, 2000; Tobing, 2004), ilmu lingkungan (Garcia, 2001) dan pendidika kimia (Handa, 2000). Semua penelitian ini berfokus pada perkembangan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kritis siswa. Demikian pula, studi ini tertarik pada pengembangan kemajuan kemampuan kognitif tingkat tinggi siswa. Berbeda dengan penelitian Handa yang berfokus pada pemecahan masalah praktis, penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa, menggunakan aktivitas kreatif dalam instruksi kelas. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki kemungkinan pengaruh aktivitas kreatif

dalam pelajaran kimia terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa SMA kelas 3. Penelitian ini membahas pertanyaan-pertanyaan berikut: Apakah siswa yang mendapat ICA memiliki skor posttest lebih tinggi daripada siswa yang mendapat INCA dalam ChemTHOTS? Dan, apakah siswa yang mendapat ICA memiliki gain score yang lebih tinggi dari pretest ke posttest dalam ChemTHOTS daripada siswa yang mendapat INCA?

Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Beberapa penulis telah menawarkan deskripsi mereka tentang apa yang kemampuan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skill (HOTS)) (Resnick sebagaimana dikutip oleh Lawrenz, 1990; Callison, 2002; Presseisen seperti dikutip oleh Hernandez, 1991; Zoller, 1993; Zoller, Lubezky, Nakhleh, Tessier, & Dori, 1995). Taksonomi Bloom (Bloom, Englehart, Furst, Hill, & Krathwohl, 1956) untuk merancang instruksi juga telah banyak digunakan untuk membedakan kemampuan berpikir tingkat rendah dan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Anderson dan Krathwohl (2001) merevisi taksonomi ini dengan mengklasifikasikan enam proses kognitif yang dapat dipelajari siswa yaitu (1) mengingat, (2) memahami, (3) mengaplikasikan, (4) menganalisis, (5) mengevaluasi, dan (6) menciptakan. Seperti kerangka asalnya, taksonomi revisi ini juga memiliki rangkaian proses-proses yang menunjukkan kompleksitas kognitif. Penelitian ini difokuskan pada tiga proses kognitif yang dianggap sebagai HOTS, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Anderson dan Krathwohl (2001). Tiga proses kognitif tersebut antara lain menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. Tobin, Capie dan Bettencourt (1988) meninjau penelitian yang berkaitan dengan proses pembelajaran yang melibatkan kemampuan kognitif tingkat tinggi. Untuk meningkatkan pembelajaran kognitif yang lebih tinggi, mereka mendorong peran aktif mengajar dengan penekanan pada "pemantauan dan mempertahankan keterlibatan nyata dari semua siswa "(hal. 17). Mereka merekomendasikan

menggunakan kurang dari keseluruhan kelas dan lebih banyak kelompokkelompok kecil atau kegiatan perorangan, untuk melibatkan para siswa lebih aktif. Nilai keterlibatan siswa aktif dikonfirmasi dalam studi oleh Fisher, Gerdes, Logue, Smith dan Zimmerman (1998). Mereka melaporkan adanya peningkatan dalam pengetahuan dan penggunaan HOTS setelah dilakukan program pembelajaran bermakna. Jackson (2000) mendukung gagasan siswa melakukan penyelidikan mereka sendiri. Ia menyatakan bahwa dengan melakukan hal tersebut, guru mendorong siswa untuk menjadi "anggota yang aktif dan kreatif dari sebuah tim belajar "(hal. 15). Sebuah hubungan antara kegiatan kelas dan HOTS dijelaskan oleh Shepardson (1993). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa buku dan panduan tambahan lebih menekankan pada pengumpulan informasi, mengingat, dan keterampilan mengorganisir dari pada fokus, mengintegrasikan, mengevaluasi, dan menganalisis keterampilan. Dia menekankan pentingnya keterlibatan kognitif dalam membuat kegiatan kelas yang efektif. Hal ini tercermin dalam studi yang dilakukan oleh Zoller (1993) dan Zohar, dan Tamir Schwartzer (1998).

