You are on page 1of 12

Efektivitas Pembelajaran Dengan Media Panggung..

(Meuthia Ulfah)

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN MEDIA PANGGUNG BONEKA DAN KOMIK TRANSPARANSI DALAM MEMBENTUK SIKAP MORAL SISWA SEKOLAH DASAR
Meuthia Ulfah* Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah mengkaji efektivitas panggung boneka sebagai media visual dan komik transparansi sebagai media grafis terhadap pembentukan sikap moral siswa sekolah dasar. Rancangan penelitian yang digunakan Randomized Control Group Pre-test Post-test-Design dengan sampel sejumlah 143 siswa yang diambil secara Stratified Random Sampling dari tiga Sekolah Dasar Negeri. Hasil Analisis Variansi Satu Jalur Mixed Satu Faktor (A Mx B), ditemukan yang sangat signifikan pada pembelajaran dengan media panggung boneka lebih efektif membentuk sikap moral siswa, p = 0,01. Abstract: The purpose of this research is examining the effectiveness of puppet show as a visual media and transparency comic as a graphic media that can be used to form moral attitudes of the primary school students. Research design used is Randomized Control Group Pre Test Posttest Design with 143 students from three State primary schools who were selected through stratified random sampling. The One Way Mixed One Factor Analysis of Variance (Anava A MxB) indicates an extremely significant result on learning through puppet shows, which means that this method of learning is significantly more effective in forming the students moral attitude,p = 0.01. Kata Kunci : media panggung boneka, komik transparansi, sikap moral.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa pendidikan dalam pembangunan nasional berupa mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, artinya manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan pendidikan nasional, apabila ditinjau dari taksonomi tujuan pendidikan lebih memfokuskan pada ranah afektif atau sikap. Ranah afektif terlihat pada kalimat Beriman dan bertaqwa, berbudi pekerti luhur, kepribadian yang mantap dan rasa tanggung jawab. Ranah

Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) FIP UNESA

11

Jurnal Pendidikan Dasar, Vol 5, No.1, 2004, 11-21 kognitif pada kalimat pengetahuan dan ranah psikomotor pada kalimat keterampilan dan kesehatan jasmani (Mardapi, Kompas, 2 Mei 2000). Kenyataan kehidupan siswa di masyarakat banyak kejadian yang menggambarkan lunturnya budi pekerti seperti perampasan, penganiayaan dan pertengkaran antar pelajar. Telah banyak upaya dilakukan oleh berbagai pihak untuk mencoba menanggulangi hal tersebut, misalnya rapat orangtua siswa, seminar dan buku petunjuk cara mendidik anak yang baik, tetapi hasilnya belum maksimal. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan yang dilaksanakan pada 1990 (dalam Flurentin, 1995) menjelaskan penyebab terjadinya penyimpangan perilaku siswa dapat dilihat dari empat faktor, yaitu orang tua kurang pengawasan dan ketegasan terhadap sikap siswa, norma masyarakat makin melemah, sekolah kurang disiplin dan lemah dalam mengantisipasi dan siswa merasa kurang dilibatkan dalam pembuatan kegiatan sekolah. Sekolah, sebagai lembaga formal terutama Sekolah Dasar berkewajiban untuk memberi dasar yang kuat pada pembentukan sikap siswa. Upaya pembentukan sikap tersebut melalui pendidikan moral. Pengertian pendidikan moral adalah kesadaran untuk membantu siswa melalui ilmu pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai yang memberikan kontribusi pada kepuasan individu dan kehidupan sosial. Hurlock (1993) menjelaskan pendidikan moral mengandung empat pokok yang dipelajari siswa yaitu : (1) Peraturan dan Hukum, setiap kelompok sosial ada perilaku tertentu dianggap benar dan tidak benar yang disebut peraturan. Perilaku benar apabila perilaku tersebut sesuai dan tidak benar apabila tidak sesuai dengan aturan kelompok. Pembuat peraturan meletakkan pola perilaku moral bagi anggota kelompok sosial dan bagi mereka yang melanggar mendapat sangsi atau hukuman; (2) Mengembangkan hati nurani, sebagai kendali internal perilaku seseorang; (3) Mengembangkan rasa bersalah, siswa mengembangkan hati nurani, sebagai pedoman perilaku. Bila perilaku siswa tidak memenuhi standar yang ditetapkan hati nurani, siswa akan merasa bersalah. Rasa bersalah ialah evaluasi diri khusus yang negatif yang terjadi bila seseorang mengakui bahwa perilakunya berbeda dengan nilai moral yang dirasakan wajib untuk dipenuhi; (4) Berinteraksi sosial, pendidikan moral keempat ialah siswa berinteraksi sosial dengan lingkungannya. Lingkungan sekolah adalah lingkungan lembaga pendidikan formal pertama yang dimasuki siswa. Siswa diwajibkan bertingkah laku sesuai dengan standar norma yang sudah ditetapkan. Ahli psikologi yang meneliti tentang perkembangan moral ialah Piaget dan Kohlberg. Piaget dan Kohlberg mengajukan konsep teori perkembangan moral yang berhubungan dengan perkembangan kognitif anak, sehingga teori moral Piaget dan Kohlberg termasuk teori sosio kognitif (Setiono, 1993). Piaget mengemukakan dua tahap perkembangan moral sesuai dengan tingkat usianya : (1) perkembangan moral heteronom. Anak yang berada dalam perkembangan heteronom dalam usia 4 tahun sampai 9 tahun. Tingkah laku baik atau buruk dipandang dari akibat yang ditimbulkan oleh tingkah laku tersebut. Kesalahan dalam bertingkah laku dilihat dari hasil bertingkah laku, bukan dari tujuannya. Anak-anak melihat bahwa peraturan mutlak ada sehingga saat Piaget mengajukan aturan baru permainan kelereng, dengan spontan mereka menolaknya. Mereka percaya apabila melanggar aturan yang ada, mereka akan mendapat hukuman, maka mereka berusaha menghindari hukuman (Robert, 1975; Durkin, 1995). Tahap moral heteronom apabila dihubungkan dengan perkembangan kognitif, tahap ini berada pada periode berpikir operasional konkrit. Pola pikir mereka mampu menyelesaikan masalah dengan menghubungkan kenyataan kehidupan sehari-hari; (2) perkembangan moral otonom merupakan kelanjutan dari perkembangan moral heteronom. Perkembangan usia dan perkembangan kognitif mengakibatkan perubahan sikap moral. Mereka percaya bahwa peraturan ada bertujuan untuk memelihara kepentingan bersama. Peraturan dibuat dan disepakati sesuai dengan kondisi yang ada. Apabila peraturan tersebut sudah tidak sesuai dengan kepentingan bersama maka perlu adanya perubahan. Hukuman sebagai konsekuensi dari pelanggaran aturan, akan diberikan sesuai dengan tujuan perilakunya. Contoh: anak memecahkan

