You are on page 1of 20

PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian masih menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.

Kenyataan ini didukung oleh sumberdaya alam Indonesia yang memiliki potensi untuk pengembangan usaha produktif di bidang pertanian. Lahan yang luas aadan masih banyak yang belum tergarap dengan baik, iklim tropis dengan curah hujan cukup dan suhu yang hangat, sumber daya hayati yang beragam, dan penduduk sebagai pengelola sumber daya merupakan aset alam yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan daya dukung pengembangan agribisnis di Indonesia. Dalam era krisis global dari tahun1998 hingga 2008, bidang pertanian masih terbukti tangguh, walaupun guncangan harga seringkali dirasakan petani. Tahun 2008 produksi beras nasional melebihi kebutuhannya, ekspor komoditas pertanian seperti karet, CPO, kopi, kakao, nenas masih terus berlangsung. Guncangan politik global tidak menyurutkan proses produksi tanaman ini (Sembodo, 2010). Gulma adalah tumbuhan yang tidak dikhendaki, atau tumbuhan yang tumbuh tidak sesuai dengan tempatnya misalnya karena salah tempat (di trotoar), karena merugikan (rumput tumbuh diantara tanaman padi atau padi tumbuh diantara tanaman rumput di lapangan golf). Ditinjau dari pohon ilmu pertanian dalam arti yang luas (pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan, kedokteran hewan dan teknologi pertanian), maka ilmu gulma termasuk dalam bidang ilmu pertanian yang komponen utamanya terdiri dari sumberdaya manusia, sumberdaya hayati (tumbuhan dan hewan), dan sumberdaya alam (lingkungan, fisika, kimia). Gangguan dalam budidaya pertanian (agronomi) adalah hama, penyakit, gulma, dan interaksinya dengan kepentingan manusia. Untuk mendapatkan hasil yang optimal

dan kerugian lingkungan yang minimal, maka budidaya pertanian harus dilindungi terhadap gangguan hama, penyakit, dan gulma. Ditinjau dari pengetahuan perlindungan tanaman (crop protection), maka ilmu gulma masuk ke dalam pengetahuan perlindungan tanaman, sejajar dengan ilmu hama, dan ilmu penyakit tumbuhan. Ditinjau dari cara interaksinya merugikan tanaman (tanaman = tumbuhan yang dibudidayakan), hama mengadakan interaksi dengan tanaman umumnya secara tidak kontinyu (mmbuat luka, membuat lubang dsb). Penyakit mengadakan interaksi dengan tanaman umumnya secara kontinyu (gejala menguning sistemik, hawar, layu, filodi dsb). Gulma mngadakan interaksi dengan tanaman umumnya secara kompetisi (gulma dan tanaman terpengaruh secara negatif oleh interaksi dalam bentuk penurunan kegiatan pertumbuhan termasuk peristiwa alelopati). Dalam perkembangan ilmu hama tumbuhan, ilmu penyakit tumbuhan dan ilmu gulma dapat berdiri sendiri-sendiri, dan ketiga-tiganya merupakan perkmbangan dari agronomi (Triharso, 2004). Kehadiran gulma memberi dampak yang sangat besar bagi produksi tanaman. Perkiraan menunjukkan bahwa gulma bertanggungjawab untuk pengurangan lebih dari 10 persen hasil panen di dunia, kehilangan pemasokan makanan. Banyak kehilangan pemasokan makanan dikarenakan gulma merebut air tanaman, nutrisi mineral dan cahaya yang tersedia dan menghalangi penyerapan yang potensial (Roberts, 1982). Untuk kursus pelatihan nasional atau regional tentang pengelolaan gulma sangat penting, berpartisipasi dalam mengumpulkan dan mengidentifikasi beberapa gulma local. Identifikasi yang benar dibuat dengan mencari literatur tentang informasi biologi dari spesies gulma, yang mungkin berguna dalam menentukan

