You are on page 1of 17

UKHUWAH

ISLAMIYYAH
Perspektif Surat Al-Hujurat

Sesungguhnya Orang-Orang Mukmin itu adalah bersaudara, maka
perbakilah hubungan persaudaraan kalian. Bertaqwalah kepada Allah agar
kalian mendapatkan rahmat. (QS. Al-Hujurat : 10)

27
Dzulhijjah
1431
Abdullah Assaif

UKHUWAH ISLAMIYYAH DAN PENYAKITNYA

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah menyatukan hati orang-orang beriman di dalam
keimanan. Shalawat serta salam kehadirat baginda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam beserta ahli
keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau dengan sebaik-baiknya.

Sebelum tulisan ini, kita sudah sempat menulis sedikit memgenai tema yang sama. Namun saat itu kita baru
berbicara secara general (umum), dan pada kesempatan kali ini kita akan mencoba sedikit memperinci hal ini.

Di dalam Al-Quran terdapat sebuah surat yang membahas mengenai masalah ukhuwah ini lengkap dengan
sebab-sebab yang dapat merusaknya. Dan bila dikaji secara ilmiyah, akan lebih banyak lagi rahasia-rahasia
seputar ukhuwah yang bisa kita ambil dari surat ini. Kaitan dan tautan setiap ayat dengan ayat selanjutnya pun
mengandung rahasia penjabaran yang sungguh luar biasa bila kita renungkan. Surat ini adalah surat yang
pernah kita bahas sebelumnya, yaitu surat Al-Hujurat, surat ke-49 yang terdapat di juz 26.

Kita akan memulai penjelasan kita dengan dimulai dari ayat 9 dari surat tersebut. Luar biasanya, di surat ini
Allah tidak mengawalinya dengan menjelaskan apa itu ukhuwah secara tersurat, melainkan Allah jelaskan
dengan secara tersirat dengan wujud sebuah konflik,

Dan bila ada dua golongan dari orang-orang mukmin itu berperang, maka hendaklah kamu damaikan
keduanya! Tapi bila ada satu golongan yang melampaui batas (berbuat dzalim) terhadap yang lain,
hendaklah golongan yang melampaui batas itu kamu perangi sampai dia kembali pada perintah Allah.
Maka apabila dia telah kembali, damaikanlah antara keduanya dengan adil. Dan hendaklah kamu berlaku
adil, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.
(QS. Al-Hujurat : 9)

Di dalam kaidah bahasa arab, sesuatu yang diletakkan di awal itu adalah sesuatu yang mengandung nilai
penting. Begitupula ayat ini Allah letakkan secara khusus untuk mengawali pembahasan ukhuwah secara
umum. Seolah Allah ingin mengisyaratkan, Konflik inilah yang harus kalian hindari..! Jangan kalian dekati
konflik ini karena dia akan menghancurkan ukhuwah (persaudaraan) diantara kalian.

Bahkan Allah mengisyaratkan bolehnya menggunakan senjata (kekuatan) untuk menghentikan konflik ini
apabila jalan damai sudah tidak diindahkan lagi, sebagaimana firman-Nya Taala, hendaklah golongan yang
melampaui batas itu kamu perangi sampai dia kembali pada perintah Allah.

Padahal Rasulullah melarang seorang mukmin untuk mengangkat senjata memerangi mukmin lainnya :

Mencaci-maki orang Islam adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekafiran. (Shahih Muslim No.97)

Bahkan Rasulullah membolehkan seseorang untuk berdusta dalam rangka mendamaikan kaum muslimin.
Sebagaimana sabdanya :

Bukanlah termasuk pendusta orang yang berdusta untuk mendamaikan antara manusia. Dia berkata yang
baik dan menyampaikan yang baik pula. (Shahih Muslim No.4717)

Betapa pentingnya pencegahan konflik ini, karena tanpa konflik akan terciptalah keharmonisan hubungan
antara kaum muslimin. Dan akan terealisasilah sabda Nabi Shallallahu alahi wa sallam :

Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling kasih, saling menyayang dan saling cinta adalah
seperti sebuah tubuh, jika salah satu anggotanya merasa sakit, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut
merasakan sulit tidur dan demam. (Shahih Muslim No.4685)

Oleh karena itu, sebab-sebab yang dapat menyebabkan konflik itu juga dilarang oleh Allah Taala dan
Rasulullah. Sebab-sebab perusak ukhuwah ini Allah terangkan secara sirriyyah (tersembunyi) maupun jahriyyah
(terang-terangan) di dalam surat Al-Hujurat ini.

Secara sirriyyah (tersembunyi) Allah menerangkan penyebab konflik ini sebelum ayat ke Sembilan, dan secara
jahriyyah (jelas/gamblang) Allah terangkan setelahnya.

Contoh penjelasan sirriyyah, penjelasan mengenai sebab-sebab konflik ini termaktub di ayat ke 2 dalam surat
Al-Hujurat :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu..

Dan juga :

..janganlah kamu berkata dengan suara yang keras..

Secara dzahir memang ayat ini ditujukan kepada para sahabat agar menjaga adab berbicara terhadap
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Tapi baru akan terlihat salah satu makna ayat ini bila kita menilik
sababun nuzul (sebab turunnya ayat). Di dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa ketika itu Umar dan
Abu Bakar Ash-Shiddiq sempat berselisih paham sehingga mereka meninggikan suaranya di hadapan Nabi,
sehingga turunlah ayat ini yang melarang mereka untuk saling berdebat dan meninggikan suaranya.

Salah satu sebab dari konflik ukhuwah ini diterangkan pula pada ayat ke 6 :

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka
periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.

Dalam ayat ini, Allah melarang kita untuk gegabah dalam menerima suatu berita dan memerintahkan kita untuk
bertabayyun (meneliti) keabsahan berita tersebut. Kenapa? Karena salah satu penyebab konflik ukhuwah
adalah isu-isu miring yang berhembus ditengah-tengah kaum muslimin (seperti yang banyak kita saksikan pada
hari ini). Isu ini sangat berbahaya karena mampu mengadu domba masyarakat dan memecah belah barisan
kaum muslimin. Oleh itu Rasulullah mengancam para pengadu domba dan penghasut dengan ancaman yang
sangat keras :

Rasulullah bersabda: Tidak akan masuk surga orang yang suka menghasut. (Shahih Muslim No.151)

Namun penjelasan mengenai ayat ke 6 ini yang membahas masalah penghasutan dan adu domba, secara rinci
akan kita bahas pada tempatnya, biidznillah.

