You are on page 1of 33

7. ATROPI Yang dimaksud atropi adalah penipisan kulit, baik epidermis maupun dermis.

Kulit yang mengalami atropi akan nampak mengkilat, putih, dengan gambaran permukaan yang hilang, mengkerut, dan tidak mempunyai adnexa lagi. Contoh: proses penuaan, atrofi akrena steroid Adanya atropi disertai teleangiektasi dan hipo atau hiperpigmentasi disebut poikiloderma

8. SIKATRIKS Yang dimaksud sikatriks adalah penonjolan kulit akibat penumpukan jaringan fibrosa sebagai pengganti jaringan kolagen normal. Jika jaringan terus menerus tumbuh berlebihan disebut keloid

9. SCLEROSIS Yang dimaksud sclerosis adalah mengerasnya kulit yang hanya dapat ditemukan dengan palpasi. Contoh: skleroderma 10. LIKENIFIKASI Yang dimaksud likenifikasi adalah penebelan kulit yang ditandai dengan penegasan gambaran garis-garis permukaan kulit baik longitudinal maupun transfersal, biasanya disertai hiperpigmentasi. Proses likenifikasi terjadi sebagai akibat garukan kronis dan hebat. Contoh: lichen simplex

11. HIPERKERATOSIS Yang dimaksud hiperkeratosis adalah penebalan kulit yang terjadi karena menebalnya stratum korneum. Proses penebalan stratum korneum akan lebih jelas apabila dilihat secara mikroskopis. Contoh: keratoderma palmaris

12. KUNIKULUS Yang dimaksud kunikulus adalah suatu lorong yang terdapat pada stratum korneum atau stratum spinosum, yang biasanya terjadi karena adanya infestasi larva suatu parasit tertentu. Contoh: scabies, cutaneus larva migrans

13. SINUS Yang dimaksud dengan sinus adalah saluran yang dibatasi oleh epitel dan bermuara pada kulit. Contoh: acne conglobata, hidradenitis supurativa 14. ABSES Yang dimaksud dengan abses adalah timbulnya pus pada jaringan yang terlokalisir. Contoh: carbunkel

PATOLOGI MIKROSKOPIS
Gambaran patologis kulit secara mikroskopis adalah suatu hasil pemeriksaan histopatologis dari biopsy kulit. Gambaran patologis mikroskopis dapat dibedakan menjadi 2 kelompok berdasarkan letaknya, yaitu: A. proses patologis dalam epidermis B. proses patologis dalam dermis

A. PROSES PATOLOGIS DALAM EPIDERMIS


Proses patologis mikroskopis yang dapat terjadi di dalam lapisan epidermis antara lain: 1. hiperkeratosis 4. hipoplasia 7. atropi 10. degenerasi balon 2. hipergranulosis 5. hiperplasia 8. achantosis 11. akantolisis 3. hipogranulosis 6. hipertrofi 9. spongiosis 12.pustula spongioform 13. diskeratosis 14. nekrosis 15. degenerasi liquefaksi 16.celah (cleft)

1. HIPERKERATOSIS Yang dimaksud hiperkeratosis adalah penebalan stratum korneum. Ada 2 macam hiperkeratosis, yaitu; a. orthokeratosis yakni penebalan stratum korneum tanpa disertai dengan sel-sel yang masih berinti. Contoh: tinea versikolor, ichtyosis b. parakeratosis yakni penebalan stratum korneum yang disertai dengan sel-sel yang masih berinti. Contoh: psoriasis, pityriasis rosea

2. HIPERGRANULOSIS Yang dimaksud hipergranulosis adalah bertambah banyaknya sel-sel stratum granulosum. Contoh: lichen planus 3. HIPOGRANULOSIS Yang dimaksud hipogranulosis adalah berkurangnya sel-sel pada stratum granulosum. Contoh: ichtyosis vulgaris

4. HIPERPLASIA Yang dimaksud hiperplasi adalah bertambahnya jumlah sel sehingga menimbulkan terjadinya penebalan epidermis. Hiperplasi dapat berbentuk sebagai psoriasiform ireguler papilomatosis pseudocarcinomatous

5. HIPOPLASI Yang dimaksud hipoplasi adalah berkurangnya jumlah sel-sel, sehingga mengakibatkan penipisan epidermis. Contoh: lupus eritematosus discoid 6. HIPERTROPI Yang dimaksud hipertropi adalah bertambahnya besar ukuran sel-sel sehingga dapat menyebabkan penebalan epidermis. 7. ATROPI Yang dimaksud atropi adalah berkurangnya ukuran sel-sel sehingga menyebabkan makin tipisnya epidermis. Contoh: lupus eritematosus discoid

8. AKANTOSIS Yang dimaksud akantosis adalah penebalan epidermis karena hiperplasi maupun hipertropi, terutama pada stratum spinosum. Contoh: dermatitis kronis

9. SPONGIOSIS Yang dimaksud spongiosis adalah edema interselular yang menyebabkan bertambahnya celah antar sel menjadi seperti spons. Contoh: DKA

