You are on page 1of 45

BAB I PENDEKATAN TEORITIS KEPERAWATAN KELUARGA

KERANGKA TEORITIS B. TEORI-TEORI KEPERAWATAN Model dan Teori Keperawatan yang Digunakan dalam Prakek Keperawatan Keluarga 1. Teori Pendekatan Keperawatan Keluarga Pendekatan dalam keperawatan keluarga menurut Stanhope dan Lancaster (2004), yaitu sebagai berikut : a. Keluarga sebagai kontek (Family as Context) b. Keluarga sebagai klien (Family as Client) c. Keluarga sebagai sistem (Family as System) d. Keluarga sebagai komponen sosial (Family as Component of Society) 2. Nightingale (1859) Keluarga dideskripsikan sebagai kepemilikan pengaruh positif maupun negatif pada hasil dari anggota keluarga. Keluarga dilihat sebagai sebuah institusi suportif dalam keseluruhan rentang kehidupan bagi individu anggota keluarganya. 3. Teori Pencapaian Tujuan (King; 1981, 1983, 1987) Keluarga dilihat sebagai sarana untuk membawa/menyampaikan nilai dan norma prilaku sepanjang kehidupan, yang mana termasuk peran seorang anggota keluarga yang sakit dan penyaluran fungsi pelayanan kesehatan keluarga. Kelurga dilihat sebagai sistem sosial dan intrapersonal. Komponen utamanya adalah interaksi antara perawat dan keluarga sebagai klien.

4. Model Adaptasi (Roy, 1976; Roy & Roberts, 1981) Keluarga dilihat sebagai sistem adaptif yang memiliki input, kontrol internal, dan proses umpan-balik serta output. Kelebihan model ini adalah bagaimana keluarga menyesuaikan diri terhadap masalah kesehatan. 5. Model Sistem (Neuman; 1983, 1995) Keluarga dilihat sebagai sebuah sistem. Tujuan utama keluarga adalah untuk men-jaga kestabilan keluarga dengan memelihara integritas struktur keluarga dengan cara membuka dan menutup batasan-batasan keluarga. Ini adalah suatu model air yang menggambarkan keluarga dalam gerakan dan bukan sebuah pandangan statis tentang keluarga dari satu perspektif. 6. Teori Kurang Perawatan Diri/Self-Care Defisit Keluarga dilihat sebagai unit kondisi dasar dimana individu mempelajari kultur, peran, dan tanggung jawab. Secara spesifik, anggota keluraga belajar bagaimana bertindak ketika salah satu anggota keluarga sakit. Kebiasaan perawatan diri ke-luarga berkembang sampai hubungan intrapersonal, komunikasi, dan kultur yang unik untuk setiap keluarga. a. Orem (1983a, 1983b, 1985) b. Gray (1996) 7. Teori Kesatuan Manusia Keluarga dilihat sebagai sebuah medan energi dari sistem terbuka yang konstan, yang senantiasa berubah dalam interaksinya dengan lingkungan. a. Rodgers (1970, 1986, 1990) b. Casey (1996) 8. Kerangka Sistem Organisasi (Friedemann, 1995) Keluarga dideskripsikan sebagai suatu sistem sosial yang memiliki tujuan jelas untuk menyalurkan kultur kepada anggota keluarganya. Pusat elemen dari teori ini adalah stabilitas keluarga, pertumbuhan keluarga, kontrol keluarga, dan spiritual keluarga.

9. Model Sistem Kebiasaan untuk Keperawatan (Johnson, 1980) Keluarga dilihat sebagai suatu sistem kebiasaan terdiri dari satu set interdependen interaktif terorganisasi dan mengintegrasikan subsistem yang mengatur dan

menyesuaikan dengan kekuatan internal dan eksternal untuk menjaga stabilitas. 10. Teori Menjadi Manusia (Parse; 1992, 1998) Konsep keluarga dan yang membentuk keluarga dilihat sebagai pengembangan dan pembentukan yang terus menerus. Peran perawat adalah untuk menggunakan

komunikasi terapeutik untuk mengajak anggota keluarga untuk menemukan arti dari pengalaman mereka, untuk mempelajari apa arti dari pengalaman untuk satu sama lain, dan untuk mendiskusikan arti dari pengalaman untuk semua anggota keluarga. 11. Model Kesehatan Keluarga (Denham, 2003) Kesehatan Keluarga dilihat sebagai sebuah proses dari waktu ke waktu pada interaksi anggota keluarga dan kesehatan yang terkait kebiasaan. Kesehatan keluarga dideskripsikan dalam hubungan dengan kontekstual, fungsional, dan domain struktural. Rutinitas kesehatan keluarga yang dinamis adalah pola kebiasaan yang mencerminkan perawatan diri, keamanan dan pencegahan, kebiasaan kesehatan mental, kepedulian keluarga, kepedulian terhadap penyakit, dan pemberian perawatan keluarga C. TEORI ILMU SOSIAL DAN KELUARGA a. Teori Fungsi Struktural Fokusnya adalah pada keluarga sebagai sebuah institusi dan bagaimana mereka berfungsi untuk memelihara keluarga dan jaringan sosial. 1. Artinian (1994) 2. Friedman, Bowden, & Jones (2003) 3. Nye & Berado (1981) b. Teori Interaksi Simbolis Fokusnya adalah pada interaksi dalam keluarga dan komunikasi simbolis.

1. Hill and Hansen (1960) 2. Rose (1962) 3. Turner (1970) 4. Nye (1976) c. Teori Perkembangan dan Teori Siklus Hidup Keluarga Berfokus pada siklus hidup keluarga dan mewakili tahap normatif perkembangan keluarga. 1. Duvall (1977) 2. Duvall & Miller (1985) 3. Carter & McGoldrick (2005) d. Teori Sistem Keluarga Berfokus pada interaksi sirkuler antar anggota sistem keluarga, yang mana hasil dalam fungsional atau disfungsional outcomes. 1. von Bertalanffy (1950, 1968) e. Teori Stress Keluarga Berfokus pada analisis bagaimana pengalaman keluarga dan cara mengatasi (koping) keadaan yang menyebabkan stress. 1. Hill (1949, 1965) 2. McCubbin & Paterson (1983) 3. McCubbin & McCubbin (1993) f. Teori Perubahan Berfokus pada bagaimana keluarga tetap stabil atau berubah ketika ada perubahan pada struktur keluarga atau dari pengaruh luar. 1. Maturana (1978) 2. Maturana & Varela (1992)

3. Watzlawick, Weakland, & Fisch (1974) 4. Wright & Watson (1988) 5. Wright & Leahey (2005) g. Teori Transisi Berfokus pada pemahaman dan memperkirakan pengalaman keluarga transisi dengan mengkombinasikan Teori Peran, Teori Perkembangan Keluarga, dan Teori Alur Kehidupan. 1. White & Klein (2002) 2. White (2005) D. TEORI TERAPI KELUARGA 1. Teori Terapi Keluarga Struktural Pendekatan sistem-orientasi ini melihat keluarga sebagai sebuah sistem sosio-kultural terbuka yang secara terus menerus behadapan dengan tuntutan perubahan, baik dari dalam maupun dari luar keluarga. Fokusnya adalah pada keseluruhan sistem keluarga, subsistemnya, batasan-batasan, dan persatuan, maupun pola transaksional keluarga dan peran tersembunyi. a. Minuchin (1974) b. Minuchin, Rosman, & Baker (1978) c. Minuchin & Fishman (1981) d. Nichols (2004) 2. Teori Terapi Keluarga Internasional Pendekatan ini melihat keluarga sebagai sebuah sistem interaktif atau memper-satukan kebiasaan (prilaku) atau proses komunikasi. Perhatiannya adalah pada saat ini dan disini bukan pada masa lalu. Intervensi utama berfokus pada menetapkan kejelasan, komunikasi sejajar, menjelaskan dan merubah peran keluarga. a. Jackson (1965) b. Watzlawick, Beavin, & Jackson (1967)

c. Satir (1982) 3. Teori Terapi Sistem Keluarga Pendekatan ini berfokus pada promosi perbedaan dirinya dari keluarga dan promosi perbedaan intelek dari emosi. Anggota keluarga didukung untuk menguji proses mereka untuk memperoleh wawasan dan pemahaman kedalam masa lalu dan masa yang akan datang. Terapi ini memerlukan komitmen jangka panjang. a. Toman (1961) b. Kerr & Bowen (1988) c. Freeman (1992) E. TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL Pendekatan struktural fungsional adalah pendekatan teori sosial yang diterapkan dalam institusi keluarga. Keluarga sebagai sebuah institusi dalam masyarakat mempunyai prinsip-prinsip serupa yang terdapat dalam kehidupan sosial

masyarakat. Pendekatan ini mempunyai warna yang jelas, yaitu mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial. Dan keragaman ini merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat. Dan akhirnya keragaman dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem. Misalnya, dalam sebuah organisasi sosial pasti ada segmen anggota yang mampu menjadi pemimpin, dan yang menjadi sekretaris atau anggota biasa. Tentunya kedudukan seseorang dalam struktur organisasi akan menentukan fungsinya, yang masing-masing berbeda. Namun perbedaan fungsi ini tidak untuk memenuhi kepentingan individu yang

bersangkutan, tetapi untuk mencapai tujuan organisasi sebagai kesatuan. Tentunya, struktur dan fungsi ini tidak akan pemah lepas dari pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat itu (Megawangi, 2001). Masyarakat yang berfungsi adalah masyarakat yang stabil, harmoni dan sempuma dari segala segi termasuk dari segi kerjasama. persatuan. hormat, menghormati dan sebagainya. Singkatnya masyarakat fungsional ialah masyarakat yang mempunyai sikap positif. Kehidupan masyarakat fungsional senantiasa seimbang, dan disenangi oleh yang lain. Mereka mudah gaul antara satu sama lain. Sebaliknya masyarakat