12

Efektivitas Pembelajaran Dengan Media Panggung..(Meuthia Ulfah) 12 gelas secara tidak sengaja merupakan tingkah laku yang baik daripada memecahkan 1 gelas dengan maksud akan mencuri kue. Hasil penelitian Piaget mengilhami tokoh psikologi lain yaitu Kohlberg. Kohlberg mengajukan tiga tingkatan perkembangan moral dan setiap tingkatan terdiri atas dua tahap (Crain, 1992). Tingkat pre-conventional. Perilaku anak patuh pada kendali eksternal. Tahap 1 : Anak patuh untuk menghindari hukuman Tahap 2 : Anak bersikap konformitas untuk memperoleh hadiah dan dipandang anak manis. Tingkat conventional. Anak berorientasi pada loyalitas dan identifikasi pada kelompok. Tahap 3 : Anak bersikap konformitas untuk menghindari celaan dan untuk disenangi orang lain. Tahap 4 : Anak bersikap konformitas untuk menghindari hukuman yang diberikan bagi beberapa tingkah laku tertentu dalam kehidupan bersama. Tingkat post-conventional. Penilaian moral sudah didasarkan pada kontrol internal. Tahap 5 : Konformitas dilakukan karena menginginkan kehidupan bersama yang teratur. Tahap 6 : Melakukan konformitas tidak karena perintah atau norma dari luar, melainkan karena keyakinan sendiri ingin melakukannya. Teori perkembangan Piaget dan Kolberg terdapat kesamaan, pertama perubahan tahap didasarkan perubahan usia dan kognitif, kedua, tahapan tersebut berlaku secara universal; ketiga, perkembangan moral akan terpacu apabila ada interaksi sosial; keempat, tahap perkembangan moral mencerminkan cara seseorang mengorganisasikan pikirannya. Siswa Sekolah Dasar terutama siswa kelas 3 berada pada usia 9/10 tahun, menurut Robert (1975) menjelaskan bahwa anak pada usia 8 sampai 10 tahun berada pada tahap transisi antara tahap heteronom ke tahap otonom, sedangkan Santrock (1999) mengatakan anak pada usia 7 hingga 10 tahun ada dalam masa transisi antara dua tahapan. Berdasarkan uraian diatas bahwa usia 9 sampai 10 tahun siswa yang duduk di kelas 3 Sekolah Dasar berada pada tahap transisi atau masa peralihan untuk mencari jati diri antara aturan yang berasal dari luar (eksternal) menjadi aturan yang berasal dari dalam diri anak (internal), yaitu perilaku yang positif atau perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku dan yang berasal dari kesadaran dari dalam diri sendiri. Mereka agar dapat berperilaku sesuai dengan norma, membutuhkan figur yang dapat dicontoh dan pembelajaran yang menarik untuk dapat membentuk sikap moral. Teori belajar sosial (social learning theory) dari Bandura menjelaskan bahwa anak belajar bersikap dengan meniru orang lain sebagai model (Gredler, 1991). Sikap adalah kecenderungan seseorang untuk bertindak atau reaksi secara positif (menerima) secara negatif (menolak) terhadap objek yang mempengaruhi pengetahuan, keyakinan, dan perilaku (Winkel, 1996). Sikap menurut Walgito (1994) mempunyai karakteristik bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir tetapi dapat dibentuk dalam perkembangan seseorang melalui pengalaman dan belajar, sikap berhubungan dengan situasi sehingga dapat berlangsung lama atau sebentar. Azwar (1995) menambah uraian karakter sikap, yaitu sikap mempunyai arah setuju atau tidak setuju, sikap mempunyai intensitas kedalaman dan kekuatan, sikap mempunyai konsistensi yang diperlihatkan oleh kesesuaian antara sikap dengan responnya. Pendapat-pendapat diatas menjelaskan bahwa sikap dapat dibentuk dan dipengaruhi oleh situasi atau kondisi sesuatu objek. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap moral yaitu : pengalaman pribadi, pengaruh orang lain, kebudayaan, media massa dan lembaga pendidikan (Azwar, 1995). Pengalaman pribadi yang dialami siswa akan berkesan dan akan melibatkan emosional siswa, sehingga pengalaman baru merupakan tambahan dari pengalaman lama untuk membentuk sikap positif. Pengaruh orang lain seperti guru dan teman dengan adanya interaksi sosial merupakan faktor yang ikut membantu pembentukan sikap moral. Media massa seperti televisi, radio, majalah, surat kabar dan komik mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan

13

Jurnal Pendidikan Dasar, Vol 5, No.1, 2004, 11-21 seseorang. Lembaga pendidikan sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan moral dikarenakan lembaga pendidikan meletakkan dasar pengertian dan konsep moral. Dalam rangka pembentukan sikap moral, pembelajaran pendidikan moral hendaknya tidak berwujud indoktrinasi tetapi pembelajaran dengan bermacam-macam media. Media pembelajaran adalah sarana yang dapat dimanipulasikan dan dapat digunakan mempengaruhi pikiran, perasaan, perhatian dan sikap siswa, sehingga mempermudah terjadinya proses pembelajaran. Pikiran, perasaan, perhatian dan sikap siswa dalam pembelajaran dapat dirangsang dengan menggunakan media yaitu media panggung boneka dan media komik transparansi. Media panggung boneka menurut Moeslichatun (1996) dapat dilaksanakan di Taman Kanak-Kanak dan di Sekolah Dasar kelas rendah. Pelaksanaan panggung boneka sama dengan pelaksanaan kesenian Wayang Golek. Ada medium panggung boneka. Pengertian panggung dalam tata dan seni pentas dijelaskan bahwa panggung adalah suatu tempat yang mempunyai batas kesadaran untuk membuat tempat pertunjukan dengan maksud mengangkat pertunjukan agar mendapat cukup perhatian atau penglihatan tertentu. Pengertian golek ialah boneka atau mencari. Golekan (bahasa Jawa) berarti boneka, apakah dibuat dari kayu, lilin atau kertas. Arti golek (bahas Jawa) adalah mencari. Hubungan antara boneka dan mencari yaitu boneka berkeliling, berputar untuk mencari sesuatu, atau melihat berkeliling mencari sesuatu (Mulyono, 1989). Wayang Golek menurut asal-usul wayang, bentuknya merupakan kombinasi wayang kulit dan arca. Wayang golek dibuat dari kayu dan berbentuk boneka. Pertunjukan wayang golek diadakan pada siang hari (Ismunandar, 1994). Berdasarkan penjelasan diatas maka media panggung boneka dapat dilaksanakan sebagai media pembelajaran di Sekolah Dasar. Naskah panggung boneka harus mengandung tema, plot, penokohan dan latar (Nurgiantoro, 1998). Tema adalah makna, arti yang menggambarkan isi cerita. Plot adalah urutan kejadian atau waktunya dan mengandung hubungan sebab akibat dari cerita. Plot dapat dibedakan plot lurus dan pot sorot balik. Penelitian ini menggunakan plot lurus. Penokohan adalah seseorang yang dijadikan tokoh atau sebagai titik sentral dalam cerita. Tokoh dalam cerita dibagi menjadi tokoh tunggal dan tokoh jamak. Latar atau setting adalah tempat dan waktu dimana suatu cerita ditampilkan. Latar dibagi latar khas dan latar netral. Penelitian ini menggunakan latar netral. Media komik transparansi merupakan media kedua yang digunakan dalam pembelajaran pembentukan sikap moral. Media transparansi adalah rangkaian cerita bergambar bersambung pada plastik transparan. Ensiklopedi Anak Nasional (1990) menjelaskan komik adalah serial kartun yang berupa cerita dan mempunyai naskah pembicaraan antar pelaku yang dituliskan dekat kepalanya pada daerah putih yang disebut baloons. Dari uraian diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Apakah media panggung boneka, media komik transparansi efektif dapat membentuk sikap moral siswa SD. Adapun tujuannya (1) mengkaji efektivitas media panggung boneka terhadap pembentukan sikap moral; (2) mengkaji efektivitas media komik transparansi terhadap pembentukan sikap moral; (3) menganalisis efektivitas media panggung boneka, komik transparan dan media konvensional terhadap pembentukan sikap moral siswa sekolah dasar.