Kegiatan Kreatif Dalam Kimia Torrance (1962) mendefinisikan kreativitas sebagai "kemampuan untuk mengidentifikasi sesuatu yang salah; membentuk ide atau hipotesis mengenai sesuatu tersebut; menguji hipotesis; dan mengkomunikasikan hasil, dalam bentuk memodifikasi atau pengujian ulang hipotesis "(p.16). Dass (2004) menunjukkan bahwa kreativitas adalah fitur biasa di dalam kegiatan ilmiah. Untuk meningkatkan kreativitas dalam kelas sains, ia menyebutkan strategi berikut: visualisasi, berpikir divergen, pertanyaan terbuka, pertimbangan sudut pandang alternatif, penggunaan ide-ide yang tidak biasa, memecahkan masalah dan tekateki, merancang perangkat dan mesin, dan beberapa cara dalam

mengkomunikasikan hasil. Dalam kimia, sebagian besar studi yang ditemukan dalam literatur melibatkan permainan (Campbell & Muzyka, 2002; Welsh, 2003; Dkeidek, 2003; Koether, 2003; dan Myers, 2003) dan teka-teki (Castro-Acua, Dominguez-

Danache, Kelter & Grundman, 1999; Helser, 2003; dan Kelkar, 2003) yang tergabung dalam pelajaran untuk membangkitkan dan mempertahankan minat siswa. Alber (2001) mengeksplorasi peran sastra dan puisi dalam kimia dengan cara menyuruh siswa untuk menulis puisi tentang Joseph Priestley, seorang ahli kimia terkenal. Demikian pula, Abisdris dan Casuga (2001) menggunakan puisi Robert Frost untuk membantu siswa memahami model atom Rutherford. Labianca dan Reeves (1981) mengembangkan program yang disebut "Studi di Detektif Fiksi", untuk mengintegrasikan kimia dan sastra. Kegiatan-kegiatan seperti ini dalam pelajaran kimia dapat meningkatkan minat siswa, memberikan suasana yang lebih santai di kelas serta berkontribusi pada pembalikan sikap negatif terhadap subjek. Haugh (2002) menggunakan konstruksi bola salju untuk pembelajaran inkuiri berbasis laboratorium. Ia menemukan bahwa kegiatan pembelajaran memberikan siswa pengalaman pertama dalam menggunakan ilmu pengetahuan sebagai alat, serta mendorong ekspresi kreatif. Lunsford dan Strope (2002) mengembangkan modul yang memanfaatkan masalah sehari-hari seperti baking sugar untuk membantu siswa mengembangkan pemahaman dasar tentang bagaimana untuk menyeimbangkan reaksi kimia. Dalam sebuah penelitian serupa, Johnstone dan Al-Naeme (1995) menggunakan penerapan mini-proyek untuk berbagai gaya belajar dan gaya motivasi. Pengamatan dalam penelitian terakhir mendukung adanya hubungan antara kegiatan kreatif dan keterampilan kognitif tingkat tinggi. Davis (2004) menggarisbawahi hubungan ini ketika dia termasuk dalam daftar kemampuan tiga keterampilan kreatif berpikir yang lebih tinggi di Taksonomi Bloom - analisis, sintesis, dan evaluasi.

Sampel Penelitian ini melibatkan 60 siswa kelas 3 SMA (20 laki-laki dan 40 perempuan). Pada hari pertama tahun ajaran 2006-7, secara acak siswa dibagi

menjadi dua kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 10 laki-laki dan 20 perempuan. Kelas INCA dijadwalkan pada pukul 8:30-9:30 di pagi hari, segera diikuti oleh kelas ICA, yaitu pada pukul 9:30-10:30. Para siswa mengikuti pengelompokan ini hanya pada dua jam ini saja, di mana satu kelompok mengikuti kelas kimia, sementara kelompok lain mengikuti pelajaran yang lain pada jam yang pertama. Kemudian setelah satu jam kedua kelompok saling bertukar materi. Selama sisa mata pelajaran, para siswa menempati posisi awal mereka, yang ditentukan oleh peringkat mereka berdasarkan kinerja akademik pada tahun ajaran sebelumnya. Kedua kelas ditangani oleh Peneliti dari tanggal 5 Juni 2006 sampai 16 Agustus 2006 saat posttest tersebut diberikan. Total waktu kontak adalah lima jam seminggu selama sepuluh minggu.

