You are on page 1of 17

ISSN 0215 - 8250

88

ANALISIS KEBUTUHAN STANDAR MINIMAL SARANA PENDIDIKAN UNTUK JENJANG PENDIDIKAN DASAR (SD DAN SMP) DI KABUPATEN BULELENG oleh Sukadi Jurusan P P K N Fakultas IPS, Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis kebutuhan dan pemenuhan standar minimal sarana pendidikan pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) di Kabupaten Buleleng serta kontribusinya dalam peningkatan prestasi belajar siswa. Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan survey. Unit analisis utama penelitian ini adalah sekolah. Populasi penelitian adalah seluruh SD dan SMP sekabupaten Buleleng yang sampelnya dipilih dengan menggunakan teknik stratified proportional area random sampling dengan jumlah sample 48 SD dan 20 SMP. Semua data utama dikumpulkan dengan menggunakan teknik penyebaran kuesioner. Analisis data terutama dilakukan secara kuantitatif disertai analisis dengan argumentasi kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan sebagai berikut. (1) Seluruh jenjang pendidikan SD sampai SMP di Kabupaten Buleleng membutuhkan sarana pendidikan yang meliputi: kebutuhan ruang bangunan, perabot, peralatan dan media pendidikan, sumber belajar, dan kebutuhan lahan. (2) Pemenuhan kebutuhan standar minimal sarana pendidikan pada semua jenisnya secara kuantitas masih sangat kurang. Untuk SD meliputi seluruh jenis sarana pendidikan; sedangkan untuk SMP kekurangan terjadi pada faktor ruang bangunan, perabot, peralatan dan media pembelajaran, dan sumber belajar. Untuk kebutuhan lahan, SMP secara umum sudah mencukupi standar kebutuhan minimal. (3) Untuk pemenuhan kebutuhan minimal yang keberadaannya masih sangat kurang dan kondisinya sebagian sudah rusak ringan dan berat, seluruh tingkatan sekolah membutuhkan bantuan pemerintah daerah (kabupaten dan provinsi) dan pusat terutama untuk memenuhi kebutuhan lahan untuk jenjang SD, dan kebutuhan perabot,
____________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007

ISSN 0215 - 8250

89

peralatan dan media pembelajaran, serta sumber belajar untuk kedua jenjang pendidikan. (4) Ada kontribusi yang sangat signifikan dari seluruh faktor sarana pendidikan dalam menjelaskan variabilitas prestasi belajar siswa baik dalam ujian nasional maupun ujian sekolah. Secara sendiri-sendiri ada kontribusi yang sangat signifikan dari faktor-faktor perabot pendidikan, peralatan dan media pembelajaran, serta sumber belajar dalam menjelaskan prestasi belajar siswa baik dalam ujian nasional maupun ujian sekolah. Kata kunci : sarana pendidikan dan prestasi belajar siswa. ABSTRACT This study aimed at doing need analysis of educational facilities for compulsory education program (elementary school and junior high school) at Buleleng regency and its contribution to the improvement of students achievement. This research was conducted through survey. The unit analysis of this study was of school. The population was all elementary (SD) and junior high schools (SMP) in Buleleng regency. The samples of which were selected by stratified proportional area random sampling techniques. The total samples were 48 SD and 20 SMP. All data were collected by distributing questionnaires. Data were analyzed quantitatively and qualitatively. The result of this study can be reported as follows. (1) All SD and SMP in Buleleng regency need educational facilities, namely: room buildings, educational furniture, educational tools and media, learning resources, and landscape. (2) The fulfillment level of minimum standard of all kinds of educational facilities was quantitatively still low. For SD, this happened to all kinds of educational facilities, but for SMP, this was related to provision of room buildings, furniture, tools and media, and learning resources. For the need of landscape, SMPs generally have already fulfilled the minimum standard. (3) For the fulfillment of educational facilities that their existence was still low, all schools (SD and SMP) hope that the local and central governments help them provide landscape and room buildings for SD, and furniture, tools and media, and learning resources for both SD and SMP. (4) There was a significant contribution of all kinds of facilities in explaining the variance of students achievement both in national and school examinations. Individually, there was a significant contribution of furniture,
____________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007

ISSN 0215 - 8250

90

tools and media, and learning resources in explaining the variance of students achievement both in national and school examinations. Key words: educational facilities and students achievement.