program pengontrolan. Pengetahuan pada pembagian dari spesies gulma akan memprediksikan hubungan kondisi lingkungan dan penyebaran ke area baru dapat diprediksikan dan dimonitori (Burrill and Shenk, 1986). Secara umum, gulma adalah tumbuhan yang tumbuh ditempat yang tidak diinginkan, khususnya dimana manusia mencoba untuk menumbuhkan sesuatu. Jagung atau semanggi manis mungkin dianggap gulma mereka tumbuh tidak sengaja disepanjang jalan, namun mereka merupakan tanaman hasil panen yang penting. Rumput Bermuda merupakan rumput-rumputan yang bernilai di daerah selatan, namun itu merupakan gulma yang merugikan tanaman yang dibudidayakan. Apakah suatu tanaman dikatakan gulma atau tidak tergantung dimana tanaman itu tumbuh. Bagaimanapun, banyak tanaman yang biasanya tumbuh dimana mereka tidak diinginkan, yang tidak memiliki nilai ekonomi dan biasanya mengganggu produksi dari tanaman hasil panen atau tanaman yang dibudidayakan untuk pangan, Tanaman seperti ini biasanya dianggap gulma (Isely, 1962). Program pengendalian gulma yang tepat untuk memperoleh hasil yang memuaskan perlu dipikirkan terlebih dahulu. Pengetahuan biologis dari gulma (daur hidup) dan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan gulma sangat mendukung dalam program ini. Pengetahuan mengenai cara gulma berkembang biak, menyebar dan beraksi dnegan perubahan lingkungan dan cara gulma tumbuh pada keadaan yang berbeda-bedaa sangat penting untuk menentukan program pengendalian. Keberhasilan dalam pengendalian gulma harus didasari dengan pengetahuan yang cukup dan benar dari sifat biologi gulma tersebut; misalnya a.dengan melakukan identifikasi, b.mencari dalam pustaka, c.bertanya pada para pakar atau ahlinya. Ketiga cara ini merupakan langkah pertama untuk menjajaki kemungkinan cara

yang tepat. Kemudian selain cara tersebut, pengetahuan tentang populasi biji gulma yang viabel (bersifat dapat hidup terus) juga sangat bermanfaat untuk merencanakan pengendalian gulma dalam jangka panjang (Sukman dan Yakup, 2002). Gulma ada sebagai kategori vegetasi karena kemampuan manusia untuk memilih sifat yang diinginkan dari antara berbagai anggota kerajaan tanaman. Sama seperti beberapa tanaman bernilai jika digunakan atau karena kecantikan mereka, yang lain dicerca karena tidak jelas mereka karakteristik. Gulma diakui di seluruh dunia sebagai jenis penting dari, hama ekonomi, terutama di bidang pertanian. Namun, nilai tanaman apapun tidak diragukan lagi ditentukan oleh persepsi pemirsa. Persepsi ini juga mempengaruhi aktivitas manusia diarahkan pada kategori vegetasi (Radosevich et.all, 1997). Fisiologi tumbuhan akan menguraikan proses dan faktor pendukung metabolisme dalam tubuh tumbuhan mulai dari absorbsi sampai terjadi sink dari photosintat atau bahkan sekresi-sekresi yang keluar dari tubuh tumbuhan. Peristiwaperistiwa seperti absorbsi, translokasi atau lain-lainnya yang erat sekali

hubungannya dengan proses metabolisme dalam tubuh tumbuhan. Herbisida ialah bahan kimia yang dapat menghentikan pertumbuhan gulma sementara atau seterusnya bila diperlakukan pada ukuran yang tepat. Dengan kata lain jenis dan kadar racun bahan kimia suatu herbisida menentukan arti daripada herbisida itu sendiri (Moenandir, 1990). Ada tujuh metode umum pengendalian gulma: kompetensi tanaman, rotasi tanaman, secara biologi, pembakaran, mekanik, tenaga kerja tangan, dan kimia. Biasanya, cara terbaik dan paling ekonomis mengendalikan gulma adalah

