You are on page 1of 28

Makalah Studi Islam III Sumber, objek dan tujuan akhlak

Oleh :
Kelompok II Sem/Kls : III L 1. TAUFIK ASHARI
2. IRWAN FAHMI

1006200500 1006200538 1006200506 1006200545 1006200534

3. HERI GUNAWAN
4. RINI DWI HARTATY 5. M.HAFIS RAMADHAN

Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang menyayangi tanpa pernah meminta imbalan dari mahluk-Nya, yang atas berkat rahmat, inayah serta hidayah-Nya lah kami sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, serta, umatnya yang membela risalahnya sampai akhir jaman. Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan benar, yang merupakan salah satu tugas dari pelajaran Studi Islam III, dalam memenuhi tugas tersebut maka kami menyusun makalah yang berjudul Sumber, Objek dan Tujuan Akhlak kami telah mendapatkan bantuan dari beberapa sumber yang telah di lampirkan di halaman pada Daftar Pustaka. Kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan kepada pihak yang membacanya. Kami sadar sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Apabila terdapat kesalahan yang kecil ataupun yang fatal kami mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada pihak yang membaca makalah ini. Dan kami juga menerima kritik dan saran terhadap makalah yang kami buat ini, mudahmudahan dengan adanya kritik dan saran kami dapat membuat makalah yang lebih bagus lagi di hari kemudian. Medan, 22 Desember 2011 Penulis

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..................................................................................... DAFTAR ISI.................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN............................................................................... A...............................................................................................................Latar Belakang................................................................................................... iii i ii iii

B................................................................................................................Rumusa n Masalah.................................................................................................. BAB II PEMBAHASAN................................................................................. Sumber, Objek dan Tujuan Akhlak............................................................ iv 1 1

A.............................................................................................Pengerti

an akhlak serta perbedaannya dengan moral dan etika............................

B.............................................................................................Sumber

Akhlak Islam............................................................................................

C.............................................................................................Objek

dalam berakhlak.......................................................................................

D............................................................................................Tujuan

Berakhlak dalam Islam............................................................................. BAB III PENUTUP.........................................................................................


ii

16 20

Kesimpulan............................................................................................... Daftar Pustaka..........................................................................................

20 22

iii

BAB I Pendahuluan Sumber, Objek dan Tujuan Akhlak A. Latar Belakang

Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang memiliki kedudukan yang sangat penting, di samping dua kerangka dasar lainnya. Akhlak merupakan buah yang dihasilkan dari proses menerapkan aqidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya kuat. Jadi, tidak mungkin akhlak ini akan terwujud pada diri seseorang jika dia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik. Nabi Muhammad Saw. dalam salah satu sabdanya mengisyaratkan bahwa kehadirannya di muka bumi ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan akhlak manusia yang mulia. Misi Nabi ini bukan misi yang sederhana, tetapi misi yang agung yang ternyata untuk merealisasikannya membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni kurang lebih 22 tahun. Nabi melakukannya mulai dengan pembenahan aqidah masyarakat Arab, kurang lebih 13 tahun, lalu Nabi mengajak untuk menerapkan syariah setelah aqidahnya mantap. Dengan kedua sarana inilah (aqidah dan syariah), Nabi dapat merealisasikan akhlak yang mulia di kalangan umat Islam pada waktu itu. Mengkaji dan mendalami akhlak bukanlah yang terpenting, tetapi merupakan sarana yang dapat mengantarkan kita dapat mengamalkan akhlak mulia seperti yang dipesankan oleh Nabi Saw. Dengan pemahaman yang jelas tentang akhlak, kita akan memiliki pijakan dan pedoman untuk mengarahkan tingkah laku

iv

kita sehari-hari, sehingga kita memahami apakah yang kita lakukan benar atau tidak, termasuk akhlak mahmudah (mulia) atau akhlak madzmumah (tercela).
B. 1.