tidak fungsional ialah masyarakat yang tidak berfungsi. Masyarakat tidak berfungsi merujuk kepada masyarakat yang senantiasa mempunyai masalah seperti tidak puas terhadap pemerintah, kacau balau, tidak menunjukkan sikap tidak kerja sama dan selalu porak peranda, Mereka mempunyai sikap individualistik. Masyarakat juga tidak menghormati orang tua maupun yang muda dan tidak memiliki nilai-nilai moral yang baik. Mereka senantiasa bersikap negatif sepanjang kehidupan di alam semesta. Salah satu aspek penting dan perspektif struktural-fungsional adalah bahwa setiap keluarga yang sehat terdapat pembagian peran atau fungsi yang jelas, fungsi tersebut terpolakan dalam struktur hirarkis yang harmonis. dan komitmen terhadap terselenggaranya peran atau fungsi itu. Peran adalah sejumlah kegiatan yang diharapkan bisa dilakukan oleh setiap anggota keluarga sebagai subsistem keluarga dengan baik untuk mencapai tujuan sistem. Sejumlah kegiatan atau aktivitas yang memiliki kesamaan sifat dan tujuan dikelompokkan ke dalam sebuah fungsi. Struktural-fungsional berpegang bahwa sebuah struktur keluarga membentuk

kemampuannya untuk berfungsi secara efektif, dan bahwa sebuah keluarga inti tersusun dari seorang laki-Iaki pencari nafkah dan wanita ibu rumah tangga adalah yang paling cocok untuk memenuhi kebutuhan anggota dan ekonomi industri baru (Parsons & Bales, 1955). Keluarga dapat dilihat sebagai salah satu dari berbagai subsistem dalam

masyarakat. Keluarga dalam subsistem masyarakat juga tidak akan lepas dari interaksinya dengan subsistem-subsistem lainnya yang ada dalam masyarakat, misalnya sistem ekonomi, politik, pendidikan dan agama. Dengan interaksinya dengan subsistem-subsistem tersebut, keluarga berfungsi untuk memelihara keseimbangan sosial dalam masyarakat (equilibrium state). F. TEORI PERKEMBANGAN KELUARGA TAHAP 1 KELUARGA PASANGAN BARU Perkawinan dari sepasang insan menandai bermulanya sebuah keluarga baru dan perpindahan dari keluarga asal atau status lajang ke hubungan baru yang intim. Tahap perkawinan atau pasangan menikah saat ini berlangsung lebih lambat.

Adapun tugas-tugas perkembangan keluarga antara lain : 1. Membangun perkawinan yang saling memuaskan Ketika dua orang diikat dalam tali perkawinan, perhatian awal mereka adalah menyiapkan suatu kehidupan bersama yang baru. Sumber-sumber dari dua orang digabungkan, peran-peran mereka berubah dan fungsi-fungsi baru pun diterima. Belajar hidup bersama sambil memenuhi setiap kebutuhan kepribadian yang mendasar merupakan sebuah tugas perkembangan yang penting. Pasangan baru harus saling menyesuaikan diri terhadap banyak hal kecil yang bersifat rutinitas. Keberhasilan dalam mengembangkan hubungan tergantung pada saling menyesuaikan diri. Dan tergantung pada kecocokan bersama dari kebutuhan dan minat pasangan. Pencapaian hubungan perkawinan yang memuaskan tergantung pada

pengembangan cara-cara yang memuaskan untuk menangani perbedaanperbedaan yang ada Cara yang sehat dalam memecahkan masalah adalah berhubungan dengan kemampuan pasangan untuk bersikap empati , saling mendukung dan berkomunikasi secara terbuka dan sopan. 2. Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis. Perubahan peran dasar terjadi dalam perkawinan pertama dari sebuah pasangan, karena mereka pindah dari rumah orang tua mereka ke rumah mereka yang baru. Bersama dengan itu, mereka jadi anggota dari tiga keluarga yaitu dari anggota keluarga dari keluarga asal masing-masing , disamping keluarga mereka sendiri yang baru mereka bentuk. Pasangan tersebut menghadai tugas-tugas memisahkan diri dari keuarga asal mereka dan mengupayakan berbagai hubungan dengan orang tua mereka, sanak saudara dan ipar-ipar mereka karena loyaliats utama mereka harus dirubah untuk kepentingan hubungan perkawinan mereka. Bagi pasangan tersebut hal ini menuntut pembentukan hubungan baru dengan setiap orang tau masing-masing, yaitu hubungan yang tidak hanya memungkinkan dukungan dan kenikmatan satu sama lain, tapi juga otonomi yang melindungi pasangan baru tersebut dari campur tangan pihak luar yang mungkin dapat meusak bahtera perkawinan. 3. Keluarga berencana Apakah ingin memiliki anak atau tidak dan penentuan waktu untk hamil merupakan suatu keputusan keluarga yang sangat penting. Littlefield (1977)

menekan pentingnya pertimbangan semua rencana kehamilan keluarga ketika seseorang bekerja di bidang perawatan maternitas. Tipe perawatan kesehatan yang didapat keluarga sebagai sebuah unit selama masa prenatal sangat mempengaruhi kemampuan keluarga mengatasi perubahan-perubahan yang luar biasa dengan efektif setelah kelahiran bayi.

Masalah-masalah kesehatan utama adalah penyesuaian seksual dan peran perkawinan, penyuluhan dan konseling keluarga berencana, penyuluhan dan konseling prenatal dan komunikasi. Konseling semakin perlu dilakukan sebelum perkawinan. Kurangnya informasi sering mengakibatkan masalah-masalah seksual dan emosional, ketakutan dan rasa bersala, kehamilan yang tidak direncanakan dan penyakit-penyakit kelamin baik yang diderita sebelum dan setelah perkawinan. Kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan itu menghambat pasangan tersebut merencanakan kehidupan mereka dan memulai hubungan dasar yang mantap. TAHAP 2 KELUARGA CHILD-BEARING (KELAHIRAN ANAK PERTAMA) Kelahiran anak pertama merupakan pengalaman keluarga yang sangat penting dan sering merupakan krisis keluarga. Kedatangan bayi dalam rumah tangga menciptakan perubahan-perubahan bagi setiap anggota keluarga dan setiap kumpulan hubungan. Masalah-masalah yang paling umum terjadi pada keluarga dalam tahap perkembangan ini adalah: 1. suami merasa diabaikan 2. terdapat peningkatan perselisihan dan argumen antara suami dan istri 3. interupsi dalam jadwal yang kontinyu 4. kehidupan seksual dan sosial terganggu dan menurun. Perubahan-perubahan peran dan adaptasi terhadap tanggung jawab orangtua yang baru biasanya lebih cepat dipelajari oleh ibu daripada ayah. Ayah seringkali tetap netral pada awalnya sementara wanita secara cepat menyesuaikan diri dengan struktur keluarga yang baru. Kebiasaan dimana kebanyakan ayah secara radisional tidak diikutsertakan dalam proses perinatal secara pasti memperlambat pria melakukan perubahan peran yang penting ini dan oleh karena itu menghalangi keterlibatan emosional mereka.

Tahap keluarga

siklus

kehidupan Tugas-tugas perkembangan keluarga

Keluarga sedang mengasuh anak 1. Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap (mengintegrasikan bayi baru ke dalam keluarga) 2. Rekonsilisasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan anggota keluarga. 3. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan. 4. Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan peran-peran

orangtua dan kakek dan nenek. Masalah-masalah utama keluarga dalam tahap ini adalah pendidikan maternitas yang terpusat pada keluarga, perawatan bayi yang baik, pengenalan dan penanganan masalahmasalah kesehatanfisik secara dini, imunisasi, konseling perkembangan anak, keluarga berencana, interaksi keluarga, dan bidang-bidang peningkatan kesehatan umum (gaya hidup). Masalah-masalah kesehatan lain selama periode dari kehidupan keluarga ini adalah inaksesibilitas dan ketidakadekuatan fasilitas-fasilitas perawatan anak untuk ibu yang bekerja, hubungan anak-orangtua, masalah-masalah mengasuh anak termasuk penyalahgunaan dan kelalaian terhadap anak dan masalah-masalah transisi peran orangtua. Pembentukan kembali pola-pola komunikasi yang memuaskan, termasuk masalah dan perasaan pribadi, perkawinan, dan orangtua, adalah sangat penting. Pasangan harus terus memenuhi setiap kebutuhan-kebutuhan psikologis dan seksual dan juga berbagi dan berinteraksi satu sama lain dalam hal tanggung jawab, khususnya mereka yang suami maupun istri sama-sama bekerja secara penuh. Tahap siklus kehidupan ini memerlukan penyesuaian hubungan dalam keluarga besar dan dengan teman-teman. Ketika anggota keluarga lain mencoba mendukung dan membantu orangtua baru ini, ketegangan bisa muncul. Misalnya, meskipun kakek-nenek dapat menjadi sumber pertolongan yang besar bagi orangtua baru, namun kemungkinan konflik tetap ada karena perbedaan nilai-nilai dan harapan-harapan yang ada antar generasi tersebut. Meskipun pentingnya memiliki jaringan sosial untuk mencapai

kepuasan dan perasaan positif tentang kehidupan keluarga, keluarga muda perlu mengetahui kapan mereka butuh bantuan, dari siapa mereka harus menerima bantuan tersebut, dan juga kapan mereka harus menggantungkan diri pada sumber-sumber dan kekuatan mereka sendiri. TAHAP 3 KELUARGA DENGAN ANAK PERTAMA USIA PRASEKOLAH Memenuhi kebutuhan anggota kelurga seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman Membantu anak untuk bersosialisasi Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan ank yang lain juga harus terpenuhi Mempertahankan hubungan yang sehat baik di dalam maupun di luar keluarga (keluarg lain dan Lingkungan sekitar) Pembgian waktu untuk individu, pasngan dan anak (tahap paling repot) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak

TAHAP IV: KELUARGA DENGAN ANAK USIA SEKOLAH

Tahap ini dimulai ketika anak pertama telah berusia 6 tahun mulai masuk sekolah dasar) dan berakhir pada usia 13 tahun ( awal dari masa remaja). Meskipun semua tahap dirasakan beberapa keluarga sebagai keadaan yang penuh stress, sebagian lain mengatakan hal ini merupakan tahap stress yang khusus. Tugas perkembangan keluarganya adalah mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sehat; mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan; memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga. Masalah kesehatan tahap ini adalah 1. Orang tua akan mulai berpisah dengan anak karena anak sudah mulai memiliki banyak teman sebaya; hati-hati dengan pengaruh lingkungan anak. Tahun-tahun ini dipenuhi oleh kegiatan keluarga, tetapi ada juga kekuatan-kekuatan yang secara perlahan-lahan mendorong anak tersebut isah dari keluarga sebagai

persiapan menuju masa remaja. Orang tua yang mempunyai perhatian di luar anak mereka akan lebih mudah membuat perpisahan yang perlahan-lahan 2. Orang tua mengalami banyak tekanan dari luar, misalnya dari sekolah dan komunitas untuk menyesuaikan anak dengan komunitas dan sekolah. Hal ini cenderung mempengaruhi keluarga-keluarga kelas menengah untuk lebih menekankan nilai-nilai tradisional pencapaian produktivitas dan menyebabkan sejumlah keluarga dari kelas pekerja dan banyak keluarga miskin merasa tersingkir dari dan konflik dengan sekolah dan/atau nilai-nilai komunitas. 3. Kecacatan/kelemahan anak akan tampak pada periode ini melalui pengamatan perawat sekolah dan guru. Para perawat sekolah dan guru akan menemukan berbagai gangguan pada anak. Bekerja dengan keluarga dengan peran sebagai konselor dan pendidik dalam bidang kesehatan, selain untuk memulai rujukan yang layak untuk skrining lanjutan, membutuhkan energy yang sangat banyak dari seorang perawat sekolah. Ia juga bertindak sebagai narasumber bagi guru sekolah, memungkinkan bagi guru untuk menangani kebutuhan-kebutuhan kesehatan individu atau yang telah lazim dari siswa-siswa secara efektif. Peran orang tua adalah mendeteksi keadaan anak (kelemahan, kecacatan, dll) dan mengupayakan penanggulangannya, memberi penyuluhan dan konseling kepada anak/ orang tua tentang perawatan anaknya, dan menyertakan orang tua dalam proses perawatan anak-anaknya. TAHAP 5 KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA

Masa remaja merupakan masa dimana dianggap sebagai masa topan badai dan stress (Storm and Stress). Karena mereka mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib sendiri, jika terarah dengan baik maka ia akan menjadi seorang individu yang memiliki rasa tanggungjawab, tetapi jika tidak terbimbing maka dapat menjadi seorang yang tidak memiliki masa depan dengan baik.

Keluarga dengan Anak Remaja Tahap ini dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak meninggalkan rumah orang tuanya. Tujuan keluarga ini adalah melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa. Seperti

pada tahap-tahap sebelumnya. Pada tahap ini keluarga memiliki tugas perkembangan. Keluarga dengan anak remaja :

Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat remaja yang sudah bertambah dewasa dan meningkat otonominya

Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua. Hindari perdebatan kecurigaan dan permusuhan

Perubahan system peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.

Ini merupakan tahapan yang paling sulit, karena orang tua melepas otoritasnya dan membimbing anak untuk bertanggung jawab (mempunyai otoritas terhadap dirinya sendiri yang berkaitan dengan peran dan fungsinya). Seringkali muncul konflik antara orang tua dan remaja karena anak menginginkan kebebasan untuk melakukan aktivitasnya sementara orang tua mempunyai hak untuk mengontrol aktivitas anak. Masalah penting hubungan keluarga adalah remaja adalah apa yang disebut dengan kesenjangan generasi antara remaja dengan orang tua mereka (menonjol terjadi dibidang norma-norma sosial. Dalam hal ini orang tua perlu menciptakan komunikasi yang terbuka, menghindari kecurigaan dan permusuhan sehingga hubungan orang tua dan remaja tetap harmonis. Perkembangan Kognitif Remaja Abstrak(teoritis) menghubungkan ide, pemikiran atau konsep pengertian guna menganalisa dan memecahkan masalah. Contoh pemecahan masalah abstrak, aljabar Idealistik berfikir secara ideal mengenai diri sendiri, orang lain maupun masalah sosial kemasyarakatan yang ditemui dalam hidupnya. Logika berfikir seperti seorang ilmuwan membuat suatu perencanaan untuk

memecahkan suatu masalah. Kemudian mereka menguji cara pemcahan secara runtut, tratur dan sistematis

Psikososial Remaja Tugas Perkembangan (Menurut Havighurst) Menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis psikologis Belajar bersosialisasi sebagai seorang laki-laki maupun wanita

Memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tua dan orang dewasa lain Remaja bertugas untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Memperoleh kemandirian dan kepastian secara ekonomis

Kehidupan seksual remaja seksualitas berkaitan dengan anatomi seksual (organ-organ tubuh), fungsi hormon seksual, dan perilaku seksual dalam kehidupan sosial. Resiko perilaku seksual pada remaja terjadi pada remaja yang tidak mampu mengendalikan diri, sehingga terlibat dalam kehidupan seksual secara bebas (di luar aturan norma sosial) Sebab-sebab umum pertentangan dengan keluarga standart perilaku Metode disiplin Hubungan dengan saudara kandung Merasa jadi korban Sikap yang sangat kritis Besarnya kelurga Perilaku yang kurang matang Memberontak terhadap sanak keluarga

Konflik remaja dalam keluarga menurut dariyo (2004) 1. Konflik Pemilihan Teman atau pacar. Bila remaja wanita ; anaknya diharapkan dapat menjaga diri agar jangan sampai terlibat dalam pergaulan bebas (free-sex, narkoba) Bila remaja laki-laki; anaknya diharapkan selalu waspada 2. Konflik pemilihan jurusan atau program studi 3. Konflik dengan saudara kandung (Biasa terjadi pertengkaran, percekcokan atau konflik antara anak yang satu dengan yang lain. Masalah-masalah kesehatan : Masalah kesehatan fisik keluarga biasanya baik, tetapi promosi kesehatan tetap perlu diberikan.

Perhatian pada gaya hidup keluarga yang sehat ; penyakit jantung koroner pada orang tua ( usia 35 th ) pada remaja : kecelakaan, penggunaan obat-obatan, alkohol, mulai menggunakan rokok sebagai alat pergaulan, kehamilan tidak dikehandaki. Konseling dan pendidikan tentang sex education menjadi sangat penting. Terdapat beda persepsi antara orang tua dengan anak remaja tenting sex education. Untuk itu tempat konseling harus terpisah antara orang tua dengan anak

Persepsi remaja tentang sex education : uji kehamilan, AIDS, alat kontrasepsi dan aborsi.

TAHAP 6 KELUARGA DENGAN ANAK PERTAMA USIA DEWASA (PELEPASAN)

Fase kehidupan keluarga ini ditandai oleh tahun-tahun puncak persiapan dari dan oleh anak-anak untuk kehidupan dewasa yang mandiri. Orang tua, karena mereka membiarkan anak mereka pergi, melepaskan 20 tahun peran sebagai orang tua dan kembali pada pasangan perkawinan mereka yang asli. Tugas-tugas perkembangan menjadi penting ketika keluarga tersebut berubah dari sebuah rumah tangga dengan anak-anak kesebuah rumah tangga yang hanya terdiri dari sepasang suami dan istri. Tujuan utama keluarga adalah reorganisasi keluarga menjadi sebuah unit yang tetap berjalan sementara melepaskan anak-anak yang dewasa kedalam kehidupan mereka sendiri. Usia pertengahan awal yang merupakan usia rata-rata dimana para orang tua melepaskan anak mereka yang tertua ditandai sebagai masa kehidupan yang terperangkap yaitu terperangkap antara tuntutan kaum kaum muda dan terperangkap antara dunia kerja dan tuntutan yang bersaing dan keterlibatan keluarga, dimana seringkali tampaknya tidak mungkin memenuhi tuntutan-tuntutan dari kedua bidang tersebut.

Tugas-tugas perkembangan keluarga: Tahap siklus kehidupan keluarga inti dengan orang tua, dan tugas-tugas perkembangan keluarga yang bersamaan.

Tahap siklus kehidupan keluarga Keluarga melepaskan anak dewasa muda

Tugas-tugas perkembangan keluarga 1. Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru yang didapatkan melalui perkawinan anak-anak 2. Melanjutkan untuk memperbaharui

dan menyesuaikan kembali hubungan perkawinan. 3. Membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami atau istri

Secara singkat dapat dilihat bahwa anak-anak akan memisahkan diri, orang tua perlu belajar lagi untuk mandiri. Dalam menyesuaikan diri kembali, perkawinan harus terus berjalan jika kebutuhan-kebutuhan orang tua harus dipenuhi. Orang tua harus mengatur kembali hubungan mereka untuk berhubungan satu sama lain sebagai pasangan menikah daripada hanya sebagai orang tua . agar tahap ini menjadi lengkap, anak-anak harus mandiri sementara menjaga ikatan dengan orang tua.

Masalah-masalah kesehatan: Masalah utama kesehatan meliputi masalah komunikasi kaum dewasa muda dengan orang tua mereka Masalah-masalah transisi peran bagi suami-istri, masalah orang yang memberikan perawatan (bagi orang tua lanjut usia) Munculnya kondisi kesehatan kronis atau factor-faktor yang berpengaruh seperti tingkat kolesterol tinggi, obesitas, dan tekanan darah tinggi. Masalah-masalah menopause dikalangan wanita umum terjadi. Efek-efek yang dikaitkan dengan kebiasaan minum, merokok yang lama dan praktek diet semakin lebih jelas. Terakhir, perlunya strategi promosi kesehatan dan gaya hidup yang sehat menjadi lebih penting bagi anggota keluarga yang dewasa.