kombinasi dari metode ini. Banyak petani telah menggunakan metode gabungan untuk bertahun-tahun tanpa menyadari yang memanfaatkan sistem manajemen terintegrasi gulma (Charudattan and Walker, 1982). Tujuan utama dari ekologi tumbuhan adalah untuk mengeksploitasi dan menjelaskan secra rinci tingkatan-tingkatan yang ada baik secara vertikal maupun horizontal di dalam vegetasi. Beberapa ahli ekologi hanya mementingkan deskripsi ekologis secara umum dari vegetasi, sedangkan yang lainnya hanya ingin mempelajari sifat-sidat hayati dari jenis-jenis tumbuhan tertentu yang menyusun vegetasi untukkemudian dikaitkan dengan keadaan lingkungan yang ada disekitarnya (Sastroutomo, 1990) Masalah gulma dan kontrol mereka telah didiskusikan. Telah menunjukkan bahwa petani telah melakukan sejumlah metode untuk mengendalikan gulma pada tanaman. Karena ada banyak jenis gulma dengan periode yang bervariasi perkecambahan dan siklus hidup yang sangat berbeda, pencegahan dan pengendalian populasi gulma membutuhkan pendekatan sistem pertanian ynag terintegrasi secara total. Yang terakhir ini termasuk metode budaya, mekanik, biologi, ekologi dan kimia. Pengendalian gulma memerlukan upaya musim yang panjang. Kontrol untuk hanya bagian dari musim tanam saat tanaman sedang tumbuh tidak cukup. Di sebagian besar negara, ditingkatkan pasca panen pengolahan atau kombinasi dari persiapan lahan dan herbisida, penanaman awal, dan pengendalian gulma yang tepat waktu diperlukan untuk mencegah gulma dari memproduksi benih atau masuk ke kondisi abadi (Khuspe et.all, 1982).

Dalam era peningkatan mekanisasi dan program budidaya intensif ini, peran penggunaan herbisida dalam upaya meningkatkan hasil dan mengurangi biaya produksi semakin besar. Seperti kita ketahui bersama bahwa peran herbisida kini sangat penting dalam mengurangi jumlah gulma yang mengganggu tanaman utama. Penggunaan herbisida dan jenis pestisida lainnya telah memberikan kontribusi yang sangat penting terhadap peningkatan produktivitas pertanian (Riadi, 2011).

Penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma yang menganggu tanaman budidaya sudah lazim digunakan oleh petani. Namun, hal ini perlu dilakukan dengan bijaksana, agar penggunanya tidak menimbulkan efek samping bagi lingkungan dan organisme lain yang bukan sasaran. Penggunaan hecara berulang kali dapat mencemari bahan pangan yang dihasilkannya, selain itu dapat meninggalkan residu di lingkungan baik di dalam sistem tanah maupun sistem perairan (Dwiati dan Budisantoso, 2003).

Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui teknik aplikasi herbisida di lapangan dan untuk mengetahui perbedaan respon tanaman terhadap aplikasi herbisida baik pada herbisida kontak atau herbisida sistemik. Kegunaan Penulisan Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub Gulma Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Sebagai informasi bagi pihak yang membutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA
Suket Kinangan (Paspalum comersonii Lamk.)\\Menurut Steenis (2005), sistematika dari rumput gegenjuran

(Paspalum commersonii

Lamk.) sebagai berikut Kingdom: Plantae; Divisi: Class: Monocotyledoneae; Ordo:

Spermatophyta; Subdivisi: Angiospermae;

Graminales; Famili: Graminae; Genus: Paspalum; Spesies: Paspalum commersonii Lamk. Paspalum comersonii Lamk. tumbuh tegak 50-90 cm tingginya,

membentuk rumpun, tidak menjalar, berwarna hijau muda atau pucat, berbentuk bulat atau agak pipih dan tidak berongga. Buku berbentuk bulat membengkak, tidak berbulu, berwarna pucat. Pangkal batang dibalut oleh upih daun berwarna ungu kehijau-hijauan (Nasution, 1938). Helai daun berbentuk garis yang ramping meruncing perlahan ke ujung, panjang 15-40 cm dan lebar 1-1,5 cm. Tidak berbulu terkecuali di bagian pangkal atau pertyautan upih daun ditumbuhi bulu halus. Tepi helaian daun terasa kasar bila diraba. Upih daun berbentuk pipih panjangnya 15-25 cm (Nasution, 1983). Perbungaan terdiri dari dua sampai sembilan tandan (racemosa) yang tumbuh miring rduke atas atau miring ke samping terpisah satu sama lain dengan jarak lebih dari 1 cm tetapi kurang dari separoh panjang tandan, tandan panjangnya 2-9 cm, berbulu putih dan panjang pada bagian pangkalnya, warnanya pucat (Nasution, 1983). Buliran berbentuk ellips melebar, rata pada satu sisi dan cembung pada sisi lain (L2); berwarna pucat dan coklat bila telah masak. Putik berwarna ungu tua. Benang sari berwarna ungu dengan tangkai berwarna putih (Nasution, 1983).

