You are on page 1of 7

Perkalian dengan Tulang Napier

Oleh: Elang Krisnadi Staf Akademik FKIP-UT

Salah satu tujuan diberikannya matematika di jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah untuk mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola berpikir matematika dalam kehidupan sehari-hari . . . (Depdikbud, 1994). Selain itu, diharapkan pula agar siswa dapat menggunakan matematika sebagai cara untuk bernalar (berpikir logis, kritis, sistematis, dan objektif). Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) mata pelajaran matematika menyebutkan perlunya setiap siswa memiliki penguasaan matematika pada tingkat tertentu yang merupakan penguasaan kecakapan matematika untuk dapat memahami dunia dan berhasil dalam kariernya. Namun demikian, sampai saat ini pelajaran matematika masih berpredikat sebagai salah satu mata pelajaran yang paling tidak disukai oleh siswa. Rasa takut terhadap pelajaran ini seringkali menghinggapi perasaan para siswa dihampir setiap jenjang pendidikan, mulai dari SD sampai dengan SMA dan bahkan hingga perguruan tinggi. Di sisi lain, matematika yang disajikan secara hirarki tentu menuntut siswa yang mempelajari matematika untuk selalu mampu memahami dengan apa yang dipelajarinya serta dapat pula mengkaitkannya dengan materi yang dipelajari sebelumnya. Hal ini menjadi suatu masalah bagi sebagian besar siswa yang tidak siap dengan keadaan tersebut. Kondisi siswa yang demikian tentu akan mengalami kesulitan saat mempelajari materi lanjutannya. Dalam situasi yang seperti itu, tentu diperlukan kecerdasan seorang guru saat menyajikan materi tersebut di kelas. Sudah menjadi kewajiban bagi guru sebagai pengelola pembelajaran di kelas adalah menciptakan situasi dan kondisi pembelajaran yang menyenangkan, serta dapat menumbuhkan minat dan motivasi siswa terhadap pelajaran matematika. Guru dalam hal ini dituntut untuk menjadi seorang yang kreatif dan inovatif dalam mewujudkan situasi belajar yang seperti itu. Salah satu yang dapat diupayakan oleh guru agar mampu menumbuhkan minat dan motivasi siswa terhadap pelajaran matematika adalah menghadirkan alat bantu pembelajaran (media) yang bersifat manipulatif.

Secara ilmu, matematika memang dikenal sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi guru matematika yang tentu tidak mudah untuk dapat menjelaskan sifat abstrak matematika bagi siswa SD yang relatif belum mampu berpikir abstrak. Mengingat pula bahwa siswa di SD sebagian besar masih suka bermain, maka guru seyogyanya mengadaptasikan diri pada dunia bermain anak untuk dapat menemukan formulasi pembelajaran dengan tingkat pencapaian yang optimal. Terilhami oleh suatu ungkapan bijak yang menyatakan bahwa saya mendengar saya lupa, saya melihat lalu saya ingat, saya berbuat lalu saya mengerti, penulis berasumsi bahwa menggunakan alat bantu pembelajaran yang bersifat manipulatif dapat menjadikan siswa untuk mampu melihat dan berbuat tidak hanya sekedar mendengar. Dalam paparan tulisan ini, penulis ingin memperkenalkan kembali kepada sebuah alat bantu pembelajaran untuk melakukan perkalian yang berupa alat peraga Tulang Napier. Dengan alat tersebut, anak dapat bermain dengan angka-angka yang dipergunakan untuk mencari hasil kali bilangan-bilangan besar dengan hasil yang akurat. Mengapa wacana tersebut dikemukakan, karena masih dijumpai banyak siswa yang ternyata mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal perkalian seperti 357 x 628 dengan cara disusun ke bawah dan dalam pengerjaan model perkalian seperti itu digunakan istilah simpan dan hasil kali berikutnya tambah simpanannya. Dengan alat bantu pembelajaran berupa Tulang Napier tersebut, penulis mengharapkan tumbuhnya minat belajar siswa terhadap pelajaran matematika serta dapat menghilangkan asumsi siswa yang selama ini memberi kesan negatif terhadap pelajaran matematika. Operasi Perkalian Arti perkalian pada suatu bilangan dari berbagai referensi didefinisikan sebagai a x b = b + b + . . . . + b + b, dengan b sebanyak a kali. Ini artinya jika ada perkalian 3 x 4, maka akan sama artinya dengan 4 + 4 + 4 + 4 (3 x 4 = 4 + 4 + 4). Terhadap konsep ini, sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan dalam memahaminya. Masih banyak yang siswa yang menafsirkan konsep a x b sebagai a + a + a + . . . + a, dengan a sebanyak b kali. Hal ini mungkin disebabkan oleh pengaruh bahasa jawa yang memberikan makna berbeda terhadap konsep tersebut. Misal, untuk perkalian 3 x 4 orang jawa memaknainya sebagai telu ping papat. Ini artinya orag jawa