Instrumen Penelitian ini menggunakan ChemTHOTS untuk mengukur keterampilan siswa dalam menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. Tes yang dibuat oleh peneliti telah diperiksa oleh para ahli dan direvisi sebelum diuji cobakan pada siswa yang sebanding dengan sampel penelitian. Tes terdiri dari beberapa jenis item: (a) multiple choice (MC), dengan empat opsi per item, (b) short constructed response (SCR), dimana siswa menjawab pernyataan dengan singkat, dan (c) extended constructed response (ECR), dimana siswa memberikan jawaban secara rinci, seperti solusi untuk masalah matematika, atau desain eksperimental. Secara total, di dalam ChemTHOTS ada 14 pertanyaan MC, 7 pertanyaan SCR, dan 5 ECR. Dua puluh enam item tersebut melingkupi proses-proses kognitif yang terlibat dalam menganalisis, mengevaluasi dan menciptakan. Reliabilitas Cronbach Alpha dihitung dan diperoleh hasil 0,7012. Untuk mendapatkan wawasan tentang pengalaman belajar dari siswa selama intervensi, peneliti menginstruksikan siswa untuk menyimpan jurnal yang diajukan mingguan. Intervensi Empat belas rencana pelajaran disiapkan untuk masing-masing kelompok dan disampaikan kepada para ahli untuk dimintai komentar dan saran mereka.

Topik yang dibahas adalah: (1) Metode Ilmiah; (2) Peralatan dan Keselamatan di Laboratorium; (3) Konsep Matematika dalam Kimia; (4) Wujud dan Sifat Suatu Materi; (5) Sistem Kimia yang berbeda-beda; (6) Unsur dan Senyawa dalam Kehidupan Sehari-hari, dan (7) Perubahan Wujud.

A. Instruksi dengan kegiatan kreatif (ICA) Penelitian ini melibatkan intervensi disebut dengan Kegiatan Kreatif Instruksi (ICA)

didasarkan pada model mengajar secara kreatif yang dikembangkan oleh Vicencio (1991). Model ini melibatkan lima tahap divergen dan konvergen seperti yang dijelaskan dalam Tabel 1. Tabel 1 Model Mengajar Kreatif (Vicencio, 1991) Tahap Prime Tipe Berpikir Divergen Penjelasan Menyiapkan siswa untuk aktivitas belajar yang akan dilakukan Present Probe and Pry Pinpoint Order Pursue and Konvergen Divergen Konvergen Divergen Menyajikan fakta, konsep, dan ide-ide Membahas materi pelajaran Menyimpulkan apa yang telah dipelajari Mengembangkan pembelajaran pada konsep dan situasi yang baru

Kegiatan kreatif dimasukkan dalam pelajaran selama tahap divergen (prime, probe and pry, dan pursue). Kegiatan ini dirancang dengan menggunakan standar dan teknik kreatif personal. Teknik standar biasanya diajarkan di universitas dan program kreativitas profesional. Teknik kreatif personal adalah teknik yang dikembangkan oleh peneliti. Analogi langsung adalah strategi standar yang mengharuskan siswa untuk menemukan hubungan antara dua ide yang berbeda, obyek atau situasi. Pada Pelajaran 2, siswa ditanya "Bagaimana kehidupan ilmuwan seperti (papan permainan, film, lagu, telenovela, buku, game show)? "Jawaban yang diberikan

