You are on page 1of 13

TUGAS MAKALAH ETIKA PROFESI ADVERSITY QUOTIENT: MODAL DASAR WIRAUSAHA SUKSES

Disusun oleh: Annisaa Ira Wahdini Dalas Gumelar Evi Wahyu Dianti Swasti Riska Putri Aprillia Purwitasari 105100200111002 105100200111006 105100200111016 105100200111044 105100601111004

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal ini akan menimbulkan permasalahan baru termasuk di dalamnya adalah masalah pekerjaan. Tidak menutup kemungkinan bahwa jumlah angkatan kerja tiap tahunnya juga ikut meningkat. Untuk data yang lebih detail dapat kita lihat dari grafik di bawah ini.

Dari grafik tersebut, dapat kita lihat bahwa jumlah angkatan kerja di tahun 2007, 2008 dan 2009 mencapai lebih dari 100 juta orang. Penduduk yang bekerja di tahun tersebut mencapai kurang lebih 100 juta orang. Jumlah penduduk yang menganggur sebanyak kurang lebih 25 juta orang dan Jumlah penduduk yang menganggur sebanyak kurang lebih 10 juta orang. Jumlah penganggur di Indonesia ini dapat kita katakan sangat banyak. Lalu bagaimana dengan jumlah unit usaha yang dapat menyerap angkatan kerja di Indonesia? Berikut ini adalah datanya.

Dari data di atas, dapat kita lihat bahwa usaha mikro memiliki jumlah unit usaha yang paling banyak yaitu sebesar 50,7 juta unit usaha; usaha kecil memiliki 520.220 unit usaha; usaha menengah memiliki unit usaha 39.660 dan usaha besar memiliki unit usaha sebanyak 4.370 buah. Oleh karena itu tidak mengherankan jika UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) sangat besar kontribusinya dalam mengatasi jumlah pengangguran di Indonesia. Apalagi hal ini didukung dengan jumlah serapan tenaga kerjanya yang memiliki jumlah serapan yang paling banyak, berikut ini adalah datanya.

Dari data di atas dapat kita simpulkan bahwa unit usaha mikrolah yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Usaha Mikro saja sudah menyerap 89,3% tenaga kerja
Indonesia. Maka dapat dipastikan UMKM dapat menyerap 90% lebih tenaga kerja Indonesia.

Hal ini memberikan harapan bagi kita dalam mengatasi jumlah

pengangguran di Indonesia yaitu dengan mengembangkan semangat kewirausahaan kepada masyarakat. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan banyak wirausaha baru yang muncul sehingga masalah pengangguran dapat dikurangi. Untuk menjadi seorang wirausaha yang sukses harus memiliki salah satu soft-skill yaitu Advertisy Quotient (AQ) atau kecerdasan daya juang. Adversity quotient atau kecerdasan daya juang adalah sebuah kecerdasan yang dimiliki seseorang yang tidak menyerah ketika terdapat hambatan/kesulitan/masalah. Menurut penelitian oleh Stolz (2007) selama 19 tahun menunjukan bahwa IQ yang tinggi saja tidak cukup untuk mencapai kesuksesan. Hal ini terjadi karena apabila ia dihadapkan pada suatu masalah dan mudah putus asa maka kesuksesan akan sulit untuk diraih.

1.2 Tujuan Untuk membahas definisi kewirausahaan, pentingnya kewirausahaan, fungsi dan peran kewirausahaan, karakteristik seorang wirausahawan, indikator kewirausahaan, latar belakang dan definisi adversity quotient, dimensi adversity quotient, dan terakhir peran adversity quotient dalam suksesi wirausaha