Rumusan Masalah Mempelajari arti dan ruang lingkup akhlak serta perbedaan akhlak

moral dan Etika 2. 3. 4. Mempelajari Sumber Akhlak Mempelajari Objek Akhlak Mempelajari Tujuan Akhlak

A. Pengertian akhlak serta perbedaannya dengan moral dan etika

Menurut bahasa (etimologi) Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluq, artinya budi pekerti, tingkah laku, perangai, tabiat1. Sedangkan menurut istilah, akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan bathin2. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan baik dan buruk, apabila kebiasaan memberi sesuatu yang baik, maka disebut akhalakul karimah dan bila perbuatan itu tidak baik disebut akhlakul mazmumah3. Disamping akhlak dikenal pula istilah moral dan etika. Moral berasal dari bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. moral selalu dikaitkan dengan ajaran baik buruk yang diterima umum atau masyarakat. Karena itu adat istiadat masyarakat menjadi standart dalam menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan. Etika adalah sebuah tatanan perilaku berasarkan suatu sisitem tatanan lain suatu masyrakat tertentu, etika lebih bnyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat, karena itu yang menjadi standart baik dan buruk itu akal manusia. Jika dibandingkan dengan moral, maka etika lebih bersifat teoritis sedangkan moral bersifat praktis. Moral bersifat local atau khusus dan etika bersifat umum. Pebedaan akhlak dan moral dan etika dapat dilihat dari dasar penetuan atau standart ukuran baik dan buruk yang digunakannya, standart baik dan buruk
1 2 3

A. Mustofa, Akhalak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 11. Hamzah Yaqub, Etika Islam, (Bandung: Diponegoro, 1993), hlm. 12. Ahmad Amin, kitab Al-Akhlak, (kairo: Darul Kutub Al-Mishiriyah, tt), hlm. 15.

akhalak berdasarkan Al-quran dan Sunnah rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh suatu masyarakat. Jika masyarakat menganggap suatu perbuatan itu baik,maka baik pula lah nilai perbuatan itu. Dengan demikian standart nilai moral dan etika bersifat local dan temporal, sedangkan standart akhlak bersifat universal dan abadi4. Dalam pandangan islam, akhlak merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam perilaku nyata sehari. Inilah yang menjadi misi diutusnya rasul sebagaimana di sabdakannya: aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia (Hadist riwayat ahmad) Secara umum dapat dikatakan bahwa akhlak yang baik pada dasarnya adalah akumulasi dari aqidah dan syariah yang bersatu secara utuh pada diri seseorang. Apabila aqidah telah mendorong pelaksanaan syariat akan lahir akhlak yang baik, atau dengan kata lain akhlak merupakan perilaku yang tampak apabila syariat islam telah dilaksanakan berdasarkan aqidah. B. Sumber Akhlak Islam Sumber untuk menentukan akhlak dalam Islam, apakah termasuk akhlak yang baik atau akhlak yang tercela, sebagaimana keseluruhan ajaran Islam lainnya adalah al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Baik dan buruk dalam akhlak Islam ukurannya adalah baik dan buruk menurut kedua sumber itu, bukan baik dan
4

Prof. Dr. Azyumardi. Dkk, Buku Teks Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2002), hlm 165

buruk menurut ukuran manusia. Sebab jika ukurannya adalah manusia, maka baik dan buruk itu bisa berbeda-beda. Seseorang mengatakan bahwa sesuatu itu baik, tetapi orang lain belum tentu menganggapnya baik. Begitu juga sebaliknya, seseorang menyebut sesuatu itu buruk, padahal yang lain bisa saja menyebutnya baik5. Kedua sumber ajaran Islam yang pokok itu (al-Quran dan Sunnah) diakui oleh semua umat Islam sebagai dalil naqli yang tinggal mentransfernya dari Allah Swt. dan Rasulullah Saw. Keduanya hingga sekarang masih terjaga