TAHAP 7 KELUARGA DENGAN USIA PERTENGAHAN Mempertahankan kesehatan Mempertahankan hubungn yang memuaskan dengan teman sebaya dan anakanak Meningkatkan keakraban pasangan

TAHAP 8 KELUARGA DENGAN USIA LANJUT Memperthankan suasana rumah yang menyenangkan Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan pendapatan Mempertahankan keakraban suami isteri dan saling merawat Mempertahankan hubungan dengan anak dan social masyarakat Melakukan life review

G. TEORI SISTEM Berfokus pada interaksi sirkuler antar anggota sistem keluarga. Teori sistem merupakan perubahan dalam satu atau lebih dari satu variabel bersamaan atau disusul dengan perubahan variabel lain atau kombinasi variabel. Teori sistem dapat dianalogikan dengan sistem yang ada pada organisme. Organisme sel itu terdiri atas sel-sel, dan sel-sel membentuk suatu molekul. Tiap bagian yang ada membentuk sistem yang terintegrasi dan terdiri dari struktur yang saling bergantungan dan bekerja secara harmonis. Ada 3 sistem menurut system teori umum: 1. Sistem mekanistis (mesin buatan manusia dan alam material) : masih bisa dijelaskan dalam kerangka pandangan dunia mekanistis a la Newton 2. Sistem organistis (makhluk hidup) : sistem yang sangat kompleks yang tidak dapat dikalkulasi secara matematis dan deterministis 3. Sistem semiotis (masyarakat sebagai sistem makna) : sistem yang lebih kompleks daripada sistem organisi

Teori sistem memiliki dua konsep dasar yaitu pertama, konsep subsistem yang melihat hubungan antar bagian sebagai hubungan sebab akibat. Konsep kedua memandang sebab jamak (multiple causation) sebagai hubungan yang saling berkaitan yakni tiap bagian merupakan kompleks (kumpulan) yang tiap faktornya saling berkaitan

BAB II IDENTIFIKASI DATA KELUARGA : DATA LINGKUNGAN KELUARGA Lingkungan adalah segala sesuatu baik fisik, biologis, maupun sosial yang berada di sekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia (lennihan dan Fletter, 1989). A. LINGKUNGAN DAN KESEHATAN KELUARGA Kemampuan manusia untuk mengubah atau memoditifikasi kualitas lingkungannya tergantung sekali pada taraf sosial budayanya. Masyarakat yang masih primitif hanya mampu membuka hutan secukupnya untuk memberi perlindungan pada masyarakat. Sebaliknya, masyarakat yang sudah maju sosial budayanya dapat mengubah lingkungan hidup sampai taraf yang irreversible. Prilaku masyarakat ini menentukan gaya hidup tersendiri yang akan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan yang diinginkannya mengakibatkan timbulnya penyakit juga sesuai dengan prilakunya tadi. Dengan demikian eratlah hubungan antara kesehatan dengan sumber daya sosial ekonomi. WHO menyatakan Kesehatan adalah suatu keadaan sehat yang utuh secara fisik, mental dan sosial serta bukan hanya merupakan bebas dari penyakit. Dalam Undang Undang No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan. Dalam Bab 1, Pasal 2 dinyatakan bahwa Kesehatan adalah meliputi kesehatan badan (somatik), rohani (jiwa) dan sosial dan bukan hanya deadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Definisi ini memberi arti yang sangat luas pada kata kesehatan. Masyarakat adalah terdiri dari individu-individu manusia yang merupakan makhluk biologis dan makhluk sosial didalam suatu lingkungan hidup (biosfir). Sehingga untuk memahami masyarakat perlu mempelajari kehidupan biologis bentuk interaksi sosial dan lingkungan hidup. Dengan demikian permasalahan kesehatan masyarakat merupakan hal yang kompleks dan usaha pemecahan masalah kesehatan masyarakat merupakan upaya menghilangkan penyebab-penyebab secara rasional, sistematis dan berkelanjutan.

Pada pelaksanan analisis dampak lingkungan maka kaitan antara lingkungan dengan kesehatan dapat dikaji secara terpadu artinya bagaimana pertimbangan kesehatan masyarakat dapat dipadukan kedalam analisis lingkungan untuk kebijakan dalam pelaksnaan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya lebih baik, walaupun aktivitas manusia membuat rona lingkungan menjadi rusak. Hal ini tidak dapat disangkal lagi kualitas lingkungan pasti mempengaruhi status kesehatan masyarakat termasuk keluarga di dalamnya sebagai bagian dari masyarakat. Dari studi tentang kesehatan lingkungan tersirat informasi bahwa status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor hereditas, nutrisi, pelayanan kesehatan, perilaku dan lengkungan. Menurut paragdima Blum tentang kesehatan dari lima faktor itu lingkungan mempunyai pengaruh dominan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi status kesehatan seseorang itu dapat berasal dari lingkungan pemukiman, lingkungan sosial, linkungan rekreasi, lingkungan kerja. Menurut Blum, Berbicara mengenai lingkungan sering kali kita meninjau dari kondisi fisik. Lingkungan yang memiliki kondisi sanitasi buruk dapat menjadi sumber berkembangnya penyakit. Hal ini jelas membahayakan kesehatan masyarakat kita. Terjadinya penumpukan sampah yang tidak dapat dikelola dengan baik, polusi udara, air dan tanah juga dapat menjadi penyebab. Upaya menjaga lingkungan menjadi tanggung jawab semua pihak untuk itulah perlu kesadaran semua pihak. Puskesmas sendiri memiliki program kesehatan lingkungan dimana berperan besar dalam mengukur, mengawasi, dan menjaga kesehatan lingkungan masyarakat. namun dilematisnya di puskesmas jumlah tenaga kesehatan lingkungan sangat terbatas padahal banyak penyakit yang berasal dari lingkungan kita seperti diare, demam berdarah, malaria, TBC, cacar dan sebagainya. Disamping lingkungan fisik juga ada lingkungan sosial yang berperan. Sebagai mahluk sosial kita membutuhkan bantuan orang lain, sehingga interaksi individu satu dengan yang lainnya harus terjalin dengan baik. Kondisi lingkungan sosial yang buruk dapat menimbulkan masalah kejiwaan.

B. KARAKTERISTIK LINGKUNGAN RUMAH Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam rumah (Walton, 1991). Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisisk yaitu ventilasi, suhu, kelembaban, lantai, dinding serta lingkungan sosial yaitu kepadatan penghuni. Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung. Lingkungan dari struktur tersebut juga semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu. Lingkungan rumah yang sehat dapat diartikan sebagai lingkungan yang dapat memberikan tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk bersitirahat serta dapat menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, psikologis maupun sosial (Lubis, 1989). Menurut APHA (American Public Health Assosiation), lingkungan rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Memenuhi kebutuhan fisiologis a. Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar kontruksinya sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah banyak dan agar kelembaban udara dapat dijaga jangan sampai terlalu tinggi dan terlalu rendah. Untuk ini harus diusahakan agar perbedaan suhu antara dinding, lantai, atap dan permukaan jendela tidak terlalu banyak. b. Harus cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun malam. Suatu ruangan mendapat penerangan pagi dan siang hari yang cukup yaitu jika luas ventilasi minimal 10 % dari jumlah luas lantai. c. Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi yang cukup untuk proses pergantian udara. d. Harus cukup mempunyai isolasi suara sehingga tenang dan tidak terganggu oleh suara-suara yang berasal dari dalam maupun dari luar rumah. e. Harus ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak bermain, ruang makan, ruang tidur, dll.

f. Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan jenis kelaminnya. Ukuran ruang tidur anak yang berumur kurang dari lima tahun minimal 4,5 m, artinya dalam satu ruangan anak yang berumur lima tahun ke bawah diberi kebebasan menggunakan volume ruangan 4,5 m (1,5 x 1 x3 m) dan diatas lima tahun menggunakan ruangan 9 m (3 x 1 x 3 m) 2. Perlindungan terhadap penularan penyakit a. Harus ada sumber air yang memenuhi syarat, baik secara kualitas maupun kuantitas, sehingga selain kebutuhan untuk makan dan minum terpenuhi, juga cukup tersedia air untuk memelihara kebersihan rumah, pakaian dan penghuninya. b. Harus ada tempat menyimpan sampah dan WC yang baik dan memenuhi syarat, juga air pembuangan harus bisa dialirkan dengan baik. c. Pembuangan kotoran manusia dan limbah harus memenuhi syarat kesehatan, yaitu harus dapat mencegah agar limbah tidak meresap dan mengkontaminasi permukaan sumber air bersih. d. Tempat memasak dan tempat makan hendaknya bebas dari pencemaran dan gangguan binatang serangga dan debu. e. Harus ada pencegahan agar vektor penyakit tidak bisa hidup dan berkembang biak di dalam rumah, jadi rumah dalam kontruksinya harus rat proof, fly fight, mosquito fight. f. Harus ada ruangan udara (air space) yang cukup. g. Luas kamar tidur minimal 8,5 m per orang dan tinggi langit-langit minimal 2.75 meter C. KARAKTERISTIK LINGKUNGAN DAN KOMUNITAS Lingkungan sosial yang sehat adalah lingkungan dimana manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan bantuan orang lain, sehingga interaksi individu satu dengan yang lainnya harus terjalin dengan baik. Kondisi lingkungan sosial yang buruk dapat menimbulkan masalah kejiwaan. Lingkungan tetangga dan komunitas dimana keluarga tinggal sangat mempengaruhi keluarga. Dalam lingkungan yang homogeny baik pola perilaku, nilai dan minat yang

sama, secara alamiah mereka cenderung membentuk persahabatan satu dengan yang lainnya. Homogenitas terbukti lebih penting dari pada kedekatan (Schorr dalam Friedman, 1999). Bagian dari koping keluarga yang sukses adalah kemampuan keluarga untuk mengamankan lingkungan dalam arti bagaimana dalam komunitas keluarga mampu mencari, menerima sumber yang cukup untuk memenuhi makanan, pelayanan dan informasi (Hall dan Weaver dalam Friedmen, 1999) Ciri-ciri lingkungan yang sehat: 1. udara segar jika dihirup 2. banyaknya tumbuhan 3. tidak berdebu dan tidak berasap 4. tidak bising 5. airnya bening dan tidak berbau D. LINGKUNGAN SOSIOPOLITIK DAN KESEHATAN KELUARGA kekuatan sosial, lingkungan, dan ekonomi mempercepat perubahan manajemen pelayanan kesehatan. Adanya garansi akses pada pelayanan juga merupakan faktor utama terjadinyaperubahan dalam pelayanan kesehatan. Kesenjangan akses pelayanan kesehatan (seperti padabab 5) dapat diatasi dengan meningkatkan (1) kapasitas fisik, (2) sumber daya manusia, dan(3) cara untuk mengatasi dan meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan. Setiap komonitasmampu memberikan pelayanan untuk memonitor status kesehatan setiap anggotanya;informasi, pendidikan dan pemberdayaan anggota komunitas, dan membantu anggotakomunitas untuk memperolah pelayanan kesehatan. Suksesnya reformasi pada sistem

pelayanan

kesehatan

menciptakan

peluang

baru

bagi

komunitas,

pemberi

pelayanankesehatan, dan lembaga lain untuk untuk meningkatkan status kesehatan komunitas. Reformasi dibidang pelayanan kesehatan juga dipengaruhi oleh percepatan di bidangtehnologi.. Jaminan kualitas dari informasi perlu diperhatikan untuk mendukung program promosi kesehatan. Selanjutnya diperlukan perencanaan kesehatanyang berhubungan dengan kondisi sosial dan lingkungan karena dengan tehnologi