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Kewirausahaan Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri, dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Sedangkan yang dimaksudkan dengan seorang wirausahawan adalah orangorang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumberdaya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses atau meningkatkan pendapatan. Dengan kemampuan kreatif dan inovatif tersebut seorang wirausahawan dapat mempunyai peluang untuk meraih sukses. 2.2 Peran Kewirausahaan Kewirausahaan adalah suatu nilai yang dibutuhkan untuk memulai sebuah usaha dan mengembangkannya. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam menciptakan dan mengerjakan sesuatu yang baru (kreatif) dan berbeda (inovatif) yang bermanfaat dalam memberikan nilai lebih (berbeda dengan memenangkan persaingan). Dengan kewirausahaan seorang wirausahawan mampu memecahkan persoalan dan

menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan usahanya. 2.3 Karakteristik Seorang Wirausahawan Di dalam diri seorang wirausahawan, menurut Suryana (2006) memiliki ciri- ciri: a. Percaya diri Kepercayaan diri adalah sikap dan keyakinan seseorang dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugasnya. Dalam praktiknya, sikap dan kepercayaan ini merupakan sikap dan keyakinan untuk memulai, melakukan dan menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang dihadapinya. Oleh karena itu kepercayaan diri memiliki nilai keyakinan, optimisme, individualitas, dan ketidaktergantungan. Kepercayaan diri yang dimiliki seorang wirausaha ini membuat seorang wirausaha yakin bahwa ia memiliki kemampuan untuk sukses.

b. Berorientasi pada tugas dan hasil Seseorang yang berorientasi pada tugas dan hasil adalah orang yang selalu mengutamakan nilai-nilai motif berprestasi, berorientasi pada laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energik dan inisiatif. Dalam kewirausahaan, peluang hanya diperoleh apabila terdapat inisiatif. Inisiatif adalah keinginan untuk selalu mencari dan memulai sesuatu dengan tekad yang kuat. Perilaku inisiatif ini dapat diperoleh melalui pelatihan, pengalaman, dan pengembangan yang dapat diperoleh melalui disiplin diri, berpikir kritis, tanggap, dan semangat berprestasi.

c. Keberanian mengambil risiko Seorang wirausaha mempunyai keberanian mengambil risiko yang penuh perhitungan dan realitis. Sehingga dapat dikatakan seorang wirausaha lebih menyukai tantangan dan peluang. Orang- orang yang menyukai tantangan dan peluang inilah merupakan orang-orang yang kreatif dan inovatif yang merupakan bagian terpenting dari perilaku kewirausahaan.

d. Kepemimpinan Seorang wirausaha yang berhasil selalu memiliki sifat kepemimpinan. Kepemimpinan kewirausahaan memiliki sifat kepeloporan, keteladanan, tampil berbeda, dan mampu berpikir divergen dan konvergen. Ia selalu ingin tampil berbeda, menjadi yang pertama, dan lebih menonjol. Sehingga dengan menggunakan kemampuan kreativitas dan inovasi, ia selalu menampilkan produk yang dihasilkan lebih cepat, lebih dulu, dan segera berada di pasar.

e. Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan adalah perspektif, selalu mencari peluang, tidak cepat puas dengan keberhasilan dan berpandangan jauh ke depan.

f. Keorisinilan (kreativitas dan inovasi) Nilai inovatif, kreatif dan fleksibilitas merupakan unsur- unsur keorisinilan seseorang yang memiliki ciri tidak puas dengan cara yang dilakukan saat ini, meskipun cara tersebut cukup baik; selalu menuangkan imajinasi dalam pekerjaannya; dan selalu ingin tampil beda atau memanfaatkan perbedaan.

g. Komitmen yang tinggi Kewirausahaan adalah kerja keras dan agar sukses dalam menjalankan suatu bisnis atau usaha, seorang wirausahawan harus memiliki komitmen penuh. Oleh karena itu, itu memunculkan suatu usaha yang baru dan menjalankannya dibutuhkan wirausaha yang memiliki komitmen yang tinggi.

h. Toleransi terhadap ambiguitas Wirausahawan cenderung memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap keadaan yang tidak pasti serta situasi yang selalu berubah dalam lingkungan mereka beraktivitas.

