You are on page 1of 12

Komunikasi Lintas Budaya

Latar belakang
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan dimana antara komunikator dan komunikan menggunakan alat dalam penyampaian pesan. Menurut Deddy Mulyana komunikasi adalah proses berbagai makna melalui perilaku verbal dan non verbal.Dalam hal ini alat tersebut biasa disebut dengan perilaku. Perilaku verbal bisa berarti bahasa sedangkan perilaku nonverbal adalah bentuk simbol-simbol yang mengisyaratkan tentang pesan yang ingin disampaikan. Namun permasalahan yang muncul adalah bagaimana apabila antar komunikator dan komunikan berbeda budaya, maka perilaku yang disampaikan akan berbeda arti juga, contoh apabila orang jawa dengan bahasa jawa dengan orang padang dengan bahasa minang, apabila mereka menggunakan bahasa mereka maka akan menimbulkan salah pengertian. Simbol atau lambang adalah sesuatu yang mewakili sesuatu lainnya berdasarkan kesepakatan bersama, misalnya kata atau ucapan kucing mewakili suatu makhluk berbulu dan berkaki empat yang bisa mengeong, tanpa memerlukan kehadiran hewan tersebut. Simbol dapat pula mereperesentasikan suatu konsep atau gagasan yang lebih abstrak, seperti ditunjukkan oleh gambar palu arit yang merepesentasikan komunisme atau kata-kata: kemerdekaan, perdamaian. Kapitalisme, atau komunikasi, yang membutuhkan penjelasan panjang.( Dedd M. 2004) Komunikasi dan budaya adalah dua entitas tak terpisahkan, sebagaimana dikatakan Edward T.Hall Budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya. Menurut Alfred G. Smith, budaya adalah kode yang kita pelajari bersama dan untuk itu dibutuhkan komunikasi. Komunikasi antar budaya adalah seni untuk memahami dan dipahami oleh khalayak yang memiliki kebudayaan lain. (Sitaram, 1970) Komunikasi bersifat budaya apabila terjadi diantara orang-orang yang berbeda kebudayaan. (Rich, 1974) Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat, kebiasaan. (Stewart, 1974) Komunikasi antarbudaya menunjuk pada suatu fenomena komunikasi di mana para pesertanya memiliki latar belakang budaya yang berbeda terlibat dalam suatu kontak
1

Komunikasi Lintas Budaya

antara satu dengan lainnya, baik secara langsung atau tidak langsung. (Young Yung Kim, 1984) Komunikasi antar budaya adalah seni untuk memahami dan dipahami oleh khalayak yang memiliki kebudayaan lain. (Sitaram, 1970). Komunikasi bersifat budaya apabila terjadi diantara orang-orang yang berbeda kebudayaan.(Rich, 1974). Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat, kebiasaan. (Stewart, 1974). Komunikasi nonverbal harus bisa memberikan pengertian bagi komunikator dan komunikan. Komunikator juga harus bisa menggunakan perilaku nonverbal yang dimana komunikan mengerti walaupun antara kedua unsur komunikasi ini berbeda dalam budaya. Karena setiap budaya akan mempunyai simbol ataupun gaya bahasa tersendiri juga. Apabila komunikator dalam memberikan bahasa yang salah maka ini akan menimbulkan konfilk budaya yang diawali dari kesalah pahaman antara komunikator dan komunikan.

