You are on page 1of 28

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH ILMU KESEHATAN TERNAK

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat kurikuler dalam mengikuti Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Ternak pada Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman

LABORATORIUM KESEHATAN TERNAK PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN PURWOKERTO

PEMERIKSAAN KLINIK ATAU FISIK

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk menentukan diagnosa suatu penyakit salah satu tekhnik yang merupakan serangkaian prosedur yang harus dikuasai merupakan tekhnik uji pemeriksaan klinik juga disebut sebagai diagnosa klinik atau klinis. Penentuan diagnosa klinik yang akurat pada ternak tidak seratus persen dapat ditegakkan dengan diagnosa klinik tetapi memerlukan bantuan tekhnik pemeriksaan atau uji kesehatan lain, seperti pemeriksaan nekropsi tekhnik pemeriksaan serologi dan sebagainya. Metode

pemeriksaan diagnosa klinis ada empat cara yaitu melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengar (auskultsi). Pada hewan ternak dikatakan sakit bila organ tubuh ataupun fungsinya mengalami kelainan dari keadaan normal, kelainan tersebut dapat diketahui melalui pemeriksaan dengan alat indra secara langsung atau menggunakan alat alat Bantu contohnya terlihat adanya kemerahan dan eksudat kental pada matanya, terlihat lepuh lepuh pada lidahnya, terlihat ambing yang bengkak, diare pada saat defekasi dan sebagianya. Tanda tanda yang terlihat atau dtemui pada ternak penderita dinamakan gejala sakit atau symptom atau sering dinamakan gejala klinis.

B. Tujuan Dapat mengetahui tanda tanda penyakit pada hewan ternak yang dapat teramati secara klinis

II. ALAT DAN BAHAN Stethoscope Perkusi hammer Thermometer Midline

III. TINJAUAN PUSTAKA Menentukan diagnosa adalah tujuan pemeriksaan klinis, yang ditentukan banyak penyakit yang jkhas mendasar atas riwayat kejadian penyakit serta pemeriksaan fisis pada penderita. Gangguan ganguan klinis pada hewan yang diderita tidak selalu dapat dikenal, batasan batasn nya pun tidak dapat selalu dapat ditentukan, dalam hal demikian ahli klinik harus berusaha menentukan masalah setuntas mungkin dengan memulkai

pengobatan atau tindakan pencegahan sebelum gangguan yang definitive atau diagnosa pasti dapat ditentukan. (Subronto, 1989) Dalam pemeriksaan klinis sering dijumpai bahwa gambaran klinis suatu penyakit sulit untuk dikenali. Hal tersebut mungkin terdapat pada hewan yang keadaan umumnya tidak baik, yang pertumbuhannya jelek atau hewan yang menurunkan berat badanyakadang-kadang juga dijumpai gejala klinis suatu penyakit yang tidak jelas bentuknya. Dalam keadaan demikian penentuan diagnosa secara pasti hanya mungkin setelah dilakukan uji laboratorium yang tuntas. Kadang-kadang penentuan diagnosa pada suatu kelompok ternak yang sama hanya dapat dilakukan setelah memeriksa secara teliti tata laksana peternakannya. (Subronto, 1989) Menurut Akoso, 1996 kesehatan hewan adalah suatu status kondisi tubuh hewan dengan seluruh sel yang menyusun dan cairan tubuh yang dikandungnya secara fisiologis berfungsi normal. Kerusakan sel mungkinsaja terjadi secara normal sebagai akibat prosews pertumbuhan yang dinamis demi kelangsungan hidup. Sehingga terjadi pergantian sel tubuh yang rusak atau

mati bagi hewan yang sehat. Dilain pihak, mengalami gangguan karena serangan penyakit atau gangguan lain yang merusak fungsi sel dan jaringan.

IV. CARA KERJA Sebelum melakukan pemeriksaan secara klinik harus melihat kondisi umum dari ternak tersebut kemudian hal-hal yang dilakukan: 1. Menghitung frekuensi nafas, pulpus dan menetukan suhu tubuh 2. Memeriksa kulit dan rambut 3. Memeriksa selaput lender, mata, mulut vulva, dan rectum 4. Memeriksa kelenjar limfe 5. Memeriksa susunan alat pencernaan 6. Memeriksa anggota gerak 7. Memeriksa alat kelamin dan perkencingan 8. Mengukur lingkar dada untuk menentukan berat badan 9. Mengisi blanko pemeriksaan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

Nama pemilik Alamat

: Exfarm : Jl Dokter Suparno

Nama Hewan Signalemen

: Dery : Betina

Anamnesa Ststus present 1. Keadaan Umum Keadaan hewan Tingkah laku Ekspresi muka Kondisi badan : Sapi sehat : Normal : Tenang : Normal / Sedang

2. Frekuensi napas 32/ M, pulsus 86/ M, suhu 39,5 0C

3. Kulit dan rambut Turgor kulit 4. Selaput lendir 5. Kelenjar limfe : Normal, halus : Normal warna merah muda : Tidak ada

6. Susunan alat pernapasan Cara bernapas lewat hidung, tipe napas dalam Suara paru paru atas normal Suara paru paru tengah normal Suara paru paru bawah normal 7. Susunan alat peredaran darah Suara jantung normal 8. Susunan alat pencernaan Rumen normal 9. Susunan alat kelamin dan perkencingan Cara urinasi normal 10. Anggota anggota gerak Normal 11. anggota anggota gerak normal NB : terdapat benjolan dileher Bobot badan BB = 601.8 9.039*LD + 0.04546*LD2
= =