Jarakan (Croton hirtus LHerit.) Menurut Steenis (2005), sistematika dari jarakan (Croton hirtus LHerit.) sebagai berikut Kingdom: Class: Plantae; Divisi: Spermatophyta; Euphorbiales; Subdivisi: Famili:

Angiospermae;

Monocotyledoneae;

Ordo:

Euphorbiaceae; Genus: Croton; Spesies: Croton hirtus LHerit. Croton hirtus LHerit tumbuh tegak bercabang-cabang berbentuk setengah perdu ,berambut panjang dan tegar ,duduk daun tersusun secara spiral kecuali pada bagian timur,duduk berhadapan,daun-daun tua umumnya berwarna kemerahan tingginya 20-90cm (Nasution, 1983). Helai daun berbentuk bulat telur/belah ketupat,mempunyai tiga sampai lima tulang daun pada bagian pangkal helai daun,tepi daun bergerigi,ke dua permukaan daun ditumbuhi rambut halus,ukuran helai daun 2,5-7,5 cm panjang dan lebarnya 15cm,ujung tangkai helai daun dekat helai daun mempunyai dua kelenjar (gland) bertangkai agak panjang yang tumbuh pada kedua sisi tangkai,tangkai daun ditumbuhi rambut halus (Nasution, 1983). Perbungaan merupakan tandan yang tumbuh pada ujung batang /cabang ,panjangnya 1,5-4cm,bunga-bunga betina terdapat pada bagian pangkal sedangkan bunga jantan pada bagian atas/ujung (Nasution, 1983). Satu perbungaan ,bunga jantan mempunyai tajuk warna putih,ditumbuhi rambut halus terutama sepanjang tepi atas,benang sari sepuluh sampai sebelaa .Bunga betina bentuk daun kelopaknya tidak sama ,berambut halus

(Nasution,1983). Buah berbentuk bulat berbagi tiga tonjolan penampangnya 4mm,ditumbuhi rambut ,kelopak persisten (Nasution,1983).

Teki Udel-udelan (Kyllinga monocephala Rottb.) Menurut Steenis (2005), sistematika teki udel-udelan (Kyllinga monocephala Rottb.) sebagai berikut Kingdom: Plantae; Divisi: Spermatophyta; Subdivisi: Angiospermae; Kelas: Monocotyledoneae; Ordo: Cyperales; Family: Cyperaceae; Genus: Kyllinga; Spesies: Kyllinga monocephala Rottb. Teki udel-udelan mempunyai batang yang tegak atau melengkung, berbentuk segi tiga dan permukaanya licin, tebal penampangnya 1-2 mm, tingginya 5-45 cm; mempunyai rimpang yang menjalar dan beruas; mempunyai umbi yang kecil; daun daun terdapat pada bagian pangkal dari batang (Nasution, 1983) Helaian daun berbentuk garis dengan parit memanjang yang agak dalam di bagian tengah, ujungnya agak runcing atau runcing, tepinya bagian atas kasar bila diraba, panjangnya 5-15 cm dan lebarnya 2-5 mm, upih daun tumpang tindih dan berwarna ungu (Nasution, 1983). Perbungaan terbentuk diujung batang; warnanya hijau sangat pucat atau keputih-putihan, terdiri dari satu sampai empat kepala bunga yang kompak; kepala bunga tengah berbentuk bulat/bulat telur atau ellips dengan ukuran 8-12 mm panjang dan 6-10 mm lebar; kepala bunga yang disamping lebih kecil berpenampang kurang lebih 4mm dan merapat di sisi bawah kepala bunga tengah; braktea berjumlah tiga sampai empat, rapat dengan dasar kepal bunga, menyebar miring atau agak horizontal, yang terbawah panjangnya mencapai 30 cm, bentuk dan warnanya menyerupai daunnya (Nasution, 1983).

