You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG Guru merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah, pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru , agar anaknya dapat berkembang secara optimal (Mulyasa, 2005:10).Minat, bakat, kemampuan, dan potensi peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru.Dalam ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual. Tugas guru tidak hanya mengajar, namun juga mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk kepribadian siswa guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM).Ironisnya kekawatiran di dunia pendidikan kini menyeruak ketika menyaksikan tawuran antar pelajar yang bergejolak dimana-mana. Ada kegalauan muncul kala menjumpai realitas bahwa guru di sekolah lebih banyak menghukum daripada memberi reward siswanya. Ada kegundahan yang membuncah ketika sosok guru berbuat asusila terhadap siswanya. Dunia pendidikan yang harusnya penuh dengan kasih sayang, tempat untuk belajar tentang moral, budi pekerti justru sekarang ini dekat dengan tindak kekarasan dan asusila. Dunia yang seharusnya mencerminkan sikap-sikap intelektual, budi pekerti, dan menjunjung tinggi nilai moral, justru telah dicoreng oleh segelintir oknum pendidik (guru) yang tidak bertanggung jawab. Realitas ini mengandung pesan bahwa dunia guru harus segera melakukan evaluasi ke dalam. Sepertinya, sudah waktunya untuk melakukan pelurusan kembali atas pemahaman dalam memposisikan profesi guru.Kesalahan guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan bergesernya fungsi guru secara perlahan-lahan. Pergeseran ini telah menyebabkan dua pihak yang tadinya sama-sama membawa kepentingan dan salng membutuhkan, yakni guru dan siswa, menjadi tidak lagi saling membutuhkan. Akibatnya suasana belajar sangat memberatkan, membosankan, dan jauh dari suasana yang membahagiakan. . B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka permasalahan yang hendak dikaji adalah: 1. Bagaimana membumikan guru yang professional dengan sertifikasi? 2. Bagaimana proses pengembangan profesionalisme guru ? 1

3. Bagaimana meningkatkan upaya profesionalisme guru? 4. Bagaimana prinsip-prinsip profesionalisme guru ? 5. Bagaimana penegmbangan peran guru terhadap peserta didik? 6. Bagaimana sikap dan perilaku guru yang professional? C. BATASAN MASALAH Bertolak dari rumusan masalah di atas maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini hanya di batasi pada : Membumikan Dan Proses-Proses Serta Peran Dalam Pengembangan Guru Yang Profesional. D. TUJUAN DAN MANFAAT Tujuan Tujuan penyusun makalah ini adalah untuk mendeskripsikan pentingnya peran dan prinsip-prinsip guru yang professional dalam menguasai perkembangan peserta didik. Manfaat Manfaat penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa yang bergerak dibidang pendidikan bisa lebih mengetahui pentingnya peran dan prinsip-prinsip guru yang professional dalam menguasai perkembangan peserta didik.

