You are on page 1of 18

MUNASABAH AL-QURAN

Oleh: 1. Heri Amriyanto 2. Machrus

PEMBAHASAN Al-Quran diturunkan oleh Allah SWT. kepada Nabi Muhammad saw. kurang lebih 23 tahun. Kitab samawi terakhir ini diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan kondisi dan masalah yang dihadapi oleh Nabi Muhammad saw. Urutan turunnya ayat al- Quran ternyata tidak dijumpai dalam mushaf yang ada. Ayat-ayat al-Quran yang termaktub di dalam mushaf sepintas seperti tidak ada hubungan antara yang satu dengan yang lain. Tetapi walaupun demikian, tertib ayat dalam mushaf disepakati oleh para ulama adalah bersifat tauqifi. Berbeda dengan tertib ayat, susunan surat-surat di dalam al- Quraan, para ulama berbeda pendapat. Sebagian berpendapat bahwa susunan surat atau tertib alsuwar adalah tauqifi. Sementara ulama yang lain berpendapat bahwa tertib alsuwar sebagian merupakan tauqifi dan sebagian lainnya ada yang ijtihadi. Terlepas adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang tertib alsuwar, susunan yang termuat di dalam mushaf baik susunan surat maupun ayat, membuahkan kajian pada pemahaman pada al-Quran secara komprehensif. Untuk memahami al-Quran secara komprehensif dan agar al-Quran terlihat kekokohannya, bahwa antara satu ayat dengan ayat yang lain dan antara surat dengan surat lainnya adalah saling menopang dan saling menyempurnakan, maka ilmu Munasabah adalah salah satu jawabannya.
A. PENGERTIAN MUNASABAH

Menurut al-Zarkasyi (1972: 35) kata munasabah secara bahasa berarti mendekati (muqarabah), seperti dalam contoh kalimat : fulan yunasibu fulan (fulan mendekati/menyerupai fulan). Kata nasib adalah kerabat dekat, seperti dua saudara, saudara sepupu, dan semacamnya. Jika keduanya munasabah dalam pengertian saling terkait, maka namanya kerabat (qarabah).

Tidak berbeda dengan al-Zarkasyi, Manna Al-qathan (2009: 137) mengatakan bahwa munasabah menurut bahasa berarti kedekatan (almuraqqabah). Misalnya jika si A munasabah dengan si Pulan, berarti si A mendekati dan menyerupai si pulan itu, atau contoh lain misalnya illat hukum dalam qiyas yaitu adanya aturan logis yang melandasi suatu hukum yang dapat menghubungkan antara kedua kasus. Ilustrasi lebih konkrit misalnya memabukkan adalah illat munasabah yang menyebabkan diharamkannyakhomr. Bila zat yang memabukkan itu dijumpai dalam minum selain khomr, maka minuman itu sama hukumnya dengan khamr yakni haram. Secara terminologi menurut Muhammad Amin Suma dalam Abd. Rozak (2010: 75) munasabah adalah segi-segi hubungan atau persesuaian al-Quran antara bagian demi bagian dalam bebagai bentuknya. Yang dimaksud dengan segi hubungan atau persesuaian adalah semua pertalian yang merujuk kepada makna-makna yang mempertalikan satu bagian dengan bagian lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan bagian demi bagian adalah semisal antar kata atau kalimat dengan kata atau kalimat, antara ayat dengan ayat, antara awal surah dengan akhir surah, antara surah yang satu dengan surah yang lain, dan begitulah seterusnya hingga benar-benar tergambar bahwa al-Quran itu satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh (holistik). Sementara di dalam Ulumul Quan disebutkan bahwa ilmu munasabah atau tanasubil ayati was suwari adalah ilmu untuk mengetahui alasan-alasan penertiban dari bagian-bagian al-Quran yang mulia. Ilmu ini menjelaskan segi-segi hubungan antara beberapa ayat atau beberapa surah al-Quran. Apakah hubungan itu berupa ikatan antara umum dan khusus, antara abstrak dan konkret, antara sebab-akibat, antara rasional dan irasional, atau antara dua hal yang kontradiksi (Djalal, 2008: 154). Dengan demikian dapat didefinisikan bahwa munasabah dalam alQuran adalah adanya keserupaan atau kedekatan di antara berbagai ayat, surah, dan kalimat yang mengakibatkan adanya hubungan. Hubungan tersebut dapat berbentuk keterkaitan makna atau redaksinya.
2