601.8 9.033(166) + 0.64546*(166)2 601.8 1499.478 +1254.69576

= 355.02 kg

B. Pembahasan Hal yang pertama sebelumkita melakukan pemeriksaan pada suatu hewan khususnya hewan ternak sering kali kita melihat keadaan lingkungan terlebih dahulu, dimungfkinkan lingkungan sekitar berpotensi untuk penularan suatu penyakit. Pada pemeriksaan harusnya dilakukan pada suatu ternak pada jarak tertentu yang tidak mengganggu ketenangan hewan tersebut, karena dihawatirkan hewan(sapi) terganggu sehingga

mengakibatkan produksi susunya menurun. Hal tersebut biasanya ditandai dengan sapi itu tampak siaga dan menyebabkan juga mengalami penambahan frekuensi pernafasan dan jantung meningkat. Menurut Subronto, 1989 pemeriksaan pada hewan dapat dilakukan melalui berbagai arah yaitu depan, belakang dan kedua sisi hewan. Dengan hal ini banyak diamati kelainan pada hewan yang mungkin tidak ditemukan dalam jarak yang dekat. Keadan umum dan kelakuan hewan yang perlu diamati antara lain hewan dalam keadaan berdiri atau tidur, tingkatr kelesuan, kesadaran atau kegelisahan hendaknya dicatat. Kegiatan dibawah normal mungkin menggambarkan keadaan hewan adanya penyakit tertentu, rasa sakit yang berkaitan dengan dengan sistem muskula skeletal yang menyebabkan hewan bersifat abnormal atau pembagian pembebanan berat yang tidak merata, sifat kaku sebagai akibat panyakit tetanus lebih mudah diamati dari jauh disbanding dari dekat. Pada penghitungan frekuensi pernapasan, keteraturan serta dalamnya perlu diperiksa dari jarak yang tidak mengganggu hewan, pada kondisi yang normal dalam keadaan tenang serta pada suhu lingkungan yang sedang frekuensi pernapasan sap[I adalah 24 sampai 42 per menit. ((Subronto, 1989) sedangkan pada praktikum dihasilkan adalah 56 per menit. Hal tersebut diperkirakan ternak tersebut sedang gelisah karena kedekatan praktikan disekeliling ternak atau disebabkan ternak tersebut sedang keadaan makan, sehingga mengalami kenaikan frekuensi pakan.

Pulsus terdapat dalam arteri-arteri yaitu pada bagian ekor (cocicysea medialis), muka (arteri maksilaris), inter digitalis dan paha (arteri simularis). Pada keadaan normal frekuensi pulsus pada sapi adalah 60 80 permenit (Subronto. 1989) hasil praktikum diperoleh frekuensi pulsusnya 86 permenit hal ini masih dikatakan normal. Pada pemeriksaan turgor kulit pemeriksaan nya dilakukan mencubit kulit dan melepaskannya. Diketahui bahwa apabila ketika dicubit kembali kembali lagi berarti turgor kulit normal dan pada praktikum turgor kulit pada sapi normal. Pada pemeriksaan selaput lender dilakukan dengan cara inspeksi pada bagian mata, mulut, vulva dan anus dan hasil yang didapat adalah dalam keadaan normal ditandai dengan berwarna merah muda. Menurut Subronto, 1989 pemeriksaaan alat pernapasan

berdasarkan atas inspeksi (ekspirasi atau inspirasi), sedikit palpasi (laring, faring) auskultasi dan kadang kandang perkusi atas daerah paru paru pada umumnya pernapasan dibedakan menjadi 3 yaitu pernapasan Abdominal, perut, dan pernapasan thoracal dada dan pernapasan thoracal abdominan. Diantara pernapasan yang disebut diatas pernapasan thoracal abdominal merupakan pernapasan paling baik pada sapi. Untukj mengetahui keadaan paru paru pada sapi dilakukan dengan cara memukulkan perkusi hammer dibagian intercostae. Pada bagian atas akan diperoleh suara nyaring,. Bagian tengah diperoleh suara sedikit pekak dan bagian bawah peka.pada keadaan seperti itu berarti paru paru dalam keadaan normal. Pemeriksaan yang terbaik atas daerah jantung dengan cara auskultasi denagn menggunakan stethoscope yang ditempatkan pada bagian bawah dan muka siku pada rongga intercostal kelimadan ketiga pada dada kiri kira kira setinggi persendian siku. Disebelah kanan, daerah jantung terletak pada ketinggian yang sama dengan sebelah kiri pada rongga intercosal ketiga dan keempat suara jantung biasanya dilukiskan dengansuara lup dug (Subronto, 1989).

Susunan alat pencernaan dilakukan dengan metode auskultasi dengan stethoscope, yang diamati dalam hal ini yaitu suara gerak rumen yang seperti gemuruh dan hasil praktikum didapat 8/5 menit. Menurut Toelihere, 1985 bahwa gerak rumen normal antara 5 10 per 5 menit, berarti jika dibandingkan dengan teori dibuku maka sapi tersebut dalam keadaan normal. Sedangkan suara peristltik usus juga normal yagn ditandai dengan adanya suara seperti aire mengalir yang disebabkan karena usus dalam keadaan bekerja. Pada pemeriksaan susunan alat kelamin dan perkenciangan dengan melihat sapi kencing yaitu

mengangkat ekornya dan menundukkan perutnya serta warnanya (urine) berwarna putih kekuningan dengan kapasitas sedang. VI. KESIMPULAN Pemeriksaan klinik berguna untuk mendiagnosa suatu penyakit. Gejala sakit atau simpton terjadi pad ternak yang sakit Ada empat metode pemeriksaan klinik yaitu melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) mendengar (auskultasi) Untuk mengetahui riwayat seekor ternak dilakukan anamnesa dengan menanyakan informasi-informasi kepad pemilik.