Komunikasi Lintas Budaya

ISI A. Komunikasi nonverbal


A.1 Komunikasi nonverbal komunikasi yang menggunakan bahasa isyarat.
Ilustrasi dalam penyampaian pesan seperti komunikasi yang dilakukan manusia denga hewan. Manusia mengisyaratkan sedikit kesamnaan antara sinyal non verbal, melainkan mengisyaratkan sedikit kesamaan antara sinyal nonverbal manusia dengan sinyal nonverbal hewan. Begitu juga dengan komunikasi nonverbal yang dilakukan dengan manusia. Seorang komunikator dalam berkomunikasi lebih banyak menggunakan bahasa tubuhnya ketimbang dengan bahasa verbalnya. Pentingnya pesan nonverbal ini misalanya dilukiskan, Bukan apa yang ia katakan, melainkan bagaimnaa ia mengatakannya. Lewat perliku nonverbalnya, kita dapat mengetahui suasan emosional seseorang, apakah ia sedang bahagia, bingung, atau sedih. Kesan awal kita pada seseorang sering didasarkan perilaku nonverbalnya, yang mendorong kita untuk mengenalnya lebih jauh. Menurut Knapp dan Hall, isyarata nonverbal sebgaimana simbol verbal, jarang punya maknaa denotatif yang tunggal.misalnya melihat mata orang lain dapat berarti afeksi dalam satu situasi dan agresi dalam siautasi lain. Makna isyarat nonverbal akan semakin rumit jika kita mempertimbangkan berbagai budaya. Sebagaimana kata-kata kebanyakan isyarat nonverbal juga tidak universal, melainkan terikat oleh budaya, jadi dipelajari, bukan bawaan. Sedikit saja isyarat nonverbal yang merupakan bawaan. Kita semua lahir dan mengetahui bagaimana tersenyum, namun kebanyakan ahli sepakat bahwa dimana, kapan, dan kepada siapa kita menunjukkan emaosi ini dipelajari, dan karenanya dipengaruhi oleh konteks dan budaya.(Deddy M. 2000) Komunikasi nonverbal sering digunakan umumnya untuk penyampaian pesanpesan yang bersifat tersembunyi. Karena itulah beberapa komunikasi yang terjadi hanya dimengerti antara komunikator dan komunikan. Beberapa diantaranya seperti mengatakan cinta membentuk hati dengan 4 jari. Ini merupakan komunikasi simbolik yang ditujukan kepada seseorang yang dimana komunikator menggungkapkan rasa cinta kepada komunikan dimana komunikan berlainan jenis.

Komunikasi Lintas Budaya

A.2 Jenis-jenis Komunikasi Nonverbal

a.

Komunikasi objek Komunikasi objek yang paling umum adalah penggunaan pakaian. Orang sering dinilai

dari jenis pakaian yang digunakannya, walaupun ini dianggap termasuk salah satu bentuk stereotipe. Misalnya orang sering lebih menyukai orang lain yang cara berpakaiannya menarik. Selain itu, dalam wawancara pekerjaan seseorang yang berpakaian cenderung lebih mudah mendapat pekerjaan daripada yang tidak. Contoh lain dari penggunaan komunikasi objek adalah seragam. Sentuhan Haptik adalah bidang yang mempelajari sentuhan sebagai komunikasi nonverbal. Sentuhan dapat termasuk: bersalaman, menggenggam tangan, berciuman, sentuhan di punggung, mengelus-elus, pukulan, dan lain-lain. Masing-masing bentuk komunikasi ini menyampaikan pesan tentang tujuan atau perasaan dari sang penyentuh. Sentuhan juga dapat menyebabkan suatu perasaan pada sang penerima sentuhan, baik positif ataupun negatif.

b.

Kronemik Kronemik adalah bidang yang mempelajari penggunaan waktu dalam komunikasi

nonverbal. Penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal meliputi durasi yang dianggap cocok bagi suatu aktivitas, banyaknya aktivitas yang dianggap patut dilakukan dalam jangka waktu tertentu, serta ketepatan waktu (punctuality).

c.

Gerakan tubuh Dalam komunikasi nonverbal, kinesik atau gerakan tubuh meliputi kontak mata,

ekspresi wajah, isyarat, dan sikap tubuh. Gerakan tubuh biasanya digunakan untuk menggantikan suatu kata atau frase, misalnya mengangguk untuk mengatakan ya; untuk

Komunikasi Lintas Budaya

mengilustrasikan atau menjelaskan sesuatu; menunjukkan perasaan, misalnya memukul meja untuk menunjukkan kemarahan; untuk mengatur atau menngendalikan jalannya percakapan; atau untuk melepaskan ketegangan.

d.