10. DEGENERASI BALON Yang dimaksud degenerasi balon adalah edema intraselular sehingga menyebabkan bertambahnya besar ukuran sel dan sel tampak pucat. Contoh: herpes zoster

11. AKANTOLISIS (ACHANTOLYSIS) Yang dimaksud akantolisis adalah hilangnya jembatan antar sel pada sel-sel keratinosit (terutama pada stratum spinosum) sehingga menyebabkan terbentuknya rongga. Contoh: pemfigus

12. PUSTULA SPONGIFORM Yang dimaksud pustula spongiform adalah timbunan sel netrofil di dalam dan di antara sel-sel epidermis sehingga menyerupai spons dari sel sel neutrofil. Contoh: pustula palmoplantaris

13. DISKERATOSIS Yang dimaksud diskeratosis adalah proses kesalahan atau prematuritas keratinisasi dari sel-sel keratinosit sehingga sitoplasma akan tampak eosinofilik dengan inti gelap. Contoh: dermatitis fototoksik
14. NEKROSIS Yang dimaksud nekrosis adalah kematian sel atau jaringan di dalam jaringan yang masih hidup. Tanda-tanda nekrosis adalah: - karyorhexis (fragmentasi inti) - karyolysis (hancurnya inti) - pyknosis (inti berkerut) 15. DEGENERASI LIQUIFAKSI Yang dimaksud degenerasi liquifaksi atau disebut juga perubahan vakuoler yaitu terbentuknya rongga-rongga kecil di atas dan di bawah membrana basalis pada batas antara epidermis dan dermis. Contoh: lupus eritematosus discoid

16. CELAH (CLEFT) Yang dimaksud celah atau cleft adalah terbentuknya ruangan yang tidak berisi cairan. Contoh: keratosis folikularis

B. PROSES PATOLOGIS DALAM DERMIS Kelainan pada dermis dapat berasal dari : a.unsur selular b.unsur fibrosa.
a. proses patologis dari unsur selular: Dalam hal ini proses patologis dari unsur selular berupa infiltrasi sel. Beberapa jenis sel yang dapat mengadakan infiltrasi dalam bentuk: monoform campuran lichenoid (seperti pita) noduler (seperti nodul) leukositoklastik (inti neutrofil mengalami fragmentasi)

b. proses patologis dari unsur jaringan ikat Dalam hal ini ada beberapa macam proses patologis yang berasal dari unsur jaringan ikat antara lain:

1. degenerasi kolagen terjadi perubahan struktur jaringan kolagen, misal: granuloma anulare
2. hialinisasi (degenerasi hyaline) meningkatnya gambaran eosinofilik serabut kolagen 3. fibrosis bertambahnya serabut serabut kolagen dengan susunan yang berubah disertai dengan meningkatnya jumlah sel-sel fibroblast

dan

4. sclerosis bertambahnya serabut-serabut kolagen disertai dengan berkurangnya sel-sel fibroblast. Sklerosis ini dianggap sebagai fibrosis yang sudah tua.
5. papilomatosis penonjolan papilla dermis ke atas permukaan kulit. Contoh: acantosis nigricans

TEKNIK TES KULIT


Pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis penyakit kulit dan kelamin ada beberapa macam, diantaranya pemeriksaan laboratorium mikrobiologi, pemeriksaan bio-mulekular, tes kulit, dll. Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis penyakit kulit karena alergi atau penyakit kulit karena reaksi imunologis baik humoral maupun selular disebut tes kulit. Untuk tes yang sifatnya lebih khusus akan dibicarakan bersamasama dengan penyakitnya saja. Macam-macam tes kulit: tes tempel (patch test) tes gores (scratch test) tes intrakutan tes tusuk (prick test)

Tiga macam tes kulit yang pertama tersebut pada prinsipnya sama saja dalam hal kegunaan, namun berbeda dalam hal teknik pelaksanaannya. Maksud tes kulit 1Mencari atau membuktikan penyebab dari dermatitis yang timbul, untuk ini tentunya sangat perlu diperhatikan adanya relevansi dengan riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan fisik/ klinisnya. UUntuk mengetahui apakah seseorang tahan terhadap bahan yang diujikan, biasanya digunakan sebagai tindakan preventif sebelum pemakaiannya secara lebih luas, misalnya untuk bahan-bahan kosmetik.

Dasar tes Kulit yang peka terhadap suatu bahan, apabila terjadi kontak atau kemasukan suatu bahan tertentu, maka akan dapat terjadi suatu reaksi peradangan kulit yang dapat bersifat lokal maupun general. Reaksi semacam ini merupakan reaksi imunitas selular, tetapi dapat juga karena reaksi imunitas humoral. Beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk tindakan tes kulit: 11. Persiapan penderita: -menjelang dilakukan tes, penderita tidak boleh mempergunakan preparat kortikosteroid lebih dari 20 mg per hari (untuk tes I sd III) ttidak sedang menggunakan preparat antihistamin (untuk tes ke IV) ssedapat mungkin menghindari bahan-bahan yang dicurigai sebagai penyebab penyakitnya.