VAKSINASI ND PADA AYAM

I. PENDAHULUAN A. latar Belakang Vaksin yang baik adalah vaksin yang mampu memberikan kekebalan yang kuat dan tahan lama. Kekebalan yang terbentuk seaiknya terjadi pada hewan yang divaksinasi maupun fetus yang dikandungnya. Vaksin diharapkan b3ebas dari efek samping yang merugikan. Vaksin yang baik memberikan efek pasca vaksinasi yang ringan, stress yang nbditimbulkan tidak berlangsung lama dan tidak merusak organ system kekebalan. Vaksin yang baik juga seharusnya murah,mantap, sesuai untuk vaksinasi masal dan idealnya merangsang tanggap kebal yang tidak dapat dibedakan dari yang disebabkan oleh efek ilmiayh, sehingga vaksinasi dan pemberantasan berlangsung serempak. Vaksinasi merupakan cara utama untuk mengendalikan penyakit pada ternak myang disebabkan virus maupun bakteri. Struktur virus yang sama dengan sel inang menyebabkan pengembangan virus dengan bahan kemoterapetika antiviral sulit dilakukan. Oleh karena itu pengembangan vaksin antiviral akhirnya lebih maju disbanding dengan vaksin bacterial. Vaksin dilakukan dengan cara memasukan vaksin ke dalam tubuh ternak dan merupakan suatu usaha dengan tuuan melindungi ternak terhadap serangan penyakit tertentu. Vaksin adalah bibit penyakit yang ntelah dilemahkan virulensinya atau dimatikan sehingga virulensinya tidak membahayakan. Apabila di berikan pada ternak, vaksin tidak menimbulkan penyakit, melainkan merangsang pembentukan zat kebal yang sesuai dengan jenis vaksinnya. B. Tujuan Mahasiswa mampu mengaplikasikan metode metode vaksinasi ND pada ayam.

III. ALAT DAN BAHAN Anak ayam umur di bawah 1 minggu dan ayam dewasa Pelarut vaksin yaitu aquades dan larutan dapae (NaCl fisiologis) Vaksin ND aktif dan inaktif Spuit disposibel dan spuit automatis Termos dan kulkas

IV. CARA KERJA 1. Dimasukan pelarut ke dalam botol menggunakan spuit disposibel sehingga terisi dari 2/3 botol tersebut 2. 3. Botol ditutup dan dikocok sampai larutan vaksin rata Dituangkan larutan vaksin kea lam botol pelarut yang masih berisi sisa pelarut, tutup dan kocok rata 4. Bilas botol vaksin 2-3 kali

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Status present (hasil emeriksaan klinik hewan) Asal hewan Umur Kondisi Vaksin Strain vaksin Jenis vaksin Pelarut Aplikasi : La Sota : ND : Aquades : Melalui tetes mata/ hidung, air minum, semprot (spray) : Sumbang : 30 hari : Segar bugar

Dosis kemasan : 50 ml

Produsen

: Medion

Perhitungan dosis vaksin Injeksi jumlah ayam Harga vaksin 50 dosis Harga vaksin 100 dosisi Harga vaksin 500 dosis Harga aquades : 1200 ekor , dosis 0,3 ml : Rp 3.750 : Rp 5000 : Rp 7.250 : Rp 5000/liter

Ditanyakan : a. Kebutuhan vaksin ? b. Harga keseluruhan vaksin ? c. Berapa kebutuhan pelarut ? Jawab : a. Kebutuhan vaksin V = X + 2%X = 1200 + ( 2%x 1200) = 1.224 Jadi jumlah keseluruhan vaksin 1224 dosis b. Kebutuhan pelarut P = { X + ( 2%x X ) x injeksi} = {(1200 + 24)x 0,3} = 3.657,2 ml Jadi kebutuhan pelarut = 367,2 ml c. Harga vaksin I. 2 ampul 500 dosis + 2 ampul 100 dosis + 1 ampul 50 dosis = (2 x 7.50) + (2 x 5.000) + ( 1 x 3.750) = Rp 28.250 II. 12 ampul 100 dosis + 1 ampul 50 dosis = (12 x 5.000) + (1 x 3.750) = Rp 63.750 Harga vaksin Rp 28.250 Harga pelarut = 1.836 Biaya vaksinasi = Rp 25,072

