You are on page 1of 26

DEFINISI PAJAK Ada beberapa pengertian yang bisa dijadikan acuan, tetapi dalam hal ini penulis hanya

mengambil tiga pengertian yang cukup mewakili unsur-unsur yang terkandung dalam pajak. 1. Pengertian Pajak menurut Siti Resmi dalam Perpajakan, yaitu: Iuran rakyat kepada kas negara berdasrkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 2. Pengertian Pajak menurut Mardiasmo dalam bukunya Perpajakan mendefinisikan pajak, yaitu: Iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor pribadi ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat balas jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. 3. Pengertian Pajak menurut Hardi dalam bukunya Pemeriksaan Pajak: Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaranpengeluaran umum 4. Pajak menurut prof.Dr. H. Rachmat Soemitro SH adalah Iuran wajib kepada negara berdasarkan Undang Undang ( yang dapat dipaksa ) dengan tiada mendapat jasa timbal ( kontra prestasi ) yang langsung didapat dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum / negara.

Ciri - ciri yang terdapat dalam pengertian pajak : 1. Pajak dipungut oleh negara ( pemerintah pusat / daerah) berdasarkan Undang Undang serta aturan pelaksanaanya. 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontra prestasi individual oleh pemerintah. 3. Pemungut pajak harus mengisyaratkan adanya alih dana dari sektor swasta ke sektor negara. 4. Pemungutan pajak diperuntukakan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan baik rutin maupun pembangunan.

Berdasarkan pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa pajak adalah peralihan kekayaan dari rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk Public Saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai Public Investment. Dimana pajak sebagai suatu kewajiban yang harus diserahkan oleh rakyat sebagaian dari kekayaannya ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tersebut, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum. Berdasarkan pengertian di atas kita dapat menarik kesimpulan, bahwa ada empat unsur dalam pajak, yaitu: 1. Iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang dan peraturan yang beralaku. 2. Iuran tersebut tidak dapat dipaksakan. 3. Hasilnya untuk membiayai pengeluaran pemerintah, demi terselenggaranya tugastugas pemerintah. 4. Tidak ada balas jasa secara langsung dari pemerintah. Unsur pertama bahwa iuran wajib itu harus berdasarkan undang-undang. Hal ini sesuai dengan yang terkandung dalam pasal 23 ayat (2) undang-undang 1945 yang mengatakan bahwa segala pajak untuk keperluan negara diatur berdasarkan undang-undang. Yang mempunyai wewenang untuk menarik pajak berdasarkan undang-undang yaitu pemerintah. Hasil iuran tersebut akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara yang berupa pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, ini semua tidak lain untuk kesejahteraan rakyat.

Definisi Pajak Penghasilan Pengertian Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 1 Undang-undang No.7 Tahun 1983, tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undangundang no.17 Tahun 2000 adalah sebagai berikut: a. Adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Sedangkan pengertian Pajak Penghasilan menurut Early Suandy, yaitu: b. Pajak yang dikenakan terhadap Pajak Penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dinilai atau berakhir dalam tahun pajak.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Pajak Penghasilan merupakan pajak yang ditujukan pada Subjek Pajak atas pendapatan yang diterimanya selama dalam tahun pajak yaitu jangka waktu1 (satu) tahun takwim.

Definisi Objek Pajak

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undangundang ini; b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; c. laba usaha; d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri

Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak; i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l. keuntungan selisih kurs mata uang asing; m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. premi asuransi; o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; q. penghasilan dari usaha berbasis syariah; r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s. surplus Bank Indonesia.

Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final: a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; b. penghasilan berupa hadiah undian; c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;

d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Yang dikecualikan dari objek pajak adalah: 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan 2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

3. warisan; 4. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; 5. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; 6. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; 7. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha

milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; 8. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; 9. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 10. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; 11. dihapus; 12. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; 13. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 14. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

15. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Sedangkan menurut Siti Resmi Objek Pajak adalah: 1. Penghasilan yang diterima secara teratur berupa gaji, uang lembur, uang pensiun bulanan, upah, honorarium, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun; 2. Penghasilan yang diterima secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, asuransi, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap; Tantiem adalah bagian keuntungan perusahaan yang dihadiahkan kepada karyawan. Gratifikasi adalah uang hadiah kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan. Bonus adalah upah tambahan di luar gaji atau upah sebagai hadiah atau perangsang yang dibayarkan kepada karyawan. 3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan. 4. Uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang tabungan Hari Tua (THT) atau Jaminan Hari Tua, dan pembayaran lain sejenis; 5. Honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan Wajib Pajak dalam negeri, terdiri dari: Tenaga ahli yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris; Pemain Musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, foto model, peragawan atau peragawati, pemain drama, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya; Olahragawan; dokumen,

