You are on page 1of 23

Deteksi Dini, Penanganan, dan Asuhan Kebidanan Pada Anemia, dan Deteksi Dini, Penanganan, dan Asuhan Kebidanan

Pada IUFD Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan IV (PATOLOGI)

Kelompok 3 Disusun Oleh: 1. Garnis Yuniar 2. Ai Rosmiati 3. Febi Alvianti 4. Putri Meitara Cita B 5. Lastiar Veronika Silaban 6. Siti Nurjanah 7. Popy Meilia Anzani 8. Sylvia Sulis 9. Saskia Kusuma Wardhani 10. Irna Purwanti Rahayu 11. Liriana Dita Pramestika Angkatan VI 130103100007 130103100009 130103100035 130103100038 130103100041 130103100066 130103100067 130103100068 130103100070 130103100073 130103100075

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2012

ANEMIA DALAM KEHAMILAN Pengertian Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,50 sampai dengan 11,00 gr/dl (Varney H, 2006). Anemia pada wanita hamil jika kadar hemoglobin atau darah merahnya kurang dari 10,00 gr%. Penyakit ini disebut anemia berat. Jika hemoglobin < 6,00 gr% disebut anemia gravis. Jumlah hemoglobin wanita hamil adalah 12,00-15,00 gr% dan hematokrit adalah 35,00-45,00% (Mellyna, 2005). Anemia dalam kandungan ialah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11,00 gr%. Pada trimester I dan III atau kadar Hb < 10,50 gr% pada trimester II. Karena ada perbedaan dengan kondisi wanita tidak hamil karena hemodilusi terutama terjadi pada trimester II (Sarwono P, 2002). Anemia adalah kondisi ibu dengan jumlah protein sel darah merah dan zat pewarna merah pada sel darah kurang dari 12% gram (Winkjosastro,2002) sedangkan Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan jumlah protein sel darah merah dan zat pewarna merah pada sel darah dibawah 11% gram pada usia kehamilan 4-7 bulan (Saifuddin,2002). Anemia ditandai dengan rendahnya konsistensi hemoglobin (Hb) atau hematokrit nilai ambang batas (referensi) yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah merah (eritrosit) dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit (hemolisis), atau kehilangan darah yang berlebihan. (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2007 : 201)

Epidemiologi Frekuensi timbulnya anemia dalam kehamilan tergantung pada suplementasi besi. Taylor dkk melaporkan rerata kadar hemoglobin sebesar 12,7 g/dl pada wanita

yang mengkonsumsi suplemen besi sementara rerata hemoglobin sebesar 11,2 g/dl pada wanita yang tidak mengkonsumsi suplemen. (williams obstetrics 22nd edition)

Etiologi Etiologi terjadinya anemia menurut mochtar (1998), disebutkan bahwa penyebab terjadinya anemia adalah : Kurang Gizi (Mal Nutrisi)

Disebabkan karena kurang nutrisi kemungkinan menderita anemia.

Kurang Zat Besi Dalam Diet

Diet berpantang telur, daging, hati atau ikan dapat membuka kemungkinan menderita anemia karena diet.

Mal Absorbsi

Penderita gangguan penyerapan zat besi dalam usus dapat menderita anemia. Bisa terjadi karena gangguan pencernaan atau dikonsumsinya substansi penghambat seperti kopi, teh atau serat makanan tertentu tanpa asupan zat besi yang cukup.

Kehilangan banyak darah Persalinan yang lalu, dan lain-lain. Semakin sering seorang anemia

mengalami kehamilan dan melahirkan akan semakin banyak kehilangan zat besi dan akan menjadi anemia. Jika cadangan zat besi minimal, maka setiap kehamian akan menguras persediaan zat besi tubuh dan akan menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Kehilangan darah terjadi melalui operasi, penyakit dan donor darah. Pada wanita kehilangan darah terjadi melalui menstruasi dan wanita hamil mengalami perdarahan saat dan setelah melahirkan. Praktik ASI tidak eksklusif diperkirakan menjadi salah satu predictor kejadian anemia

setelah melahirkan. Perdarahan patologi akibat penyakit/infeksi parasit seperti cacingan dan saluran pencernaan berhubungan positif terhadap anemia. Perdarahan gastrointestinal oleh adanya luka di saluran gastrointestinal (gastritis, tukak lambung. Kanker kolon dan polip pada kolon). (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2007 : 205)

Penyakit-Penyakit Kronis

Penyakit-penyakit kronis seperti : TBC Paru, Cacing usus, dan Malaria dapat menyebabkan anemia.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit dahulu anemia refrakter, sering infeksi atau kolelitiasis atau riwayat keluarga anemia menggambarkan kemungkinan

Hemoglobinopati genetik.