Metode
Penelitian dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan tiga kelompok siswa. Dua kelompok mendapatkan perlakuan pembelajaran dengan media panggung boneka dan media komik transparansi. Satu kelompok sebagai kelompok kontrol dengan pembelajaran konvensional. Adapun variabel penelitian ada dua yaitu variabel bebas tentang model pembelajaran pendidikan moral dengan menggunakan media panggung boneka, komik transparansi dan media konvensional. Variabel terikat adalah sikap moral.

14

Efektivitas Pembelajaran Dengan Media Panggung..(Meuthia Ulfah) Variabel dapat didefinisikan sebagai berikut :(1) Media panggung boneka. Media panggung boneka adalah salah satu media visual, dengan menggunakan boneka sebagai pemain. Permainan boneka atau ruang gerak dibatasi dengan panggung. Panggung tempat pertunjukan letaknya agak tinggi, sehingga penonton dapat melihat adegan pemain dengan bebas. Ada dalang di belakang panggung, pementasannya siang hari. Cerita panggung boneka yang digunakan ialah cerita atau materi dari buku pegangan siswa; (2) Media komik. Media komik transparansi ialah salah satu media grafis atau gambar. Komik ialah cerita bergambar bersambung yang mempunyai balon-balon diatasnya sebagai tempat tulisan ucapan pemain. Komik transparansi sama dengan komik biasa hanya digambar pada plastik transparan. Materi komik transparansi sama dengan materi cerita panggung boneka; (3) pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional ialah pembelajaran yang sering atau biasa dilakukan guru kelas dengan ceramah tanpa menggunakan alat peraga; (4) Sikap moral. Sikap adalah kemampuan merespon untuk menentukan, apakah menerima atau setuju dan menolak atau tidak setuju terhadap objek psikologis. Sikap moral merupakan sikap yang ditandai dengan mematuhi aturan, mengembangkan hati nurani, merasa bersalah dan berperan dalam interaksi sosial. Penelitian dilakukan didalam kelas pada SDN Rangkah VII mendapat pembelajaran dengan media panggung boneka dan SDN Pacarkembang III mendapat pembelajaran dengan media komik transparansi. Kedua SDN tersebut sebagai kelompok eksperimen, kelompok kontrol ialah SD Tambaksari II dengan pembelajaran konvensional. Sebelum perlakuan mereka dikenai pre-test dan setelah perlakuan mereka dikenai post-test, sehingga rancangan dalam penelitian ini ialah Random PreTest-PostTest-Design (Arikunto, 1992). Sampel penelitian ialah siswa kelas 3 berjumlah 143 siswa diambil secara undian dengan karakteristik : (1) Siswa kelas 3 Sekolah Dasar Negeri; (2) Pria dan wanita; (3) Kurikulum Pendidikan Dasar 1994; (4) Buku pegangan siswa mata pelajaran PPKn yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Teknik pengambilan sampel ialah Stratified Random Sampling. Gambaran rancangan penelitian sebagai berikut :

Y1 R Y1 Y1

X1 X1 X1

Y2 Y2 Y2

KE1 KE2 KK

Keterangan : R = Random Assignment = Pre-test Y1 = Post-test Y2 X1 = Pembelajaran dengan panggung boneka = Pembelajaran dengan komik transparansi X2 X3 = Pembelajaran konvensional KE = Kelompok Eksperimen KK = Kelompok Kontrol