1. Pendahuluan Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional telah berkomitmen untuk meningkatkan standar mutu pendidikan di Indonesia. Namun, upaya meningkatkan mutu pendidikan tersebut bukanlah usaha yang mudah. Hal ini mengingat kesenjangan atau disparitas mutu pendidikan antarlembaga pendidikan di Indonesia antara sekolah di desa dan di kota, misalnya, sangatlah tinggi. Hal ini dapat diketahui, saat ini ada sekolah bahkan yang telah mampu berkembang menjadi sekolah nasional berstandar internasional, ada sekolah yang berstandar nasional, tetapi ada juga sekolah yang bahkan belum memenuhi standar lokal (Kompas, 2004). Dengan begitu, sejalan dengan upaya meningkatkan mutu pendidikan tersebut, baik pengambil kebijakan di pusat maupun pelaksana atau praktisi pendidikan di lapangan membutuhkan acuan bagi upaya pengembangan standar pendidikan yang dapat dijadikan pegangan oleh semua pihak dalam pelaksanaan program-program pendidikan nantinya maupun dalam mengevaluasi atau mengukur keberhasilan program pendidikan dalam peningkatan mutu kinerjanya. Pengembangan standar-standar pendidikan ini akan membantu semua pihak untuk memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat tentang kualitas sumber daya manusia yang diperlukan dalam proses pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara. Dengan dasar pemikiran tersebut, Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional antara lain menegaskan perlunya pengembangan standar nasional pendidikan, yang mencakup: standar isi, standar proses,
____________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007

ISSN 0215 - 8250

91

standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu unsur masukan pendidikan yang penting dan merupakan kebutuhan vital bagi terselenggaranya proses pendidikan yang berkualitas. Tanpa ditunjang oleh sarana dan prasarana yang memadai sulit diharapkan proses dan hasil pendidikan yang bermutu tinggi. Rendahnya kualitas proses dan hasil pendidikan di Indonesia saat ini, sebagian diduga disebabkan oleh minimnya sarana pendidikan yang disediakan oleh pemerintah maupun yang mampu disediakan oleh masyarakat. Sementara itu, minimnya ketersediaan sarana pendidikan tidak hanya disebabkan oleh ketidakmampuan masyarakat atau pemerintah, tetapi juga tidak teridentifikasinya jenis sarana pendidikan yang paling esensial dibutuhkan agar suatu proses pendidikan berlangsung secara optimal. Dengan kata lain, pemerintah belum memiliki standar yang jelas tentang sarana pendidikan yang diperlukan untuk terwujudnya proses dan hasil pendidikan bermutu dan memiliki daya saing tinggi. Kebutuhan sarana pendidikan yang memadai, baik dari segi jumlah/rasio, variasi jenis yang dibutuhkan, maupun kualitasnya bagi berlangsungnya proses pendidikan dan tercapainya hasil pendidikan yang berkualitas prima, sudah tidak bisa ditawar-tawar. Karena itu, sarana pendidikan sangat penting dan sebagiannya (sumber dan media pembelajaran) sering disebut sebagai jendelanya ilmu pengetahuan dan teknologi (DeVries and Zan, 1994; Gredler, 1992). Ketiadaan sarana pendidikan dalam belajar cenderung akan membuat peserta didik akan belajar secara verbalisme belaka, dan ini adalah salah satu bentuk penindasan intelek.