BAB II PEMBAHASAN A. MEMBUMIKAN GURU YANG PROFESIONAL DENGAN SERTIFIKASI Profesionalisme guru merupakan komponen vital yang dapat menjamin kualitas pendidikan sesuai dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Meskipun pengembangan profesionalisme guru dan tenaga kependidikan sangat menentukan terhadap peningkatan kualitas pendidikan, akan tetapi kenyataan yang ada pengembangan profesi masih dilakukan secara sporadik dan sentralistik. Dikatakan sporadik karena upaya pengembangan guru dan tenaga kependidikan tidak dilakukan secara berkelanjutan, serta tidak diikuti evaluasi yang sistemik dan terencana. Dikatakan sentralistik karena upaya pengembangan diwarnai usaha penyeragaman pola dan materi tanpa memperhatikan kebutuhan dan kondisi spesifik guru dan tenaga kependidikan, sekolah maupun daerah.Dengan mempertimbangkan berbagai kelemahan yang melekat pada sistem yang ada, perlu dicarikan alternatif pemecahan supaya guru dan tenaga kependidikan dapat meningkatkan profesi dan harkat diri secara wajar sesuai dengan akumulasi pengalaman hidup dan keahlian profesionalnya. Kegiatan yang dapat direalisasikan untuk menjamin profesionalisme guru agar senantiasa meningkatkan pengetahuan, keterampilan, serta kualitas layanan profesionalnya dari waktu kewaktu adalah dengan program sertifikasi yang berkelanjutan. Idealnya peningkatan profesionalisme diikuti oleh perbaikan sistim imbalan dan penjejangan karier dengan memperhitungkan imbalan progresif secara wajar sehingga dapat meningkatkan harkat diri guru sebagai pendidik. Meskipun terdapat berbagai jenis perumusan tentang tugas dan kompetensi guru, akan tetapi secara nasional telah disepakati bahwa tugas tugas guru adalah seperti tercantum pada Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional Tahun 2003 (pasal 39) bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Peran strategis guru sebagai pendidik berpengaruh langsung pada proses belajar mengajar siswa. Kualitas proses hasil belajar ini, pada akhirnya ditentukan oleh kualitas pertemuan antara guru dan siswa. Ilmu serta keterampilan yang dimilikinya akan menjadi alat pendewasaan anak didiknya, sehingga kualitas pendidikan lulusan suatu sekolah sering kali dipandang tergantung kepada peranan gurunya dan pengelolaan komponen yang terkait dalam proses KBM. Tuntutan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan di Indonesia bersifat internal dan eksternal, baik fasilitas maupun kegiatan. Diakui atau tidak bahwa kekurangan-kekurangan itu pada dasarnya tidak berdiri sendiri, namun berkaitan dengan kurangnya pihak sekolah 3

dalam pengembangan profesionalisme para guru. Permasalahan ini apabila dibiarkan berlarut-larut akan merugikan pembangunan pendidikan nasional.Berbagai gambaran dari struktur kepangkatan, pendidikan serta melaksanakan tugas, memberikan isyarat pentingnya upaya manajemen yang terus-menerus untuk meningkatkan profesionalisme guru pada lembaga pendidikan. Sekalipun demikian, keberhasilan upaya manajemen tersebut terkait erat dengan sikap, perilaku, motivasi dan pribadi guru itu sendiri. Dalam dunia kerja, profesionalisme lebih banyak ditentukan oleh individu profesi yang bersangkutan. Berbeda dengan masa pendidikan, saat profesionalisasi lebih banyak ditentukan oleh lembaga pendidikan melalui aturan atau kaidah akademik yang digunakan sebagai standar oleh lembaga pendidikan.Pengembangan profesionalisme guru dimulai dari kondisi objektif yang merupakan peta kemampuan profesional menuju ke arah standar kompetensi profesional guru dengan jaminan tertulis dalam bentuk sertifikat. Rasionalisasi perlunya sertifikasi bagi guru adalah Undang-undang No. 20 Tahun 2003 pasal 39 sampai dengan No 44, globalisasi pendidikan dan pemberlakuan standar nasional pendidikan (PP. No. 15 Tahun 2005). Ruang lingkup sertifikasi guru sebagaimana ditegaskan dalam PP. No. 19 Tahun 2005 pada bab VI pasal 28 sebagaimana berikut: Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memeiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (ayat 1). Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijzah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (ayat 2). Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Sertifikasi memberikan jaminan akan kinerja dan kemampuan guru dalam melakukan pekerjaan mengajar dan mendidik secara profesional. Tanpa sertifikasi akan semakin banyak orang merasa bisa menjadi guru tanpa melalui pendidikan yang disyaratkan. Anggapan bahwa pekerjaan guru dapat dilakukan oleh siapa saja asal memiliki bekal kemampuan materi yang diperlukan harus segera diluruskan. Hakekat mengajar tidak sekedar transformasi ilmu semata tetapi ada unsur-unsur paedagogis sehingga terjadi perubahan perilaku anak didik baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Guru merupakan titik sentral kualitas pendidikan yang bertumpu pada kualitas proses belajar mengajar. Oleh itu profesionalisme guru merupakan suatu keharusan. Guru profesional tidak hanya menguasai bidang ilmu, bahan ajar, dan metode, tapi juga harus mampu memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan wawasan yang luas akan dunia pendidikan. Tetapi guru profesional juga harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang makna hidup dan kehidupan dalam masyarakat. Pemahaman ini akan 4

