You are on page 1of 142

FISIKA TERAPAN

Penyusun:

Hidjan AG, MSc.Eng


Jurusan Teknik Sipil

No. Diktat : 14/K7.A/UP2AI/2009

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA


Agustus 2009
Konsultasi : HP. 082124368899

PRAKATA
Ilmu Fisika merupakan komponen penting yang menjadi tulang punggung pengembangan berbagai macam Teknologi dan merupakan mata kuliah yang diajarkan di berbagai fakultas eksakta seperti Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Kedokteran, Pertanian, Farmasi, dan sebagainya. Disamping itu juga dapat dijadikan sebagai dasar teori dalam perancangan maupun pelaksanaan proses proses industri seperti dalam bidang konstruksi bangunan, mesin, energi, dll. Dalam buku ini disajikan materi yang topik topiknya dipilih untuk menunjang beberapa mata kuliah lain terkait yang ada di jurusan Teknik Sipil. Materi yang disusun terdiri dari Kinematika, Dinamika, Statika, Panas serta Teori Atom dan Molekul. Kinematika merupakan bagian dari mekanika mengenai gerak benda tanpa pembahasan terhadap massa maupun gaya dari benda yang bergerak, sedang dalam Dinamika maka juga dibahas massa maupun gaya dari benda yang bergerak. Adapun Statika merupakan bagian dari mekanika yang membahas benda yang berada dalam keseimbangan. Adapun Panas sebagai topik yang diperlukan untuk menjelaskan kondisi yang mempengaruhi suatu bangunan serta Teori Atom dan Molekul sebagai basis Ilmu Bahan, merupakan materi yang juga perlu disajikan karena banyak terkait dengan bidang Teknik Sipil. Penulis berharap buku ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak yang memerlukan, terutama para mahasiswa jurusan Teknik Sipil.. Kami menyadari penulisan buku ini tak lepas dari kekurangan. Karena itu berbagai masukan, saran, maupun kritik konstruktif dari para pembaca sangat diharapkan agar kwalitas buku ini dapat disempurnakan. Wassala m, Depok, 26 Mei 2009

Hidjan AG i

DAFTAR ISI
Prakata...............................................................................................................i Daftar Isi.......................................................................................................................ii 01. Pendahuluan.................................................................................................1 02. Sistim Satuan dan Analisis Vektor................................................................3 03. Kinematika.................................................................................................19 04. Gravitasi dan Gaya.....................................................................................30 05. Gesekan......................................................................................................36 06. Energi .........................................................................................................41 07. Mesin-mesin Angkat...................................................................................45 08. Momentum dan Tumbukan........................................................................56 09. Elastisitas..............................................................................................................67 10. Getaran Mekanis........................................................................................70 11. Gelombang Mekanis...................................................................................86 12. Momen Inersia...........................................................................................93 13. Fluida........................................................................................................99 14. Keseimbangan.....115 15. Panas dan Perpindahan Panas..................................................................119

16. Atom dan Molekul...................................................................................130

ii

1. PENDAHULUAN
1.1. Gambaran umum mata kuliah Fisika Terapan Fisika merupakan Basic Science yang terkait erat dengan banyak disiplin ilmu yang lain terutama bidang teknik dan rekayasa. Hampir seluruh kemajuan teknologi yang ada di dunia ini tak terlepas dari kontribusi Ilmu Fisika. Adanya pesawat terbang, kapal laut, komputer, gedung pencakar langit, jembatan, dan sebagainya pada dasarnya semua dibuat berasaskan teori teori dan konsep konsep ilmu fisika. Mengingat materi ilmu fisika begitu luas maka topik topik tertentu dipilih agar sesuai dengan bidang ilmu lain yang ditunjangnya. Untuk jurusan teknik sipil, dipilih topik topik fisika yang terkait erat dengan disiplin ilmu teknik sipil, dan dalam buku ini pembahasan ditekankan kepada mekanika, serta sedikit teori panas dan pengetahuan atom-molekul. Mekanika ditujukan untuk mendasari matakuliah Mekanika Teknik, Mekanika Fluida, dan Teori Gempa, sedang teori panas dan pengetahuan atom-molekul ditujukan untuk mendasari Ilmu Bahan. 1.2. Tujuan Pembelajaran Umum Buku ini disusun dengan tujuan agar para mahasiswa jurusan Teknik Sipil mampu memahami prinsip-prinsip dan konsep konsep dasar Ilmu Fisika sebagai pengetahuan

fundamental untuk menunjang beberapa matakuliah lain yang terkait kemudian dapat menerapkannya di lapangan sesuai dengan keperluan.

1.3. Gambaran Umum Isi Diktat Diktat ini berisi topik topik yang terdiri dari Kinematika, Dinamika, Statika, Teori Panas, serta Atom dan Molekul. Kinematika, merupakan ilmu mengenai gerak tanpa pembahasan terhadap massa dari benda yang bergerak maupun gaya penyebab geraknya. Sub topiknya mengenai : Gerak lurus, Gerak lurus dengan kecepatan konstan, Gerak lurus dengan kecepatan berubah, Gerak Parabola, Gerak melingkar, Gerak berputar, dan Gerak berputar dengan kecepatan berubah. Kemudian Dinamika, ilmu mengenai gerak dengan pembahasan terhadap massa dari benda yang bergerak dan gaya penyebabnya. Sub topiknya adalah : Gesekan, Kerja dan Energi, Momentum dan Tumbukan, Mesin mesin Angkat, Momen Inersia, Getaran Mekanis, dan Gelombang Mekanis. Adapun Statika, merupakan ilmu yang membahas benda yang berada dalam keseimbangan mekanis. Kemudian juga dibahas topik topik mengenai Panas dan Perpindahan Panas serta Atom-Molekul yang terkait dengan disiplin ilmu Teknik Sipil. 1.4. Proses Pembelajaran

Pembelajaran dilakukan dengan kombinasi dari metode konvensional dan SCL (Student Centered Learning). Metode SCL dimaksudkan agar para mahasiswa lebih aktif dan terlatih mandiri didalam proses pembelajaran, pengembangan ilmu dan penerapannya di lapangan sesuai dengan bidang mereka.

2. SISTIM SATUAN DAN ANALISIS VEKTOR


2.1.

Sistim Satuan
Sistim satuan yang digunakan dalam buku-buku Fisika sering berbeda satu

sama lain. Oleh karena itu, mengenali bermacam-macam sistim satuan yang telah disepakati secara internasional dan dapat melakukan konversi antar sistim satuan, menjadi hal yang penting. Ada tiga sistim satuan yang telah dipakai secara universal dan diakui penggunaannya diseluruh dunia yakni : 1. CGS (centimeter gram second) : sistim satuan ini berdasarkan pengukuran terhadap besaran panjang, massa, dan waktu. Satuan panjang dalam sistim ini adalah centimeter, satuan massa adalah gram, dan satuan waktu adalah sekon. 2. MKS (meter, kilogram, second) : sistim satuan ini berdasarkan pengukuran terhadap besaran panjang, massa, dan waktu. Satuan panjang dalam sistim ini adalah meter, satuan massa adalah kilogram, dan satuan waktu adalah sekon. Sistim satuan MKS ini kemudian dikembangkan, disempurnakan, dan disepakati secara internasional menjadi Sistim Internasional SI (Le Systeme International dUnites). Untuk selanjutnya, seluruh pembahasan dalam buku ini menggunakan sistim SI.

3. FPS (foot, pound, second): sistim ini berdasarkan pengukuran terhadap besaran panjang, gaya, dan waktu. Satuan panjang dalam sistim ini adalah foot, satuan gaya adalah pound, dan satuan waktu adalah sekon. Dalam sistim satuan FPS terdapat dua macam satuan pound yakni pound massa (untuk satuan massa), dan pound gaya (untuk satuan gaya). Sistim satuan FPS ini juga dinamakan sistim Inggeris ( English System/British System) dan banyak digunakan di Eropa.. 3 Setiap satuan dalam suatu Sistim Satuan dapat dikonversikan menjadi satuan dalam Sistim Satuan lain. Maka, 1kilogram (SI) = 1000gram (CGS) = 2,205 pound massa (FPS). Demikian pula, 1meter (SI) = 100centimeter (CGS) = 3,281feet (FPS) = 39,37 inches (FPS). Dengan mengenali dan memahami satuansatuan yang ada dalam tiap sistim maka pengkonversian pada saat diperlukan. akan mempermudah proses

Contoh Satuan dalam Sistim Satuan CGS:


BESARAN Panjang Massa Gaya Energi Waktu Suhu NAMA SATUAN centimeter gram dyne erg sekon celcius
o

SIMBOL SATUAN cm gr dyne erg s C

Contoh Satuan dalam Sistim Satuan FPS (British System):


BESARAN Panjang NAMA SATUAN foot SIMBOL SATUAN ft

Panjang Massa Massa Gaya Energi Waktu Suhu

inch pound mass slug pound force British Thermal Unit sekon Fahrenheit 4

in lbm slug lbf Btu s


o

Sistim Satuan Internasional SI


Besaran-besaran fisika dalam SI dibagi menjadi dua macam yakni : Besaran Pokok( BesaranDasar) dan Besaran Turunan. 1. Besaran Pokok (Dasar) : BESARAN 1.Panjang 2.Massa 3.Temperatur (Suhu) 4.Waktu 5.Kuat arus listrik 6.Jumlah zat 7.Intensitas cahaya a. Sudut Bidang b.Sudut Ruang KETERANGAN : NAMA SATUAN meter kilogram kelvin sekon ampere mole candela radian steradian s A mol cd rad sr SIMBOL SATUAN m kg K

Satuan Pelengkap (Supplementary Unit) Satuan Pokok :

a. Pengertian Sudut Bidang Ditinjau sebuah lingkaran dimana panjang dari keliling lingkaran berjari jari R adalah 2R. Apabila diambil busur lingkaran S yang panjangnya sama dengan R, kemudian dari kedua ujungnya ditarik garis ke pusat lingkaran, maka akan terbentuk sudut bidang yang besarnya 1 radian. Dengan demikian maka dalam sebuah lingkaran penuh, besar sudut totalnya = 2 radian. Karena dalam sebuah lingkaran besar sudutnya adalah 360o, berarti 360o = 2 radian, sehingga 1 rad = 360/2 = 360/2.3,141592654 = 57,3o . 5

Busur tebal S = R Sudut = 1rad Gambar 2.1. Lingkaran b.Pengertian Sudut Ruang : Ditinjau sebuah benda berbentuk bola. Luas permukaan bola berjari-jari R adalah 4 R2. Apabila diambil sembarang luasan pada permukaan bola seluas R2 (apapun bentuknya), kemudian dari seluruh pinggir luasan tersebut ditarik garis ke pusat bola, maka akan terbentuk sudut ruang yang besarnya 1 steradian. Dengan demikian maka dalam suatu bola, besar sudut ruangnya adalah 4 steradian. Luas permukaan = R2 Besar sudut ruang =1sr

Gambar 2.2. benda berbentuk bola

Perlu diperhatikan bahwa sesuai dengan peraturan internasional, suatu nama orang yang digunakan untuk satuan dari suatu besaran, maka huruf awalnya harus ditulis dengan huruf kecil, misalnya satuan untuk kuat arus listrik maka harus ditulis ampere dan bukan Ampere, satuan untuk daya adalah watt dan bukan Watt, demikian pula satuan untuk temperatur harus ditulis kelvin dan bukan Kelvin. 6

2. Besaran Turunan : Karena merupakan turunan, maka satuan dari besaran turunan dapat dinyatakan dengan satuan dari besaran dasar. Terdapat banyak sekali besaran-besaran turunan, berikut adalah beberapa contoh : Besaran Gaya (F) Tekanan(P) Energi(E) Daya(P) Nama Satuan newton pascal joule watt Simbol Satuan N Pa J W Pernyataan dalam Satuan Dasar Kg.m.s-2 Kg.m-1.s-2 Kg.m2.s-2 Kg.m2.s-3

Daftar konversi beberapa satuan dari Sistim lain ke SI SATUAN LAIN 1 foot (ft) 1 inch (in) 1 mile (mil) 1 mile laut (nautical mile) 1 yard (yd) SATUAN (SI) 0,3048 m 0,0254 m 1609,3 m 1852,0 m 0,9144 m

1 pound gaya (lbf) = 0,4536 kgf 1 pound massa (lb.m) 1 slug 1British Thermal Unit (Btu) 1 Psi (lbf.in-2 ) 1 knot 1 mach (velocity of sound in air) 7

4,4482 N 0,4536 kg 14,594 kg 1055 J 6894,8 N.m-2 0,5144 m.s-1 350 m.s-1

Proses Konversi dari suatu Sistim Satuan ke Sistim Satuan yang lain Apabila perlu dilakukan konversi satuan dari suatu sistim ke sistim yang lain, misalnya akan dilakukan konversi dari SI ke FPS atau dari FPS ke SI, maka dapat dilakukan dari pengkonversian satuan panjang, satuan gaya, dan satuan massa. Satuan waktu untuk seluruh sistim satuan adalah sama yakni sekon, maka tidak perlu dikonversi. Dari FPS ke SI Satuan Panjang : 1 ft = 0,3048 m : 1 inch = 0,0254 m Satuan Massa : 1 slug = 14,59 kg Dari SI ke FPS Satuan Panjang : 1 m = 3,281 ft : 1 m = 39,37 inch Satuan Massa : 1 kg = 0,06854 slug : 1 kg = 2,2046 lbm : 1 N = 0,22482 lbf

: 1 pound (lbm) = 0,4536 kg Satuan Gaya : 1 pound (lbf) = 4,448 N Contoh Pengkonversian dari FPS ke SI : Contoh 1: Satuan Gaya

Torka = Momen Gaya = Gaya F x d (dari gaya ke titik acuan): Torka dalam FPS misal dinyatakan sebagai : 1 lbf.in

1 lbf.in = 1(4,448N) x (0,0254m) = 0,11298 N.m Contoh 2: Daya = Usaha per Waktu = U/t Daya dalam FPS misal besarnya dinyatakan sebagai : 1 pound force foot per minutes = 1(lb.f)(ft)/(min), dimana : 1lb.f = 4,4482 N ; 1ft = 0,3048m ; 1min= 60 s ; maka daya dalam SI = (4,4482)(0,3048)/(60) = 0,022597 watt. 8 Contoh Pengkonversian dari SI ke FPS : Contoh 1: Torka = 1 N.m = 1(0,22482 lbf)(39,37 in) = 8,8512 lbf.in Contoh 2 : Tekanan = Gaya per Luas = F/A Tekanan dalam SI misal besarnya: 1N/m2 dimana 1N = 0,2248 pound force (lbf), sedang 1m = 3,281 ft, yang berarti 1m2 = 10,765 ft2 maka tekanan dalam FPS = (0,2248)/(10,765) = 0,021 lbf/ft2 .

2
2.2. Skalar dan Vektor
Skalar adalah suatu kwantitas yang hanya mempunyai besar saja dan tidak mempunyai arah. Misalnya : panjang, massa, waktu, suhu, jarak, energi, usaha (kerja), bilangan riil, dan lain-lainnya. Skalar ditunjukkan dengan huruf biasa, dan operasi perhitungan skalar menggunakan aljabar biasa. Vektor adalah suatu kwantitas yang mempunyai besar dan arah. Misalnya : kecepatan, percepatan, gaya, perpindahan, lintasan, posisi, momentum, torka, berat, dan lainlain. Vektor dapat dinyatakan secara grafis maupun secara trigonometris.

Secara grafis, vektor digambarkan sebagai anak panah dengan arah tertentu. Ujung ekor O dinamakan titik asal vektor, sedang ujung kepala P dinamakan titik terminal. O Gambar 2.3. Vector Panjang anak panah menyatakan besar vektor, sedang arah anak panah, menyatakan arah vektor. Apabila vektor masuk bidang, digambarkan dengan tanda silang (x), sedang apabila vektor keluar bidang, digambarkan dengan tanda titik (.) 9 Secara trigonometris, vektor digambarkan dengan huruf yang diberi gambar anak panah diatasnya, atau huruf tebal tanpa anak panah diatasnya, sebagai contoh : F (gaya), v (kecepatan), a (percepatan), r (posisi), P (momentum linier), dan sebagainya. Vektor Satuan : adalah vektor yang mempunyai besar satuan. Jika F adalah vektor yang besarnya F (huruf tidak tebal) dan bukan nol, maka F / F adalah vektor satuan yang mempunyai arah seperti arah F. suatu vektor F dapat dinyatakan dengan vektor satuan a dalam arah F dikalikan besar F tersebut, jadi F = Fa. Vektor satuan pada sumbu x, y, dan z, masing-masing dilambangkan dengan i, j, dan k. dengan demikian maka Fx = Fx i ; Fy = Fy j ; Fz = Fz k 2.2.1. Aljabar Vektor Operasi perhitungan vektor yang banyak digunakan dalam aplikasi adalah penjumlahan, pengurangan, dan perkalian. F P F (dengan tanda anak panah diatasnya) atau F

F1

F2

-F
Gambar 2.4. Vektor F1 dan F2 Gambar 2.5. Sebuah vector samabesar

Sama besar dan searah, maka F1 = F2 2.2.1.a. Penguraian Vektor

dan sejajar dengan A tetapi berlawanan arah, maka A = -A

Sebuah vektor dapat diuraikan menjadi beberapa vektor lain. Misal, jika vektor F dalam bidang (2dimensi) diuraikan ke sumbu x dan y, masing-masing menjadi Fx dan Fy maka Fx dan Fy adalah komponen-komponen dari vektor F (Gambar 2.6). 10 Demikian pula jika sebuah vektor F dalam ruang (3dimensi) diuraikan ke sumbu x, y, dan z maka komponen-komponen dari vektor F adalah Fx, Fy, dan Fz Gambar 2.7) Keterangan : Fx = Fx i ; Fy = Fy j ; Fz = Fz k , dimana : i, j, dan k disebut vektor satuan dan masing-masing mempunyai harga = 1.

F Fy j

Fz k

Fy j Fx i Fx i Gambar 2.6. 2.2.1.b. Penjumlahan Vektor Penjumlahan vektor dapat dilakukan secara grafis ataupun analitis. Penjumlahan antara dua buah vektor secara grafis adalah dengan meletakkan ekor dari salah satu vektor di kepala vektor yang lain, dimana besar dan arah vektor harus tetap. Kemudian tarik anak panah dari titik asal O ke ujung akhir seperti pada gambar 2.8. Gambar 2.7.

F2 F1 F1 + F2 = O Gambar 2.8. Penjumlahan vektor 11 FR = O F2 FR F1

2.2.1.c. Pengurangan Vektor Mengurangkan suatu vektor F1 dengan vektor lain F2 sama dengan menjumlahkan vektor F1 dengan negatif dari vektor F2 , jadi F1 - F2 = F1 + (-F2 ) , sehingga dengan membalikkan arah panah dari F2 hasilnya seperti pada gambar 2.9 F1 F1 F2 = F1 - F2 F2

Gambar 2.9. Pengurangan vektor Apabila Fx dan Fy pada gambar 2.8 dijumlahkan secara trigonometris, maka diperoleh resultan F yang besar dari nilai resultan tersebut adalah : F = F = Fx 2+ Fy2 + 2 Fx.Fy cos dapat ditulis : F = F = Fx2 + Fy2 Demikian pula apabila Fx, Fy, dan Fz pada gambar 2.7 dijumlahkan secara vektor maka diperoleh resultan F yang besar harganya : > = sudut antara Fx dan Fy

Karena sudut antara Fx dan Fy adalah 90o dimana cos 90o = 1, maka persamaan tersebut

F = F = Fx2 + Fy2 + Fz2 Contoh Soal 1 :

Z+

YX+

a
XY+

b
Z-

Jika b x a = c , tentukan besar dan arah vektor c , dan gambarkan vektornya ! ( Besar b = 3 sedang a = 2 ) 12

Contoh Soal 2: Gaya-gaya berikut bekerja pada sebuah titik, dimana besar dan arah masing-masing gaya adalah: F1= 40N, F2 =70N, F3 = 40N, F4 = 30N, F5 = 80N, F6 = 60N (gambar 2.10).Tentukan besar dan arah gaya resultan FR baik secara grafis y F5
60 30

maupun trigonometris ! F2 F4 F3
30 30

F3 F2 F4 F1 x F5 F6 F1 x y FR

F6

Gambar 2.10 Jawab :

Gambar 2.11

a). Secara Grafis dilakukan dengan meletakkan ekor dari vektor tiap gaya yang dijumlahkan ke kepala vektor yang lain secara simultan (tidak harus berurutan, yang penting besar dan arahnya tetap), kemudian tarik anak panah dari titik asal ke kepala vektor terakhir, dan hasilnya seperti pada gambar 2.11.

b). Secara trigonometris, dapat dilakukan dengan menguraikan tiap gaya menjadi komponen komponen gaya pada sumbu x dan sumbu y, kemudian dijumlahkan secara vektor. Pada arah sumbu x, maka : Fx = F1 cos 0o + F2 cos 30o + F3 cos 60o + F4 cos 90o + F5 cos 120o + F6 cos 210o = 40 cos 0o + 70 cos 30o + 40 cos 60o + 30 cos 90o + 80 cos 120o + 60 cos 210o = 40.1+70.0,866+40.0,5+30.0+80.-0,5+60.-0,866 = 40+60,62+20+0-40-51,96 = 28,66N 13 Pada arah sumbu y, Fy = F1 sin 0o + F2 sin 30o + F3 sin 60o + F4 sin 90o + F5 sin 120o + F6 sin 210o = 40 sin 0o + 70 sin 30o + 40 sin 60o + 30 sin 90o + 80 sin 120o + 60 sin 210o = 40.0+70.0,5+40.0,866+30.1+80.0,866+60.-0,5 = 0+35+34,64+30+69,28-30 = 138,92N Jadi besar gaya resultan FR = Fx 2 + Fy 2 = 28,662+138,922 = 141,85N Arah gaya resultan : tg = Fy/Fx = 138,92/28,66 = 4,8472 Maka besar sudut = 78,34o (terhadap sumbu x) 2.2.1.d. Perkalian Skalar dan Vektor Suatu vektor apabila dikalikan dengan skalar, atau sebaliknya, maka hasilnya adalah vektor. Jadi apabila m adalah skalar, sedang F adalah vektor maka mF = Fm = vektor. Perkalian Skalar (Perkalian Titik) dari dua buah vektor A dan B dituliskan A.B dan dibaca A dot B, didefinisikan sebagai perkalian antara besar harga A dan besar harga B dan cosinus sudut ( ) yang diapit oleh kedua vektor tersebut. A.B = AB cos dan B = sudut yang diapit oleh A

dan besarnya : 0 < < Disebut perkalian skalar karena hasil dari perkalian dua buah vektor A dan B tersebut adalah skalar. Contoh Soal 3 : Gaya F = 100N, bekerja terhadap suatu benda sehingga bergerak dengan lintasan d = 5 m dalam arah gaya, maka F.d = W = Fd cos 0o = 100.5.1 = 500 N.m (W = 500 N.m tidak mempunyai arah karena skalar)

14

Hukum-hukum pada perkalian skalar : 1. A.B = B.A 2. A. ( B+C ) = A.B + A.C 3. m ( A.B ) = ( mA ).B = A.( mB ) = ( A.B ) m 4. i.i = j.j = k.k = 1 ; i.j = j.k = k.i = 0 5. Jika : A = Ax i + Ay j + Az k dan B = Bx i + By j + Bz k maka : A.B = AxBx + AyBy + AzBz A.A = A2 = Ax2 + Ay2 + Az2 B.B = B2 = Bx2 + By2 + Bz2 6. Jika A dan B masing-masing bukan vektor nol, sedang A.B = 0, maka berarti A dan B saling tegak lurus Perkalian vektor (Perkalian silang) dari vektor A dan vektor B dituliskan A x B (dibaca A cross B) = C , didefiniskan sebagai hasil perkalian antara besar harga vektor A dan besar harga vector B dan sinus sudut ( ) yang diapit oleh kedua vektor tersebut. A x B = AB sin u = C 0<< u adalah vektor satuan yang menunjukkan arah dari hasil perkalian tersebut,

yakni arah dari vektor C. Menentukan arah hasil perkalian vektor Untuk menentukan arah dari vektor C, maka dapat digunakan aturan putaran sekrup. Apabila A dan B berada pada suatu bidang maka arah C selalu tegak lurus terhadap bidang tersebut. Jika A diputar ke B (melalui sudut yang lebih kecil) dan menghasilkan putaran yang searah jarum jam maka arah C adalah masuk bidang, sedang apabila putaran berlawanan dengan arah putaran jarum jam berarti arah C keluar bidang. 15 Contoh Soal 4: Suatu gaya F =1000 N, bekerja terhadap sebuah roda pada posisi r = 0,4m terhadap acuan O (pusat roda) dalam arah membentuk sudut 30o terhadap garis posisi, maka F x r = =1000.0,4 sin 30o = 200 N.m, dimana arah adalah tegak lurus terhadap bidang dimana F dan r berada. Apabila F yang diputar ke r searah putaran jarum jam maka arah masuk bidang, sedang apabila berlawanan dengan arah putaran jarum jam maka arah keluar bidang. z z D

-y

-y

A
-x B x -x B y

A
-z

C
-z

(a)

(b)

Gambar 2.12. Pada gambar 2.12 (a) Dinyatakan A x B = C =AB sin 90o. Jika besar A = 2, dan besar B = 2 maka besar C = 2.2.1 = 4 (arah C kebawah) ; 3.2.1 = 6 (arah D keatas). Pada gambar 2.12 (b) Dinyatakan B x A = D = BA sin 90o. Jika besar B = 3, dan besar A = 2 maka besar D =

16 Contoh Soal 5 : 4m/s 30o A 400 m 3m/s Lebar suatu sungai 400m. Sebuah kapal menyeberang dari sisi A ke sisi B dengan kecepatan tetap 5m/s. Karena arah arus air yang kecepatannya 3m/s membentuk sudut 90o terhadap arah dari A ke B dan mempengaruhi gerak kapal, maka nakhoda mengarahkan kapalnya dengan membentuk sudut 30o terhadap arah A ke B dengan harapan kapal akan merapat di suatu tempat yang tidak terlalu jauh dari B (Lihat gambar). Hitung ditempat mana kapal merapat, diukur dari tempat B! Jawab : 5sin30o A 5m/s 30o 5cos30o 3m/s Vektor kecepatan kapal dapat diuraikan menjadi komponen kecepatan dalam arah sumbu x (5cos30o) dan komponen kecepatan dalam arah sumbu y (5cos30o). 400 m B B

5sin30o = 5.0,5= 2,5m/s 5cos30o 3m/s Ini menjadi : 0,5m/s tg = 0,5/4,33 = 0,1154734 ; jadi = 6,587o 5cos30o =4,33 m/s

tg = tg 6,587o =0,1154734 = BC/400, maka jarak BC = 0,1154734 x 400 = 46,2 m 17 Jadi kapal akan sampai dan merapat di tempat C yang berjarak 46,2m dari tempat B 4,33m/s 400m A 0,5m/s 6,587 o B C

Hukum-hukum pada perkalian vektor : 1. A x B = - B x A 2. A x (B + C) = A x B + A x C 3. m(A x B) = (mA) x B = A x (mB) = ( A x B )m 4. i x i = j x j = k x k = 0 ; i x j = k, j x k = i, k x i = j 5. jika : A = Ax i + Ay j + Az k dan B = Bx i + By j + Bz k maka : i A x B = Ax Bx j Ay By k Az = (AyBz AzBy) i Bz + (AzBx AxBz) j + (AxBy AyBx) k 6. Jika A dan B bukan vektor nol, sedang A x B = 0,

maka A sejajar B.