____________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007

ISSN 0215 - 8250

92

Kebutuhan sarana pendidikan tidaklah cukup hanya yang berkaitan langsung dengan kegiatan belajar dan pembelajaran di kelas saja seperti: buku sumber, peralatan, perabot, dan media pendidikan saja. Pendidikan di sekolah juga membutuhkan sarana pendidikan yang secara tidak langsung mendukung terlaksananya kegiatan belajar dan pembelajaran di kelas seperti kebutuhan lahan, bangunan atau ruang, serta peralatan dan perabot untuk terselenggaranya manajemen sekolah secara bermutu (Depdiknas, 2003). Kebutuhan sarana pendidikan seperti ini secara minimal tentu disesuaikan dengan tingkat kebutuhan, jenis, dan fungsinya (Depdiknas, 2003). Kebutuhan sarana pendukung ini diperlukan untuk memberikan pelayanan yang optimal bagi berlangsungnya proses pendidikan yang bermutu. Tahun-tahun belakangan ini pemerintah mulai menyadari akan pentingnya standar pendidikan yang jelas yang dapat diacu oleh setiap penyelenggara pendidikan baik di tingkat nasional maupun daerah. Berkaitan dengan standar sarana pendidikan, dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan, seperti keperluan gedung dan lahan. Peraturan Pemerintah ini belum menjabarkan lebih jauh apa jenis dan spesifikasi sarana pendidikan yang esensial dan seberapa besar kebutuhan minimal oleh tiap-tiap sekolah pada setiap jenjang dan jenis program pendidikan. Demikian pula rincian mengenai kebutuhan sarana esensial dan minimal untuk setiap jenis kegiatan manajemen pendidikan, proses belajar mengajar, dan proses evaluasi program. Sehubungan dengan itu, diperlukan suatu analisis kebutuhan sarana pendidikan yang sesuai dengan standar yang

____________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007

ISSN 0215 - 8250

93

diharapkan baik yang menyangkut jumlah/rasio, variasi jenis, maupun tingkat kualitasnya. Sesuai dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2003, pendanaan penyelenggaraan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Ini berarti anggaran untuk pengadaan sarana pendidikan juga merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah pusat dan daerah mengisyaratkan pemerintah daerah agar memiliki data base yang jelas tentang jenis dan tingkat kebutuhan minimal sarana pendidikan pada setiap jenjang pendidikan, bahkan untuk setiap jenis kegiatan penyelenggaraan pendidikan. Di samping itu, kemampuan masyarakat dalam menyediakan sarana pendidikan di daerahnya sesuai dengan kondisi sosial ekonominya juga perlu diidentifikasi. Karena itu, diperlukan kajian-kajian ilmiah tentang kelayakan sarana pendidikan yang telah ada, urgensinya, ketetapatan sasarannya, dan kontribusinya pada peningkatan proses dan hasil pendidikan. Tersedianya sarana pendidikan sekolah yang memadai diduga memiliki korelasi yang kuat dengan peningkatan kualitas proses dan hasil belajar program pendidikan di sekolah (Depdiknas, 2005a, 2005b). Dalam hal ini, sarana pendidikan, terutama yang menyangkut fasilitas pembelajaran, sumber belajar, dan media pembelajaran (Depdiknas, 2005b) diduga mempunyai pengaruh yang kuat terhadap peningkatan hasil belajar yang diharapkan. Sarana pembelajaran yang tepat, di samping dapat menjadi media pendidikan (belajar) yang akan membantu mempermudah proses berpikir anak melalui konkretisasi objek-objek abstrak, juga dapat menjadi objek belajar itu sendiri yang akan membantu peserta didik memahami fenomena-fenomena alam, sosial, budaya, dan teknologi secara langsung. Pelibatan proses belajar secara langsung, utuh, komprehensif, dan powerful
____________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007