Lalu, pada ayat ke 10 Allah menegaskan wajibnya mendamaikan kaum muslimin dengan firman-Nya :

Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan)
antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.






PENYAKIT-PENYAKIT PERUSAK UKHUWAH

PENYAKIT 1 Memperolok Orang Lain

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan (memperolok)
kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan
perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik dari mereka (yang
merendahkan) (QS. Al-Hujurat : 11)

Rasulullah bahkan menyebut orang yang suka merendahkan (meremehkan) orang lain ini dengan orang yang
sombong, sebagaimana sabdanya Shallallahu alaihi wa sallam :

Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia. (HR. Muslim)

Terkadang kita temui beberapa orang yang (walau hanya bercanda) telah melampaui batas dalam
memperolok-olok saudaranya. Memang tidak berniat merendahkan, tapi apakah ada jaminan bahwa yang
diperolokan itu tidak akan tersinggung dan terendahkan walau hanya dalam bentuk candaan..?

Oleh karena itu hendaknya setiap kita mengintrospeksi hal tersebut dan berhati-hati dalam candaan tersebut
agar jangan sampai melewati batas. Jangan sampai ukhuwah menjadi rengang hanya karena hal yang terlihat
sepele. Hal ini tidak terbatas hanya berupa ucapan, merendahkan orang lain bisa juga dapat berupa tindakan-
tindakan yang dapat menjatuhkan harga diri orang lain.

Raulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda, Taqwa itu ada disini (beliau sambil menunjuk dadanya 3
kali). Cukuplah seseorang dikatakan jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim. (HR. Muslim)

Itu jika tanpa sengaja, jika dilakukan dengan sengaja maka lebih berat lagi masalahnya. Kadangkala bahkan
hal-hal inilah yang dapat menyebabkan provokasi dan peperangan. Bahkan tawuran para pelajar yang banyak
kita saksikan, jika kita mau teliti sampai ke pokok pangkalnya maka akan kita dapati ternyata penyebabnya
adalah karena saling merendahkan antar sekolah atau antar angkatan. Pantas sekali jika Allah meletakkannya
sebagai awal sebab rusaknya ukhuwah yang terdapat di ayat ke sebelas dan seterusnya.

PENYAKIT 2 Mencela Saudara

Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri (QS. Al-Hujurat : 11)

Lalu, Di ayat yang lain Allah menerangkan buruknya sikap ini dengan firman-Nya, Kecelakaanlah bagi setiap
pengumpat lagi pencela. (QS. Al-Humazah : 1)

Juga Sabda Rasulullah, Memaki (mencela) orang Islam adalah kefasikan dan memeranginya adalah
kekafiran. (Shahih Muslim No.97)

Ini juga hal yang harus kita hindari. Kadangkala kita merasa risih melihat kekurangan orang lain, seolah-olah
kekurangannya itu sangat berbahaya buat diri kita. Hingga akhirnya terpancinglah kita untuk mencela dan
menghina kekurangan orang tersebut.

Orang bodoh sekalipun tidak pernah ingin menjadi bodoh, oleh karenanya jangan mudah kita mencela
kebodohannya. Orang yang berbuat salah juga terkadang tidak sengaja terjerumus dalam kesalahannya, oleh
karenanya jangan terburu kita untuk mencela dirinya tanpa diperhitungkan baik dan buruknya.

Dalam ayat ini Allah melarang kita untuk mencela diri sendiri. Ini adalah kiasan yang digunakan dengan
maksud, Janganlah kamu mencela sesama orang mukmin, atau dengan bahasa kita janganlah kamu
mencela sesama aktifis muslim, dai, muballigh, dan sebagainya.

Kenapa Allah katakan dengan diri sendiri? Karena Rasulullah katakan, Perumpamaan orang-orang mukmin
dalam hal saling kasih, saling menyayang dan saling cinta adalah seperti sebuah tubuh. Sehingga jika ada
orang yang mencela saudaranya sama seperti dia mencela dirinya sendiri.

Namun banyak kita temui orang-orang yang mencela orang lain dengan dalih untuk menegur kesalahan dan
saling menasihati sesama muslim. Apakah hal itu dibenarkan..? Tentu tidak.

Perlu kita bedakan yang mana dakwah dan saling menasihati dan yang mana yang celaan. Kadang ada diantara
mereka yang mengatakan sebagai nasihat padahal bahasa yang mereka gunakan kasar sekali, menusuk ke hati
lebih tajam dari pedang dzulfiqar. Padahal dalam dakwah, seseorang itu dituntut untuk berbuat ahsan. Apa itu
ahsan, yaitu menggunakan metode yang terbaik, menggunakan bahasa yang dipilah-pilih dulu sebelum
dikeluarkan.

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. (QS. An-Nahl : 125)

Kenapa kita sebut celaan..? Karena dia tidak menggunakan metode terbaik dan tidak mau tahu masalah itu.
Pantas saja sangat sulit menarik orang untuk mengikuti kebenaran, karena cara yang digunakan bukanlah cara
yang baik dalam berkata. Malah sengaja dia gunakan kata-kata yang menyinggung perasaan. Apa namanya itu
kalau bukan mencela?

Kalau Rasul dulu berdakwah memang juga membuat orang-orang kafir Quraisy tersinggung, tapi bedanya
beliau itu sudah melakukan dakwah dengan jalan terbaik, dan sudah menasihati dengan cara yang paling
bagus. Sehingga bila mereka tetap tersinggung itu urusan mereka. Sungguh Rasul itu suci dari segala noda
yang mereka tuduhkan tanpa sadar berupa jalan nasihat yang kasar.