B. Pembahasan Vaksinasi merupakan cara utama untuk mengendalikan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh virus maupun oleh bakteri. Vaksinasi dilakukan dengan cara memasukan vaksin ke dalam tubuh ternak dan merupakan suatu usaha dengan tujuan melindungi ternak terhadap serangan penyakit tertentu. Vaksin adalah bibit penyakit yang telah dilemahkan virilensinya atau dimatikan sehingga virulensinya tidak membahayakan ( Sri Hastuti, 2000) Berdasarkan strai virus ND, vaksin ND dibedakan menjadi : a. Vaksin Lentogenik misalnya strain F, B1 dan strain La Sota, yang dapat digunakan untuk ayam semua umur dengan cara diteteskan melalui hidung, mata, dicampur dengan minuman atau juga dengan disemprotkan. b. Vaksi Mesogenik misalnya : strain Muktewar, Kumarov,dan Hartfordshine yang dapat diberikan dengan cara disuntikan intra muskuler. Strain vaksin untuk penyakit Gumboro yang telah dikembangkan hingga saat ini ada tiga jenis yaitu virulen strain (hot strain), attermuated atau mild strain dan intermediate strain. Hot strain biasanya dierikan pada flok yang bterdapat pada daerah dengan tingkat virulensi virus IBD yang tinggi. Vaksin dibagi menjadi dua jenis yaitu : a. Vaksin inaktif yaitu vaksi yang dibuat dengan menggunakan bibit penyakit yang sudah dimatikan. b. Vaksin aktif yaitu vaksin yang dibuat menggunakan bibit penyakit yang sudah dilemahkan keganasannya. Vaksin aktif sering disebut vaksin hidup berisi virus hidup yang akan memperbanyak diri / mengalami replikasi dalam tubuh hewan, sehingga akan menimbulkan kekebalan. Vaksin aktif penggunaanya sedikit, virus hasil replikasi dapat diekresikan dan ditularkan pada hewan lain. Tanggap kebal yang ditimbulkan vaksin aktif lebih baik disbanding

vaksin inaktif, tetapi vaksin aktif dapat menimbulkan virulensi residual, sedangkan vaksin inaktif merupakan imunagen lemah, tetapi biasanya lebih aman. Vaksin inaktif sering disebut vaksin mati, karena berisi virus mati dalam emulsi minyak/aluminium hydrokside dan dapat berisi lebih dari sau jenis virus. Virus pada vaksin inaktif tidak mengalami repl;ikasi. Keberhasilan penggunaan vaksin mati bergantung pada rangsangan awal yang diberikan sebelum diberikan vaksin inaktif. Kekebalan yang dihasilkan oleh vaksi inaktif lebih aman dari segi virulensi residunya dan lebih mudah disimpan. Pengunaan vaksin inaktif biasanya disuntikan secara langsung sesuai dosis yang tertera pada label kemasan. Vaksin inaktif barada pada adjuvant minyak sehingga tidak perlu dicampur dengan aquades pada saat akan digunakan. Vaksin ini bisa langsung dimasukan ke dalam intra muscular/ subcutan. Sebelum diaplikasikan vaksin aktif harus dimasukan ke dalam ampul mvaksin sampai terisi 2/3, kemudian dikocok pelan pelan sampai tercampur sempurna. Selanjutnya vaksin diambil dengan spuit injeksi, dimasukan kembali ke botol pelarut, dikocok pelan-pelan , dibilas dan diulangi sampai 3 kali agar tidak ada sisa vaksin pada botol valksin. Setelah dicampur dengan pelarut sebaiknya vaksin harus segera dihabiskan dalam waktu 2 jam. Umlah pelarut yang digunakan dapat ditambah dengan toleransi 5%. Satu dosis ayam sebaiknya disuntikan dengan pelarut sekitar 0,3 hingga 0,5 ml.

VI. KESIMPULAN 1. Vaksinasi adalah program memasukan vaksin ke dalam tubuh ternak dan merupakan suatu usaha dengan tujuan melindungi ternaki dari serangan penyakit tertentu. 2. vaksin adalah microorganisme penyebab penyakit yang sudah dilemahkan atau dimatikan dan mempunyai imunogenik. 3. vaksin dibagi menjadi dua yaitu vaksin aktif dan vaksin inaktif.

4. berdasarkan strain vaksin ND ada dua macam yaitu lentogenik dan mesogenik. 5. cara-cara melakukan vaksin antara lain melalui tetes mata, tetes hidung, tetes mulut, dan melalui suntikan atau injeksi.

BEDAH BANGKAI / NEKROPSI

I. PENDAHULUAN A.Latar belakang Bedah bangkai atau nekropsi adalah tehnik lanjutan dari diagnosa klinik untuk mengukuhkan atau meyakinkanhasil diagnosa klinik. Pada prinsipnya, bedah bangkai adalah mengeluarkan organ-organ yang dihinggapi virus tertentu. Bedah bangkai hendaknya dilakukan secepat mungkin setelah hewan mati. Untuk daerah tropis seperti Indonesia, sebaiknya bedah bangkai dilakukan tidak lebih dari 6 jam setelah hewan mati. Hewan yang gemuk atau tertutup bulu lebih cepat. Bila pelaksanaan bedah bangkai akan ditunda, bangkai dapat disimpan pada refrigerator agar tidak membusuk. Bedah bangkai dapat dilakukan pada ayam hidup atau pada ayam mati. Jika menggunakan ayam hidup, maka ayam harus dibunuh dahulu, cara membunuh atau etanasi ayam ada beberapa cara antara lain mematahkan tulang leher antara tulang atlas dan tulang cervikalis, emboli udara ke dalam jantung, bordizo forc3eps, dan disembelih seperti pada umumnya. B.Tujuan Praktikum bedah bangkai ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan patologis anatomi pada organ-organ yang terserang penyakit.