18

3
3. KINEMATIKA
3.1. Gerak Lurus
Sebuah benda dikatakan bergerak apabila ada perubahan posisi pada waktu tertentu terhadap acuan tertentu, dan dikatakan diam bila tidak ada perubahan posisi pada setiap waktu. Benda yang bergerak dikatakan mempunyai kecepatan v (velocity) yakni harga perubahan perpindahan sebagai fungsi waktu, terhadap sekitarnya. Apabila besar kecepatan benda berubah dalam waktu tertentu dikatakan mempunyai percepatan a (acceleration). Pada bab ini pembahasan hanya untuk percepatan seragam (uniform acceleration) dimana besar percepatan disetiap waktu adalah tetap. Percepatan adalah harga perubahan kecepatan per interval waktu t. Gerak Lurus : adalah gerak yang lintasannya lurus. Dapat dibagi menjadi 2 : 1. Gerak Lurus dengan kecepatan konstan (tetap) : Apabila benda bergerak dengan kecepatan v dalam waktu t, maka Lintasan benda adalah : s = v.t v s Gambar 3.1 Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) : ada 2 macam : 3.1.1.a. GLBB Horizontal v

Apabila benda bergerak pada arah horizontal dengan kecepatan awal vo , kemudian dalam waktu t kecepatannya berubah menjadi vt , berarti ada percepatan a yang besarnya : a = vt - vo t t = vt - vo .(1) a

Persamaan tersebut dapat ditulis : vt - vo= a.t vt = vo + a.t Besar kecepatan rata-rata v = vt + vo s = v.t = (vt + vo )t , 2 19 s = perpindahan (displacement) s = ( vo + vo + a.t ) t sehingga s = vo . t + a.t 2 ..(2) 2 Apabila persamaan (1) di substitusikan ke persamaan (2) maka diperoleh : s = vo.t = vo (vt - vo ) + a. (vt - vo ) 2 vt 2 = vo 2 + 2 a.s a vo s Gambar 3.2 Keterangan : Percepatan a diberi tanda positif jika kecepatan benda bertambah, dan diberi tanda negatif bila kecepatan berkurang. 3.1.1.b. GLBB Vertikal Sebuah benda yang bergerak pada arah vertikal, misal suatu benda yang dilemparkan dari permukaan bumi ke atas atau sebaliknya, maka akan dipengaruhi a2 vt 2

oleh percepatan gravitasi bumi g yang besar rata-ratanya di permukaan bumi = 9,8 m/s2. Benda yang dilemparkan dari permukaan bumi ke atas dengan kecepatan awal vo mempunyai persamaan sebagai berikut : Kecepatan pada saat ke t : vt = vo gt Besar lintasannya : s = vo.t 1/2 gt 2 20

vt s=h vo g Gambar 3.3 (Tanda g negatif karena arah gerak benda berlawanan dengan arah g) 2. Benda yang dilemparkan dari ketinggian tertentu dengan kecepatan awal vo kearah permukaan bumi mempunyai persamaan : Kecepatan pada saat ke t : vt = vo + gt Besar lintasannya : s = vo.t + 1/2 gt 2

vo s=h vt g

Gambar 3.4 (Tanda g positif karena arah gerak benda sama dengan arah g)

Benda dilepas dari ketinggian tertentu kearah permukaan bumi (tidak diberi kecepatan awal), disebut gerak jatuh bebas, mempunyai persamaan : Kecepatan pada saat ke t : vt = gt Besar lintasannya : s = 1/2 gt 2

21

vo = 0

s=h vt g

Gambar 3.5 Contoh Soal 1 : Seorang pengendara motor melaju dengan kecepatan konstan 10 m/s melewati sebuah pos polisi. Karena kecepatan pengendara motor itu melebihi batas kecepatan maksimum yang diperbolehkan, maka tepat ketika ia melewati pos tersebut, seorang polisi mengejarnya dengan mobil patroli dengan percepatan 2 m/s2. tanpa kecepatan awal. Tentukan dimana pengendara motor berhasil ditangkap polisi ! Jawab : Dimanapun pengendara motor ditangkap, besar lintasan yang ditempuh oleh keduanya sama. Lintasan oleh pengendara motor yang melaju dengan kecepatan konstan mempunyai persamaan : s = v.t, sedang lintasan oleh mobil patroli polisi yang melaju dengan percepatan dan tanpa kecepatan awal, persamaannya : s = a.t 2. Dengan demikian maka : v.t = at2 10.t = .2.t2 10 = .2.t Waktu yang ditempuh : t = 10 s Maka pengendara motor tersebut ditangkap ditempat yang berjarak s = a.t2 = .2.102 = 100 m, diukur dari pos polisi.

Contoh Soal 2 : Sebuah lift yang bagian atasnya terbuka, bergerak vertikal keatas dengan kecepatan tetap 10m/s terhadap acuan bumi. Ketika sudah berada pada ketinggian 100m, seorang didalam lift melemparkan bola keatas dengan kecepatan 20m/s relatif terhadap lift, sementara lift terus bergerak keatas dengan kecepatan tetap. Hitung tempat tertinggi dari bola yang dilempar, tentukan pula berapa lama waktu yang diperlukan oleh bola sejak dilempar sampai jatuh kembali ke tempat semula di lift tersebut (g = 9,8m/s2). 22

v = g.t s = g.t2 v = 10m/s s = v.t

10 m/s 15,32m

45,92m 10 m/s 20m/s (thd.lift) =30m/s(thd.bumi) v =10 m/s 100m 30,6m

Jawab : Bola dilempar keatas (Dari tempat berketinggian 100m) dengan kecepatan relatif 20m/s terhadap lift, sedang lift sendiri mempunyai kecepatan 10m/s terhadap bumi, berarti kecepatan bola terhadap bumi adalah = 20m/s +10m/s =30m/s.

Karena arah bola melawan arah gravitasi bumi maka persamaan untuk kecepatan bola : vt = vo g.t ; Pada titik tertinggi kecepatan bola vt = 0 sehingga : 0 = vo g.t 0 = 30 9,8.t ; Maka waktu yang diperlukan bola untuk mencapai titik tertinggi adalah t = vo/g = 30/9,8 = 3,06 sekon. Adapun lintasan bola yang ditempuh untuk mencapai titik tertinggi = s = vo.t g.t2 ; s = 30.3,06 .9,8.3,062 = 45,92 m, atau apabila diukur dari permukaan bumi, tempat tertinggi bola = 45,92+100 = 145,92m. 23 Ketika bola sedang bergerak keatas, lift juga tetap bergerak keatas dengan kecepatan tetap 10m/s sehingga ketika bola mencapai titik tertinggi, lintasan yang ditempuh oleh lift adalah s = v.t = 10.3,06 = 30,6m, atau apabila diukur dari permukaan bumi = 30,6 + 100 = 130,6m. Ketika selisih jarak antara posisi lift dan bola 15,32m, lift sedang bergerak keatas dengan persamaan lintasan s = v.t, sedang bola mengalami gerak jatuh bebas dengan persamaan lintasan s = g.t2 dan keduanya bertemu pada suatu tempat dimana total jarak keduanya = v.t + g.t2 , ini = 15,32m sehingga : v.t + g.t2 = 15,32 , atau : 10.t + .9,8.t2 15,32 = 0 ini adalah bentuk persamaan kwadrat dalam t: 4,9 t2 + 10.t -15,32 = 0 Gunakan rumus : t
1,2

= (-b+

b -4.a.c)/2a
2

Diperoleh harga t

=1,07 sekon. Dengan demikian, waktu yang diperlukan bola sejak dilempar sampai mencapai titik tertinggi kemudian kembali ke lift = 3,06 + 1,07 = 4,13 sekon.

4
3.2. Gerak Parabola
Sebuah benda yang dilemparkan atau ditembakkan dengan kecepatan awal vo dan sudut kemiringan tertentu misal , maka lintasannya berbentuk parabola (lengkung) akibat pengaruh gravitasi bumi. Apabila komponen kecepatan ini diuraikan ke sumbu x dan sumbu y maka komponen kecepatan yang dipengaruhi oleh percepatan gravitasi g adalah komponen kecepatan yang berada pada sumbu y yakni vy.

voy = vosin y vo vox = vocos g x

Gambar 3.6 24 Kecepatan awal benda berikut : Pada sumbu x : Kecepatan vx = voxcos Lintasan sx = vxcos. t Pada sumbu y : Kecepatan vy = voysin g.t Lintasan sy = vysin. t 1/2 g.t2 vo dapat diuraikan menjadi komponen kecepatan pada

sumbu x dan y dengan persamaan gerak pada masing-masing sumbu sebagai

Contoh Soal : Seorang pengendara mobil berpetualang di lereng sebuah bukit. Sesampai diujung jalan yang terjal, ia sengaja menginjak pedal gas untuk me lompatkan mobilnya ke tempat yang lebih rendah dengan kecepatan 9m/s. Tentukan posisi mobil, jarak dari tempat ia menginjak pedal gas, dan kecepatan nya, setelah 1 sekon. y vo O y vx=vo x

vy=-g.t

Jawab : Ketika mobil akan dilompatkan, posisi mobil adalah xo=0, dan yo=0. Kecepatan awal hanya kearah horizontal saja yakni vox = 9m/s2, sedang voy = 0 Setelah bergerak selama 1 sekon, posisi pada sumbu x = vox.t = 9.1 = 9 m, sedang posisi pada sumbu y (gerakan mobil ini pada sumbu y merupakan gerak jatuh bebas) adalah : y = -1/2g.t 2 = -1/2.9,8.12 = - 4,9 m. Tanda negatif menunjukkan bahwa posisi mobil sekarang berada dibawah posisi mula-mula. 25 Jarak mobil setelah dilompatkan 1 sekon diukur dari posisi mula-mula adalah : s = x2+y2 = (9)2+(-4,9)2 = 10,25 m. Kecepatan mobil setelah 1 sekon adalah merupakan jumlah vektor dari komponen kecepatan pada arah sumbu x dan komponen kecepatan pada arah sumbu y, dimana vx = vox = 9 m, sedang vy = -g.t = - 9,8.1 = -9,8 m/s. Maka besar kecepatan mobil setelah 1 sekon adalah : v = vx2+vy2 = (9)2+(-9,8)2 = 177,04 = 13,3 m/s.

3.3. Gerak Melingkar


Suatu benda yang bergerak melingkar dengan jari-jari r, meskipun kecepatannya tetap, arahnya setiap saat berubah. Dikatakan bahwa ada percepatan a yang berperan merubah arah kecepatan tersebut dan disebut percepatan centripetal ac karena arahnya selalu menuju ke pusat lingkaran. Besar lintasan S yang ditempuh oleh benda per waktu disebut kecepatan linier v, sedang besar sudut yang ditempuh oleh benda per waktu disebut kecepatan sudut . Apabila suatu saat besar kecepatan benda berubah maka dikatakan bahwa benda mengalami percepatan tangensial atau juga disebut percepatan normal at . Waktu yang diperlukan oleh benda untuk ber gerak melingkar 1 kali disebut periode = T. v Apabila benda bergerak melingkar 1 kali, v maka kecepatan linier v = panjang keliling

lingkaran per T, jadi v = 2r/T (m/s). Besar sudut yang ditempuh oleh benda pada saat bergerak melingkar 1kali adalah 2 rad. sehingga kecepatan sudut = 2/T (rad/s). Gambar 3.7 Maka diperoleh hubungan bahwa : v = . r. Percepatan centripetal ac = v2/r = 2.r rad/s2 26

Adapun besar percepatan tangensial at = .r ; (Percepatan centripetal () arahnya menuju ke pusat lingkaran yang berfungsi merubah arah kecepatan v, sedang percepatan tangensial (at) searah dengan arah kecepatan linier v) Gerak Rotasi dengan Percepatan/Perlambatan: Jika sebuah roda berjari-jari r berputar dengan kecepatan sudut o, kemudian dalam waktu t kecepatan sudutnya berubah menjadi t , berarti ada percepatan sudut yang besarnya : ( Perhatikan : kondisi disini identik sekali dengan persamaan pada GLBB!) = t - o t = t - o .(1) t Persamaan tersebut dapat ditulis : t - o = a.t t = o + .t Besar kecepatan rata-rata = t + o = .t = ( t + o )t , maka 2 = perpindahan sudut (angular displacement) = ( o + o + .t ) t sehingga = o. t + .t 2 ..(2) 2 Apabila persamaan (1) di substitusikan ke persamaan (2) maka diperoleh : 2

= o.t = o ( t - o ) + . ( t - o ) 2 t2 = o2 + 2 . 2

Energi Kinetik Rotasi : Suatu benda yang berputar merupakan massa yang bergerak, maka mempunyai energi kinetik rotasi. 27 Misal benda tersebut berputar dengan kecepatan sudut . Apabila tiap elemen benda bermassa mi bergerak dengan kecepatan linier vi maka energi kinetik totalnya adalah Ek = 1/2mi.vi2 Karena v = .r , maka besar Energi Kinetiknya adalah : Ek = m. 2.r 2 Harga m.r2 disebut momen inercia I, maka I = m.r2, sehingga Ek = I. 2 Contoh hubungan antar roda : RPM = Rotation Per Minutes, dimana : 1RPM = 2/60 rad/s Disini : vA = vB

A A B

(Kecepatan linier A = kecepatan linier B)

vA = vB (Kecepatan linier A = kecepatan linier B)

A B
Contoh Soal 1:

A =

(Kecepatan sudut A = kecepatan sudut B)

Apabila Jari-jari RA = 0,8m, RB = 0,2m, sedang RC = 0,5m, sedang roda C berputar dengan kecepatan sudut sebesar 1000RPM, tentukan kecepatan linier roda C!

A B

C
28

Contoh Soal 2. Sebuah roda berputar dengan kecepatan sebesar 1800 RPM. Jika direm selama 1 menit, kecepatannya berubah menjadi 1200 RPM. Apabila roda tersebut terus di rem sampai berhenti. a) Tentukan besar perlambatan sudutnya t b). Jika terus direm dengan perlambatan tersebut sampai berhenti, hitung lama (t) pengereman
1menit

c). Hitung jumlah putaran roda sejak direm sampai berhenti !

(Ingat, setiap berputar 1 kali, besar sudutnya = 2 rad, berarti untuk menghitung jumlah putaran, sama dengan besar sudut dibagi 2, jadi: Jumlah putaran = /2) Contoh Soal 3 : Rancanglah sebuah tikungan jalan miring yang jari-jari kelengkungannya 100m. Apabila mobil yang melewati tikungan tersebut berkecepatan 25 m/s, berapa sudut kemiringan jalan agar mobil tersebut dapat berlalu dengan aman? Contoh Soal 4 : Jari-jari roda A = 0,5m sedang roda B = 0,2m B A Apabila roda B berputar dengan kecepatan sudut 1000 RPM, tentukan besar kecepatan linier dari Roda A !

29

5
4. GRAVITASI DAN GAYA
4.1. Gravitasi
Gravitasi merupakan efek universal sebagai akibat adanya gaya tarik menarik antara suatu benda dengan benda lainnya, yang secara kwantitatif dinyatakan dalam hukum gravitasi universal yang dikemukakan oleh Newton. Setiap gaya yang beraksi terhadap benda menentukan geraknya. Dibedakan dua macam gaya yakni : Gaya fundamental (Fundamental force) dan gaya turunan (Derived force). Gaya fundamental adalah gaya yang sudah ada dialam, ada 4 macam yakni : gaya gravitasi, gaya elektromagnetik, gaya nuklir kuat, dan gaya nuklir lemah. Adapun gaya turunan merupakan hasil dari operasi gaya fundamental. Sebagai contoh, gaya gesek dan gaya pegas, keduanya adalah gaya turunan. Dalam analisis terahir, kedua gaya ini adalah merupakan hasil dari gaya-gaya diantara molekul-molekul, dan gaya-gaya ini merupakan keluaran dari gaya elektromagnetik yang adalah merupakan gaya fundamental. Adapun gaya tarik menarik yang terjadi antara suatu benda bermassa m dengan bumi yang bermassa M merupakan gaya gravitasi yang bukan gaya turunan. Hukum Gravitasi Universal Newton menyatakan bahwa : Gaya gravitasi yang bekerja pada suatu titik bermassa m terhadap titik massa lain yang bermassa M adalah merupakan gaya tarik menarik yang besarnya berbanding terbalik dengan kwadrat jarak r antar kedua benda tersebut.

F = - (G.m.M)/r2 F = gaya tarik menarik

G = Konstanta gravitasi universal = 6,67.10 -11 Nm2/kg2 m = massa benda bermassa m (kg) M = massa benda bermassa M (kg) r = jarak antara dua benda (meter) 30 Tanda negatif (-) menunjukkan bahwa gayanya adalah bersifat tarik menarik. Karena besar gaya gravitasi yang dialami oleh benda bermassa m akibat adanya percepatan gravitasi g adalah F = m.g, sedang harga ini = Gm.M/r2 , maka : m.g = Gm.M/r2 , dengan demikian besar g = G.M/r2 G = konstanta gravitasi yang harganya diperoleh berdasarkan data eksperimen. Konstanta ini mencirikan kekuatan gaya gravitasi dan hanya bisa diketahui harganya jika kedua massa yang tarik menarik diketahui.. Energi potensial terkait dengan gaya gravitasi : Gaya gravitasi tergantung kepada jarak dari benda yang dipengaruhinya dari pusat gaya. Oleh karena itu merupakan gaya konservativ dan dapat diturunkan dari fungsi energi potensialnya. Besar energi potensial gravitasi Ep = - F.dr = -

-Gm.M.dr/r = - G.m.M/r Ep = - G.m.M/r.


2

Apabila persamaan F =G.m.M/r2 didiferensialkan ke r diperoleh: dF=-2G.m.M.dr/r3 sehingga dF/F = - (2G.m.M.dr/r3 ) / G.m.M/r 2 , atau : dF/F = -2dr/r ..................(1) Apabila persamaan F = m.g juga didiferensialkan maka diperoleh dF = m.dg, atau dF/F = dg/g ........(2) maka diperoleh : dg/g = -2 dr/r KETERANGAN : dg = perubahan besar percepatan gravitas dr = perubahan besar jarak (ketinggian) r

4.2. Gaya
Hukum Newton :

1. Suatu benda yang diam akan terus diam, sedang suatu benda yang bergerak lurus dengan kecepatan konstan akan terus bergerak dengan kecepatan konstan, jika tidak ada gaya yang mempengaruhinya.

31 2. Jika sebuah benda dikenai gaya F maka akan mengalami percepatan a yang besarnya berbanding lurus dengan gaya tersebut dan arahnya sama. F = m x a 3. Sebuah benda yang dikenai gaya aksi akan melakukan perlawanan dengan gaya reaksi yang sama besar,sedang arahnya berlawanan dengan gaya aksi tersebut. Gaya Aksi = - Gaya Reaksi, jadi FAksi = - F Reaksi Cara Menentukan Besar Gaya : 1. CARA STATIK :Jika benda berada dalam keadaan diam, maka gaya resultant (gaya netto) yang bekerja pada benda = 0 ; jadi F = 0 ( Fx =0 ; Fy =0 ; Fz =0) Benda diam Gambar 4.1 2. CARA DINAMIK : a). Jika benda bergerak dengan kecepatan konstan, berarti pada benda tidak ada percepatan linier a, berarti juga gaya resultant yang bekerja pada benda = 0 Jadi F = 0 ( Fx =0 ; Fy =0 ; Fz =0) v Gambar 4.2 v

Benda bergerak dengan v konstan

b). Jika benda bergerak dengan kecepatan berubah, berarti ada percepatan a, maka : F = m x a

32

a
vo vt Benda bergerak dengan percepatan a Gambar 4.3 Contoh Soal 1(Cara Statik ): Sebuah benda berat 1000 newton digantung dengan dua tali seperti pada gambar. Tentukan besar gaya tegangan tali TA dan TB !

30 TA

60 TB

1000N Contoh Soal 2(Cara Dinamik dengan percepatan a ): Tentukan besar gaya percepatan a dan gaya tegangan tali T sistim sebagai berikut, dimana g = 9,8m/s 2 : (TA = TB = T)!

Contoh Soal 3 : Berapa gaya yang diperlukan oleh mesin

TA

TB

untuk mengangkat beban bermassa 1000kg dengan percepatan 2m/s2 ( g = 9,8m/s2 ) F=?

a A
100kg

B
500kg
800kg

g = 9,8m/s2

1000kg

33 Contoh Soal 4 : (Cara Dinamik dengan percepatan a ): Hitung percepatan sistim


dan gaya tegangan tali T!

100kg T Licin Sempurna T

a
10 kg Contoh Soal 5 : Sebuah lift sewaktu masih kosong , bermassa sama dengan beban penyeimbangnya =1000kg Kemudian beberapa orang masuk lift, setelah itu mesin lift bekerja dan mengangkat lift ke atas dengan gaya 6000N sehingga lift bergerak dengan percepatan 2m/s2. Tentukan massa total para penumpang lift tersebut ! ( g = 9,8m/s2) F=6000N

a=2m/s2

1000 kg

Contoh Soal 6 : .