B. URGENSI MUNASABAH Untuk memahami suatu ayat atau surah al-Quran terkadang seseorang mengalami kesulitan dalam menangkap maknanya secara utuh. Diantara alternatif yang dapat dilakukan untuk mengungkapya sesuai dengan metode munasabah adalah dengan cara mencari penjelasan di ayat atau surat lain yang mempunyai kesamaan atau kemiripan. Mengapa harus ke ayat atau ke surah lain? Karena pemahaman ayat secara parsial (pemahaman ayat tanpa melihat ayat lain) sangat mungkin terjadinya kekeliruan (Anwar, 2009: 61). Lebih lanjut Fazlurrahman dalam Ulumul Quran karya Abu Anwar tersebut (2009: 61) mengatakan, apabila seseorang ingin memperoleh apresiasi yang utuh mengenali al-Quran, maka ia harus dipahami secara terkait. Apabila al-Quran tidak dipahami secara utuh dan terkait, al-Quran akan kehilangan relevansinya untuk masa sekarang dan akan datang. Sehingga al-Quran tidak dapat menyajikan dan memenuhi kebutuhan manusia. Setidaknya menurut Abd. Rozak (2010: 79) ada tiga alasan lahirnya ilmu munasabah. Pertama, munasabah terlahir didasari dari kenyataan bahwa sistematika al-Quran sebagaimana terdapat dalam mushaf Usmani sekarang tidak berdasarkan fakta kronologis turunnya. Itulah sebabnya terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang urutan surat (tertib surat) di dalam alQuran. Kedua, selain dari sebab perbedaan pendapat di atas, metode munasabah ayat secara praktis memang diperlukan bagi upaya penafsiran ayat-ayat alQuran secara tepat. Hal ini dimungkinkan mengingat: pertama, al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur dalam waktu yang relatif lama dengan kondisi dan latar belakang yang berbeda; kedua, uslub (gaya bahasa) al-Quran yang sangat tinggi dan indah, sehingga tidak terlalu mudah bagi para mufassir untuk mengetahui makna yang sebenarnya dari satu ayat; dan ketiga, bentuk lafaz atau teks al-Quran memiliki banyak karakteristik yang tidak mudah untuk dapat secara langsung dipahami.

Ketiga, sifat-sifat al-Quran ruthbahnya dan maksud-maksudnya nilai petunjuk al-Quran dapat berjalan terus sepanjang masa. Untuk kepentingan hal ini, rasanya tidak mungkin tafsir-tafsir klasik mampu menjawab kebutuhan zaman dewasa ini, yang dinamikanya sangat tinggi. Oleh karena itu, munasabah ayat merupakan metode yang logis dan wajar di zamannya. Untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surat (munasabah) dalam alQuran diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi dalam Anwar (2010: 84) menjelaskan ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan munasabah ini, yaitu: 1. Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian. 2. Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat. 3. Menentukan tingkatan uraian-uraian itu, apakah ada hubungannya atau tidak. 4. Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memperhatikan ungkapanungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan. Sebagaimana Asbabun Nuzul, Munasabah dapat berperan dalam memahami Al-Quran. Muhammad Abdullah Darraz berkata : Sekalipun permasalahan yang diungkapkan oleh surat-surat itu banyak, semuanya merupakan satu kesatuan pembicaraan yang awal dan akhirnya saling berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memahami sistematika surat semestinyalah ia memperhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga memperhatikan permasalahannya(Anwar: 2010: 96). Dengan demikian, mempelajari Munasabah itu banyak sekali kandungan faedah dan kegunaannya, diantaranya adalah sebagaimana diuraikan dibawah ini : 1. Dapat mengembangkan bagian anggapan orang bahwa tema-tema al-Quran kehilangan relevansi antara satu bagian dan bagian yang lainnya.
4

2. Mengetahui persambungan /hubungan antara bagian Al-Quran, baik antara kalimat atau antar ayat maupun antar surat, sehingga lebih memperdalam pengetahuan Contohnya dan pengenalan terhadap QS. kitab Al-Quran sehingga ayat 6 memperkuat keyakinan terhadap hubungan antara kewahyuan dan kemukjizatannya. Al-Fatihah

tunjukilah kami jalan yang lurus) dengan QS. al-Baqarah ayat 2)