keautentikannya, kecuali Sunnah Nabi yang memang dalam perkembangannya banyak ditemukan hadis-hadis yang tidak benar (dlaif/palsu). Melalui kedua sumber inilah kita dapat memahami bahwa sifat sifat sabar, tawakkal, syukur, pemaaf, dan pemurah termasuk sifat-sifat yang baik dan mulia. Sebaliknya, kita juga memahami bahwa sifat-sifat syirik, kufur, nifaq, ujub, takabur, dan hasad merupakan sifat-sifat tercela. Jika kedua sumber itu tidak menegaskan mengenai nilai dari sifat-sifat tersebut, akal manusia mungkin akan memberikan nilai yang berbeda-beda6. Namun demikian, Islam tidak menafikan adanya standar lain selain alQuran dan Sunnah untuk menentukan baik dan buruknya akhlak manusia. Standar lain yang dapat dijadikan untuk menentukan baik dan buruk adalah akal dan nurani manusia serta pandangan umum masyarakat. Manusia dengan hati nuraninya dapat

Dr. Marzuki, M.Ag, Prinsip Dasar Akhlak Mulia, (Yogyakarta : Debut Wahana Perss, 2009),hlm 19 6 Ibid

juga menentukan ukuran baik dan buruk, sebab Allah memberikan potensi dasar kepada manusia berupa tauhid. Allah Swt. berfirman: Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anakanak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)". (QS. al-Araf (7): 172). Dalam ayat yang lain Allah Swt. juga berfirman: Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah

itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. al-Rum (30): 30). Dengan fitrah tauhid itulah manusia akan mencintai kesucian dan cenderung kepada kebenaran. Hati nuraninya selalu mendambakan dan merindukan kebenaran, ingin mengikuti ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya, karena kebenaran itu tidak akan dicapai kecuali dengan Allah sebagai sumber kebenaran mutlak. Namun demikian, harus diakui bahwa fitrah manusia tidak selalu dapat berfungsi dengan baik. Pendidikan dan pengalaman manusia dapat mempengaruhi eksistensi fitrah manusia itu. Dengan pengaruh tersebut tidak sedikit fitrah manusia menjadi kotor dan tertutup sehingga tidak lagi dapat menentukan baik dan buruk dengan benar. Karena itulah ukuran baik dan buruk tidak dapat diserahkan kepada hati nurani belaka, tetapi harus dikembalikan kepada wahyu yang terjamin kebenarannya (Yunahar Ilyas, 2004: 4). Akal pikiran manusia juga sama kedudukannya seperti hati nurani di atas. Kebaikan atau keburukan yang diperoleh akal bersifat subjektif dan relatif. Karena itu, akal manusia tidak dapat menjamin ukuran baik dan buruknya akhlak manusia. Hal yang sama juga terjadi pada pandangan umum masyarakat. Yang terakhir ini juga bersifat relatif, bahkan nilainya paling rendah dibandingkan kedua standar sebelumnya. Hanya masyarakat yang memiliki kebiasaan (tradisi) yang baik yang dapat memberikan ukuran yang lebih terjamin. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ukuran baik dan buruknya akhlak manusia bisa diperoleh melalui berbagai sumber. Dari sekian banyak sumber

yang ada, hanyalah sumber al-Quran dan Sunnah Nabi yang tidak diragukan kebenarannya. Sumber-sumber lain masih penuh dengan subyektivitas dan relativitas mengenai ukuran baik dan buruknya. Karena itulah ukuran utama akhlak Islam adalah al-Quran dan Sunnah. Dan inilah yang sebenarnya merupakan bagian pokok dari ajaran Islam. Apapun yang diperintahkan oleh al-Quran dan Sunnah pasti bernilai baik untuk dilakukan, sebaliknya yang dilarang oleh al-Quran dan Sunnah pasti bernilai baik untuk ditinggalkan. C. Objek dalam berakhlak akhlak terhadap Allah, Manusia dan Lingkungan hidup Menurut objek dan sasarannya terdapat akhlak terhadap Allah, akhlak kepada manusia dan akhlak kepada lingkungan7.
1. Akhlak kepada Allah a. Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk

menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya seorang muslim beribadah membuktikan ketundukan dan kepatuhan terhadap perintah Allah berakhlak kepada Allah dilakukan melalui media komunikasi yang telah disediakan antara lain ibadah shalat8.
b. Berzikir kepada Allah,yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan

kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada

7 8

Azyumardi Op.Cit., 165 Azyunardi Loc.Cit

Allah

melahirkan

ketenangan

dan

ketentraman

hati

sebagaimana

diungkapkan dalam firman Allah:

Ingatlah,dengan zikir kepada Allah akan menentramkan hati (Ar-Raad,13:28)


c. Berdoa kepada Allah yaitu memohon apa saja kepada Allah. Doa

merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidak mampuan manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuaasaan Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan doa dalam ajaran islam sangat luar biasa, karena ia mampu menembus kekuatan akal manusia. Oleh karena itu, berusaha dan berdoa merupakan dua sisi tugas hidup manusia yang bersatu secara utuh dalam aktifitas hidup setiap muslim. Orang yang tidak pernah berdoa adalah orang yang tidak menerima keterbatasan dirinya sebagai manusia karena itu dipandang sebagai orang yang sombong, suatu prilaku yang tidak disukai Allah.
d. Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan

menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.


7

Dan kepunyaan Allah-lah segala rahasia langit dan bumi,dan kepadanya lah dikembalikan segala urusan. Oleh karena itu sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali kali tuhan mu tidak akan melupakan apa yang kamu kerjakan (Hud,11:123) Tawakal bukanlah menyerah kepada keadaan, sebalikya tawakal mendorong orang untuk bekerja keras karena Allah tidak menyia-nyiakan kerja

manusia. Setelah bekerja keras apapun hasilnya akan diterimanya sebagai sesuatu yang terbaik bagi dirinya, tidak kecewa atau putus asa.
e. Tawaduk kepada Allah adalah rendah hati kepada Allah. Mengakui bahwa

dirinya rendah dan hina dihadapan Allah yang maha kuasa, oleh Karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain,dan pamrih dalam melaksanakan kepada Allah. Nabi bersabda: Sedekah tidak mengurangi harta dan Allah tidak menambah selain

kehormatan pada seseorang yang memberi maaf. Dan tidak seorang yang tawaduk secara ikhlas karena Allah, melainkan dia dimuliakan Allah. (hadist riwayat muslim dari abu hurairah) Oleh karena itu tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak bertawaduk kepada Allah karena manusia diciptakan dari bahan yang hina nilainya, yaitu tanah.
8

2. Akhlak kepada manusia. a.

Akhlak kepada diri sendiri.

1. Sabar adalah perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari

pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya. Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan, dan ketika ditimpa musibah dari Allah9. Sabar melaksanakan perintah adalah sikap menerima dan melaksanakan segala perintah tanpa pilih-pilih dengan ikhlas. Sedangkan sabar dalam menjauhi larangan Allah adalah berjuang mengendalikan diri untuk meninggalkannya. Sabar terhadap musibah adalah menerima musibah apa saja yang menimpa dengan tetap berbaik sangka kepada Allah serta tetap yakin bahwa ada hikmah dalam setiap musibah itu. Sabar terhadap musibah merupakan gambaran jiwa yang tenang dan keyakinan yang tinggi terhadap Allah, karena itu pantaslah kalau Allah menghapus dosa-dosanya sebagaimana sabda Nabi : Tidak seorang muslim yang terkena suatu gangguan, baik berupa duri atau lebih dari itu, melainkan akan menghapus kesalahannya dan menggugurkan dosa-dosanya sebagiamana gugurnya daun dari pohon (hadist riwayat bukhari dan muslim)
2. Syukur adalah sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang

tidak bisa terhitung banyak nya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan
9

Azyumardi Op.Cit., 167

dan perbuatan. Syukur dengan dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaaan hamdallah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan

keharusannya, seperti bersyukur diberi penglihatan dengan menggunakan untuk membaca ayat Allah baik yang tersurat dalam al-quran maupun yang tersirat pada alam semesta. Orang yang suka bersyukur terhadap nikmat Allah maka akan ditambah nikmat yang diterimanya sebagaimana firmannya: ...

