You are on page 1of 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Menopause Kata menopause berasal dari bahasa Yunani yang berarti bulan dan penghentian sementara. Berdasarkan definisinya, kata menopause berarti masa istirahat. Namun, secara medis, istilah yang lebih tepat adalah menocease karena istilah menopause secara medis berarti berhentinya masa menstruasi, bukan istirahat. Definisi menopause menurut WHO adalah masa berhentinya haid yang permanen akibat dari hilangnya aktivitas folikuler ovarium. Menopause terjadi sesudah 12 bulan berturut-turut tidak mendapatkan haid dan tidak ada penyebab patologi atau fisiologi lainnya.

2.2

Jenis Menopause Berdasarkan waktu terjadinya, menopause dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu menopause alami dan menopause dini. Menopause alami terjadi seiring dengan bertambahnya usia, ovarium akan mengalami penurunan fungsi akibat terjadi penurunan produksi hormone estrogen dan progesteron. Sebagai kompensasinya, tubuh pun bereaksi dengan

melakukan penyesuaian-penyesuaian, diantaranya adalah dengan berhentinya menstruasi. Menopause alami biasanya terjadi pada usia 45-55 tahun. Menopause dini dapat terjadi karena obat-obatan atau operasi. Operasi pengangkatan indung telur (oophorectomy) akan mengakibatkan menopause dini. Apabila dilakukan operasi pengangkatan rahim (histerektomi) tanpa pengangkatan indung telur maka gejala menopause dini tidak akan terjadi karena indung telur masih mampu menghasilkan hormon. Selain itu, terapi radiasi maupun kemoterapi dapat menyebabkan menopause bila diberikan pada wanita yang masih berovulasi (mengeluarkan sel telur). Atau karena kegagalan ovarium prematur pada usia 40, 30, bahkan 20 tahun. Wanita yang mengalami menopause dini memiliki gejala yang sama dengan menopause pada umumnya seperti hot flashes (perasaan hangat di seluruh tubuh yang terutama terasa pada dada dan kepala), gangguan emosi, kekeringan pada vagina, dan menurunnya keinginan berhubungan seksual. Wanita yang mengalami menopause dini memiliki kejadian keropos tulang lebih besar dari mereka yang mengalami menopause lebih lama. Kejadian ini meningkatkan angka kejadian osteoporosis dan patah tulang

2.3

Tahapan- tahapan Menopause Menopause terdiri atas empat tahap, yaitu pramenopause,

perimenopause, menopause dan pascamenopause. 2.3.1 Pramenopause

Pada pramenopause terjadi kekacauan siklus haid, perubahan psikologis/ kejiwaan, perubahan fisik, perdarahan memanjang dan relatif banyak, terkadang disertai nyeri haid (dismenorea). Pramenopause merupakan permulaan dari transisi klimaterik, yang dimulai 2-5 tahun sebelum menopause. Pramenopause terjadi pada usia antara 45-55 tahun.

2.3.2

Perimenopause Perimenopause adalah masa dimana kondisi tubuh menyesuaikan diri

dengan masa menopause yang berkisar antara 2 8 tahun ditambah dengan 1 tahun setelah periode terakhir menstruasi. Tidak ada cara untuk mengukur berapa lama perimenopause ini akan terjadi. Stadium ini merupakan bagian dari kehidupan seorang wanita yang menandakan akhir dari masa reproduksi. Penurunan fungsi indung telur selama masa perimenopause berkaitan dengan penurunan hormon estradiol dan produksi hormone androgen. Apabila seorang wanita masih mengalami periode menstruasi pada masa perimenopause, meskipun tidak teratur, dia dapat tetap hamil.

2.3.3

Menopause Pada menopause ovarium berhenti mensekresikan hormone estrogen

dan progesterone namun tetap mensekresikan hormone pria seperti testosterone dan androstemedione yang menyebabkan semakin menonjolnya

perubahan serta keluhan psikologik dan fisik, usia antara 49-50 tahun, dan dapat juga berlangsung selama 3 sapai 4 tahun.