Kepala bunga berwarna hijau sangat pucat atau keputih-putihan, buliran berbentuk bulat telur atau ellips yang lepas, panjangnya 3-3,5 mm, warnanya hijau pucat, benang sari tiga biji berbentuk bulat panjang yang lepes, panjangnya 1,25 1,5 mm, warnanya coklat kehitam-hitaman (Nasution, 1983). Rumput Ganda Rusa (Asystasia intrusa Bl.) Menurut Steenis (2005), sistematika rumput ganda rusa sebagai berikut: Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Subdivisio: Angiospermae; Kelas: Dicotyledonae; Ordo: Acanthales;Family: Acanthaceae; Genus: Asystasia; Spesies: Asystasia intrusa Bl. Herba tegak atau serong ke atas, 0,5 1,3 m tingginya. Batang segi empat. Tangkai daun 1-3 cm; helaian daun bulat telur, dengan ujung runcing dan tepi bergelembang, sisi atas gundul, 3-7,5 kali 1,5 -5 cm (Steenis, 2005). Asystasia intrusa merupakan tanaman herba yang tumbuh cepat dan mudah berkembangbiak. Berbatang lunak, dapat tumbuh dalam keadaan yang kurang baik. Daun berhadapan, sering berpasangan, berbentuk bulat panjang, pangkal bulat dan bertangkai. Bunga mengelompok, banyak, sedikit berbunga tunggal, berwarna putih atau ungu, kelopak bunga menutupi ovari. Buah kapsul, 2-3 cm panjangnya, berbiji empat atau kurang dalam buah kapsul (Sitohang, 2010). Bunga tersusun dalam tandan yang cukup rapat seperti bulir. Sumbu tangkai karangan bunga segiempat, 6-30 cm. Daun pelindung kecil, di bawah tiap bunga 2, bergadapan. Tangkai bunga pendek, pada pangkal masih terdapat lagi 2 daun pelindung kecil. Kelopak 7-9 mm tingginya, taju runcing, sebelah luar berambut putih rapat. Mahkota bunga kuning muda, sebelah luar dengan rambut biasa dan

10

rambut kelenjar. Benang sari lebih kurang sama panjang. Tonjolan dasar bunga bentuk mangkuk, kuning. Bakal buah bentuk memanjang, pada sisi-sisinya yang lebar berambut rapat. Tangkai putik taju melebar. Buah kotak berambut cukup lebat. Biji kebanyakan 4, Tanaman hias dari India, kadang-kadang liar. Tepi sungai, tepi jalan, pagar (Steenis, 2005) Pakis Kadal (Cyclosorus aridus (Don.) Ching.) Mempunyai rimpang tegak, yang tua berwarna coklat-hitam, bersisik coklat muda keputih-putihan; helai daun umumya melengkung, panjangnya 50-100 cm dan lebarnya 15-30 cm; anak daun duduk di bagian tengah paling panjang sedang yang dibagian pangkal sebelah bawah lebih pendek dan umumnya steril (Nasution, 1983). Tunas daun muda tegak dan ujungnya menggulung, bersisik keputihputihan. Anak daun steril berbentuk lanset, pangkalnya berbentuk terpancung rata, ujungnya meruncing, tepinya bergigi agak dalam, agak kaku, tulang daun menyirip. Anak daun fertile terlihat dari bawah menunjukkan sori yang tersusun berbaris (Nasution, 1983) C. aridus merupakan pakis tanah tahunan yang menyukai tanah agak lembab atau yang tidak begitu kering, suasana terbuka atau sedikit ternaung. Di perkebunan karet C. aridus merupakan pakis yang paling umum dan paling sering dijumpai baik di areal tanaman muda maupun di tanaman menghasilkan dan tanaman tua. Sering tumbuh rapat di gawangan maupun jalur tanaman karet. Merupakan gulma yang terdapat di semua perkebunan karet Sumatera utara dan aceh (Nasution, 1983).