15

Jurnal Pendidikan Dasar, Vol 5, No.1, 2004, 11-21 Metode pengumpulan data dengan menggunakan skala sikap berdasarkan Skala Likert. Siswa diharapkan memilih salah satu pernyataan Sangat Setuju (SS), Setuju (S),Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Skor untuk skala sikap butir favorabel pada sangat setuju skor 4, setuju skor 3, tidak setuju skor 3, dan sangat tidak setuju skor 1, sedangkan butir unfavorabel pada sangat tidak setuju skor 1, setuju skor 2, tidak setuju skor 3, dan sangat tidak setuju skor 4. Jumlah skor tertinggi 32x4 = 128 dan skor terendah 32x1 = 32. Butir skala sikap moral semula 52 butir dan sahih 32 butir. Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran dalam membentuk sikap moral siswa dengan menggunakan Teknik Analisis Variansi Satu Jalur Mixed Satu Faktor (Anava A MxB) dengan bantuan SPS (Seri Program Statistik) Edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih (2000). Alat ukur yang digunakan ialah skala sikap moral. Skala sikap moral diujicobakan di SDN Semolowaru I Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya oleh 45 siswa. Hasil uji coba tersebut kemudian dilakukan uji validitas (kesahihan) dan uji reliabilitas (keandalan). Validitas yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity), dimaksudkan bahwa butir-butir dalam skala erat hubungannya dengan isi perilaku yang akan diukur, dalam hal ini sikap moral. Uji kesahihan dari korelasi skor butir dengan skor total diperoleh data sebagai berikut : 1. Butir semula 52 buah, diperoleh 32 butir sahih; 2. Kesahihan butir dengan rbt bergerak dari nilai tertinggi 0,726 dan nilai terendah 0,344. Cronbach (dalam Azwar, 1997) menyatakan koefisien validitas dianggap memuaskan apabila diatas 0,30. Reliabilitas alat ukur adalah indeks yang menunjukkan konsistensi atau dapat diandalkan hasil pengukuran apabila dilakukan beberapa kali pengukuran terhadap gejala yang sama dan alat ukur yang sama. Uji reliabilitas yang digunakan ialah teknik alpha dari Cronbach, hal ini disebabkan pilihan jawaban adalah pilihan ganda dengan empat pilihan. Hasil uji keandalan sebesar 0,929. Alat penelitian yang digunakan ada dua jenis media yaitu media panggung boneka dengan peralatan panggung dan bermacam-macam boneka yaitu bapak, ibu guru dan siswa. Media kedua plastik transparansi dan Overhead Projector (OHP).

Hasil dan Pembahasan


Data yang diperoleh dari Kantor Departemen Nasional Kecamatan Tambaksari Kota Surabaya, jumlah Sekolah Dasar Negeri ada 39 sekolah dengan jumlah siswa kelas 3 ada 1810 siswa. Menurut Arikunto (1992) apabila subjeknya besar dapat diambil 10-15%. Berdasarkan pengertian tersebut penulis mengambil 10% dan terdapat 181 siswa. Apabila rata-rata siswa kelas 3 ada 47 siswa, maka 181 siswa tersebar pada lima sekolah. Secara undian, lima sekolah tersebut ialah SDN Tambaksari II, SDN Tambaksari V, SDN Ploso I, SDN Pacarkembang III, dan SDN Rangkah VIII, setelah memperoleh lima sekolah perlu dilihat rerata sikap moral sebelum diundi sebagai sekolah tempat penelitian. Hasil tersebut untuk mengetahui sikap moral sebagai berikut : Tabel 1 Rerata Skor Pre-Test Sikap Moral Jumlah Siswa 48 45 50 34 40 217

1. 2. 3. 4. 5.

Nama Sekolah SDN Tambaksari II SDN Pacarkembang III SDN Rangkah VIII SDN Tambaksari V SDN Ploso I Total

Rerata 80.125 81.844 80.520 82.353 81.325 81.143

16

Efektivitas Pembelajaran Dengan Media Panggung..(Meuthia Ulfah) Pada tabel 1 terlihat bahwa rerata skor pre-test dari lima sekolah tersebut hampir sama, dengan rerata total 81.143. Sehubungan perlakuan penelitian membutuhkan tiga sekolah, maka dari lima sekolah tersebut diundi lagi untuk mendapatkan tiga sekolah dasar yang akan mendapat perlakuan. Pembelajaran konvensional pada SDN Tambaksari II, pembelajaran dengan media komik transparansi pada SDN Pacarkembang III dan pembelajaran dengan media panggung boneka pada SDN Rangkah VIII dengan jumlah siswa 143 anak. Sikap moral subjek penelitian pada SDN Tambaksari II, SDN Pacarkembang III dan SDN Rangkah VIII sebelum dikenakan perlakuan perlu diuji tentang kesetarannya. Teknik yang digunakan uji kesetaraan ialah Teknik Analisis Variansi Satu Jalur. Hasil Analisis Variansi skor pre-test sebagai berikut : Tabel 2 Rangkuman Analisis Variansi Satu Jalur JK Db RK F 74.876 2 37.438 0.240 21.859.620 140 156.140 21.934.500 142 -