Juga disebut celaan karena niat yang tidak ikhlas, sehingga dia lebih terlihat menyerang orangnya daripada
menyerang kesalahannya. Ketika si A melakukan kesalahan A, maka diserangnya habis-habisan. Tapi ketika si B
melakukan kesalahan yang sama dengan si A, dia biarkan saja dan seolah tidak tahu akan hal itu.

Kenapa kita katakan tidak ikhlas..? Karena dasar dia menasihati bukan karena Allah dan menerangkan
kebenaran, melainkan karena rasa emosi atau kebencian dia pada orang yang dia cela. Bisa juga karena
persaingan dan rasa iri (hasad) atas keberhasilan orang lain.

Coba bandingkan orang tersebut dengan contoh indah yang diberikan oleh Sayyidina Ali, menantu Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam. Ketika berada di medan pertempuran beliau berhasil mendesak seorang musuh.
Tapi tanpa diduga si musuh meludahinya, lalu dia pun menahan pedangnya karena takut membunuh musuh
hanya karena emosi dari dirinya. Itu yang jelas-jelas musuh dan orang kafir!! lantas bagaimana jika sesama
Muslim?? Terlebih sesama Dai, muballigh, atau aktifis muslim..???

Inilah yang Allah singgung, Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi. Mereka menjawab: Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan. (QS. Al-
Baqarah : 11) Menyangka menasihati dan memperbaiki kesalahan, tapi nyatanya malah merusak dan
membuat hati orang semakin tertutup dari kebenaran.

Rasulullah bersabda, Sesungguhnya apabila kamu mengikuti (mencela / membuka) aib-aib manusia, maka
kamu akan merusak mereka (HR. Abu Dawud)

Oleh karenanya, jangan sampai kita menjadi seperti orang-orang tersebut. Semoga Allah melindungi kita dari
noda yang merusak keikhlasan kita. Semoga Allah ,mengampuni segala ketidak ikhlasan kita di masa lalu dan
menolong kita untuk berbuat ikhlas setelah ini dan seterusnya. Semoga Allah menolong kita untuk menjauh
dari celaan-celaan yang dapat mengotori hati dan lisan kita. Allah lah sebaik-baik tempat berharap dan Dia
sebaik-baik penolong bagi orang-orang yang beriman.

PENYAKIT 3 Memanggil Dengan Gelaran Yang Buruk

dan janganlah memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Memburuk-burukkan panggilan
adalah perbuatan fasik sesudah keimanan. Dan barangsiapa yang tidak bertaubat (dari hal-hal tersebut)
maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. (QS. Al-Hujurat : 11)

Allah juga melarang seseorang untuk memanggil saudaranya dengan panggilan-panggilan yang buruk, karena
hal itu bisa melukai perasaan dan harga diri seorang Muslim. Disamping itu, panggilan bisa juga berarti doa,
sehingga bla dia memanggil saudaranya dengan panggilan yang buruk itu sama saja dia mendoakannya
dengan keburukan.

Sama seperti kasus pertama, yaitu saling merendahkan. Kadangkala ada yang memanggil saudaranya dengan
ejekan hanya untuk bercanda, namun malah menyinggung perasaan. Itulah karena tindakan yang tidak
dipikirkan dulu baik dan buruknya. Seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah saw, Orang Islam manakah
yang paling baik? Rasulullah menjawab, Orang yang kaum muslimin itu selamat dari lisan dan
tangannya. (Shahih Muslim No.57)

Bila orang tersebut tidak ridho dengan panggilan buruk itu, bisa jadi dia akan menuntut hak kehormatannya
tersebut pada hari kiamat. Rasulullah Shallallahu alai wasallam bersabda :

Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku ialah (orang) yang datang pada hari kiamat dengan
membawa (pahala) amalan puasa, shalat dan zakat, tetapi dia pernah mencaci-maki orang
..., (hingga kalimat) lalu dia menanti orang ini dan menuntut untuk mengambil pahalanya
(sebagai tebusan) dan orang itu mengambil pula pahalanya. Bila pahala-pahalanya habis sebelum selesai
tuntutan dan ganti tebusan atas dosa-dosanya maka dosa orang-orang yang menuntut itu diletakkan di
atas bahunya lalu dia dihempaskan ke api neraka." (HR. Muslim)

Semoga Allah memberikan kita kemampuan untuk menjaga lisan kita dari segala macam dosa dan noda.

PENYAKIT 4 Prasangka Buruk

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), sesungguhnya sebagian
dari prasangka adalah dosa.. (QS. Al-Hujurat : 12)

Di dalam tafsir Ibnu Katsir, diterangkan bahwa makna dzann atau perasangka pada ayat ini adalah Menuding
dan memandang buruk kepada Ahli keluarga, kerabat, atau manusia yang tidak pada tempatnya. Lalu datang
tafsiran lain yang lebih menjelaskan secara detail, di dalam tafsir Al-Qurthubi disebutkan, Janganlah kamu
menyangka buruk kepada orang baik yang kamu ketahui perbuatan baiknya secara dzahir.

Allah melarang prasangka karena orang yang mudah berprasangka akan mudah untuk diadu domba. Padahal
kita ketahui bersama bahwa musuh-musuh Islam selalu berjuang siang dan malam untuk mengancurkan
Islam, salah satu cara yang mereka gunakan adalah dengan politik adu domba ini.

Kita sekarang bisa saksikan sendiri bagaimana ada satu organisasi Islam menuding organisasi lainnya dengan
tudingan yang belum tentu benar. Lalu apa yang terjadi? Sangat memungkinkan sekali anggota dari kedua
organisasi tersebut akan bermusuhan, atau mungkin juga akan terjadi konflik yang jauh lebih besar lagi.
Padahal bagaimana mungkin mereka bermusuhan padahal sama-sama dipandang sebagai organisasi yang
memperjuangkan Islam? Tentu saja bisa, jika mereka diadu domba.

Selain itu, perasangka buruk ini akan menghancurkan rasa tsiqah atau kepercayaan kepada saudara sendiri.
Lantas bagaimana bisa berjalan bersama dan akur bila rasa ciruga selalu ada di hati mereka..??