Kalau kalian bersyukur tentu aku, akan menambah(nikmat) untuk mu dan jika kamu mengingkari(nikmat-ku), maka sesungguhnya azab ku sangat pedih. (Ibrahim,14:7)
3. Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapi

nya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk lahir dari kesadaran akan hakikat dirinya sebagai manusia yang lemah dan serba terbatas yang tidak layak untuk bersikap sombong dan angkuh di muka bumi. Allah berfiman: ... Janganlah kamu palingkan mukamu dari manusia dan jangan kamu

berjalan di muka bumi dengan sombong. (Luqman, 31:18).


10

Sikap tawaduk melahirkan ketenangana jiwa, menjauhkan dari sifat dari iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.
b. Akhlak pada ibu bapak

Akhlak kepada ibu bapak adalah berbuat baik kepada keduanya (birrul walidain) dengan ucapan dan perbuatan. Allah mewasiatkan agar manusia berbuat baik kepada kedua ibu bapak sebagai mana firmannya: Dan kami perintakan kepada manusia (berbuat baik) kepada ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang tua ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu.(Luqman,31:14) Dalam ayat diatas Allah menyuruh manusia untuk berbakti kepada ibu bapak dengan cara mengajak manusia untuk menghayati pengorbanan yang diberikan ibu ketika mengandung, melahirkan, merawat dan mendidik anaknya. Karena itu doa yang di ajarkan Allah untuk orang tua diungkapkan sedemikian rupa dengan mengenang jasa mereka:

11

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua (orang tuamu) dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: wahai Tuhan ku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik dan merawatku dengan penuh kasih sayang ketika aku kecil. (Al-Israa,17:24) Berbuat baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam bentuk perbuatan antara lain: menyayangi dan mencintai ibu bapak sebagai bentuk terima kasih dengan cara bertutur kata sopan dan lemah lembut, menaati perintah, meringankan beban, serta menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampulagi berusaha. Berbuat baik kepada orang tua tidak hanya ketika mereka hidup tetapi terus berlangsung walaupun mereka telah meninggal dunia dengan cara mendoakan dan meminta ampunan untuk mereka, menepati janji mereka yang belum terpenuhi, meneruskan silahturahmi dengan sahabat sahabat waktu mereka hidup. Hal ini diungkapkan nabi: Dari Abi Usaid is berkata : Ketika kami duduk disisi rasullullah saw, tiba tiba datanglah seorang laki laki dari Bani Salamah seraya bertanya: Ya Rasulullah, apakah masih bisa saya berbuat baik kepada kedua ibu bapaku sedangkan mereka telah meninggal dunia? Rasulullah menjawab: Ya, (yaitu dengan jalan) mendokan keduanya, meminta ampun bagi keduanya, menepati janji keduanya, memelihara silahturahmi yang pernah dibuat keduanya dan memuliakan teman temannya. (Hadist riwayat abudaud)

12

c. Akhlak kepada keluarga Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkan kasih sayang diantara anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi. Komunikasi dalam keluarga diungkapkan dalam bentuk perhatian baik melalui kata-kata, isyaratisyarat, maupun perilaku. Komunikasi yang didorong oleh rasa kasih sayang yang tulus akan dirasakan oleh seluruh anggota keluarga. Apabila kasih sayang telah mendasari komunitas orang tua dengan anak, maka akan lahir wibawa pada orang tua. Oleh karena itu kasih sayang harus menjadi muatan utama dalam komunikasi semua pihak dalam keluarga. Dari komunikasi semacam itu akan lahir saling keterikatan batin, keakraban, dan keterbukaan diantara anggota keluarga, dan menghapuskan kesenjangan diantara mereka. Dengan demikian rumah bukan hanya menjadi tempat menginap (house), tetapi betul-betul menjadi tempat tinggal (home), yang damai dan