ISSN 0215 - 8250

94

jelas membantu peserta didik mewujudkan potensi belajarnya secara optimal (Santyasa, 1999; Sukadi, 2004; Wahab, 2002). Sehubungan dengan latar belakang seperti tersebut, ada beberapa rumusan masalah yang diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut. (1) Apa saja jenis sarana pendidikan yang paling esensial diperlukan di tiap-tiap jenjang sekolah (SD dan SMP) di Kabupaten Buleleng? (2) Seberapa besar kebutuhan minimal sarana pendidikan yang esensial diperlukan pada tiap-tiap jenjang pendidikan sekolah (SD dan SMP) sesuai dengan jumlah siswa di Kabupaten Buleleng? (3) Seberapa besar kebutuhan minimal sarana pendidikan yang esensial di atas telah dipenuhi oleh sekolah? (4) Seberapa besar kebutuhan minimal sarana pendidikan yang esensial di atas yang masih membutuhkan bantuan pemerintah (baik pusat maupun daerah) untuk menyediakannya? (5) Seberapa besar kontribusi penyediaan sarana pendidikan bagi peningkatan mutu pendidikan sekolah (SD dan SMP), khususnya dalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran baik yang diujikan secara nasional maupun dalam ujian sekolah? 2. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian survey. Unit analisis yang digunakan adalah satuan sekolah. Sekolah yang dilibatkan sebagai sampel dalam penelitian ini, masing-masing 48 SD dan 20 SMP sekabupaten Buleleng yang dipilih dengan menggunakan teknik stratified proportional area random sampling. Data utama penelitian dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner. Data yang terkumpul kemudian dianalisis baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan teknik statistik deskriptif dengan menentukan prosentase pemenuhan kebutuhan tiap standar sarana pendidikan dan menggunakan teknik analisis regresi ganda untuk mengetahui tingkat kontribusi tiap
____________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007

ISSN 0215 - 8250

95

komponen sarana pendidikan dalam menjelaskan variabilitas prestasi belajar mata pelajaran. Seluruh proses analisis menggunakan jasa perangkat lunak program SPSS. 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan Beradasarkan data yang diperoleh dalam kegiatan survey dapatlah diuraikan beberapa temuan dalam penelitian ini sebagai berikut. Pada umumnya baik jenjang SD maupun SMP yang ada di Kabupaten Buleleng membutuhkan jenis sarana pendidikan yang dapat digolongkan ke dalam lima kategori, yaitu: kebutuhan ruang/bangunan, kebutuhan perabot, kebutuhan peralatan dan media pembelajaran, kebutuhan sumber belajar, dan kebutuhan lahan. Jenis-jenis kebutuhan sarana pendidikan ini di samping sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan (Depdiknas, 2003) juga sesuai dengan kebutuhan riil praktik pendidikan di sekolah. Kebutuhan ruang/bangunan bagi sekolah ditetapkan sesuai dengan jenis aktivitas pendidikan yang dilakukan di sekolah, yaitu aktivitas manajemen/perkantoran, aktivitas pembelajaran, dan aktivitas penunjang program pendidikan. Kebutuhan tiap-tiap jenis ruang ditentukan pula oleh kebutuhan pemakainya, antara lain: kepala sekolah, wakil kepala sekolah (untuk SMP), staf guru, pegawai, komite sekolah, para siswa, dan orang lain yang berkepentingan (tamu terkait). Sesuai dengan kebutuhan riil di sekolah, maka kebutuhan jenis ruang dapat ditentukan antara lain: ruang kepala sekolah, ruang wakil kepala sekolah, ruang pegawai (termasuk ruang penggandaan dan ruang arsip/dokumen), ruang guru dan ruang sidang, ruang komite sekolah, ruang tamu (tunggu) di kantor depan, ruang pembelajaran teori, ruang komputer, ruang praktik lab. IPA dan bahasa (SMP), ruang keterampilan kejuruan, ruang kesenian, ruang olah raga (bisa disatukan
____________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007