i. Fleksibilitas Salah satu faktor penting dari wirausaha adalah kemampuannya untuk beradaptasi terhadap tuntutan yang berubah dari bisnis atau para pelanggan. Dengan berubahnya masyarakat kita, orang-orangnya, dan seleranya, para wirausahawan juga harus bersedia menyesuaikan bisnisnya untuk memenuhi perubahan-perubahan ini. 2.4 Definisi AQ Ketika kita diperhadapkan pada sebuah permasalah, banyak sekali dari yang memilih untuk menghindar dari masalah tersebut dan menyerah. Banyak orang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi, namun masih tetap saja gagal untuk sukses. Hasil dari 19 tahun penelitian dan 10 tahun berkecimpung dalam dunia praktisi, Stolz (2007) mempelajari faktor yang dapat kita pahami sebagai faktor penentu seseorang bisa meraih kesuksesan. Definisi kesuksesan yang dikemukakan oleh Stolz (2007) adalah tingkat dimana seseorang bergerak maju untuk mencapai misinya, meskipun banyak hambatan atau kesulitan yang dihadapi. Faktor tersebut adalah Adversity quotient (AQ). Apakah yang dimaksud AQ? AQ merupakan kecerdasan yang dimiliki seseorang ketika menghadapi permasalahan, atau bisa dikatakan merupakan kecerdasan daya juang seseorang. AQ menjelaskan kepada kita bagaimana sebaiknya tetap bertahan pada masa-masa kesulitan dan meningkatkan kemampuan kita untuk mengatasinya. AQ memprediksi siapa saja yang akan dapat mengatasi kesulitan dan siapa saja yang tidak akan dapat mengatasinya. AQ memprediksi siapa saja yang akan memiliki harapan yang tinggi terhadap kinerjanya dan siapa yang tidak. AQ memprediksi siapa yang menyerah dan yang tidak.

AQ diilustrasikan dengan pendakian sebuah gunung (Tjiharjadi, et al 2007). Ada tiga jenis pendaki yang dapat mengilustrasikan hal ini: 1. Mereka yang berhenti (Quitters) Tipe Quitter adalah mereka yang menghentikan pendakian. Mereka menolak kesempatan yang diberikan oleh gunung. Tipe orang yang seperti ini adalah orang yang selalu menolak tantangan, penghindar dan selalu melarikan diri dari masalah. 2. Mereka yang berkemah (Campers) Tipe Campers adalah mereka yang pergi tidak seberapa jauh, lalu berkata, Sejauh ini sajalah saya mampu mendaki (atau ingin mendaki). Oleh karena bosan, mereka mengakhiri pendakiannya dan mencari tempat datar yang rata dan nyaman sebagai tempat persembunyian dari situasi yang tidak bersahabat. Mereka memilih untuk menghabiskan sisa-sisa hidup mereka dengan duduk disitu. Tipe orang seperti adalah orang yang sudah cukup puas dengan pencapaiannya lalu kemuian berhenti mendaki. Tipe orang seperti ini juga sering disebut sebagai pemuja status quo. 3. Para pendaki (Climbers) Tipe Climbers, atau si pendaki, adalah orang yang terus mendaki, tanpa menghiraukan latar belakang, keuntungan atau kerugian, dan nasib buruk atau baik. Tipe Climbers adalah pemikir yang selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan dan tidak pernah membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat fisik atau mental, atau hambatan lainnya yang menghalangi pendakiannya. 2.5 Dimensi-dimensi AQ Stoltz (1997) menyatakan bahwa AQ seseorang terdiri dari empat dimensi, yaitu Control (C), Ownership & Origin (O2), Reach (R), dan Endurance (E). keempat dimensi ini merupakan hasil berbagai penelitian dari tiga cabang ilmu pengetahuan yang membangun konsep AQ. Akan tetapi, berdasarkan hasil penelitian lanjutan yang dilakukan pada dimensi origin dan ownership, Stoltz (2000) menyatakan bahwa yang penting adalah bukan apa atau siapa yang harus disalahkan (origin) tapi lebih pada sejauh apa orang-orang mengambil tanggung jawab terhadap situasi yang sulit (ownership) untuk mengarahkan situasi tersebut menjadi lebih baik. Pada perkembangan selanjutnya, dimensi yang membentuk AQ menjadi CORE, penjelasannya sebagai berikut:

a. Kendali (Control) Kontrol atau kendali diawali dengan pemahaman bahwa sesuatu, apapun itu, dapat dilakukan. Individu dengan skor control yang tinggi mempunyai tingkat kendali yang kuat untuk bertahan terhadap peristiwa buruk dan dapat menyelesaikannya dengan pendekatan yang lebih efektif. Individu dengan skor kendali yang sedang, merespon peristiwa buruk sebagai suatu yang sekurangkurangnya berada dalam kendali dirinya, tergantung dari seberapa sulit masalah yang dihadapi. Individu mungkin tidak menyerah, namun sulit mempertahankan kendali bila dihadapkan dengan tantangan yang lebih berat lagi. Sedangkan individu dengan skor kendali yang rendah merasakan ketidak mampuan mengubah situasi karena merasa peristiwa buruk berada di luar kendalinya. Dalam hal ini hanya sedikit yang dapat dilakukan untuk mencegah atau membatasi akibat dari kesulitan tersebut.