oleh siswa membuka jalan terciptanya diskusi yang membahas aspek-aspek kehdiupan ilmuwan. Sinektik adalah teknik standar lain yang membantu siswa memahami materi baru dengan cara mengaitkannya pada sesuatu yang sudah siswa ketahui. Hal ini terlihat dalam Pelajaran 9 pada saat siswa menggunakan kata "murni." Lalu, mereka mengidentifikasi hal atau benda yang mereka anggap sebagai murni. Hal ini menyebabkan terjadinya diskusi mengenai perbedaan antara zat dan campuran. Pertanyaan mengenai atribut list, kegunaan baru, bagaimana jika?. .., dan pernyataan misalkan saja ... adalah strategi standar yang digunakan untuk

mengembangkan kemampuan untuk memikirkan respon yang berbeda dalam situasi yang berbeda-beda pula. Daftar atribut melibatkan pembagian masalah menjadi komponen-komponen pentingnya, sehingga dapat menangani masingmasing komponen secara terpisah. Dalam Pelajaran 7, para siswa diminta untuk memilih bahan bangunan untuk rumah dan mengidentifikasi sifat-sifatnya. Kemudian, mereka membuat daftar ide-ide mereka untuk mengubah sifat-sifat bahan bangunan tersebut dan diminta untuk memberikan bahan bangunan yang baru dan lebih baik daripada yang sudah ada. Hal ini memungkinkan mereka untuk berbagi banyak ide dan memikirkan berbagai cara bagaimana bahan umum dapat masih bisa ditingkatkan. Pertanyaan penggunaan baru dan bagaimana jika ...? adalah dua subtipe konvensional untuk menilai proses kognitif, di bawah kategori Create (Anderson & Krathwohl, 2001). Dalam penggunaan baru, siswa diberi obyek yang mereka familier dengannya dan diminta untuk menulis sebanyak mungkin kegunaan dari obyek tersebut. Pertanyaan bagaimana jika ...? dan misalkan saja....? adalah teknik yang mendorong siswa untuk menghasilkan solusi baru atau ide. Dalam Pelajaran 4, siswa mengidentifikasi berbagai cara nenek moyang kita mengukur jarak, volume dan luas. Kemudian mereka ditanya "Akan jadi seperti apa hidup kita jika kita masih menggunakaan metode pengukuran yang lama? " Diskusi siswa menyebabkan pengenalan Sistem Satuan Internasional. Penggunaan teknik ini juga membedakan percobaan yang dilakukan oleh kelompok ICA dari kelompok INCA. Dalam sebagian besar eksperimen

laboratorium, yang dilakukan oleh kelompok ICA adalah memiliki satu atau dua pertanyaan bagaimana jika ...? pada akhir eksperimen. Untuk Misalnya, dalam Aktivitas 10.2, pertanyaan berikut ini ditambahkan: "Apakah percobaan ini menuntun Anda ke kesimpulan yang sama jika Anda menggunakan larutan yodium dan sirup gula, bukan yodium dan gula kristal? " Pada Pelajaran 2, siswa diberi sampel gula kristal dan diminta untuk melengkapi sejumlah pertanyaan seperti siapa, apa, dimana, kapan, bagaimana, bagaimana jika, dan mengapa. Pertanyaan yang diajukan oleh siswa menjabat sebagai contoh untuk menekankan pentingnya mengajukan pertanyaan dalam sebuah penelitian ilmiah. Mengubah kata-kata adalah strategi pribadi yang dikembangkan oleh peneliti yang berasal dari kombinasi dari analogi dan sinektik. Dalam Pelajaran 5, para siswa diminta untuk mengubah beberapa kata-kata yang digunakan dalam aturan dalam menentukan jumlah angka signifikan dan mengubah mereka dalam aturan dalam kehidupan. Dengan demikian, aturan menjadi lebih relevan dengan kehidupan siswa. Demonstrasi diam ditambah dengan pertanyaan "apa?", "Jadi apa?" Dan "sekarang apa?" adalah strategi lain yang dirancang oleh peneliti. Dalam Pelajaran 11, peneliti melakukan demonstrasi diam untuk memperkenalkan topik asam dan basa. Tidak ada penjelasan terlebih dahulu sebelum demonstrasi dan sengaja disajikan percobaan singkat tanpa mengidentifikasi bahan yang digunakan atau menjelaskan prosedur. Setelah demonstrasi, siswa diminta pertanyaan (1) "Apa?", yang mendorong mereka untuk memberikan pengamatan mereka; (2) "Jadi apa?", yang menyebabkan mereka untuk membuat kesimpulan tentang percobaan, dan (3) "? Sekarang apa", yang menimbulkan pertanyaan lebih lanjut tentang asam dan basa. Brainstorming adalah teknik kreatif yang populer untuk menghasilkan ideide baru. Dalam Pelajaran 13, siswa membahas cara-cara lain untuk memperoleh garam dari air laut selain dengan cara penguapan dengan sinar matahari. Setelah mengidentifikasi beberapa metode, mereka memilih metode terbaik dan memperkenalkan kelebihan metode tersebut di kelas.