Kitab al-Quran ini tidak ada keraguan di dalamnya petunjuk bagi ) (orang-orang yang bertakwa 3. Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran. Bila tidak ditemukan Asbabun Nuzulnya. Setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau suatu ayat dengan kalimat atau ayat yang lain, dimungkinkan seseorang akan mudah mengistinbathkan hukum-hukum atau isi kandungannya. Contoh munasabah pada QS. an-Nisa ayat 34 dan QS. al-Mujadalah ayat 11. Kedua ayat itu berkaitan erat dengan tegaknya qiwamah, yaitu faktor ilmu pengetahuan dan ekonomi. Hal itu ditunjukkan dengan kata kunci Bima Fadhdhala dalam QS. an-Nisa ayat 34 dan yarfa dalam QS. al-Mujadalah ayat 11. 4. Untuk memahami keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa, (mutu dan tingkat balaghah al-Quran ) serta dapat membantu dalam memahami keutuhan makna Al-Quran itu sendiri.
C. MACAM-MACAM MUNASABAH

Membicarakan masalah munasabah dalam al-Quran, sangat berkaitan erat dengan sistem penertiban ayat dan surat dalam al-Quran. Dalam hal ini dinyatakan Manna Khalil al-Qattan(2009: 36) bahwa al-Quran terdiri atas surat-surat dan ayat-ayat, baik yang pendek maupun yang panjang. Ayat adalah sejumlah kalam Allah yang terdapat dalam sebuah surat dalam al-Quran, dan surat adalah sejumlah ayat al-Quran yang mempunyai permulaan dan kesudahan. Tertib dan urutan ayat-ayat al-Quran adalah tauqifi, ketentuan dari
5

Rasulullah saw dan atas perintahnya. Hal tersebut merupakan asumsi dari sebuah riwayat, dari Usman bin Abil As berkata : : . ) .. : 09( Aku tengah duduk di samping Rasulullah, tiba-tiba pandangannya menjadi tajam lalu kembali seperti semula. Kemudian katanya, Jibril telah datang kepadaku dan memerintahkan agar aku meletakkan ayat ini di tempat dari surah ini : Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan serta memberi kepada kerabat, (an-Nahl : 90) dan seterusnya. Sementara menurut Anwar (2009: 62) tertib surah dalam al-Quran terdapat tiga pendapat, yaitu pertama, jumhur ulama berpendapat tauqifi. Hal itu ditunjukkan alasan bahwa setiap tahun Jibril datang menemui Nabi dalam rangka mendengarkan atau menyimak bacaan al-Quran yang dilakukan oleh Nabi dan Nabi sering membaca al-Quran dengan tertib surah seperti yang ada sekarang; kedua, ada kelompok yang mengatakan ijtihadi. Alasan mereka adalah tidak ada petunjuk langsung dari Nabi tentang tertib surah dalam alQuran, sahabat pernah mendengar Nabi membaca al-Quran berbeda dengan susunan surah yang sekarang, dan mushaf yang ada pada catatan sahabat berbeda-beda; dan ketiga, sebagian dikatakan tauqifi dan sebagian lagi ijtihadi. Alasannya ternyata tidak semua nama-nama surah itu diberikan oleh Allah, tetapi sebagian diberikan oleh Nabi seperti Surah Thaha dan Yasin. Dalam pembagian munasabah, para ulama berbeda pendapat mengenai pengelompokan munasabah dan jumlahnya, hal ini dipengaruhi bagaimana seorang ulama tersebut memandang suatu ayat, dari segi berbeda. Menurut Anwar dalam Ulum Al-Quran (2009: 65-76), munasabah dapat dilihat dari tiga segi, yaitu munasabah ayat dalam satu surah, munasabah antara suatu surah dengan surah lainnya, dan munasabah antara nama surah dengan isi yang dikandungnya.

1.