ISSN 0215 - 8250

96

dengan ruang serba guna atau aula), ruang perpustakaan/media, ruang bimbingan dan konseling, ruang koperasi sekolah dan koperasi siswa (SMP), ruang kantin sekolah, ruang OSIS (SMP), ruang UKS, rumah dinas (SD), rumah penjaga, pos penjaga/SATPAM, ruang ibadah, dapur umum, gudang umum, kamar mandi/WC dan tempat ganti pakaian untuk guru dan siswa, dan ruang/bangsal parkir. Tiap-tiap jenis ruang di atas membutuhkan luas bangunan yang bebeda. Kebutuhan luas ruang/bangunan ditentukan oleh jumlah/rasio pemakai, ruang gerak pemakai, luas jumlah ukuran perabot dan peralatan yang diperlukan pada tiap-tiap ruang, dan model umum ukuran bangunan sekolah. Untuk ruang perkantoran, ruang tiap pemakai ditentukan dengan rasio 1 : 2 M2, selanjutnya ditambahkan dengan ruang gerak bagi pemakainya, jumlah perabot dan peralatan yang tersedia, serta disesuaikan dengan model ukuran bangunan. Untuk ruang pembelajaran ukurannya tergantung pada jenis aktivitas pembelajaran. Ruang belajar teori diperlukan dengan rasio 1 : 1,5 M2 dengan kapasitas tiap ruang maksimal 36 orang untuk SD dan 40 orang untuk SMP. Disesuaikan dengan model ukuran bangunan, ruang belajar teori untuk SD berukuran 63 M2 (7 x 9 M) dan untuk SMP berukuran 72 M2 (8 x 9 M). Untuk ruang belajar praktik (terutama praktik lab IPA dan ruang kesenian tari) umumnya menggunakan rasio 1: 2 - 3.5 M2. Penggunaan ruang praktik ini dapat disesuaikan dengan jumlah rombongan belajar (1/2, 1/3, . 1/5, 1/6, 1/8, atau 1/10) dengan menggunakan sistem kelas berjalan (Depdiknas, 2003). Akhirnya, untuk ruang penunjang, kebutuhan luas ruang ditentukan oleh jumlah pemakainya, jumlah perabot yang diperlukan dalam ruang, dan tambahan ruang gerak yang dinamis bagi pemakainya. Berdasarkan kriteria-kriteria di atas dapatlah diketahui tingkat pemenuhan kebutuhan ruang/bangunan tiap-tiap jenjang sekolah di
____________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007

ISSN 0215 - 8250

97

Kabupaten Buleleng. Untuk tingkat sekolah dasar tingkat pemenuhan kebutuhan secara keseluruhan baru mencapai 34,5%, dengan rincian: ruang penunjang 47%, ruang perkantoran 33,5%, dan ruang pembelajaran 23 %. Kecilnya tingkat pemenuhan kebutuhan ruang di tingkat sekolah dasar ini banyak ditentukan oleh munculnya kebutuhan baru yang sebelumnya terabaikan. Untuk tingkat SMP tingkat pemenuhan kebutuhan secara keseluruhan baru mencapai 57,7%, dengan rincian: ruang penunjang 80%, ruang perkantoran 49,35%, dan ruang pembelajaran 44 %. Kekurangan ini diperberat lagi oleh kondisi ruang yang ada sebagian sudah rusak dari rusak yang ringan hingga berat. Kebutuhan perabot pendidikan secara minimal, selanjutnya, dapat ditetapkan menggunakan pendekatan ruang dengan memperhatikan kebutuhan secara empiris. Asumsinya, perabot yang umumnya menjadi wadah atau tempat peralatan pendidikan ditempatkan pada tiap-tiap jenis ruang yang digunakan sesuai dengan jenis aktivitas dalam tiap-tiap ruang tersebut. Untuk jumlah dan ukuran perabot yang dibutuhkan pada tiap-tiap ruang umumnya ditentukan oleh jumlah pemakainya, sifat penggunaan (tunggal/ganda), sifat perabot (bergerak/tidak bergerak), dan jumlah serta ukuran peralatan pendidikan yang disimpan dalam perabot. Di samping itu, ukuran perabot juga haruslah disesuaikan dengan kelayakan antropometri dan ergonomis pemakainya (Depdiknas, 2003). Dengan menggunakan berbagai standar di atas, perhitungan pemenuhan kebutuhan perabot bagi tiap-tiap jenis dan jenjang sekolah dapat dilakukan. Perhitungan ini tentu tidak bersifat rigid. Karena itu, harus diakui, tingkat validitas hasil pengukuran tentu tidaklah valid benar. Memperhatikan berbagai faktor ini, hasil perhitungan telah menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan perabot di tingkat sekolah dasar secara keseluruhan baru mencapai 20%, dengan rincian: rumah dinas dan penjaga 74%, ruang belajar: 72%,
____________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007