F=100N Sebuah benda ditarik dengan gaya 100N 45o membentuk sudut 45o terhadap horizontal

100kg

Tentukan besar gaya normalnya ! g = 9,8m/s2

34 Dinamika Gerak Melingkar : Contoh Soal 1 : Sebuah peti bermassa 100 kg bergerak melingkar beraturan diatas papan licin sempurna (tanpa gesekan) karena diikat dengan tali yang panjangnya 5 m. Jika peti menjalani 2 putaran per sekon, hitung besar gaya yang dialami oleh tali! Jawab : Frekwensi f = 2 maka periode T = 1/f = =0,5 s. Percepatan centripetal a c = v2/r = 4 R/T2 = 4.(3,14) 2.5 / 0,52 =789,57m/s2 .Gaya pada tali merupakan gaya centripetal Fc = m.v2/R = m.ac = 100.789,57 = 78957 N. Contoh Soal 2 : Sebuah bola bermassa m digantung dengan tali yang panjangnya L kemudian bola diputar sehingga bergerak melingkar dengan jari-jari R seperti pada gambar. Hitung besar gaya tegangan pada tali dan sudut nya ! Jawab :
2

F F A L

Fcos F

Fsin W = m.g

Disini tidak ada gaya vertikal, Fy = 0 ; Gaya horizontal mengarah ke pusat lingkaran, ini pasti harus sebanding dengan m.v2/R sehingga Fx = F sin = m.v2/R F sin - m.v2/R = 0, sedang pada arah vertikal, Fy = F cos - m.g = 0 F = m.g/cos Masukkan harga F ke persamaan Fx

(m.g/cos )sin =m.v2/R m.g.tg =m.v2/R tg = v2/g.R R = L sin , 2Lsin/ tg = v2/g.R = (2Lsin/) /g.R sin /cos = 4 L sin / g.R 1 /cos = 4 RL / g.R = 4 L / g. cos = g./ 4 L T = 2 /g
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

sehingga : v = 2R/T =

L cos

35

5. GESEKAN
N
Gesekan (Gaya Gesek) f, merupakan gaya yang melawan gerak relative dari dua permukaan yang bersinggungan Benda yang belum dikenai gaya kesamping, belum meng

W
Gambar 5.1

alami gaya gesek apapun, baik statik maupun kinetik.

Ada dua macam gaya gesek : 1. Gaya gesek statik fs: adalah gesekan antara dua permukaan yang diam 2. Gaya gesek kinetik fk : adalah gesekan antara dua permukaan yang bergerak N=W N=W N=W

F
fs W

F
fs max W fk W

Gambar 5.2

1. Benda yang diberi gaya


F relativ kecil dan benda masih diam, sudah timbul gaya gesek statis dimana :

2. Benda diberi gaya F yang 3. Benda sedang dalam


cukup besar sehingga benda tepat akan bergerak, maka berlaku persamaan : keadaan bergerak,maka berlaku persamaan :

fk = k.N
Disini ada hal penting untuk diperhatikan : Jika F=fk mk benda sedang bergerak dg v konstan. Jika F>fk mk benda sedang bergerak dg percepatana

f s <s.N

f s = s.N

36 Koefisien gesek : adalah angka perbandingan antara gaya gesek dengan gaya normal Koefisien gesek s : adalah angka perbandingan antara gaya gesek statik maximum dengan gaya normal Koefisien gesek k : adalah angka perbandingan antara gaya gesek kinetik dengan gaya normal Contoh Soal 1: 1.a). Apabila benda R yang tidak diketahui massanya menarik benda P dan Q sehingga semua bergerak bersama-sama dengan kecepatan konstan, tentukan massa R b). Jika massa benda R diganti dengan benda lain yang besar massanya 300kg, hitung besar percepatan bersama a NQ Np P Q T

R WQ Npsin30 WP 100kg P = 0,5 30o g = 9,8 m/s2 R 37 Contoh Soal 2: Jika benda A,B, dan C bergerak bersama-sama dengan percepatan a = 2m/s2, tentukan besar massa benda A yang belum diketahui! v konstan Q 100kg Npcos30 WR = mR.g

= 0,5

100kg

C B A 30o
=0,4 Contoh Soal 3: . Benda P,Q, dan R bergerak bersama-sama dengan kecepatan v konstan, tentukan massa benda Q seperti pada gambar berikut : =0,2 200kg

200kg

Q P
= 0,2 =0,2 v konstan

R
=0,2 200kg

60o 30o
38 Tikungan Datar

Mobil bergerak melingkar pada suatu tikungan datar berjari-jari R. Jika koefisien gesekan statik antara roda dan jalan adalah s , berapa kecepatan maksimum (v max m) mobil agar tetap pada jalur tikungan tersebut dengan tidak tergelincir ? Jawab : Anggap gambar kotak kecil adalah mobil yang sedang berbelok di tikungan W = Berat mobil ; N = Gaya Normal ; f = Gaya Gesek mobil pada jalan, dimana arah gaya gesek menuju ke pusat kelengkungan tikungan berjari-jari R. N Percepatan ac = v2/R kearah pusat kelengkungan harus disebabkan oleh gaya gesek f = s.N, maka f Fx = f = s.N = m.v2/R , sedang Fy=N-m.g =0 Disini f diperlukan untuk menjaga agar mobil tetap W = m.g bergerak dalam lintasan lingkaran.

Besar gaya gesek f akan bertambah dengan bertambahnya kecepatan, tetapi gaya gesek maksimum yang tersedia adalah f
max

= s.m.g yang mana merupakan harga

konstan, dan ini menentukan kecepatan maksimum mobil agar tidak tergelincir. Maka jika f max disubstitusikan ke persamaan f dan v maximum ke persamaan v diperoleh : s.m.g = m.v2max / R Diperoleh : v max = Tikungan Miring . Apabila sebuah mobil bergerak melingkar pada suatu tikungan miring, meskipun jalan licin (tanpa gesekan), mobil dengan kecepatan tertentu bisa berbelok tanpa tergelincir. Jadi terdapat korelasi antara kecepatan mobil v dengan sudut kemiringan suatu tikungan. Jelaskan korelasi v dan sudut ! 39

s.g.R

Ncos

Nsin W=m.g Kotak kecil ditengah tikungan jalan miring adalah mobil yang sedang melaju dengan kecepatan v, sedang N adalah gaya normal pada mobil yang arahnya tegak lurus terhadap permukaan jalan miring. Secara trigonometris dapat dibuktikan bahwa besar

sudut pada mobil sama dengan sudut kemiringan jalan. Pada keadaan disini, penyebab gaya m.v2/R adalah : N sin , jadi : Fx = N sin = m.g N = m.g/ maka diperoleh : tg = = m.v2/R ......(1) Fy = Ncos

cos .....(2) = m.v2/R ,

Harga N ini dimasukkan ke persamaan (1) diperoleh : (m.g / cos ) sin v 2/ g.R

Dalam merancang jalan mobil ataupun kereta api, tikungan sering dimiringkan untuk kendaraan dengan kecepatan rata-rata. Jadi jika jari-jari kelengkungan tikungan R = 230 m dan kecepatan v = 25m/s maka sudut kemiringannya adalah : tg = v 2/ g.R = arc tg {(25)2/ 9,8.230} = 15o

40

7
6. ENERGI DAN KERJA
6.1. Energi (E)
Energi didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja (usaha). Berbagai macam bentuk energi antara lain: energi mekanik, kimia, elektromagnetik, panas, nuklir, cahaya, dan sebagainya. Disini hanya akan dibahas energi mekanik. Energi suatu benda diukur berdasarkan kemampuan kerja yang dapat dilakukan, oleh karenanya satuan energi sama dengan satuan kerja yakni joule (J) Energi Mekanik banyak macamnya, ada dua yang penting yakni : 6.1.1. Energi Potensial Energi Potensial merupakan energi yang dimiliki oleh benda karena posisinya, contoh: 1. Benda yang berada pada ketinggian tertentu diatas permukaan bumi : Ep = m.g.h

Ek = 0 Ep = m.g.h Ek = m.v2 h h v Ek = m.v2max Ep = 0 Gambar 6.1 vmax 2. Pegas yang ditarik atau ditekan dengan gaya F tertentu sejauh x :

x F Gambar 6.2 k = konstanta pegas ; x = simpangan dari posisi mula-mula 41 6.1.2. Energi Kinetik Energi Kinetik merupakan energi yang dimiliki oleh benda akibat geraknya. Semua benda bermassa m yang bergerak dengan kecepatan v, mempunyai energi kinetik yang besarnya mv2 Gambar 6.3 m v Ek = mv2 Ep = k.x2

6.2. Kerja (W)


Kerja didefinisikan sebagai hasil perkalian antara gaya F yang beraksi terhadap

Suatu benda dengan lintasan s dari benda tersebut dalam arah yang sama. Bila sebuah benda ditarik dengan gaya F sejauh s, maka besar kerjanya adalah :

W = F cos . s

Fcos s

Gambar 6.4 Hubungan antara Kerja dan Energi Jika sebuah benda bermassa m ditarik dengan gaya F dalam arah horizontal sejauh x dengan kecepatan awal vo, kemudian mendapat percepatan a sehingga dalam waktu t kecepatannya berubah menjadi vt, maka Kerja W = F.x = m.a.x x = v.t = (vo+vt) t ; a = vt-vo ; maka W = m(vt-vo)(vo+vt) t sehingga : 2 t t 2

Kerja W = m.vt2 - m.vo2 (Kerja = Energi Kinetik akhir Energi Kinetik awal) Untuk sebuah benda jatuh, besar energi kinetik maupun energi potensialnya akan berubah-ubah pada setiap tempat sebagai fungsi dari ketinggian. Ketika energi kinetiknya membesar maka energi potensialnya mengecil, demikian pula sebaliknya sehingga besar rata-rata Energi Kinetik = rata-rata Energi Potensial. Dengan demikian maka besar kerja yang dilakukan oleh benda juga dapat dinyatakan : 42 Kerja :

W = m.g.h2 m.g.h1

(Kerja = Energi Potensial ditempat 2 Energi Potensial ditempat 1) Demikian pula pada gerak pegas maka : Kerja W = k.x22 - k.x12 ( kx22 = Energi Potensial ditempat 2, sedang kx12 = Energi Potensial ditempat 1) Contoh Soal 1 : Sebuah mobil menarik beban bermassa 2000kg dengan gaya F sejauh 4000m dan melaju dengan kecepatan konstan. Jika koefisien gesek kinetik sepanjang jalan 0,4 dan g =9,8m/s2, tentukan besar kerja yang dilakukan oleh mobil ; hitung pula besar kerja oleh gaya gesek!

2000kg

30o

Contoh Soal 2 : Seorang dari helikopter berketinggian 200m menarik beban bermassa 100kg dari permukaan bumi kearah atas sehingga beban bergerak dengan percepatan 4m/s2. Tentukan : a. Kerja yang dilakukan oleh penarik b. Kerja yang dilakukan oleh bumi c. Kerja yang dijalani oleh beban tsb d. Kecepatan akhir beban tersebut.

43

. a = 4m/s2 200m 100kg

g=9,8m/s2 Contoh Soal 3 : F sudut Sebuah benda bermassa 200kg ditarik dengan v konstan gaya F sejauh 500m dengan membentuk

200kg k=0,2 Contoh Soal 4 : F 100kg 30o A

60o

60o terhadap bidang horizontal. Jika besar koefisien gesek kinetik k = 0,2 hitung besar kerja yang dilakukan oleh penarik! ( g = 9,8m/s2 ) B Jarak dari A ke B adalah 200m Seseorang menarik peti dengan gaya F dengan kecepatan konstan dari A ke B Tentukan besar kerja (usaha) yang di lakukan oleh orang tersebut ! ( g = 9,8m/s2 )

k=0,5

44

8
7. MESIN-MESIN ANGKAT
7.1. Pengantar Mesin didefinisikan sebagai alat untuk transformasi gaya, yakni merubah besar maupun arah gaya. Pada masa sekarang, penggunaan mesin sangat mendominasi berbagai kegiatan manusia di berbagai bidang, seperti : Industri, Transportasi, Pertanian, bahkan Kedokteran dan Pendidikan, serta banyak bidang yang lain. Di dunia Teknik Sipil, mesin pada umumnya digunakan sebagai alat penunjang untuk melaksanakan kegiatan pembangunan suatu obyek, misalnya gedung, jembatan, jalan raya, terminal, dan sebagainya. Sesuai dengan kebutuhan di lapangan, mesin mesin yang banyak diperlukan adalah berupa mesin yang berfungsi mengangkat dan

memindahkan benda-benda bermassa besar seperti beton, baja, balok kayu, batu, lempengan besi, dan bahan-bahan bangunan lainnya. Oleh karena itu, digunakan mesin angkat yang berfungsi untuk kelancaran dan kemudahan pelaksanaan suatu bangunan. Terdapat banyak jenis mesin angkat, semakin besar nilai efisiensi suatu mesin yang digunakan, tentu semakin baik. Ada beberapa besaran yang digunakan untuk menunjukkan ukuran kemampuan mesin, yakni : 7.2. M.A.(Mechanical Advantage): merupakan harga perbandingan antara besar gaya beban yang diangkat dengan gaya yang digunakan untuk mengangkat . Fo = Gaya beban yang diangkat (Gaya output = berat beban) Fi = Gaya yang digunakan untuk mengangkat (Gaya inp 7.3. D.R.(Distance Ratio): merupakan harga perbandingan antara panjang yang digunakan untuk mengangkat, dengan panjang yang ditempuh oleh beban 45 Si = Panjang yang digunakan D.R. = Si/So untuk mengangkat (Panjang input) So = Panjang yang ditempuh oleh beban (Panjang output) Menurut hukum kekekalan energi, apabila suatu kerja diberikan kepada sebuah sistim (kerja input) maka kerja yang dihasilkan oleh sistim tersebut (kerja output) besarnya haruslah sama, tentu dengan catatan tidak ada energi yang hilang dalam proses tersebut (Sebenarnya tidak ada energi yang hilang, hanya berubah menjadi bentuk energi lain yang dalam kondisi tertentu merugikan fungsi mesin, misalnya: berubah menjadi panas

M.A = Fo/Fi

akibat gesekan). Sehingga apabila dalam proses tersebut dianggap tidak ada energi yang hilang (mesin dianggap ideal), maka berlaku persamaan : FoSo = Kerja output Fi.Si = Kerja input Persamaan ini bentuknya dapat dirubah menjadi : Fo/Fi = Si /So Sehingga : Efisiensi didefinisikan sebagai harga perbandingan antara besar kerja output dengan besar kerja input (dinyatakan dalam persen), sehingga : M.A. = D.R.

Fo.So = Fi .Si

Efisiensi = .. x 100 % D.R. 46

0 < < 1

Suatu kenyataan bahwa pada sebuah mesin, senantiasa terdapat faktor-faktor yang merugikan kerja mesin, misalnya gesekan, panas, kelembaban, korosi, dan lain sebagainya yang tidak diinginkan, sehingga menyebabkan efisiensi mesin tidak pernah dapat mencapai 100 %, sebagaimana yang dinyatakan dalam hukum thermodinamika. Hal-hal yang merugikan kerja mesin akan merubah besarnya harga M.A., tetapi tidak berpengaruh terhadap harga D.R. (Penjelasan dari pernyataan ini dapat dibaca pada pembahasan terhadap katrol tunggal di halaman selanjutnya). 7.4. Macam macam mesin angkat

Beberapa jenis mesin angkat yang akan dibahas dan banyak digunakan untuk menunjang kegiatan dalam bidang teknik sipil adalah : Katrol tunggal ; Katrol Ganda, meliputi : Katrol Sistim Pertama, Katrol Sistim Kedua, dan Katrol Sistim Ketiga ; Katrol diferensial Weston ; Roda Poros ; Roda Poros Diferensial ; Dongkrak Sekrup Sederhana ; Bidang Miring ; Kerekan Ketam Tunggal ; Kerekan Ketam Ganda ; Roda Cacing. a. Katrol Tunggal Mesin sederhana ini dalam keadaan ideal mempunyai harga M.A = 1, yang diperoleh dari Fo / Fi , dimana : besar gaya Fi yang digunakan untuk mengangkat beban W (sebagai gaya output Fo) besarnya sama dengan besar So Fo W Fi Si Fo . Demikian pula harga D.R. juga = 1 yang diperoleh dari Si/So, karena untuk menaikkan W setinggi So= x m harus menarik Si sepanjang x m juga. Dalam keadaan seperti ini maka M.A. = D.R. (Perhatikan: Fo = W) 47

Tetapi keadaan menjadi lain apabila kondisi mesin tidak ideal, misalnya katrol tersebut sudah karatan yang menyebabkan roda sukar berputar akibat gesekan. Dalam keadaan demikian maka bisa terjadi bahwa untuk mengangkat beban W yang beratnya misal 1000N ( sebagai Fo ), diperlukan gaya Fi yang lebih besar dari 1000N karena sebagian gaya Fi digunakan untuk melawan gaya gesek pada roda. Namun meski kondisi katrol demikian, tidak mempengaruhi harga D.R. karena, jika tali Si bisa ditarik sepanjang x m, maka beban W tetap naik setinggi x m. Dikatakan bahwa, gaya luar hanya berpengaruh terhadap harga M.A. saja. b. Katrol Ganda

Sistim Pertama : DR = Jarak yang digerakkan oleh kerja Jarak yang dijalani oleh beban 4 T3 DR = 2n ; dimana n = jumlah roda katrol T2 T1 1 Jika massa katrol bebas (nomor 1,2,dan 3) W cukup besar, maka perlu dihitung juga! Katrol tetap ( nomor 4) tidak berpengaruh 48 Perhatikan, jika mesin ideal maka MA=DR, tetapi jika mesin tidak ideal, maka : hubungan antara MA dan DR adalah : fisiensi = DR Sistim Kedua : Untuk menentukan MA disini, caranya dengan menghitung jumlah tali yang me nahan beban, disini ada 4 tali, maka : jika mesin ideal, MA = Fo/Fi = Si/So = 4 12 3 4 5 Fi ( tali nomor 5 tidak dihitung karena M.A. x 100% ( 0<<1) 3 3 2

Fi

bebas, disini n ada 3 buah ( Katrol tetap yakni no.4, tidak dihitung) Dalam keadaan ideal, MA = DR, maka MA = Fo/Fi = W/Fi = Si/So = 2n

sebenarnya hanya merupakan kelanjutan dari tali 1 yang sudah dihitung)

Disini jumlah tali yang menahan beban ada 5 tali, maka :

Fi
12 3 4 5

MA = Fo/Fi = Si/So = 5 (tali nomor 5 harus dihitung karena ikut menahan beban)

49

MA = 3

Fi MA = 4

Fi

Sistim Ketiga :

W = T1+T2+T3+T4 4
T4 T1 = Fi T2 = 2T1 = 2Fi T3 = 2T2 = 2(2Fi) = 22Fi T4 = 2T3 = 2(22Fi) = 23Fi T3 W = Fi+2Fi+22Fi+23Fi W/Fi = (1+2+22+23+2n) T2 maka untuk n buah katrol :

2 1
T4 T3 T2 T1 T1

MA =Fo/Fi =W/Fi = 2n-1


(disini n = seluruh katrol)

Fi
W 50 Katrol Diferensial Weston :

R Fi
1 2

Jari-jari roda besar adalah R, sedang jari-jari roda kecilnya r. Jika tali di tarik dengan gaya Fi sehingga roda terputar satu kali maka berarti : panjang tali Si yang ditarik = 2R.

Fo
W

Maka tali 1 naik sejauh 2R juga, sedang tali 2 turun sejauh 2r. Ini membuat beban W naik setinggi : 2R-2r = R-r = So . Dengan 2

Demikian,MA = Si/So = 2R/( R-r) , atau : MA = 2R/(R-r) Roda Poros :

R r Fi
Jika tali pada silinder besar ditarik dengan gaya Fi sehingga silinder ter W putar 1 kali, berarti panjang tali yang ditarik = 2R (sebagai Si), dan beban W pada silinder kecil naik setinggi

2r (sebagai So). Dengan demikian, M.A.=Fo/Fi =Si/So=2R/2r = R/r

51 Roda Poros Diferensial :

r t 1

Pada saat tali ditarik dengan gaya Fi sehingga semua silinder terputar 1 kali, maka Si = 2R. Adapun tali 2 pada

silinder tengah naik sepanjang 2r,

Fi sedang tali 1 pada silinder kecil turun


W sepanjang 2t, ini membuat beban W

naik setinggi (2r-2t)/2 = r-t = So MA = Fo/Fi = Si/So= 2R/ ( r-t) atau : MA = 2R/( r-t)

R r t
Dongkrak Sekrup : W

w
d L

W = berat beban yang diangkat L = panjang lengan untuk kerja (Keliling putarannya=2L=Si) d = jarak antara gigi sekrup=So Maka : MA=Fo/Fi = Si/So = 2 L/d

52 Bidang Miring : L = panjang bidang miring AB h = tinggi dari C ke B

Fi L
Wsin

Gaya Fi yang bergerak dengan kecepatan konstan besarnya :

sama dengan Wsin , sedang


Fo A

Wcos C

beban yang dibawa = W = AMA = Fo/Fi = W/Wsin Jadi: AMA=1/sin = L/h

Kerekan Ketam Tunggal : n1 = jumlah gigi di roda 1 n2 = jumlah gigi di roda 2 L

n1

L = panjang gagang pemutar r = jari2 silinder tempat beban W=beban yang diangkat=Fo

r n2
W

Fi=gaya input pada gagang Dalam 1 putaran, Si = 2L Jumlah putaran roda 1 =1 kali Jumlah putaran roda 2= n1/n2 =jumlah putaran silinder beban maka beban W naik setinggi : 2r x n1/n2 = So, dengan demikian MA=Fo/Fi=Si/So = 2L /( 2r x n1/n2)= L.n2/r.n1 MA=Fo/Fi=Si/So=L.n2/(r.n1) 53

Kerekan Ketam Ganda :

n4
Dalam 1 putaran gagang,maka Si=2L

Jumlah putaran oleh roda 4 = 1 kali

Jumlah putaran roda 3 = n4/n3 kali

n3

n2

Jumlah putaran roda 2 = n4/n3 kali Jumlah putaran roda 1 = n2/n1 x n4/n3 Jarak yang ditempuh beban W = r 2

r x (n2/n1) x (n4/n3) = So

n1
(2r x n2/n1 x n4/n3)

MA=Fo/Fi=Si/So= 2L/ W Jadi MA = L.n1.n3/(n2.n4) Keteranga

n:

n4,n3, n2, dan n1 masing-masing adalah jumlah gigi yang ada di

roda 4,3,2, dan 1, sedang r = jari-jari silinder tempat beban Roda Cacing :

R = jari-jari roda kerja K C = cacing berulir R r = jari-jari silinder beban W n = jumlah gigi roda cacing

r
n

Dalam satu kali putaran roda-

Fi w
54

kerja K, jarak yang ditempuh adalah 2R = Si

Jika satu putaran roda K menyebabkan roda cacing bergeser 1 gigi, maka : silinder

beban akan terputar 1/n kali, dan jarak yang ditempuh oleh beban = So = 2r/n ; maka :MA=Fo/Fi=Si/So=2R/(2r/n) , Jadi: MA = R.n/r Contoh Soal 1 : Tentukan besar gaya Fi yang diperlukan untuk mengangkat beban 45000N, tentukan pula besar gaya tegangan tali T3! T4

T3 T2

T4 T3 T2 T1

T1

Fi

4500 Contoh Soal 2 : Pada sebuah Kerekan Ketam Ganda, panjang L=1 m n1=300 gigi; n2=100 gigi ; n3=400 gigi ; n4= 200 gigi ; adapun jari-jari tabung tempat beban = r = 0,2m Hitung besar gaya Fi yang diperlukan untuk mengangkat beban seberat 30000N!

n4

n3

n2

n1 r

30000N 55

10
8. MOMENTUM DAN TUMBUKAN
Sebelum penjelasan terkait dengan momentum, terlebih dahulu akan dibahas pengertian tentang pusat massa dan pusat berat. Pusat massa : adalah suatu titik pada benda dimana seluruh massa benda dapat dianggap terpusat pada titik tersebut. Pusat berat : adalah suatu titik pada benda dimana seluruh berat benda dapat dianggap terpusat dititik tersebut. Pusat berat merupakan fungs gravitasi. Misal ada dua partikel (benda titik) yang massa masing-masing adalah m1 dan m2 berada pada koordinat (x1,y1) dan (x2,y2) dari suatu titik acuan 0, maka pusat massanya adalah (x pm, y pm) dimana harganya diperoleh dari persamaan : y m1(.x1, y1) x pm = (m1.x1+ m2.x2) / (m1 + m2) y pm = (m1.y1 + m2.y2) / (m1 +m2) m2(.x2 ,y2) x Gambar 8.1 Untuk sejumlah partikel berlaku persamaan : x pm = mi xi /mi =(m1.x1 + m2.x2 + m3.x3 +.mn.xn) /m1 + m2 + m3 +.mn y pm = mi yi /mi =(m1.y1 + m2.y2 + m3.y3 +.mn.yn) /m1 + m2 + m3 +.mn Contoh Soal 1: Tentukan letal pusat massa dari tiga partikel dengan massa m1 = 1kg, m2 = 2kg, dan m3=3kg yang terletak pada titik-titik sudut segitiga sama sisi yang panjang sisinya 1m 56

y m3 1m 30o m1 1/2m 1/2m m2 x Gambar 8.2 1m

Jawab : x pm = mi xi /mi y pm = mi yi /mi x pm =(1.0 + 2.1 +3.1/2) /1+2 +3 = 0,8533 m y pm =(1.0 + 2.0 +3.0,866) /1+2 +3 = 0,433 m Jadi Pusat Massa terletak di titik : P ( 0,8533 ; 0,433 )