2.3.4

Pascamenopause Pada pascamenopause sudah terjadi adaptasi perubahan psikologik dan

fisik, ovarium sudah tidak berfungsi dan mengalami atrofi, hormone gonadotropin meningkat. Usia rata-rata perempuan pascamenopause adalah 50-55 tahun. Menurut WHO, terminology pascamenopause ditentukan sebagai tanggal dan menstruasi terakhir, tidak tergantung apakah menopause diinduksi atau spontan. Normalnya, pascamenopause berlangsung kira-kira 10-15 tahun dan diikuti oleh masa senium (uzur) sekitar usia 65 tahun sampai akhir kehidupan.

2.4

Gejala dan Permasalahan yang Terjadi pada Masa Menopause Kurang lebih 70% wanita perimenopause dan pascamenopause mengalami keluhan vasomotorik, depresif, dan keluhan psikis dan somatik lainnya. Berat atau ringannya keluhan berbeda-beda pada setiap wanita. Seiring dengan bertambahnya usia pascamenopause, disertai dengan hilangnya respon ovarium terhadap gonadotropin. Gejala dan permasalahan pada masa menopause, terdiri dari gangguan:

1. Vasomotor Gejala vasomotor mempengaruhi sampai pada 75% wanita

perimenopause. Gejala ini berakhir satu sampai dua tahun setelah menopause pada kebanyakan wanita, tetapi dapat juga berlanjut sampai sepuluh tahun atau lebih pada beberapa lainnya. Gejolak panas (hotflashes) merupakan alasan utama wanita untuk mencari pertolongan dan mendapatkan terapi hormone. Keluhan yang muncul berupa perasaan panas yang muncul tiba-tiba disertai dengan keringat banyak. Keluhan tersebut pertama kali muncul pada malam hari atau menjelang pagi dan lambat laun juga akan dirasakan pada siang hari. Penyebab terjadinya keluhan vasomotorik umumnya pada saat kadar estrogen mulai menurun, dan penurunan ini tidak sampai mencapai kadar yang rendah. Semburan panas dirasakan mulai dari daerah dada dan menjalar ke leher dan ke kepala. Kulit di daerah tersebut terlihat kemerahan. Meskipun terasa panas, suhu badan tetap normal. Segera setelah timbul semburan panas, daerah yang terkena semburan panas tersebut mengeluarkan keringat banyak. Semburan panas ini akan diikuti dengan rasa sakit kepala, perasaan kurang nyaman, dan peningkatan frekuensi nadi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan pengeluaran hormon adrenalin dan neurotensin oleh tubuh wanita tersebut. Selain itu, terjadi pula penurunan sekresi hormone noradrenalin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah kulit, temperatur kulit sedikit meningkat

dan timbul perasaan panas. Akibat vasodilatasi dan keluarnya keringat, terjadi pengeluaran panas tubuh sehingga kadang-kadang wanita merasa kedinginan. Rata-rata lamanya semburan panas adalah 3 menit dan dapat berfluktuasi antara beberapa detik sampai satu jam. Berapa kali semburan panas yang muncul per harinya berbeda-beda pada setiap individu. Pada keadaan berat, semburan panas tersebut dapat muncul sampai 20 kali perhari. Gejolak panas tidak hanya mengganggu pekerjaan dan aktivitas sehari-hari, tetapi juga semburan panas dan berkeringat yang muncul pada malam hari dapat menyebabkan gangguan tidur, cepat lelah, dan cepat tersinggung. Banyak wanita melaporkan sulit konsentrasi dan emosional labil selama transisi menopause. Meskipun terjadi perubahan pada pembuluh darah, tekanan darah tidak meningkat. Gejala vasomotorik dapat muncul pada pramenopause atau segera sebelum haid muncul. Pada klimakterium prekok, kejadian semburan panas cukup tinggi,yaitu 70-80%. Sebanyak 70% wanita mengalami semburan panas satu tahun setelah menopause, dan setelah 5 tahun hanya tinggal 25%. Puncak maksimal keluhan tersebut muncul antara usia 54 dan 58 tahun. Munculnya keluhan semburan panas akan diperberat dengan adanya stres, alkohol, kopi, dan makanan-minuman panas. Lingkungan sekitar yang panas dapat memperburuk perjalanan penyakit tersebut. Semburan panas juga dapat terjadi akibat reaksi alergi atau pada hipertiroid, oleh karena itu perlu dilakukan tes jika gejala vasomotor bersifat atipikal atau resisten terhadap terapi.