Sumber Antar A Dalam Total

R2 0.003 -

p 0.790 -

Hasil uji F membuktikan bahwa F = 0.240 dan p > 0.050 berarti nir signifikan. Berdasarkan hasil uji F tentang rerata sikap moral membuktikan bahwa sikap moral sebelum mendapat perlakuan tidak ada perbedaan atau setara. Penggunaan Analisis Variansi mempersyaratkan terpenuhinya tiga asumsi yaitu random sampling, distribusi normal dan homogenitas varians (Hadi, 2000). Uji asumsi normalitas dan homogenitas dengan hasil menunjukkan bahwa sebaran normalitas terpenuhi. Uji homogenitas dengan uji C Cochran dan Uji Bartlett homogen, Hadi (2000) menjelaskan pada umumnya yang dipakai uji homogenitas adalah uji Cochran. Setelah pelaksanaan pembelajaran, siswa diberi skala sikap lagi sebagai post-test dan hasilnya sebagai berikut : Tabel 3 Rerata Skor Post-test Sikap Moral Jumlah Siswa Rerata 48 93.208 45 97.356 50 99.100

Nama Sekolah 1. SDN Tambaksari II 2. SDN Pacarkembang III 3. SDN Rangkah VIII

Keterangan Konvensional Komik Transparansi Panggung Boneka

Tabel 3 menjelaskan bahwa setelah pembelajaran secara konvensional, rerata skor moral 93.208, pembelajaran dengan media komik transparansi 97.356 dan dengan media panggung boneka 99.100. Hasil tersebut menjelaskan bahwa rerata skor post-test untuk pembelajaran dengan media panggung boneka yang paling tinggi. Berdasarkan Tabel 1 dan 3 membuktikan bahwa ada perubahan sikap antara sebelum dan sesudah pembelajaran, hal ini dapat dilihat kenaikan sikap moral pada Tabel 4.

17

Jurnal Pendidikan Dasar, Vol 5, No.1, 2004, 11-21 Tabel 4 Selisih Rerata Skor Sikap Moral antara Pre-test dan Post-test Model Pembelajaran Pre-test Post-test 1. Panggung boneka 80.520 99.100 2. Komik Transparansi 81.844 97.356 3. Konvensional 80.125 93.208 Total 80.804 96.573

Selisih 18.580 15.511 13.083 15.769

Tabel 4 memperlihatkan bahwa ada kenaikan sikap moral siswa sebelum dan sesudah mendapat perlakuan pembelajaran pendidikan moral. Selisih skor sebelum dan sesudah perlakuan dengan panggung boneka ialah 18.580. Selisih skor sebelum dan sesudah perlakuan dengan komik transparansi ialah 15.511. Selisih skor sebelum dan sesudah perlakuan dengan pembelajaran konvensional ialah 13.083. Perbedaan selisih skor sebelum dan sesudah perlakuan apakah merupakan kenaikan atau perkembangan perlakuan yang efektif. Hasil analisis variansi Satu Jalur Mixed Satu Faktor, Uji-t 2 Jalan hasilnya sebagai berikut : Tabel 5 Matriks Ujit 2Jalan tentang Perkembangan Perlakuan Perlakuan Sumber p Status Panggung boneka 3.1- 3.2 0.000 Sangat signifikan Komik Transparansi 2.1 2.2 0.000 Sangat signifikan Konvensional 1.1- 1.2 0.000 Sangat signifikan p = dua ekor Hasil Ujit 2jalan ditemukan bahwa perlakuan pembelajaran pendidikan moral dengan media panggung boneka efektif untuk pembentukan sikap moral. Perlakuan pembelajaran pendidikan moral dengan komik transparansi, efektif untuk pembentukan sikap moral. Perlakuan pembelajaran pendidikan moral dengan pembelajaran konvensional efektif untuk pembentukan sikap moral. Efektivitas dapat terlihat adanya kenaikan skor sikap moral sebelum perlakuan pembelajaran dengan media panggung boneka yaitu 18.580. Berdasarkan kenaikan tersebut dapat dikatakan media panggung boneka paling efektif untuk pembentukan sikap moral siswa. Untuk menguji apakah betul media panggung boneka paling efektif untuk pembentukan sikap moral, perlu pengujian Uji-t dengan Analisis Variansi Satu Jalur Mixed Satu Faktor (Anava A Mx B) dan hasilnya sebagai berikut : Tabel 6 Matriks Ujit 2Jalan tentang Perbedaan Hasil Perlakuan Perlakuan Sumber p Status Panggung Boneka-Konvensional 3.2 - 1.2 0.001 Sangat signifikan Komik Transparansi 2.2 1.2 0.076 Nir Signifikan Konvensional Panggung Boneka Komik 3.2 2.2 0.070 Signifikan Transparansi p = satu ekor Hasil Ujit 2jalan tentang perbedaan hasil perlakuan atau tentang efektivitas media ditemukan bahwa media panggung boneka lebih efektif membentuk sikap moral dibandingkan konvensional. Media komik transparansi sama efektifnya membentuk sikap moral dibandingkan konvensional.