menenangkan, menjadi surga bagi para penghuninya. Melalui komunikasi seperti itu pula dilakukan pendidikan dalam keluarga, yaitu menanamkan nilai-nilai moral kepada anak-anak sebagai landasan bagi pendidikan yang akan mereka terima pada masa-masa selanjutnya. Pendidikan yang ditanamkan dalam keluarga akan menjadi ukuran utama bagi anak dalam menghadapi pengaruh yang datang kepada mereka diluar rumah, dengan dibekali nila-nilai dari rumah, anak-anak dapat menjaring segalah pengaruh yang datang kepadanya, jiwanya kosong dan akan mudah sekah terpengaruh oleh lingkungan diluar rumah. Inilah yang dimaksud dengan ayat:

13

Dan (ingatlah) ketika luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutuhkan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (Luqman, 31 : 13) Nilai esensi yang dididikkan kepada anak di dalam keluarga adalah aqidah, yaitu keyakinan tentang eksistensi Allah, Apabila keyakinan terhadap Allah ini telah tertanam dalam diri anak sejak dari rumah, maka , kemana pun ia pergi dan apa pun yang dilakukannya akan hati-hati dan waspada karena selalu merasa diawasi oleh Allah.

3. Akhlak kepada lingkungan hidup Misi Agama Islam adalah mengembangkan rahmat bukan hanya kepada manusia tetapi juga kepada alam dan lingkungan hidup, sebagai firman Allah: Tidak lah kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam (Al-Anbiyaa. 21 : 107)

14

Misi tersebut tidak terlepas dari tujuan diangkatknya manusia sebagai khalifah di muka bumi, yaitu sebagai wakil Allah yang bertugas memakmurkan, menggelola, dan melestarikan alam. Berakhlak kepada lingkungan hidup adalah menjalin dan mengembangkan hubungan yang harmonis dengan alam sekitarnya. Memakmurkan alam adalah mengelola sumber daya sehingga dapat memberi manfaat bagi kesejahteraan manusia tanpa merugikan alam itu sendiri. Allah menyediakan bumi yang subur ini untuk disikapi oleh manusia dengan kerja keras mengelolah dan memeliharanya sehingga melahirkan nilai tambah yang tinggi sebagai firman-nya: ... ... Dia menciptakan kalian dari bumi dan menjadikan kalian sebagai pemakmurnya. (Hud, 11:61) Kekayaan alam yang berlimpah disediakan Allah untuk disingkapi dengan cara mengambil dan memberi manfaat dari dan kepada alam serta melarang segala bentuk perbuatan yang merusakkan alam Firma Allah: ...

... dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al-Qasas, 28:77)
15

Alam danm lingkungan yang terkelola dengan baik dapat memberi manfaat yang berlipat-lipat, sebaliknya alam yang dibiarkan merana atau hanya diambil manfaatnya akan mendatangkan malapetaka bagi manusia. Akibat akhlak yang buruk terhadap lingkungan dapat disaksikan dengan jelas bagaimana hutan yang dieksploitasi tanpa batas melahirkan malapetaka kebakaran hutan yang menghancurkan hutan dan habitat hewan-hewanya. Eksploitasi kekayaan laut yang tanpa memperhitungkan kelestarian ekologi laut melahirkan kerusakanh hebat habitat hewan laut. Semua itu karena semata-mata mengejar keuntungan ekonomis yang bersifat sementara, mendatangkan kerusakan alam yang parah yang tidak bisa direhabilitas dalam waktu puluhan bahkan ratusan tahun. Inilah persoalan yang dihadapi oleh manusia pada abad ini, apabila tidak diatasi akan dapat menghancurkan lingkungan sekaligus mendatangkan malapetaka yang hebat bagi manusia itu sendiri.firman Allah: Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Ar-Ruum, 30:41)