Vokalik

Vokalik atau paralanguage adalah unsur nonverbal dalam suatu ucapan, yaitu caraberbicara. Ilmu yang mempelajari hal ini disebut paralinguistik. Contohnya adalah nada bicara, nada suara, keras atau lemahnya suara, kecepatan berbicara, kualitas suara, intonasi, dan lain-lain. Selain itu, penggunaan suara-suara pengisi seperti "mm", "e", "o", "um", saat berbicara juga tergolong unsur vokalik, dan dalam komunikasi yang baik halhal seperti ini harus dihindari.

Lingkungan juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu. Diantaranya adalah penggunaan ruang, jarak, temperatur, penerangan, dan warna.

Komunikasi Lintas Budaya

A.3 Variasi budaya dalam komunikasi nonverbal


Budaya asal seseorang amat menentukan bagaimana orang tersebut berkomunikasi secara nonverbal. Perbedaan ini dapat meliputi perbedaan budaya Barat-Timur, budaya konteks tinggi dan konteks rendah, bahasa, dsb. Contohnya, orang dari budaya Oriental cenderung menghindari kontak mata langsung, sedangkan orang Timur Tengah, India dan Amerika Serikat biasanya menganggap kontak mata penting untuk menunjukkan keterpercayaan, dan orang yang menghindari kontak mata dianggap tidak dapat dipercaya. komunikasi non verbal merupakan cara berkomuikasi melalui pernyataan wajah, nada suara, isyarat-isyarat, kontak mata, dan lain-lain (Purwasito, 2003:140). Menyangkut kepada interaksi non verbal, Beamer dan Varnet menyatakan bahwa komunikasi non verbal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah latar belakang budaya, latar belakang sosial ekonomi, pendidikan, gender, usia, kecenderungan pribadi dan indionkrasi. Banyak perilaku non verbal manusia dilaksanakan secara tidak sadar dan spontan. Kesamaan budaya dan perilaku non verbal yaitu keduanya dikerjakan melalui naluri dan dipelajari. Dengan memahami budaya dalam perilau non verbal, manusia dapat memahami pesan dalam proses interaksi dan mengumpulkan petunjuk mengenai tindakan serta nilai yang disadarinya. Komunikasi non verbal terkadang menunjukkan sifat dasar suatu budaya Contoh Kasus : Hubungan Masyarakat Jawa dengan Masyarakat Luar Jawa Salah satu negara yang juga terkenal keramahannya adalah Indonesia, khususnya suku Jawa. Masyarakat Jawa sangat terkenal dengan tutur bahasanya yang lembut dan penuh sopan santun. (Di sini menyamakan semua masyarakat Jawa dan mengesampingkan factor wilayah seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur). Oleh karena itu masyarakat Jawa termasuk dalam the real high context culture. Sedangkan bagi masyarakat luar Jawa, pasti memiliki karakteristik yang berbeda. Di sini membandingkan dengan orang Batak karena saya menilai karakter orang Jawa sangat kontras dengan orang Batak. Namun perlu dicatat, perbedaan komunikasi non verbal tidak menyeluruh begitu saja di antara keduanya. Hal tersebut tidak lepas dari factor adat dan budaya secara khusus dan termasuk orang Indonesia secara umum.