11

Herbisida Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida ini dapat mempengaruhi satu atau lebih proses-proses (seperti pada proses pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, fotosintesis, respirasi, metabolisme nitrogen, aktivitas enzim dan sebagainya) yang sangat diperlukan tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pengertian tersebut mengandung arti bahwa herbisida berasal dari metabolit, hasil ekstraksi, atau bagian dari suatu organisme. Di samping itu herbisida bersifat racun terhadap gulma atau tumbuhan penganggu juga terhadap tanaman. Herbisida yang diaplikasikan dengan dosis tinggi akan mematikan seluruh bagian yang dan jenis tumbuhan. Pada dosis yang lebih rendah, herbisida akan membunuh tumbuhan dan tidak merusak tumbuhan yang lainnya (Riadi, 2011). Dalam pengendalian hama terpadu (PHT), herbisida digunakan sebagai alternatif terakhir jika masih ada cara lain yang lebih efektif dan aman digunakan. Pada tingkat tertentu herbisida merupakan senyawa beracun, sehingga pemakaian herbisida haruslah secara arif bijaksana dan memerlukan pendidikan konsumen dalam hal teknik aplikasi, pemakaian dan keselamatan (Henry, 2007). Penggolongan herbisida berdasarkan cara kerja antara lain dibedakan menjadi herbisida kontak dan herbisida sistemik Herbisida kontak adalah herbisida yang mematikan bagian gulma yang terkena butiran-butiran semprot yang disemburkan, Herbisida kontak dikenal juga sebagai caustic herbicides, karena

12

adanya efek bakar yang terlihat, terutama pada konsentrasi tinggi pada bagian yang berhijau daun. Herbisida kontak hanya mematikan bagian gulma yang terkena larutan, jadi bagian gulma di bawah tanah seperti akar atau rimpang tidak terpengaruhi dan pada waktunya dapat tumbuh kembali. Salah satu contoh herbisida kontak yaitu paraquat, molekul herbisida ini menghasilkan radikal hydrogen peroksida yang memecahkan membran sel dan merusak seluruh konfigurasi sel seperti umumnya pada herbisida kontak. Translokasi hampir tidak ada. Efektif untuk mengendalikan gulma semusim (annual weed), dapat bersifat selektif atau non selektif, dapat berspektrum sempit atau berspektrum luas. Gejala kematian gulma yang ditimbulkan terlihat antara beberapa jam sampai satu minggu setelah aplikasi (Henry,2007). Paraquat merupakan herbisida kontak yang akan menjadi inaktif apabila bersentuhan dengan tanah, maka tidak mungkin ada penyerapan lewat akar atau translokasi ke titik-titik tumbuh ataupun tidak akan terjadi penimbunan residu di dalam tanah, sehingga paraquat tidak akan diserap oleh akar tanaman (Sasmita dkk, 2003). Keistimewaan dari herbisida kontak, dapat membasmi gulma secara cepat, 2-3 jam setelah disemprot gulma sudah layu dan 2-3 hari kemudian mati. Sehingga bermanfaat jika waktu penanaman harus segera dilakukan. Kelemahannya, gulma akan tumbuh kembali secara cepat sekitar 2 minggu kemudian (Noor, 1997). Semakin banyak organ gulma yang terkena herbisida kontak maka akan semakin baik daya kerja herbisida tersebut. Oleh sebab itu, herbisida kontak umumnya diaplikasikan dengan volume semprot tinggi (600-800 L ha-1) sehingga seluruh permukaan gulma dapat terbasahi. Daya kerja herbisida tersebut kurang

13

baik bila diaplikasikan pada gulma yang memiliki organ perkembangbiakan dalam tanah, seperti umbi (teki) atau rizom (alang-alang) karena bagian tersebut tidak dapat terjangkau oleh herbisida, atau mata tunas pada ruas rumputan yang tertutup oleh pelepah daun. Sedangkan kelebihan yang dimiliki adalah daya kerjanya cepat terlihat. Herbisida ini umumnya diaplikasikan secara kontak bersifat selektif, seperti oksifluorfen, oksadiazon, dan propani, dan sebagian herbisida lainnya bersifat tidak selektif seperti paraquat dan glufosinat (Riadi, 2011). Herbisida sistemik adalah herbisida yang ditranslokasikan dan berefek luas pada seluruh sistem tumbuhan. Herbisida sistemik efektif untuk mengendalikan gulma tahunan (perennial weed) dan dapat bersifat selektif maupun non selektif, dapat berspektrum pengendalian luas maupun sempit. Gejala kematian gulma terlihat pada 2 4 minggu setelah aplikasi. Contoh herbisida sistemik adalah 2,4-D, dalapon dan glifosat (Henry, 2007).