2. Somatik Estrogen memicu pengeluaran -endorfin dari susunan saraf pusat. Kekurangan estrogen menyebabkan pengeluaran -endorfin berkurang,

sehingga ambang sakit juga berkurang. Oleh karena itu, tidak heran kalau wanita peri/pascamenopause sering mengeluh sakit pinggang atau mengeluh nyeri di daerah kemaluan, tulang, dan otot. Nyeri tulang dan otot merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan wanita usiaperi/pascamenopause. Pemberian TSH (terapi sulih hormon) dapat menghilangkan keluhan tersebut. Pemberian estrogen dan progesterone dapat memicu pengeluaran endorfin, dan -endorfin ini dapat mengurangi aktivitas usus halus sehingga mudah terjadi obstipasi. Selain itu, stress juga dapat menimbulkan berbagai jenis keluhan. Stress meningkatkan pengeluaran -endorfin, dan zatini memicu pengeluaran ACTH. -endorfin dan ACTH berasal dari precursor yang sama, yaitu, prepiomelanocortin (POMC), yang banyak ditemukan di dalam nukleus arkuatus. POMC inimerupakan suatu peptide yang membentuk -endorfin dihipotalamus dan ACTH di hipofisis anterior. -endorfin dapat meningkatkan nafsu makan sehingga selama pemberian TSH banyak wanita mengeluh berat badannya bertambah (Baziad, 2003).

10

3. Psikis Steroid seks sangat berperan terhadap fungsi susunan saraf pusat,terutama terhadap perilaku, suasana hati, serta fungsi kognitif dan sensorik seseorang. Dengan demikian, tidak heran bila terjadi penurunan sekresi steroid seks, timbul perubahan psikis yang berat dan perubahan fungsi kognitif. Kurangnya aliran darah ke otak menyebabkan sulit berkonsentrasi dan mudah lupa. Akibat kekurangan hormon estrogen pada wanita pascamenopause, timbulah keluhan seperti mudah tersinggung,cepat marah, dan berasa tertekan . Karena kejadian depresi meningkat pada usia klimakterik dan postpartum dan pemberian estrogen dan progesteron dapat menghilangkan/mengurangi keluhan tersebut, maka kekurangan steroid seks dapat dianggap sebagai faktor predisposisi terjadinya depresi. Depresi sering juga ditemukan beberapa hari menjelang haid pada wanita usia reproduksi. Perasaan tertekan, nyeri betis, mudah marah, mudah tersinggung, stres,dan cepat lelah merupakan keluhan yang sering dijumpai pada wanita usia klimakterik dan wanita usia reproduksi dengan keluhan sindrom prahaid. Penyebab depresi diduga akibat berkurangnya aktivitas serotonin diotak. Estrogen menghambat aktivitas enzimmonoamine oksidase (MAO). Enzim ini mengakibatkan serotonin dan noradrenalin menjadi tidak aktif. Kekurangan estrogen menyebabkan terjadinya peningkatan enzim MAO. Terbukti, bahwa wanita pascamenopause yang diberi estrogen menurun aktivitas MAO dalam

11

plasmanya. Pemberian serotonin-antagonis pada wanita pascamenopause dapat menghilangkan keluhan depresi (Baziad,2003).