16

Kerusakan alam dan ekosistem dilautan dan didaratan terjadi akibat manusia tidak sadar, sombong, egois, rakus, angkuh: bentuk akhlak terhadap lingkungan yang buruk dan sangat tidak terpuji. D. Tujuan Berakhlak dalam Islam Tujuan mempelajari ilmu Akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang baik dan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuat dzalim termasuk perbuatan buruk, membayar utang kepada pemiliknya termasuk perbuatan baik, sedangkan mengingkari utang termasuk perbuatan buruk10. Selanjutnya Mustafa Zahri mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu, ialah untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan11. Keterangan tersebut memberi petunjuk bahwa ilmu akhlak berfungsi memberikan panduan kepada manusia agar mampu menilai dan menentukan suatu perbuatan untuk selanjutnya menetapkan bahwa perbuatan tersebut termasuk perbuatan baik atau yang buruk. Selanjutnya karena ilmu akhlak menentukan kriteria perbuatan yang baik dan yang buruk,serta perbuatan apa saja yang termasuk perbuatan yang baik dan
10 11

Ahmad Amin, Loc.Cit., hlm. 1 Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), hlm. 67

17

yang buruk itu, maka seseorang

yang mempelajari ilmu ini akan memiliki

pengetahuan tentang kriteria perbuatan yang baik dan buruk itu,dan selanjutnya ia akan banyak mengetahui perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Dengan mengetahui yang baik ia akan terdorong untuk melakukannya dan mendapatkan manfaat dan keuntungan darinya, sedangkan mengetahui yang buruk ia akan terdorong untuk meninggalkannya dan ia akan terhindar dari bahaya yang menyesatkan. Selain itu ilmu akhlak juga akan berguna secara efektif dalam upaya membersihkan diri manusia dari perbuatan dosa dan maksiat. Diketahui bahwa manusia memiliki jasmani dan rohani. Jasmani dibersihkan secara lahiriah melalui fikih. Sedangkan rohani dibersihkan secara batiniah melalui akhlak. Jika tujuan Ilmu Akhlak tersebut dapat tercapai, maka manusia akan memiliki kebersihan batin yang pada gilirannya melahirkan perbuatan yang terpuji. Dari perbuatan yang terpuji ini akan lahirlah keadaan masyarakat yang damai, harmonis, rukun, sejahtera lahir dan bathin, yang memungkinkan ia dapat beraktifitas guna mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat. Ilmu Akhlak atau akhlak yang mulia juga berguna dalam mengarahkan dna mewarnai berbagai aktifitas kehidupan manusia disegala bidang. Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju yang disertai dengan akhlak yang mulia, niscaya ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang ia milikinya itu akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan hidup manusia. Sebaliknya
18

orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi modern, memiliki pangkat, harta, kekuasaan dan sebagainya namun tidak disertai dengan akhlak yang mulia, maka semuanya itu akan disalahgunakan yang akibatnya akan menimbulkan bencana dimuka bumi. Demikian juga dengan mengetahui akhlak yang buruk serta bahaya-bahaya yang akan ditimbulkan darinya, menyebabkan orang enggan untuk melakukannya dan berusaha menjauhinya. Orang yang demikian pada akhirnya akan terhindar dari berbagai perbuatan yang dapat membahayakan dirinya. Tujuan akhlak dalam ajaran Islam yaitu agar setiap orang berbudipekerti (berakhlak), bertingkah laku (tabiat), berperangai atau beradat istiadat yang baik, yang sesuai dengan ajaran Islam12. Barmawie Umary Barmawie Umary dalam bukunya Materia Akhlak
menyebutkan tujuan berakhlak adalah "supaya hubungan kita (umat Islam) dengan Allah dan sesama makhluk selalu terpelihara dengan baik dan harmonis13. Footnote.