Contoh Soal 2: Pada tiga buah partikel dengan massa : m1 (-2,2) = 4 kg m2 (4,1) = 8 kg m3 (1,-3) = 4 kg bekerja gaya luar yang besarnya pada masing masing adalah : F1 = 6N ; F2 = 16N ; F3 = 14N Tentukan percepatan dari pusat massa sistim dan tentukan pula arahnya! F2 m1 (-2,2) = 4 kg F1 a pm m2 (4,1) = 8 kg P 63o

m3 (1,-3) = 4 kg F3 Gambar 8.3 57

Jawab : Letak pusat massa sistim diperoleh sebagai berikut : x pm =(-2.4 + 4.8 +1.4) /4+8 +4 = 1,75m y pm =(2.4 + 1.8 + -3.4) /4+8 +4 = 0,25m Pusat masanya ada pada titik P (1,75;0,25) ; Adapun besar gaya resultan pada sumbu x = Fx = 14-6 = 8 N ; Besar gaya resultan pada sumbu y = Fy = 16 N Gaya Fx dan Fy saling tegak lupus (membentuk sudut 90, maka besar gaya resultan yang bekerja pada pusat massa sistim adalah FR = Fx2 + Fy2 = 82 + 162 = 17,89 N Dengan demikian besar percepatan pusat massa = a pm = FR/m = 17,89/16 = 1,12m/s2 Gaya resultan FR ini membentuk sudut dengan sumbu x yang besarnya dapat dicari, Tg = Fy/Fx = 16/8 = 2, maka besar sudut = 63o Menentukan Pusat Massa Benda dengan Distribusi Massa Kontinyu : Apabila benda yang akan ditentukan pusat massanya berukuran relatif besar (bukan bentuk partikel) maka digunakan persamaan : r pm = r dm / dm

r pm = posisi pusat massa terhadap titik acuan 0 ; dm = elemen massa


Komponen-komponen dari r pm dapat ditentukan dari :

z dm r 0 x y Gambar 8.4 Contoh menentukan pusat massa sebuah batang kecil tipis dengan rapat massa dan panjang batang L : 58 x pm = x dm/ dm y pm = ydm / dm z pm = z dm/ dm

dx 0 x Gambar 8.6 Diambil elemen massa dm yang terletak pada jarak x. Jika tinjauan hanya 1 dimensi kearah memanjang saja maka rapat massa batang adalah = massa per panjang = , sedang elemen panjangnya dx, maka elemen massa dm = dx . dengan demikian pusat massa batang ini x pm = x dm / dm = xdx / dx = x dx / dx x pm = [1/2 x2] 0 L / [ x ] 0 L = L2/L = L L

8.1. Momentum Linier (P)


Momentum Linier didefinisikan sebagai hasil perkalian antara massa (m) dari suatu benda yang bergerak dengan kecepatan (v) nya. Untuk menyederhanakan pembahasan, benda obyek diasumsikan sebagai partikel (benda berukuran relatif kecil) m Gambar 8.7 v P = m x v (kg.m/s)

Hukum Newton menyatakan bahwa F = m (dv/dt) F.dt = m.dv. Jika benda bermassa m mula-mula bergerak dengan kecepatan v dan kemudian dalam waktu t kecepatannya menjadi v, maka :

F ot dt = m v vdv
untuk benda yang bergerak dari waktu t =0 sampai ke t, dan benda bergerak dengan kecepatan mula-mula v dan kecepatan akhir v maka hasil integralnya adalah : F.t = m.v m.v ; ini dinamakan impuls I, jadi : I = F.t = m.v m.v (m.v = momentum akhir ; m.v = momentum mula-mula) m m

v
Gambar 8.8 59

11

8.2. Tumbukan
Dua benda dapat bertumbukan apabila keduanya bergerak berlawanan arah, keduanya bergerak searah dengan kecepatan berbeda, atau salah satu benda bergerak sedang benda yang lain diam. Dua buah partikel masing-masing bermassa m1 dan m2 yang bergerak dan akan bertumbukan, masing-masing sudah mempunyai kecepatan, momentum, dan energi kinetik sebagai berikut : m1 Ek1=1/2m1v12 P1=m1v1 m2 m2

v1 v2

Ek2=1/2m2v22 P2=m2v2

F2
Ek1=1/2m1v12

m1 m1

F1
m2 Ek2=1/2m2v22

v1
Gambar 8.9

v2

Pada saat terjadi tumbukan, benda 1 memberi gaya F1 kepada benda 2, demikian pula benda2 memberikan gaya F2 kepada benda 1, ini adalah gaya : aksi = -reaksi, sehingga : F1 = - F2 . Waktu tumbukan pada benda 1 = waktu tumbukan pada benda 2 sehingga : F1.t = - F2.t I1 = - I2 . Atau : m1v1- m1v1= - (m2v2- m2v2) m1v1+ m2v2 = m1v1+ m2v2 Jadi, apabila gaya yang terjadi pada peristiwa ini hanya gaya yang diakibatkan oleh peristiwa tumbukan saja (gaya luar seperti gesekan udara, gravitasi, dan sebagainya diabaikan) maka total momentum kedua benda setelah tumbukan = total momentum kedua benda sebelum tumbukan. 60

Adapun, apakah total energi kinetik sebelum tumbukan sama dengan total energi kinetik setelah tumbukan, sangat tergantung kepada jenis tumbukan yang terjadi sebagai berikut : 1. Tumbukan Elastis Sempurna a). m1v1+ m2v2 = m1v1+ m2v2 b).1/2m1v12 +1/2m2v22 = 1/2m1v12 +1/2m2v22 (Kedua persamaan a dan b berlaku semua) 2. Tumbukan Elastis Sebagian a). m1v1+ m2v2 = m1v1+ m2v2 b).1/2m1v12 +1/2m2v22 = 1/2m1v12 +1/2m2v22 (Hanya berlaku persamaan a saja ) 3. Tumbukan Non Elastis Samasekali a). m1v1+ m2v2 = m1v1+ m2v2 b).1/2m1v12 +1/2m2v22 = 1/2m1v12 +1/2m2v22 (Hanya berlaku persamaan a saja) Beda nomor 2 dengan nomor 3 adalah : Pada tumbukan non elastis sama sekali (no.3) besar kecepatan kedua benda setelah tumbukan adalah sama, jadi pada nomor 3 berlaku persamaan : v12 = v22 (Persamaan ini tidak berlaku untuk no.2) Hukum Kekekalan Momentum Misalkan dalam suatu sistim terdapat sejumlah n partikel yang masing masing mempunyai massa m dan kecepatan v, dan antar partikel dapat saling berinteraksi satu sama lain. Masing masing partikel memiliki kecepatan dan momentum. Apabila partikel1bermassa m1 dan kecepatan v1 maka momentumnya m1.v1, partikel 2 bermassa m2 dan kecepatan v2 dengan momentum m2.v2, demikian juga untuk partikel-partikel yang lain. 61

Dengan demikian sistim secara keseluruhan mempunyai momentum total PTot. Besar PTot merupakan jumlah vektor semua momentum partikel dalam sistim tersebut, jadi : PTot = P1+P2+P3Pn = m1.v1+m2.v2+m3.v3+. m.n.vn sehingga : PTot = M.vpm , dmana M = massa total sistim ; vpm = kecepatan pusat massa. Jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistim (misal gesekan udara, gravitasi bumi,dll) maka jumlah momentum dalam sistim tersebut constan. Gaya dalam (gaya antar partikel dalam sistim) tidak akan merubah besar momentum total PTot karena saling meniadakan. Jika ada gaya luar yang bekerja pada sistim maka : F luar = M.apm Fluar = jumlah vektor semua gaya luar ; .apm = percepatan pusat massa. Sistim dengan massa yang berubah v (terhadap bumi) Ditinjau suatu gerakan yang terjadi pada sebuah roket Mula-mula roket memancarkan gas pada ekornya, ini Ini adalah gaya aksi oleh roket terhadap gas. Pancaran gas melakukan gaya reaksi terhadap roket sehingga menggerakkannya. Kedua gaya ini adalah gaya dalam untuk sistim yang terdiri dari roket dan gas. Gas mem M peroleh momentum kearah belakang sedang roket mem peroleh momentum dalam harga yang sama ke depan. Jika massa total roket mula-mula M dan kecepatannya terhadap bumi adalah v sedang kecepatan pancaran gas terhadap roket adalah u, maka kecepatan pancaran dM/dt Gb.8.10 u ( terhadap roket) gas terhadap bumi adalah v+u . Karena massa bahan bakar gas M akan terus berkurang berarti M adalah variable, demikian pula v juga variabel dengan demikian laju perubahan momentum roket : dP/dt = d(Mv)/dt = Mdv/dt + vdM/dt 62

Adapun laju perubahan momentum gas terpancar :

dP/dt = - (v+u) dM/dt

Tanda minus digunakan untuk menunjukkan perubahan massa dari gas terpancar Adalah negatif terhadap perubahan massa roket. v+u adalah kecepatan dari massa gas terpancar, oleh karena itu (v+u)dM/dt adalah laja tertbentuknya momentum pancaran gas. Laja total dari perubahan momentum sistim adalah jumlah dari kedua faktor ini dan sama dengan gaya luar yang bekerja pada sistim, dengan demikian : F = Mdv/dt + vdM/dt vdM/dt udM/dt = Mdv/dt udM/dt Gaya udM/dt disebut gaya dorong pada roket. karena dM/dt bertanda negatif maka gaya dorong mempunyai arah berlawanan dengan arah kecepatan mancar u.Gaya luar F dapat berupa gaya gravitasi, gesekan udara pada roket, dan sebagainya. Ketika roket sudah lepas dari Medan gravitasi dan bebas dari gesekan dengan udara maka gaya luar F = 0, sehingga persamaan menjadi : F + udM/dt =Mdv/dt, karena F=0 maka:udM/dt = Mdv/dt dM = elemen massa ; dt = eleven waktu. Contoh Soal 1. Sebuah senapan mesin dipasang diatas panser diam yang dapat menggelinding bebas tanpa gesekan diatas jalan rata. Massa total sistim 10000kg. Kemudian senapan memuntahkan peluru-peluru bermassa 100 gr dengan kecepatan 500m/s relatif terhadap passer, sedang banyaknya peluru yang ditembakkan per sekonnya 10 butir. Tentukan besar percepatan yang dialami panser akibat menembakkan peluru-peluru tersebut dM/dt M

Gambar 8.11 63

Jawab : Karena gesekan dengan gaya luar bisa diabaikan (F = 0) maka : u.dM/dt = M.dv/dt disini u = kecepatan peluru terhadap panser yang diam, berarti sama dengan kecepatan peluru terhadap acuan bumi. Maka u=500m/s, M = 10000kg ; massa peluru = 100 g = 0,1 kg Dalam satu sekon ada 10 butir peluru, berarti dM/dt = (0,1)(10)/1 = 1 kg/s ; 500.1 = 10000.dv/dt 500 = 10000.a Jadi besar percepatan yang dialami passer = a = 0,05m/s. Contoh Soal 2: sebuah truk bermassa 10.000kg yang bergerak dengan kecepatan 8m/s menumbuk peti diam bermassa 2000kg. Tentukan besar energi kinetik yang hilang setelah tumbukan jika tumbukan yang terjadi Non Elastis Samasekali !
Kunci : m1.v1+m2.v2 = (m1+m2)v

8m/s
10000kg 2000kg

10.000(8)+2000(0)=(10.000+2000)v Ek hilang = Ek sebelum Ek sesudah

Contoh Soal 3: Truk bermassa 10.000kg yang bergerak dengan kecepatan 3m/s bertabrakan dengan mobil bermassa 4000kg yang bergerak dengan kecepatan 5m/s pada arah yang berlawanan. Apabila tumbukan yang terjadi adalah Non Elastis Samasekali, tentukan kecepatan akhir keduanya setelah tumbukan!
Kunci : 10000kg m1.v1+m2.(-v2) = (m1+m2)v 10.000(3)+4000(-5) =(10.000+4000)v

3m/s 5m/s

4000kg

Pada tumbukan elastis sempurna, berlaku hukum kekekalan momentum dan kekekalan energi kinetik yakni : a). m1v1+ m2v2 = m1v1+ m2v2 m1v1 - m1v1 = m2v2 - m2v2 m1 ( v1 - v1) = m2 ( v2 - v2 ) ..(1) b).1/2m1v12 +1/2m2v22 = 1/2m1v12 +1/2m2v22 64

Apabila angka pada tiap suku dicoret maka : m1v12 +m2v22 = m1v12 +m2v22 sehingga : m1 ( v12 - v12) = m2 ( v22 - v22 ) m1 ( v12 - v12) = m2 ( v22 - v22 ) atau : m1 ( v1 - v1) ( v1 + v1) = m2 ( v2 - v2 ) ( v2 + v2 ) ..(2) Apabila persamaan (2) dibagi dengan persamaan (1) maka diperoleh : (v1 + v1) = (v2 + v2) , maka : v1 = v2 + v2- v1 .(3) v2 = v1 + v1 - v2 (4) Apabila persamaan (3) dimasukkan ke persamaan (1) maka diperoleh besar kecepatan akhir benda 2 yakni v2, sedang apabila persamaan (4) dimasukkan ke persamaan (1) maka diperoleh besar kecepatan akhir benda 1 yakni v1 , jadi : v2 = [2m1v1 + v2(m2-m1)] / (m1+m2) v1 = [2m2v2 + v1 (m1-m2)] / (m1+m2) Contoh Soal 4 Bola bermassa 1kg menumbuk bola lain bermassa sama yang diam dengan kecepatan 10m/s. Apabila tumbukan yang terjadi adalah Elastis Sempurna, tentukan kecepatan akhir dari masing-masing bola! 1kg 10m/s 1kg

Diam Contoh Soal 5: Sebuah bola bermassa 1kg menumbuk benda bermassa sangat besar dengan kecepatan 8m/s. Jika tumbukan yang terjadi adalah Elastis Sempurna, tentukan kecepatan akhir bola tersebut!

65

1.000.000 kg
Kunci : Anggap massa benda diam = besar tak terhingga,

1kg

8m/s

maka massa bola dapat diabaikan (dianggap nol)!

Diam Contoh Soal 6 : Sebuah peti bermassa 20 kg dilemparkan ke dalam kereta bermassa 50 kg yang sedang dalam keadaan diam sehinga kereta bermuatan peti tersebut bergerak horizontal. Hitung besar Energi Kinetik yang hilang pada peristiwa tumbukan tersebut! (Tidak ada
pengaruh gaya luar)!

20 kg V= 40m/s ----------- 30o---50kg

66

12

9. ELASTISITAS
Suatu benda yang dapat kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah dikenai gaya disebut bersifat elastis, sedang yang tak dapat kembali seperti bentuk dan ukuran semula disebut bersifat plastis. Elastisitas pada benda tergantung kepada jenis bahannya yang besar harganya dinyatakan dengan suatu konstanta. Untuk membahas elastisitas, didefinisikan beberapa besaran terkait, antara lain : Stress(Tegangan) dan Strain(Regangan) 9.1. Stress : didefinisikan sebagai harga perbandingan antara besarnya gaya F yang beraksi terhadap benda dengan luas penampang lintang A dari benda tersebut. Jadi : = F/A (N/m2) (A = luas penampang lintang benda) 9.2. Strain : didefinisikan sebagai harga perbandingan antara besarnya perubahan ukuran dengan besar ukuran mula-mula. Untuk kearah memanjang : = L/Lo (L= perubahan panjang ;Lo= panjang semula) Untuk kearah ruang : = V/Vo (V=perubahan volume ;Vo = volume mula-mula ) 1. Pada benda yang dikenai gaya kearah memanjang (ditarik) atau kearah memendek (ditekan) maka berlaku persamaan :

F/A = Y. L/Lo
Y: disebut Modulus Young, suatu konstanta yang harganya tergantung jenis bahan

Lo

A
Gambar 9.1

2. Benda yang mengalami gaya dari berbagai arah (seperti kubus dibawah) maka berlaku persamaan :

F/A = - B. V/Vo (Tanda negatif menunjukkan ukuran benda berkurang)


B: disebut Modulus Bulk, suatu konstanta yang harganya tergantung jenis bahan.

67

F F F F F F
Gambar 9.2 3. Benda mengalami gaya geser seperti pada gambar dibawah, maka berlaku persamaan :

F/A = S. x y F
= tg = Gambar 9.3 Maka persamaan dapat ditulis : (Sudut dalam radian!)

S : Modulus Geser : besar sudut yang terbentuk(dalam radian) Untuk sangat kecil maka : sin

F/A =S.tg = S.x/y

Rumus-rumus untuk elastisitas diatas ini berlaku pada daerah dimana stress masih berada dibawah batas elastis (titik b)seperti yang terlihat pada grafik hubungan antara strain() sebagai fungsi dari stress () pada suatu logam sebagai berikut :

F/A
(Stress ) a

b c

a : batas proportional b : batas elastis c : titik dimana benda mulai berubah secara permanen d : batas patah

Gambar 9.4

L/Lo (Strain)
68

Contoh Soal : Silinder Logam Baja yang mempunyai Modulus Young 2.1011N/m2 dan luas penampang 0,2m2 disambungkan ke Silinder Logam Tembaga yang mempunyai modulus Young 1.1011 N/m2 yang luas penampangnya 0,5m2 dan panjangnya 4m. Apabila ditarik dengan gaya 1000N pada kedua ujungnya maka akan menyebabkan pertambahan ukuran panjang kedua benda tersebut sama ( L1=L2 ). Tentukan berapa panjang Silinder Logam Baja tersebut!

4m
1000N X=?
Kunci : Dari rumus : F/A = (Y.L/Lo) diperoleh : L=F.Lo/(A.Y) karena L baja = L tembaga , maka : F.Lo/(A.Y) baja = F.Lo/(A.Y) tembaga

1000N

69

13
10. GETARAN MEKANIS
Setiap gerak berulang dalam selang waktu yang sama disebut gerak Harmonik (Periodik). Apabila didalam bergerak periodik suatu benda bergerak bolak balik melalui lintasan yang sama maka gerakannya disebut sebagai GETARAN. Bentuk getaran yang paling sederhana dikenal dengan Gerak Harmonik Sederhana.

10.1. Gerak Harmonik Sederhana (GHS) :


GHS adalah gerak periodik yang terjadi apabila gaya balik dari benda yang disimpangkan dari posisi seimbangnya adalah berbanding lurus dengan simpangannya, sedang arah gaya balik tersebut berlawanan dengan arah simpangan. Grafik GHS sebagai fungsi waktu sangat identik dengan grafik Gerak Melingkar Beraturan sebagai berikut : Persamaan umum GHS dapat dituliskan dalam fungsi sinus/cosinus Misal :

x = A cos (t + ) x = simpangan getaran (m)


A= simpangan maksimum = Amplitudo (m)

= 2/T = 2 f
T = periode, waktu untuk 1x

A A
alami m

bergetar (s) f = frekwensi getaran (Hz)

= frekwensi sudut

Gambar 10.1

/2

3 /2

-A (t + ) = Fase Getaran = tempat kedudukan titik yang dicapai pada saat t .


70 Sudut disebut : Konstanta Fase Dari persamaan simpangan (x) ini dapat diperoleh harga kecepatan (v) dengan cara mendiferensialkan persamaan x ke waktu t, jadi : Kecepatan pada saat t : v = dx/dt = d[A cos ( t + )]/dt = - A sin ( t +) Demikian pula dari persamaan kecepatan (v) ini dapat diperoleh harga percepatan (a) dengan cara mendiferensialkan persamaan v ke waktu t : Percepatan pada saat t : a = dv/dt = d2x/dt2 = d[- A sin ( t +)]/ dt = - A cos ( t + ) Dari persamaan yang ada dapat dijabarkan bahwa besar periode Tnya (waktu yang diperlukan untuk bergetar satu kali) adalah : T = 2m/k (sekon) ; sedang frekwensi getarannya adalah : f = 1/2k/m (Hz) ( Ingat, f = 1/T ) Besar Energi Total yang ada pada GHS terdiri dari Energi Potensial dan Energi Kinetik, Maka : ET = EP + Ek dimana EP = k.x2 , sedang EK = m.v2 Jika harga x disubstitusikan ke persamaan EP maka EP = k.x2= k[A cos (t + )]2 EP = kA2 cos2 (t + ) ; Harga maximum dari fungsi cosinus adalah 1 maka : EP maximum = kA2 Demikian pula jika harga v dimasukkan ke persamaan EK maka : EK = m.v2 = m[- A sin (t +)]2 = m 2A2sin2 (t +) = kA2sin2 (t +) Harga maximum dari fungsi sinus juga adalah 1, maka : EK maksimum = kA2 Jumlah Energi Potensial + Energi Kinetik disetiap tempat besarnya sama. Ketika EP membesar maka EP mengecil, demikian pula sebaliknya sehingga harga rata-rata keduanya adalah sama. Ketika EP maksimum maka harga Ek adalah nol, dan ketika Ek maksimum, harga EP adalah nol, dengan demikian maka :
2

Besar energi total ET = kA2 71

Disini getaran diasumsikan sebagai konstan, tidak ada gaya redaman dari luar yang menghambat gerak benda, dan tidak ada gaya paksa dari luar yang menambah besar kekuatan gerak benda sehingga energi total getaran juga konstan .

F = Gaya Aksi = m.d2x/dt2 Fb =Gaya Balik = - k.x


(Gaya Reaksi)

Fb = - k.x ( k = konstanta pegas)


m ( x = simpangan pegas)

Gambar 10.2

F = m.a = m.dv/dt = m.d2x/dt2


m.a = - k.x m.d2x/dt2 = - k.x

Pada GHS ini terdapat persamaan :

d2x/dt2 = - k.x/m .(1) ( k/m = konstan ) ; dalam persamaan (1) ini, x merupakan fungsi t dimana diferensial (turunan) dua kali dari x terhadap t menghasilkan negative dari x tersebut. Kondisi seperti ini dipenuhi oleh fungsi sinus maupun fungsi cosinus. Oleh karena itu maka x bisa dinyatakan dengan persamaan yang mengandung fungsi sinus maupun cosinus, misalnya : x =sin ; x =sin t ; x =Asin( t+) ; x =cos ; x =Acos t ; x =Acos( t+) x =A sin( t-) ; dan sebagainya. Oleh karena itu persamaan (1) dapat ditulis : - A cos ( t + ) = - k. Acos( t+)/ m = k/m = Karena = 2 / ,
2 2

k/m

maka 2 / = k/m , Jadi Periode T = 2 m/k

72

Contoh Soal 1: Sebuah benda bermassa 200kg bergetar mengikuti persamaan : x = 4 cos (2t/3 -/5 ) Hitung : a). Kecepatan pada saat 3 s. B). Percepatan pada saat 6s. C) Total Energinya Contoh Soal 2: Empat penumpang dengan berat seluruhnya 490N yang teramati menyebabkan pegas mobil tertekan sejauh 0,1 m ketika mereka masuk ke mobil. Jika beban total yang sekarang disangga oleh pegas mobil akibat adanya tambahan beban adalah 980N, hitung periode getaran dari pegas mobil tersebut! ( g=9,8m/s2 ) Contoh Soal 3 : 100 kg Energi potensial benda jika bergetar sejauh 0,2m dari titik seimbangnya adalah 100J. Tentukan harga konstanta pegasnya !

Contoh Soal 4 : 4. Sebuah benda bermassa 900 kg bergetar g pegas mengikuti persamaan :

x = 5 sin ( 2t/3 - /6)


a). Hitung kecepatannya ketika benda bergetar selama 3 s? b). Tentukan besar harga konstanta pegas k !