4. Gangguan Tidur Gangguan tidur paling banyak dikeluhkan wanita pasca menopause. Kurang nyenyak tidur pada malam hari menurunkan kualitas hidup wanita tersebut. Estrogen memiliki efek terhadap kualitas tidur. Reseptor estrogen telah ditemukan di otak yang mengatur tidur. Penelitian buta ganda menunjukkan bahwa wanita yang diberi estrogen equin konjugasi memiliki periode rapid eye movement yang lebih panjang dan tidak memerlukan waktu lama untuk tidur.

5. Fungsi Kognitif Kemampuan kognitif, ataupun kemampuan mengingat akan bertambah buruk akibat kekurangan hormon estrogen. Akibat kekurangan estrogen terjadi gangguan fungsi sel-sel saraf serta terjadi pengurangan aliran darah ke otak. Pada keadaan kekurangan estrogen jangka lama dapat menyebabkan kerusakan pada otak, yang suatu saat kelak dapat menimbulkan demensia atau penyakit Alzheimer. Pada wanita yang dilakukan pengangkatan kedua ovarium pada usia muda yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar estrogen dan androgen secara tiba-tiba, akan terjadi perburukan fungsi

12

kognitif. Pemberian estrogen atau androgen dapat mencegah perburukan tersebut.

6. Seks dan Libido Semakin meningkat usia, maka makin sering dijumpai gangguan seksual pada wanita. Akibat kekurangan hormon estrogen, aliran darah ke vagina berkurang, cairan vagina berkurang, dan sel-sel epitel vagina menjadi tipis dan mudah cedera. Beberapa penelitian membuktikan bahwa kadar estrogen yang cukup merupakan faktor terpenting untuk mempertahankan kesehatan dan mencegah vagina dari kekeringan sehingga tidak lagi menimbulkan nyeri saat senggama. Wanita dengan kadar estrogen <50pg/ml lebih banyak mengeluh masalah seksual seperti vaginanya kering, perasaan terbakar, gatal, dan sering keputihan. Akibat cairan vagina berkurang, umumnya wanita mengeluh sakit saat senggama sehingga tidak mau lagi melakukan hubungan seks. Nyeri senggama ini akan bertambah buruk lagi apabila hubungan seks makin jarang dilakukan. Pada keadaan kadar estrogen sangat rendah pun, wanita tetap mendapatkan orgasmus. Yang terpenting adalah melakukan hubungan seks secara teratur agar elastisitas vagina tetap dapat dipertahankan.

7. Neurologi Kurang lebih sepertiga wanita menderita sakit kepala dan migrain. Pada 12% wanita keluhan tersebut muncul menjelang atau selama haid

13

berlangsung. Ini menunjukkan adanya hubungan keluhan tersebut dengan perubahan hormonal. Pada sepertiga wanita, sakit kepala atau migrain akan membaik setelah menopause. Namun, terdapat juga wanita yang keluhan sakit kepala dan migrain justru bertambah berat setelah memasuki usia menopause. Migrain yang muncul berhubungan dengan siklus haid diduga berkaitan dengan turunnya kadar estradiol.

8. Urogenital Alat genital wanita dan saluran kemih bagian bawah sangat dipengaruhi oleh estrogen. Keluhan genital dapat berupa iritasi, rasa panas, gatal, keputihan, nyeri, berkurangnya cairan vagina, dan dinding vagina berkerut. Keluhan pada saluran kemih berupa sering berkemih, tidak dapat menahan kencing, nyeri berkemih, sering kencing malam, dan inkontinensia. Vagina pascamenopause terjadi involusi dan vagina kehilangan rugae. Epitel vagina atrofi dan mudah cedera. Vaskularisasi dan aliran darah ke vagina berkurang sehingga lubrikasi berkurang yang mengakibatkan hubungan seks menjadi sakit. Atrofi vagina menimbulkan rasa panas, gatal, serta kering pada vagina. Pada oofarektomi bilateral, akibat penurunan estrogen yang begitu cepat, kelainan pada vagina terjadi begitu drastis, sedangkan pada menopause alami kelainan yang muncul biasanya tidak begitu parah. Epitel vagina bereaksi sangat sensitif terhadap penurunan kadar estrogen.