Komunikasi Lintas Budaya

Kontak Mata Bagi orang Jawa, kontak mata secara langsung dianggap hal yang tidak sopan. Terlebih jika hal tersebut dilakukan terhadap orang yang lebih tua. Orang jawa menyebutnya unggah-ungguh atau tata krama. Bagi orang luar jawa sebenarnya kontak mata secara langsung bukan hal yang dipermasalahkan. Namun walaupun begitu bukan berarti orang Batak menganggap kontak mata secara langsung hal yang wajar. Tetap saja kontak mata tetap ada aturannya karena bagi sebagian orang, kontak mata yang terlalu berlebihan dianggap menantang bahkan pelecehan. Sentuhan Masyarakat jawa adalah masyarakat yang sangat menjunjung adat ketimuran. Salah satunya adalah sentuhan. Masyarakat jawa akan sangat menjaga diri mereka dengan lawan jenisnya sebelum mereka menikah. Hal tersebut menyangkut harga diri dan masalah tata krama yang ada. Hal tersebut sama bagi orang Batak. Paralanguage Inilah komunikasi non verbal yang begitu kontras antara orang Jawa dan Batak. Masyarakat Jawa sangat terkenal dengan tutur bahasanya yang lembut dan penuh sopan santun. Intonasi dan suaranya pelan. Lebih banyak basa-basi dan berbelit-belit. Sebaliknya, orang Batak sangat blak-blakkan. Tidak peduli siapa lawan bicara. Intonasi dan suara sangat keras dan cenderung kasar bagi orang Jawa. Diam Bagi orang Jawa, berbicara sebenarnya hanya diperbolehkan seperlunya saja. Jadi ketika orang Jawa diam, hal itu adalah hal yang lumrah. Hal tersebut sesuai dengan adat orang Jawa yang sangat berhati-hati ketika berbicara. Terlebih membicarakan orang lain. Namun bagi orang batak, diam adalah penolakan. Body Movement Setiap budaya memiliki bahasa tubuhnya sendiri. Orang Jawa dan Batak memiliki khas bahasa tubuhnya masing-masing.
7

Komunikasi Lintas Budaya

Kedekatan Ruang dan Waktu Orang Jawa sangat menjaga jarak dengan orang lain. Ada banyak factor mengapa. Salah satunya adalah adanya tingkatan-tingkatan bagi orang Jawa yaitu anak-anak-dewasa orang tua. Sedangkan Orang batak tidak mengenal tingkatan sehingga jarak dan waktu bukanlah penghalang dalam setiap komunikasi. Contoh Si A adalah mahasiswa dari Jawa dan memiliki teman B dari luar Jawa yaitu Batak. Keduanya akan sangat sulit untuk saling menyesuaikan. Si A akan berbicara dengan nada yang pelan atau biasa dan dengan intonasi serta tekanan yang biasa pula. Namun si B berbicara dengan suara yang lantang disertai intonasi tekanan yang keras. Di sini bisa saja Si A salah paham karena menganggap B suka berbicara dengan keras dan punya tata krama. Namun tidak bagi si B. B merasa hal itu wajar-wajar saja. Lainnya, Si A mungkin terbiasa dengan tingkah lakunya sesuai dengan unggahungguh atau tata krama adat Jawa. Selalu menunduk dan tidak melihat wajah lawan bicara, selalu senyum, dan mengucapkan permisi sambil membungkuk ketika lewat di depan seseorang . Namun semua hal tersebut mungkin tidak dilakukan oleh B. Berbicara secara blak-blakkan dan berjalan lalu lalang begitu saja tanpa permisi merupakan hal yang biasa bagi si B. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya konteks tinggi dan budaya konteks rendah mempunyai beberapa perbedaan penting dalam cara penyandian pesannya. Anggota budaya konteks tinggi lebih terampil membaca perilaku nonverbal dan dalam membaca lingkungan, dan mereka menganggap bahwa orang lain juga akan mampu melakukan hal yang sama. Jadi mereka berbicara lebih sedikit daripada anggota-anggota budaya konteks rendah. Umumnya komunikasi mereka cenderung tidak langsung dan tidak ekplisit. Budaya konteks rendah, sebaliknya menekankan komunikasi langsung dan ekplisit, yakni pesan- pesan verbal sangat penting, dan informasi yang akan dikomunikasikan disandi dalam pesan verbal. (referensi didapat dari CaturAriadie.com)