informasidimungkinkan setiap masyarakat secara langsung kontak dengan pembuat kebijakan untuk membahas isu kesehatan, pembentukan jejaring dan networking dengan memperhatikanpembentukan koalisi lokal, pengembangan jalur komunikasi antara fasilitas kesehatan dengankelompok komunitas bawah. Revolusi informasi adalah tantangan bagi petugas kesehatan profesional untuk berfikir secarakreatif tentang pelayanan kesehatan pada masa yang akan datang dan terobosan baru untuk melakukan edukasi kesehatan secara profesional dalam komunitas yang multikultural.Diperlukan persepektif ke depan sebuah analisa kritis sehingga profesi perawat berada padagaris depan untuk membantu klien meningkatkan kesehatannya dengan adanya perubahanyang cepat pada sektor sosial dan lingkungan. E. DIAGNOSIS KEPERAWATAN KELUARGA A. Lingkungan 1. Kerusakan penatalaksanaan rumah (kebersihan) 2. Resiko cedera 3. Resiko infeksi B. Struktur komunikasi 1. Kerusakan komunikasi C. Struktur peran 1. berduka antisipasi 2. berduka disfungsional 3. Isolasi sosial 4. Prubahan dalam proses keluarga 5. potensial peningkatan menjadi org tua 6. perubahan menjdi org tua 7. perubahan penampilan peran 8. kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah 9. gangguan citra tubuh

D. Afektif 1. Perubahan proses keluarga 2. perubahan menjadi org tua 3. potensial peningkatan menjadi org tua 4. berduka antisipasi 5. koping keluarga tidak efektif, menurun 6. koping keluarga tidak efektif, ketidakmampuan 7. resiko terhadap tindak kekerasan. E. Sosial 1. Perubahan proses keluarga 2. perilaku mencari bantuan kesehatan 3. konflik peran orang tua 4. perubahan menjadi org tua 5. potensial peningkatan menjadi org tua 6. perubahan pertumbuhan dan perkembangan 7. perubahan pemeliharaan kesehatan 8. kurang pengetahuan 9. isolasi sosial 10. kerusakan interaksi sosial 11. resiko terhadap tindak kekerasan 12. ketidakpatuhan 13. gangguan identitas diri F. Fungsi perawa keluarga 1. perubahan pemeliharaan kesehatan

2. potesial peningkatan pemeliharaan kesehatan 3. perilaku mencari pertolongan kesehatan 4. ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik atau pengobatan keluarga 5. resiko terhadap penularan penyakit

G. Strategi koping 1. Potensial peningkatan koping keluarga 2. Koping keluarga tidak efektif, menurun 3. koping keluarga tidak efektif, ketidakmampuan 4. Resiko tindakan kekerasan

BAB III IDENTIFIKASI DATA KELUARGA: POLA DAN PROSES KOMUNIKASI KELUARGA A. PENGERTIAN KOMUNIKASI Komunikasi adalah proses pertukaran perasaan, keinginan, kebutuhan dan pendapat (Mv Cubbin & Dhal, 1985). Galvin dan Brommel (1986), mendefinisikan komunikasi keluarga sebagai suatu simbiosis, proses transaksional menciptakan dan membagi arti dalam keluarga. Seperti halnya setiap orang mempunyai gaya komunikasi yang berbeda, begitu pula setiap keluarga mempunyai gaya dan pola komunikasi yang unik dan berbeda. Komunikasi yang jelas dan fungsional antara keluarga merupakan alat yang penting untuk mempertahankan lingkungan yang kondusif yang diperlukan untuk mengenbangkan perasaan berharga dan harga diri serta menginternalisasikannya. Sebaliknya, komunikasi yang tidak jelas diyakini sebagai penyebab utama fungsi keluarga yang buruk ( Holman,1983; Satir,1983; Satir, Bannem Gerber & Gomori, 1991). Masalah komunikasi yang problematis dalam keluarga terjadi dimana-mana. Watzlawic dan rekan (1967), peneliti komunikasi keluarga memperkirakan bahwa 85% dari semua pesan yang dikirim dalam keluarga adalah salah paham. B. UNSUR KOMUNIKASI Pengirim pesan Orang yang mencoba untuk memindahkan suatu pesan kepada orang lain. Pesan (message) Sasaran dari pengirim pesan Bentuk / saluran : rute pesan Komunikasi diteruskan dari kognisi atau pikiran pengirim melalui ruang ke kognisi penerima. Modalitas komunikasi yang dibahas secara luas di literatur mencakup pembicaraan, tulisan, dan media seperti televisi atau internet. Modalitas komunikasi yang ditulis dalam literature komunikasi interpersonal dan komunikasi keluarga adalah bahasa yang digunakan. Akan tetapi, banyak keluarga yang memiliki anggota keluarga yang tidak dapat (memilih atau tidak) sepenuhnya berpartisipasi secara penuh dalam modalitas komukasi oral

atau pendengaran ( mis, ibu yang dapat mendengar dengan anak tunarungu, orang tua dengan anak yang dapat mendengar, orang tua yang mengalami gangguan pendengaran dengan cucunya) Interkasi antara pengirim dan penerima Interaksi dalam arti yang lebih luas mengacu pada pengiriman dan penerimaan pesan, termasuk respon yang ditimbulkan oleh pesan terhadap penerima dan pengirim. Interaksi bersifat dinamik, merupakan perubahan komunikasi secara konstan diantara individu (Watzlawick, Beavin, & Jackson,1976). Pesan yang diawali oleh pengirim selalu didistorsi baik oleh pengirim, maupun penerima. Salah satu poenyebab utama distorsi adalah kecemasan diri individu yang berinteraksi, semakin besar kemungkinan terjadi kesalahpahaman. Penyebab yang biasa terjadi lainnya adalah perbedaan dalam kerangka acuan dari individu yang berinteraksi, karena tidak ada persamaan seperti perbedaan usia, latar belakang etnik atau jenis kelamin. Dalam interaksi sehari-hari anggota keluarga biasanya mengasumsikan bahwa anggota keluarga yang lain mempunyai kerangka acuan yang sama karena hal ini tidak benar untuk banyak kasus, sehingga kesalahpahaman terjadi. C. SALURAN SALURAN KOMUNIKASI Saluran / alur / rute yang digunakan oleh informasi untuk mencapai penerima. Beberapa factor yang mempengaruhi : Lingkungan Media Human error Time Komunikasi yang efektif dapat dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1. Kerangka Acuan (frame of reference) Wilburn Schram, dalam karyanya Communication Research in the United States, yang disadur oleh Onong Uchjan Effendy menyatakan sebagai berikut : komunikasi akan berhasil, apabila pesan yang disampaikan komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni perpaduan pengalaman dan pengertian

(collection of experience and meaning) yang pernah diperoleh komunikan .(Effendy, 1985 : 18). Jadi jelas bahwa frame of reference yang didukung field of experience merupakan factor yang penting dalam berkomunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator dan pengetahuannya sesuai dengan komunikan, maka komunikasi akan berjalan dengan lancar. 2. Faktor Situasi dan Kondisi Yang dimaksud dengan situasi disini adalah situasi komunikasi pada saat komunikan menerima pesan yang kita sampaikan . Situasi ini akan mendukung komunikasi efektif apabila komunikator menyampaikan informasi pada saat komunikan menanti suatu pengumuman. Begitu pula dengan kondisi, akan mempengaruhi serta mendukung efektivitas komunikasi. Seperti kondisi gaduh (noise), yang disebabkan lingkungan luar, kondisi gugup yang diderita seorang komunikator dalam menyampaikan pesannya akan turut menentukan keberhasilan jalannya proses komunikasi. 3. Faktor Media Komunikasi Media komunikasi merupakan alat untuk membantu lancarnya proses komunikasi . Yang dimaksud media disini adalah surat, memo, nota, brosur, pamphlet, bulletin, majalah, Koran, papan pengumuman, kotak saran, telephone, radio, televisi dan sebagainya . Pada saat ini telah dan sedang berkembang telemobitel, faksimil, telepon genggam, internet, email dan sebagainya yang membantu lancarnya dan semakin efektifnya pesan yang dapat disampaikan lewat media tersebut. Raymond V.L (1977), dalam bukunya A General Sematics Approach to Communication Barries, mengatakan bahwa terdapat empat factor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi yaitu : a. Jalur komunikasi formal, b. Authority structure, c. Spesialisasi pekerjaan, d. Ownership information .

(Ratih, 2 Juni, 1993) Selain faktor-faktor tersebut, komunikasi yang efektif dapat pula dipengaruhi oleh semua unsur-unsur komunikasi yang meliputi hal-hal sebagai berikut (Hanafi, 1984 : 173-213) : 1. Sumber Encoder a. Keterampilan berkomunikasi, b. Sikap, c. Tingkat pengetahuan, d. Posisi dalam sistem sosial budaya . 2. Penerima Decoder 3. Pesan a. Kode pesan b. Isi pesan c. Wujud pesan 4. Saluran komunikasi D. PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI Watzlawick dan rekan (1967), dalam tulisan seminar mereka tentang komunikasi keluarga, Pragmatis of Human Communication, menetapkan enam prinsip komunikasi yang menjadi dasar untuk memehami proses komunikasi. Prinsip-prinsip komunikasi tersebut adalah: 1. Prinsip pertama dan yang paling terpenting yaitu suatu pernyataan bahwa tidak mungkin untuk tidak berkomunikasi, karena semua prilaku adalah komunikasi. Pada setiap situasi ketika terdapat dua orang atau lebih, individu mungkin atau tidak mungkin berkomunikasi secara verbal. Dalam konteks ini, komunikasi nonverbal merupakan ekspresi tanpa bahasa seperti membalikkan badan atau mengerutkan kening, tapi bukan merupakan bahasa isyarat. 2. Prinsip kedua dari komunikasi adalah bahwa komunikasi mempunyai dua tingkat yaitu informasi (isi) dan perintah (instruksi). Isi yaitu apa yang sebenarnya sedang dikatakan (bahasa verbal) sedangkan instruksi adalah menyampaikan maksud dari pesan (Goldenberg,2000). Isi suatu pesan dapat saja berupa