73

14
10.2. Getaran Bebas Terredam
Getaran disini mengalami hambatan karena adanya gaya redaman dari luar sistim,misalnya karena benda mengalami gesekan dengan zat cair. Redaman juga berasal keadaan. dari sifat inersia benda itu sendiri yang menentang terhadap perubahan

Fb Fr
m

F = Gaya Aksi = m.a = m.d2x/dt2 Fb =Gaya Balik (Reaksi) = - k.x Fr = Gaya Redaman = - b.dx/dt b = konstanta,

dimana jika dikalikan dengan kecepatan (=dx/dt) merupakan Gaya Redaman ; m = massa (konstan)

Gambar 10.3

Persamaan Getaran Terredam dapat dituliskan :

F = - Fb - Fr m.d2x/dt2 = - k.x - b.dx/dt


atau : d2x/dt2 = - k.x/m (b.dx/dt)/m d2x/dt2 + (b.dx/dt)/m + k.x/m = 0 baik b maupun m merupakan konstanta, bisa diambil harga : b/m = 2r ; k/m = 2 dimana : r = Konstanta Redaman ! maka : d2x/dt2 + 2r(dx/dt) + 2x = 0 (1) Ini adalah Persamaan Diferensial Homogen Orde Dua dimana penyelesaiannya adalah : x = C.e t ...(2)
.

e = bilangan alam = 2,718281828 ; C dan = Konstanta Bebas Jika persamaan (2) didiferensialkan sekali ke t diperoleh : dx/dt = C.e
.t .t

Jika persamaan (2) didiferensialkan duakali ke t diperoleh : d2x/dt2 = 2 C.e 74

Substitusikan harga-harga ini ke persamaan (1) maka : 2 C.e


. .t

+ 2r C.e t + 2C.e t = 0 C.e t ( 2 + 2r + 2) = 0

C.e t mempunyai harga, maka : 2 + 2r + 2 = 0, ini adalah bentuk persamaan kwadrat dari dimana r dan merupakan konstanta, yang menghasilkan harga 1 = r + (r2 2) dan 2 = r (r2 2) Maka jika harga-harga ini di masukkan ke persamaan (2) diperoleh :

x = C1.e (

r + (r2 2) t

+ C2.e (

r r2 2) t

......(3)

Pers. ini bisa ditulis : x = C1.exp( r + (r2 2))t + C2.exp ( r + (r2 2))t dimana C1 dan C2 adalah konstanta. Bentuk nyata persamaan (3) ini tergantung apakah : r2 > 2 , atau : r2 = 2 , atau : r2 < 2 Jika r2 > 2 : maka (r2 2) adalah real dan lebih kecil dari r, menyebabkan pangkat r + (r2 2) dan r (r2 2) persamaan (3) adalah negatif, ini berarti perpindahan simpangan x secara kontinyu berkurang dengan waktu. Simpangan partikel akan kembali ke posisi seimbangnya tanpa terjadi getaran. Gerak seperti ini dinamakan OVER DAMPED Jika r2 = 2 : maka (r2 2) = 0, harga ini tidak memenuhi persamaan (3), oleh karena itu kita asumsikan bahwa (r2 2) mempunyai harga, meskipun sangat kecil, ini menyebabkan pangkat + (r2 2) dan (r2 2) persamaan (3) r r juga berharga negatif, dan lebih negatif dari jika r2 > 2 Maka simpangan dari partikel akan kembali ke posisi seimbangnya lebih cepat dari jika r2 > 2 dan tanpa terjadi getaran. Gerak seperti ini disebut CRITICAL DAMPED.

Jika r2 < 2 : maka harga (r2 2) adalah imajiner, disini terjadi getaran bolak balik yang makin lama makin lemah. Maka disini terjadi GETARAN TERREDAM. (r2 2) adalah imajiner, jadi (r2 2) = i ( 2 r2) i = bilangan imajiner 75

i = -1 ; ( 2 r2) = ini dinamakan : frekwensi sudut getaran teredam =2 /T=2f T=periode getaran teredam ; f=frekwensi getaran teredam Sehingga periode getaran teredam : T = 2 / = 2/ ( 2 r2) Maka (r2 2) = i = ( 2 r2) ; Harga ini dimasukkan ke persamaan (3) maka : x = C1.e (
r + i. ) t r i. ) t r.t . t i. ) t

+ C2.e (

=e

(C1.e + i.
. t

+ C2.e (
i. ) t -i.

Jadi : x = e Berdasarkan teori matematik, e


+i.

r.t

(C1.e + i.

+ C2.e (

)..(4) = cos i

= cos + i sin , dan e

sin
Maka pers. (4) menjadi : x = e Dapat ditulis : x = e
r.t r.t

(C1(cos t + i.sin t) + C2(cos t - i.sin t))

(C1+C2)cos t + i(C1-C2) sin t)


adalah konstanta

Ambil C1+C2 = a sin dan i(C1-C2) = a cos , dimana a dan Maka : x = e


r.t

(a.sin. cos t + a.cos. sin t) sehingga dari persamaan ini x = a. e


r.t

Diperoleh persamaan Simpangan Getaran Terredam x pada waktu t : sin ( t + ) .(5)

a. e

r.t

= amplitudo getaran terredam ; e

r.t

= faktor redaman ; e = 2,71828

( t + ) = fase getaran terredam ; r = konstanta redaman Apabila persamaan ini didiferensialkan ke t menghasilkan persamaan Kecepatan Getaran Teredam pada saat t , jadi :

v = dx/dt = r. a. e r<< maka : r.a. e


r.t

r.t

sin ( t +) +

a. e

r.t

cos ( t + )

> untuk

sin (t +)

dapat diabaikan, sehingga besar kecepatan v : v = a. e


r.t

cos ( t + ) .....(6)

76

Grafik Simpangan Getaran Terredam sebagai fungsi waktu t :


r.t

r2 = 2 r2 > 2

x = a. e

sin ( t + ) r2 < 2 )

( Dimana :

+a. e r.t t a. e r.t

-a
Gambar 10.4 Dissipasi (hamburan) Daya P dalam Getaran Terredam : Ketika sebuah benda mengalami getaran teredam maka energi total (ET) nya lambat laun akan terus berkurang, yang berarti mengalami dissipasi daya, yakni ada daya yang terhambur keluar sistim. Daya P merupakan diferensial dari energi terhadap waktu, jadi P = dET/dt ET = Energi potensial (Ep) + Energi kinetic Ek) ET = Ep + Ek

Ep = k.x 2 , sedang Ek = m.v2 ; Dari sini masing-masing energi dapat ditulis : Ep = k.x 2 = k(a. e
r.t

sin ( t + ))2 = k.a2. e


r.t

2 r.t

sin 2( t + )
2 r.t

Ek = m.v2= m.(a. e

cos (t + )) 2 = m.a2. e

( )2cos 2( t + ) sehingga

Untuk r<< maka berdasarkan hubungan ( 2 r2) = , besar = Ek = m.a2. e


2 r.t

2cos 2( t + ) dimana m. 2 = k , sehingga persamaan ditulis : Ek = k.a2. e 77


2 r.t

cos 2( t + ) >
2 r.t

Diperoleh : ET =Ep+Ek = k.a2. e ) ET = k.a2. e


2 r.t

2 r.t

sin2( t + ) + k.a2. e

cos2( t +

((sin2( t + ) + cos2( t + )) >

ET = k.a2. e
2 r.t

2 r.t

Jadi Besar Energi Total pada saat t adalah : ET = k.a2. e Daya Terdissipasi = Daya yang hilang keluar sistim adalah P = - dET/dt = - d( k.a2. e
2 r.t

(joule)..(7) Maka

)/dt dengan demikian :


2 r.t

P = r. K.a2. e

(watt)......................(8)

15
10.3.Getaran Paksa (Tak Terredam)
Pada peristiwa disini, getaran tidak mengalami hambatan dari gaya redaman tetapi ada gaya paksa dari luar yang menambah kekuatan gerak benda, misal ada benda yang bergerak-gerak diatasnya dengan gaya paksa Fp

Fp

F = Gaya Aksi = m.a = m.d2x/dt2

Fb = Gaya Balik (Reaksi) = - k.x Fb


m

Fp = Gaya Paksa : gaya ini merupakan fungsi


sinus/cosinus, sehingga dapat dituliskan :

Fp = Fmax sin t Fmax = gaya paksa maksimum = frekwensi sudut paksa = 2/T = 2f = frekwensi sudut alami = 2 / = 2 f

F
Gambar 10.5

=2 /T=2 f T =periode getaran paksa ; f =frekwensi getaran


paksa 78 Fmax sin t k.x = m.d2x/dt2 d2x/dt2 +k.x/m = Fmax sin t/m.(1) Penyelesaian dari persamaan ini adalah x = xc + xp dimana : xc = x complementary (pelengkap) ; xp = x particular (khas) Besar harga xc = A sin (t + ) , sedang harga xp = C sin t...(2) (C : adalah konstanta yang merupakan Amplitudo dari simpangan getaran!) Diferensial dari xp ke t menghasilkan : dx/dt = C cos t, dan apabila didiferensialkan sekali lagi maka : d2x/dt2 = -2 C sin t........(3) masukkan persamaan (2) dan (3) ke persamaan (1), maka diperoleh : -2 C sin t + k. C sint/m = Fmax sin t/m ; dari persamaan ini diperoleh harga C = (Fmax/m) / ((k/m)- 2), atau C = (Fmax/k) / ( 1-(/)2 ( Ingat, = k/m ) Dengan demikian maka penyelesaian persamaannya : xp = (Fmax/k) sin t / (1-(/))2 sehingga solusi totalnya :

x = xc + xp = A sin (t + ) + (Fmax/k) sin t / (1-(/))2


xc = Simpangan ini bersifat transient, terjadi hanya sesaat xp = Simpangan setelah gaya paksa beraksi terhadap benda yang bergetar

Dengan demikian maka besar kecepatan getarannya pada saat tertentu adalah : v = dx/dt = d [(Fmax/k) sin t / (1-(/))2] / dt Jadi besar kecepatan v = Fmax cos t / k(1-

(/))2
Jadi besar Energi total Et = Ep + Ek, dimana : Ep = kx2 = k{(Fmax/k) sin t / (1-(/))2 }2 Ek = mv2 = m { Fmax cos t / k(1-(/))2}2

79

16

10.4. Getaran Paksa Terredam


Getaran disini mengalami gaya redaman yang menghambat gerakan, dan gaya paksa dari luar yang memaksa benda untuk terus bergetar.

Fp Fp = Gaya Paksa = Fmax sin t Fr = Gaya Redaman = - b.dx/dt Fb F = Gaya Aksi = m.a = m.d2x/dt2 Fb = Gaya Balik (Reaksi) = - k.x
Persamaan Gaya pada Getaran Paksa Terredam

Fr

dapat dituliskan sebagai : m.d2x/dt2 = - k.x - b.dx/dt + Fmax sin t

Gambar 10.6

d2x/dt2 = - k.x/m b(dx/dt)/m + Fmax sin t/m

d2x/dt2 + b(dx/dt)/m + k.x/m = Fmax sin t/m Ambil : k/m = 2 ; b/m = 2r ; Fmax /m = fmax ( Ingat , fmax disini adalah gaya per massa, bukan frekwensi! ) Maka persamaan menjadi : d2x/dt2 + 2r(dx/dt) + 2x = fmax sin t ..(1) Bentuk penyelesaian dari persamaan diferensial ini adalah : x = A sin (.t - ) .(2) A dan = konstan Apabila persamaan (2) ini didiferensialkan ke t diperoleh : dx/dt = Acos (.t - ) (3) ; d2x/dt2 = -2A sin (.t - ) (4) 80

Masukkan persamaan (3) dan (4) ke persamaan (1), maka diperoleh : -2A sin (.t - ) + 2rAcos (.t - ) + 2A sin (.t - ) = fmax sin t fmax sin t = fmax sin {(t -) + } -2A sin (.t - ) + 2rAcos (.t - ) + 2A sin (.t - ) = fmax sin (t -) cos + fmax cos(t -) sin ( 2-2)sin (.t - )+ 2rAcos (.t - ) = fmax sin (t -) cos + fmax cos(t -) sin Untuk semua nilai t yang memenuhi persamaan ini maka : harga koefisien dari tiap suku dikedua sisi haruslah sama, sehingga : koefisien fungsi sinus disisi kiri = disisi kanan , demikian pula koefisien fungsi cosinus disisi kiri = koefisien fungsi cosinus disisi kanan, ( 2-2) = fmax cos ......(5) diperoleh : dan 2rA = fmax sin .......... (6)

Jika persamaan (5) dan (6) masing-masing dikwadratkan kemudian dijumlahkan, maka

{( 2-2)}2 + (2rA)2= fmax2 cos2 + fmax2 sin2 = fmax2 (cos2 + sin2) 2{( 2-2)2 + (2r) 2} = fmax2 Jadi besar : A = fmax /( 2-2)2 + (2r) 2... (7) Dengan memasukkan harga A pada persamaan (7) ke persamaan (2) maka diperoleh : Persamaan Simpangan Getaran Paksa Terredam : x = fmax sin(t -) /( 2-2)2 + (2r) 2........... (8) (Ingat, fmax adalah = Fmax /m = Gaya Paksa Maksimum per massa benda yang bergetar!) Amplitudo getarannya adalah merupakan besaran yang konstan. 81 Besar kecepatan benda yang bergetar dapat ditentukan dengan menurunkan (mendiferensialkan) simpangan x ke waktu t, diperoleh : v =dx/dt=d{fmax sin(t-) /( 2-2)2 +(2r) 2 }/dt = A = fmax /( 2-2)2 + (2r) 2 , dan

.fmax cos(t -) /( 2-2)2 + (2r) 2


Jadi kecepatan getaran pada saat t : v = .fmax cos(t -) /( 2-2)2 + (2r) 2................................... (8) Untuk menentukan besar sudut dapat dilakukan dengan cara membagi persamaan (6) dengan persamaan (5) (2rA = fmax sin ) / ( ( 2-2) = fmax cos))> diperoleh sin / cos = 2rA /(( 2-2) 2r / ( 2-2).......

Maka : tg = (9) Resonansi Amplitudo :

Persamaan amplitudo A menunjukkan bahwa getaran paksa tergantung kepada harga : ( 2- 2), yakni tergantung kepada besar harga frekwensi sudut alami dan

frekwensi sudut paksa dari getaran. Jika beda harga antara keduanya semakin kecil maka harga amplitudo semakin besar (Keterangan : = 2 f , dimana f = frekwensi getaran alami, sedang = 2 f,dimana f= frekwensi getaran paksa!).Ada frekwensi getaran paksa tertentu yang membuat besar amplitudo getaran menjadi maksimum, yang dinamakan Frekwensi Resonansi, dan fenomena dimana amplitudo menjadi maksimum ini diberi nama : Resonansi Amplitudo. Amplitudo getaran akan menjadi maksimum jika harga denominator dari ( 2-2)2 + (2r) 2 adalah minimum. Hal ini terjadi jika koefisien dari diferensial (turunan) pertamanya = 0, jadi : d{( 2- 2)2 + (2r ) 2 }/d = 0 2( 2- 2)(-2 ) + 4r2(2 ) = 0 2- 2 =2r2 Dengan demikian :

= ( 2-2r2)
82

Karena frekwensi getaran paksa adalah : f = / 2 maka :

(Ingat, = 2 f '')

Besar Frekwensi Resonansi (yang membuat amplitudo getaran menjadi maksimum) : f = ( 2-2r2) / (10) Jika redamannya kecil ( r kecil), maka frekwensi resonansi f sangat mendekati frekwensi alami f = /2 , sehingga jika r=0 maka = fek redaman pada respons terhadap resonansi : Ketika kondisi amplitudo adalah maksimum, Fmax/m ! = ( 2-2r2) , maka Amaks = fmaks / 2r(r2+2) fmaks = 2 .

Ini menunjukkan bahwa amplitudo maksimum tergantung kepada redaman r, semakin kecil redaman, semakin besar harga amplitudo maksimumnya. Efek Redaman pada Ketajaman Resonansi : Amplitudo getaran paksa adalah maksimum untuk suatu nilai tertentu dari frekwensi paksa. Untuk redaman kecil, nilai frekwensi paksa nyaris sama dengan frekwensi alami. Dibawah kondisi ini maka terjadi resonansi. Telah diketahui bahwa amplitudo dari getaran paksa adalah : A = fmax /( 2-2)2 + (2r) 2 dimana adalah frekwensi sudut alami, frekwensi

sudut paksa dan r adalah konstanta redaman. Ini menunjukkan bahwa amplitudo getaran paksa tergantung kepada besar relatif dari frekwensi paksa dan frekwensi alami , serta konstanta redaman r. Dibawah ini digambarkan hubungan antara amplitudo getaran paksa A versus perbandingan / untuk sejumlah redaman yang bervariasi :

83

A (a) (b) (c) r=0 r = kecil

(d)

r = medium r = besar

0 =

0,5 >

1,5 <

2 /

Keterangan : Untuk frekwensi sudut paksa sangat kecil, amplitudo adalah nyaris sama untuk semua harga redaman. Ketika bertambah maka amplitudo juga bertambah dan menjadi maksimum pada harga tertentu yang mana tergantung pada redaman. Kurva (a) menunjukkan amplitudo ketika r = 0, yakni ketika nggak ada redaman. Dalam keadaan ini amplitudo menjadi tak terhingga pada saat = . Kurva (b), (c), dan (d) menunjukkan bahwa pada saat r bertambah maka puncak kurva bergerak kearah kiri yakni harga untuk mana amplitudo maksimumnya berkurang. Lebih lanjut, ketika redaman r bertambah, puncak bergerak kearah bawah, yakni amplitudo maksimum dari getaran paksa semakin menurun. Pada saat bertambah, amplitudo cenderung kearah nol. Dapat dilihat bahwa kurva untuk harga r yang kecil akan jatuh dengan cepat dibanding r yang lebih besar. 84 Ini berarti bahwa untuk permulaan yang sama dari kondisi resonansi, amplitudo getaran akan jatuh dengan cepat ketika redaman adalah kecil, dan jatuh pelan-pelan ketika redamannya besar. Dapat disimpulkan bahwa : semakin kecil redaman, maka resonansi semakin tajam. Contoh Soal 1 : Sebuah benda bermassa 100 kg bergetar terredam mengikuti persamaan simpangan :

x = 4e -0,05t cos (2t/3 - /5)

Hitung besar Energi total getaran pada saat benda bergetar selama 10 sekon! Contoh Soal 2 : 2. Benda yang mengalami getaran paksa terredam mempunyai simpangan getaran :

x = fm sin (2t/6 - /3) / ( 22) +4r22


Apabila gaya paksa maksimumnya 2000N ; massa benda yang bergetar 100kg ; frekwensi sudut paksa 0,04 ; frekwensi sudut alami 0,06 ; dan konstanta redaman adalah 0,02 , tentukan besar amplitudo dari getaran tersebut! g = 9,8m/s2

85

17
11. GELOMBANG MEKANIS
Gelombang adalah gangguan/usikan yang merambat. Gelombang yang memerlukan medium (zat penghantar) didalam perambatannya adalah Gelombang Mekanis, sedang gelombang yang tidak membutuhkan medium didalam perambatannya adalah Gelombang Elektromagnetis. Berdasarkan dimensinya maka gelombang ada yang 1 dimensi, 2 dimensi, dan 3 dimensi. Gelombang juga dapat dibagi menjadi gelombang pulsa dan gelombang periodik. Dapat dikatakan bahwa gelombang periodik merupakan rangkaian dari gelombang pulsa. Disini akan dibahas Gelombang Mekanis :

Pada 3 grafik gelombang pulsa 1 dimensi ini, fungsi matematiknya dapat ditulis sebagai : y y y

x (1) y = f(x)

v.t (3)

x y = f(x-v.t)

(2) y = f(x-a)

Gambar : (1),(2),dan(3) adalah gelombang pulsa 1 dimensi Adapun pada grafik gelombang periodik 1 dimensi berikut, fungsi matematiknya dapat dinyatakan dengan :

y = ymsin k (x-v.t) ym = Amplitudo gelombang


k = angka gelombang

A t -A

(berharga k = 2/)
= panjang gelombang

Gambar : Gelombang periodik 1 dimensi Dapat ditulis : y = ym sin (kx-kv.t) 86 Atau : y = ym sin (kx-.t)

(Perhatian: pada pembahasan gelombang disini maka simbol untuk Amplitudo tidak menggunakan huruf A tetapi dengan ym karena huruf A disini untuk simbol luas! ) Sebelum menghitung energi gelombang, perlu didefinisikan dulu beberapa pengertian sebagai berikut : Intensitas I adalah besar energi E yang mengenai bidang seluas A per satuan waktu t. Jadi I = E/(t.A) (J/s.m2) ; karena Daya P = Energi per waktu = E/t (J/s =watt) maka I = P/A watt/m2). Dalam perhitungan teoritis, sering dihitung secara elementer, sehingga Intensitas dapat ditulis I =dE/(dt.dA) (J/s.m2), demikian pula Daya P : P = dE/dt (watt) ,dimana : E = elemen energi ; dt = elemen waktu ; dA = elemen luas)

A E I = E/(t.A)=dE/(dt.dA) J/s.m2(=W/m2)

Rapat massa untuk benda 3 dimensi dikenal sebagai rapat massa volum yang harganya : = m/V atau dm/dV ; sedang benda yang hanya 2 dimensi adalah rapat massa luasan = m/A atau dm/dA, adapun untuk benda 1 dimensi adalah rapat massa linier = m/x atau dm/dx (dm = elemen massa, dV=elemen volum, dA= elemen luasan, sedang dx = elemen panjang) Pada persamaan simpangan gelombang diatas yakni: y = ym sin (kx-.t) , maka persamaan kecepatannya dapat diperoleh dengan mendiferensialkan y ke waktu t , jadi :Kecepatan v = dy/dt = d[ym sin (kx-.t)]/dt = - . ym cos(kx-.t). Harga Energi total gelombang = Energi Potensial + Energi Kinetik, atau : ET = EP + Ek Harga rata-rata: ET (rata-rata) = EP (rata-rata) + Ek (rata-rata) ; Adapun EP (rata-rata) =Ek (rata-rata) , ini dapat dituliskan dalam bentuk elemen : dET(rata-rata)=dEP(rata-rata)+dEk(rata-rata),Sedang: dEP(rata-rata)=dEk (rata-rata) 87 Karena harga rata-rata energi porensial = harga rata-rata energi kinetik, maka dengan menghitung salah satu saja, dapat diperoleh besar energi total rata-rata. Disini akan dihitung besar elemen energi kinetik rata-rata dEk (rata-rata) yang dihitung dari dEk pada gelombang periodik 1 dimensi seperti pada gambar diatas. Besar energi kinetik EK = m.v2 maka dEK = dm.v2 = dm[- . ym cos(kx-.t)] 2 dEK = dx[- . ym cos(kx-.t)] 2 = dx 2. ym2 cos2 (kx-.t)] = dx 2. ym2 [ 1/2 (1+ cos2 (kx-.t))] = dx 2. ym2 + 1/4 dx 2. ym2cos2 (kx- .t)) Suku yang pertama tidak mengandung waktu t, berarti setiap saat harganya tetap sama, sedang suku yang kedua mengandung waktu t dan merupakan fungsi cosinus, yang

harga rata-ratanya = 0 ( Maksimum fungsi cos = 1, sedang minimumnya = -1, rataratanya=0), sehingga harga rata-rata elemen energi kinetik dEk (rata-rata) = dx 2. ym2 yang berarti besar dEP (rata-rata) = dx 2. ym2 Dengan demikian besar Energi Total rata-rata : dET (rata-rata) = dx 2. ym2 + dx 2. ym2 = 1/2 dx 2. ym2 Apabila ruas kiri dan ruas kanan didiferensialkan ke t maka : dET /dt(rata-rata) =1/2 dx/dt 2. ym2 , ini sama dengan P = 1/2 .v. 2. ym2 Apabila ke dua ruas persamaan ini kita bagi dengan luas A maka diperoleh : P/A = 1/2 (/).v. 2.ym2 dimana (/) = , yang berarti Intensitas :

I = 1/2 . v. 2.ym2
Ini adalah rumus Intensitas Gelombang Mekanis 3 dimensi,yang dipakai untuk menghitung besar Intensitas seluruh jenis Gelombang Mekanis 3 dimensi, termasuk Gelombang Bunyi.

88

18

11.1.

BUNYI

: Adalah gelombang mekanis longitudinal 3 dimensi yang dapat

dideteksi oleh sistim pendengaran manusia. Jangkau frekwensi pendengaran manusia adalah antara : 20 Hz sampai dengan 20.000 Hz, disebut frekwensi Audio ; dibawah 20 Hz = infrasonik ; diatas 20.000 Hz = ultrasonik. Kecepatan bunyi di udara = 350 m/s. Kecepatan dibawah kecepatan bunyi di udara disebut : subsonik, sedang kecepatan diatas kecepatan bunyi diudara disebut supersonik. Ternyata kemampuan dengar telinga manusia tidak berbanding lurus dengan intensitas bunyi (I) yang datang, oleh karena itu digunakan besaran lain yang lebih mewakili kesebandingan tersebut. Ada 2 macam yang biasa digunakan yakni :

1). Disebut Taraf Intensitas Bunyi ( ) berdasarkan perbandingan logaritmik Intensitas datang dengan Intensitas ambang, yang persamaannya adalah :

log (I/Io) dB ; Io= 10-12 W/m2 I = Intensitas bunyi yang datang

= 10

Io= Intensitas ambang = Intensitas terlemah


yang mulai dapat terdengar 2) Taraf Tekanan Bunyi (P) berdasarkan tekanan datang, berdasarkan perbandingan logaritmik Tekanan datang dengan Tekanan ambang, yang persamaannya adalah :

P=1 0log(P/Po)2dB 2.10-5 N/m2 P = Tekanan bunyi yang datang Po= Tekanan ambang = Tekanan terlemah
yang mulai dapat terdengar 89
P

=20 log (P/Po)dB ; Po=

Contoh Soal 1: Dalam sebuah auditorium, besar taraf intensitas bunyi ditempat C adalah 80dB. Apabila jarak dari sumber bunyi : S ke A = 10m, S ke B = 20m, dan S ke C = 30m, tentukan : a). Besar Daya dari sumber S b). Intensitas di A dan di B c). Energi yang diterima oleh bidang seluas 4m2 di C!