Munasabah Ayat dalam Satu Surah a. Munasabah Kalimat dengan Kalimat atau Ayat dengan Ayat Munasabah antara kalimat atau ayat dalam al-Quran, yaitu hubungan atau persesuaian antara kalimat atau ayat yang satu dengan kalimat atau ayat yang lain. Letak munasabah antar satu ayat dengan ayat yang lain terkadang tampak jelas namun tidak jarang pula yang tidak jelas. Kemungkinan jelasnya munasabah antar ayat lebih besar karena jarang sekali pembahasan mengenai satu topik dapat selesai hanya dalam satu ayat saja. Ayat berikutnya biasanya berfungsi untuk menguatkan, menerangkan, memberi penjelasan, mengecualikan, mengkhususkan, menengahi dan mengakhiri pembicaraan. Dalam hal demikian, ukuran yang digunakan untuk mencari munasabah adalah dengan melihat sisi hubungan, baik langsung (athaf) atau tidak langsung. Munasabah dalam bentuk langsung (menggunakan huru athaf) adalah munasabah dua bagian makna, yang mengandung satu segi yang dapat mensingkronkan, sehingga keduanya sesuai dan serupa walaupun tidak sama persis, sebagaimana firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 102 dan 103 berikut:

102. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam. 103. dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. Faedah dari munasabah ini adalah untuk menjadikan dua ayat tersebut sebagai dua hal yang sama. Ayat102 menyuruh bertakwa dan ayat 103 menyuruh berpegang kepada agama Allah, dua hal yang sama. Sementara jika tidak memakai huruf athaf, maka sandarannya adalah qarinah manawiyah (hubungan maknawi). Contohya dapat dilihat pada QS. Al-Ihlas.

Masing-masing ayat dalam surah tersebut saling menguatkan tema pokoknya, yaitu tentang keesaan Allah. Aspek musabah antara kalimat dengan kalimat atau ayat dengan ayat ini dapat mengambil bentuk:
8

1) At-Tanzir ( ,)yaitu membandingkan dua hal yang sebanding menurut kebiasaan orang yang berakal. Misalnya QS. al-Anfal: 5.

Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya. Sedangkan ayat sebelumnya (QS. Al-Anfal: 4) berbunyi:

Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia. Di sini ada dua keadaan yang sebanding, yaitu mereka yang mengikuti perintah Tuhannya akan mendapat imbalan sesuai dengan kerjanya. Imbalan tersebut adalah kebaikan dunia dalam bentuk materi dari harta rampasan, dan imbalan akhirat adalah pahala yang berlipat ganda serta keampunan dari pemberi perintah (Allah). 2) Al-Mudhadat ( )artinya berlawanan atau kontradiksi. Misalnya QS. al-Baqarah: 6 dengan ayat sebelumnya, yaitu QS. alBaqarah: 3-5.


Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Ayat ini menerangkan watak orang kafir yang pembangkang, keras kepala, tidak percaya kepada kitab-kitab Allah. Sedangkan ayat sebelumnya Allah menerangkan watak orang mukmin yang sangat berlawanan dengan orang kafir, yaitu memiliki memiliki kepercayaan yang kuat. Mereka percaya adanya yang gaib, melaksanakan shalat, memiliki sifat kebersamaan atau solidaritas, dan percaya terhadap kitab-kitab Allah sebelum al-Quran.

3) Al-Istithrad ( )artinya peralihan kepada penjelasan lain. Misalnya QS. Al-Araf: 26


10

Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa. Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudahmudahan mereka selalu ingat. Ayat tersebut menjelaskan tentang nikmat Allah, sedang di tengahnya dijumpai kata ( ) yang mengalihkan perhatian pada penjelasan ini (pakaian). Dalam hal ini munasabah yang dapat dilihat adalah antara penutup tubuh atau aurat dengan kata takwa. 4) At-Takhallus (peralihan) Peralihan di sini adalah peralihan terus-menerus dan tidak kembali lagi pada pembicaraan pertama, misalnya:

17. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan,18. dan langit, bagaimana ia ditinggikan? 19. dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? 20. dan bumi bagaimana ia dihamparkan? Ayat ini mengandung pembicaraan yang terus menerus, yaitu mulai dari unta, langit, gunung, dan seterusnya. b. Munasabah antara penutup ayat dengan isi ayat Munasabah di sini dapat bertujuan: 1) Tamkin (memperkukuh). Misalnya QS. Al-Ahzab: 25
11


dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang Keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh Keuntungan apapun. dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan Allahlah Maha kuat lagi Maha Perkasa. Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Allah menghindarkan orangorang mukmin dari perang disebabkan kelemahan mereka (orangorang kafir), karena angin kencang atau malaikat yang dikirim Allah. Pemahaman yang kurang lurus ini diluruskan dengan fashilah artinya Allah berkuasa memisahkan antara dua golongan dalam perang tesebut (perang Badar). Kejadian ini menguatkan orang-orang beriman agar mereka merasa bahwa merekalah yang menang. 2) Ighal (penjelasan tambahan untuk mempertajam makna) Misalnya QS. An-Naml: 80:


Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar membelakang. Kandungan ayat ini sebenarnya sudah jelas dipahami. Jadi kalimat
()

panggilan,

apabila

mereka

telah

berpaling

sekedar penjelasan makna.