menafsirkan 3 x 4 sebagai 3 + 3 + 3 + 3 = 12. Tentu kondisi yang demikian akan memberikan dampak terhadap kakacauan pola pikir siswa dalam memahami konsep tersebut. Perkalian merupakan salah satu konsep dalam matematika yang mulai dikenalkan kepada siswa di sekolah dasar kelas 3 dengan teknik penyampaian yang masih sangat rendah. Teknik berhitung perkalian yang masih sering diajarkan di sekolah adalah dengan cara menghafal tabel perkalian bilangan 1 sampai 10. Sementara itu, untuk bilangan yang besarnya di atas 10 guru masih mengandalkan teknik perkalian bersusun. Terhadap konsep ini, ternyata masih banyak dijumpai siswa di sekolah dasar mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal perkalian dengan cepat. Menurut pengamatan, siswa masih mengalami kebingungan terhadap digit yang akan dikalikan. Mana hasil yang akan disimpan dan mana hasil yang akan dituliskan, bilangan yang diuraikanpun terlihat menumpuk. Dengan teknik tersebut, tentu akan membuat mata yang melihatnya mengalami kebosanan. Apakah kondisi ini akan dibiarkan terus-menerus sebagaimana apa adanya? Dalam menghadapi berbagai permasalahan pendidikan matematika di sekolah, hal pertama yang harus dilakukan adalah menumbuhkan kembali minat siswa terhadap pelajaran matematika. Sebab, tanpa adanya minat, siswa akan sulit untuk belajar dengan baik. Untuk menumbuhkan kembali minat siswa ini, tentu terkait dengan berbagai aspek yang mempengaruhi proses pembelajaran matematika di sekolah. Aspek-aspek yang dimaksud meliputi: pendekatan dan metodologi pembelajaran yang digunakan guru. Selain itu, untuk menumbuhkan minat ini dalam penyajiannya harus diupayakan dengan cara yang lebih menarik bagi siswa. Dalam pembelajaran matematika, sebenarnya memiliki banyak sisi yang menarik. Namun, hal itu seringkali diabaikan, sehingga matematika dikenal siswa hanya sebagai kumpulan rumus dan simbolsimbol belaka. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menarik minat dan menghilangkan kejenuhan siswa di kelas adalah dengan menggunakan alat permainan matematika. Dalam matematika, cukup banyak topik yang dapat disajikan dengan menggunakan alat permainan matematika. Salah satu topik tersebut adalah tentang perkalian dengan alat permainannya berupa tulang napier. Nama alat peraga tulang napier diambil dari nama orang yang menemukan alat tersebut, yaitu yang bernama John Napier yang lahir di Kastil Merchiston tahun 1550. John Napier adalah seorang matematikawan abad ke 16 yang mengembangkan logaritma dengan tulang atau keping.
3

Dalam bukunya yang berjudul Rabdologiae, Napier menerangkan berhitung dengan memindahkan keping-keping perhitungan pada papan catur dan untuk selanjutnya, kepingkeping tersebut dinamakan keping atau tulang napier, dan belakangan alat tersebut lebih dikenal dengan nama Tulang Napier. Selanjutnya, alat peraga tulang napier ini digunakan sebagai alat pembantu dalam menyelesaikan permasalahan berkaitan dengan operasi perkalian khususnya untuk perkalian dengan bilangan yang besar. Berikut adalah contoh alat peraga tulang napier yang dimaksud dalam tulisan ini.

Tulang Napier ini terkait dengan bilangan basis sepuluh atau sistem desimal yang terdiri dari 10 tulang atau keping atau kartu yang jika kita cermati susunan bilangan-bilangan yang ada pada masing-masing tulang tersebut, maka sebenarnya dalam alat peraga tulang napier berisi daftar perkalian untuk suatu sistem bilangan basis dalam basis 10.

Prinsip dan Cara Menggunakan Alat Peraga Tulang Napier Prinsip dasar yang harus pahami pada penggunaan alat peraga tulang napier adalah terkait dengan penempatan bilangan-bilangan yang akan dikalikan dan bilangan pengalinya. Untuk menentukan bilangan yang akan dikalikan kita harus menunjuk pada bilangan-bilangan yang berfungsi sebagai penunjuk kartu (bilangan petunjuk), sedangkan bilangan pengalinya ditunjukkan oleh bilangan-bilangan yang ada pada baris atau indeks. Dalam alat peraga tulang napier, bilangan yang akan dikalikan letaknya paling atas dan di tata secara horizontal. Sementara itu, bilangan pengali letaknya pada kolom yang paling kiri dan tersusun secara vertikal. Ketika kedua hal tersebut telah ditentukan, maka prinsip selanjutnya adalah menentukan keping-keping yang menjadi cikal bakal hasil perkaliannya dan keping-keping ini harus dikeluarkan dari papan alat peraga dan diletakkan berimpitan pada salah satu sisinya. Dari
4