C B A
Kunci : Daya P diwilayah bola hayal A = P diwilayah bola hayal B = P diwilayah bola hayal C !

Contoh Soal 2 : Taraf intensitas bunyi di ruangan kuliah sebuah kampus yang berdekatan dengan lokasi industri adalah 70 dB. Agar situasi belajar lebih tenang maka ruangan kuliah tersebut dipindah ke tempat lain yang jaraknya 4 kali jauhnya dari tempat semula. Hitung besar taraf intensitas bunyi di tempat yang baru tersebut! Contoh Soal 2 : Tentukan taraf intensitas bunyi dari suatu sumber bunyi yang intensitasnya sama dengan: a) 100 kali intensitas ambang b).10000 kali intensitas ambang Efek Doppler Gelombang mekanis berupa bunyi, merambat dengan kecepatan terbatas. Oleh karena itu dimungkinkan untuk seorang pengamat yang mengukur gelombang untuk bergerak relatif terhadap gelombang tersebut, atau sumber gelombang yang bergerak relatif terhadap pengamat. 90 Pergerakan pengamat ataupun sumber bunyi tentu mempengaruhi besar frekwensi yang diukur. Efek Doppler adalah peristiwa pergeseran frekwensi dan panjang gelombang sebagai akibat dari gerak sumber bunyi pada suatu medium, gerak penerima bunyi pada suatu medium, atau bahkan gerak dari medfium itu sendiri. 1. Sumber bunyi yang bergerak : Ditinjau sirene yang berbunyi dengan frekwensi fo. ( Berarti periode To = 1/fo ). Gelombang ini merambat dengan kecepatan v yang sama

(simetri) kesegala arah, dan panjang gelombangnya = v/fo. Tetapi jika sirene ini bergerak dengan kecepatan vs terhadap medium, maka panjang gelombangnya lebih pendek terhadap arah +vs, dan lebih panjang terhadap arah vs. Untuk jelasnya perhatikan penjelasan berikut : Diujung sebelah kiri terdapat pengamat A, dan diujung sebelah kanan terdapat pengamat B, sedang sumber bunyi berada ditengah-tengah antara A dan B. Apabila sumber bunyi bergerak ke kanan mendekati B maka selama satu periode To bergerak pada jarak sebesar vs.To = vs/fo. Dengan demikian panjang gelombang berkurang sebesar = - vs/fo = (v vs)/fo Frekwensi dimana pengamat B menerima

gelombang yang mendekat menjadi : f = v/ = fo [v/(v-vs)] = fo/[1 (vs/v)] ; Karena sumber bunyi menjauhi A maka panjang gelombang bertambah sehingga bagi pengamat A : = + vs/fo = (v + vs)/fo Frekwensi dimana pengamat A menerima gelombang yang menjauh : f = fo/[ 1 + (vs/v) ] 2. Pengamat yang bergerak : Misal seorang pengamat bergerak ke arah sumber bunyi dengan kecepatan v dimana terdapat sumber bunyi diam dengan frekwensi fo. Karena gelombang dari sumber bunyi juga mempunyai kecepatan yang menuju kepada pengamat maka kecepatan pengamat perlu dimodifikasi menjadi : v = v + | vr | vr = kecepatan relatif dari orang terhadap gelombang . dengan demikian frekwensi gelombang juga perlu dimodifikasi menjadi:f = v/ = (v+|vr|)/ = fo+|vr|/ = fo(1+|vr|/v). Jadi : f = fo(1+|vr|/v). 91 Ketika pengamat bergerak kearah sumber gelombang berjalan, panjang gelombang nya tak berubah, kecepatan gelombang bertambah dan frekwensi bertambah. Ketika pengamat bergerak menjauh dari sumber gelombang, panjang gelombangnya juga tak berubah, sedang kecepatan gelombang berkurang dan frekwensi gelombang berkurang.

Maka apabila seorang bergerak menjauhi sumber bunyi, kecepatannya sekarang: v = v - |vr| ; f = (v - |vr|)/ = fo - |vr|/ Jadi : f = fo(1-|vr|/v) 3. Sumber bunyi bergerak dan Pengamat bergerak : jika semua gerakan berada pada satu garis, misal pada sumbu x, maka kita dapat menggabungkan keduanya. Setiap kecepatan termasuk gelombang, diberi tanda positif bila bergerak kekanan dan negatif bila bergerak kekiri. Efek dari sumber yang bergerak adalah merubah panjang gelombang tetapi tidak merubah kecepatan gelombang. Dan efek dari pengamat yang bergerak adalah merubah kecepatan gelombang tetapi tidak merubah panjang gelombang. Ini bisa dinyatakan dengan : = (v vs)/fo ; v = v vr ; dengan demikian frekwensi termodifikasi f = v/ = (v vr)fo/(v vs) Sumber dan pengamat saling mendekat satu sama lain ketika vs dan v mempunyai tanda yang sama, dan vr mempunyai tanda yang berlawanan. Dalam hal ini f bertambah atas fo. Bila sumber dan pengamatb saling menjauhi satu sama lain, vr dan v mempunyai tanda yang sama, sedang vs mempunyai tanda yang berbeda, frekwensi yang dirasakan berkurang. Catat bahwa persamaan diatas ini adalah tidak simetris diantara sumber dan pengamat. Jika kita tahu kecepatan relatif, kita dapat tahu siapa yang bergerak, sumber atau pengamat. Apabila kecepatan pengamat dan sumber adalah kecil dibanding v maka dapat ditunjukkan bahwa : f = fo{1+(vs-vr)/v}

92

19
12. MOMEN INERSIA
Inersia merupakan sifat pada benda yang menolak terhadap perubahan keadaan, jadi benda yang diam senantiasa ingin diam, demikian pula benda yang sedang bergerak dengan kecepatan konstan akan senantiasa berusaha mempertahankan keadaan

geraknya jika tidak ada gaya yang mempengaruhinya. Bisa dikatakan bahwa inersia adalah ukuran seberapa sukar benda untuk dirubah dari keadaannya. Ada 2 inersia : Inersia translasi adalah ukuran seberapa sukar benda untuk bergerak translasi, dan Inersia Rotasi adalah ukuran seberapa sukar suatu benda untuk bergerak translasi. Dari pengertian ini dapat diketahui bahwa Inersia Translasi tak lain adalah adalah sama dengan massa (m) , sedang Inersia Rotasi adalah sama dengan Momen Inersia (I). Momen Inersia dibedakan menjadi 2 : Momen Inersia untuk benda partikel dan Momen Inersia untuk benda kontinyu 12.1. Momen Inersia benda partikel : apabila sebuah sistim terdiri dari sejumlah benda yang dapat dianggap partikel (benda titik) maka besar :

I = mi.ri2 = m1.r12 + m2.r22 + m3.r32 + mn.rn2


r1 = jarak benda bermassa m1 ke sumbu putar Contoh 1. Partikel A, B, dan C diputar mengelilingi sumbu putar seperti pada gambar . Tentukan besar momen inersia sistim!

93 Jawab :

I = mA.rA2+mB.rB2+mC.rC2 = 2.02+5.02+1.32 = 9 kgm2


2kg

B
4m

5kg Sumbu putar

B
3m

C
1kg 12.2. Momen Inersia Benda Kontinue : apabila benda yang akan diputar berukuran besar maka besar momen inersianya : I = R2dm , dimana : dm = elemen massa = dV ; = rapat massa benda = dm/dV = massa per volume ; dV = elemen volume ; R = jarak dari elemen benda 3 dimensi bermassa dm ke sumbu putar Rumus diatas juga berlaku untuk benda 1 dimensi (hanya mempunyai panjang saja) dan benda 2 dimensi (hanya mempunyai luas saja) Untuk benda 1 dimensi : I =

x2dm, dimana dm =

dx = massa per panjang

Disini x = jarak dari elemen benda 1 dimensi (dx) bermassa dm ke sumbu putar Untuk benda 2 dimensi : I = r2dm, dimana dm = dA = massa per luas Disini r = jarak dari elemen benda 2 dimensi (dA) bermassa dm ke sumbu putar. Jadi : dV = elemen volume ; dA = elemen luas ; dx = elemen panjang! Contoh 2 : Tentukan besar momen inersia dari tongkat sangat kecil (anggap hanya dimensi) yang panjangnya L bermassa M dan diputar pada sumbu putar yang : x x dx (a) L (b) a). Tegak lurus pada ujung tongkat b). Tegak lurus pada pusat tongkat 1

94 Jawab : Rapat massa tongkat kecil adalah = M/L Jadi massa M = .L L (a) I = x 2 dm = 0 0 L L x 2 dx = 0 L

x 2 dx = x 3/3 0 L/2

] = L /3= ML /3
3 2

L/2

L/2

(b) I =

x 2 dm = -L/2

x 2 dx = -L/2

x 2 dx = x 3/3 -L/2

] = L /12= ML /12
3 2

Teorema Sumbu Parallel : momen inersia suatu benda yang mengelilingi suatu sumbu adalah diberikan oleh jumlah momen inersia yang mengelilingi sumbu yang melewati pusat massa dan parallel terhadap sumbu yang diberikan dan hasil perkalian total massa M dari benda dan kwadrat jarak d yang tegak lurus diantara dua sumbu. Secara matematis dinyatakan sebagai : I = I pm + M.d2 Ipm = momen inersia pada pusat massa benda r=L r = L/2 pm r = L/2

Tinjau dua buah bola baja yang bermassa sama masing-masing sebesar m dan ambil dua sumbu putar yang parallel, satu melalui pusat massanya sistim dan satunya lagi melalui salah satu massa bola baja. Untuk sumbu yang melalui pusat massa (pm), maka momen inersianya adalah Ipm = m(L/2)2 + m(L/2)2 = mL2/2, sedang untuk sumbu yang melalui salah satu sisi bola momen inersianya adalah I = mL2 95 Harga ini juga bisa diperoleh dari rumus I = I pm + M.d2 disini d = L/2, sedang M = 2m, maka : I = mL2/2 + (2m)(L/2)2 = mL2 Contoh 3 : Suatu lembaran logam segi empat tipis bermassa M dengan lebar a dan panjang b. Hitung momen inersia dari lembaran logam tersebut yang diputar pada sumbu putar yang : a).Tegak lurus lembaran logam dan melalui salah satu sudutnya b). Tegak lurus lembaran logam dan melalui pusat massanya.

z O dy a x (a) (b) y dx b y

Jawab : Rapat massa lembaran logam tipis yang lebarnya a dan panjangnya b adalah : = M/A = M/a.b Massa M = .a.b (a) Momen inersia dengan sumbu putar pada salah satu sudutnya (misal sumbu z) : I= dx 0 0 a a b a b

dy ( x2 + y2) = M/ab dx 0 0 b a b
2

dy (x 2 + y 2 ) =

M/ab b2)/3

( x dx dy + dx y dy ) = M/ab [ (a /3)b + (b /3)a ] = M(a +


3 3 2

0 0 0 0 (b) Pusat massa terletak ditengah-tengah segi empat, berarti pada x = a/2 dan y = b/2 dan jarak terhadap tiap sudut adalah d2 = (a/2)2 + (b/2)2 Berdasarkan teorema sumbu parallel, I = Ipm + Md2 96 Ipm = I Md2 =M(a2 + b2 )/3 M (a/2)2 + (b/2)2 Jadi Momen inersianya I = M(a2 + b2 )/12. Contoh 4. Menghitung momen inersia silinder pejal yang diputar pada sumbu putar yang tegak lurus terhadap sumbu silinder : disini I = x2dm = x2 dV = x2 dx = x2 L/Ldx (x = jarak dari dm ke sumbu putar!)

] = M(a + b )(1/3 1/4)


2 2

(L = m = massa silinder pejal ; L = panjang silinder)

L A
putar adalah : h L-h m = L -h sampai L-h sehingga : I = m/L-hL-h x2 dx Diperoleh : I = m/3[L2-3Lh+3h2] kgm2 (Elemen massa dm) x Batas integralnya dari sumbu

A
dm=dx dx

Contoh 5. Menghitung momen inersia silinder pejal yang diputar pada sumbu putar yang sama dengan sumbu silinder : I = r2dm = r2 dV = r2 2 rdrL = 2L r3dr

L
R

( r = jarak dari elemen dm ke sumbu putar! ) Batas integralnya adalah dari 0 sampai R, 2LoR r3dr = 2L.1/4[r4]oR = m.R2 sehingga :

m =R2L

Jadi : I = m.R2 kgm2 2r

dr

(Elemen massa dm)

dm = 2rdrL (Ini adl bentuk elemen dm di dalam silinder jika dibuka!) 97 Contoh 6 : Tentukan harga momen inersia sebuah bola pejal berjari-jari R yang rapat massanya dan diputar dengan sumbu putar pada sumbu x seperti pada gambar! R Jawab : I = r2dm, dimana dm = dV

r x

dm = r2dx ; r2 = R2 x2 sehingga : dm = (R2 x2)dx

I = (R2 x2 ) (R2 x2)dx = (R2 x2)2 dx x Batas integral dari 0 sampai R, maka R dx I = ( R4-2R2x2+x 4)dx o I = [ R4x - 2/3R2x3 + 1/5 x 5 ] R = ( R4R - 2/3R2R3 + 1/5 R5 ) =
0

= ( R - 2/3R + 1/5 R ) = ( 8/15 R5 ) Karena m = V, sedang m = 4/3R3 = 20/15R3, maka besar momen inersia : I = 2/5 mR2 .
5 5 5

Soal Latihan : Tentukan besar momen inersia dari silinder pejal berjari-jari 0,5m panjang 10m dan rapat massanya 12000 kg/m3 jika diputar dengan sumbu putar yang tegak lurus terhadap sumbu silinder dan posisi sumbu putar tepat ditengah-tengah silinder !

98

20
13. FLUIDA (ZAT ALIR)
13.1. Fluida Statis

Ikatan antar molekul pada fluida jauh lebih lemah dibanding ikatan molekul pada zat padat sehingga apabila ada suatu gaya yang bekerja pada fluida maka akan mengalami respons yang berbeda dengan jika gaya tersebut mengenai zat padat. Oleh karena itu dalam membahas fluida banyak digunakan besaran tekanan (pressure = P), dimana : Tekanan P = F/A ( F = gaya yang bekerja ; A = luas permukaan yang mengalami gaya dalam arah tegak lurus arah gaya) Satuan tekanan adalah N/m2 atau pascal (Pa) ; Satuan lain untuk tekanan adalah atmosfir (atm) dimana : 1 atm = 101325 Pa ; Juga digunakan satuan toricelli (tor) dimana : 1 tor = 133,3 Pa

dF=dP.A

Fluida adalah zat alir, yakni zat yang dapat mengalir, terdiri dari zat cair dan zat gas. Ditinjau elemen zat cair bermassa dm yang

F=P.A
dy y A dW=dm.g F=P.A = rapat massa

berbentuk mirip koin yang luasnya A dan tebalnya dy. Karena massa zat cairnya maka berat elemen zat zair tersebut : dW = dm.g = .dV.g = ..dy.g ( g = konstanta percepatan gravitasi ) Elemen zat cair ini dalam keadaan statis, berarti resultant gaya yang bekerja = 0

Jadi F = 0 Fx = 0 ;Fy = 0 Ditinjau gaya-gaya yang bekerja pada sumbu y : Fy = 0 Gaya-gaya yang arahnya kebawah adalah gaya akibat berat elemen zat cair (dW), gaya aksi yang disebabkan oleh berat zat cair diatas koin (F), dan gaya akibat udara diatas permukaan zat cair (dF). 99 Gaya yang arahnya keatas adalah gaya reaksi (F) akibat adanya gaya aksi. Maka : F+dF+dW = F P.A + dP.A + ..dy.g = P.A dP = - .g.dy Jika persamaan ini diintegralkan

Po
y2-y1 = h y2 y1

dengan memasukkan batas-batas integral, Dimana : P = tekanan pada kedalaman h Po= tekanan pada permukaan luar y1= tempat bertekanan P diukur dari dasar y2= tempat bertekanan Po diukur dari dasar Po y2 y2 y1) y1 Maka : P = Po + . g.h

=rapat massa

dP = - .g.dy Po P = - .g (
P

Gaya apung dan Hukum Archimides Suatu benda apabila dicelupkan kedalam zat cair akan mengalami beberapa kemungkinan, tergantung kepada rapat massa dari benda tersebut dan rapat massa dari zat cair itu sendiri. Tinjau sebuah balok yang rapat massanya dengan luas A dan tinggi h, dengan demikian volume balok adalah V = A.h. balok tersebut sebagian tercelup kedalam air yang rapat massanya a. Gaya keatas yang dialami oleh balok adalah terkait dengan tekanan dari air. Berdasarkan rumus : P = Po + .g.h, sedang P=F/A, maka : Fkeatas = P.A = Po.A +a.g.y.A ; y = jarak vertikal bagian balok yang tercelup air!Gaya kebawah ada dua komponen : Tekanan atmosfir diatas balok dan berat balok itu sendiri. Gaya oleh atmosfir = Fatm = Po.A, dan gaya akibat berat balok F = m.g = ..h.g Dengan demikian besar gaya kebawah total F .g.h.A Maka resultante gayanya (Gaya netto) pada balok F = F Po.A + g.h.A Po.A - a.g.y.A = .g.h.A- a.g.y.A 100 Keadaan seimbang mengapung menuntut keseimbangan gaya yakni F netto = 0. Apabila harga gaya netto ini dibagi dengan g.A maka diperoleh : .h = a.y atau /a = y/h Jika <a maka y/h < 1, ini berarti hanya sebagian saja dari balok yang
kebawah kebawah

= Po.A + F
keatas

tenggelam. Jika = a, balok secara keseluruhan tenggelam dalam air dimana y = h. Disini balok akan mengapung tepat dibawah permukaan air karena gaya keatas dan gaya kebawah saling meniadakan. Jika > a maka balok pasti tenggelam secara penuh. Untuk keadaan tenggelam maka : F netto = g.h.A - a.g.h.A > 0 Beda harga dari berat balok g.h.A dikurangi F netto dikenal sebagai Gaya Apung (Buoyant force). Jaqi Gaya Apung Fapung = F berat benda F netto. Untuk kasus balok yang tenggelam sebagian maka Fapung = .g.h.A 0 = .g.h.A = a.g.y.A. Adapun jika balok tenggelam secara kesdeluruhan, dimana y >=h maka gaya apungnya : F
apung

= .g.h.A ( .g.h.A - a.g.h.A) = a.g.h.A Apabila V adalah volume

benda dibawah permukaan air ( V = y.A atau h.A tergantung apakah benda tenggelam sebagian atau secara keseluruhannya ke dalam air) maka kita bisa mengkombinasikan hasil kita ke satu pernyataan tunggal yakni : F apung = a.g.V ; Gaya apung melawan gaya gravitasi pada benda ( .g.h.A) ; Archimides mengemukakan prinsip yang berbunyi : Besar gaya apung pada benda yang tercelup sama dengan besar berat zat cair yang dipindahkan oleh benda tersebut. (a) F netto = 0 ; V<V ; Fapung = a.g.V = F = .g.V ; a.V = .V F keatas

F kebawah

101

(b) F netto = 0 ; V=V ; = a F keatas

y=h

F kebawah

F netto = g.h.A - a.g.h.A ; V=V ; > a F keatas

F kebawah y

+y Keterangan : V = Volume total benda : V = Volume bagian benda yang tercelup dalam air = Volume air yang dipindahkan oleh benda Contoh Soal 1 : Suatu bak mandi segi empat yang terbuat dari plastik mempunyai panjang L= 1m, lebar W = 0,8m, tinggi t = 0,6m, dan massa M =200kg. Bak tersebut terapung di danau. Berapa banyak orang yang bermassa masing masing m = 50 kg dapat naik ke bak tersebut sebelum tenggelam?

102

L
Jawab : Misalkan jumlah orang yang naik sebanyak x sedang rapat massa air a = 1000 kg/m3. Jika bak tersebut tenggelam sedalam y, maka volume air yang dipindahkan = gaya apung Fapung = air.L.W.y.g . Adapun gaya kebawah dengan sejumlah x orang = Fkebawah = (M+x.m)g . Bak terapung dengan kedalaman y dimana : F
apung

=F

kebawah

Bak akan tenggelam pada saat y = t. Sebelum tenggelam, persamaan keseimbangannya adalah : air.L.W.t.g = (M+x.m)g. air.L.W.t.g = M.g+x.m.g Harga g dikiri dan kanan persamaan dapat dicoret sehingga banyaknya orang = x =(air.L.W.t.- M)/m = (1000.1.0,8.0,6 200) / 50 = 280/50 = 5,6. Ini berarti jika bak dinaiki oleh 5 orang (berarti massanya cuma 250 kg) bak masih terapung, tetapi jika dinaiki oleh 6 orang (berarti massanya 300 kg) maka bak akan tenggelam. Contoh Soal 2 : Suatu balon timah dengan rapat massa = 11300kg/m3 yang berisi udara berjari-jari R = 0,1m secara total tercelup dalam tangki air seperti pada gambar dibawah. Berapa ketebalan t dari kulit timah balon jika balon tersebut tidak terapung juga tidak tenggelam? (Anggap t sangat tipis dibanding jari-jari R!) t << R 103 Jawab : Kita harus menghitung berat air yang dipindahkan oleh balon. Untuk itu kita perlu menghitung volume timah dan volume udara didalamnya.Dalam hal balon tidak tenggelam, secara pendekatan dapat diasumsikan bahwa tebal balon t jauh lebih kecil dibanding jari-jari balon R t <<R = 0,1m. Maka volume timah Vt dapat di anggap volume bola luar dikurangi volume bola dalam

sehingga jari-jarinya adalah R t , dimana t=0 R T karena sangat kecil, maka Vt = 4 R x t Vt = 4 R t ; Berat timah Wt =4 R t..g Berat air yang dipindahkan = Wa = a.Vt.g Wa = 4/3 R3 .a.g Wa = Wt, maka : t 4/3 R3 .a.g = 4 R t..g Jadi tebal kulit timah balon t = R.a / 3 t = 1000.0,1 / 3(11300) = 0,0029m = 3 mm ( Bukti bahwa t<< R, atau 0,0029m<<0,1m)
2 2 2 2

21
13.2. Fluida dinamis
Suatu zat cair yang mengalir dapat menghasilkan kondisi yang kompleks, misalnya terjadi pusaran aliran, timbulnya gesekan internal, dan sebagainya. Disini yang akan dibahas adalah zat cair yang ideal, yang memenuhi sejumlah kriteria tertentu, antara lain : zat cair yang mengalir tidak kental, tidak dalam keadaan terkompresi, tidak ada gesekan internal, alirannya tidak turbulen ( berpusar), dan sebagainya. Persamaan Kontinuitas : Ditinjau suatu elemen zat cair bermassa dm1 yang mengalir di pipa 1 yang luasnya A1 dalam waktu dt ( dt = elemen waktu) dan dengan kecepatan v1. Massa dm1= dV1 (dV1=elemen volum). Elemen massa dm1 tersebut berbentuk koin yang luasnya A1, maka besar dm1= dV1 = . A1.v1.dt 104 Gerakan dm1menyebabkan elemen massa di pipa 2 bermassa dm2 yang luas pipanya A2 bergerak dengan kecepatan v2 dalam waktu dt juga .

v2 A2 dm2

Jadi : dm1 = dV1 = . A1.v1.dt dm2 = dV2 = . A1.v1.dt dm1 = dm2 Maka :

A1 v1
dm1

. A1.v1 = . A2.v2 , atau :

A1.v1 =

A2.v2 = R (m3/s)

( R disebut Debit )

Persamaan Bernoulli :

A2 A1 h1
(a)

h2

v2 v1 F1=P1.A1 h1 L1
105 (b) g

F2=A2P2 h2 L2

KETERANGAN : Sebuah pipa mempunyai ukuran penampang yang berbeda pada bagian bawah dan bagian atasnya. Luas penampang pipa bawah = A1, sedang luas penampang pipa atas = A2 . Pipa pada gambar (a) berisi zat cair yang rapat massanya yang masih diam .

