You are on page 1of 5

Reformasi Administrasi/Birokrasi dari Negara Tetangga oleh : Febry Budianto A.

Pendahuluan Sejak bergulirnya tuntutan reformasi disegala bidang sejak tahun 1998, segala hal tentang birokrasi termasuk yang didengungkan untuk direformasi. Hal ini tidak terlepas dari tuntutan masyarakat Indonesia akan terciptanya tatanan pemerintahan yang lebih baik dalam kerangka Good and Clean Government. Reformasi birokrasi menjadi salah satu dari agenda reformasi secara menyeluruh di Indonesia dan terasa sejak runtuhnya era orde baru. Reformasi birokrasi diharapkan menjadi salah satu unsur atau modal untuk menatap Indonesia yang lebih baik, bermartabat, dan bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan negara yaitu masyarakat yang adil, makmur , dan sejahtera (Mustopadidjaja, 2003). Artikel ringkas ini akan menggambarkan secara umum beberapa praktek reformasi birokrasi dibeberapa negara yang dianggap telah cukup sukses mengubah birokrasi yang dianggap lambat dan menghambat pencapaian tujuan negara. B. Reformasi Birokrasi di Negara Tetangga Reformasi birokrasi di Indonesia saat ini sedang menjadi soroton tajam, mengingat setelah kurang lebih 10 tahun era Reformasi berjalan, birokrasi yang diharapkan telah direformasi masih dianggap belum optimal dibandingkan dengan tujuan dari reformasi birokrasi itu sendiri. Memang, tidak mudah mengubah suatu sistem yang sudah berurat akar untuk diubah dalam waktu yang sekejap seperti halnya sulap dimana dengan mantra abracadabra sesuatu bisa berubah cepat. Di beberapa negara yang telah melaksanakan reformasi birokrasi, terlihat bahwa tidak bisa dalam waktu singkat mewujudkan reformasi birokrasi yang diharapkan. Hal tersebut butuh waktu dan kekonsistenan dalam pelaksanaannya. Pengalaman negara lain inilah yang perlu kita jadikan pelajaran sehingga kelak kita dapat mencapai tujuan reformasi birokrasi yang diidamkan. Beberapa negara tetangga kita yang cukup berhasil dalam pelaksanaan reformasi birokrasinya antara lain Jepang, Cina, dan Korea Selatan dan dapat dijadikan pelajaran bagi Indonesia. 1. Jepang Salah satu tokoh reformasi birokrasi/administrasi di Jepang pernah berkata : Administrative reform is not only desirable, it is absolutely imperative (Toshiwo Doko, 1981). Jepang sebagai negara maju, tercatat telah memulai masa reformasi administrasi secara formal pada sekitar akhir 70-an atau awal 80-an. Walaupun telah dipandang sebagai negara maju, Jepang tidaklah pernah berhenti melakukan reformasi administratif sebagai bagian dari reformasi birokrasi. Bahkan bisa dikatakan bahwa reformasi administrasi selalu menjadi agenda politik utama di Jepang dan selalu dengan tujuan yang sama dari waktu ke waktu yaitu to meet the requirement of the new age and to break the collusive relationship between politicians, bureaucrats, and business.(Nakano, 1998, dalam Prasojo 2008).

