You are on page 1of 3

Pengertian Tawadhu

Pengertian Tawadhu adalah rendah hati, tidak sombong. Pengertian yang lebih dalam adalah kalau kita tidak melihat diri kita memiliki nilai lebih dibandingkan hamba Allah yang lainnya. Orang yang tawadhu adalah orang menyadari bahwa semua kenikmatan yang didapatnya bersumber dari Allah SWT. Yang dengan pemahamannya tersebut maka tidak pernah terbersit sedikitpun dalam hatinya kesombongan dan merasa lebih baik dari orang lain, tidak merasa bangga dengan potrensi dan prestasi yang sudah dicapainya. Ia tetap rendah diri dan selalu menjaga hati dan niat segala amal shalehnya dari segala sesuatu selain Allah. Tetap menjaga keikhlasan amal ibadahnya hanya karena Allah. Tawadhu ialah bersikap tenang, sederhana dan sungguh-sungguh menjauhi perbuatan takabbur (sombong), ataupun sumah ingin diketahui orang lain amal kebaikan kita. Tawadhu merupakan salah satu bagian dari akhlak mulia, jadi sudah selayaknya kita sebagai umat muslim bersikap tawadhu, karena tawadhu merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib dimiliki oleh setiap umat islam.

DAHLIL DARI TAWADUK


1. Tawadlu Yaitu rendah hati, tidak sombong, dan menghargai orang lain. Sebagaimana firman-Nyadalam QS. Luqman: 18-19 18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena s o m b o n g ) d a n janganlahkamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. 19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan[1182] dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.

Perilaku Terpuji Tawadhu


Sikap merendah tanpa menghinakan diri- merupakan sifat yang sangat terpuji di hadapan Allah dan seluruh makhluk-Nya. Sudahkah kita memilikinya? Merendahkan diri (tawadhu) adalah sifat yang sangat terpuji di hadapan Allah dan juga di hadapan seluruh makhluk-Nya. Setiap orang mencintai sifat ini sebagaimana Allah dan Rasul-Nya mencintainya. Sifat terpuji ini mencakup dan mengandung banyak sifat terpuji lainnya. Tawadhu''adalah ketundukan kepada kebenaran dan menerimanya dari siapapun datangnya baik ketika suka atau dalam keadaan marah. Artinya, janganlah kamu memandang dirimu berada di atas semua orang. Atau engkau menganggap semua orang membutuhkan dirimu.

Lawan dari sifat tawadhu adalah takabbur (sombong), sifat yang sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah mendefinisikan sombong dengan sabdanya: Kesombongan adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain. (Shahih, HR. Muslim no. 91 dari hadits Abdullah bin Masud z) Jika anda mengangkat kepala di hadapan kebenaran baik dalam rangka menolaknya, atau mengingkarinya berarti anda belum tawadhu dan anda memiliki benih sifat sombong. Tahukah anda apa yang diperbuat Allah subhanahu wa taala terhadap Iblis yang terkutuk? Dan apa yang diperbuat Allah kepada Firaun dan tentara-tentaranya? Kepada Qarun dengan semua anak buah dan hartanya? Dan kepada seluruh penentang para Rasul Allah? Mereka semua dibinasakan Allah subhanahu wa taala karena tidak memiliki sikap tawadhu dan sebaliknya justru menyombongkan dirinya.

Tawadhu di Hadapan Kebenaran Menerima dan tunduk di hadapan kebenaran sebagai perwujudan tawadhu adalah sifat terpuji yang akan mengangkat derajat seseorang bahkan mengangkat derajat suatu kaum dan akan menyelamatkan mereka di dunia dan akhirat. Allah subhanahu wa taala berfirman: Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi dan kesudahan yang baik bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Qashash: 83) Fudhail bin Iyadh t (seorang ulama generasi tabiin) ditanya tentang tawadhu, beliau menjawab: Ketundukan kepada kebenaran dan memasrahkan diri kepadanya serta menerima dari siapapun yang mengucapkannya. (Madarijus Salikin, 2/329). Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Tidak akan berkurang harta yang dishadaqahkan dan Allah tidak akan menambah bagi seorang hamba yang pemaaf melainkan kemuliaan dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah melainkan akan Allah angkat derajatnya. (Shahih, HR. Muslim no. 556 dari shahabat Abu Hurairah z) Ibnul Qayyim t dalam kitab Madarijus Salikin (2/333) berkata: Barangsiapa yang angkuh untuk tunduk kepada kebenaran walaupun datang dari anak kecil atau orang yang dimarahinya atau yang dimusuhinya maka kesombongan orang tersebut hanyalah kesombongan kepada Allah karena Allah adalah Al-Haq, ucapannya haq, agamanya haq. Al-Haq datangnya dari Allah dan kepada-Nya akan kembali. Barangsiapa menyombongkan diri untuk menerima kebenaran berarti dia menolak segala yang datang dari Allah dan menyombongkan diri di hadapan-Nya. Perintah untuk Tawadhu Dalam pembahasan masalah akhlak, kita selalu terkait dan bersandar kepada firman Allah subhanahu wa taala: Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasul teladan yang baik. (Al-Ahzab: 21)

Dalam hal ini banyak ayat yang memerintahkan kepada beliau untuk tawadhu, tentu juga perintah tersebut untuk umatnya dalam rangka meneladani beliau. Allah subhanahu wa taala berfirman: Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu yaitu orang-orang yang beriman. (Asy-Syuara: 215). Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan diri sehingga seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berbuat zhalim atas yang lain. (Shahih, HR Muslim no. 2588). Demikianlah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengingatkan kepada kita bahwa tawadhu itu sebagai sebab tersebarnya persatuan dan persamaan derajat, keadilan dan kebaikan di tengah-tengah manusia sebagaimana sifat sombong akan melahirkan keangkuhan yang mengakibatkan memperlakukan orang lain dengan kesombongan. Macam-macam Tawadhu Telah dibahas oleh para ulama sifat tawadhu ini dalam karya-karya mereka, baik dalam bentuk penggabungan dengan pembahasan yang lain atau menyendirikan pembahasannya. Di antara mereka ada yang membagi tawadhu menjadi dua: 1. Tawadhu yang terpuji yaitu ke-tawadhu-an seseorang kepada Allah dan tidak mengangkat diri di hadapan hamba-hamba Allah. 2. Tawadhu yang dibenci yaitu tawadhu-nya seseorang kepada pemilik dunia karena menginginkan dunia yang ada di sisinya. (Bahjatun Nazhirin, 1/657).

You might also like