II. ALAT DAN BAHAN 1. Ayam hidup / bangkai ayam 2. Gunting 3. Gunting tulang 4. Pinset 5. Scalpel

III. TINJAUAN PUSTAKA T.B. Akoso (1993) menyatakan bahwa pada prinsipnya, bedah bangkai mengeluarkan organ-organ yang dihinggapi virus tertentu. Pada bedah bangkai, jika menggunakan ayam mati (bangkai ayam) sebaiknya tidak menggunakan ayam yang mati lebih dari 6 jam, karena pada ayam tersebut terdapat mikroorganisme yang mendeposisi tubuh dan ada proses autolisis yaitu penghancuran sendiri organ-organ tubuh dan terjadi perubahan patologi anatomi. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian nsupaya hasil pemewriksaan menjadi akurat, antara lain jenis penyakit, kondisi pasien, umur basngkai, jumlah sampel, dan tempaat pelakanaan. Selain itu, penilaian bedah bangkai berdasarkan perubahan-perubahan pada organ atau jaringan yang diperiksa, yaitu ukuran organ pada ayam penderita, warna padsa organ yang diperiksa, tepi organ, bidang sayatan, dan konsistensi. Prosedur yang harus dilaksanakan bila akan melakukan bedah bangkai ada 3 yaitu : 1. Melakukan anamnesisi selengkapnya, unuk memperoleh gambaran perjalanan penyakit 2. Melakukan pemeriksaan klinis, untuk mendapatkan gambaran penyakit yang lebih objektif 3. Mempersiapakan sampe-sampel untuk pemeriksaan lebih lanjut, jika hasil pemeriksaan belum meyakinkan. (Bambang A,M, 1992). Ukuran organ pada ayam penderita, jika membesar disebut hipertropi, jika mengecil disebut atropi, dan jika tumbuh ganda disebut hyperplasia. Sedangkan apabila berwarna kemerahan menunjukan adanya pendarahan, organ berwarna pucat menunjukan kurangnya nutrisi, warna kebiruan menujukan kurangnya suplai oksigen, keracunan jaringan. Tepi organ yang tumpul menunjukan organ telah membesar dari ukuran normal. Bidang sayatan berlemak berminyak menunjukan adanya akumulasi lemak dalam jaringan, berair menunukan adanya akumulasi air dalam jarigan, dan campuran keduanya menunjukan adanya gangguan organic oleh metabolisme penyakit. Konsistensi yang keras / rapuh menujukan adanya nekrosis/kematian

jaringan pada organ dan pada konsistensi lunak organ telah terakumulasi dengan eksudat (Yuwono, 2000). IV. CARA KERJA a. Ayam dibunuh (bila ayam masih hidup) b. Riwayat ayam dicatat c. Gejala klinik ayam dicatat d. Periksa warna jengger, pial, cuping telinga. e. Perhatikan nkemungkinan adanya diare, leleran dari paruh, lubang hidung, mata, pembengkakan daerahfacial, serta kemungkinan adanya parasit pada bulu dan kulit. f. Ayan duiletakan pada punggung dengan bagian ekor menghadap operator. g. Kedua kaki dipegang sambil ditarik ke arah lateral, kulit diantara tubuh dan paha diiris sampai persendian coxae femoral. h. Perhatikan warna, kualitas, derajat dehidrasi jaringan subcutanneus dan otot-otot dada. i. Dinding perut bagian posterior digunting secara melintang, dan diteruskan kea rah depan dengan memotong bagian coxae condral. j. Irisan pada dinding abdomen diteruskan pula kea rah belakang sehingga rongga abdomen dan rongga dada dapat dibuka seluruhnya. k. Semua kantong udara diperiksa dari kemungkinan abnormalitasnya. l. Perhatikan kemungkinan adanya cairan, eksudat/ darah dalam rongga perut dan dada m. Periksa organ-organ tubuh pada posisi aslinya. n. Esophagus di bagian proksimal dipotong dan dikeluarkan bersama-sama dengan gizzard, pancreas, dan usus halus, usus besar, dan caecum. Perhatikan ukurannya. Bukalah proventriculus, gizzard, usus halus, usus besar, caecum, perhatikan lumennya. o. Periksa ginjal, nervus, dan plexus ischiadicus dan flexus brachialis. p. Bangkai diputar sehingga kepala menghadap operator

q. Gunting dimasukan ke dalam mulut, ujung mulut dipotong pada satu sisi, diteruskan ke oesophagus dan ingluvies. r. Faring, laring, dan trakea dibukasampai ke cabang-cabang bronkus yang masuk ke dalam paru-paru. s. Alat-alat pada rongga dada dikeluarkan dan diperiksa. t. Bila ternyata hewan terserang penyakit menular, hewan ditanam pada liang yang dalam atau dibakar dahul;u sebelum dikubur.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Dari praktikum diperoleh hasil berupa data sebagai berikut : 1. Berat badan 2. Status present : 1,5 : terdapat kebengkakan dan kebiruan pada sayap

kanan, warna jengger, pial, cuping merah muda (normal), tidak terdapat kutu pada kulit dan kulit. 3. Lesi pemeriksaan a Selaput lendir Terdapat bintik-bintik merah atau peradangan atau pendarahan dip aha, tidak ada selaput lender yang berlebihan. b c Kulit, bulu, bawah kulit, otot Warna kulit putih kekuningan, derajat dehidrasi normal, ototnya normal. d e Kantong udara, rongga perut, rongga dada Kantung udara = tidak ada darah, eksudat, penebalan. Demikian juga pada rongga perut dan dada. f Saluran pencernaan proventrikulus ventrikulus usus halus merah = Normal = Normal, tidak ada perubahan = Normal, terdapat sedikit bercak bercak

Usus besar Caecum

= Normal = Normal

Penggantung Usus = Normal Hati = berwarna merah tua, tidak ada selaput tebal pada permukaan, ukuran normal tidak ada pembengkakan dan pendarahan.