Gambar 1 gerakan transmilar dan sistemik Cara kerja herbisida ini dialirkan ke dalam jaringan tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun, titik tumbuh, tunas sampai ke perakarannya. Keistimewaannya, dapat mematikan tunas - tunas yang ada dalam

14

tanah, sehingga menghambat pertumbuhan gulma tersebut. Contoh herbisida sistemik adalah glifosat, sulfosat (Noor, 1997). Glifosat merupakan herbisida sistemik, non selektif yang berspektrum luas, dengan adanya daya bunuhnya relative lambat. Pemanfaatan glifosat sebagai herbisida yang dapat menaggulangi berbagai gulma dapat diterima oleh berbagai kalangan. Glifosat merupakan herbisida sistemik yang ramah lingkungan, karena cepar terdegradasi baik di dalam system perairan maupun tanah dan glifosat tidak dapat terabsorpsi oleh akar tanaman budidaya. Aplikasi glifosat dilakukan dengan cara menyemprotkannya pada daun. Setelah diserap, bahan aktif akan ditranslokasikan ke bagian lain dari gulma secara simplas. Aplikasi melalui daun sangat efektif untuk mengendalikan gulma dan membunuh tunas-tunas yang berada di bawah tanah, serta meristem apical (Dwiati dan Budisantoso, 2003). Herbisida pada tanaman memberikan tipe kerusakan yang cukup beragam terutama pada tanaman peka dengan gejala-gejalanya yang tampak, seperti hambatan pertumbuhan (kerdil) atau tumbuhan mati secara merata karena aberasi morfologis, desikasi dan lain-lain. Pengaruh substansi herbisida pada sel individu mengakibatkan ketidakwajaran pad amorfologi yang dihubungkan dengan bahan kimia, kadarnya, spesies tumbuhan, jaringan tumbuhan dan stadia

perkembangannya (Moenandir, 1988). Pengendalian gulma secara kimiawai merupakan salah satu alternatif dari cara- cara pengendalian yang ada. Dengan cara ini, pekerjaan dalam skala yang luas dapat lebih cepat diselesaikan, serta pada situasi dan kondisi tertentu relatif lebih menghemat biaya (Girsang, 2005).

15

Keberhasilan suatu herbisida dalam mengendalikan gulma dipengaruhi beberapa faktor salah satunya adalah dosis herbisida. Aplikasi herbisida akan efektif bila takaran yang diberikan adalah tepat, sesuai dengan anjuran. Menurut Greaves dan Sargent (1986), meskipun suatu herbisida diformulasikan agar tidak mempengaruhi tanaman, namun kerusakan pada tanaman tetap akan terjadi khususnya bila digunakan dosis yang nterlalu tinggi. Oleh karena itu dicari dosis yang tepat untuk penggunaan herbisida tersebut. (tjitrosemito,2004). Perhitungan merupakan langkah awal dalam mempersiapkan aplikasi herbisida. Beberapa hal yang perlu dihitung adalah volume semprotan, kecepatan jalan, dan kebutuhan herbisida. Kesalah dalam menghitung peubah-peubah tersebut akan mengakibatkan kegagalan, kesia-siaan, atau kerugian dalam aplikasi herbisida. Kerugian bisa disebabkan karena biaya pembelian dan aplikasi herbisida yang meningkat atau karena keracunan tanaman oleh herbisida tersebut. (sembodo,2010) Herbisida merupakan alat yang canggih dalam pengendalian gulma, serta memberikan keuntungan lebih dalam pemakaiannya. Adapun keuntungan yang diberikan oleh herbisida adalah sebagai berikut : 1. Dapat mengendalikan gulma sebelum mengganggu. 2. Dapat mengendalikan gulma dilarikkan tanaman. 3. Dapat mencegah kerusakan perakaran tanaman. 4. Lebih efektif membunuh gulma tahunan dan semak belukar. 5. Dalam dosis rendah dapat sebgai hormon tumbuh. 6. Dapat menaikkan hasil panen tanaman dibandingkan dengan perlakuan penyiangan biasa. (Sukman dan yakup, 2002).