18

Efektivitas Pembelajaran Dengan Media Panggung..(Meuthia Ulfah) Media panggung boneka lebih efektif membentuk sikap moral dibandingkan komik transparansi (p = satu ekor). Hipotesis pertama yang menyatakan pembentukan sikap moral siswa dengan media panggung boneka lebih baik daripada pembelajaran konvensional terbukti secara signifikan (p > 0.050). Media dengan panggung boneka lebih komunikatif dan mempunyai komunikasi beberapa arah. Pembelajaran konvensional juga komunikatif tetapi suara guru hanya satu macam, sedangkan pembelajaran dengan panggung boneka, suara boneka terdiri bermacam-macam jenis suara dapat membantu pemahaman siswa. Melalui model siswa selalu teringat bentuk dan pesan yang dibawa model, termasuk pesan perilaku bermoral akhirnya membentuk sikap moral. Pembelajaran dengan media akan mengaktifkan pancaindra siswa, mereka tidak hanya melihat saja tetapi juga mendengar dan dapat menggerak-gerakkan boneka sehingga siswa selalu teringat pesan yang dibawa oleh model tersebut. Siswa dapat membedakan akibat perilaku model tentang akibat berbuat benar (positif) atau akibat berbuat salah (negatif). Perilaku model yang positif akan ditiru oleh siswa terutama siswa kelas rendah sesuai dengan perkembangan moral dan kognitifnya dan akhirnya membentuk sikap moral tentang peraturan dan hukum, mengembangkan hati nurani, mengembangkan perasaan bersalah dan berinteraksi sosial dengan kelompoknya. Hipotesis kedua yang menyatakan pembentukan sikap moral siswa dengan media komik transparansi lebih baik daripada pembelajaran konvensional tidak terbukti (p > 0.050). Penggunaan media komik transparansi membutuhkan kecakapan khusus dari siswa yaitu kecakapan membaca untuk cepat membaca dan cepat memahami isi bacaan. Siswa yang mempunyai kecakapan membaca tidak mengalami kesulitan tetapi mereka yang kurang mempunyai kecakapan membaca akan lebih tertarik pada gambar daripada tulisan bacaan. Untuk siswa yang kurang mempunyai kecakapan membaca perlu waktu penayangan komik transparansi yang lama. Hipotesis ketiga yang menyatakan pembentukan sikap moral siswa dengan media panggung boneka lebih baik daripada pembelajaran komik transparansi terbukti (p<0.50). Siswa menggunakan dua indra yaitu penglihatan dan pendengaran untuk media panggung boneka, tetapi untuk media komik transparansi hanya menggunakan satu indra yaitu penglihatan saja. Hasil penilaian ibu guru kelas 3 (tiga), tentang pembelajaran dengan media panggung boneka, penampilan sebagai media sangat menyenangkan bagi siswa. Siswa tertarik dan tertawa mendengar dialog antar boneka dan boneka dengan siswa. Isi dialog muatan moral juga baik dengan bukti siswa dapat menjelaskan perbuatan benar dan tidak benar. Kelemahan media panggung boneka yaitu irama dialog sangat cepat, siswa yang masih tertawa dengan teman sebelahnya akan kehilangan dialog selanjutnya. Kelemahan yang lain, fragmen pembelajaran tidak dapat diulang. Penilaian bapak guru tentang pembelajaran dengan komik transparansi, penampilan media komik transparansi sangat menarik, siswa seperti menonton film sorot. Materi pembelajaran sudah mengandung muatan moral dengan penampilan perilaku yang benar dan yang tidak benar. Bahasa yang digunakan sederhana dan mudah dimengerti. Gambarnya juga lucu sehingga ada unsur humor. Kelemahannya ialah siswa yang belum tuntas membaca, tertinggal oleh temannya yang sudah lancar membaca. Penayangan juga membutuhkan tempat yang memadai, apabila menggunakan dinding kelas sebagai layar maka dinding harus bersih dan bebas dari lukisan (benda-benda yang ada di dinding) sehingga tidak mengganggu tayangan komik transparansi.

Simpulan dan Saran


Kesimpulan yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil analisis ialah : 1. Pembentukan sikap moral melalui pembelajaran dengan media panggung boneka lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Artinya media panggung boneka lebik efektif dalam pembentukan sikap moral daripada ceramah saja.