Bahkan Rasulullah mengatakan prasangka ini sebagai sebuah kedustaan yang paling dusta, Jauhilah olehmu
prasangka buruk, sebab prasangka buruk adalah ucapan yang paling bohong." (Muttafaq Alaih)

Rasulullah juga melarang kita untuk mengucapkan apa yang menjadi perasangka kita di dalam hati, Dan
apabila kamu berperasangka buruk, maka hendaknya jangan kamu ucapkan (HR. Thabrani)

Namun dzan atau prasangka ini adapula yang diperbolehkan, diantaranya adalah menyangka orang dengan
prasangka yang baik (husnudzan). Dan juga prasangka yang diperintahkan kepada kita untuk mengikutinya,
yaitu dalam masalah agama. Sebagaimana firman Allah :

Lalu berkatalah orang-orang yang memiliki dzan bahwa mereka pasti akan bertemu Allah : Betapa
banyak kelompok yang sedikit dapat mengalahkan kelompok yang lebih banyak dengan izin Allah. Dan
Allah itu menyertai orang-orang yang sabar. (QS. Al-Baqarah : 249)

Di dalam Tafsir Fathul Qadir disebutkan, Dan tidak termasuk dzann (perasangka) yang dilarang yaitu
prasangka yang diperintahkan (kepada seorang muslim) untuk mengikutinya daripada masalah-masalah
agama. Yang mana Allah diibadahi dengan dzann itu. Bahkan jumhur ulama (mayoritas ulama) mewajibkan
untuk beramal dengannya.

Maksud dzann dalam masalah agama ini adalah hadits ahad, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh satu orang
saja di periwayat awalnya (yaitu para sahabat Rasul). Jadi selama hadits ahad itu memiliki riwayat yang shahih
dan kuat, baik dari jalur periwayat yang jujur maupun matan (isi) hadits yang sesuai dengan dasar agama,
maka seorang muslim harus mengambil hadits ahad itu sebagai pegangan.

Misalnya saja hadits pertama dalam hadits Arbain Imam Nawawi yang berbunyi, Sesungguhnya setiap amal
itu tergantung pada niat-niatnya... Hadits ini walaupun hadits ahad, namun dia merupakan hadits yang
shahih dan kuat dan diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim secara ittifaq (serupa sanad dan matannya).

Kembali ke pembahasan prasangka yang dilarang. Sekali lagi kita tegaskan bersama bahwa prasangka ini
adalah awal dari ketidak percayaan seorang terhadap saudaranya. Allah melarang kita daripadanya agar kita
menjadi umat yang kuat dan tidak mudah diadu domba oleh musuh.

PENYAKIT 5 Memata-Matai

..Dan janganlah memata-matai (mencari-cari keburukan orang lain).. (QS. Al-Hujurat : 12)

Yaitu janganlah kamu mencari-cari aib kaum muslimin dan janganlah kamu mencelanya. (Tafsir Assadi)

Kata perasangka dan memata-matai dalam ayat ini didampingkan dalam bentuk sabab-musabbab (sebab-
akibat). Yaitu, penyebab seorang memata-matai saudaranya adalah karena dia berprasangka buruk. Inilah
salah satu hal yang menakjubkan dari Al-Quran, yaitu sistem penyusunan kata-katanya begitu sistematis dan
rapi.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Hindarilah oleh kamu sekalian berburuk sangka karena
buruk sangka adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kamu sekalian saling memata-matai yang lain,
janganlah saling mencari-cari aib yang lain, janganlah kamu saling bersaing, janganlah kamu saling
mendengki dan janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling bermusuhan tetapi jadilah
hamba-hamba Allah yang bersaudara. (Shahih Muslim No.4646)

Dari hadits ini saya rasa sudah cukup menjelaskan bagaimana korelasi singkat antara hal-hal yang kita
sebutkan dengan ukhuwah Islamiyyah. Kata jangan merupakan bentuk larangan yang menunjukkan bahwa
hal-hal yang dilarang itu merupakan antitesis dari persaudaraan yang diperintahkan oleh Rasul. Jadi hal yang di
larang merupakan hal yang dapat merusak dan menghambat hal yang diperintahkan, dalam hal ini Ukhuwah
atau persaudaraan.

PENYAKIT 6 Ghibah (Gosip / Menggunjing Orang Lain)

..Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati?.. (QS. Al-Hujurat : 12)

Ghibah itu adalah menyebutkan suatu hal mengenai saudaranya sesama muslim, yang mana penyebutan itu
tidak disukai olehnya. Berupa keburukan-keburukannya atau hal lain yang dapat menyinggung perasaannya
jika dia mengetahuinya, walaupun hal itu memang benar-benar kenyataan. Karena kalau hal yang disebutkan
itu bohong maka itu masuk ke dalam wilayah buht (fitnah) yang hukumnya jauh lebih berat dosanya dari dosa
ghibah.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Tahukah kalian, apa itu ghibah." Mereka menjawab:
Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau bersabda: "Yaitu, engkau menceritakan saudaramu apa
yang tidak ia suka." Ada yang bertanya: Bagaimana jika apa yang aku katakan benar-benar ada pada
saudaraku? Beliau menjawab: "Jika padanya memang ada apa yang engkau katakan, maka engkau telah
menggibahkannya dan jika tidak ada, maka engkau telah membuat kebohongan atasnya." (Riwayat
Muslim)

Allah bahkan menyamakan orang yang menggibah atau menggosipkan orang lain ini dengan orang yang
memakan daging saudaranya yang telah meninggal. Karena kesalahan itu ibarat hal yang buruk dan busuk,
serta telah berlalu sebagaimana berlalunya mayat daripada kehidupan. Sehingga mengungkit dan
membincangkannya sama saja dengan mengambil dan memakan daging busuk. Dan tentunya manusia yang
normal tidak akan mau memakan mayat, harusnya seperti itu pulalah sikap seorang muslim terhadap ghibah
ini.