Penasihat, pengajar, penceramah, penyuluh, dan moderator; Pengarang, peneliti, dan penerjemah; Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial; Agen iklan; Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam segala bidang kegiatan;

Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan; Peserta perlombaan; Petugas penjaja barang dagangan; Peserta dinas luar asuransi; Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan;

6. Gaji, gaji kehormatan, dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya. 7. Pencerminan dalam bentuk natura/kenikmatan lainnya dengan nama apa pun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak/Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan berdasarkan Norma Penghitungan Khusus (Deemed Profit).

Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Objek Pajak adalah penghasilan secara teratur maupun tidak teratur yang diterima oleh Subjek Pajak berdasarkan Ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-undang yang berlaku.

Subjek Pajak Penghasilan (PPh) Menurut Undang-undang No. 7 Tahun 1983, tentang Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2000 yang berbunyi: 1. Yang menjadi Subjek Pajak, adalah: Orang Pajak. Warisan yang belum terbagi.

2. Badan yang terdiri dari PT, BUMN, BUMD atau dengan nama dan dalam bentuk apa pun. 3. Bentuk Usaha Tetap (BUT). 4. Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri. Subjek Pajak dalam negeri, yaitu i. Objek Pajak yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau Orang Pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat kedudukan di Indonesia. ii. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. iii. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Subjek Pajak Luar Negeri, yaitu: i. Objek Pajak yang tidak bertempat tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. ii. Objek Pajak yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau menjalankan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Sedangkan menurut Siti Resmi, Subjek Pajak adalah sebagai berikut: 1. Subjek Pajak Orang Pribadi Orang Pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal Indonesia atau pun di luar negeri. 2. Subjek Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak yaitu ahli waris. 3. Subjek Pajak Badan Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik atau berada di

yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun itu, dan badan lainnya termasuk reksadana. 4. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT) a. Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang berupa: a. tempat kedudukan manajemen; b. cabang perusahaan; c. kantor perwakilan; d. gedung kantor; e. pabrik; f. bengkel; g. pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran digunakan untuk eksplorasi pertambangan; h. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, dan kehutanan; i. proyek konstruksi, instalansi, atau proyek perakitan; j. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; k. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; l. agen/pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia menerima remi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Subyek Pajak adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan. Subjek Pajak akan dikenakan Pajak Penghasilan pabalia menerima atau memperoleh penghasilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

1. Definisi Pajak Penghasilan Pasal 21 Adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan,dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,jasa dan kegiatan yang di lakukan oleh orang pribadi,subyek pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

2. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Yang termasuk pemotong pajak PPh Pasal 21 adalah: 1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan,dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai; 2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI,pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,jasa,dan kegiatan; 3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;

4. Orang pribadi yang melakukan kegiatanusaha atau pekerjaan bebas serta badanyang membayar: a. honorarium atau pembayaran lain sebagaiimbalan sehubungan denganjasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri bukan untuk dan atas nama persekutuannya; b. honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri; c. honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan,dan magang; 5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan Pemotongan Pajak adalah: 1. Kantor perwakilan negara asing; 2. Organisasi-organisasi MenteriKeuangan; 3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. internasionalsebagaimana yang telah ditetapkan oleh

WAJIB PAJAK PPH PASAL 21 1. Pegawai; 2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;

3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan,jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi: a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaanbebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris; b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi,pelawak, bintang film, bintang sinetron,bintang iklan, sutradara, kru film, foto

model,peragawan/peragawati,pemaindrama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya; c. olahragawan; d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah,penyuluh, dan moderator; e. pengarang, peneliti, dan penerjemah; f. pemberi jasa dalam segala bidang termasukteknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi,elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberijasa kepada suatu kepanitiaan; g. agen iklan; h. pengawas atau pengelola proyek; i. pembawa pesanan atau yang menemukanlangganan atau yang menjadi perantara; j. petugas penjaja barang dagangan; k. petugas dinas luar asuransi; l. distributor perusahaan multilevel marketingatau direct selling dan kegiatan sejenislainnya; 4. pesertakegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannyadalam suatu kegiatan, antara lain meliputi: a. peserta perlombaan dalam segala bidang,antara lain perlombaan olah raga, seni,ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya; b. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan,atau kunjungan kerja; c. peserta atau anggota dalam suatukepanitiaan sebagai penyelenggara

kegiatantertentu; d. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; e. peserta kegiatan lainnya.