Diagnosis Menegakkan diagnosis anemia dan kemungkinan penyebabnya sangat penting agar penatalaksanaan dapat diberikan sesuai etiologinya. Anamnesis dan pemeriksaan yang teliti dapat memberikan kemungkinan penyebab anemia. Gejala yang ada mungkin tidak jelas dan tidak spesifik termasuk palpitasi, takikardi, dispneu, nyeri kepala dan pucat. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan stomatitis angularis, glositis dan kolonikia yang biasanya ditemukan pada anemia

defisiensi. Anamnesis dan pemeriksaan yang teliti dapat juga menyingkirkan kemungkinan penyakit kronis sebegai penyebab anemia. Pada tahap awal pemeriksaan darah perifer lengkap dan sediaan apus darah tepi harus dilakukan. Pada anemia defisiensi besi yang khas adalah mikositik hipokrom, namun pada kondisi yang tidak terlalu berat biasanya perubahan morfologi belum terlihat. Pemeriksaan lanjutan yang diperlukan adalah pemeriksaan serum iron dan feritin. Bila feritin < 15 ug/l maka anemia defisiensi besi dapat ditegakkan. Anemia mikrositik hipokrom juga bisa disebabkan oleh thalassemia dan dibedakan dengan status besi yang normal pada thalassemia. Pemeriksaan lanjutan untuk thalassemia adalah pemeriksaan eletroforesa hemoglobin. Pada kasus dengan hemolisis dapat ditemukan gambaran apus darah tepi yang menunjukkan adanya proses hemolisis dan dapat dilakukan pemeriksaan tes Coombs direk dan indirek. (sumber : williams obstetrics 22nd edition) Tanda dan Gejala Anemia Gejala Yang Sering Terjadi

Kelelahan dan kelemahan umum dapat merupakan satu-satunya gejala kapasitas oksigen. Banyak pasien asimtomatik, bahkan dengan anemia derajat sedang. Walaupun lebih sering tidak diserta gejala akan tetapi anemia dapat disertai tanda dan gejala sebagai berikut : a. Merasa lelah dan sering mengantuk oleh karena rendahnya Hb dan kurangnya oksigen, sehingga kurang transport untuk metabolisme dalam tubuh. b. Merasa pusing dan lemah (dizness dan weaknes) oleh kurangya oksigen dan energi menyebabkan ibu merasa lemah dan capek. c. Mengeluh sakit kepala d. Merasa tidak enak badan (malaise) dan nafas pendek karena menurunnya suplay darah. e. Perubahan mood dan kebiasaan tidur.
4

f. Mengeluh lidah mudah luka (lecet) g. Pucat pada membrane mukosa dan konjungtiva h. Kulit pucat i. Pucat pada kuku jari. j. Ikterus. k. Takipnea, dispnea saat beraktivitas. l. Nafsu makan kurang perubahan dalam kesukaan makanan. m. Kebiasaan akan makanan yang aneh-aneh atau mengidam (pica). (varney, 2006 : 127)

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan umum : Takikardi, takipnea, dan tekanan nadi yang melebar merupakan mekanisme kompensasi untuk meningkatkan aliran darah dan pengangkutan oksigen ke organ utama. Ikterus dapat dilihat pada anemia hemolitik. Gambaran fisik lain yang menyertai anemia berat meliputi kardiomegali, bising, hepatomegali dan splenomegali.

Tes Laboratorium Hitung sel darah merah dan asupan darah : untuk tujuan praktis maka anemia selama kehamilan dapat didefinisikan sebagai Hb < 10,00 atau 11,00 gr% dan hemotokrit < 30,00-33,00%. Asupan darah tepi memberikan evaluasi morfologi, eritrosit, hitung jenis leukosit dan perkiraan kekuatan trombosit (Taber, 1994).