ISSN 0215 - 8250

98

ruang ibadah 50%, ruang kepala sekolah 49%, ruang guru/rapat 49%, ruang kantin 28%, ruang UKS: 20%, ruang perpustakaan/media 13%, ruang administrasi dan penggandaan 3,5%, ruang serba guna 2,2%, dan ruangruang lainnya 0%. Sejalan dengan ini, pemenuhan kebutuhan perabot di tingkat SMP juga masih tergolong sangat kurang terutama untuk ruang-ruang laboratorium (IPA dan bahasa), komputer, kesenian, keterampilan, perpustakaan, bimbingan, ruang aula, komite sekolah, dan ruang wakil kepala sekolah. Tidak jauh berbeda dengan kebutuhan perabot, kebutuhan peralatan dan media pembelajaran juga sebagian dapat ditetapkan dengan menggunakan pendekatan keruangan, kecuali untuk kebutuhan peralatan pemeliharaan atau perawatan sekolah. Pemenuhan keberadaannya di semua jenjang pendidikan masih kurang dari 50%. Keadaan yang juga memprihatinkan ada pada kebutuhan sumber belajar baik untuk guru maupun siswa. Kebutuhan sumber belajar ini dapat digolongkan menjadi sumber belajar utama (wajib), sumber belajar alternatif, dan sumber belajar pengayaan. Ada kecenderungan bahwa keberadaan sumber belajar utama dan alternatif kekurangan yang sangat besar justru pada sumber belajar untuk siswa. Sementara itu, sumber belajar pengayaan untuk guru dan siswa keberadaannya dengan rerata kurang dari 7,5%. Kebutuhan minimal untuk lahan bagi kepentingan sekolah dapat dikelompokkan menjadi kebutuhan lahan untuk ruang/bangunan, infrastruktur bangunan, lahan untuk perindangan/taman sekolah, serta lahan untuk tempat bermain, tempat upacara, dan lapangan olahraga yang keberadaannya dapat disatukan. Kebutuhan lahan untuk bangunan disesuaikan dengan jumlah luas ruang bangunan yang dibutuhkan setelah memperhitungkan rasio pengguna, jumlah pemakai, jumlah perabot tiap ruang, dan model umum ukuran bangunan. Kebutuhan luas infrastruktur
____________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007

ISSN 0215 - 8250

99

bangunan dihitung sebesar 20% dari luas ruang bangunan dibagi koefisien dasar bangunan (Depdiknas, 2003). Kebutuhan minimal lapangan olahraga / tempat bermain / lapangan upacara dapat menggunakan pedoman luas satu lapangan olahraga yang paling luas dibutuhkan (lapangan sepak bola/basket) atau menggunakan standar rasio tempat upacara/tempat bermain dengan rasio minimal 1 : 1,5 M2. Kebutuhan lahan untuk perindangan sekolah/taman sekolah, akhirnya, ditentukan minimal sebesar 25% dari luas lahan lainnya. Menggunakan standar-standar tersebut dapat diketahui bahwa pemenuhan kebutuhan minimal luas lahan di tiap-tiap jenjang sekolah adalah sebagai berikut. Untuk SD pemenuhan kebutuhan minimal secara keseluruhan masih kurang terutama sangat kurang untuk kepentingan lahan bangunan dan infrastruktur serta untuk taman. Lahan untuk upacara atau tempat bermain atau tempat olahraga umumnya sudah mencukupi. Untuk jenjang SMP kebutuhan lahan secara keseluruhan sudah mencukupi kebutuhan minimal. Kekurangan hanya pada proporsi untuk luas bangunan. Dengan memperhatikan temuan-temuan di atas dapatlah dikatakan bahwa tingkat pemenuhan kebutuhan minimal sarana pendidikan sekolah di Kabupaten Buleleng secara umum masih tergolong kurang. Untuk SD kekurangan terjadi pada pemenuhan kebutuhan minimal semua jenis sarana pendidikan. Untuk SMP kekurangan umumnya terjadi pada kebutuhan bangunan, perabot, peralatan dan media pembelajaran, dan sumber belajar. Sementara kebutuhan luas lahan ditemukan sudah mencukupi ukuran kebutuhan minimal. Atas dasar kekurangan tersebut dan dengan mempertimbangkan kemampuan sekolah dan dukungan masyarakat, maka untuk memenuhi kebutuhan sarana pendidikan yang masih sangat minim, pihak sekolah mengharapkan bantuan pemerintah daerah (kabupaten dan provinsi) dan pusat untuk menanggulangi kekuarangan tersebut. Bantuan pemerintah itu
____________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007