Saluran pernapasan sinus Rongga mulut Faring Trakea Bronkus = Tidak ada lender = Tidak berlendir = Normal, tidak ada eksudat = Kering, berwarna putih = Normal.

Paru paru (uji apung) = mengapung bila dimasukkan air.

Lien berwarna merah tua, ukuran normal Ginjal normal Timus normal Jantung berwarna, penuh dengan selaput, tidak ada

pembengkakan dan pendarahan Seka tonsil terdapat bintik bintik merah Burs fabrisius normal Syaraf normal

Diagnosa = Ayam kemungkinan terkena ND dan pernah menderita atau terkena penyakit koksidiosis. B. Pembahasan Ayam yang sudah dibedah pad saat praktikum menunjukan terkena penyakit ND dan pernah terkena koksidiosis (sudah sembuh). Ayam terkena ND seharusnya menderita gejala gejala seperti batuk, ngorok, susah berak, keluar lender dari hidung, leher terpuntir, eksudat berwarna kehijauan bercampur darah, terdapat pendarahan yang luas, sayap turun dan kaki lumpuh atau jalan terseret. Sedangkan ayam apabila

terkena koksidiosis seharusnya menderita gejala berak darah, bulu kusam dan berdiri sayap turun ayam kurus, terjadi pendarahan pada organ organ tubuh terutama alat alat pencernaan, saecum membesar dan berisi darah (F. Diyanti Retno, 1998). Namun pada pelaksanaan praktikum, semua gejala gejala ini sudah tidak tampak secar keseluruhan. Ayam yang sudah dibedah ususnya hanya terdapat benjolan benjolan dan bercak bercak merah, hal itu pun tidajk banyak. Karena itu ayam disimpulkan memang pernah mengakami penyakit ND dan Koksidiosis, namun pada saat dibedah ayam tersebut sudah sembuh atau sudah sehat. Bedah bangkai atau nekropsi menurut Y.Yahya(1977) adalah suatu cara untuk menentukan diagnosa. Adanya kelainan pada salah satu organ menunjukan adanya suatu penyakit tertentu. Adapun prosedur diagnosa yang dilakukan yaitu : 1. Menyayat kulit pada sisi mulut Hal ini dilakukan untuk mengamati adanya kerusakan karena cacar, mycosis atau penyakit lain. 2. Membuka eosofagus Dilakukan untuk memeriksa kemungkinan luka karena benda asing atau adanya benjolan benjolan kecil. 3. Menyayat secara memanjang larynx dan trakea Dilakukan untuk memeriksa adanya lendir, darah yang berlebih atau benda seperti keju. 4. Mengiris trmbolok Dilakukan untuk meneliti apakah tercium bau asam dan kemungkinan gejal myosisi. 5. Memeriksa kantong hawa Bila ada penyakit kantong ini berwarana kelabu 6. Memeriksa jantung, hati, limpa, paru paru dan pembuluh napas dilakukan untuk melihat apakah ada kelinan atau kerusakan.

7. Memeriksa usus Dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya benjolan benjolan kecil, tumor atau pendarahan sayatan memanjang usus dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya cacing, tetesan darah, peradangan, tukak, daerah pendarahan dan lendir yang berlebihan. 8. Membuka ceca melihat isinya Dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya darah, benda seperti keju, cacing dan bekas luka. 9. Menyayat proventikulus dilakukan untuk melihat pendarahanpada permukaan atau lapisan putih. 10. Membuka ampela dilakukan untuk melihat kasar atau tidaknya dan adanya kerusakan. 11. Mengamati kelainan kandung telur, saluran kandung telur dan ginjal . 12. Mengamati adanya pembengkakan syaraf brakhialis Hal ini merupakan gejala leukosis (penyakit hati bengkak) menurut simon m.shene (1997) pada ayam yang terkena ND, proventikulus mengalami pendarahan ptheciae. Kerusakan ini bersifat khas bagi ND tipe asetik. Perubahan organ ini mirip dengan mempenyakit marek, dimana pada penyakit marek selain proventikulus mengalami pendarahan yang berbentuk bintik bintik dan terjadi juga

pembengkakan. Akibat serangan ND ayam dapat menderita diare sehingga tinja menjadi encer berwara hijau lumut. Diare ini disebabkan ayam mengalami perlukaan. Tinja tersebut merupakan sumber penularan penyakit karena mengandung virus pyramixo penyebab ND. Karena ND sebagian besar bagian pencernaan mengalami pembengkakan dan pendarahan terutama pada beberapa bagian usus. Jika usus disayat akan tampak bahwa permukaan dalam usus mengalami luka luka, perkejuan dan pembentukan eksudat hijau tua. Selain itu menurut akoso (1993), secara sepintas kelainan pada limpa tidak nampak. Pemeriksaan secara teliti menunjukan bahwa limpa menjadi bintik bintik putih yang tersebar