Menciptakan produk melibatkan keterampilan dalam perencanaan, merancang dan membangun. Dalam Pelajaran 3, mereka menciptakan simbolsimbol keselamatan atau logo yang berfungsi sebagai pengingat bagi mereka untuk berlatih tindakan pencegahan dan keselamatan ketika melakukan percobaan laboratorium.

B. Instruksi tanpa kegiatan kreatif (INCA) Untuk kelompok INCA, kegiatan kelas mereka lakukan tidak didasarkan pada standar teknik kreatif. Game, percobaan dan latihan individu digunakan dalam kelompok kontrol untuk mengkompensasi waktu yang dihabiskan pada aktivitas kreatif dari eksperimental kelompok. Meskipun beberapa permainan dan proyek-proyek kelompok yang mewajibkan siswa untuk bersikap kreatif, kegiatan ini adalah kegiatan yang memang biasanya ditemukan di kelas Kimia. Meskipun kelompok INCA juga melakukan percobaan laboratorium sebagaimana kelompok ICA, pertanyaan akhirnya semua bersifat konvergen-tidak ada pertanyaan bagaimana jika ...? atau pernyataan andaikan...... Juga, alih-alih demonstrasi diam, peneliti menjelaskan dan merincikan bahan, proseder, dan observasi yang menjadikan pembelajaran lebih berorientasi kepada guru. Namun demikian, presentasi pelajaran dan pengembangan dibuat mirip dengan tahap konvergen dalam rencana pelajaran untuk kelompok eksperimental.

Analisis data Sebelum intervensi dimulai, skor rata-rata pretest di ChemTHOTS dari kedua kelompok dihitung dan dibandingkan dengan menggunakan uji t (2 tailed) untuk sampel independen. Untuk menentukan apakah ada perbedaan yang signifikan dalam HOTS dari kelompok ICA dan kelompok INCA, dilakukan uji t (1 tailed) pada nilai ratarata posttest. Demikian pula, uji t (1 tailed) dilakukan pada gain score rata-rata dari kedua kelompok dari pretest ke posttest untuk menentukan sejauh mana peningkatan kemampuan mereka dalam HOTS setelah intervensi.

Hasil dan diskusi Skor rata-rata pretest dalam ChemTHOTS dari kelompok ICA (14,20) dan kelompok Inca (12,70) tidak berbeda secara signifikan (p = 0,189 nilai, = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki kemampuan yang setara sebelum intervensi. Skor rata-rata posttest dari kelompok ICA adalah lebih tinggi dari skor rata-rata posttest kelompok INCA. Namun, perbedaan antara nilai rata-rata dari kedua kelompok tidak signifikan pada tingkat 0,05 (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan aktivitas kreatif selama pembelajaran Kimia tidak berbeda secara nyata dari pembelajaran tanpa kegiatan kreatif dalam hal skor ChemTHOTS. Meskipun perbedaan yang ada tidaklah terlalu besar, ada baiknya menyebutkan bahwa skor rata-rata ICA secara numerik lebih tinggi dari nilai kelulusan 50% (21,5). Sebaliknya, skor rata-rata INCA lebih rendah dari skor kelulusan. Tabel 2 Uji signifikansi perbedaan skor rata-rata posttest dari kelompok ICA dan kelompok INCA Kelompok ICA INCA Rata-rata* 22,39 20,30 SD 6,76 5,46 t 1,26 Sig. (1 tailed) 107