Ghibah ini bukan hanya berupa ucapan, bahkan bahasa isyarat yang dilakukan untuk menghina atau
merendahkan orang lain juga terhitung sebagai ghibah. Pernah suatu kali seorang wanita datang kepada
Aisyah. Ketika dia akan berdiri dan hendak pulang maka Aisyah member isyarat kepada Rasulullah dengan
tangannya (maksudnya dia berkata : Wanita ini pendek.), maka Rasulullah menegur Aisyah, Kamu itu sudah
menggibahnya..! (Tafsir Ibnu Katsir)

Ghibah ini adalah dosa yang paling banyak dilakukan, entah secara sadar ataupun tidak. Namun sebagai
seorang Muslim kita wajib menjauhi hal ini, karena hal ini dapat merenggangkan persaudaraan sesama
muslim.

Namun ada pula ghibah yang diperbolehkan, yaitu yang jelas dan besar nilai manfaatnya untuk manusia.
Seperti untuk Jarh wa Tadil (ilmu hadits untuk mengetahui keadaan perawi hadits), sebagai bahan bukti di
hadapan hakim, atau untuk memberi pertimbangan pada seseorang. Insyaallah akan kita bahas secara lebih
rinci pada tempatnya. Sedangkan sisanya adalah ghibah yang haram dan sangat dilarang.





































OBAT BAGI PENYAKIT UKHUWAH DI DALAM SURAT AL-HUJURAT

Sesungguhnya Allah selalu memberikan obat dari segala macam penyakit, termasuk penyakit perusak
ukhuwah ini. Rasulullah bersabda, Sesungguhnya Allah meletakkan penyakit dan diletakkan pula
penyembuhannya, kecuali satu penyakit yaitu penyakit ketuaan." (HR. Ashabus sunan)

Allah menurunkan penyakit dan menurunkan pula obatnya, diketahui oleh yang mengetahui dan tidak
akan diketahui oleh orang yang tidak mengerti. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan perlu kita ketahui bahwa seringkali Allah meletakkan obat tidak jauh dari tempat penyakit itu sendiri. Dua
hal yang berlawanan di tempat yang berdekatan, sebagaimana Allah telah menciptakan atom proton dan
atom elektron yang posisinya tidak berjauhan. Sebagaimana sabda Rasulullah mengenai obat dari penyakit
yang dibawa lalat :

"Apabila ada lalat jatuh ke dalam minuman seseorang di antara kamu maka benamkanlah lalat itu
kemudian keluarkanlah, sebab ada salah satu sayapnya ada penyakit dan pada sayap lainnya ada obat
penawar." (HR. Bukhary dan Abu Dawud)

Begitu pula mengenai penyakit perusak ukhuwah yang Allah jelaskan di dalam surat Al-Hujurat ini. Allah telah
menerangkan pula obat yang mampu mengatasinya di dalam surat yang sama. Setidaknya, obat yang bisa kita
bahas disini, yaitu sebagai berikut :

OBAT 1 : Saling Mengenal Dan Memahami

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. (QS. Al-
Hujurat : 13)

Salah satu sunnatullah bahwa Allah menciptakan manusia itu berkelompok-kelompok dalam hidupnya. Bila di
zaman Rasulullah kita mengenal istilah kabilah (suku), yaitu ikatan kelompok yang dipersatukan oleh ikatan
nasab (keturunan). Di kehidupan modern sekarang pun kita bisa menjumpai banyak kelompok di masyarakat
yang dipersatukan oleh beragam hal, ada paguyuban, patembayan, bangsa, suku, dan sebagainya.

Oleh karena itu Al-Quran menjelaskan dan menegaskan, jangan karena kelompok-kelompok yang berbeda itu
malah membuat kalian semua bercerai berai. Karena sesungguhnya tujuan kalian ditakdirkan berkelompok
bukanlah untuk bertengkar dan berperang karena perbedaan kalian, tapi tujuan sebenarnya adalah agar kalian
itu saling mengenal dan memahami. Atau mungkin bisa juga kita sebut, agar kalian itu membuka wawasan dan
pengertian atas keadaan kelompok lain yang berbeda dengan kelompok kalian.

Kenapa kita harus saling mengenal, karena saling mengenal merupakan jalan untuk saling memahami. Bahkan
Al-Quran menggandengkan kata tidak mengenal yang diidentikkan dengan pengingkaran :

Ataukah mereka tidak mengenal rasul mereka, sehingga mereka itu mengingkarinya? (QS. Al-Muminun :
69)

Atau juga salah satu pepatah :

Seseorang adalah musuh dari apa yang tidak dia kenal.

Sebagaimana juga kita ketahui bersama, bahwa di dalam proses pembentukkan ukhuwah islamiyyah ada yang
namanya taalluf (persatuan), yang mana proses didahului oleh proses taaruf (saling mengenal) dan tafahum
(saling memahami). Sehingga proses saling mengenal ini menjadi begitu urgent di dalam ukhuwah islam.

OBAT 2 : Bertaqwa Kapada Allah Dan Merasakan Pengawasan-Nya

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat : 13)

Taqwa yaitu melaksanakan apa yang diperintahkan Allah, menjauhi segala yang dilarang-Nya, serta
membenarkan setiap Firman-Nya. Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib menerangkan makna taqwa sebagai berikut,
Rasa takut kepada Yang Maha Mulia, mengamalkan segala yang disyari'atkan, ridha dengan yang sedikit, dan
bersiap untuk hari yang panjang (kiamat)."

Kedudukan taqwa disini sangat dominan dan besar. Bila kita membaca surat Al-Hujurat ini secara lengkap,
maka kita akan mendapati pengulangan-pengulangan kata taqwa di dalamnya. Diantaranya :

Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lag Maha Mengetahui. (QS. Al-
Hujurat : 1)

Allah mengaitkan antara orang yang berbudi dalam berbicara (merendahkan suara) dengan ketaqwaan :

Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah
diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. (QS. Al-Hujurat : 3)

Allah juga menghubungkan antara mendamaikan saudara dengan level ketaqwaan seseorang :

Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan)
antara kedua saudaramu itu dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al-
Hujurat : 10)

Lalu yang tidak kalah menarik, bagaimana Allah mengaitkan antara perbuatan-perbuatan yang dapat merusak
ukhuwah (berisi enam poin yang telah kita bahas) dengan ketaqwaan. Alah menyebutkan kata taqwa yang
digandeng dengan kata taubat setelah menyebutkan semua larangannya. Disinilah Allah mengisyaratkan
bahwa Taqwa adalah proses menuju taubat (pembersihan diri) dan pembebasan daripada bentuk-bentuk dosa
tersebut.

Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
(QS. Al-Hujurat : 12)

Sebelum melanjutkan pembahasan, ada baiknya kita membaca surat Al-Hujurat ayat 13 ini secara lengkap :
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, lalu Kami menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Di dalam ayat ini, seolah Allah mengisyaratkan bahwa orang yang paling bertaqwa diantaramu adalah orang
yang paling bisa mengenal saudaranya, dan hanya Allah lah yang mengetahui kadar ketaqwaan itu di dalam
hati insan. Oleh karenanya manusia khususnya kaum muslimin dilarang untuk berbangga diri dengan diri atau
kelompoknya. Sebagaimana pula bunyi firman Allah :

maka janganlah kalian menganggap diri kalian suci. Dia (Allah) lah yang paling mengetahui siapakah
orang yang lebih bertakwa. (QS. An-Najm : 32)

Disamping itu, disini ada satu hikmah lagi yang dapat kita petik dari ayat ini. Pada awal mula Allah memulai
ayat dengan penjelasan mengenai kelompok, bangsa, jamaah, atau organisasi. Namun mengapa di akhir ayat
Allah membahas ketaqwaan secara perorangan, bukan secara kelompok..??

Tentu saja karena pada hari kiamat nanti pertanggung jawaban amal akan dilakukan secara personal, nafsi-
nafsi. Saya rasa ada beberapa diantara teman-teman semua akan teringat dengan firman Allah :

.seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain (38) dan bahwasanya seorang manusia tiada
memperoleh selain apa yang telah diusahakannya (39). (QS. An-Najm : 38-39)

Ya, tentu saja kita akan dpanggil perorangan dan mempertanggung jawabkan amal juga perorangan, bukan
secara berombongan dan berkleompok. Tidak akan mungkin dikatakan pada hari kiamat, Orang NU, silahkan
masuk syurga duluan. Atau Muhammadiyah, silahkan masuk syurga duluan.. Akan tetapi mereka akan
dipanggil sendiri-sendiri dan perorangan, bukannya perkelompok.

Inilah salah satu jawaban saya ketika ada salah seorang sahabat kita yang bertanya, sekarang ini kita melihat
banyak sekali golongan-golongan seperti Muhammadiyah, NU, HTI, Ikhwanul Muslimun, namun mana
diantara sekian kelompok itu yang lebih mencontoh Rasulullah..?

Maka saya jawab, yang lebih mencontoh Rasul adalah ORANG yang lebih konsisten dalam menerapkan
sunnahnya. Tidak perduli dari kelompok manapun dia, selama akidahnya tidak menyimpang dari inti ajaran
islam. Inilah yang namanya persamaan hakiki islami, bukan persamaan nisbi jamai yang sifatnya hanya
sementara.

Itulah mengapa kadang saya agak gregetan, ketika ada orang yang menjelek-jelekan organisasi lain ketika
melihat ada anggota organisasi itu yang berbuat salah. Dia melihat kesalahan itu seolah ditanggung pula oleh
semua orang yang satu organisasi dengannya. Entah, mungkin dia terlupa atau sengaja lupa pada firman Allah
dalam surat An-Najm ayat 38-39 diatas.

Mereka itu sama saja dengan orang-orang non-muslim yang selalu menyalahkan Islam hanya karena ada
diantara orang Islam yang mencuri atau membuat masalah. Mereka tidak adil dan proporsional dalam
meletakkan permasalahan pada tempatnya. Dan orang yang tidak adil adalah orang-orang yang dzalim,
sedangkan orang yang dzalim akan suram masa depannya di akhirat. Rasulullah bersabda :

"Kedzoliman adalah kegelapan pada hari kiamat." (Muttafaqun Alaih)

Kembali ke tema ketaqwaan, ayat ini menunjukkan kepada kita jalan untuk selamat daripada perpecahan,
yaitu dengan taqwa. Karena hanya orang bertaqwa lah yang akan selalu mengingat perintah Allah untuk
bersatu dan tidak bercerai-berai. Taqwa pulalah yang menjaga manusia untuk menjauhi setiap ghibah,
prasangka, hasad, dendam, dan permusuhan.

Karena orang yang bertaqwa kepada Allah akan mendapatkan jalan keluar, solusi, dan obat dari setiap
masalahnya. Dengannya pula Allah akan memberi rizki kepada hamba-Nya dari arah yang tidak disangka-
sangka. Dan salah satu rizki dan nikmat agung yang Allah berkan yaitu ukhuwah dan persaudaraan.

barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan memberinya jalan keluar. Dan akan diberi
rizki dari arah yang tidak disangka-sangka olehnya (QS. At-Thalaq : 2-3)

OBAT 3 : Mentaati Perintah Allah dan Rasulullah

Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala
amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat : 14)

Korelasi antara ketaatan dan ketaqwaan sebenarnya tidak jauh berbeda. Akan tetapi ketaqwaan ini lebih
umum bentuknya daripada ketaatan. Dalam ayat lain disebutkan secara spesifik peran ketaatan dengan
persatuan, sebagaimana Firman-Nya Taala :

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisaa : 59)

Dalam ayat ini dijelaskan, bahwa orang yang berlainan pendapat mengenai sesuatu harus mendengar dan taat
kepada perintah Allah dan Rasul-Nya untuk mengembalikan segala perselisihan mereka kepada satu sumber,
yaitu Al-Quran dan Sunnah. Apa tujuannya? Yaitu agar mempermudah dalam memperoleh persatuan dan
persetujuan dalam persengketaan.

Orang yang patuh pada perintah Allah dan Rasul-Nya adala orang yang mendapatkan hidayah. Dan selamanya
orang yang mendapatkan hidayah Allah tidak akan tersesat hidupnya. Sedang kesesatan adalah biang
perpecahan. Sebagaimana berpecah belahnya ahli kitab yang tersesat dan menolak kebenaran yang
diterangkan Rasulullah kepada mereka.