ISSN 0215 - 8250

100

terutama diharapkan untuk mencukupi kebutuhan luas lahan di tingkat sekolah dasar, kebutuhan minimal ruang/bangunan di semua jenjang sekolah, kebutuhan perabot pendidikan di semua jenjang, kebutuhan peralatan dan media pembelajaran di semua jenjang, serta kebutuhan sumber belajar di semua jenjang sekolah. Bantuan pemerintah itu diharapkan berupa subsidi penuh untuk kebutuhan lahan SD; bantuan atau subsidi imbal swadaya untuk kebutuhan ruang bangunan, sebagian perabot, dan sebagian peralatan pendidikan (Depdiknas, 2006); serta bantuan dengan model kompetisi untuk pemenuhan kebutuhan sebagian peralatan dan media pendidikan dan pemenuhan sumber belajar pengayaan baik untuk guru maupun siswa. Dengan adanya bantuan pemerintah ini diharapkan sumber pembiayaan yang berasal dari sumbangan orang tua siswa dan masyarakat dapat digunakan sepenuhnya untuk penyelenggaraan proses pendidikan dan pembelajaran secara rutin sehari-hari di sekolah serta memenuhi sebagian kebutuhan sarana pendidikan untuk peralatan dan media pembelajaran serta sumber belajar utama untuk siswa. Harapan bantuan dari pemerintah daerah dan pusat ini menurut responden di sekolah tidaklah berlebihan. Hal ini dikaitkan dengan ketentuan pasal 31 UUD 1945 yang mewajibkan pemerintah pusat dan daerah untuk menyediakan minimal 20% dari anggaran APBN dan APBD untuk kepentingan pembangunan bidang pendidikan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan kelima sarana pendidikan di kedua jenjang sekolah secara bersama-sama mempunyai korelasi dan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan mutu pendidikan sekolah yang diukur dengan prestasi belajar siswa dalam ujian nasional dan ujian sekolah. Secara sendiri-sendiri, peranan faktor-faktor perabot, peralatan dan media pembelajaran, dan sumber belajar sangat signifikan dalam menjelaskan variabilitas skor prestasi belajar siswa baik dalam ujian nasional maupun ujian sekolah. Untuk jenjang SD tingkat
____________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007

ISSN 0215 - 8250

101

pemenuhan kebutuhan lahan bahkan juga mempunyai korelasi yang signifikan dengan variabilitas skor prestasi belajar siswa. Dengan temuan ini jelaslah bahwa pemenuhan kebutuhan minimal sarana pendidikan sudah merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan jenjang sekolah di Kabupaten Buleleng. 4. Penutup Berdasarkan hasil penelitian di muka dapatlah disimpulkan temuantemuan penelitian ini sebagai berikut. Pertama, seluruh jenjang pendidikan SD dan SMP di Kabupaten Buleleng membutuhkan sarana pendidikan yang meliputi kebutuhan ruang bangunan, perabot, peralatan dan media pendidikan, sumber belajar, dan kebutuhan lahan. Kedua, pemenuhan kebutuhan standar minimal sarana pendidikan pada semua jenisnya secara kuantitas masih sangat kurang. Untuk SD meliputi seluruh jenis sarana pendidikan, sedangkan untuk SMP kekurangan terjadi pada faktor ruang bangunan, perabot, peralatan dan media pembelajaran, serta sumber belajar. Untuk kebutuhan lahan SMP secara umum sudah mencukupi standar kebutuhan minimal. Ketiga, untuk pemenuhan kebutuhan minimal yang keberadaanya masih sangat kurang dan kondisinya sebagian sudah rusak ringan dan berat, seluruh tingkatan sekolah membutuhkan bantuan pemerintah daerah (kabupaten dan provinsi) dan pusat terutama untuk memenuhi kebutuhan lahan untuk jenjang SD; dan kebutuhan perabot, peralatan dan media pembelajaran, serta sumber belajar untuk kedua jenjang pendidikan. Keempat, ada kontribusi yang sangat signifikan dari seluruh faktor sarana pendidikan dalam menjelaskan variabilitas prestasi belajar siswa baik dalam ujian nasional maupun ujian sekolah. Kelima, secara sendiri-sendiri ada kontribusi yang sangat signifikan dari faktor-faktor perabot pendidikan, peralatan dan media pembelajaran, sumber belajar, dan
____________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007