Sementara itu, Zakiah Daradjat menyebutkan bahwa "perbuatan akhlak itu mempunyai tujuan langsung yang dekat yaitu harga diri dan tujuan jauh ialah ridha Allah melalui amal shaleh dan jaminan kebahagiaan dunia dan akherat. Lebih terperinci lagi Asy-Syaibani merumuskan tujuan tertinggi akhlak dalam Islam yaitu : Menciptakan kebahagiaan dua kampung (dunia dan akherat), kesempurnaan jiwa bagi individu dan menciptakan kebahagiaan,
12 13

kemajuan,

M. Ali Hasan,Tuntunan Akhlak , ( Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 9 Barmawie Umary, Materia Akhlak , (Solo: CV. Ramadhani, 1993), cet. Ke-11, hlm. 2

19

kekuatan dan keteguhan bagi masyarakat. Agama Islam atau akhlak Islam tidak terbatas tujuannya untuk akherat yang tergambar dalam mendapatkan keridhaan, keampunan, pahala dan rahmat-Nya dan juga mendapatkan kenikmatan akherat yang telah dijanjikan Allah kepada orang-orang yang bertaqwa yang telah banyak ditunjukkan oleh banyak ayat Al-Quran dan Hadits-hadist Nabi.footnote.Umar
Muhammad Al-Thoumy Al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: BulanBintang, 1979), h. 346

Tujuan akhlak menuju kepada kebahagian hidup individu dan masyarakat,


baik didunia maupun di akherat.

Dengan demikian secara ringkas dapat dikatakan bahwa ilmu Akhlak bertujuan untuk memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk. Terhadap perbuatan yang baik ia berusaha melakukannya, dan terhadap perbuatan yang buruk ia berusaha untuk menghindarinya. BAB III PENUTUP

Kesimpulan
Pengertian Akhlak menurut bahasa (etimologi) Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluq, artinya budi pekerti, tingkah laku, perangai, tabiat Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan bathin

20

Akhlak ialah kebiasaan baik dan buruk, apabila kebiasaan memberi sesuatu yang baik, maka disebut akhalakul karimah dan bila perbuatan itu tidak baik disebut akhlakul mazmumah Bahwa ukuran baik dan buruknya akhlak manusia bisa diperoleh melalui berbagai sumber. Dari sekian banyak sumber yang ada, hanyalah sumber al-Quran dan Sunnah Nabi yang tidak diragukan kebenarannya. Sumber-sumber lain masih penuh dengan subyektivitas dan relativitas mengenai ukuran baik dan buruknya. Karena itulah ukuran utama akhlak Islam adalah al-Quran dan Sunnah. Dan inilah yang sebenarnya merupakan bagian pokok dari ajaran Islam. Menurut objek dan sasarannya terdapat akhlak terhadap Allah, akhlak kepada manusia dan akhlak kepada lingkungan Bahwa ilmu Akhlak bertujuan untuk memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk. Terhadap perbuatan yang baik ia berusaha melakukannya, dan terhadap perbuatan yang buruk ia berusaha untuk menghindarinya Tujuan akhlak menuju kepada kebahagian hidup
individu dan masyarakat, baik didunia maupun di akherat.

21

Daftar Pustaka
Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Akhlak Tasawuf. PT Raja Grafindo Perseda, Jakarta, 2002. Prof. Dr. Azyumardi, Dkk, Buku Teks Pendidikan Agama Islam, Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam dan Departemen Agama RI, Jakarta, 2002.
A. Mustofa, Akhalak Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung, 1997.

Hamzah Yaqub, Etika Islam, Diponegoro, Bandung, 1993. Dr. Marzuki, M.Ag, Prinsip Dasar Akhlak Mulia, Debut Wahana Perss, Yogyakarta, 2009 Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, Bina Ilmu, Surabaya, 1995 M. Ali Hasan,Tuntunan Akhlak , Bulan Bintang, Jakarta, 1979 Barmawie Umary, Materia Akhlak , CV. Ramadhani, cet. Ke-11, Solo, 1993, , Abdullah, M. Yatimin. Studi Islam Dalam Perspektif Alquran, Amzah, Jakarta, 2007. Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, Jakarta, 1984. Al-Quran al-Karim. Yunahar Ilyas. Kuliah Akhlaq.: LPPI UMY. Cet. IV. Yogyakarta, 2004.

22

You might also like