Komunikasi Lintas Budaya

B. Bahasa Tubuh Budaya


Bahasa tubuh adalah salah satu aspek komunikasi nonverbal disamping aspekaspek komunikasi nonverbal lainnya yang berkenaan dengan benda, seni, ruang dan waktu. Komunikasi nonverbal sama pentingnya denga komunikasi verbal meskipun terkadang diabaikan. Kita sering tidak sadar bahwa rasa suka atau benci kita terhadap orang sering disebabkan perilaku nonverbal, senyuman, pandangan mata, atau sentuhan seseorang sering merupakan perilaku nonverbal paling berpengaruh. Umumnya orang jerman dalam berjabat tangan baik pria maupun wanita, tidak memegang atau menyentuh sesama jenis, keculai bila mereka mau dianggap gay atau lesbian. Ini tentu kontras dengan umumnya bangsa kita dan banyak bangsa Asia lainnya yang merasa nyaman saja ketika merangkul atau dirangkul teman sejenis. Tidak jarang pemuda indonesia menggandeng bahu pemuda lainnya ketika mereka berjalan kaki menyurusi trotoar aatu dolan ke mal, tanpa khawatir dianggap

homoseksual. Dijerman pria berinteraksi dengan jarak lebih jauh dan kurang menyentuh daripada di Italia juga di Perancis.(Bussines communications, edisi ke 10, 1993). Ini berarti orang jeman lebih banyak menggunakan ruang daripada kedua bangasa tadi, seperti di negara kita, acungan jempol di jerman berarti bagus, tetapi Jerman acungan jempol juga dapat berarti satu.terkadang isyarat yang sama dengan isyarat Oke Amerika, yakni dengan mempertemukan ujung jempol dan telunjuk ( membentuk lingkaran) dengan membiarkan ketiga jari berdiri. Dijawa barat, menyentukan telunjuk kanan di kening dengan posisi miring untuk menunjukkan bahwa seseorang itu sinting.orang-orang Italia dan Amerika Lating cenderung menggunakan banyak isyarat tangan ketika mereka berbicara yang dianggap kebanyakan orang Asia mengganggu. Orang Italia cenderung memberi isyarat dengan seluruh lengannya dari bahu ke bawah, orang yahudi hanya menggunakan setengah lengannya yang bagian bawah, dan orang Anglo-Amerikan menggunakan terutama tangan dan pergelangan tangannya. Namun orang yang lahir di Amerika cenderung mengikuti aturan bagi roang Anglo-Amerika.

C. Interaksi Simbolik
Didalam proses manusia berkomunikasi, simbol merupakan ekspresi yang mewakili suatu hal yang lain. Salah satu dari karakteristik simbol adalah bahwa simbol tidak
9