Dan jika kamu taat kepadanya,(Rasulullah) niscaya kamu akan mendapat petunjuk. (QS. An-Nuur : 54)

Dan tidaklah berpecah belah para ahli kitab itu melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang
nyata (kebenaran). (QS. Al-Bayyinah : 4)

Oleh karenanya Allah memerintahkan kita untuk taat kepada-Nya, untuk bertaqwa kepada-Nya, yang mana
semua itu adalah hasil daripada iman yang kuat. Karena semua itu adalah sebab-sebab tertanamnya benih
ukhuwah secara matang. Satu sebab menopang bagian sebab yang lain untuk mengobati penyakit-penyakit
jiwa yang dapat merusak ukhuwah.

Allah memerintahkan kepada kita untuk taat kepada Allah, karena dengan ketaatan itu kita akan mendapat
hidayah dan petunjuk, dan dengan petunjuk dan hidayah itulah kita akan memperoleh ketaqwaan.

Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk (hidayah), Allah menambah petunjuk kepada mereka dan
memberikan balasan kepada mereka dengan ketaqwaan. (QS. Muhammad : 17)


OBAT 4 : Beriman Kepada Allah Tanpa Ragu

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah
dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu (QS. Al-Hujurat : 15)

Iman kepada Allah dengan makna kita yakin secara mantap kepada Allah sebagai Tuhan semesta alam. Dia
sendirilah yang telah menciptakan alam dan mengurus segala keperluan makhluknya. Hanya Allah lah tempat
dan tujuan akhir kita dalam beribadah dan kita tidak menyekutukan Allah di dalamnya. Dialah Allah yang
memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang mulia serta bersih daripada kekurangan sekecil apapun.

Rasulullah dalam sebuah haditsnya, mengaitkan iman ini dengan ukhuwah islamiyyah. Dimana ukhuwah ini
adalah merupakan bukti dari keimanan tersebut, sebagaimana disabdakan oleh beliau Shallallahu alahi
wasallam :

Tidak beriman salah seorang diantara kalian hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai
dirinya sendiri. (HR. Bukhari)

Allah juga mengaitkan antara keimanan ini dengan ukhuwah sebagaimana Dia mengaitkannya dengan
ketaatan. Hal ini juga telah kita bahas sebelumnya, bahwa petunjuk adalah saudara dari persatuan, dan
sebaliknya kesesatan adalah saudaranya perpecahan. Dengan keimanan seorang akan mendapat petunjuk,
dan dengan petunjuk itu mereka akan mudah bersatu dalam ukhuwah. Allah berfirman :

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh
Tuhan mereka karena keimanannya (QS. Yunus : 9)

Dengan keimanan ini seorang muslim akan mampu berbuat itsar (mementingkan saudaranya) sebagaimana
orang-orang yang beriman pada masa Rasulullah. Kita ingat bagaimana ada sahabat anshar yang menawarkan
kepada Abrurrahman bin Auf untuk mengambil sebagian hartanya dan menikahi seorang istrinya setelah dia
ceraikan. Bisa anda bayangkan bila kita berada pada posisi sahabat anshar itu, bisakah kita mengikutinya..?
Lantas mengapa sahabat tersebut mampu untuk melakukannya..? Jawabannya tidak lain adalah karena IMAN.
Allah berfirman :

Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan)
mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan
mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada
mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri,
sekalipun mereka dalam kesusahan. (QS. Al-Hasyr : 9)

Kita juga teringat akan ikatan iman ini dengan ukhuwah sebagaimana firman-Nya sebelum ini, Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah bersaudara (QS. Al-Hujurat : 10)

Hubungan ukhuwah (persaudaraan) dengan iman adalah hubungan timbal balik. Awalnya, imanlah yang
menumbuhkan bibit ukhuwah dalam diri orang yang beriman. Lalu seiring berjalannya waktu, ukhuwah yang
mulai tumbuh itu akan memberi nutrisi yang menambah kadar iman dalam diri seseorang. Dan tentu saja,
yang bisa melakukan ini adalah orang yang beriman sepenuhnya dengan keimanan yang tidak mengandung
keraguan. Karena keraguan pulalah yang akan mampu merusak keimanan dan ukhuwah. Oleh karena itu di
dalam ayat disebutkan secara bersambung, orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-
Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu. (QS. Al-Hujurat : 15)


OBAT 5 : Berjihad (berjuang) Di Jalan Allah & Berkorban

dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang
yang benar (keimananya). (QS. Al-Hujurat : 15)

Jihad fi sabilllah adalah perjuangan yang dilakukan untuk meninggikan kalimat Allah. Dia bisa berupa
peperangan dalam kondisi terdesak, menyeru pada kebaikan, mencegah kemungkaran, dan bentuk-bentuk
perjuangan lainnya. Yang mana di dalam perjuangan ini terdapat unsur pengorbanan berupa harta dan diri
sebagaimana disyaratkan oleh ayat. Rasulullah bersabda :

"Barangsiapa berperang untuk menegakkan kalimat Allah, maka ia (berjuang) fi sabilillah (di jalan Allah)."
(Muttafaqun Alaih)

Lalu kata jihad ini juga sering sekali digandengkan dengan kata iman, sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam ketika ditanya amal apakah yang paling utama, beliau menjawab :

Iman kepada Allah dan jihad fi sabilillah. (Muttafaqun Alaih)

Allah juga menghubungkan antara keimanan dan jihad di ayat yang lain :

Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat
menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (10) (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan
berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
(QS. As-Shaff : 10-11)

Lalu apa hubungannya Jihad dengan ukhuwah dan persatuan..? Maka Allah juga menggandengkan kata
berperang dan bersatu di dalam firman-Nya yang lain :

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur
seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh (QS. As-Shaff : 4)

Allah mengisyaratkan pentingnya ukhuwah di dalam perjuangan di dalam ayat ini. Yaitu mereka yang bersatu
di dalam barisan yang kokoh dalam rangka menegakkan kalimatullah di muka bumi.