pada seluruh bagian. Bintik bintik putih merupakan sarang dari penyakit, sedangkan sedangkan trakea lendir berlebihan dan bila ND parah terjadi pendarahan. Hal tersebut menyebabkan ayam susah bernapas.patologi anatomi trachea berlendir dan berdarah tersebut hampir sama dengan patologi anatomi trachea akibat serangan infectius laringotracheatis (ILT). Indung telur pada ayam yang terkena ND mengalami perubahan yaitu mengecil,selaput telur membengkak dan pendarahan. Menurut simon m shane (1997), pada penyakit koksidiosis semua bagian permukaan selaput lendir usus berwarna merah. Pengamatan yang teliti menunjukan adanya titik - titik yang berwarna putih. Titik titik ini merupakan umber penyakit. Pada hari ke-2 dan ke-3, selaput lendir usus berwarna merah, kemudian pad hari ke-4 sampai ke-6 tampak adanya pendarahan dan usus mengalami penciutan dan pada hari ke-7 ayam mati. C. KESIMPULAN Dari pelaksanaan praktikum dapat diambil kesimpulan 1. Prinsip bedah bangkai yaitu mengeluarkan organ organ yang dihinggapi virus tertentu. 2. Pelaksanaan bedah bangkai tidak menggunakan hewan yang telah mati lebih dari 6 jam. 3. Penilaian bedah bangkai didasarkan pada perubahan organ organ atau jaringan yang diperiksa. 4. ND Asetik mempunyai ciri khas, yaitu adanya pendarahan ptechiae pada proventikulus. 5. Penyakit ND sangat mematikan.

IDENTIFIKASI PARASIT

PENDAHULUAN A.Latar Belakang 1. Identifikasi Telur Cacing Nematode Pada saat telur cacing keluar bersama tinja, telur cacing berisi sel telur (ovum) mungkin tidak atau belum membelah karena mengalami segmentasi (unsegmented). Pada telur cacing yang telah mengalami segmentasi bersifat multiseluler, bahkan mungkin sudah bermorula atau berlarva. 2. Identifikasi Telur Cacing Trematoda Berbeda dengan telur Nematoda, unsure seluler yang tampak pada telur trematoda adalah sel-sel kuning telur (yolk), sedangkan sel germinalnya tampak sebagai bagian transparan di daerah sekitar salah satu kutubnya. Kebanyakan telur trematoda mempunyai operculum pada salah satu kutubnya. 3. Identifikasi Telur Cestoda Kebanyakan elur cacing ini mengandung embrio (onkosfera korosialu) yang mempunyai tiga pasang kulit misalnya : echinococus granulosus. Beberapa cacing cestoda mempunyai telur yangbentuknya spesifik, misalnya berbentuk segi tiga pada moriesa expansa. Beberapa cestoda lainya telurtelurnya diam dalam kapsula yang berisi sejumlah telur (pada dyphilium caninum, tiap-tiap kapsula berisi sampai dengan 20 telur), mingkin telur dirangkum dalam kantong telur (pada raeletina, sp) atau mungkin dalam jaringan paremkima (pada thysaniezia giard). Sedangkan telur cacing kelas catyloda misalnya mempunyai operculum pada salah satu kutubnya. B.Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah pemeriksaan telur cacing, perhitungan kualitatif atau kuantitatif telu cacing.

II.ALAT DAN BAHAN Bahan yang digunakan : Feses kuda NaCl jenuh NaOH 10% Larutan biru mitelin Gula selter / jenuh

Alat yang digunakan : Objek glass Deck glass Cawan porselin Pengfgerus porselin Tabung sentrifus Rak tabung Tissue Microscope Timbangan Stiker Dobel objek glass Sentrifuse

III. TINJAUAN PUSTAKA Parasit adalah organisme yangmenempel pada organisme lain untuk kelangsungan hidupnya bersimbiosis dengan mahluk lain (Whitlok,1989) Menurut Levine (1990), parasit berasal dari hewan bebas yang mengalami evolusi. Beberapa parasit melengkapi dirinya dengan ssuatu organ semacam alat penghisap untukbergantung. Menurut Levine (1990) bila parasit masuk ke dalam induk semang asing umumnya segera terbunuh. Bisa saja parasit itu tetap hidup untuk jangka waktu tertentu, tetapi tidak memperbanyak diri, atau dalam kasus yang jarang, parasit itu tumbuh menjadi dewasa dengan atau tanpa menimbulkan penyakit.

Menurut Whitlok (1989), ghospes terbagi menjadi 2v yaitu hospes intermediate dan hospes definitip. Contoh hospes intermediate yaitu kumbang dan semut. Sedangkan hospes definitip yaitu ayam dan ternak lainnya. Hospes intermediate merupakaninduk semang semantara hewan perantara. Hospes definitip merupakan induk semang sejati. Contoh mahluk hidup parasit yaitu cacing, jamur dsb. Mahluk hidup yang dianggap parasit disebut inang, induk semang/hospes (Whitlok, 1989). IV. CARA KERJA Pemeriksaan kualitatif telur cacing A. Metode Natif a. Feses disediakan secukupnya b. Diambil 1 gr ditambahkan air 10 ml diaduk sampai rata c. Objek glass diberri larutan tersebut, kemudian ditutup dengan cover glass, sediaan harus tuipis. d. Diperiksa di bawah microscope B. Metode sentrifuse/ uji apung a. Disediakan feses secukupnya b. Segumpal feses 1 gr ditambah air 10 ml kemudian diaduk sampai rata c. Larutan disaring kemudian air saringan dituang dalam tabung sampai setinggi 2/3 bagian d. Tabung diberi kode, diletakan pada tempat yang tersedia dan diambil tabung yang lain e. Volume masing-masing tabung diusahakan sama f. Tabung dimasukan ke dalam sentrifuge selama 3-5 menit g. Tabung diambil, diletakan posisi berdiri tegak lurus di tempat rak tabung, tmbahkan NaCl jenuh dengan pipet sampai permukaanya mencembung biarkan 30 menit h. Gelas objekm diambil kemudian ditempelkan di permukaan larutan yang mencembung, kemudian dibalik secara cepat, ditutup dengan objek glass

i. Diperiksa di bawah microscope

VI.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

Asal hewan Anamnesa Status Present Cara pemeriksaan

: Jl. Jaelaini Karang Wangkal : Feses lembek, hijau pekat : Kuda dalam keadaan sehat : Telampir