melandasi pola pikir dan pola kerja guru serta loyalitasnya terhadap profesi pendidikan. Dalam implementasi proses belajar mengajar guru harus mampu mengembangkan budaya organisasi kelas, dan iklim organisasi pengajaran yang bermakna, kreatif dan dinamis, bergairah, dialogis sehingga menyenangkan bagi peserta didik sesuai dengan tuntutan Undang-Undang Sisdiknas (UU No. 20 Tahun 2003 pasal 40 ayat 2 a).Guru yang profesional dipersyaratkan.Pertama, dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21. Kedua, penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan paktis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praktis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada paktis pendidikan masyarakat Indonesia. Terakhir, pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan. Profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan erkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service training karena pertimbangan birokrasi yang kaku atau manajemen pendidikan yang masih lemah belum menyentuh dan mengangkat permasalahan di lapangan. Melalui kegiatan sertifikasi dapat diketahui mana guru yang baik dan mana yang belum baik dilihat dari hasil penilaian terhadap kinerja guru termasuk kemampuan profesionalnya. Guru yang baik perlu dipertahankan keberadaannya jika perlu diberi penghargaan atau dipromosikan. Untuk guru yang belum baik perlu ditingkatkan kemampuannya melalui program penyetaraan, bimbingan, pelatihan dan penataran. Profesionalisme guru secara konsinten menjadi salah satu faktor terpenting dari kualitas pendidikan. Dalam studi-studi itu, guru yang profesional mampu membelajarkan murid secara efektif sesuai dengan kendala sumber daya dan lingkungan. Namun, untuk menghasilkan guru yang profesional juga bukanlah tugas yang mudah. Lebih-lebih untuk lembaga pendidikan yang bertugas mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya dalam hal perkembangan profesionalisme guru. Guru merupakan komponen yang layak mendapat perhatian karena baik ditinjau dari segi posisi yang ditempati dalam struktur organisasi pendidikan maupun dilihat dari tugas yang diemban, guru merupakan pelaksana terdepan yang menentukan dan mewarnai proses belajar mengajar serta kualitas pendidikan umumnya.Untuk itulah, melalui program sertifikasi ini dimungkinkan guru-guru profesional akan terlahir sebagai bentuk keinginan kita bersama dan bukan dimaknai sebagai program sporadik dan tidak sustainable. Melainkan sebagai program yang terencana yang pada gilirannya akan meningkatkan profesionalisme guru http://sismanto.com/2008/05/30/membumikan-guru-profesional-dengan-sertifikasi

B. PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU

Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan. Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang jauh berbeda dengan dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar standar pengembangan profesi guru yaitu; (1) Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektifperspektif dan metode-metode inquiri. Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasanpenjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam; (2) Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa membantu siswa belajar; (3) Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomitmen untuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar; (4) Standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak berkelanjutan. Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia semakin baik. Selain memiliki standar profesional guru sebagaimana uraian di atas, di Amerika Serikat sebagaimana diuraikan dalam jurnal Educational Leadership 1993 (dalam Supriadi 1998) dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal: (1) Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya, (2) Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa, (3) Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, (4) Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang 6

dilakukannya dan belajar dari pengalamannya, (5) Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai; (1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu; (1) memiliki kepribadian yang matang dan berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat;(3) keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan (4) pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional. Dimensi lain dari pola pembinaan profesi guru adalah (1) hubungan erat antara perguruan tinggi dengan pembinaan SLTA;(2) meningkatkan bentuk rekrutmen calon guru; (3) program penataran yang dikaitkan dengan praktik lapangan;(4) meningkatkan mutu pendidikan calon pendidik; (5) pelaksanaan supervisi; (6) peningkatan mutu manajemen pendidikan berdasarkan Total Quality Management (TQM); (7) melibatkan peran serta masyarakat berdasarkan konsep linc and match; (8) pemberdayaan buku teks dan alat-alat pendidikan penunjang; (9) pengakuan masyarakat terhadap profesi guru; (10) perlunya pengukuhan program Akta Mengajar melalui peraturan perundangan; dan (11) kompetisi profesional yang positif dengan pemberian kesejahteraan yang layak. Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator (Soewondo, 1972 dalam Arifin 2000).

Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional. Faktor-faktor Penyebab Rendahnya profesionalisme Guru Kondisi pendidikan nasional kita memang tidak secerah di negara-negara maju. Baik institusi maupun isinya masih memerlukan perhatian ekstra pemerintah maupun masyarakat. Dalam pendidikan formal, selain ada kemajemukan peserta, institusi yang cukup mapan, dan kepercayaan masyarakat yang kuat, juga merupakan tempat bertemunya bibit-bibit unggul yang sedang tumbuh dan perlu penyemaian yang baik. Pekerjaan penyemaian yang baik itu adalah pekerjaan seorang guru. Jadi guru memiliki peran utama dalam sistem pendidikan nasional khususnya dan kehidupan kita umumnya. Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya Akadum (1999) menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan; 1) Profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya; (2)profesionalismeguru masih rendah. 2) Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya 8

untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada; 3) Belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; 4) Kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; 5) Kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi. Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggo-tanya. Dengan melihat adanya faktor-fak tor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru. C. UPAYA MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan.Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi. Program sertifikasi telah dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam (Dit Binrua) melalui proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar 9

(ADB Loan 1442-INO) yang telah melatih 805 guru MI dan 2.646 guru MTs dari 15 Kabupaten dalam 6 wilayah propinsi yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan Kalimantan Selatan (Pantiwati, 2001). Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya (Supriadi, 1998). Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru. Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tinggi atau dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi. Dalam Journal PAT (2001) dijelaskan bahwa di Inggris dan Wales untuk meningkatkan profesionalisme guru pemerintah mulai memperhatikan pembayaran gaji guru diseimbangkan dengan beban kerjanya. Di Amerika Serikat hal ini sudah lama berlaku sehingga tidak heran kalau pendidikan di Amerika Serikat menjadi pola anutan negara-negara ketiga. Di Indonesia telah mengalami hal ini tetapi ketika jaman kolonial Belanda. Setelah memasuki jaman orde baru semua ber ubah sehingga kini dampaknya terasa, profesi guru menduduki urutan terbawah dari urutan profesi lainnya seperti dokter, jaksa, dll. http://re-searchengines.com/amhasan.html D. PRINSIP-PRINSIP PROFESIONALISME GURU Profesi guru menurut Undang-Undang tentang Guru dan Dosen harus memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 5 ayat 1, yaitu; Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsipprinsip profesional sebagai berikut: a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme b. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai 10

dengan bidang tugasnya. c. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya. d. Mematuhi kode etik profesi. e. Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas. f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya. g. Memiliki berkelanjutan. h. Memperoleh profesisionalnya. i. Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum. Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri-ciri antara lain: Ahli di Bidang teori dan Praktek Keguruan. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya (menyampaikannya). Dengan kata lain guru profesional adalah guru yang mampu membelajarkan peserta didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik.Senang memasuki organisasi Profesi Keguruan. Suatu pekerjaan dikatakan sebagai jabatan profesi salah satu syaratnya adalah pekerjaan itu memiliki organiasi profesi dan anggota-anggotanya senang memasuki organisasi profesi tersebut. Guru sebagai jabatan profesional seharusnya guru memiliki organisasi ini. Fungsi organisasi profesi selain untuk menlindungi kepentingan anggotanya juga sebagai dinamisator dan motivator anggota untuk mencapai karir yang lebih baik (Kartadinata dalam Meter, 1999). Konsekuensinya organisasi profesi turut mengontrol kinerja anggota, bagaimana para anggota dalam memberikan pelayanan pada masyarakat. PGRI sebagai salah satu organisasi guru di Indonesia memiliki fungsi: (a) menyatukan seluruh kekuatan dalam satu wadah, (b) mengusahakan adanya satu kesatuan langkah dan tindakan, (c) melindungi kepentingan anggotanya, (d) menyiapkan programprogram peningkatan kemampuan para anggotanya, (e) menyiapkan fasilitas penerbitan dan bacaan dalam rangka peningkatan kemampuan profesional, dan (f) mengambil tindakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran baik administratif maupun psychologis. Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a) sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih (b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemashalakatkatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik. Peran guru ini seperti ini menuntut pribadi harus memiliki kemampuan 11 perlindungan hukurn dalam rnelaksanakan tugas kesempatan untuk mengernbangkan profesinya secara