b. Kepemilikan (Ownership) Dimensi ini mengandung pertanyaan, sejauh manakah seseorang mengakui akibat dari kesulitan. Mengakui akibat yang ditimbulkan oleh kesulitan merupakan cerminan dari sikap tanggung jawab. Individu dengan skor tinggi merespon kesuksesan sebagai pekerjaan dan kesulitan sebagai suatu yang berasal dalam dirinya dan mau untuk memperbaikinya. Individu dengan skor rendah menolak mengakui dengan menghindar diri dari tanggung jawab untuk mengatasi masalah tersebut.

c. Jangkauan (Reach) Dimensi ini mempertanyakan sejauh mana kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan individu. Semakin rendah jangkauan seseorang, semakin besar kemungkinan individu menganggap peristiwa buruk sebagai bencana. Individu dengan skor rendah umumnya akan merespon kesulitan sebagai sesuatu yang memasuki wilayah lain kehidupannya dan menganggap peristiwa yang baik sebagai sesuatu yang kebetulan dan terbatas jangkauannya. Akibatnya, akan merusak kebahagiaan dan ketenangan pikiran ketika berhadapan dengan peristiwa yang sulit. Sebaliknya, semakin besar jangkauan seseorang, semakin besar kemungkinan individu membatasi jangkauan masalahnya pada peristiwa yang sedang dihadapi.

d. Daya tahan (Endurance) Dimensi ini mempertanyakan dua hal yang berkaitan, yakni berapa lama kesulitan akan berlangsung dan berapa lama penyebab kesulitan akan berlangsung.individu dengan skor yang tinggi akan merespon kesulitan dan penyebabnya sebagai sesuatu yang sifatnya sementara, cepat berlalu, dan kecil kemungkinannya akan terjadi lagi. Hal ini akan meningkatkan energy, optimisme, dan kemungkinan untuk meningkatkan kemampuan dalam menghadapi masalah yang lebih besar. Individu dengan skor yang rendah pada umumnya menganggap kesulitan akan berlangsung lama bahkan berlangsung selamanya. 2.6 Peran AQ dalam sukses wirausaha Konsep kewirausahaan sangat erat kaitannya dengan AQ. Di dalam konsep kewirausahaan, seorang wirausaha harus memilki sikap mental positif, memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dan tidak mudah menyerah dalam menjalankan bisnisnya. Dalam konsep kewirausahaan juga dijelaskan bahwa teradapat perbedaan antara seorang pedagang dan wirausaha. Seorang pedagang adalah orang yang melakukan kegiatan bisnisnya secara rutin, tetapi terdapat kecenderungan ia tidak mengembangkan usahanya. Sebagai seorang wirausaha, karena ia memiliki motivasi tinggi untuk mengembangkan usahanya. Konsep ini sangat erat kaitannya dengan adversity quotient. Setiap orang di dalam melakukan kegiatan bisnisnya pasti memiliki masalah dalam pengembanganya, namun yang berbeda untuk meraih kesuksesan dalam bisnis adalah daya juang yang dimiliki oleh orang tersebut. Sebagai contoh adalah Colonel Sanders, sebelum meraih kesuksesan sebagai pengusaha ayam goreng Kentucky Fried Chicken yang terbesar dan terbaik di dunia, ia harus melalui 1018 kegagalan dalam menjual bisnis. waralabanya. Setiap kegagalan ia lihat sebagai bagian dari belajar, kemuian ia memperbaiki apa yang menyebabkan gagal atau orang tidak mau membeli waralabanya. Baru pada ke 1019 kali, ada orang yang mau membeli bisnis waralabanya. Colonel Hartlanda Sanders akhirnya menjadi simbol semangat kewirausahaan, dan sekarang waralaba Kentucky Fried Chicken terdapat di 80 negara di seluruh dunia. Tokoh tersebut merupakan inspirasi bagi kita bahwa adversity quotient, yaitu kecerdasan daya juang dalam menghadapi