kondisi yang terakhir ini, kita harus menjumlahkan angka-angka yang terdapat pada kepingkeping secara diagonal dari kanan atas ke kiri bawah atau dari kiri bawah ke kanan atas. Hasil penjumlahan inilah yang dikatakan sebagai hasil perkalian bilangan-bilangan yang dimaksud. Agar lebih jelas, simak ilustrasinya di halaman berikut. Misalkan akan diperagakan bagaimana menentukan hasil kali 6 x 54.

Untuk menentukan hasil kali 6 x 54 tersebut, mula-mula pandang seluruh kartu dalam tulang napier basis 10, lalu susun keping napier dengan bilangan petunjuk 5 dan 4 seperti peragaan di sebelahnya. Setelah tersusun seperti itu, sekarang perhatikan pada indeks untuk baris ke 6 lalu lepaskanlah keping-keping yang terletak pada baris ke 6 tersebut untuk disusun tersendiri seperti gambar di sebelahnya lagi. Setelah keping-keping terpisah dan tersusun seperti itu, lalu jumlahkan angka-angka yang ada pada keping tersebut secara diagonal dan didapatlah hasil kalinya, yaitu 324. Jadi 6 x 54 = 324. Selanjutnya, akan diperagakan contoh perkalian untuk bilangan besar. Misalnya, akan diperagakan bagaimana menentukan hasil kali dari 582 x 726.

Untuk menentukan hasil kali 582 x 726, mula-mula pandang seluruh kartu dalam tulang napier basis 10, lalu susun keping napier dengan bilangan petunjuk 7, 2 dan 6 seperti peragaan di sebelahnya. Setelah tersusun seperti itu, sekarang perhatikan pada indeks untuk baris ke 5, 8 dan 2 lalu lepaskanlah keping-keping yang terletak pada baris ke 5, 8 dan 2 tersebut untuk disusun tersendiri seperti gambar di sebelahnya lagi. Setelah keping-keping terpisah dan tersusun seperti itu, lalu jumlahkan angka-angka yang ada pada keping tersebut secara diagonal dan didapatlah hasil kalinya, yaitu 422532. Jadi 582 x 726 = 422532. Saat menjumlahkan 8 + 1 + 4 mula-mula terlihat hasilnya 13, lalu angka 1 nya dipindahkan di sebelah angka 0 (lihat tanda panah merah). Setelah itu, baru menjumlahkan proses untuk menentukan bilangan ratusannya. Ketika menjumlahkan 1 + 0 + 4 + 6 + 0 + 4 mula-mula terlihat hasilnya 15, lalu angka 1 nya dipindahkan di atas angka 3 (lihat tanda panah merah). Setelah itu, baru menjumlahkan proses untuk menentukan bilangan ribuannya. Ketika menjumlahkan 1 + 3 + 0 + 1 + 6 + 1 mula-mula terlihat hasilnya 12, lalu angka 1 nya dipindahkan di atas angka 1 (lihat tanda panah merah). Setelah itu, baru menjumlahkan proses untuk menentukan bilangan puluhribuannya, dan ketika menjumlahkan 1 + 1 + 5 + 5 mula-mula terlihat hasilnya 12, lalu angka 1 nya dipindahkan di atas angka 3 yang kedua (lihat tanda panah merah). Setelah itu, baru menjumlahkan proses untuk menentukan bilangan ratusribuannya. Sementara itu, tanda panah biru menunjukkan lepasnya keping-keping napier dari kartu 5, 8, dan 2 sesuai penempatannya. Demikianlah cara menggunakan alat peraga Tulang Napier. Selanjutnya, silakan Anda mencoba untuk menentukan bilangan-bilangan yang lain. Untuk memudahkan proses penentuan hasil perkalian, sebaiknya alat peraga tersebut dibuat terlebih dahulu dari karton yang cukup tebal. Sekedar informasi bahwa dibandingkan dengan cara biasa, tentu penggunaan alat peraga ini dalam pembelajaran matematika terasa lebih menyenangkan bagi siswa yang mempelajari pelajaran matematika. Dengan alat peraga Tulang Napier ini, siswa dapat bermain-main dengan
6

kartu-kartu yang dirancang oleh guru untuk menanamkan konsep perkalian dan dapat menentukan hasil perkalian suatu bilangan dengan hasil yang lebih akurat dan diharapkan dapat meningkatkan minat belajar siswa terhadap matematika serta dapat pula menghilangkan asumsi anak yang selama ini mengatakan bahwa pelajaran matematika menakutkan dan membosankan.

You might also like