16

Aplikasi herbisida dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang terdapat pada gulma itu sendiri yaitu fase pertumbuhan gulma. Berdasarkan faktor internalnya, waktu aplikasi herbisida yang paling tepat adalah pada saat gulma masih muda dan belum memasuki pertumbuhan generatif. Pada fase ini, penyerapan bahan aktif herbisida yang diaplikasikan dapat berlangsung lebih efektif. Faktor eksternal adalah faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi keefektifan dan efisien siap aplikasi herbisida, misalnya curah hujan, angin, sinar matahari (cahaya),temperatur dan kelembaban udara. Curah hujan dapat menyebabkan bahan aktif herbisida tercuci, angin yang kencang dapat menerbangkan butiran-butiran larutan herbisida dan sinar matahari yang terik dapat menyebabkan terjadinya penguapan larutan herbisida yang diaplikasikan (Riadi, 2011).

Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas herbisida sistemik, yaitu: 1. Gulma harus dalam masa pertumbuhan aktif 2. Cuaca cerah waktu menyemprot. 3. Tidak menyemprot menjelang hujan. 4. Keringkan areal yang akan disemprot. 5. Gunakan air bersih sebagai bahan pelarut. 6. Boleh dicampur dengan herbisida 2,4D amina atau dengan herbisida Metsulfuron. (Noor, 1997).

BAHAN DAN METODE

17

Waktu dan Tempat Percobaan Percobaan dilaksanakan pada Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub Gulma Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan adalah pada tanggal 7-10 Juni 2012. Percobaan ini dilakukan di lahan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat 25 dpl. Bahan dan Alat Bahan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Roundup sebagai bahan untuk aplikasi herbisida sistemik, Gramoxone sebagai bahan aplikasi untuk herbisida kontak, Paspalum comersonii, Kyllinga monocephala, Cyclosorus aridus, Croton hirtus. Alat alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah buku identifikasi sebagai buku petunjuk untuk mengetahui spesies gulma, meteran sebagai alat ukur luas lahan percobaan, pacak sebagai pembatas lahan percobaan, tali plastik sebagai pengikat untuk menghubungkan pacak, gunting sebagai alat pemotong dan menggunting tali, jarum suntik (6 cc) untuk mengukur volume herbisida yang akan digunakan, gelas ukur untuk mengukur volume air yang akan digunakan, hand sprayer untuk menyemprotkan herbisida, masker untuk melindungi pernafasan dari bahaya herbisida, sarung tangan untuk melindungi tangan dari bahaya racun herbisida, kamera untuk mengambil gambar hasil pengamatan, dan alat tulis sebagai alat untuk menulis data. Metode percobaan Percobaan dilakukan dengan mengaplikasikan aplikator- aplikator tersebut dengan dosis dan anjuran setelah dilakukan kalibrasi terlebih dahulu. Herbisida diaplikasikan pada target aplikasi. Pada saat penyemprotan dilakukan pada 3 posisi

18

yaitu arah kanan, kiri dan dari tengah. Dan diamati respon tanaman selama 3 kali pengamatan dilakukan 1 kali sehari. Gejala yang disebabkan pada aplikasi herbisida menunjukkan perubahan gejala yang berbeda terhadapgulma dimana criteria yang tampak adalah pad atahap awal gulma akan menguning dan setelah beberapa waktu gulma menjadi tampak layu dan mengering.

Prosedur percobaan Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam percobaan Aplikasi herbisida adalah sebagai berikut : 1. Diukur lahan percobaan seluas 1m x 1m 2. Dibuat dua bagian lahan yang sama luasnya, seperti gambar dibawah ini 1m

1m

3. Ditancapkan pacak pada setiap sudut di lahan sebagai pembatas 4. Dihubungkan tiap tiap sudut lahan dengan tali plastic 5. Diambil 5 ml herbisida kontak (Gramaxone) 6. Dicampurkan dengan 995 ml air yang telah terletak pada handsprayer 7. Kocok hingga merata

19

8. Semprotkan pada lahan percobaan 9. Lakukan kembali prosedur percobaan nomor 5-8 untuk herbisida sistemik

20

You might also like