14

Begitu wanita memasuki usia perimenopause, pH vagina meningkat dan pascamenopause pH vagina terus meningkat hingga mencapai nilai 5-8. Vagina mudah terinfeksi dengan trikomonas, kandida, stafilo dan

streptokokus, serta baktericoli atau gonokokus. Pada saluran kemih kekurangan estrogen menyebabkan atrofi pada sel-sel uretra dan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Epitel uretra dan trigonum vesika mengalami atrofi. Matrik yang terdiri dari berbagai jenis kolagen, elastin, fibronektin, dan proteoglikan juga mengalami perubahan. Akibat berkurangnya laju pergantian, pada pascamenopause terjadi peningkatan kadar kolagen dalam jaringan periuretral, sedangkan kadar proteoglikan (asam hialuronid) tidak mengalami perubahan. Perubahan-perubahan ini dan penurunan aliran darah menyebabkan berkurangnya turgor dan tonus dari otot polos uretra dan detrusor vesika sehingga mengganggu mekanisme kerja jaringan-jaringan ikat. Akibatnya, pada usia tua mudah terjadi kelemahan pada dasar panggul dan berpengaruh terhadap integritas sistem

neuromuskuler. Atrofi epitel uretra yang disebabkan oleh kekurangan estrogen sering menimbulkan sindrom uretra berupa bakterialisureterits, sistitis, atau kolpitis. Gangguan miksi berupa disuri, polakisuri, nokturi, rasa ingin berkemih hebat, atau urin yang tak tertahankan, sangaterat kaitannya dengan atrofi mukosa uretra. Iritabel vesika dan urgein kontinensia juga berhubungan dengan atrofi dari uretra dan mukosa vesika, sedangkan stres inkontinensia lebih erat

15

kaitannya dengan perubahan degeneratif dari sistem neuromuskuler dan jaringan ikat. Kontinen baru dapat terjadi bila tekanan uretra melebihi tekanan intravesika, baik pada keadaan beban fisiologik, maupun beban sensorik. Tekanan penutupan positif ini sangat bergantung pada kompresi yang cukup dari mukosa dan submukosa uretra. Empat lapis dari uretra, yaitu epitel jaringan ikat, kompleks vaskuler, otot polos, dan otot lurik secara bersamaan ikut ambil bagian dalam mencegah terjadinya inkontinensi. Stres inkontinensia merupakan bentuk inkontinensia yang paling banyak ditemukan dan merupakan inkontinensia yang tidak disebabkan oleh kekurangan estrogen, meskipun paling banyak dijumpai pada klimakterium dan pascamenopause. Stres inkontinensia adalah keluarnya urin tanpa dirasa pada keadaan detrusor stabil dan terjadi akibat berkurangnya penutupan vesika, dan uretra tidak mampu menahan tekanan vesika yang meningkat tersebut. Peningkatan tekanan vesika dapat dipacu oleh batuk, bersin,tertawa, berjalan, berdiri, atau mengangkat benda berat. Urgein kontinensia yang terjadi adalah kapasitas urin tidak

terganggu,tetapi sensitivitas dan rangsangan detrusor meningkat. Sering juga ditemukan tonus vesika yang meningkat. Peningkatan tekanan intravesika, seperti saat batuk, tertawa, perubahan posisiakan menyebabkan kontraksi detrusor, sehingga timbul rasa ingin berkemih yang tidak tertahankan. Untuk

16

membedakan dengan stresi nkontinensia ,maka perlu dilakukan pengukuran tekanan intra vesika. Iritabel vesika merupakan gejala berupa meningkatnya frekuensi berkemih, polakisuri yang berlebihan dengan rasa ingin berkemih yang hebat (imperatif). Iritabel vesika terjadi berdasarkan tingginya sensitivitas dan rangsangan terhadap detrusor, dimana tekanan vesika biasanya normal, rendah, atau meningkat. Iritabel vesika biasanya disebabkan oleh atrofivesika dan uretra akibat kekurangan estrogen.