Pengukuran Kadar Hemoglobin (Hb) menggunakan alat Sahli: Pemeriksaan kadar hemogobin darah dilapangan, pada umumnya tersedia 3 macam cara pemeriksaan yaitu, dengan cara kertas saring, Sahli dan Hemocue. Penelitian Hao Liying, Muhilal dan Sukati Saidin (1997) tentang perbandingan pemeriksaan kadar hemogoblin darah dengan kertas filter, Sahli dan Hemocoe

disimpulkan bahwa cara kertas saring kurang andal digunakan di lapangan. Oleh karena itu, agar digunakan cara Sahli untuk tujuan test. Penelitian sebelumnya oleh Muhilal dan Sukati Saidin (1980) menjelaskan ketelitian penentuan hemogoblin ( Hb) dengan cara Sahli yang dibandingkan dengan cara sianmethemoglobin (Cara yang paling teliti yang dianjurkan WHO baik perorangan maupun kelompok). Bahwa cara Sahli menghasilkan nilai Hb lebih rendah 10-13 persen dari cara sianmethemoglobin. 10 % lebih rendah jika dilakukan oleh petugas yang cukup berpengalaman dan 13 % lebih rendah jika dilakukan oleh petugas yang mendapat latihan selama seminggu. Cara pengukuran yang baik dan benar penggunaan metode Sahli dilakukan dengan pengambilan kadar hemoglobin darah induvidu yang diperoleh dengan mengambil sedikit darah arteri (12 ml) pada ujung jari tangan. Kadar Hb dapat dilakukan oleh petugas laboratorium, bisa petugas Puskesmas terlatih. Hasil penentuan Hb dengan cara Sahli bila dikalikan faktor 1,10 mapun 1,13 menghasilkan nilai Hb yang penyebarannnya tidak berbeda bermakna dengan cara sianmethemoglobin. Bila sarana penentuan Hb dengan cara sianmethemoglobin tidak tersedia, penentuan Hb dapat dilakukan dengan cara sahli dan hasilnya dikalikan faktor 1,1 (Muhilal dan Sukati Saidin, 1980).

Patofisiologi Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia, akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga pengenceran darah. Pertambahan tersebut berbanding plasma 30,00%, sel darah merah 18,00% dan Hemoglobin 19,00%. Tetapi pembentukan sel darah merah yang terlalu lambat sehingga menyebabkan kekurangan sel darah merah atau anemia.

Pengenceran darah dianggap penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita, pertama pengenceran dapat meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa kehamilan, karena sebagai akibat hidremia cardiac output untuk meningkatkan kerja jantung lebih ringan apabila viskositas rendah. Resistensi perifer berkurang, sehingga tekanan darah tidak naik, kedua perdarahan waktu persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah ibu tetap kental. Tetapi pengenceran darah yang tidak diikuti pembentukan sel darah merah yang seimbang dapat menyebabkan anemia. Bertambahnya volume darah dalam kehamilan dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan 32 dan 36 minggu (Setiawan Y, 2006).

Klasifikasi Derajat Anemia Menurut WHO yang dikutip dalam buku Handayani W, dan Haribowo A S, (2008) : 1. Ringan sekali Hb 10,00 gr% -13,00 gr% 2. Ringan Hb 8,00 gr% -9,90 gr% 3. Sedang Hb 6,00 gr% -7,90 gr% 4. Berat Hb < 6,00 gr%

Klasifikasi Anemia Klasifikasi anemia menurut Setiawan Y (2006), anemia dalam kehamilan dapat dibagi menjadi : Anemia Zat Besi (kejadian 62,30%)

Anemia dalam kehamilan yang paling sering ialah anemia akibat kekurangan zat besi. Kekurangan ini disebabkan karena kurang masuknya unsur zat besi dalam makanan, gangguan reabsorbsi, dan penggunaan terlalu banyaknya zat besi. Anemia Megaloblastik (kejadian 29,00%)

Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folat.

Anemia Hipoplastik (kejadian 80,00%)

Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah merah. Dimana etiologinya belum diketahui dengan pasti kecuali sepsis, sinar rontgen, racun dan obatobatan. Anemia Hemolitik (kejadian 0,70%)

Anemia yang disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat, yaitu penyakit malaria. Anemia Lain

Pembagian anemia berdasarkan pemeriksaan hemoglobin menurut Manuaba (2007), adalah : 1. Tidak anemia : Hb 11,00 gr% 2. Anemia ringan : Hb 9,00-10,00 gr% 3. Anemia sedang : Hb 7,00-8,00 gr% 4. Anemia berat : Hb < 7,00 gr% Komplikasi Anemia Terhadap Ibu dan Janin Komplikasi anemia dalam kehamilan memberikan pengaruh langsung terhadap janin, sedangkan pengaruh komplikasi pada kehamilan dapat diuraikan, sebagai berikut : Pada masa kehamilan, Persalinan dan nifas Bahaya Pada Trimester I