19

Jurnal Pendidikan Dasar, Vol 5, No.1, 2004, 11-21 2. Pembentukan sikap moral melalui pembelajaran dengan media komik transparansi sama baiknya dengan pembelajaran konvensional. Artinya media panggung komik transparansi dan ceramah sama efektifnya dalam pembentukan sikap moral. 3. Pembentukan sikap moral melalui pembelajaran dengan media panggung boneka lebih baik daripada pembelajaran dengan media komik transparansi. Artinya media panggung boneka lebih efektif dalam pembentukan sikap moral daripada media komik transparansi. 4. Sikap moral siswa Sekolah Dasar dapat dibentuk dengan bermacam-macam model pembelajaran, hal tersebut terlihat adanya perubahan skor dari sebelum pembelajaran dan sesudah pembelajaran pendidikan moral. Pertama, berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari analisis, maka dapat disarankan : Hasil penelitian membuktikan bahwa media efektif untuk pembentukan sikap moral. Media panggung boneka dapat mengembangkan komunikasi beberapa arah sehingga dapat mengaktifkan siswa, terutama mengaktifkan kognitif dan panca indra. Himbauan kepada pendidik dalam hal ini guru agar pembelajaran pendidikan moral lebih sering menggunakan media, terutama panggung boneka agar siswa dalam belajar lebih rileks menggunakan media, terutama panggung boneka agar siswa dalam belajar lebih rileks dan lebih berkesan tentang isi pesan pembelajaran tersebut. Pembelajaran akan lebih bermakna apabila media tersebut dapat mengaktifkan semua indera, sesuai dengan perkembangan siswa Sekolah Dasar dalam tahap kognitif manipulatif atau tahap moral heteronom dan tahap moral prakonvensional. Boneka sebagai mainan sangat disukai oleh anakanak terutama anak-anak usia Sekolah Dasar. Dengan boneka mereka merasa mempunyai teman untuk bermain. Sedangkan komik transparansi sebagai media pembelajaran di SD disukai oleh anak-anak, hal ini disebabkan : (1) Melalui indentifikasi dan karakter di dalam komik, siswa memperoleh kesempatan yang baik untuk mendapatkan wawasan mengenai masalah pribadi dan sosialnya; (2) Komik menarik imajinasi siswa; (3) Komik mudah dibaca, bahkan anak yang kurang mampu membaca dapat memahami artinya dari gambar. Kedua, untuk guru (1) Berusahalah membuat inovasi-inovasi dalam pembuatan media pembelajaran agar pembelajaran di kelas lebih menarik; (2) Mengadakan lomba mengarang cerita dalam panggung boneka; (3) Mengadakan lomba menggambar kemudian dapat dibuat komik.

Daftar Acuan
Arikunto, S., 1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Azwar S., 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. ________, 1998. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Azwar, Crain, W., 1992. Theories of Development Concepts and Applications. New Jersey : Prentice Hall. Durkin, K., 1995. Development Social Psychology From Infancy to Old Age. Cambridge Massachussets: Blackwell Publishers Inc. Flurentin, E., 2000. Perilaku siswa. Jakarta: Kompas, 2 Mei 2000. Gredler, MEB., 1991. Belajar dan Membelajarkan (Penterjemah Munandir). Jakarta : CV. Rajawali. Hadi, S., 2000. Seri Program Statistik Versi 2000 : Manual SPSS Paket Midi. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. Hurlock, EB., 1993. Perkembangan Anak. (Alih Bahasa Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih). Jakarta : Erlangga. Ismunandar, 1994. Seni Pertunjukan Jawa Tradisional dan Pariwisata di Indonesia. Jakarta : Depdikbud. Mardapi, D., 2000. Ranah Afektif. Jakarta : Kompas, 2 Mei 2000.

20

Efektivitas Pembelajaran Dengan Media Panggung..(Meuthia Ulfah) Moeslichatoen, 1996. Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Mulyono, S., 1989. Wayang : Asal-usul, Filsafat dan Masa Depannya. Jakarta : Haji Masagung. Nurgiantoro, B., 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Roberts, T.B. 1975. Four Psychologys Applied to Education : Freudian, Behavioral Humanistic, Transpersonal. New York : Schenkman Publishing Company. Santrock, J.W., 1999. Life Span Development Seventh Edition. Boston : Mc Graw Hill College. Setiono, K., 1993. Perkembangan Penalaran Moral Tinjauan dari Sudut Pandang Teori SosioKognitif. Jurnal Psikologi dan Masyarakat. Jakarta : Grasindo. Walgito, B., 1994, Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta : Andi Offset. Winkel, W.S., 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Grasindo.

21

Jurnal Pendidikan Dasar, Vol 5, No.1, 2004, 11-21

22

You might also like