TIDAK TERMASUK WAJIB PAJAK PPH PASAL 21

1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; 2. Pejabat perwakilan organisasi internasional, yang telah ditetapkan oleh

MenteriKeuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

PENGHASILAN YG DIPOTONG PPH PASAL 21

1. Penghasilan yang sifatnya teratur. berupa gaji, uang pensiun bulanan, tunjangan-tunjangan, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja 2. Penghasilan yang sifatnya tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, penghasilan lainnya. 3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan / borongan 4. Uang tebusan pensiun, uang tabungan hari tua, uang tunjangan hari tua, uang pesangon dan sejenisnya 5. Honorarium, uang saku, hadiah, penghargaan, komisi, bea siswa 6. Imbalan kepada tenaga ahli : pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris dan penilai. 7. Imbalan lain-lain, yang diterima oleh jasa kepanitiaan, penemu pesanan, penemu langganan, peserta perlombaan, seniman, olah ragawan, pengajar, peterjemah, pengarang, peneliti, dan lain-lainnya.

TIDAK TERMASUK PENGHASILAN YANG DIPOTONG OBYEK)

PPH 21 (BUKAN

1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa dan asuransi beasiswa 2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak atau wajib pajak yang PPh-nya final dan yang dikenakan PPh berdasarkan Norma Penghitungan. 3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan Jaminan Hari Tua kepada Badan Penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja. 4. Kenikmatan berupa pajak yg ditanggung pemberi kerja. 5. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dan badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

TARIP PPH PASAL 21 Tarip PPh Pasal 21 sama dengan Tarip Pajak Orang Pribadi sesuai dengan Pasal 17 UndangUndang PPh sebagai berikut :

No 1

Penghasilan Kena Pajak Sampai dng Rp 50.000.000

Tarip Pajak 5%

Diatas Rp 50.000.000 Sampai dng Rp 250.000.000

15%

Diatas Rp 250.000.000 Sampai dng Rp 500.000.000

25%

Diatas Rp 500.000.000

30%

Keterangan :

Terhadap wajib pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tariff lebih tinggi 20 % dari tarif tersebut di atas (atau 120 % x Pajak Terutang).

PTKP / PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK Penghasilan Tidak Kena Pajak / PTKP untuk menghitung PPh Pasal 21 sama dengan PTKP untuk menghitung Pajak Penghasilan Umum sebagai berikut :

BESARNYA PTKP SESUAI DENGAN TANGGUNGANNYA :

TK/0 tidak kawin tidak punya tanggungan TK/1 tidak kawin tanggungan 1 orang TK/2 tidak kawin tanggungan 2 orang TK/3 tidak takwin tanggungan 3 orang

PTKP Rp 15.840.000.PTKP Rp 17.160.000.PTKP Rp 18.480.000.PTKP Rp 19.800.000.-

K/0 kawin belum mempunyai tanggunan

PTKP Rp 17.160.000.-

K/1 kawin mempunyai tanggungan 1 orang PTKP Rp 18.480.000.K/2 kawin mempunyai tanggungan 2 orang PTKP Rp 19.800.000.K/3 kawin mempunyai tanggungan 3 orang PTKP Rp 21.120.000.-

PPH 22 PPH pasal 22 merupakan pajak yang dipungut oleh : 1. Bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga lembaga lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang 2. Badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. 3. PPh pasal 22 harus dibayar dalam tahun berjalan melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak pihak tertentu. Kegiatan yang dikenakan pph pasal 22 Pemungutan pph pasal 22 dibedakan berdasarkan jenis kegiatan yang dilakuka. Kegiatan yang dikenakan pph pasal 22 (selanjutnya disebut sebagai objek pph pasal 22) adalah: Impor barang

Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh direktorat bendaharawan pemerintah baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah yang melakukan pembayaran atas pembelian barang (PPh pasal 22 bendaharawan) Penjualan atas HPDN (Hasil Produksi Dalam Negeri) (PPh pasal 22 Penjualan HPDN) Saat terutang pph pasal 22 Jenis pajak PPh pasal 22 atas impor barang Saat terutang Terutang pada saat pembayaran bea masuk, jika diperoleh fasilitas penundaan atau dibebaskan bea masuk maka terutang pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan impor untuk dipakai (PIUD) PPh pasal 22 atas pembelian barang dengan Terutang pada saat pembayaran dana dari APBN atau APBD PPh pasal 22 atas pembelian barang dari Terutang pada saat pembayaran badan tertentu yang ditunjuk sebagai

pemungutan PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi, Terutang pada saat pembayaran semen, kertas, bajak, otomotif PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi Terutang pada saat penerbitan surat perintah oleh produsen atau importer bahan bakar pengeluaran barang (delivery order) minyak, gas, pelumas. PPh pasal 22 atas pembelian bahan bahan Terutang pada saat pembayaran untuk keperluan industry atau ekspor

Dasar dan tarif pemungutan Dasar pemungutan PPh pasal 22 terdiri atas: Nilai impor: nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk yang terdiri atas cost, insurance, and freight (cif) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor Harga jual lelang Harga pembelian

Harga penjualan

Tarif pemungutan Tarif pemungutan PPH pasal 22 diatur sebagai berikut Atas impor yang: o Menggunakan angka pengenal impor (API), tari pemungutannya sebesar 2,5% dari nilai impor o Tidak menggunakan API tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari nilai impor o Tidak dikuasai tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang. Atas pembelian barang yang dibiayai dengan dana APBN atau APBD : tarif pemungutannya sebesar 1,5% dari harga pembelian Atas pembelian barang yng dilakukan oleh instansi-instansi atau badan usaha tertentu seperti bank Indonesia , perusahaan pengelola asset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomuniksi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-bank BUMN yang baik dananya bersumber dari APBN maupun non APBN tarif pemungutannya sebesar 1,5% dari harga pembelian. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang usaha tertentu, tarif pemungutannya sebagai berikut: o Industri semen: tarif pemungutannya sebesar 0,25% dari dasar pengenan pajak (DPP) PPN. o Industry kertas: tarif pemungutannya sebesar 0,10% dari dasar pengenan pajak (DPP) PPN. o Industry otomotif: tarif pemungutannya sebesar 0,45% dari dasar pengenan pajak (DPP) PPN. o Industry baja: tarif pemungutannya sebesar 0,3% dari dasar pengenan pajak (DPP) PPN. Keterangan: bahwa di dalam harga jual sudah termasuk PPN + DPP PPN Atas penjualan hasil produksi DN yang dilakukan oleh produsen atau importer BBM, gas dan pelumas. Tarif Pemungutannya sebagai berikut SPBU Swastarisasi Premium Solar 0,3% * Penjualan 0,3% * Penjualan SPBU Pertamina 0,25% * Penjualan 0,25% * Penjualan

Premix Super TT Minyak Tanah Gas / LPG Pelumas

0.3%* Penjualan -

0,25% * Penjualan 0,3% * Penjualan 0,3% * Penjualan 0,3% * Penjualan

Atas pembelian bahanuntuk keperluan industry atau ekspor industry oleh eksportir yang bergerak disektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan = tarif pemungutan sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN

Atas pembelian barang barang yang tergolong sangat mwah = tarif pemungutannya 0,5% dari penjualan Besarnya tarif pungutan yang diterapkan terhadap wajib pajak yang tidak memilki NPWP lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukan NPWP

Sifat Pemungutan Pajak Pemungutan PPh pasal 22 dapat bersifat final dan tidak final. Pemungutan pajak bersifat final artinya bahwa pajak yang telah dibayar oleh wajib pajak melalui pemungutan oleh pihak lain dalam tahun berjalan tersebut tidak dapat dikreditkan pada total PPH yang terutang pada akhir satu tahun pada saat pengisian SPT Tahunan PPh. Jenis PPh 22 yang pemungutannya bersifat final adalah 1. PPH pasal 22 atas penjualan hasil produksi dalam negeri yang dilakukan oleh produsen atau importer bahan bakar minyak, gas, dan pelumas SPBU swastanisasi. 2. PPH pasal 22 atas penyerahan hasil produksi industry baja. 3. PPH pasal 22 atas penyerahan hasil produksi pertamina atau badan usaha lain yang sejenis kepada penyalur atau agen Jenis pajak penghasilan pemungutan tidak final adalah 1. PPH pasal 22 atas penyerahan hasil produksi pertamina atau badan usaha lain yang sejens kepada pembeli lainnya (pabrikan) 2. PPH pasal 22 atas penyerahan hasil produksi industry semen. 3. PPH pasal 22 atas penyerahan hasil produksi industry kertas. 4. PPH pasal 22 atas penyerahan hasil produksi industry otomotif 5. PPH pasal 22 atas pembelian barang yang dibayar dengan dana dari APBN atau APBD.