Catatan. * Skor tertinggi yang mungkin adalah 43

Perbedaan yang tidak signifikan antara nilai mean dari dua kelompok mungkin berasal dari kegiatan kelas dan pengelompokan siswa. Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh kelompok INCA dapat dianggap kreatif, seperti permainan dan proyek-proyek kelompok, yang dapat menyebabkan efek yang sama dengan kegiatan kreatif kelompok ICA. Selain itu, baik kelompok ICA dan kelompok INCA menjawab pertanyan pada akhir percobaan yang sama, yang diperlukan mereka untuk menganalisis data yang mereka telah mengumpulkan dan menginterpretasikan hasil mereka. Oleh karena itu, kelomopk INCA juga mengalami kegiatan dan pertanyaan yang mungkin telah membantu

mengembangkan keterampilan mereka dalam menganalisis, mengevaluasi dan menciptakan. Selain itu, meskipun kedua kelompok diperintahkan untuk menahan diri dari membahas kegiatan kelas dengan rekan-rekan mereka yang tidak termasuk kelas mereka, tampaknya ini tidak ditanggapi serius oleh mereka. Selain itu, pengelompokan mengakibatkan distribusi siswa tidak merata dari dua kelompok original. Meskipun secara acak, mayoritas (19 dari 30) dari siswa dalam kelompok ICA awalnya milik ke bagian yang lebih tinggi. Hal ini mungkin telah menyebabkan ketidakmampuan beberapa siswa dalam kelompok eksperimental untuk bekerja sebagai sebuah tim. Kerja tim ini terutama penting dalam kelas ICA karena kegiatan yang dilakukan memerlukan banyak ide. Namun, dalam jurnal mereka, beberapa siswa menulis bahwa mereka merasa "tidak cocok" dalam kelompok baru mereka; yang lainnya merasa terintimidasi dan tidak aman. Perasaan tidak aman dan adanya penolakan terhadap teman sekelas mungkin telah mengakibatkan skor yang rendah dalam posttest. Hal ini dikonfirmasi oleh Schmuck dan Schmuck (2001) bahwa "salah satu efek yang mungkin dari meminta orang lain bekerja dalam jarak dekat, terutama orang lain dengan siapa siswa merasa tidak aman, adalah penurunan tingkat kinerja yang kompleks dalam kegiatan belajar kognitif "(hal. 39). Perbedaan antara nilai rata-rata gain score dari kedua kelompok dari pretest ke posttest adalah untuk tidak signifikan secara statistik pada tingkat kepercayaan 0,05 (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa meskipun perlakuan memiliki efek positif pada kelompok ICA, kelompok INCA juga tetap mendapat manfaat yang sama dari pembelajaran mereka.

Tabel 3 Uji signifikansi perbedaan skor rata-rata gain score dari pretest ke posttest dari kelompok ICA dan kelompok INCA dalam ChemTOTS Kelompok ICA INCA Mean Gain 8,189 7,689 SD 5,29 4,04 t 0,412 Sig. (1 tailed) 341

Komentar yang dibuat oleh siswa mengenai penggunaan aktivitas kreatif selama pembelajaran mengkonfirmasi adanya efek positif pada siswa terhadap pemahaman konsep, sebagaimana yang dilaporkan oleh Vicencio (1991). Dalam studinya, Vicencio mencatat bahwa murid-murid mendapatkan pemahaman yang lebih baik karena kegiatan kreatif membuat pembelajaran bermakna mereka menjadi lebih menyenangkan. Hal ini juga tercermin dalam entri siswa jurnal, seperti yang diamati oleh peneliti. Singkatnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa pengajaran dengan kegiatan kreatif tidak berbeda secara signifikan dari pembelajaran tanpa kegiatan kreatif dalam hal keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. Namun, siswa dari kedua kelompok menghargai kegiatan yang digunakan selama pembelajaran.