ISSN 0215 - 8250

102

lahan dalam menjelaskan prestasi belajar siswa baik dalam ujian nasional maupun ujian sekolah. Atas dasar temuan tersebut direkomendasikan kepada sekolah (SD dan SMP) dan kepada pemerintah daerah (kabupaten, provinsi, dan pusat) melalui dinas pendidikan dan Depdiknas untuk memprioritaskan pemenuhan kebutuhan minimal sarana pendidikan sekolah di atas secara segera, terutama kebutuhan lahan untuk jenjang SD; dan kebutuhan ruang bangunan, perabot, peralatan dan media, serta sumber belajar untuk kedua jenjang pendidikan. Pentingnya pemenuhan kebutuhan ini karena faktor-faktor tersebut ditemukan memberikan sumbangan yang sangat signifikan dalam meningkatkan mutu pendidikan sekolah yang diukur lewat peningkatan prestasi belajar siswa baik dalam ujian nasional maupun ujian sekolah.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 19 Tahun 2005. Tentang Standar Nasional Pendidikan. Depdiknas. 2005a. Praktek Baik dalamPenjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Buku V: Prasarana dan Sarana. Jakarta: Depdiknas. ................. 2005b. Draft 2 Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009. Jakarta: Depdiknas. ..................... 2003. Pedoman Analisis Kebutuhan Sarana Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK): Program Keahlian Teknik Elektronika Komunikasi. Jakarta: Depdiknas. .................... 2006. Petunjuk Pelaksanaan Program Subsidi Imbal Swadaya Pembangunan RKB, Perpustakaan dan Laboratorium IPA Sekolah Menengah Pertama dengan Mekanisme Partisipasi Masyarakat. Jakarta: Depdiknas.

____________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007

ISSN 0215 - 8250

103

DeVries, R. and B. Zan. 1994. Moral Classrooms, Moral Children: Creating a Constructivist Atmosphere in Early Education. New York and London: Teachers College Press. Gredler, M. E. 1992. Learning and Instruction: Theory into Practice. Secong Edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Kompas. 2004. Sekolah Negeri dengan Standar Internasional di Indonesia. Santyasa, I W. 1999. Pembelajaran Modul dengan Metode Demonstrasi dan Analogi sebagai Strategi Pengubah Konsepsi Mahasiswa Jurusan Pendidikan MIPA STKIP Singaraja. Laporan Penelitian. Singaraja: STKIP Singaraja. Sukadi. 2004. Pembelajaran Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran Menggunakan Modeling Dosen Berbasis Konstruktivisme Pada Mahasiswa Semester III Jurusan PPKN IKIP Negeri Singaraja Tahun 2005/2006. Laporan Penelitian. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja. Tim Redaksi Fokusmedia. 2003. Himpunan Perundang-Undangan. UndangUndang RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dilengkapi dengan Undang_undang No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokusmedia.

____________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007

ISSN 0215 - 8250

104

Wahab, A. A. 2002. Guru Profesional dan PIPS yang Kuat Prasyarat bagi Keberhasilan Implementasi Kurikulum Sekolah Berbasis Kompetensi. Makalah. Disampaikan pada Seminar Nasional Sehari IPS, FPIPS IKIP Negeri Singaraja, Tanggal 10 Agustus 2002.

____________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007

You might also like