6. PPH pasal 22 atas pembelian barang yang dilakukan oleh instansi atau badan usaha tertentuseperti BI, BPPN, BULOG, PT Telkom dan lain lain (sebagaimana disebutkan sebelumnya pada pembahasan mengenai pemungutan pajak pada butir 4) baik yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN 7. PPH pasal 22 atas impor barang. 8. PPH pasal 22 atas pembelian bahan-bahan ekspor hasil industry oleh eksportir industry perkebunan, perhutanan, pertanian, dan periklanan. Pajak Penghasilan Pasal 23 Pengertian Merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima wajib pajak dalam negeri (OP/Badan) dan BUT yang berasal dari modal, penyerahan jasa penyelenggara kegiatan selain yang dipotong PPH pasal 21 Subjek OP atau badan yang memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, penyelenggara kegiatan tertentu (misalnya: undian, perlombaan, kesenian, pertandingan olahraga) Dipungut oleh pemberi penghasilan Badan pemerintah, SPBDN, Penyelenggara kegiatan, BUT, termasuk perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh pemerintah seperti: akuntan, dokter, notaries, pengacara, konsultan, pengacara, kosultan, PPAT dan orang pribadi yang menjalankan usaha dengan menggunakan pembukuan. Objek Dividen Pembagian laba baik langsung maupun tidak langsung dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal disetor Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran, termasuk saham bonus yang berasal kapitalisasi agio saham Pembagian laba dalam bentuk saham (melalui RUPS, untuk menentukan nilai per lembar saham) Pencatatan tambahan modal tanpa disertai penyetoran.

Jumlah yang melebihi jumlah penyetoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian saham saham oleh perseroan yang bersangkutan. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan jika tahuntahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar yang dilakukan secara sah.

Bunga termasuk premium, diskonto, dengan imbalan sehubungan dengan pengambilan hutang. Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terhutang dengan cara atau perhitungan apapun baik secara berkala maupun tidak sebagai imbalan atas Penggunaan hak menggunakan hak cipta di bidang kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model rencana, formula, merek dagang. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan atau perlengkapan materil, komersil atau ilmiah. Pemberian pengetahuan atau informasi dibidang ilmiah teknik industrial atau komersil Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup atau pita video untuk siaran televise atau pita suara untuk siaran radio. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunan atau pemberian hak kekayaan intelektual atau industrial atau hak-hak lainnya. Hadiah dan penghargaan Hadiah undian , pertandingan olah raga Penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya: penemuan benda-benda purbakala Sewa adalah imbalan yang diterima dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan harta gerak misalnya: sewa mobil, sewa kantor, sewa rumah, an sewa gudang. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultasi, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPH pasal 21 Penghasilan yang dikecualikan dari pemotongan PPH pasaln 23 1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank Indonesia Contoh : modal pinjaman = bunganya pinjaman tidak dikenakan pajak pph pasal 23 2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan hak opsi atau sewa guna.

3. Dividen yang diperoleh PT sebagai wajib pajak badan, dalam negeri, koperasi, BUMN, BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia 4. Bagian laba yang diterima oleh anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham saham persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi. 5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya 6. Penghasilan atau imbalan yang diberikan atas penyaluran pinjaman atau pembiayaan termasuk pebiayaan syariah Tarif pajak dan dasar pemotongan pasal 23 UU no 36 tahun 2008 Dari jumlah bruto 15% Dividen Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengn

jaminan pengembalian utang Royalty Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya. 2% Sewa dan penghasilan lain

sehubungan dengan penggunaan harta Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPH pasal 21 100% Wajib pajak yang tidak ber-NPWP

Saat terutang, penyetoran dan pelaporan PPH pasal 23 1. Terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran 2. Disetorkan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya 3. Dilaporkan selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir 4. Pemotong pajak memberikan bukti pemotongan