9. Kulit Estrogen mempengaruhi kulit terutama kadar kolagen, jumlah

proteoglikan, dan kadar air dari kulit. Kolagen dan serat elastin berperan untuk mempertahankan stabilitas dan elastisitas kulit. Turgor kulit dapat dipertahankan oleh proteoglikan yang dapat menyimpan air dalam jumlah besar. Estrogen mempengaruhi aktivitas metabolik sel-sel epidermis dan fibroblas, serta aliran darah. Kekurangan estrogen dapat menurunkan mitosis kulit sampai atrofi, menjadikan ketebalan kulit berkurang, menyebabkan berkurangnya sintesis kolagen, dan meningkatkan penghancuran kolagen. Kehilangan kolagen ini juga berjalan paralel dengan hilangnya massa tulang karena kandungan kolagen tulang yang cukup banyak sehingga mudah terjadi osteoporosis. Kekurangan estrogen juga menyebabkan berkurangnya sintesis dan polimerisasi asam hialuron sehingga terjadi pengurangan pengambilan

17

dan penyimpananair, yang pada akhirnya terjadi dehidrasi kulit. Hal ini membuat kulit kehilangan elastisitasnya, atopik, tipis, kering, dan berlipatlipat. Produksi sebum, fungsi kelenjar, dan pertumbuhan rambut menjadi berkurang. Kulit mudah cedera dan penyembuhan luka menjadi tergganggu Perubahan pada kulit yang disebabkan oleh kekurangan estrogen dapat menyebabkan perburukan sistem pertahanan kulitsehingga mudah terkena penyakit kulit (dermatosis). Kejadian psoriasis dan eksema meningkat pada usia perimenopause.

10. Rambut Pascamenopause terjadi perubahan terhadap pertumbuhan rambut, yaitu rambut pubis, ketiak, serta rambut di kepala menjadi tipis. Rambut dikepala rontok. Selain itu, estrogen meningkatkan aktivitas enzim tirosinase yang mengkatalisasi sintesis melanin. Oleh sebab itu, kekurangan estrogen dapat menyebabkan aktivitas tirosina semenurun sehingga sintesis melanin berkurang yang selanjutnya menimbulkan ubanan pada rambut.

11. Mulut, Hidung,dan Telinga Seperti pada kulit, kekurangan estrogen juga menyebabkan perubahan mulut dan hidung. Selaput lendirnya berkerut, aliran darah berkurang, terasa kering, dan mudah terkena gingivitis. Kandungan air liur juga mengalami perubahan. Pemberian estrogen dapat mengurangi keluhan tersebut,

18

kandungan zat-zat dalam air liur menjadi normal. IgA, IgG, dan IgM menjadi berkurang. Florabakteri dalam air liur tidak mengalami perubahan. Akibat kekurangan estrogen dapat meningkatkan resorbsi tulang dagu (osteoporosis) dan gigi mudah rontok. Selaput lender mulut seperti halnya juga vagina memiliki kemampuan mensintesis NO yang bersifat bakterisid.

12. Mata Kekurangan estrogen dapat menyebabkan atrofi kornea dan konjungtiva, serta turunnya fungsi kelenjar air mata. Pemakaian lensa kontak akan mendapatkan kesulitan dalam penggunaannya. Kerato konjungtivitis paling sering ditemukan pada wanita pascamenopause, dan sangat efektif diatasi dengan pemberian estrogen. Perubahan kadar estradiol pada fase

peri/pascamenopause mempengaruhi tekanan intraokuler. Kelihatannya turunnya estradiol serum dapat meningkatkan tekanan bola mata.

13. Otot dan Sendi Banyak wanita menopause mengeluh nyeri otot dan sendi. Pemeriksaan radiologik umumnya tidak ditemukan kelainan. Sebagian wanita, nyeri sendi erat kaitannya dengan perubahan hormonal yang tejadi. Pemberian TSH dapat mengurangi keluhan-keluhan tersebut. Hal ini terjadi akibat estrogen

19

meningkatkan aliran darah dan sintesis kolagen. Timbulnya osteoartrosis dan osteoartritis dapat dipicu oleh kekurangan estrogen, karena kekurangan estrogen menyebabkan kerusakan matrik kolagen dan dengan sendirinya pula tulang rawan ikut rusak. Kejadiannya meningkat dengan meningkatnya usia.