pernyataan sederhana, tetapi mempunyai meta-pesan atau instruksi bergantung pada variabel seperti emosi, dan alur bicara, gerakan dan posisi tubuh serta nada suara. 3. Prinsip ketiga (Watzlawick et al.,1967) berhubungan dengan pemberian tanda baca (pungtuasi) (Bateson, 1979) atau rangkaian komunikasi. Komunikasi melibatkan transaksi, dan dalam pertukaran tiap respon berisi komunikasi berikutnya, selain riwayat hubunbgan sebelumnya (Hartman & Laird, 1983). Komunikasi melayani sebagai suatu organisasi yang mempunyai tujuan dan proses penataan diri dlam keluarga. 4. Prinsip komunikasi yang keempat diuraikan oleh Watzlick dan rekannya (1979) yaitu terdapat dua tipe komunikasi yaitu digital dan analogik. Komunikasi digital adal;ah komunikasi verbal ( bahasa isyarat) yang pada dasrnya menggunakan kata dengan pemahaman arti yang sama. Jenis komunikasi yang kedua, analogik yaitu ide atau suatu hal yang dikomunikasikan, dikirim secara nonverbal dan sikap yang representative (Hrtman & Laird, 1983). Komunikasi analogik dikenal sebagai bahasa tubuh, ekspresi tubuh, ekspresi wajah, irama dan nada kata yang diucapkan (isyarat) berbagai manifestasi nonverbal lainnya (non-bahasa)byang dapat dilakukan oleh seseorang( watzlick et al, hal 62). 5. Prinsip komunikasi kelima diuraikan oleh kelompok yang sama dari beberapa ahli teori komunikasi keluarga (Watzlick, Beavin, & Jackson, 1967) yang disebut prinsip redundasi (kemubaziran). Prinsip ini merupakan dasr pengembangan penelitian keluarga yang menggunakan keterbatasan pengamatan interaksi keluarga sehingga dapat memberikan penghayatan yang valid kedalam pola umum komunikasi 6. Prinsip komunikasi yang keenam diuraikan oleh Batson dan rekan (1963) adalah semua interaksi komunikasi yang simetris atau komplementer. Polka komunikasi simetris, prilaku pelaku bercermin pada prilaku pelaku interaksi yang lainnya. Dalam komunikasi komplementer, prilaku seorang pelaku interksi melengkapi prilaku pelaku interaksi lainnya. Jika satu dari dua tipe komunikasi tersebut digunakan secara konsisten dalam hubungan keluarga, tipe komunikasi ini mencerminkan nilai dan peran serta pengaturan kekuasaan keluarga.

E. PROSES KOMUNIKASI FUNGSIONAL DALAM KELUARGA Menurut sebagian besar terapi keluarga, komunikasi fungsional dipandang sebagai landasan keberhasilan, keluarga yang sehat (Watzlick & Goldberg, 2000) dan komunikasi fungsional didefinisikan sebagai pengiriman dan penerima pesan baik isi maupun tingkat instruksi pesan yang lansung dan jelas (Sells,1973), serta sebagi sasaran antara isi dan tingkat instruksi. Dengan kata lain komunikasi fungsional dan sehat dalam suatu keluarga memerlukan pengirim untuk mengirimkan maksud pesan melalui saluran yang reltif jelas dan penerima pesan mempunyai pemahaman arti yang sama dengfan apa yang dimaksud oleh pengirim (Sells). Proses komunikasi fungsional terdiri dari beberapa unsur, antara lain: 1. Pengiriman Fungsional Satir (1967) menjelaskan bahwa pengiriman yang berkomunikasi secara fungsional dapat menyatakan maksudnya dengan tegas dan jelas, mengklarifikasi dan mengualifikasi apa yang ia katakan, meminta umpan balik dan terbuka terhadap umpan balik. a. Menyatakan kasus dengan tegas dan jelas Salah satu landasan untuk secara tegas menyatakan maksud seseorang adalah penggunaan komunikasi yang selaras pada tingkat isi dan instruksi (satir,1975). b. Intensitas dan keterbukaan. Intensitas berkenaan dengan kemampuan pengirim dalam mengkomunikasikan persepsi internal dari perasaan, keinginan,dan kebutuhan secara efektif dengan intensitas yang sama dengan persepsi internal yang dialaminya. Agar terbuka, pengirim fungsional menginformasikan kepada penerima tentang keseriusan pesan dengan mengatakan bagaimana penerima seharusnya merespon pesan tersebut. c. Mengklarifikasi dan mengualifikasi pesan Karakteristik penting kedua dari komunikasi yang fungsional menurut Satir adalah pernyataan klarifikaasi daan kualifikaasi. Pernyataan tersebut memungkinkan pengirim untuk lebih spesifik dan memastikan persepsinya terhadap kenyataan dengan persepsi orang lain.

d. Meminta umpan balik Unsur ketiga dari pengirim fungsional adalah meminta umpan balik, yang memungkinkan ia untuk memverifikasi apakah pesan diterima secara akurat, dan memungkinkan pengirim untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk mengklarifikasi maksud. e. Terbuka terhadap umpan balik Pengirim yang terbuka terhadap umpan balik akan menunjukkan kesediaan untuk mendengarkan, bereaksi tanpa defensive, dan mencoba untuk memahami. Agar mengerti pengirim harus mengetahui validitas pandangan penerima. Jadi dengan meminta kritik yang lebih spesifik atau pernyataan memastikan, pengirim menunjukkan

penerimaannya dan minatnya terhadap umpan balik. 2. Penerima Fungsional Penerima fungsional mencoba untuk membuat pengkajian maksud suatu pesa secara akurat. Dengan melakukan ini, mereka akan lebih baik mempertimbangkan arti pesan dengan benar dan dapat lebih tepat mengkaji sikap dan maksud pengirim, serta perasaan yang diekspresikan dalam metakomunikasi. Menurut Anderson (1972), penerima fungsional mencoba untuk memahami pesan secara penuh sebelum mengevaluasi.ini berarti bahwa terdapat analisis motivasi dan metakomunikasi, serta isi. Informasi baru, diperiksa dengan informasi yang sudah ada, dan keputusan untuk bertindak secara seksama dioertimbangkan. Mendengar secara efektif, member umpan balik, dan memvalidasi tiga tekhnik komunikasi yang memungkinkan penerima untuk memahami dan merespons pesan pengirim sepenuhnya. a. Mendengarkan Kemampuan untuk mendengar secara efektif merupakan kualitas terpenting yang dimiliki oleh penerima fungsional. Mendengarkan secara efektif berarti memfokuskan perhstisn penuh pada seseorang terhadap apa yang sedang dikomunikasikannya dan menutup semua hal yang aakan merusak pesan. Penerima secara penuh memperhatikan pesan lengkap dari pengirim bukan menyalahartikan arti dari suatu pesan. Pendengar pasif merespons dengan ekspresi datar dan tampak tidak peduli sedangkan pendengar

aktif dengan sikap mengomunikasikan secara aktif bahwa ia mendengarkan. Mengajukan pertanyaan merupakan bagian penting dari mendengarkan aktif (Gottman, Notarius, Gonso dan Markman, 1977). Mendengarkan secara aktif berarti menjadi empati, berpikir tentang kebutuhan, dan keinginan orang lain, serta menghindarkan terjadinya gangguan alur komunikasi pengirim. b. Memberikan umpan balik Karakteristik utam kedua dari penerima funbgsional adalah memberikan umpan balik kepada pengirim yang memberitahu pengirim bagaimana penerima menafsirkan pesan. Pernyataan ini mendorong pengirim untuk menggali lebih lengkap. Umpan balik juga dapat melalui suatu proses keterkaitan, yaitu penerima membuat suatu hubungan antara pengalaman pribadi terdahulu (Gottman et.al, 1877) atau kejadian terkait dengan komunikasi pengirim. c. Member validasi Dalam menggunakan validasi penerima menyampaikan pemahamannya terhadap pemikiran dan perasaan pengirim. Validasi tidak berarti penerima setuju dengan pesan yang dikomunikasikan pengirim, tetapi menunjukan penerimaan atas pesan tersebut berharga. F. PROSES KOMUKASI DISFUNGSIONAL 1. Pengirim Disfungsional Komunikasi pengirim disfungsional sering tidak efektif pada satu atau lebih karakteristik dasar dari pengirim fungsional. Dalam menyatakan kasus, mengklarifikasi dan mengkulifikasi, dalam menguraikan dan keterbukaan terhadap umpan balik. Penerima sering kali ditinggalkan dalam kebingungan dan harus menebak apa yang menjadi pemikiran atau perasaan pengirim pesan. Komunikasi pengirim disfungsional dapat bersifat aktif atau defensif secara pasif serta sering menuntut untuk mendapatkan umpan balik yang jelas dari penerima. Komunikasi yang tidak sehat terdiri dari : a. Membuat asumsi Ketika asumsi dibuat, pengim mengandalkan apa yang penerima rasakan atau pikiran tentang suatu peristiwa atau seseorang tanpa memvalidasi persepsinya. Pengirim

disfungsional biasanya tidak menyadari asumsi yang mereka buat, ia jarang mengklarifikasi isi atau maksud pesaan sehingga dapat terjadi distorsi pesan. Apabila hal ini terjadi, dapat menimbulkan kemarahan pada penerima yang diberi pesan, yang pendapat serta perasaan yant tidak dianggap. b. Mengekspresika perasaan secara tidak jelas Tipe lain dari komunikasi disfungsional oleh pengirim adalah pengungkapan perasaan tidak jelas, karena takut ditolak, ekspresi perasaan pengirim dilakukan dengan sikap terselubung dan sama sekali tertutup. Komunikasi tidak jelas adalah sangat beralasan (Satir, 1991) apabila kata-kata pengirim tidak ada hubunganya dengan apa yang dirasakan. Pesan dinyatakan dengan cara yang tidak emosional. Berdiam diri merupakan kasus lain tentang pengungkapan perasaan tidak jelas. Pengirim merasa mudah tersinggung terhadap penerima yang tetap tidak mengungkapkan kemarahannya secara terbuka atau mengalihkan perasaannya ke orang atau benda lain. c. Membuat respon yang menghakimi Respon yang menhakimi adalah komunikasi disfungsional yang ditandai dengan kecenderungan untuk konstan untuk menbgevaluasi pesan yang menggunakan system nilai pengirim. Pernyataan yang menghakimi selalu mengandung moral tambahan. Pesan pernyataan tersebut jelas bagi penerima bahwa pengirim pesan mengevaluasi nilai dari pesan orang lain sebagai benar, atau salah, baik atau buruk, normal atau tidak normal. d. Ketidakmampuan untuk mendefinisika kebutuhan sendiri Pengirim disfungsional tidak hanya tidak mampu untuk menekspresikan kebutuhangnya. Namun juga karena takut ditolak menjadi tidak mampu mendefenisikan prilaku yang ia harapkan dari penerima untuk memenuhi kebutahan mereka.sering kali pengirim disfungsiopnal tidak sadar merasa tidak berharga, tidak berhak untuk mengungkapkan kebutuhan atau berharap kebutuhan pribadinya akan dipenuhi. e. Komunikasi yang tidak sesuai Penampilan komunikasi yang tidak sesuai merupakan jenis komunikasi yang disfungsional dan terjadi apabila dua pesan yang bertentangan atau lebih secara serentak dikiri (Goldenberg, 2000). Penerima ditinggalkan dengan teka-teki tentang bagaimana