Kesimpulan dan rekomendasi Hal-hal yang dapat disimpulkan dari hasil penelitian: (1) Siswa pada kelompok ICA tidak bisa memperoleh skor yang secara signifikan lebih tinggi daripada siswa kelompok INCA dalam ujian HOTS; dan (2) siswa kelompok ICA tidak memiliki nilai rata-rata gain score yang secara signifikan tinggi dibandingkan pada kelompok INCA. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bahwa para peneliti (1) menggunakan lebih banyak kegiatan kreatif yang bervariasi selama pembelajaran atau penilaian otentik dan / atau alternatif; (2) mereplikasi penelitian ini untuk jangka waktu lebih lama untuk mengetahui apakah hasil akan berubah; (3) penggunaan teknik penelitian kualitatif lainnya untuk memvalidasi hasil dari studi kuasi-eksperimental, dan (4) menggunakan kelas utuh sebagai sampel untuk mengurangi kemungkinan siswa mendiskusikan kegiatan kelas mereka dengan rekan-rekan mereka yang termasuk kelompok lain.

Referensi: Abad, F. (2005). Why the crisis in education. BizNews Asia, 3(26), 8-12.

Abisdris, G. & Casuga, A. (2001). Atomic poetry. The Science Teacher, 68(6), 58-62. Alber, M. (2001). Creative writing and chemistry. Journal of Chemical Education, 78(4), 478-480. Anderson, L. W. & Krathwohl, D. R. (Eds.) (2001). A taxonomy for learning, teaching, and assessing:A revision of Blooms taxonomy of educational bjectives. New York: Longman. Bloom, B. S., Engelhart, M. D., Furst, E. J., Hill, W. H., & Krathwohl, D. R. (1956). Taxonomy of educational objectives: Handbook I: Cognitive domain. New York: David McKay. Callison, D. (2002). Thinking (higher order) skills. School Library Media Activities Monthly, 18(8), 38-40. Abstract retrieved September 12, 2005, from Proquest database. Campbell, S. & Muzyka, J. (2002). Chemistry game shows. Journal of Chemical Education, 79(4), 458. Castro-Acua, C. M., Dominguez-Danache, R. E., Kelter, P. B. & Grundman, J. (1999). Puzzles in chemistry and logic. Journal of Chemical Education, 76(4), 496-8. Constitutions of the Philippines. (2005). Manila: Anvil Publishing. Dass, P. M. (2004). New science coaches: Preparation in the new rules of science education. In J. Weld (Ed.). The game of science education (pp. 48-79). Boston: Pearson. Davis, G. A. (2004). Creativity is forever (5th ed.). Dubuque, I.A.: Kendall/Hunt. Department of Education. (2002). Basic education curriculum operations handbook. Manila, Philippines: Department of Education. Dkeidek, I. M. (2003). The elements drawing. Journal of Chemical Education, 80(5), 501-2. Fisher, N., Gerdes, K., Logue, T., Smith, L. & Zimmerman, I. (1998). Improving students knowledge and attitudes of science through the use of hands-on activities. Abstract retrieved September 12, 2005, from ERIC CD-ROM. (ED436352). Garcia, L. C. (2001). Utilizing local environmental issues in developing critical thinking in high school students. Unpublished masters thesis. University of the Philippines Diliman, Quezon City.