Pada trimester I, anemia dapat menyebabkan terjadinya missed abortion, kelainan congenital, abortus / keguguran. Bahaya Pada Trimester II

Pada trimester II, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature, perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga kematian ibu. Bahaya Saat Persalinan

Pada saat persalinan anemia dapat menyebabkan gangguan his primer, sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif (Mansjoer dkk, 2008). Pada masa nifas. subinvolusio uteri yang menimbulkan pendarahan

1. Terjadi

postpartum. 2. Memudahkan infeksi dan sepsis puerperium. 3. Pengeluaran ASI berkurang. 4. Terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan. 5. Anemia kala nifas. 6. Mudah terjadi infeksi mammae. Pengaruh terhadap janin. Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya, dengan adanya anemia kemampuan metabolisme tubuh akan berkurang sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Akibat anemia pada janin antara lain : 1. Abortus 2. Kematian intra uteri. 3. Persalinan prematuritas tinggi. 4. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) 5. Kelahiran dengan anemia. 6. Dapat terjadi cacat bawaan. 7. Bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal. 8. Intelegensi rendah. (Manuaba, 2007 : 38)

Pencegahan Untuk menghindari terjadinya anemia sebaiknya ibu hamil melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum hamil sehingga dapat diketahui data-data dasar kesehatan umum calon ibu tersebut. Dalam pemeriksaan kesehatan disertai

pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan tinja sehingga diketahui adanya infeksi parasit. (Manuaba, 2007 : 39) Di daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya setiap wanita hamil diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup satu tablet sehari. Selain itu wanita dinasehatkan pula untuk makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang mengandung banyak mineral serta vitamin. (Wiknjosastro, 2006 : 453)

Kebutuhan Tablet Besi Pada Kehamilan Menurut Jordan (2003), pada kehamilan dengan janin tunggal kebutuhan zat besi terdiri dari : 200-600 mg untuk memenuhi peningkatan massa sel darah merah, 200-370 mg untuk janin yang bergantung pada berat lahirnya, 150-200 mg untuk kehilangan eksternal, 30-170 mg untuk tali pusat dan plasenta, 90-310 mg untuk menggantikan darah yang hilang saat melahirkan. Dengan demikian kebutuhan total zat besi pada kehamilan berkisar antara 440-1050 mg dan 5801340 mg dimana kebutuhan tersebut akan hilang 200 mg (Walsh V, 2007) melalui ekskresi kulit, usus, urinarius. Untuk mengatasi kehilangan ini, ibu hamil memerlukan rata-rata 30,0040,00 mg zat besi per hari. Kebutuhan ini akan meningkat secara signifikan pada trimester terakhir, yaitu rata-rata 50,00 mg / hari pada akhir kehamilan menjadi 60,00 mg / hari. Zat besi yang tersedia dalam makanan berkisar 6,00 sampai 9,00 mg / hari, ketersediaan ini bergantung pada cakupan diet. Karena itu, pemenuhan kebutuhan pada kehamilan memerlukan mobilisasi simpanan zat besi dan peningkatan absorbsi.

Penatalaksanaan Anemia Kehamilan Anemia ringan

Pada kehamilan dengan kadar Hb 9-10,9 gr% masih dianggap ringan sehingga hanya perlu diberikan kombinasi 60 mg/hari dan 50 g asam

10

folat per oral sekali sehari. Hb dapat dinaikkan sebanyak 1 g% per bulan. (Saifuddin, 2006 : 282)

Anemia sedang

Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi per os. Biasanya diberikan garam besi sebanyak 600-1000 mg sehari, seperti sulfas-ferrosus atau glukonas ferrosus. Hb dapat dinaikkan sampai 10 g/100 ml atau lebih asal masih ada cukup waktu sampai janin lahir. (Winkjosastro, 2006 : 452)