permasalahan/kesulitan/hambatan yang dimiliki oleh seorang wirausaha akan dapat menentukan kesuksesannya. Dan bahkan menjadi modal dasar bagi seorang wirausaha yang ingin meraih kesuksesan dalam bisnisnya. Hal ini dapat terjadi, karena seorang

wirausaha adalah seseorang yang ingin selalu mengembangkan usahanya, dan dalam pengembangan usahanya tersebut ia pasti akan menghadapi hambatan apalagi seorang wirausaha adalah orang yang selalu ingin mengambil resiko moderat dalam bisnisnya. Sehingga pastilah ia akan mengalami hambatan/masalah yang terkadang tidak ringan. Oleh karena itu, jika seorang wirausaha tidak memiliki AQ dalam dirinya maka diragukan ia dapat bertahan dalam menjalankan bisnisnya apalagi

mengembangkannya.

BAB III PENUTUP

Dengan semangat kewirausahaan, masyarakat dididik untuk menjadi mandiri, memiliki kualitas yang lebih baik, displin, kreatif dan memiliki perhatian terhadap orang lain. Semangat kewirausahaan itulah yang mungkin menjadi salah satu cara yang paling efektif dalam mengatasi semakin buruknya kualitas hidup masyarakat suatu bangsa, atau lebih spesifik lagi dapat mengatasi meningkatnya jumlah pengangguran yang terdapat dalam suatu bangsa. Peran seorang wirausaha memiliki peran yang sentral dan signifikan dalam menuntaskan pengangguran yang semakin meningkat. Karena seorang wirausaha memiliki fungsi makro yang sangat penting sekali bagi suatu bangsa. Fungsi makro tersebut adalah meningkatkan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi suatu bangsa. Tingkat pertumbuhan ekonomi berbicara tentang peningkatan jumlah pendapatan dan biaya yang dikeluarkan per orang dalam suatu bangsa, sedangkan tingkat pembangunan ekonomi lebih luas lagi karena berbicara bukan hanya tingkat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga peningkatan kualitas pendidikan, sarana dan prasarana, serta kesehatan. Dengan demikian peran wirausaha sangat besar bagi suatu bangsa. Oleh karena itu, maka penting bagi kita untuk membahas bagaimana cara agar seorang wirausaha itu meraih kesuksesan. Salah satu soft-skill atau lebih tepatnya kecerdasan yang dapat kita pelajari adalah adversity quotient, yaitu kecerdasan yang menjelaskan tentang bagaimana seseorang menyikapi secara positif masalah yang dia hadapi, dan bahkan menjadikannya sebagai sebuah peluang untuk berkembang atau bergerak maju. Tipe Climbers, orang yang terus-menerus mendaki walaupun masih banyak hambatan yang dihadapi. Jika seorang wirausaha ingin menjadi wirausaha yang sukses, maka modal dasar yang harus dimiliki adalah semangat atau daya juang seperti yang dimiliki oleh tipe orang yang climbers.

DAFTAR PUSTAKA

Kasali, et al (2010). Modul Kewirausahaan Bank Mandiri. Tidak dipublikasikan.

Suyanto, M (2004). Smart in Entrepreneur: Belajar dari Kesuksesan Pengusaha Top Dunia. Yogyakarta: Penerbit Andi

Suryana (2006). Kewirausahaan Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses. Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Stolz, Paul G (2007). Adversity quotient. Jakarta: Grasindo

Tjiharjadi, et al (2007). To be a Great Leader. Yogyakarta: Penerbit Andi

Anonim. 2012. http://mybusinessblogging.com. Diakses pada tanggal 28 Mei 2012 pukul 18.00 WIB.

Anonim. 2012. http://usupress.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 28 Mei 2012 pukul 18.00 WIB.

Anonim. 2012. www.detikfinance.com. Diakses pada tanggal 28 Mei 2012 pukul 18.00 WIB.

You might also like