Perbedaan pengenaan PPH atas dividen bunga dan sewa Jenis Penghasilan Dividen Pengenaan pajak Bukan objek pajak Perhitungan Penerima PT, koperasi, BUMN, BUMD dengan syarat tertentu PPH pasal 23 PPH pasal26 PPH pasal 17 ayat 2c Bunga Bukan objek pajak 15% * PB 20% * PB Final 10% * PB Final WPDN WPLN WPDN orang pribadi Perusahaan reksa dana atas bunga obligasi PPH pasal 23 PPH pasal 26 PPH pasal 4 ayat 2 15% * PB 20% * PB Final 20% * PB WPDN WPLN WPDN atas bunga deposito, tabungan dan bunga obligasi pasar modal. Sewa PPH pasal 23 PPH pasal 26 PPH pasal 4 ayat 2 2% * PB 20% * PB- Final 10% * PB - Final WPDN WPLN WPDN atas sewa tanah dan bangunan

PPH pasal 24 Pengertian Merupakan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima wajib pajak dalam negeri. PPH pasal 24 merupakan kredit pajak atau boleh dikreditkan terhadap total pajak penghasilan terutang dalam suatu tahun pajak. Pada dasarnya wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan (penghasilan dalam negeri + penghasilan dari luar negeri) Penggabungan penghasilan (Dalam Negeri + Luar Negeri) Penggabungan penghasilan dengan ketentuan sebagai berikut

1. Atas penghasilan yang berasal dari usaha, penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun diperolehnya penghasilan tersebut. (accrual basis) 2. Atas penghasilan lainnya seperti sewa, bunga, royalty, dan lain-lain. Penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut. (cash basis). 3. Atas penghasilan berupa dividen yang diperoleh wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal. Sekurang-kurangnya 50% dati jumlah saham yang disetor atau secar bersama-sama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya. Sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor pada badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek, penggabungan penghasilan digabungkan dalam tahun pajak dimana dividen tersebut diperoleh. Penentuan sumber penghasilan Untuk menentukan sumber penghasilan perlu diperhatikan hal-hal berikut: 1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya Penetuan sumber penghasilan adalah Negara tempat badan yang menerbitkan saham atau tersebut berkedudukan. 2. Penghasilan berupa bunga royalty dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak penentuan sumber penghasilan adalah Negara tempat pihak yang membayar tersebut berada atau berkedudukan. 3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan harta tak bergerak maka sumber penghasilan adalh Negara tempat harta tersebut terletak 4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, penentuan sumber penghasilan adalah Negara tempat pihak yang membayar tersebut berada atau berkedudukan. 5. Penghasilan berupa BUT, penentuan sumber penghasilanadalh Negara tempat BUT tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan milik Negara asing. Ketentuan kredit pajak luar negeri (PPH pasal 24) 1. Pajak atas penghasilan yang terutang atau dibayar diluar negeri yang dapat dikreditkan terhadap total PPH terutang di Indonesia hanya pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri tersebut. Pajak atas penghasilan terutang di luar negeri adalah pajak atas penghasilan berkenaan dengan usaha atau pekerjaan diluar negeri, pajak atas penghasilan yang dibayar di luar negeri adalah pajak atas penghasilan dari modal dan penghasilan lainnya diluar negeri seperti bunga, deviden, royalty, sewa, dan lain-lain.

2. Besarnya kredit pajak yang diperbolehkan adalh setinggi-tingginya sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap penghasilan kena pajak, atau setinggi-tingginya sama dengan pajak terutang atas penghasilan kena pajak (PKP). Dalam hal PKP lebih kecil dari penghasilan luar negeri. Pajak Penghasilan Pasal 25 Merupakan angsuran yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Pembayar PPH pasal 25 ini dimaksudkan untuk meringankan beban pajak bagi wjib pajak dalm pembayaran PPH terutang pada akhir tahun pajak. PPH pasal 21 adalah merupakan kredit pajak besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang Menurut SPT tahunan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan a. PPH yang dipotong b. PPH yang dipungut c. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan (PPH pasal 24) dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak ( masa perolehan) PPH pasal 26 PPH pasal 26 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterma oleh wajib pajak luar negeri selain BUT. Objek pemotongan PPH pasal 26 adalah: a. Dividen. b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. c. Royalty, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan. e. Hadiah dan penghargaan. f. Pensiun dan pembayaran lainnya. g. Keuntungan karena pembebasan utang. h. Premi dan transaksi lindung lainnya. Tarif yang dikenakan adalah 20% untuk setiap jenis penghasilan yang dikenakan PPH pasal 26 dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Tarif 20% dari penghasilan bruto.

2. Tarif 20% dari penghasilan netto. 3. Tarif 20% dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi pajak penghasilan.

You might also like