Anemia berat

Pemberian preparat parenteral yaitu dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2 x 10 ml/im pada gluteus, dapat meningkatkan Hb relative lebih cepat yaitu 2 gr%. Transfusi darah sebagai pengobatan anemia dalam kehamilan sangat jarang diberikan (walaupun Hbnya kurang dari 6 g%), apabila terjadi perdarahan. ( Saifuddin, 2006 : 282) Pengobatan berdasarkan klasifikasi anemia: 1. Anemia defisiensi Zat Besi Penatalaksaan : 1. Skrining rutin 2. Pada kunjungan awal, tanyakan tentang riwayat anemia atau masalah pembekuan darah sebelumnya. 3. Minta hitung darah lengkap pada kunjungaan awal. 4. Diskusikan pentingnya mengonsumsi vitamin prenatal (disertai zat besi). 5. Periksa ulang Ht pada 28 minggu kehamilan. Terapi anemia: 1. Terapi oral ialah dengan pemberian : fero sulfat, fero gluconat, atau Nafero bisitrat.

11

2. Bila Hb <10 g/dl dan Ht <30%, lakukan tindakan berikut: a. Berikan konseling gizi. 1. Tinjau diet pasien. 2. Diskusikan sumber-sumber zat besi dalam diet. 3. Berikan kepada pasien selebaran mengenai makanan tinggi zat besi. 4. Rujuk ke ahli gizi. b. Sarankan suplemen zat besi sebagai tambahan vitamin paranatal. Kebutuhan zat besi saat kehamilan adalah 60 mg unsure zat besi. 1. Tablet zat besi time-release merupaka pilihan terbaik, namun lebih mahal. Setiap sediaan garam zat besi standar sudah mencukupi kebutuhan zat besi. 2. Minum 1-3 tablet per hari dalam dosis yang terbagi. 3. Zat besi diabsorbsi lebih baik pada keadaan lambung kosong. Minum 1 jam sebelum makan atau 2 jam sesudahnya. 4. Vitamin C membantu absorbs zat besi. Minum zat besi disertai jus yang tinggi vitamin C atau tablet vitamin C. 5. Antasid dan produk susu dapat mengganggu absorbs zat bes 6. Lebih baik mengkonsumsi zat besi bersama antasid atau makanan daripada tidak mengkonsumsi sama sekali. 3. Bila Hb <9 g/dl dan Ht <27% pertimbangkan anemia megaloblastik. Kelola pasien ini menurut panduan terapi anemia. a. Bila kadar Hb <9 g/dl dan Ht 27% saat mulai persalinan, pertimbangkan pemberian cairan IV atau heparin lock saat persalinan. b. Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 g%/bulan. Efek samping pada traktus gastrointestinal relatif kecil pada pemberian preparat Na-fero bisitrat dibandingkan dengan ferosulfat.

12

c. Kini program nasional mengajukan kombinasi 60 mg besi dan 50g asam folat untuk profilaksis anemia. d. Pemberian preparat parenteral yaitu dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2 x 10 ml/im pada gluteus, dapat meningkatkan Hb relatif lebih cepat yaitu 2 g%. Pemberian parenteral ini mempunyai indikasi : intoleransi besi pada gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan yang buruk. Efek samping utama ialah reaksi alergi, untuk

mengetahuinya dapat diberikan dosis 0,5 cc/im dan bila tak ada reaksi, dapat diberikan seluruh dosis. 2. Anemia Megaloblastik. Penatalaksanaan : 1. Suplemen Vitamin prenatal yang mengandung asam folat dan zat besi 2. Satu sampai dua milligram asam folat per hari untuk memperbaiki defisiens asam folat. 3. Suplemen zat besi, dengan pertimbangan bahwa anemia megaloblastik jarang terjadi tanpa anemia defisiensi zat besi. Konseling gizi 1) Kaji diet pasien 2) Rekomendasikan sumber-sumber asam folat dalam diet 3) Rujuk ke ahli gizi : Hitung darah lengkap Ulangi hitung darah lengkap dalam 1 bulan. Perhatikan adanya peningkatan hitung retikulosit sebesar 3-4% dalam 2-3 minggu, dan sedikit peningkatan pada hitung Hb dan Ht. 3. Anemia hemolitik didapat (acquired hemolytic anemia) Penatalaksanaan : 1. Skrining:

13

Pasien keturunan Afrika-Amerika yang mengalami anemia atau kerap mengalami infeksi saluran kemih (ISK) berulang harus menjalani skrining G6PD. 2. Terapi 1. Resepkan 1 mg asam folat setiap hari. 2. Berikan daftar obat-obatan yang perlu dihindari. 3. Bila pasien hamil, lakukan kultur dan sensitivitas (culture and sensitivity, C&S) urine bulanan. 4. Konsultasikan dengan dokter bila pasien dalam keadaan krisis atau mengalami anemia berat.