12

c.

Munasabah antara uraian awal ayat dengan akhir ayat dalam satu

surah. Misalnya ayat awal dan akhir QS. Al-Mukminun: 1 Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, 117 Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. 2. Munasabah Antara Suatu Surah dengan Surah Lainnya

a. Munasabah kandungan suatu ayat dalam suatu surah dengan suatu ayat pada surah sesudahnya. Munasabah ini diantaranya terdapat pada surah al-Baqarah memberikan perincian serta penjelasan terhadap al-Fatihah. Sedangkan surah Ali Imran yang merupakan urutan surah berikutnya memberikan penjelasan lebih lanjut terhadap kandungan suarh al-Baqarah, yaitu ancaman Allah terhadap orang-orang kafir karena pengaruh harta dunia. Ayat dari surahsurah tersebut adalah QS. Al-Fathah: 2, QS. Al-Baqarah: 152 atau 186 , dan QS. Ali Imran: 152. Segala puji bagi Allah, (QS. Al-Fatihah: 2) karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (QS. al-Baqarah: 152)

13

Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. dan mereka itu adalah bahan Bakar api neraka (QS. Ali Imran: 10) Contoh lain ungkapan rabbil alamin dalam suarah al-Fatihah berkorelasi dengan surah al-Baqarah: 21-22. Surah al-Fatihah: 6 dengan surah al-Baqarah: 2. b. Munasabah antara surah dalam bentuk tema sentral Selain antar ayat, munasabah dapat membentuk tema sentral yang ada dalam berbagai surah. Misalnya dalam surah al-Fatihah tema sentralnya adalah ikrar ketuhanan, dalam surah al-Baqarah tema sentralnya adalah kaidah-kaidah agama. Sedangkan dalam surah Ali Imran tema sentralnya adalah dasar-dasar agama. Semua itu merupakan pondasi bagi umat Islam dalam beramal, baik amal dalam makna sempit maupun amal makna luas. c. Munasabah antar ayat tentang satu tema Berkaitan dengan munasabah ini sebagai contoh dapat dikemukakan tentang tema qiwamah (tegaknya suatu kepemimpinan). Paling tidak terdapat dua ayat yang saling bermunasabah, yakni QS. An-Nisa : 34 dan QS. Al-Mujadalah : 11

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (Q.S. Annisa : 34) Sementara Q.S. Al-Mujadalah : 11, Allah mengatakan:

14

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi Ilmu Pengetahuan beberapa derajat. (QS. AlMujadalah: 11) Tegaknya qiwamah (konteks parsialnya qiwamat al-rijal ala al-nisa) erat sekali kaitannya dengan faktor ilmu pengetahuan/teknologi dan faktor ekonomi. Q.S. Al-Nisa menunjukkan kata kunci Bima Fadhdhala dan al-ilm. Antara Bima Fadhdhala dengan yarfa terdapat kaitan dan keserasian arti dalam kata kunci nilai lebih yang muncul karena faktor ilmu.
d.

Munasabah antara ayat terakhir dalam suatu surah dengan ayat

pertama dalam surah berikutnya Contoh dari munasabah model ini antara lain ayat terakhir dari surah al-Ahqaf dengan ayat pertama dari surah Muhammad.