harus merespon. Dalam kasus ketidaksesuaian pesan verbal dan nonverbal, dua atau lebih pesan literal dikirim secara secara serentak bertentangan satu sama lain. Pada ketidaksesuaian verbal nonverbal pengirim mengkomunikasikan suatu pesan secara verbal, namun melakukan metakomunikasi nonverbalyang bertentangan dengan pesan verbal. Ini biasanya diketahuinsebagai pesan campuran, misalnya saya tidak marah pada anda diucapakan dengan keras, nada suara tinggi dengan tangan menggempal. 2. Penerima Disfungsional Jika penerima disfungsional, terjadi komunikasi yang terputus karena pesan tidak diterima sebagaimana dimaksud, karena kegagalan penerima untuk mendengarkan, atau menggunakan diskualifikasi. Merespon secara ofensif, gagal menggali pesan pengirim, gagal memvalidasipesan, merupakan karakterstik disfungsional lainnya. a. Gagal untuk mendengarkan Dalam kasus gagal untuk mendengarkan, suatu pesan dikirim, namun penerima tidak memperhatikan atau mendengarkan pesan tersebut. Terdapat beberapa alasan terjadinya kegagalan untuk mendengarkan, berkisar dari tidak ingin memerhatikan hingga tidak memiliki kemampuan untuk mendengarkan. Hal ini biasanya terjadi karena distraksi, seperti bising, waktu yang tidak tepat, kecemasan tinggi, atau hanya karena gangguan pendengaran. b. Menggunakan diskualifikasi Penerima disfungsional dapat menerapkan pengelakkan untuk mendiskualifikasi suatu pesan dengan menghindari isu penting. Diskualifikasi adalah respon tidak langsung yang memungkinkan penerima untuk tidak menyetujui pesan tanpa memungkinkan penerima untuk tidak menyetujui pesan tanpa benar-benar tidak menyetujuinya. c. Menghina Sikap ofensif komunikasi menunjukkan bahwa penerima pesan bereaksi secara negatif, seperti sedang terancam. Penerima tampak bereaksi secara defensif terhadap pesan yang mengasumsikan sikap oposisi dan mengambil posisi menyerang. Pernyataan dan permintaan dibuat dengan konsisten dengan sikap negatif atau dengan harapan yang negatif.

d. Gagal menggali pesan pengirim Untuk mengklarifikasi maksud atau arti dari suatu pesan, penerima fungsional mencari penjelasan lebih lanjut. Sebaliknya, penerima disfungsional menggunkan respon tanpa menggali, seperti membuata asumsi , memberikan saran yang prematur, atau memutuskan komunikasi. e. Gagal memvalidasi pesan Validasi berkenaan dengan penyampaian penerimaan penerima. Oleh karena itu, kurangnya validasi menyiratkan bahwa penerima dapat merespon secara netral atau mendistorsi dan menyalahtafsirkan pesan. Mengasumsikan bukan mengklarifikasi pemikiran pengirim adalah suatu contoh kurangnya validasi. 3. Pengirim dan Penerima Disfungsional Dua jenis urutan intearksi komunikasi yang tidak sehat, melibatkan baik pengirim maupun penerima, juga secara luas didiskusikan dalam literatur komunikasi. Komunikasi yang tidak sehat merupakan kominikasi yang mencerminkan pembicaraan parallel yang menunjukan ketidakmampuan untuk memfokuskan pada suatu isu.

Dalam pembicraan parallel, setiap individu dalam interaksi secara konstan menyatakan kembali isunya tanpa betul-beetul mendengarkan pandangan orang lain atau mengenali kebutuhan orang lain. Orang yang berinteraksi disfungsional, mungkin tidak mampu untuk memfokuskan pada satu isu. Tiap individu melantur dari satu isu ke isu lain bukannya menyelesaikan satu masalah atau meminta suatu pengungkapan. G. POLA KOMUNIKASI FUNGSIONAL DALAM KELUARGA 1. Berkomunikasi Secara Jelas dan Selaras Pola sebagian nkeluarga yang sehat, terdapat keselarasan komunikasi diantara anggota keluarga. Keselarasan merupakan bangunan kunci dalam model komunikasi dan pertumbuhan menurut satir. Keselarasan adalah suatun keadaan dan cara berkomunikasi dengan diri sendiri dan orang lain. Ketika keluarga berkomunikasi dengan selarad terdapat konsistensi dengan selaras terdapat konsistensi anatara tingkat isi dan instruksi kominikasi. Apa yang sedang diucapkan, sama dengan isi pesan. Kat-kata yang diucapkan, perasaan yang kita ekspresikan, dan prilaku yang kita tampilkan semuanya

konsisten. Komunikasi pada kelurga yang sehat merupakan suatu proses yang sangat dinamis dan saling timbal balik. Pesan tidak hanya dikirim dan diterima. 2. Komunikasi Emosional Komunikasi emosional berkaitan dengan ekspresi emosi dan persaan dari persaan marah, terluka, sedih, cemburu hingga bahagia, kasih sayingdan kemesraan (Wright & Leahey, 2000). Pada keluarga fungsional perasaan anggota keluarga ddiekspresikan. Komunikasi afektif pesan verbal dan nonverbal dari caring, sikapfisik sentuhan, belaian, menggandeng dan memandang sangat penting, ekspresi fisik dari kaisih saying pada kehidupan awal bayi dan anak-anak penting untuk perkembangan respon afektif yang normal. Pola komunikasi afeksi verbal menjadi lebih nyata dalam menyampaikan pesan afeksional, walaupun pola mungkin beragam dengan warisan kebudayaan individu. 3. Area Komunikasi Yang Terbuka dan Keterbukaan diri Keluarga dengan pola komunikasi fungsional menghargai keterbukaan, saling menghargai perasaan, pikiran, kepedulian, spontanitas, autentik dan keterbukaan diri. Selanjutnya keluarga ini mampu mendiskusikan bidang kehidupan isu personal, social, dan kepedulian serta tidak takut pada konflik. Area ini disebut komunikasi terbuka. Dengan rasa hormat terhadap keterbukaan diri. Satir (1972) menegaskan bahwa anggota keluarga yant terus terang dan jujur antar satu dengan yang lainnya adalah orang-orang yang merasa yakin untuk mempertaruhkan interaksi yang berarti dan cenderung untuk menghargai keterbukaan diri (mengungkapkan keterbukaan pemikiran dan persaan akrab). 4. Hirarki Kekuasaan dan Peraturan Keluarga System keluarga yang berlandaskan pada hirarki kekuasaan dan komunikai mengandung komando atau perintah secara umum mengalir kebawah dalam jaringan komunikasi keluarga. Interaksi fungsional dalam hirarki kekuasaan terjadi apabila kekuasaan terdistribusi menurut kebutuhan perkembangan anggota keluarga (Minuchin, 1974). Apabila kekuasaan diterpkan menurut kemampuan dan sumber anggota keluarga serta sesuai dengan ketentuan kebudayaan dari suatu hubungan kekuasaan keluarga. 5. Konflik dan Resolusi Konflik Keluarga

Konflik verbal merupakan bagian rutin dalam interaksi keluarga normal. Literature konflik keluarga menunjukkan bahwa keluraga yang sehat tanpak mampu mengatasi konflik dan memetik mamfaat yang positif, tetapi tidak terlalu banyak konflik yang dapat mengganggu hubungan keluarga. Resolusi konflik merupakan tugas interaksi yang vital dalam suatu keluarga (Vuchinich,1987). Orang dewasa dalam kelurga perlu belajar untuk mengalami konflik konstruktif. Walaupun orang dewasa menyelesaikan konflik dengan berbagai cara , resolusi konflik yang fungsional terjadi apabila konflik tersebut dibahas secara terbuka dan strategi diterpkan untuk menyelesaikan konflik dan ketika orang tua secara tepat menggunakan kewenangan mereka untuk mengakhiri konflik. H. POLA KOMUNIKASI DISFUNGSIONAL DALAM KELUARGA Komunikasi disfungsional didefinisikan sebagai transmisi tidak jelas atau tidak langsung serta permintaan dari salah satu keluarga. Isi dan instruksi deari pesan dan ketidaksesuaian antara tingkat isi dan instruksi dari pesan. Transmisi tidak lansung dari suatu pesan berkenaan dari pesan yang dibelokkan dari saran yang seharusnya kepada orang lain dalam keluarga. Transmisi langsung dari suatu pesan berarti pesan mengenai sasaran yang sesuai. Tiga pola komunikasi yang terkait terus menerus menyebabkan harga diri rendah adalah egasentris, kebutuhan akan persetujuan secara total dan kurangnya empati. 1. Egosentris Individu memfokuskan pada kebutuhan diri sendiri dan mengabaikan kebutuhan orang lain, perasaan atau perspektif yang mencirikan komunikasi egosentris. Dengan kata lain, anggota keluarga yang egosentris mencari sesuatu dari orang lain untuk memenuhu kebutuhan mereka. Apabila individu tersebut harus memberikan sesuatu, maka mereka akan melakukan dengan keengganan, dan rasa permusuhan,defensive atau sikap pengorbanan diri, jadi tawar-menawar atau negosiasi secara efektif sulit dilakukan, karena seseorang yang egosentris meyakini bahwa mereka tidak boleh kalah untuk sekecil apapun yang mereka berikan. 2. Kebutuhan Mendapatkan Persetujuan Total Nilai keluarga tentang mempertahankan persetujuan total dan menghindari konflik berawal ketika seseorang dewasa atau menikah menetukan bahwa mereka berada satu sama lain, walaupun perbedaan yang pasti mungkin sulit untuk dijelaskan seperti yang