14. Payudara Payudara merupakan organ sasaran utama bagi estrogen dan progesteron. Kekurangan estrogen mengakibatkan involusi payudara. Pada

pascamenopause, payudara mengalami atrofi, terjadi pelebaran saluran air.

2.5

Gangguan Kesehatan Setelah menopause 2.5.1 Osteoporosis


Kekurangan hormon estrogen akan dapat menyebabkan hilangnya masa tulang. Akibatnya dapat terjadi osteoporosis yang akhirnya akan membuat tulang mudah patah. Osteoporosis adalah penyakit rapuh tulang usia 50 tahun/lebih yang ditandai dengan berkurangnya densitas tulang. Pada wanita proses penyusutan tulang lebih besar dibandingkan pria, karena tulang wanita sangat dipengaruhi oleh estrogen. Penyusutan terjadi sekitar 3% pertahun dan akan berlangsung terus hingga 5-10 tahun pasca menopause. Sepanjang hidup seorang wanita, total jarinngan tulang yang menyusut sekitar 40-50%, sedangkan pada laki-laki hanya 20-30%.

20

Selain digunakan sebagai pengobatan, estrogen juga dapat digunakan sebagai pencegahan osteoporosis. Bagaimanapun pencegahan adalah lebih baik daripada pengobatan, karena biaya pengobatan untuk osteoporosis cukup besar. Di Amerika Serikat biaya perawatan patah tulang akibat osteoporosis pertahun mencapai 20-30 triliyun rupiah. Untuk dapat mencegah terjadinya osteoporosis, maka estrogen diberikan begitu seorang wanita memasuki usia menopause dan terus berlanjut sampai 5-10 tahun pasca menopause.

2.5.2

Kelainan Kardiovaskular Kelainan kardiovaskular menjadi penyebab utama kematian dan kesakitan

pada wanita menopause. Penyebab lain berturut-turut adalah patah tulang, kanker payudara dan kanker endometrium. Pada tahun 2000, 38% wanita di Amerika Serikat berumur 45 tahun atau lebih, pada tahun 2015 proporsi ini akan meningkat menjadi 45%. Satu dari sembilan wanita berumur 45-64 tahun menderita berbagai macam penyakit kardiovaskular dan setelah 65 tahun rasionya meningkat menjadi 1 banding 3. Kira-kira 40% penyakit koroner pada wanita berakibat fatal dan 67% dari semua kematian mendadak yang terjadi pada wanita tersebut tanpa riwayat penyakit jantung koroner. Mereka kehilangan daya tahan terhadap penyakit jantung koroner akibat berkembangnya menopause, dan meningkatnya insiden penyakit

21

ini bukan karena perubahan gaya hidup atau faktor risiko tetapi karena perubahan lipoprotein yang terjadi pada menopause. Pada wanita menopause HDL kolesterol adalah satu indikator untuk terjadinya penyakit jantung koroner, dimana untuk setiap peningkatan 10 mg/dL risiko akan menurun sampai 50%. Trigeliserida juga merupakan faktor risiko penting untuk penyakit jantung koroner, dimana terjadi peningkatan penyakit jantung jika kadar trigeliserida meningkat dan kadar HDL yang rendah. Banyak bukti yang mengatakan bahwa pengaruh kardioprotektif dari terapi pengganti estrogen adalah pada kadar lipid serum. Wanita postmenopause yang mempunyai kadar HDL kolesterol kurang dari 46 mg/dL mempunyai risiko 6 kali lipat untuk terjadi penyakit jantung koroner dibandingkan dengan wanita dengan kadar HDL kolesterol lebih dari 67 mg/dL.

You might also like