B. Pembahasan Parasit adalah organisme yang hidup menempel ke organisme lain yang untuk kelangsungan hidupnya bersimbiosis dengan mahluk lain. Contoh mahluk hidup parasit yaitu cacing, jamur, kutu. Mahl;uk hidup yang dihinggapi parasit disebut inang, induk semang atau hospes. Hospes ada dua yaitu hospes definitip dan intermediate. Hospes intermediate merupakan tipe induk semang sejati. Contoh hospes intermediate yaitu kumbang dan semut, sedangkan contoh hospes definitip yaitu ayam dan hewan ternak lain. Parasit yang menyerang ternak ada 2 yaitu endoparasit dan ektoparasit. Endoparasit yaitu parasit yang tumbuh di dalam induk semangnya, misalnya di hati. Beberapa penyakit disebabkan oleh endoparasit yaitu kapilariosis, askariadiasis, dan sestodiasis. Askaridiasis disebabkan oleh cacing ascaridia galli yang terdapat dalam jejunum dan heferakis galliranum di dalam sekum. Infeksi sensitive askaridia galli akan menurunkan produksi telur pada ayam pembibit dan petelur komersial yang dipelihara diatas lantai. Kematian akan terjadi karena penyumbatan usus pada ayam yang kekebalanya menurun atau karena campur tangan kondisi lain yang melemahkan. Pengobatanya dengan piperazim, uvamisol/nermestim dalam air minum.

Sestadiasis disebabkan oleh sejumlah cacing pita yang ditemukan di dalam saluran anus dan di diagnosis dengan pemeriksaan pasca mati/ pemeriksaan feses. Pengobatannya dengan miklosamida dalam pakan (Shane, 1991) Pengobatan ektoparasit dengan menggunakan insektisida karbonat seperti serin diberikan dalam bentuk serbuk dengan konsentrasi 5% langsung pada ayam setiap minggu. Kandang dan sangkar dapat juga disemprot dengan suspensi karbonat 2-7 %. Hanya insektisida yang telah disetujui dan boleh dipake untuk ayam atau digunakan disekitar kandang untuk menghindari kontaminasi terhadap rantai makanan. Penggunaan isektisida harus sesuai dengan petunjuk dari pabrik yang terdapat pada label kemasan. Penyakit yang disebabkan oleh parasit dapat menyebabkan penurunan produksi ternak dan tingkat kematian 15 %. Ektoparasit dapatb dikendalikan penyebarannya. Parasit unggaas jenis kutu, tungau dan caplak biasanya disebarkan oleh burung kiar termasuk burung merpati, burung gereja dan burung lain.

VII.

KESIMPULAN Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan tersebut dapat diambil kesimpulan : 1. parasit yang menyerang ternak ada dua yaitu ektoparasit dan endoparasit 2. penyakit yang disebabkan parasit dapat menyebabkan penurunan produksi dari ternak dan tingkat kematian mencapai 15 %. 3. parasit sejenis kutu, caplak, dan tungau pada ternak biasanya penyebarannya oleh burung-burung liar. 4. cacing dibedakan menjadi 3 kelas yaitu Nematoda, Cestoda, dan Trematoda. 5. dari hasil pengamatan ditemukan adanya telur cacing pada feses kuda.

DAFTAR PUSTAKA Akoso. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Kanisius ; Yogyakarta. Aksi Agraris Kanisius. 1990. Kawan Beternak II. Yayasan Kanissius : Yogyakarta Endro, Dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Ternak. Universitas Jenderal Soedirman : Purwokerto. Jahja. 2000. Ayam Sehat Ayam Produktif 2. Medion : Bandung. Levine, N.D. 1990.Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University : Yogyakarta. Muktidjo, Bambang Agus. 1992. Pengendalian Hama Dan Penyakit Ayam. Kanissius : Yogyakarta. Nurhadi, Dkk. 1988. Spesimen Veteriner. Komisi Koordinasi Penelitian Dan Pengendalian Penyakit Hewan Nasional. Jakarta. Siregar. 1971. Tehnik Modern Beternak Ayam. Yasaguna : Jakarta. Soesanto, Mangkoewidjaja. 1988. Pemeliharaan Pembiakan Dan Penanggulangan Hewan Percobaan Di Daerah Tropis. University Indonesia Press : Jakarta. Subronto. 1985. Ilmu Penyakit Ternak Jilid I. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sulistyanto. 1970. Buku Pedoman Pencegahan New Castle Disease. Satmakajaya. Surabaya. Sutrisno, Dkk. 2003. Pedoman Praktek Ilmu Kesehatan Ternak. UNSOED : Purwokerto. Tizzars. 1987. Pengantar Imunologi Veteriner. University Press. Surabaya. Whitlok, J. N. 1989. Diagnosys Of Vetenary Parasitism Lea And Febiger : Philadelhpia. Yuwono, Hendro Dkk. 2000. Lecture Note Ilmu Kesehatan Ternak. FAPET UNSOED : Purwokerto.

You might also like