Inti dari pelaksanaan reformasi administrasi di Jepang adalah menghilangkan bentuk kolusi antara pemerintah, politisi, dan pihak bisnis/swasta melalui beragam bentuk sistem dan aturan yang ketat namun akuntabel/terbuka. Selain itu didukung oleh komitmen tinggi dan konsistensi dari stakeholders-nya dalam implementasi pelaksanaan pemerintahan. Maka tidak heran, jika dalam perjalanannya, tidak sedikit politikus maupun birokrat yang tersingkir/mengundurkan diri karena tidak menjalankan komitmen yang disepakati bersama. 2. Republik Rakyat Cina (RRC) Salah satu tokoh reformasi (birokrasi) yang paling menonjol di Cina adalah Deng Xiaoping sebagai pemimpin Partai Komunis Cina. Deng Xiaoping memproklamasikan reformasi administrasi sebagai tulang punggung kemajuan bangsa pada tahun 1982, saat kongres nasional Partai Komunis Cina (Prasojo, 2008). Salah satu inti dari pernyataannya adalah bahwa pembenahan organisasi (birokrasi) adalah yang hal teramat penting sebagai bagian dari revolusi. Jika kita gagal menjalankan hal tersebut, maka kita sebagai bangsa kan tidak akan puas dan tidak akan mendapatkan dukungan dari seluruh rakyat. Retorika dari Deng Xiaoping tersebut tidak hanya sekadar pidato tanpa makna, namun benarbenar diwujudkan dalam kenyataan. Salah satu bentuk wujud implementasinya adalah tidak sampai setahun dari pernyataannya, pada tahun 1983, jumlah kementerian, departemen, dan lembaga-lembaga pemerintahan lainnya dipangkas dari 100 lembaga menjadi hanya 61 buah. Bahkan sebanyak 30.000 kader partai yang aktif dalam birokrasi dipensiunkan dini. Hal ini untuk mewujudkan reformasi birokrasi yang pada awalnya adalah adanya ketidakjelasan tugas birokrasi, tidak kompeten, tidak cepat tanggap (irresponsible), SDM-nya pemalas (lethargic), kurang berpendidikan, dan terjadinya ketidakefisienan, namun hal tersebut ingin diubah menjadi lebih baik atau dengan kata lain tujuan reformasi birokrasi di Cina adalah mengubah fungsi pemerintah dan membuat struktur administrasi lebih responsif dalam pembangunan ekonomi. Penekanan reformasi birokrasi di Cina adalah pemerintahan yang efisien melalui restrukturisasi serta depolitisasi birokrasi dan karier administrasi dari kepentingan politik (Prasojo, 2008). Dukungan peraturan, ketatnya implementasi aturan, serta kejelasan reward and punishment yang dijalankan secara konsisten adalah salah satu bentuk terwujudnya reformasi birokrasi di Cina. Dampak dari reformasi birokrasi Cina terhadap ekonominya terlihat pada akhir 90-an hingga sekarang dimana saat ini Cina menjadi salah satu macan ekonomi yang disegani didunia. Hal ini juga berarti bahwa reformasi birokrasi yang dijalankan dengan konsisten oleh Cina berbuah manis walaupun tidak dalam waktu singkat, sejak proklamasi reformasi birokrasi 1982 dikumandangkan. 3. Korea Selatan Korea Selatan sebagai salah satu macan Asia juga tidak secara instan mendapatkan hasil gemilang dalam perekonomiannya. Salah satu unsur utama dalam mendukung hal tersebut adalah reformasi administrasi yang dilakukan sejak 1980 sampai sekarang. Di mulai sejak Presiden Chun Doo Wan hingga Presiden Roh Myu Hun, reformasi administrasi menjadi hal utama yang dijalankan pemerintah Korea Selatan. Beberapa pilar reformasi administrasi yang mulai dicanangkan oleh Presiden Chun Doo Wan antara lain : Civil Servant Ethics Act, Social

Purification Movement, Civil Servant Consciousness Reform Movement, Retired Civil Servant Property Registration, dan Civil Servant Gift Control. Inti dari kesemua pilar (aturan) tersebut berfokus pada perbaikan dan pembenahan birokrasi (civil servant) untuk mendukung pelaksanaan pembangunan negara. Pengembangan pilar reformasi administrasi tersebut dilakukan oleh presiden berikutnya yaitu Rho Tae Woo dengan melakukan deregulasi dan simplifiklasi, restrukturisasi pemerintah pusat, memperkuat komisi reformasi administrasi, dan keterbukaan informasi publik. Lalu pada masa Presiden Kim Young Sam dilanjutkan dengan pembentukan Presidential Administrative Renovation Commission dan melaksanakan reformasi terhadap prosedur administrasi pemerintahan dengan tujuan menciptakan pemerintahan yang bersih, ramping, kuat, demokratis, efisien, dan dekat dengan masyarakat yang dilayaninya. Reformasi administrasi tersebut terus diperkuat pada masa Presiden Kim Dae Jung (1998-2003) dengan melaksanakan restrukturisasi pemerintah pusat dengan memangkas 16 kantor, 74 biro, 136 departemen, 146 komisi pemerintah termasuk didalamnya dengan memangkas sebanyak 16% pegawai negeri sampai dengan tahun 2001. Secara konsisten pula, Korea Selatan dibawah Presiden selanjutnya yaitu Rho Myu Hyun melanjutkan reformasi tersebut dengan memfokuskan pada Participatory Government dengan membentuk Reform the Presidential Committee on Government Innovation and Decentralization. Hal lain yang dilakukan adalah meningkatkan otonomi pemerintahan daerah dan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik (e-government). C. Kunci-Kunci Utama Reformasi Birokrasi Berdasarkan pengalaman dari 3 negara diatas yaitu Cina, Jepang, dan Korea Selatan, menunjukan bahwa ketiga negara tersebut telah mengalami transformasi menuju negara yang lebih maju (negara industri) dan hal tersebut dipengaruhi oleh komitmen dan kompetensi untuk melakukan reformasi administrasi (birokrasi termasuk didalamnya). Bahkan bisa dikatakan bahwa reformasi administrasi menjadi salah satu prasyarat dalam keberhasilan transformasi tersebut (Prasojo, 2008). Beberapa hal yang menjadi catatan adalah bahwa ada beberapa kunci utama yang bisa mendorong terciptanya kemajuan bangsa melalui reformasi administrasi (birokrasi) yang telah dilakukan beberapa negara contoh diatas, antara lain : 1. Komitmen politik yang kuat (bahkan harus sangat kuat) Komitmen politik ini harus sangat kuat karena akan ditemuinya berbagai resistensi tidak hanya dari lawan politik tapi juga dari kawan politik. Contoh hal ini adalah pengorbanan Deng Xiaoping untuk mempensiunkan 30.000 kader partai di jajaran birokrasi. 2. Reformasi ataupun pembentukan lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan besar dalam menentukan agenda setting reformasi, melaksanakannya, dan mengawasi jalannya perubahan. Beberapa contoh lembaga yang dibentuk di negara lain antarai lain Administrative Reform Commission, Presidential Administrative Renovation Commission, dan The Presidential Committee on Government and Decentralization.