22. keadaan kulit yang akan dilakukan tes: sehat, bebas dari kelaian kulit apapun bebas dari rambut yang lebat bebas dari bahan kosmetik dan salep apapun letaknya jauh dari lesi kulit yang ada untuk tes IV , penyakitnya tidak sedang kambuh berat pada daerah yang akan dilakukan tes harus bebas lesi minimal 1 bulan
ddaerah yang di tes biasanya: -

a. b. c. d.

punggung lengan atas bagian volar lengan bawah bagian volar (terutama tes IV) jika terpaksa boleh ditempat lain

Bahan yang akan diuji : -apabila bersifat padat, maka dapat langsung ditempelkan saja -apabila bersifat cair, dapat diteteskan atau disuntikkan intrakutan Kontrol: Setiap dilakukan tes, harus juga dilakukan tes kontrol negatif dengan bahan non alergenik (untuk I sd III), dan bahan kontrol positif (untuk tes IV). Bahan non alergenik biasanya menggunakan aquadest steril atau vaselin album, sedangkan bahan untuk kontrol positif biasanya menggunakan histamin.

I1. PATCH TEST Indikasi: Patch test diindikasikan untuk dermatitis kontak alergi
TTeknik pelaksanaan: -Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kulit dengan bantuan chamber yang berupa plastik atau kertas hisap, kertas aluminium yang impermeable, dan di plester. UUntuk bahan cair dapat diteteskan pada kertas hisap terlebih dahulu. Penempelan dibiarkan selama 48 jam, baru dibuka untuk dibaca

Pembacaan hasil tes Pembacan hasil tes biasanya dilakukan pada 48 jam, 72 jam dan bisa diperpanjang sampai 92 jam. Penilaiannya adalah : Bentuk reaksi nilai ------------------------------------------------------------- tidak timbul kelainan - eritem, edem dan papula - eritem, edem, pepula dan vesikel - bula (-) (+) (++) (+++)

Perhatikan pemeriksaan kontrol, kontrol negatif hasilnya harus negatif. Kalau diperlukan pembacan dapat diulang pada hari ke 7 untuk mengetahui ada tidaknya reaksi lambat (delayed reaction)

2. SCRATCH TEST Indikasi: 1. dermatitis atopik; 2. alergi obat atau makanan

Teknik pelaksanaan: DDilakukan goresan yang dalam dengan benda yang runcing sedalam perbatasan epidermis dan dermis, atau sampai keluar serum, tapi jangan sampai keluar darah. JJumlah goresan tergantung dari banyaknya bahan yang akan diujikan ditambah satu bahan untuk kontrol. JJarak goresan satu dengan yang lain sekitar 5 cm dan sejajar. Arah goresan menyilang sumbu panjang pada kulit yang sudah digores selanjutnya diteteskan allergen cdibiarkan selama 20 menit selanjutnya dilakukan pembacaan hasil

Pembacaan hasil tes Setelah 20 menit, tetesan segera dihapus dan diperhatikan ada tidaknya tanda-tanda peradangan. Bentuk reaksinya nilai --------------------------------------------------------------------------------- tidak ada reaksi - eritem < 20 mm - eritem > 20 mm - eritem dan urtika - eritem, urtika dan pseudopodia (-) (+) (++) (+++) (++++)

Pada scratch test, kontrol positif harus positif, kontrol negatif harus negatif. Hasil dianggap bermakna jika bernilai (++) atau lebih

I3. TES INTRA KUTAN TTes ini dilakukan dengan menyuntikkan bahan yang dicurigai secara intrakutan Indikasi: dermatitis atopik alergi karena obat TBC, Lepra, lymphogranuloma inguinale

Teknik pelaksanaan A kulit daerah tes dibersihkan dengan alcohol E ekstrak alergen (0,01 cc) disuntikkan secara intrakutan, sedangkan untuk kontrol disuntikkan larutan garam fisiologis T tunggu 10-20 menit (untuk penyakit infeksi ditunggu lebih lama lagi)

Pembacaan hasil tes

Eritema yang timbul urtika yang timbul nilai -------------------------------------------------------------------------- sama dg kontrol - ada, diameter <20 mm - ada, diameter > 20 mm - ada - ada sama dg kontrol ada, diameter > kontrol ada, diameter > kontrol ada, diameter 3 x kontrol ada, dg pseudopodi (-) (+) ++) (+++) (++++)

Hasil dianggap bermakna apabila menunjukkan (++) atau lebih

4. PRICK TEST (TES TUSUK)

Tes ini dilakukan untuk mengetahui bahan makanan ataupun hirupan (inhalasi) yang dapat menimbulkan urtikaria, sehingga masuk dalam tes untuk reaksi hipersensitifitas tipe cepat yang dimediasi oleh system imunitas humoral Teknik pelaksaanan mirip dengan tes gores, hanya saja bahan allergen diteteskan selanjutnya ditusuk dengan jarum. Kontrol positif yang digunakan adalah histamin
Pembacaan hasil tes sama dengan tes III

You might also like