........

pada hari mereka melihat

azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (inilah) suatu pelajaran yang cukup, Maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang (fasik. (QS. Al-Ahqaf: 35 Sementara dalam ayat pertama surah Muhammad difirmankan:

15

orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Allah menyesatkan perbuatan-perbuatan mereka (QS. Muhammad: 1) Dalam ayat terakhir surah al-Ahqaf tersebut dijelaskan tentang ancaman siksa bagi orang-orang fasiq. Selanjutnya penjelasan siapa sebenarnya orang-orang fasiq itu, jawabannya ada pada ayat pertama surah Muhammad, yaitu orang-orang kafir dan orang-orang yang menghalangi manusia dari berbuat kebaikan. Contoh tersebut menunjukkan bahwa untuk memahami secara jelas makna yang ada pada ayat terakhir surah al-Ahqaf harus dimunasabahkan dengan ayat pertama surah Muhammad. Dengan kata lain apabila suatu ayat belum jelas maknanya, maka pasti ada penjelasannya pada surah lain. Contoh lainnya dalam munasabah ini ayat terakhir surah al-Waqiah dengan permulaan surah al-Hadid

Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar. (QS. Al-Waqiah: 96) semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Hadid: 1) Ayat ini memiliki munasabah dengan akhir ayat sebelumnya yang memerintahkan kepada manusia agar bertasbih.

3.

Munasabah Antara Nama Surah dengan Isi yang Dikandungnya Nama-nama surah yang ada dalam al-Quran mempunyai kaitan

dengan pembahasan yang ada pada isi surahnya. Misalnya surah al-Baqarah,
16

isinya banyak menceritakan lembu. Contoh lain surah al-Fatihah yang mempunyai dua nama: Pertama disebut al-Fatihah, karena posisinya di awal al-Quran. Kedua disebut Ummul Kitab, karena isinya memuat berbagai tujuan al-Quran dan seterusnya.

D. KESIMPULAN Ilmu munasabah yang merupakan hal baru dalam cabang ulumul Quran, telah mendapatkan perhatian khusus dikalangan para ulama. Sebab dengan ilmu ini akan dapat diusahakan sebagai ilmu pencarian korelasi dan hubungan baik antar kalimat, ayat, maupun surah dalam al-Quran. Hal ini bertujuan agar lebih bisa memahami al-Quran tersebut secara utuh dan menyeluruh terutama dalam penafsirannya. Ilmu munasabah bersifat ijtihadi, sehingga wajar jika sebagian ulama tidak menganggap urgensi ilmu ini. Namun, dalam perkembangannya, munasabah memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap penafsiran alQuran. Apabila belum atau tidak ditemukan hadits tentang Asbab an- Nuzul suatu ayat maupun surah, atau jika terjadi pertentangan antara hadits yang satu dengan lainnya dalam satu ayat yang sama, maka kedudukan munasabah ini menjadi sangat penting dalam menafsirkan al-Quran. Munasabah adalah sebuah metodelogi dari salah satu upaya memahami al-quran dari sisi keterkaitan antar ayat maupun surat itu sendiri, baik dari sifat maupun konteksnya, tanpa terlepas dari kaidah kaidah yang ditetapkan para ulama islam dalam menafsirkan al-Quran. Sebagai metode, paling tidak ada empat hal penting yang dapat diungkap. Pertama, dari sisi Balaghoh. korelasi antara ayat dengan ayat menjadikan keutuhan yang indah dalam tata bahasa alQuran, dan bila dihilangkan maka keserasian ayat akan hilang. Kedua, ilmu Munasabah memudahkan orang dalam memahami makna surah dan ayat. Sebab penafsiran al-Quran dengan ragamnya, membutuhkan ilmu Munasabah. Ketiga, membantu pembaca agar dapat memperoleh petunjuk dalam waktu

17

singkat tanpa membaca seluruh ayat al-Quran. Keempat, dengan ilmu Munasabah semakin memperkaya cakrawala pemahaman. Sebab akan semakin banyak dan beragam pula seseorang mendapat petujuk dari Allah SWT. Sehingga al-Quran dapat memberikan sumber hidayah yang tidak pudar.

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Rozak. 2010, Studi Ilmu Al-Quran. Jakarta: Mitra Wacana Media. Al-Qattan, Manna Khalil. 2009, Studi Ilmu-Ilmu Quran (terj. Mabahis fi Ulumil Quran oleh Drs. Mudzakir AS. Bogor : Litera Antar Nusa. al-Zarkasyi, Badr al-Din. 1972, al-Burhn fi Ulm al-Quran, Beirut : Dar alMarifah li al-Tibaah wa al-Nasyr. Anwar, Abu. 2009. Ulumul Quran, Sebuah Pengantar. Jakarta: Amzah Anwar, Rosihan. 2010, Ulum Al-Quran. Bandung : Pustaka Setia Djalal, H. Abdul. 2008, Ulumul Quran. Surabaya: Dunia Ilmu.

18

You might also like