managerial dan teknis serta prosedur kerja sebagai ahli serta keiklasa bekerja yang dilandaskan pada panggilan hati untuk melayani orang lain.Melaksanakan Kode Etik Guru, sebagai jabatan profesional guru dituntut untuk memiliki kode etik, seperti yang dinyatakan dalam Konvensi Nasional Pendidikan I tahun 1988, bahwa profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik yaitu norma-norma tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai oleh masayarakat. Kode etik bagi suatu oeganisasai sangat penting dan mendasar, sebab kode etik ini merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku yang dijunjung tinggi oleh setiap anggotanya. Kode etik bergungsi untuk mendidamisit setiap anggotanya guna meningkatkan diri, dan meningkatkan layanan profesionalismenya deni kemaslakatan orang lain.Memiliki otonomi dan rasa tanggung jawab. Otonomi dalam artian dapat mengatur diri sendiri, berarti guru harus memiliki sikap mandiri dalam melaksanakan tugasnya. Kemandirian seorang guru dicirikan dengan dimilikinya kemampuan untuk membuat pihlihan nilai, dapat menentukan dan mengambil keputusan sendiri dan dapat mempertanggung jawabkan keputusan yang dipilihlnya.Memiliki rasa pengabdian kepada masyarakat. Pendidikan memiliki peran sentral dalam membangun masyarakat untuk mencapai kemajuan. Guru sebagai tenaga pendidikan memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat tersebut. Untuk itulah guru dituntut memiliki pengabdian yang tinggi kepada masyarakat khususnya dalam membelajarkan anak didik.Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdakan anak didik. Usman (2004) membedakan kompetensi guru menjadi dua, yaitu kompetensi pribadi dan kompetensi profesional. Kemampuan pribadi meliputi; (1) kemampuan mengembangkan kepribadian, (2) kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi, (3) kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. Sedangkan kompetensi profesional meliputi: (1) Penguasaan terhadap landasan kependidikan, dalam kompetensi ini termasuk (a) memahami tujuan pendidikan, (b) mengetahui fungsi sekilah di masyarakat, (c) mengenal rinsip-prinsip psikologi pendidikan; (2) menguasai bahan pengajaran, artinya guru harus memahami dengan baik materi pelajaran yang ajarkan. Penguasaan terhadap materi pokok yang ada pada kurikulum maupun bahan pengayaan; (3) kemampuan menyusun program pengajaran, kemampuan ini mencakup kemampuan menetapkan kopetensi belajar, mengembangkan bahan pelajaran dan mengembangkan strategi pembelajaran; dan (4) kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan proses pembelajaran. |http://chrisna.blogdetik.com/2008/07/12/tantangan-profesionalisme-guru-ekonomi-dalamimplementasi-kurikulum-berbasis-kompetensi/

12

E. PENGEMBANGAN PERAN GURU TERHADAP PESERTA DIDIK Guru sebagai agen pembelajaran di Indonesia diwajibkan memenuhi tiga persyaratan seperti dijelaskan oleh Muchlas Samani (2006:7), yaitu kualifikasi pendidikan minimum, kompetensi, dan sertifikasi pendidik. Ketiga persyaratan untuk menjadi guru sesuai dengan Pasal 1 butir (12) UUGD yang menyebutkan bahwa sertifikat pendidik merupakan bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Sementara itu, pada Pasal 11 ayat (1) juga disebutkan bahwa sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Untuk itu, guru dapat memperoleh sertifikat pendidik jika telah memenuhi dua syarat, yaitu kualifikasi pendidikan minimum yang ditentukan (diploma-D4/sarjana S1) dan terbukti telah menguasai kompetensi tertentu. Untuk itu, sebenarnya syarat untuk menjadi guru bila dicermati lebih dalam hanya ada dua, yaitu kualifikasi akademik minimum (ijazah D4/S1) dan penguasaan kompetensi minimal sebagai guru yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik adalah bukti formal dari pemenuhan dua syarat di atas, yaitu kualifikasi akademik minimum dan penguasaan kompetensi minimal sebagai guru. Guru memiliki peran yang strategis dalam bidang pendidikan, bahkan sumberdaya pendidikan lain yang memadai seringkali kurang berarti apabila tidak disertai dengan kualitas guru yang memadai. Begitu juga yang terjadi sebaliknya, apabila guru berkualitas kurang ditunjang oleh sumberdaya pendukung yang lain yang memadai, juga dapat menyebabkan kurang optimal kinerjanya. Dengan kata lain, guru merupakan ujung tombak dalam upaya peningkatan kualitas layanan dan hasil pendidikan. Dalam berbagai kasus, kualitas sistem pendidikan secara keseluruhan berkaitan dengan kualitas guru (Beeby, 1969). Untuk itu, peningkatan kualitas pendidikan harus dilakukan melalui upaya peningkatan kualitas guru. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa kualitas guru di Indonesia masih tergolong relatif rendah. Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak terpenuhinya kualitas pendidikan minimal. Data dari Direktorat Tenaga Kependidikan Dikdasmen Depdiknas pada tahun 2004 menunjukkan terdapat 991.243 (45,96%) guru SD, SMP dan SMA yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal.Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Untuk meyakinkan bahwa guru sebagai pekerjaan profesional maka syarat pokok pekerjaan profesional menurut Wina Sanjaya (2005:142-143): (1) pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin didapatkan dari 13

lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah; (2) suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalm bidang tertentu yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya, sehingga antara profesi yang satu dengan yang lainnya dapat dipisahkan secara tegas; (3) tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latar belakang pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latar belakang pendidikan akademik sesuai dengan profesinya, semakin tinggi pula tingkat keahliannya dengan demikian semakin tinggi pula tingkat penghargaan yang diterimanya; (4) suatu profesi selain dibutuhkan oleh masyarakat juga memiliki dampak terhadap sosial kemasyarakatan, sehingga masyarakat memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap efek yang ditimbulkan dari pekerjaan profesinya. Sebagai suatu profesi, kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu kompetensi pribadi, kompetensi profesional dan kompetensi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi pendidikan, guru berperan sebagai : 1. Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan; 2. Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan; 3. Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya; 4. Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin; 5. Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik; 6. Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan; dan 7. Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat. Di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru berperan sebagai : 1. Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat; 2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya; 3. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah; 4. Model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh para peserta didik; dan 5. Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya. 14

F. SIKAP DAN PERILAKU GURU YANG PROFESIONAL Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru antara lain melalui seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkan melalui pendidikan formal bahkan dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih tinggi. Kendatipun dalam pelakansanannya masih jauh dari harapan, dan banyak penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang yang menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi. Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan, bersamaan dengan faktor lain yang mempengaruhi.Walaupun dalam kenyataannya banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak disadari oleh guru dalam pembelajaran ada tujuh kesalahan. Kesalahan-kesalahan itu antara lain: 1. Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, 2. Menunggu peserta didik berperilaku negatif, 3. Menggunakan destruktif discipline, 4. Mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik merasa diri paling pandai di kelasnya, 5. Tidak adil (diskriminatif), serta 6. Memaksakan hak peserta didik (Mulyasa, 2005:20). Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru yang profesionalisme harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dosen dan guru, yakni: 1. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran pesrta didik 2. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan pesrta didik 3. Kompetensi professional adalah kamampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam, 4. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru orang tua/wali peserta didik,dan masyarakat sekitar. Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respon hanya akan timbul, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang dikehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbul didasari oleh proses evaluasidalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif negati, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap 15