Kemudian pada gambar (2), tutup pipa bawah yang luasnya A1 didorong dengan gaya F1 sampai sejauh L1 menyebabkan tutup pipa atas yang luasnya A2 bergeser sejauh L2 ( Timbul gaya reaksi F2 akibat adanya gaya aksi F1). Pada peristiwa ini, gaya F1 melakukan kerja sebesar = F1L1 , sedang gaya F2 melakukan kerja sebesar = F2.L2 Karena zat cair yang bermassa m dipindahkan dari tempat berketinggian h1 ke tempat lain berketinggian h2 , sedang gaya gravitasi bumi berarah kebawah (berlawanan dengan arah gerak zat cair ) maka kerja oleh gaya gravitasi besarnya = m.g.h 1- m.g.h2 Dengan demikian besar kerja yang dilakukan oleh seluruh gaya (gaya resultan) = F1L1+ F2.L2 + (m.g.h1- m.g.h2) Menurut Teorema Kerja Energi : Besar kerja yang dilakukan oleh gaya resultan yang beraksi terhadap sistim = Besar perubahan Energi Kinetik dalam sistim itu. Besar energi kinetik dipipa bawah = m.v12, sedang besar energi kinetik dipipa atas = m.v22. Maka besar perubahan Energi Kinetik dalam sistim = m.v22 m.v12 Berdasarkan Teorema Kerja Energi maka diperoleh persamaan : F1L1+ F2.L2 + (m.g.h1- m.g.h2) = m.v22 m.v12 P1A1L1+ P2A2.L2 + (m.g.h1- m.g.h2) = m.v22 m.v12 A1L1 = A2.L2 = volume zat cair yang ditinjau = m/ , sehingga : P1.m/ + P2.m/ + m.g.h1- m.g.h2 = m.v22 m.v12 (P1+ P2) / = - g.h1 + g.h2 + .v22 .v12 , ini dapat ditulis :

P1+ . v12 + g.h1=P2 + . v22 + g.h2


( Dinamakan Persamaan Bernoulli ) 106 Keseimbangan Benda Terapung (TOPIK INI TIDAK TERMASUK YANG DIPRESENTASIKAN) Apabila suatu benda dimasukkan ke dalam zat cair maka terdapat dua kemungkinan yakni tenggelam atau terapung. Hal ini terkait dengan adanya dua macam gaya yang bekerja terhadap benda tersebut dan saling berlawanan arah yakni gaya gravitasu dan

gaya dorong keatas oleh zat cair. Jika gaya gravitasi lebih besar dari gaya dorong keatas maka benda akan tenggelam, sebaliknya jika gaya gravitasi lebih kecil dari gaya dorong keatas, benda akan terapung. Archimides menyatakan : Ketika suatu benda dicelupkan sebagian atau keseluruhannya kedalam zat cair, ia akan mengalami gaya dorong keatas oleh suatu gaya yang besarnya sama dengan berat zat cair yang dipindahkan oleh benda itu , dengan kata lain, gaya resultant yang beraksi pada benda itu adalah sama dengan perbedaan antara gaya keatas oleh zat cair dan gaya kebawah oleh gravitasi. Kecenderungan dari zat cair untuk mendorong keatas dari benda yang dicelupkan dikenal sebagai gaya apung, ini selalu sama dengan berat zat cair yang dipindahkan oleh benda. Jika gaya apung lebih besar dari berat benda maka benda akan didorong keatas sampai terapung, tdetapi jika gaya apung lebih kecil dari berat benda maka benda akan tenggelam. Pusat gaya apung adalah tempat suatu titik dimana gaya apung ditetapkan beraksi. Ini selalu merupakan pusat berat dari volume zat cair yang dipindahkan. Dengan kata lain, pusat gaya apung adalah pusat dari wilayah bagian yang dicelupkan. Metacentre Ketika suatu benda terapung pada suatu cairan, ada pergeseran sudut kecil, kemudian mulai bergetar disekitar titik tertentu. Titik disekitar mana benda mulai bergetar pada saat terapung disebut metacentre. Jadi, metacentre (M) adalah interseksi dari suatu garis yang melewati pusat gaya apung (B) dan pusat berat dari benda (G), dengan garis vertikal yang melalui pusat gaya apung yang baru B). 107

M 1 A B 2

G
B B

3 C
Tinggi metacentre Jarak diantara pusat gravitasi G suatu benda yang terapung dan metacentre M yakni jarak GM disebut tinggi metacentre. Suatu kenyataan bahwa tinggi metacentre suatu benda yang terapung merupakan ukuran kestabilannya, semakin tinggi metacentre dari suatu benda yang terapung, maka ia akan semakin stabil. Dalam rancangan modern, tinggi metacentre suatu kapal senantiasa dihitung dengan teliti untuk mengecek kestabilannya. Cara mengukur tinggi metacentre : Asumsikan ada sebuah kapal terapung dengan bebas di air. Kapal ini mengalami rotasi searah dengan putaran jarum jam seperti pada gambar berikut :

4 D

2b 3 b
b m 2

M o B G B d
108

a e1 e

c n

d1

Anggap ada kapal terapung di air yang mengalami rotasi membentuk sudut kecil disekitar titik O. Sebagai akibat rotasi, kedudukan kapal sekarang adalah mengikuti gambar dengan garis tipis. Maka bagian yang tenggelam sekarang berubah dari acde ke acd1e1. pusat gaya apung mula-mula B sekarang berubah ke posisi B1. Maka segitiga

aom telah keluar dari air, sedang segitiga ocn berada dibawah air. Karena volume air yang dipindahkan adalah sama maka berarti kedua segitiga tadi mempunyai luas wilayah yang sama. Ketika segitiga aom keluar air (berarti berkurangnya gaya apung disebelah kiri) maka ini cenderung memutar kapal kearah anti putaran jarum jam. Demikian pula segitiga ocn karena tenggelam kedalam air (berarti bertambahnya gaya apung disebelah kanan) maka ini cenderung memutar kapal kearah putaran jarum jam. Efek gabungan dari kedua gaya ini membentuk kopel yang mana cenderung akan memulihkan atau memutar kapal dalam arah anti putaran jarum jam. Untuk kecil dimana putaran kapal juga kecil, maka kapal bisa diasumsikan berputar disekitar titik metacentre M. Apabila lebar kapal adalah b, sedang panjang kapal L, adapun adalah sudut kecil dimana kapal berputar sekitar O dan V adalah volume air yang dipindahkan oleh kapal, maka : am = cn = b/2 Jika kecil maka sin = , sehingga am = b. /2 Sedang volume air pada segitiga aom sepanjang L adalah : (a.m)(b/2)L = (b/2)(b/2)L = b2.L/8. Jadi massa air pada volume ini = b2.L/8 (= massa jenis) Dengan demikian massa air pada segitiga con sepanjang L juga = b2.L/8. Disini lengan kopelnya adalah sepanjang 2b/3. (Ingat, pada segitiga siku-siku pusatnya berada pada 1/3 jarak dari tingginya!). Maka momen gaya dari kopel pemulih (restoring couple) adalah b2.L/8 x 2b/3 = .b3 .L/12, sedang momen dari gaya pengganggu (disturbing force) adalah : b2.L/8 x B1B. Kedua momen ini adalah sama besar, maka : . b3 . L/12 = b2. L/8 x B1B 109 Masukkan harga Lb2/12 = I (Momen inersia dari bidang kapal yang lebarnya b dan panjangnya L) dan harga BB1 = BM x (Lihat gambar untuk kecil!), maka :

.I. = x V (BM x ) Jadi BM = I/V = Momen inersia bidang per volume air
yang dipindahkan) Maka Tinggi Metacentre GM =BM +/- BG

KETERANGAN : Tanda + digunakan jika G lebih rendah dari B , sedang tanda digunakan jika G lebih tinggi dari B Macam-macam Keseimbangan terkait dengan benda yang terapung Keseimbangan Stabil : Jika benda terapung yang diberi pergeseran sudut kecil dapat kembali ke posisi semula Keseimbangan Tak Stabil : Jika benda terapung yang diberi pergeseran sudut kecil tak dapat kembali ke posisi semula dan terlempar ke tempat yang lebih jauh. Keseimbangan Netral : Jika benda terapung yang diberi pergeseran sudut kecil kedudukannya pindah ke tempat yang baru tetapi dalam keadaan tetap diam. Contoh Soal 1 : Rapat massa air laut 1,4 gr/cm3. Tentukan besar gaya yang dialami oleh bidang seluas 4 m2 didasar laut yang dalamnya 5000m jika tekanan udara diatas permukaan air adalah 1 atm. (g = 9,8 m/s2) Contoh Soal 2 : Pipa horizontal dibawah tanah yang luas penampangnya 0,5 m2 mengalirkan zat cair bermassa 0,9 gr/cm3 . Pipa tersebut berbelok keatas setinggi 10 m dan ukuran luas penampangnya mengecil sehingga menjadi 0,2 m2. Apabila tekanan di pipa bawah adalah 4.105 N/m2, sedang besar debit dalam pipa adalah 1m3/s , hitung besar tekanan zat cair di ujung pipa yang berada diatas! (g = 9,8m/s2).

110 Contoh Soal 3 : Sebuah tangki raksasa yang tingginya 40m berisi zat cair dengan rapat massa 0,9 gr/cm2.Permukaan tangki sangat luas dibanding pipa berkelok yang mengalirkan zat cair tersebut. ( g = 9,8 m/s2)

A1 = luas permukaan tangki ; A2 = luas pipa 2 ; A3 = luas pipa 3

A1 =

Tentukan : a). Kecepatan aliran di pipa 2 b). Tekanan di pipa 2 apabila

40m = 0,9 gr/cm2

tekanan di luar 1 atm !

A2 = 0,4m2
Contoh Soal 4 :

A3 = 0,2m2

Suatu silinder pejal berdiameter 3m mempunyai tinggi 3m. Silinder ini dibuat dari bahan yang specific gravitynya 0,8 dan ia terapung di air dengan sumbunya vertical. Hitung tinggi metacentrenya dan nyatakan apakah keseimbangannya stabil atau tidak! Gambar :

G 3m B O 3m 111 Jawab : Specific gravity adalah harga perbandingan antara rapat massa suatu benda () dengan rapat massa air (air), jadi specific gravity = /air , maka dalamnya bagian yang tercelup adalah = 0,8 x 3 = 2,4 m, dan jarak pusat gaya apungnya dari bagian

bawah silinder, OB = 2,4/2 = 1,2m. Jarak pusat beratnya dari bagian bawah silinder = OG = 3/2 = 1,5m. Jadi BG = OG-OB = 1,5-1,2 = 0,3m Momen Inersia dari seksi lingkaran I = (3)4/64 = 1,27 m4, dan volume air yang dipindahkan = V = (3)2/4 x 2,4 = 5,4 m3 ; BM = I/V = 1,27 /5,4 = 0,235m, maka tinggi metacentrenya GM = BM-BG = 0,235 0,3 = - 0,065m. Tanda minus berarti bahwa metacentre M dibawah pusat berat G. Dengan demikian, silinder dalam keadaan keseimbangan tak stabil. Contoh Soal 5 : Balok kayu dengan specific gravity 0,8 dan berukuran 1,2x0,4x0,3 terapung dalam air. Tentukan tinggi metacentre disekitar sumbu longitudinalnya! 0,4m Jawab : Dalamnya bagian balok yang tercelup adalah = 0,8 x 0,3 = 0,24m. Jarak pusat gaya apung B dari bagian bawah balok=OB=0,24/2 = 0,12m. Jarak pusat berat dari bagian bawah balok =OG=0,3/2 = 0,15m. Maka jarak dari 1,2m B ke G = BG = OG-OB = 0,15-0,12 = 0,03m. Momen inersia benda persegi empat panjang disekitar sumbu pusat dan parallel terhadap sisi yang panjang adalah L.b3/12=1,2(0,4)3/12 =0,0064m4.Adapun volume air yang dipindah V = 1,2 x 0,4 x 0,24 = 0,1152m3. Jadi, G 0,3m B Jarak B ke metacentre M = BM = I/V = 0,0064/0,1152 = 0,056m. Maka tinggi metacentre GM = BM BG = 0,056 0,03 = 0,026 m 112 Contoh Soal 6 : Suatu benda terapung berbentuk silinder berdiameter 2m dan dalamnya 1,2m. Bagian bawahnya yang berbentuk kurva (lengkung), memindahkan volume air 400 liter sedang pusat gaya apungnya berada pada 1,3m dibawah puncak

silinder. Pusat berat seluruh benda terapung ini adalah 0,8m dibawah puncak silinder dan total air yang dipindahkan adalah 2,6m3. Tentukan tinggi metacentre dari benda terapung tersebut ! Gambar :

2m h 1,2m O 0,8m 1,3m G B

Jawab : h adalah jarak antara antara permukaan air dengan bagian puncak benda terapung. Diameter benda yang terapung = 2m ; Kedalaman silinder 1,2m ; Volume bagian yang berbentuk lengkung 400 liter = 0,4m3 ; OB = 1,3m ; OG = 0,8m ; Total volume air yang dipindahkan = 2,6m3. Volume air yang dipindahkan oleh bagian yang silindris adalah 2,6-0,4 = 2,2m3. Jadi 2,2 = /4 (2)2 x (1,2-h) = (1,2-h) (1,2-h) = 2,2/ = 0,7 113

Maka h = 1,2 0,7 = 0,5m. Jarak pusat gaya apung benda terapung yang silindris dari puncak benda terapung adalah OB = 0,5+(1,2-0,5)/2 = 0,85m. (B adalah pusat gaya apung untuk semua benda yang terapung !). Maka : OB = {(0,4x1,3)+(2,2x0,85)}/(0,4+2,2) = 0,92mBG = OB-OG = 0,92-0,8 = 0,12m Momen inersia I dari bagian silinder atas disekitar pusat beratnya adalah : I = /64 x (2)4 = 0,7854m2. BM = I/V = 0,7854/2,0 = 0,302m. Maka tinggi metacentrenya adalah GM = BM BG = 0,302 0,12 = 0,182 m. Benda terapung yang berbentuk kerucut : D Ditinjau benda terapung berbentuk kerucut. D =Diameter ; d = Diameter pada permukaan d G B Zat Cair ; 2 = Sudut puncak kerucut ; L = Panjang Kerucut ; l = Panjang Kerucut yang tercelup zat cair. Jarak pusat gaya apung B dari O = OB = 3l/4 =0,75 l ;Jarak pusat berat dari O=OG=3L/4

OG = 0,75L Volume zat cair yang dipindahkan : O V = 1/3 l3 tg2 ; Momen inersia bagian lingkaran sekitar permukaan zat cair I = /64 x d4 I = /64 x (2l tg )4 = /4 ( l4 tg4) Harga BM dan tinggi metacentre dapat dicari seperti pada teori diatas. BM = I/V = {/4 ( l4 tg4)}/ {1/3 l3 tg2} = 0,75 l tg2 GM = BM BG !

114

22
14. KESEIMBANGAN
Pusat Massa(Titik Massa) merupakan suatu titik pada benda dimana seluruh massa benda dapat dianggap terpusat dititik tersebut, sedang Pusat Berat (Titik Berat) adalah suatu titik pada benda dimana seluruh berat benda dapat dianggap terpusat dititik tersebut. Gaya F adalah besaran penyebab gerak translasi, sedang Momen gaya (Torka) adalah besaran penyebab gerak rotasi. Sebuah benda berada dalam keadaan keseimbangan (equilibrium) jika : 1. Resultant gaya-gaya yang beraksi terhadap benda adalah nol, jadi :

F=0 (Fx=0 ; Fy=0 ;Fz=0)


2. Resultant momen gaya pada sumbu adalah nol, jadi :

=0 (x =0 ;y =0 ;z =0)
Torka : didefinisikan sebagai hasil perkalian antara posisi r dan gaya F, jadi =

r x F , dimana besar harganya adalah = r F sin ( = sudut antara r


teori

dan F). Arah torka senantiasa tegak lurus terhadap bidang dimana r dan F berada. (Untuk menentukan arah gunakan aturan putaran sekrup seperti pada perkalian vector) ; O = titik acuan. = r x F = r F sin ( = sudut yang diapit oleh r dan F)

Perjanjian Tanda untuk Torka : O r - F O r F

Jika searah putaran jarum jam, diberi tanda + Jika berlawanan arah putaran, diberi tanda 115 Contoh Soal 1. Papan yang panjangnya 8 m dan berat 400N menahan beban yang beratnya 200N dengan posisi seperti pada gambar. Hitung besar gaya normal N1 dan N2

! N2 Jawab : karena seimbang maka N1


4m 2m 2m

F=0 dan =0
Ambil acuan O di ujung kiri papan (Titik acuan O tentukan sendiri!)

O W1 W2

1) F=0, maka +W1+W2-N1-N2=0 , jadi 400+200 =N1+N2 atau : N1+N2 = 600 2) =0, maka : +4.W1+6W2-8N2=0 ; 4.400+6.200-8.N2=0 -> Diperoleh :
N2= 350newton, maka N1= 600-350=250newton. Contoh Soal 2. Pusat berat dari jembatan miring ada pada 1/3 panjangnya. Jika berat jembatan 800 N, sedang berat mahluk yang akan menyeberang 400N. Hitung pada posisi ketinggian berapa mahluk tersebut menginjakkan kaki yang menyebabkan jembatan tersebut tepat ambruk? (s bidang vertikal = 0)

12m
Uhuk,uhuk..

9m

s=0,4

116 Jawab : Buat acuan O, misal di ujung bagian bawah papan miring, kemudian gambar seluruh vektor gaya yang ada dalam sistim setelah mahluk tersebut naik. Menurut teori trigonometri, pada segitiga siku-siku berlaku h:12m=x:9m=t :L N1 12m L (panjang sisi miring) 400N t 800N Fs O 9m 9m Anggap pada saat jembatan tepat ambruk ketika diinjak, posisi mahluk berada pada ketinggian h, dan proyeksinya ke bidang datar sejauh x dari acuan O. Sekarang mulai dilakukan perhitungan sesuai dengan teori keseimbangan : 1) F=0 ; karena gaya-gaya yang bekerja ada pada sumbu x dan y maka : Fx=0 dan Fy=0 Pada arah sumbu y : Fy=0 N2-400-800=0 N2 =1200 newton Pada arah sumbu x : Fx=0 N1-Fs = 0 N1 - sN2 = 0 N1=0,4.1200 = 480 ; maka : N1= 480 newton. 2) =0 ; Torka-torka yang ada dengan acuan O adalah: yang ditimbulkan oleh gayagaya 400N, 800N, dan N1 (Tak ada torka oleh N2). Posisi gaya 400N terhadap O adalah berjarak = x meter Posisi gaya 800N terhadap O adalah berjarak = 3 meter. Posisi gaya N1 terhadap O adalah berjarak = 12 meter. Maka : O x N2 12m h

+12.N1 400.x 800.3 = 0 N1= 480 newton, sehingga:12.480 400.x 800.3 = 0 5760 400.x 2400 = 0 ; x = 3360/400 = 8,4m. Menurut perbandingan trigonometri, h : 12m = x : 9m = t : L , jadi , h : 12m = 8,4m : 9m Maka pada posisi mahluk h = (8,4)(12)/(9) = 11,2m jembatan ambruk! 117 Contoh Soal 3 : Mobil derek digunakan untuk mengangkat beban bermassa 2000 kg menggunakan alat seperti pada gambar berikut : B Panjang batang AB=10m Massa batang 100 kg (Pusat berat tepat ditengah)
30o

dengan

C 2000 kg

A Jarak CB= 0,5m g = 9,8 m/s2

60o

Tentukan besar gaya tegangan tali T yang berfungsi menarik beban! Contoh Soal 4 : Berat mobil adalah 10.000N. Apabila gaya normal di roda A adalah 46 % sedang gaya normal di roda A 2,4m B B adalah 54%, tentukan pusat berat dari mobil tsb diukur dari roda A !

118

23
15. PANAS DAN PERPINDAHAN PANAS
15.1. Panas
Panas merupakan bentuk energi yang ditransfer diantara dua benda sebagai akibat adanya beda temperatur (suhu), diberi simbol Q. Satuan panas dalam SI adalah joule sedang dilapangan sering digunakan satuan kalori (kal) 1 kal = 4,1868 J Temperatur suatu benda yang menentukan arah aliran panas ketika suatu obyek mengalami kontak panas dengan obyek lain. Panas mengalir dari tempat yang bertemperatur lebih tinggi ke tempat lain yang bertemperatur lebih rendah. Temperatur adalah ukuran dari energi kinetik molekul-molekul, atom-atom, atau ion-ion pada mana suatu benda atau zat tersusun. Pengukuran terhadap temperatur rendah dan menengah ( sampai 500 C) biasanya digunakan thermometer, sedang pengukuran terhadap temperatur tinggi digunakan pyrometer. 15.1.1. Kapasitas panas (C) : dahulu disebut kapasitas termal, adalah jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan temperatur suatu benda sebesar 1oC. Persamaan ditulis : C = Q/T, dimana T = perubahan temperatur, dalam satuan kelvin (K) . Satuan kapasitas panas C adalah joule/kelvin (J/K) 15.1.2. Panas Jenis (c) : adalah banyaknya panas persatuan massa per derajat perubahan temperatur. c = Q/m.c T , m = massa benda, sehingga dengan demikian persamaan untuk panas dapat dituliskan : Q = m.c. T joule. Satuan untuk panas jenis c adalah joule / kg K. Berdasarkan Asas Black, apabila suatu benda memberikan panas

kepada benda yang lain maka pada saat tertentu temperatur kedua benda sama, dikatakan temperatur kedua benda dalam keadaan seimbang. Dinyatakan bahwa panas yang diberikan oleh benda 1 ke benda 2 = panas yang diterima oleh benda dari benda 1 Q1 = Q2 m1.c1. 1= m2.c2.2

119 Keterangan : 1 = beda suhu benda 1(T1)dengan suhu akhir Ta = (T1-Ta) 2 =beda suhu akhir Ta dengan suhu benda 2(T2) = (Ta-T2) m1 = massa benda 1 ; m2 = massa benda 2 c1 = panas jenis benda 1 ; c2 = panas jenis benda 2 15.1.3. Ekspansi dan Kontraksi Pada umumnya benda akan mengalami perubahan ukuran apabila suhu benda berubah. Ekspansi adalah bertambahnya ukuran benda jika suhunya dinaikkan, sedang kontraksi adalah berkurangnya ukuran benda jika suhunya diturunkan. Efek ini berkaitan dengan perubahan energi atom-atom/molekul-molekul akibat perubahan suhu. a. Ekspansi Linier (untuk benda padat dengan peninjauan hanya kearah 1 dimensi, misal kawat logam) Jika suatu benda padat (rigid body = benda tegar) panjang mula-mula Lo diberi perubahan suhu t, akan mengalami perubahan panjang sebesar L yang berbanding lurus dengan t. Lo Lt L

Besar kecilnya perubahan juga tergantung kepada jenis benda, oleh karena itu harus dimasukkan suatu faktor berupa konstanta yang dinamakan koefisien ekspansi linier alpha ( ) sehingga diperoleh persamaan : L= .Lo.t atau : = L/Lo t Jika panjang benda pada suhu mula-mula to adalah Lo, sedang pada suhu akhir t panjangnya adalah Lt maka L = Lt Lo, sedang t = t to, dengan demikian persamaan menjadi : Lt = Lo ( 1 + .t ) 120 b. Ekspansi Bidang (peninjauan kearah 2 dimensi) Jika benda homogen berekspansi maka jarak antara 2 titik dalam zat itu bertambah sebanding koefisien ekspansinya tiap derajat kenaikan suhu. Perhatikan benda 2 dimensi pada gambar berikut ini : xo.y y yo.x yo Ao = xo.yo xo x x.y

Luas mula-mula Ao dan suhu mula-mula to, setelah dipanasi sampai suhu t maka sisi xo bertambah panjang sebesar x, sisi yo bertambah panjang sebesar y. Jika A = At Ao maka : = xo.y + x.y + yo.x = xo..yo.t + xo.t.yo.t + yo..xo.t = .xo.yot (2 + .t) , dimana xo.yo = Ao Karena koefisien ekspansi umumnya kecil sekali relatif terhadap bilangan 2 yang ada dalam tanda kurung diatas, ini berarti .t kecil sekali relatif terhadap bilangan 2 maka dapat diabaikan sehingga : A =2..t, atau At = Ao (1 + 2.t)