Sesungguhnya setiap mukmin itu selalu berhadapan dengan peperangan menghadapi kebatilan. Entah
peperangan fisik secara nyata, perang pemikiran, perang budaya, dan lain sebagainya. Namun sayang banyak
kita temukan mereka yang tidak menyadari keadaan dan kondisi ini.

Kita ambil satu contoh peperangan kita yang terlihat secara nyata, bagaimana sekarang remaja kita banyak
yang dijejali dengan budaya rusak. Mulai dari gaya berpakaian (baju you can see, misalnya) sampai pola
pemikiran. Tanpa kita sadari, budaya itu perlahan demi perlahan menggerogoti budaya asli serta nilai-nilai
islam yang dipegang kuat oleh masyararakat. Akibatnya, menyebarlah zina dimana-mana, tersebarnya
narkoba, dan yang tak kalah mengerikan adalah muncul dan merebaknya dekadensi moral yang akan
membuat rapuh pondasi islam dan negri kaum muslimin.

Bisa anda banyangkan jika para pemuda yang akan menjadi bibit penerus kepemimpinan sudah dirusak moral
dan akalnya.., maka apa yang akan terjadi..?! Wajar saja di negri kita ini korupsi begitu merajalela. Belum lagi
skandal-skandal memalukan lainnya yang sebenarnya tidak pantas dilakukan oleh seorang pemimpin. Inilah
peperangan kita, peperangan halus yang akibatnya lebih mengerikan dari peperangan kasar.

Sadarilah, sekarang kita sedang berada di dalam peperangan, barangsiapa yang tidak mawas diri maka dia
akan digilas oleh musuh dan menjadi korbannya. Orang yang sadar bahwa mereka sedang berperang
menghadapi musuh pasti akan segera merapatkan barisan, bukannya hanya mencari-cari aib saudaranya lalu
menyebarluaskannya. Orang yang menyadari bahwa mereka dalam keadaan sedang berperang pasti akan
mengorbankan apapun yang dia miliki untuk memenangkan pertempuran, termasuk dengan mengeratkan
barisan dan menguatkan jalinan ukhuwah. Sebagaimana semboyan da slogan yang selalu kita dengung-
dengungkan, Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.

OBAT 6 : Bersyukur Atas Nikmat Iman

Sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada
keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar. (QS. Al-Hujurat : 17)

Makna syukur itu adalah menggunakan kenikmatan yang Allah berikan untuk melakukan ketaatan kepada-
Nya.

Di dalam ayat ini Allah mengungkit nikmat-Nya yang diberikan kepada manusia. Mengapa? Karena Allah ingin
agar kenkmatan itu dipergunakan sebagai mana mestinya, itulah yang namanya bersyukur. Kita diberi
penglihatan, kita gunakan untuk membaca Al-Quran, memiliki uang lalu kita gunakan untuk berzakat, memiliki
nyawa lalu kita gunakan untuk shalat, memliki hati lalu kita gunakan untuk memahami ayat-ayat Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Rum : 21)

Nikmat yang Allah ungkit disini adalah nikmat keimanan dan petunjuk. Sebagaimana telah kita bahas bersama
sebelumnya bagaimana hubungan antara keimanan dan petunjuk dengan ukhuwah, bahwa keimanan itu akan
menumbuhkan ukhuwah. Begitu juga dengan cahaya hidayah yang akan menumbuhkan tunas persatuan
sebagaimana cahaya mentari menumbuhkan kepingan biji tak bernyawa. Oleh karena itu Allah mengungkit
nikmat-Nya yang satu ini agar kita mensyukurinya itu dengan bersatu diatas landasan iman.

Di samping itu Allah juga mengikat langsung hubungan antara syukur nikmat dengan ukhuwah di dalam ayat
yang lain, sebagaimana frman-Nya Taala :

dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan,
maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang
bersaudara (QS. Ali-Imran : 103)

Allah telah memberikan nikmat lisan untuk berdzikir dan membaca Quran, bukan untuk menggibah,
mengejek, atau mencela orang lain. Allah memberikan mata agar manusia itu mau membaca ayat-ayat
kekuasaan-Nya di alam semesta, bukannya untuk memata-matai orang lain dan mencari aibnya. Allah
memberikan manusia nikmat berupa pendengaran agar mereka mendengarkan ayat-ayat Nya, bukan untuk
mendegar kata-kata kotor atau menguping dan mencari aib saudaranya sendiri.

Allah berikan hati dan perasaan agar mereka mampu menangis ketika mentadabburi ayat-ayat Allah, bukan
untuk berprasangka buruk kepada sesama orang beriman. Allah berikan mereka tangan untuk menjabat
tangan saudaranya, bukan untuk memukul atau mendzalminya.

Begitulah ayat-ayat Allah bercerita secara tersirat, bukan tersurat. Agar orang-orang yang beriman itu mau
berfikir dan menggunakan akalnya. Karena mengabaikan hak akal untuk berpikir juga salah satu bentuk
ketidak syukuran atas nikmat akal.

Dengan ini, selesailah pembahasan singkat kita mengenai nilai ukhuwah yang terkandung di dalam surat Al-
Hujurat. Insyaallah di lain kesempatan kita akan menambahkan pembahasan tema ukhuwah ini dengan
sumber-sumber yang lain, biidznillah.

,-''' - --=' , - .--- - _''-


Kebayoran Lama - Jakarta Selatan
Mahad Aly Annuaimy,
27 Dzulhijjah 1431 H / 4 November 2010 M


Maraji (Daftar Pustaka) :
Tafsir Ayatul Ahkam, As-Shobuni
Shahih Muslim, Muslim bin Hajjaj Al-Qusyairy Annaisabury
Tafsir Al-Quranul Adzim, Ibnu Katsir
Tafsir Al-Jami Li Ahkamil Quran, Al-Qurthubi
Tafsir Fathul Qadir, Asy-Syaukani
Taisirul Karmir Rahman, Abdurrahman bin Nashir Assadi
Mauidzatul Muminin min Ihya Ulumuddin, Jamaluddin Al-Qosimi
Riyadus Shalihin, Muhammad bin Zakariya An-Nawawi

You might also like