(Azwar, 2000: 15). Sedangkan perilaku merupakan bentuk tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi respon dan reaksi. Menurut Mann dalam Azwar (2000) sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata namun juga ditentukan faktor eksternal lainnya. Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Wawasan 14 Mei 2005, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar beberapa sikap dan perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat hindari, diantaranya: Pertama, menyiapakan tenaga pendidik yang benarbenar professional yang dapat menghormati siswa secara utuh. Kedua,guru merupakan key succes factor dalam keberhasilan budi pekerti. Dari guru siswa mendapatkan action exercise dari pembelajaran yang diberikan. Guru sebagai panutan hendaknya menjaga image dalam bersikap dan berperilaku. Ketiga, Budi pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Kempat, adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara siswa,guru (sekolah), dan orang tua.Terkait dengan hal di atas, Hasil temuan dari universitas Harvard bahwa 85 % dari sebab-sebab kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain adalah karena sikap-sikap seseorang. Hanya 15 % disebabkan oleh keahlian atau kompetensi teknis yang dimiliki (Ronnie, 2005:62). Namun sayangnya justru kemampuan yang bersifat teknis ini yang menjadi primadona dalam istisusi pendidikan yang dianggap modern sekarang ini. Bahkan kompetensi teknis ini dijadikan basis utama dari proses belajar mengajar. Jelas hal ini bukan solusi, bahkan akan membuat permasalahan semakin menjadi. Semakin menggelembung dan semakin sulit untuk diatasi.Menurut Danni Ronnie M ada enam belas pilar agar guru dapat mengajar dengan hati. Keenam belas pilar tersebut menekankan pada sikap dan perilaku pendidik untuk mengembangkan potensi peserta didik Enam belas pilar pembentukan karakter yang harus dimiliki seorang guru , antara lain: Kasih sayang Penghargaan Saling moral Saling mengingatkan dengan Pemberian ruang untuk mengembangkan diri ketulusan hati Kepercayaan Saling menularkan antusiasme Kerjasama Saling berbagi Saling memotivasi Saling mendengarkan 16 Saling menggali potensi diri Saling mengajari dengan kerendahan hati Saling menginsiprasi Saling menghormati perbedaan. menanamkan nilai-nilai

Saling berinteraksi secara positif Jika para pendidik menyadari dan memiliki menerapkan 16 pilar pembangunan

karakter tersebut jelas akan memberikan sumbangsih yang luar biasa kepada masyarakat dan negaranya.

17

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku guru yang professional adalah mampu menjadi teladan bagi, para peserta didik mampu mengembangkan kompetensi dalam dirinya, dan mampu mengembangkan potensi para peserta didik Sikap dan perilaku guru yang professional mencakup enam belas pilar dalam pembangun karakter. Keenam belas pilar tersebut, yakni kasih sayang, penghargaan, pemberian ruang untuk mengembangkan diri, kepercayaan, kerjasama, saling berbagi, saling memotivasi, saling mendengarkan, saling berinteraksi secara positif, saling menanamkan nilai-nilai moral, saling mengingatkan dengan ketulusan hati, saling menularkan antusiasme, saling menggali potensi diri, saling mengajari dengan kerendahan hati, saling menginsiprasi, saling menghormati perbedaan.Sikap dan perilaku guru dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhinya berupa faktor Eksternal dan Internal. Oleh karena itu pendidik harus mampu mengatasi apabila kedua faktor tersebut menimbulkan hal-hal yang negatif. B. SARAN Para pendidik, calon pendidik, dan pihak-pihak yang terkait hendaknya mulai memahami, menerapkan, dan mengembangkan sikap-sikap serta perilaku dalam dunia pendidikan melalu teladan baik dalam pikiran, ucapan, dan tindakan yang profesioanl sesuai dengan sikap dan tindakan seorang pendidik.

18

DAFTAR PUSTAKA Azwar Saifuddin, 2000. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. http://chrisna.blogdetik.com/2008/07/12/tantangan-profesionalisme-guru-ekonomi dalamimplementasi-kurikulum-berbasis-kompetensi/. Diakses pada tanggal 29-10-2008. http://re-searchengines.com/amhasan.html. Diakses pada tanggal 29-10-2008. http://sismanto.com/2008/05/30/membumikan-guru-profesional-dengan-sertifikasi Diakses pada tanggal 29-10-2008.

Marat, 1981. Sikap Manusia Perubahan serta Pengukuran. Jakarta: Ghalia Indonesia. Mulyasa, 2005. Menjadi Guru professional Bandung: Remaja Rosdakarya. Ronnie M. Dani, 2005. Seni Mengajar dengan Hati. Jakarta: Alex Media Komputindo. R. Tantiningsih, 2005.Guru Cengkiling dan Amoral. Koran Harian Sore Wawasan. 14 Mei 2005. Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: BP. Media Pustaka Mandiri. Walgito, Bimo 1990. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM

19

20

You might also like