Besaran 2 biasa disebut koefisien ekspansi luasan sehingga persamaan dapat ditulis : At = Ao (1 + . t) c. Ekspansi Volum (peninjauan kearah 3 dimensi) Dengan cara identik pada teori ekspansi bidang maka dapat diperoleh persamaan ekspansi volum (tiga dimensi) Vt =Vo(1 + 3.t) besaran 3 dinamakan koefisien ekspansi volum , maka persamaan dapat ditulis : Vt = Vo (1 + . t) Termometer : adalah alat yang digunakan untuk mengukur temperatur (suhu) benda, pada umumnya hanya digunakan untuk pengukuran temperatur rendah dan menengah. 121 Macam-macam Thermometer : Celcius Reamur Rankine Kelvin : Skala suhu air beku 0oC, suhu air mendidih 100oC : Skala suhu air beku 0or, suhu air mendidih 80or : Skala suhu air beku 492oR, suhu air mendidih 672oR : Skala suhu air beku 273K, suhu air mendidih 373K t oC Suhu air mendidih Suhu air membeku Suhu Nol Mutlak 100 0 -273 t or 80 0 -218 t oF 212 32 -460 t oR 672 492 0 tK 373 672 0

Fahrenheit : Skala suhu air beku 32oF, suhu air mendidih 212oF

Keterangan : t oC = 4/5 t or = (9/5 t + 32) oF = (273 + t)K t oR = t oF + 460

24
15.2. Perpindahan Panas (Heat Transfer)
Mekanisme perpindahan panas dari suatu tempat ke tempat lain ada 3 cara :

1. Konduksi : Proses perpindahan panas pada medium zat padat dimana energi panas dipindahkan oleh gerakan elektron elektron bebas pada medium tersebut, misal : besi, tembaga, beton, dan sebagainya. 2. Konveksi : Perpindahan panas oleh perpindahan massa dari benda yang menjadi mediumnya, misal air, udara, dan fluida lainnya. 3. Radiasi : Perpindahan panas tidak memerlukan medium untuk perambatannya karena disini panas dibawa oleh gelombang elektromagnetik, misal radiasi matahari yang datang ke bumi melewati daerah vakum di angkasa luar. 122 15.2.1. Konduksi Jika suatu bahan misal besi dengan luas permukaan A dan tebal x salah satu sisinya dipanasi maka panas akan mengalir dari sisi yang bersuhu lebih tinggi ke sisi lain yang bersuhu lebih rendah. Apabila lama waktu mengalir adalah t maka besar jumlah energi panas yang mengalir : Q = - k.A.t. T/x , dimana : Q = jumlah panas yang mengalir (J) k = koefisien konduksi, harganya tergantung jenis bahan (J/smK) T2 A Q k T1 A = luas permukaan (m2) T = (T2 T1), suhu T2>T1 x = tebal bahan (m)

x Dengan demikian maka jumlah panas yang mengalir per satuan waktu dinyatakan sebagai : Q/t = - k.A.T/x , dinamakan arus panas H, satuannya J/s Secara umum persamaan dituliskan : H = dQ/dt = - k.A.dT/dx ; dimana : dQ = elemen panas yang mengalir

dt = elemen waktu - = tanda negatif, menunjukkan adanya penurunan suhu dT = elemen perubahan suhu dx = elemen tebal bahan

123 Arus Panas melalui beberapa jenis bahan Apabila arus panas mengalir melalui dua buah lapisan yang jenisnya berbeda dimana suhu T2 dan T1 besarnya konstan (T2>T1), maka kondisi demikian disebut dalam keadaan tunak (steady state). Dengan demikian besar arus panas pada lapisan bahan yang satu H1 sama dengan besar arus panas panas pada lapisan bahan dua H2. Keterangan : T2 Tx Q k1 k2 T1 A k1 = koefisien konduksi bahan 1 k2 = koefisien konduksi bahan 2 x1 = tebal bahan 1 x2 = tebal bahan 2 Tx = suhu sambungan x1 x2 Pada lapisan bahan 1 : H1 = - k1.A (T2-Tx)/x1 ...(1) Pada lapisan bahan 2 : H2 = - k2.A (Tx-T1)/x2.(2) Karena H1 = H2 maka : - k1.A (T2-Tx)/x1 = - k2.A (Tx-T1)/x2 Dari persamaan diatas diperoleh besar suhu pada sambungan Tx , Tx = k1.T2.x2 + k2.T1.x1 / (k2.x1+k1.x2) Dengan memasukkan harga Tx ini kedalam persamaan (1) atau (2), akan diperoleh besar arus panas yang mengalir pada benda yang tersusun dari 2 jenis bahan yang berbeda ini :

H = A (T2 T1) / (x1/k1+x2/k2) Untuk sejumlah n lapisan bahan, secara umum persamaan arus panas dapat dituliskan : H = A (T2 T1) / x/k , dimana x/k = x1/k1 + x2/k2 + x3/k3 +.......xn/kn

124

Arus Panas pada benda Bentuk Pipa Pada bab terdahulu aliran panas bergerak searah karena luas permukaan bagian belakang sama dengan luas bagian depan, namun tidak demikian untuk panas yang mengalir dari bagian dalam suatu benda berbentuk pipa (silindris) kearah bagian luar, karena mengalami pengembangan luas, oleh karena itu perlu dihitung menggunakan teori integral. Jika suhu dibagian dalam pipa T2 sedang suhu dibagian luar pipa T1 dimana T2>T1, dalam keadaan steady state dimana harga T2 dan T1 besarnya konstan maka digunakan persamaan : H = - k.A.dT/dx T1 T2

L Berjari-jari : Ra r Rb Ditinjau elemen silinder berjari-jari r(garis tebal), luas permukaan elemen silinder : A = 2 .r.L, maka H = - k. 2 .r.L.dT/dr, atau : H.dr/r = - 2 .L.k.dT.

Untuk r = Ra, maka besar suhu T = T2, sedang untuk r = Rb, besar suhu T = T1. Hargaharga ini merupakan batas integral, sehingga apabila dimasukkan ke persamaan diperoleh : H ba dr/r =-2.L.kT1T2 dT ; H (ln a-ln b)= -2 .L.k.(T2-T1) ; H.ln a/b = - 2 .L.k.(T2-T1) ; H.ln b/a = + 2 .L.k(T2-T1) Maka besar arus panas yang mengalir melalui dinding dari bagian dalam pipa ke bagian luar : H = 2. L.k (T2-T1)/ln(b/a) J/s 125 Aliran Panas pada pipa dengan Dinding Berlapis Banyak Sebagaimana pada papan datar, apabila arus panas mengalir melalui dinding pipa berlapis banyak yang masing-masing lapisan terbuat dari jenis bahan yang berbeda maka dalam keadaan steady state, besar arus panas H adalah sama pada tiap-tiap lapisan. Ditinjau sebuah pipa tang dindingnya terdiri dari dua jenis bahan yang berbeda, misal bahan 1 dibagian dinding dalam pipa mempunyai koefisien konduksi k 1, sedang bahan 2 dibagian dinding luar pipa mempunyai koefisien konduksi k2 seperti pada gambar dibawah. Jari-jari bagian dalam pipa adalah a, jari-jari bagian luar pipa b, sedang jari-jari sambungan adalah s. Suhu di bagian dalam pipa T2, suhu di sambungan Tx, dan suhu di bagian luar pipa T1 . Berikut adalah gambar penampang pipa berlapis dua : b T1 Pada dinding dalam : H1 = 2.L.k1(T2-Tx)/ln (c/a) Pada dinding luar : H2 = 2.L.k2 (Tx-T1)/ln (b/c) Dalam keadaan steady state, H1 = H2 maka : 2.L.k1(T2-Tx)/ln(c/a)=2.L.k2(Tx-T1)/ln(b/c) Dari persamaan ini diperoleh besar suhu pada sambungan (daerah lingkaran tebal) yakni Tx : Tx = k1.T2.ln(b/c) + k2.T1.ln(c/a) / k2.ln(c/a)+k1.ln(b/c)

Dengan memasukkan harga Tx ini ke persamaan (1) atau (2) diperoleh harga arus panas H pada pipa dengan dinding berlapis dua : H = 2. L(T2-T1) / [ ln(c/a)/k1+ln(b/c)/k2 ] Apabila sebuah pipa dindingnya terdiri dari 4 lapisan dari bahan bahan yang jenisnya berbeda-beda dengan koefisien konduksi masing masing bahan adalah k1, k2, k3, dan k4, dan jari-jari dari arah bagian dalam pipa menuju bagian luar adalah ro, r1, r2, r3, dan r4 (perhatikan gambar penampang pipa berlapis banyak pada gambar dibawah), maka besar arus panas H yang mengalir melalui dinding pipa tersebut adalah : 126

T1

H = 2. L(T2-T1) / [ ln(r1/ro)/k1+ln(r2/r1)/k2+ln(r3/r2)/k3+ln(r4/r3)/k4] Arus Panas pada benda Bentuk Bola Apabila sumber panas mengalir dari dalam sebuah benda homogen berbentuk bola dengan jari-jari bagian dalam Ra dan bersuhu T2, sedang jari-jari bagian luarnya Rb dan bersuhu T1 maka besar arus panasnya dapat dicari sebagai berikut : H = - k.A.dT/dr A = luas elemen bola berjari-jari r Rb T1 ( gambar lingkaran tebal)

A = 4 r2 . H = - k. 4 r2 dT/dr Persamaan ini dapat ditulis : H.dr /r 2 = -4 k.dT Batas integralnya adalah : T2 >T1 Untuk r = a, besar suhu = T2 Untuk r = b, besar suhu = T1 127 H ba dr/r2 = - 4 k

T1T2 dT

; H [ -1/r ] ba = - 4 k (T2-T1)

-H (1/a-1/b) = -4 k(T2-T1) Jadi besar arus panasnya adalah : H = 4 k (T2-T1)/ [(b-a)/ab] Untuk dinding bola yang terdiri dari beberapa lapisan bahan dari jenis yang berbedabeda, dengan cara seperti pada bab-bab terdahulu (yakni dengan persamaan H1=H2) maka besar arus panas yang mengalir dapat dihitung. Contoh Soal : Suatu pipa dinding berlapis 2 dengan jari-jari dinding terluarnya 20cm terbuat dari 2 bahan yang berbeda jenisnya mengalirkan cairan panas bersuhu 60oC. Tebal kedua bahan sama yakni 4cm. Koefisien konduksi bahan 1 = 0,48 J/s.m.K, sedang koefisien konduksi bahan 2 = 0,04 J/s.m.K. Apabila suhu di permukaan luar pipa 20oC, bahan yang mana yang harus ditempatkan dibagian dalam pipa agar daya isolasi dinding terhadap panas lebih besar ? (daya isolasi = kebalikan daya konduksi) 20oC b

Jawab : Besar arus panas untuk pipa yang dindingnya tersusun dari 2 jenis bahan yang berbeda adalah : H = 2. L(T2-T1) / [ ln(c/a)/k1+ln(b/c)/k2 ] Dimana : a = jari-jari dinding dalam b= jari-jari dinding luar c = jari-jari sambungan (gambar lingkaran tebal) 128 Jika bahan 1 yang ditempatkan di bagian dalam pipa : H = 2.L(60-20) / [ ln(16/12)/0,48+ln(20/16)/0,04 ] = 2.L(40)/[0,599+5,58] = 80L/6,178 J/s = 251,33L/6,178 = 40,68L Jika bahan 2 yang ditempatkan di bagian dalam pipa : H = 2.L(60-20) / [ ln(16/12)/0,04+ln(20/16)/0,48 ] = 2.L(40)/[7,192+0,465 = 80L/7,66 J/s = 251,33L/7,66 = 32,81L Dari hasil perhitungan diperoleh harga arus panas H untuk bahan 1 yang ditempatkan di bagian dalam pipa (bahan 2 diluar) lebih besar jika dibandingkan dengan harga H untuk bahan 2 yang ditempatkan di bagian dalam (bahan 1 diluar), berarti daya konduksi panas lebih besar. Adapun jika bahan 2 yang ditempatkan dibagian dalam pipa daya konduksi panasnya lebih kecil. Karena daya isolasi kebalikan dari daya konduksi maka berarti agar daya isolasi dinding pipa lebih besar maka yang harus ditempatkan dibagian dalam pipa adalah bahan 2.

129

25
16. STRUKTUR ATOM DAN MOLEKUL
Inti atom, berisi proton (p) dan netron (n) Kulit atom, berisi elektron (e) 16.1. Atom Atom merupakan elemen dasar dari suatu benda yang tersusun dari inti atom dan kulit atom. Inti atom terdiri dari proton (p) yang bermuatan listrik positif dan netron (n) yang tidak bermuatan listrik (netral), sedang kulit atom berisikan elektron (e) yang bermuatan listrik negatif. Massa proton = 1.67.10-27 kg, massa netron kurang lebih sama dengan massa proton, sedang massa elektron = 9,1.10-31 kg. Muatan listrik proton = +1,6.10 -19 coulomb (C), sedang muatan listrik elektron = -1,6.10 -19C. Nomor atom Z menunjukkan banyaknya proton yang ada dalam suatu atom = banyaknya elektron yang ada dalam atom tersebut. Massa atom M dihitung dari banyaknya massa proton dan massa netron dalam inti, sedang massa elektron karena relatif kecil tidak dimasukkan dalam perhitungan, jadi dapat diabaikan. Benda-benda

yang berada disekitar kita termasuk yang digunakan dalam dunia industri terdiri atas banyak sekali atom-atom dan molekul-molekul. Molekul adalah suatu bentuk atom tunggal atau kelompok atom yang berikatan secara kimia. Bila massa dua zat yang berbeda mempunyai massa molekuler yang sepadan, zat-zat tersebut terdiri atas molekul yang sama jumlahnya. Berdasarkan kenyataan ini didefinisikan istilah mole. 1 mole suatu zat adalah jumlah/banyaknya zat tersebut yang massanya sama dengan massa atom / molekuler zat itu. Jadi jumlah zat itu, mungkin atom, molekul, ion, elektron, proton, dan lain sebagainya. 130 Satu mole setiap zat apa saja mengandung sebanyak 6,022.10 besarnya 1,67.10
-27 23

butir. Satuan massa

untuk atom dan molekul adalah a.m.u. (atomic mass unit) dengan simbol u yang kg. Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa : 1 mole carbon12 mempunyai massa 12 gram karena massa atom carbon-12 besarnya 12u, atau kalau dibalik, untuk 12 gram 12C terdapat 1 mole atom-atom carbon. Demikian juga untuk 235gram 235U terdapat 1 mole atom-atom uranium. 16.1.1. Elektron Elecktron merupakan partikel dasar untuk listrik, dan semua muatan listrik merupakan kelipatan muatan elektron. Elektron terdapat pada kulit atom, suatu tempat dimana elektron mengorbit menempuh lintasan lingkaran mengelilingi inti atom. Keberadaan setiap elektron pada kulit atom mengikuti aturan tertentu. Pauli (1925) mengemukakan prinsip yang dikenal dengan prinsip Exclusi Pauli yang menyatakan bahwa : Dalam setiap atom tidak boleh ada suatu elektron yang mempunyai ke empat bilangan kuantumnya tepat sama dengan yang lain. Empat bilangan kuantum electron adalah : a. Bilangan Kuantum Utama-n : berharga 1,2,3,4,..... Pada orbit n = 1 mempunyai energi terrendah. Tempat kedudukan elektron pada n = 1,2,3,4, dan seterusnya dinamakan kulit K,L,M,N, dan seterusnya. Banyaknya elektron disetiap kulit

maksimum adalah 2n2. Apabila kulit tidak sepenuhnya terisi maka jumlah elektron pada kulit tersebut kurang dari 2n2 . b. Bilangan Kuantum Azimuth (orbital)-l : berharga l = 0,1,2,3,.......( n-1 ). Jadi apabila n = 1 maka l = 0, apabila n = 2 maka l = 0 dan l = 1. Orbital l = 1,2,3,4, dan seterusnya merupakan sub kulit yang dinamakan s,p,d,f, dan seterusnya. Banyaknya elektron di setiap sub kulit maksimum 2(2l+1). Apabila sub kulit tidak sepenuhnya terisi maka jumlah elektron pada sub kulit tersebut kurang dari 2(2l+1). 131 c. Bilangan Kuantum Magnetik-m : untuk setiap harga l yang ada, akan mem punyai harga m yang banyaknya 2l+1. Harga m nya mengikuti rumus : -l, -(l-1),.....,0,..+(l-1),+l. Jadi apabila l = 1, maka m = -1, 0, +1 Untuk l = 2, maka m = -2, -1, 0, +1, +2 d. Bilangan Kuantum Spin-s : untuk setiap harga m yang ada, terdapat 2 s yang harganya : +1/2 dan -1/2. Maka apabila m = -1, 0, +1, bilangan kuantum spin snya : +1/2, -1/2, +1/2, -1/2, +1/2, -1/2. 16.1.2. Konfigurasi Elektron Susunan electron pada kulit atom dapat dituliskan sebagai berikut : Misal atom natrium Na dengan jumlah elektron 11 buah, dituliskan : 11 Na 1s2 2s2 2p6 3s1 , artinya : sub kulit 1s ( n = 1 , l = 0 ) dan 2s ( n = 2, l = 0 ) masing-masing berisi dua elektron, sub kulit 2p ( n = 2, l = 1 ) berisi enam elektron, dan sub kulit 3s ( n = 3, l = 0 ) berisi satu elektron. Tabel Bilangan Kuantum Apabila kita akan membuat tabel bilangan kuantum-n,l,m, dan s dari kulit M yang terisi penuh elektron maka dapat dilakukan cara sebagai berikut : Kulit M berarti n = 3 ; l = 0,1,2 ; Jadi untuk l = 0 maka m = 0, dengan s = 1/2 dan

-1/2 ; untuk l = 1 maka m = -1,0,+1 dengan s = 1/2,-1/2,1/2,-1/2,1/2,-1/2 ; untuk l =2 maka m = -2, -1, 0, +1, +2, dengan s = 1/2, -1/2,1/2,-1/2,1/2,-1/2,1/2,-1/2, 1/2,-1/2. ( Ingat, banyaknya m = 2l+1 )! Perhatian : Untuk kulit M (n=3), apabila terisi penuh berarti jumlah elektronnya ada 2n2 = 2.32 = 18 buah.

132 Tabel bilangan kuantum untuk 18 buah electron yang berada di kulit M : n l m s

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

0 0 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2

0 0 -1 -1 0 0 +1 +1 -2 -2 -1 -1 0 0 +1

1/2 -1/2 1/2 -1/2 1/2 -1/2 1/2 -1/2 1/2 -1/2 1/2 -1/2 1/2 -1/2 1/2

3 3 3

2 2 2

+1 +2 +2

-1/2 1/2 -1/2

Tabel untuk kulit M yang terisi penuh elektron diatas berasal dari penjabaran berikut : n = 3 berarti jumlah l ada 3 yakni : l = 0,1, dan 2 l = 0 ; 1 ; 2 untuk l = 0 maka m ada 1 buah yaitu 0 untuk l = 1 maka m ada 3 buah yaitu -1,0,+1 untuk l = 2 maka m ada 5 buah yaitu -2,-1,0,+1,+2 133 Jadi semua m ada : 0 ; -1, 0, +1 ; -2, -1, 0, +1, +2 Tiap 1 buah harga m ada 2 buah s yakni +1/2 dan -1/2, sehingga total bilangan kuantum spin s nya : 1/2, -1/2, 1/2, -1/2, 1/2, -1/2, 1/2, -1/2, 1/2, -1/2, 1/2,-1/2, 1/2 -1/2, 1/2,-1/2,1/2,-1/2 16.2. Ikatan Molekul Suatu atom berada dalam keadaaan paling stabil jika kulit-kulit elektronnya tertutup (jumlah elektronnya maksimum sesuai dengan aturan Pauli). Maka atom cenderung untuk mendapatkan atau melepaskan elektron untuk memperoleh kulit tertutup dengan cara bergabung dengan atom lain. Ada beberapa sistim ikatan molekul : 16.2.1. Ikatan Ionik : merupakan ikatan elektrostatik antara ion-ion. (Ion = atom atau gugusan atom yang bermuatan listrik). Misal atom natrium (Na) dengan jumlah elektron total 11 buah, yakni 2 buah di kulit K, 8 buah di kulit L, serta 1 buah di kulitnya yang terluar M. Karena di kulit ini hanya terisi 1 buah elektron maka atom Na ini tidak stabil dan cenderung melepas elektron terluarnya untuk menjadi ion positif. Atom chlorida Cl mempunyai jumlah elektron 17, dengan

perincian : 2 buah di kulit K, 8 buah di kulit L, dan 7 buah di kulit terluarnya M. Di kulit ini baru terisi penuh jika jumlah elektronnya 8 buah. Oleh karena itu disini masih banyak tempat kosong sehingga atom Cl ini tidak stabil dan cenderung untuk menarik elektron dari luar untuk menjadi ion negatif. Apabila satu-satunya elektron yang ada di kulit terluar atom Na ini pendah ke kulit terluar atom Cl yang banyak kosong maka akan menghasilkan 2 buah ion, yang satu bermuatan positif karena kehilangan elektron, dan yang lain negatif karena mendapat tambahan elektron. Akhirnya, kedua ion ini tarik menarik membentuk ikatan molekul Ionik. Contoh ikatan antara Natrium dengan Chlorin membentuk NaCl : 134 e Na Cl Na+ Cl-

16.2.2. Ikatan Covalen : adalah ikatan antar atom dengan cara pemakaian bersama sepasang elektron atau beberapa pasang Contoh : H H H C C H

b). Ikatan molekul H2

b). Ikatan molekul C2 H2

Atom Hidrogen hanya memiliki 1 buah elektron sedang Atom Carbon memiliki 6 buah elektron yakni 2 elektron di kulit dalam (tidak digambar) dan 4 elektron di kulit luar. Disini tampak di kulit terluar Atom Carbon terdapat 6 elektron

karena yang 2 elektron berasal pinjam dari elektron tetangga yakni dari Atom H dan Atom C yang dipakai bersama. 16.2.3.Ikatan Logam : Setiap atom logam pada umumnya hanya mempunyai sedikit elektron di kulit terluarnya. Elektron elektron ini sangat mudah lepas dan bergerak bebas keseluruh bagian logam dengan meninggalkan ion logam yang bermuatan positif. Karena dalam suatu benda logam terdiri dari banyak sekali atom-atomnya maka elektron elektron yang bergerak bebas jumlahnya juga sangat banyak bagai kabut elektron, demikian juga jumlah ion ion positif sangat banyak. Karena kabut elektron berada dimana mana disela sela antar ion ion positif tersebut maka terjadilah gaya tarik menarik antara ion ion positif dengan kabut elektron dan terjadilah ikatan logam membentuk molekul 135

DAFTAR PUSTAKA
Bansal, R., A Text Book of Engineering Mechanics, Laxmi Publications Ltd., New Delhi, 2004 Beer, F., Johnston,R., Mechanics for Engineers, 4th ed., Mc Graw Hill Book Company, NY, 1987 Burton,T.D., Introduction to Dynamic System Analysis, Mc Graw Hill International Edition, NY, 1994 Counihan, M., A Dictionary of Energy, Routledge & Kegan Paul Ltd., 1981 Enge,H., Introduction to Nuclear Physics, Addison Wesley Publishing Co., London,1974. Fishbane, P., Gasiorowicz, Physics for Scientists and Engineers, Prentice Hall Inc., New Jersey, 1996 Hibbeler, Engineering Mechanics: Dynamics, Prentice Hall Pearson Education Asia Pte, Ltd., Singapore, 2002 Kelvey, J., Grotch, H., Physics for Science & Engineering, Harper & Row Publishers, NY., 1978 Khumar,L., Engineering Fluids Mechanics, Eurasia Publishing House Ltd., New Delhi, 2006 Khurmi, R., A Text Book of Engineering Mechanics, S.Chand & Company Ltd., New Delhi, 2004 Marmet, P., Einsteins Theory of Relativity versus Classical Mechanics, Newton Physics Books, Glaucester, 1993

Meriam, J.L., Kraige,L.G., Engineering Mechanics : Dynamics, John Wiley & Sons Ltd., Virginia, 2003 Merken, Physical Science with Modern Applications, 5th ed., Sounders College Publishing, NY, 1992 Miller, F., Dillon, T., Concepts in Physics, Harcourt Brace Jovanovich Inc, 1974 Mittal, P., Anand J., A Text Book of Sound, Har Anand Publications, New Delhi, 1994 Spiegel, M., Theory and Problems of Vector Analysis, Mc Graw Hill Book Company, NY, 1974 Thumann, A., Metha, P., Hand Book of Energy Engineering, 4th ed., The Fairmont Press Inc., 1997 Young, Freedman, University Physics, 9th ed., Addison Wesley, Massachusets, 1998

136

You might also like