14

KEMATIAN JANIN INTRAUTERIN (IUFD)

A. Definisi Kematian janin biasanya didefinisikan sebagai kematian intrauterin dari janin dengan berat 500 gram atau lebih atau janin pada umur kehamilan sekurangkurangnya 20 minggu. Intra uterine fetal deadth (IUFD) atau kematian janin dalam rahim adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum terjadi proses persalinan pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau berat janin 1000 gram. IUFD adalah kematian intrauterin sebelum seluruh produksi konsepsi manusia dikeluarkan, ini tidak diakibatkan oleh aborsi terapeutik atau kematian janin juga disebut kematian intrauterin dan mengakibatkan kelahiran mati. Angka kematian janin adalah jumlah kematian janin per 100 kelahiran. Sindrom janin mati dicirikan oleh lamanya retensi janin yang mati intrauterin (biasanya labih lama dari 5 minggu) dihubungkan dnegan perdarahan akibat darah yang membeku. Penyebab kematian janin meliputi diabetes, hipertensi dan isoimunisasi Rh. B. Faktor Risiko a. Factor ibu (High Risk Mothers) 1. Umur ibu yang melebihi 30 tahun atau kurang dari 20 tahun

15

2. Paritas pertama atau paritas kelima atau lebih 3. Kehamilan tanpa pengawasan antenatal 4. Ganggguan gizi dan anemia dalam kehamilan 5. Riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu 6. Hipertensi 7. Diabetes melitus

b. Factor Bayi (High Risk Infants) 1. Bayi dengan infeksi antepartum dan kelainan congenital 2. Bayi dengan diagnosa iugr (intra uterine growth retardation) 3. Eritroblastosis fetalis.

c. Factor yang berhubungan dengan kehamilan 1. Abrupsio plasenta 2. Plasenta previa 3. Preeklamsi atau eklamsi 4. Polihidramnion 5. Inkompatibilitas golongan darah 6. Kehamilan lama 7. Kehamilan ganda 8. Infeksi 9. Genitourinaria 10. Penyakit tali pusat

C. Tanda dan Gejala 1. Terhentinya pertumbuhan uterus, atau penurunan TFU 2. Terhentinya pergerakan janin 3. Terhentinya denyut jantung janin 4. Penurunan atau terhentinya peningkatan berat badan ibu. 5. Perut tidak membesar tapi mengecil dan terasa dingin 6. Terhentinya perubahan payudara

16

D. Deteksi Dini Data subjektif dan objektif : 1. Gerakan janin berhenti. 2. Pertumbuhan uterus berhenti. Pasien dapat mengalami penurunan berat badan. Besar uterus dapat menjadi lebih kecil dari yang diperkirakan. 3. Denyut jantung janin tidak ada.

E. Penilaian a. Diagnosis Banding Diagnosis banding meliputi missed abortion, kehamilan ekstrauterin, dan kehamilan mola.

b. Komplikasi Potensial 1. Trauma emosional yang cukup berat terjadi bila waktu antara kematia janin dan persalinan cukup lama 2. Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah 3. Dapat terjadi koagulasi bila kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu. 4. Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak membahayakan ibu. Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipofibrinogenemia) akan lebih besar. Kematian janin akan menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak menghasilkan tromboplastin masuk kedalam peredaran darah ibu, pembekuan intravaskuler yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit terjadilah pembekuan darah yang meluas menjadi Disseminated intravascular coagulation hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen < 100 mg%). Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700 mg%. Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik postpartum. Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin mati.