Handa, V. C. (2000). Influence of practical problem solving tasks on meaningful learning and retention in college chemistry. Unpublished masters thesis. University of the Philippines Diliman, Quezon City. Haugh, T. (2002). Snow globe science. The Science Teacher, 69(3), 36-39. Helser, T. L. (2003). Terminology: Four puzzles from one wordsearch. Journal of Chemical Education, 80(4), 414-6. Hernandez, D. F. (1991). Developing and assessing higher order thinking skills. Monograph 46. Quezon City: Institute for Science and Mathematics Education Development. Ibanez, J. G. (2002). Using proverbs in chemistry. Journal of Chemical Education, 79(4), 454-455. Jackson, B. (2000). Chemistry teachers do it with bangs, smells and colours! Science Education International, 11(3), 13-8. Jacob, P. M. J. (2000). Dimension modification approach and problem solving performance of high school students in genetics. Unpublished masters thesis. University of the Philippines Diliman, Quezon City. Johnstone, A. H. & Al-Naeme, F. F. (1995). Filling a curriculum gap in chemistry. International Journal of Science Education, 17(2), 219-32. Kelkar, V. D. (2003). Find the symbols of elements using a letter matrix puzzle. Journal of Chemical Education, 80(4), 411-3. Koether, M. (2003). The name game: Learning the connectivity between the concepts. Journal of Chemical Education, 80(4), 421-2. Labianca, D.A. & Reeves, W.J. (1981). Chemistry and detective fiction: An interdisciplinary program for the nonscience major. Journal of Chemical Education, 58(8), 683-685. Creative Activities Ramirez & Ganaden 33 Lawrenz, F. (1990). Science teaching techniques associated with higher order thinking skills. Journal of Research in Science Teaching, 27(9), 835-47. Lunsford, S. & Strope, C. (2002). A sweet balance. The Science Teacher, 69(8), 42-5. Martin, M.O., Mullis, I. V.S., Gonzales, E.J., Gregory, K.D., Smith, T.A., & Chrostowski, S.J. (2004). TIMSS 2003: International science report; findings from IEAs report of the Trends in International Mathematics

and Science Study. Chestnut Hill, MA: The International Study Center, Lynch School of Education, Boston College. Myers, S. A. (2003). The molecular model game. Journal of Chemical Education, 80(4), 423-4. Pagar, A. G. (1999). A metacognitive model-building approach and physics students problem solving performance and strategies. Unpublished masters thesis. University of the Philippines, Diliman, Quezon City. Schmuck, R. A. & Schmuck, P. A. (2001). Group processes in the classroom (8th ed.). Boston:McGraw-Hill. Shepardson, D. P. (1993). Publisher-based science activities of the 1980s and thinking skills. School Science and Mathematics, 93(5), 264-8. Starko, A. J. (2005). Creativity in the classroom: Schools of curious delight (3rd ed.). Mahwah, N.J.:Lawrence Erlbaum. Tobin, K., Capie, W. & Bettencourt, A. (1988). Active teaching for higher cognitive learning in science. International Journal of Science Education, 10(1), 17-27. Tobing, J. H. L. (2004). Issue-based teaching of biology integrating religious concepts and critical thinking skills development. Unpublished doctoral dissertation. University of the Philippines, Diliman, Quezon City. Torrance, E. P. (1962). Guiding creative talent. New Delhi: Prentice-Hall of India. Vicencio, E. M. (1991). Creative teaching in science and health: Effect on pupil creativity and achievement. Unpublished doctoral dissertation, University of the Philippines, Diliman, Quezon City. Welsh, M. J, (2003). Organic functional group playing card deck. Journal of Chemical Education,80(4), 426-7. Zohar, A., Schwartzer, N. & Tamir, P. (1998). Assessing the cognitive demands required of students in class discourse, homework assignments and tests. International Journal of Science Education, 20(7), 769-82. Zoller, U. (1993). Are lecture and learning compatible? Journal of Chemical Education, 70(3), 195-7. Zoller, U., Lubezky, A., Nakhleh, M. B., Tessier, B. & Dori, Y. J. (1995). Success on algorithmic and LOCS vs. conceptual chemistry exam questions. Journal of Chemical Education, 72(11), 987-9.2

You might also like