Komunikasi Lintas Budaya

memiliki hubungan langsung dengan yang diwakilinya. Simbol dapat berbentuk suara, tanda pada kertas, gerakan dan lain sebagainya. Manusia menggunakan simbol tidak hanya sebagai alat untuk berinteraksi, namun simbol digunakan dalam menyampaikan suatu budaya dari generasi ke generasi. Menurut Gudykunst dan Kim, hal yang penting yang harus diingat yaitu simbol dijadikan ketika orang sepakat untuk menjadikannya suatu simbol (Samovar, dkk: 2010:18-20). Partisipan komunikasi menyampaikan pesan dengan menggunakan simbol-simbol dan lambang-lambang yang dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama. Pesan diartikan sebagai isi, pikiran, idea tau gagasan yang dikirim kepada penerima dengan tujuan mempengaruhi pikiran dan gagasan orang lain. Komunikasi juga merupakan suatu sistem simbolik, karena disepakati bersama sebagai wahana pertukaran pesan. Bahasa merupakan alat utama berkomunikasi dalam mengungkapkan pikiran, idea tau gagasan, pengalamanpengalaman, tujuan agar komunikasi berjalan secara alami. De Saussure menyatakan bahasa sebagai simbol-simbol komunikasi dengan sebuah tanda. Tanda merupakan representasi abstrak yang berubah-ubah, bersifat bebas dan didefinisikan sebagai sesuatu yang ambigu dan memiliki makna sesuai latar budaya. Bahasa tidak saja berinteraksi antarsesama sebagai alat komunikasi, tetapi digunakan juga sebagai alat untuk menggalang kekuasaan, ideologi, hegemoni dan imperialisme (Purwasito, 2003:206-208). Kebudayaan adalah suatu sistem simbolik yang mempunyai makna. Para sosiolog seperti Mead, Cooley, Thomas member premis sebagai landasan teori sebagai berikut: Manusia melakukan berbagai hal atas dasar makna yang diberikan oleh berbagai hal kepada mereka. Dengan premis ini orang-orang yang berinteraksi selalu didasarkan atas dasar makna yang terkandung dalam berbagai hal itu. Premis kedua, mengutip Blumer (1969), adalah interaksionisme simbolik yang mengatakan bahwa makna berbagai hal itu berasal dari, atau muncul dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain. Dengan kata lain, kebudayaan merupakan sistem makna yang dimiliki bersama, dipelajari, diperbaiki, dipertahankan dan didefinisikan dalam konteks orang yang berkomunikasi. Premis ketiga, dari interaksionisme simbolik tersebut makna digunakan dan dimodifikasi melalui proses penafsiran yang dirangsang oleh persoalan yang dihadapi (Purwasito, 2003:208,210).

10

Komunikasi Lintas Budaya

Kesimpulan
Simbolisasi setiap budaya akan sebuah hal akan berbeda degan budaya lain yang dimana pengertian dan gaya simbolnya juga berbeda dalam menafsirkan sebuah kata maupun pengertian. Perbedaan budaya bukan berarti kita tidak bisa melakukan pertukaran simbol tapi kita melakukan hal tersebut dengan artian dalam memberikan komunikasi nonverbal dengan komunikan yang berbeda dengan budaya dengan kita ada baiknya kita juga harus memahami juga bagaimana budaya komunikan dalam memahami sebuah

simbol yang kita sampaikan dalam komunikasi nonverbal yang dilakukan. Seperti yang telah dijelaskan oleh Thomas landasan teori Manusia melakukan berbagai hal atas dasar makna yang diberikan. Setiap budaya telah menanamkan banyak makna tentang sesuatu hal yang berfungsi dalam hal komunikasi. Dan pengertian tentang makna masih bisa dikatakan dalam satu budaya karena itu bisa minim miss komunikasi. Namun untuk orang yang berbudaya berbeda ini bisa memberikan artinya berbeda. Perlu diketahui juga bahwasanya peradaban membentuk simbol sendiri secara global dan setiap periodiknya simbol-simbol yang tercipta akan bergeser karena melihat peradaban manusia juga terus berkembang dan simbol-simbol yang tercipta seiring berkembangnya zaman ini.

11

Komunikasi Lintas Budaya

Daftar Pustaka
Mulyana, Deddy.2005.KOMUNIKASI EFEKTIF (Suatu Pendekatan Lintasbudaya). PT. REMAJA ROSDAKARYA: Bandung Mulyana, Deddy.2007.ILMU KOMUNIKASI (Suatu Pengantar).PT. REMAJA ROSDAKARYA: Bandung Verderber, Rudolph F.; Kathleen S. Verderber (2005). "Chapter 4: Communicating through Nonverbal Behaviour", Communicate!, edisi ke-11, Wadsworth. ISBN 0-53473936-4. Liliweri, Alo.2003 Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta; Pustaka Pelajar ___________.2003. Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. PT. LKIS Pelangi Aksara Purwasito, Andik.2003. Muhammadiyah Press Komunikasi Multikultural. Surakarta. Universitas

12

You might also like