17

5. Sepsis, perdarahan postpartum, dan emboli cairan ketuban.

F. Penanganan Umum a. Rencana Data diagnostik tambahan : 1. Ultrasonografi : Dengan scan real-time tidak adanya aktivitas jantung memastikan kematian janin. Tengkorak janin yang kolaps memberi kesan bahwa janin telah mati 1 minggu atau lebih. 2. Foto abdomen 5 hari atau lebih setelah kematian janin kelainankelainan yang ditemukan meliputi tulang-tulang tengkorak janin yang saling kelainan-kelainan yang ditemukan meliputi tulangtulang tengkorak janin yang saling tumpang tindih (tanda Spalding) yang disebabkan oleh mencairnya otak, lengkungan tulang belakang janin yang berlebihan dan sikap janin yang abnormal. 3. Amniosentesis : Cairan amnion cenderung untuk menjadi merah, coklat atau keruh. Methemoglobin dan peningkatan kreatin fosfokinase dapat diidentifikasi. Pewarnaan Gram dan biakan mendeteksi infeksi intrauterin. 4. Tes-tes koagulasi : Fibrinogen, jumlah trombosit, masa protombin dan masa tromboplastin parsial, dapat mengidentifikasi atau menyingkirkan gangguan koagulasi.

b. Penatalaksanaan dan pendidikan pasien Menunggu persalinan spontan biasanya aman, tetapi penelitian oleh Radestad et al (1996) memperlihatkan bahwa dianjurkan untuk menginduksi sesegera mungkin setelah diagnosis kematian in utero. Mereka menemukan hubungan kuat antara menunggu lebih dari 24 jam sebelum permulaan persalinan dengan gejala kecemasan. Maka sering dilakukan terminasi kehamilan. Persalinan seringkali diinduksi bila diagnosis telah ditegakkan sebagai usaha untuk mencegah defek koagulasi yang potensial, infeksi

18

dan menekan masalah-masalah psikologis yang berhubungan dengan pengetahuan bahwa janin intrauterin telah mati. Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati. Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital ibu; dilakukan pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan, dan gula darah. Diberikan KIE pada pasien dan keluarga tentang kemungkinan penyebab kematian janin; rencana tindakan; dukungan mental emosional pada penderita dan keluarga, yakinkan bahwa kemungkinan lahir pervaginam. Jika pemeriksaan radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari. Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi koluma vertebralis, gelembung udara di dalam jantung dan edema scalp. USG: merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda-tanda kehidupan: tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin, dan cairan ketuban berkurang. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa besar kemungkinan dapat lahir pervaginam. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif : Tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu. Yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi.

19

Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan penanganan aktif. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai serviks. Jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin atau kateter Foley. Catatan: Jangan lakukan amniotomi karena berisiko infeksi. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir.

Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun, dan serviks belum matanag, matangkan serviks dengan misoprostol: Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina; dapat diulangi sesudah 6 jam. Jika tidak ada respons sesudah 2x5 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi 50 mcg setiap 6 jam. Catatan: Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan melabihi 4 dosis.

Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah, waspada koagulopati. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan berbagai kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi.

G. Asuhan Bidan 1. Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan ketakutan memikirkan bahwa bayinya telah meninggal. Pada tahap ini

20

bidan berperan sebagai motivator untuk meningkatkan kesiapan mental ibu dalam menerima segala kemungkinan yang ada. 2. Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan melalui hasil USG dan rongen foto abdomen, maka bidan seharusnya melakukan rujukan. 3. Melakukan kunjungan rumah pada hari ke 2, 6, 14, atau 40 hari. Melakukan pemeriksaan nifas seperti biasa. Mengkaji ulang tentang keadaan psikologis, keadaan laktasi (penghentian ASI), dan penggunaan alat kontrasepsi.

21

DAFTAR PUSTAKA 1. Cunningham, F. Gary. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC 2. Mansjoer A, dkk, 2008, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Acsulapius 3. Manuaba IBG, 2001, Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB, Jakarta : EGC 4. Manuaba IBG, 2003, Penuntun Kepanitraan Klinik Obstetri dan Ginekologi, Jakarta : EGC 5. Manuaba IBG, 2004, Konsep Obstetri dan Ginekologi Sosial Indonesia, Jakarta : EGC 6. Manuaba IBG, 2007, Pengantar Kuliah Obstetri, Jakarta : EGC 7. Norwitz, Errol dan John O Schorge. 2008. At A Glance Obstetri Ginekologi. Jakarta : Penerbit Erlangga. 8. Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP SP 9. Taber, Ben-Zion. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC 10. Varney H, 2006, Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Jakarta : EGC 11. Walsh Linda V, 2007, Buku Ajar Kebidanan Komunitas, Jakarta : EGC 12. Wasnidar, 2007, Buku Saku Anemia Pada Ibu Hamil, Konsep dan Penatalaksanaan, Jakarta : Trans Info Media 13. Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP 14. Wirakusumah S, 1999, Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi, Jakarta : Trubus Agriwidya &

You might also like