3. Kompetensi Sumberdaya Manusia Salah satu yang krusial dalam pelaksanaan reformasi administrasi/birokrasi adalah permasalahan SDM yang benar kompeten, konsisten, dan teruji integritasnya dalam menjalankan perubahan. 4. Pengawalan dalam implementasi reformasi Point keempat ini sebenarnya bagian dari komitmen politik yang harus sangat kuat. Hal ini berhubungan dengan konsistensi dalam pelaksanaan reformasi administrasi yang dijalankan oleh pemimpin dan unsur-unsurnya, termasuk didalamnya adalah masyarakat. Tanpa kekonsistenan atas agenda bersama, mustahil hasil yang diharapkan akan tercapai. Kunci-kunci utama pelaksanaan reformasi diatas, sebagai bagian dari best practices (pengalaman) negara lain dalam mewujudkan reformasi administrasi/birokrasi, dapat dijadikan pegangan, pedoman, ataupun pelajaran untuk mengimplementasikannya di Indonesia. Mudahmudahan Indonesia-pun dapat segera mengikuti mereka menjadi salah satu negara yang disegani dikemudian hari. Namun tidak hanya best practices dari luar saja yang bisa kita ambil pelajarannya, dari dalam negeri pun saat ini sudah ada yang melaksanakan reformasi tersebut, seperti beberapa pemerintah daerah di Indonesia saat ini setelah bergulirnya otonomi daerah. D. Penutup Mengutip pernyataan dari Eko Prasojo, seorang Guru Besar FISIP Universitas Indonesia, reformasi administrasi/birokrasi di Indonesia dapat dimulai dengan merestrukturisasi lembaga yang ada dan merevitalisasi pegawai negeri, mendekooptasi birokrasi dan BUMN dari kepentingan politik, dan memutuskan mata rantai kolusif antara politisi, birokrat, dan pebisnis. Selain itu perlunya penempatan SDM yang handal dan kompeten dalam jabatan-jabatan birokrasi melalui proses yang terbuka dan kompetitif. Inti dari reformasi administrasi/birokrasi bukanlah retorika pemimpin belaka untuk menyenangkan rakyat/pendukungnya saja, namun perlu adanya penerapan kunci-kunci utama reformasi birokrasi dalam implementasinya secara konsisten dan benar. Reformasi tidak akan terwujud dalam waktu singkat, namun tanpa upaya dari sekarang jangan harap kita bisa menjadi negara yang lebih baik dan bermartabat. Hasil yang baik perlu pengorbanan, asal jelas dan makna dari pengorbanan itu untuk masa depan yang lebih baik, mengapa tidak? Mampukah Indonesia mewujudkan itu semua? Semoga. Pustaka : 1. Brodjonegoro, Bambang PS. (2008), Jalan Terjal Reformasi Birokrasi. Seputar Indonesia, 9 Juni 2008. 2. Osborne, David; & Gaebler, Ted. (1992),Reinventing Government : How The Entrepreneurial Spirit is Transforming The Public Sector. Addison-Wesley Publishing. 3. Prasojo, Eko. (2007),Strategi Reformasi Birokrasi.http://news.okezone.com/read/2009. diunduh pada 28 Oktober 2009.

4. Prasojo, Eko. (2008), Reformasi Birokrasi : The Ir-Reformable?. Media Indonesia, 28 Agustus 2008. 5. Mustopadidjaja, Prof. Dr. (2003). Reformasi Birokrasi sebagai Syarat Pemberantasan KKN. Makalah yang disampaikan pada Seminar Pembangunan Nasional VIII dengan tema : Penegakan Hukum dalam Era Pembangunan Berkelanjutan. Denpasar, 14-18 Juli 2003. 6. Hardjapamekas, Erry Riana. (2003).Reformasi Birokrasi sebagai Syarat Penegakan dan Pemberantasan KKN. Makalah yang disampaikan pada Seminar Pembangunan Nasional VIII dengan tema : Penegakan Hukum dalam Era Pembangunan Berkelanjutan. Denpasar, 14-18 Juli 2003.

You might also like