diekspresikan dalam pendapat, kebiasaan, kesukaan atauhrapan mungkin terlihat sebagai ancaman kerena ia dapat mengarah pada ketidaksetujuan dan kesadaran bahwa mereka merupakan dua individu yang terpisah 3. Kurang Empati Keluarga yang egosentris tidak dapat menteloransi perbedaan dan tidak akan mengenal akibat dari pemikiran, persaan dan perilaku mereka sendiri terhadap anggota keluarga yang lain. Mereka sangat terbenam dalam pemenuhan kebutuhan mereka sendiri saja bahwa mereka tidak mampu untuk berempati. Dibalik ketidakpedulian ini, individu dapat menderia akibat perasaan tidak berdaya. Tidak saja mereka tidak menghargai diri mereka sendiri tapi mereka juga tidak menghargai oaring lain. Hal ini menimbulakan suasana tegang, ketakutan atau menyalahkan. Kondisi ini terlihat pada komunikasi yang lebih membingungkan, samar, tidak langsung, terselubung dan defensif bukan memperlihatkan keterbukaan, kejelasan dan kejujuran. 4. Area Komunikasi Yang Tertutup Keluarga yang fungsional memiliki area komunikasi yang terbuka, keluarga yang sedikit fungsional sering kali menunjukkan area komunikasi yang semakin tertutup. Keluarga tidak mempunyai peraturan tidak tertulis tentang subjek apa yang disetujui atau tidak disetujui untuk dibahas. Peraturan tidak tertulis ini secara nyata terlihat ketika anggota keluarga melanggar peraturan dengan membahas subjek yang tidak disetujui atau mengungkapkan perasaan yang terlarang. I. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA KOMUNIKASI KELUARGA Ada 2 faktor yang mempengaruhi komunikasi, yaitu : 1. Faktor Sender (komunikator), meliputi ketermpilan, sikap, pengetahuan dan media saluran yang digunakan. Sebagai pengirim informasi, ide, berita, pesan, komunikator perlu menguasai cara-cara penyampaian, baik secara tertulis maupun lisan. Sikap komunikator sangat berpengaruh terhadap komunikan. Keangkuhan dalam komunikasi dapat mengakibatkan informasi yang diberikan akan ditolak oleh komunikan. Demikian pula ragu-ragu apat menyebapkan ketidakpercayaan terhadap informasi pesan yang disampaikan

2. Faktor Receiver (komunikan), ketermpilan, sikap, pengetahuan dan media saluran yang digunakan. Keterampilan komunikan dalam mendengar dan membaca pesan sangat penting. Pesan yang diberikan akan dapat dengan mudah dimengerti dengan baik jika komunikan mempunyai keterampilan mendengar dan membaca. Sikap komunikan yang berpengaruh terhadap efektivitas komunikasi misalkan sikap apriori, meremehkan, dan berprasangka buruk terhadap komunikator J. KOMUNIKASI DALAM KELUARGA DENGAN GANGGUAN KESEHATAN Istilah gangguan kesehatan berkenaan dengan setiap perubahan yang mempengaruhi proses kehidupan klien (psikologis, fisiologis, social budaya, perkembangan dan spiritual) (Carpeniyo, 2000). Gangguan dalam status kesehatan sering kali mencakup penyakit kronis dan penyakit yang mengancam kehidupan serta ketidakmampuan fisik dan mentak akut atau kronik, namun dapat juga meliputi perubahan dalam area ksehatan lainnya. Pola Temuan penelitian tentang adaptasi keluarga terhadap penyakit kronik dan mengancam kehidupan secara konsisten menunjukkan bahwea factor sentral dalam fungsi keluarga yang sehat adalah terdapatnya keterbukaan, kejujuran, dan komunukiasi yang jelas dalam mengatasi pengalaman kesehatan yang menimbulkan stres serta isu terkait lainnya (Khan,1990;Spinetta & Deasy-Spineta, 1981). Jika keluarga tidak membahas isu penting yang dihadapi mereka, akan menyebabkan jarak emosi dalam hubungan keluarga, dan meningkatnya stress keluarga (Friedman, 1985; Walsh,1998). Sters yang meningkat mempengaruhi hubungan keluarga dan kesehatan keluarga serta anggotanya (Hoffer, 1989). K. DIAGNOSIS KEPERAWATAN KELUARGA 1. Area Pengkajian Pernyataan berikut ini harus dipertimbangkan ketika menganalisis pola komunikasi keluarga. a. Dalam mengobservasi keluarga secara utuh atau serangkaian hubungan keluarga, sejauh mana pola komunikasi fungsional dan disfungsional yang digunakan ?. diagram pola komunikasi sirkular yang terjadi berulang. Selain membuat diagram pola komunikasi sirkular, prilaku spesifik berikut ini harus dikaji:

1) Seberapa tegas dan jelas anggota menyatakan kebutuhan dan perasaan interaksi? 2) Sejauh mana anggota menggunakan klerifikasi dan kualifikasi dalam interaksi? 3) Apakah anggoata keluarga mendapatkan dan merespon umpan balik secara baik, atau mereka secara umumtidak mendorong adanya umpan balik dan penggalian tentang suatu isu? 4) Sebera baik anggota keluarga mendengarkan dan memperhatikan ketika berkomunikasi? 5) Apakah anggota mencari validasi satu sama lain? 6) Sejauh mana anggota menggunakan asumsi dan pernyataan yang bersifat menghakimi dalam interksi? 7) Apakah anggota berinterksi dengan sikap menhina terhadap pesan? 8) Seberapa sering diskualifikasi digunakan? b. Bagimana pesan emosional disampaikan dalam keluarga dan subsistem keluarga? 1) Sebera sering pesan emosional disampaikan? 2) Jenis emosi apa yang dikirimkan ke subsistem keluarga? Apakah emosi negatif, positif, atau kedua emosi yang dikirimkan? c. Bagaimana frekuensi dan kualitas komunikasi didalam jaringan komunikasi dan rangkaian hubungan kekeluargaan? 1) Bagaimana cara/sikap anggota kelurga (suami-istri, ayah-anak,anak-anak) saling berkomunikasi? 2) Bagaimana pola pesan penting yang biasanya? Apakah terdapat perantar? 3) Apakah pesan sesuai dengan perkembangan usia anggota? d. Apakah pesan penting keluarga sesuai dengan isi instruksi ? apabila tidak, siapa yang menunjukkan ketidaksesuaian tersebut? e. Jenis proses disfungsional apa yang terdapat dalam pola komunikasi keluarga? f. Apa isu penting dari personal/keluarga yang terbuka dan tertutup untuk dibahas? g. Bagiman factor-faktor berikut mempengaruhi komunikasi keluarga? 1) Konteks/situasi 2) Tahap siklus kehidupan kelurga

3) Latar belakakang etnik kelurga 4) Bagaimana gender dalam keluarga 5) Bentuk keluarga 6) Status sosioekonomi keluarga 7) Minibudaya unik keluarga 2. Diagnosa Keperawatan Keluarga Masalah komunikasi keluarga merupakan diagnosis keperawatn keluarga yang sangat bermakna, Nort American Diagnosis Assosiation (NANDA) belum mengidentifikasi diagnosis komunikasi yang berorientasi keluarga. NANDA menggunakan perilaku komunikasi sebagai bagian dari pendefisian karakteristik pada beberapa diagnosis mereka;seperti proses berduka disfungsional salah satu diagnosis keperawatn yang terdapat dalam daftar NANDA adalah hanbatan komunikasi verbal, yang berfokus pada klien individu yang tidak mampu untuk berkomunikasi secara verbal. Giger & Davidhizar (1995) menegaskan bahwa hambatan komunikasi verbal tidak

mempertimbangkan kjebudayaan klien sehingga secara kebuyaan tidak relevan dengan diagnosis keperawatan. 3. Intervensi Keperawatan Keperawatan Intervensi keperawatn keluarga dalam keluarga dalam area komunikasi terutama melibatkan pendidikan kesehatan dan konseling, serta kolaborasi sekunder, membuat kontrak, dan merujuk ke kelompok swa-bantu, organisasi komunitas, dan klinik atau kantor terapi keluarga. Model peran juga berperan tipe pemberian pendidikan kesehatan yang penting. Model peran melalui observasi anggota keluarga mengenai tenaga kesehatan keluarga dan bagaimana mereka berkomunikasi selam situasi interaksi yang berbeda bahwa mereka belajar meniru perilaku komunikasi yang sehat.

Konsling dibidang komunikasi keluarga melibatkan dorongan dan dukungan keluarga dalam upaya mereka untuk meningkatkan komunikasi diantara mereka sendiri. Perawat keluarga adalah sebagai fasilitator proses kelompok dan sebagi narasumber. Wright dan Leahey (2000) menklasifikan tentang tiga intervensi keluarga secara lansung (berfokus pada tingkat kognitif, afektif, dan perilaku dari fungsi) membantu dalam

pengorganisasian srategi komunikasispesifik yang dapat diterapkan, strategi intervensi dalam masing-masing ketiga domain meliputi pendidikan kesehatan dan konsling.

a. Intervensi keperawatn keluarga dengan focus kognitif memberikan atau ide baru tentang komunikasi. Informasi adalah opendidikan yang dirancang untuk mendorong penyelesaian masalah keluarga. Apakah anggota mengubah perilaku komunikasi mereka pertama sangat bergantung pada bagiamana mereka mempersepsikan masalah. Wright & Laehey (2000) menegaskan peran penting dari persepsi dan keyakinan. b. Intervensi dalam area afektif diarahkan pada perubahan ekspresi emosi anggota keluarga baik dengan meningkatkan maupun menurunkan tingkat komunikasi emosional dan modifikasi mutu komunikasi emosional. Tujuan keperawatan spesifik didalam konteks kebudayaan keluarga, membantu anggota keluarga mengekspresikan dan membagi perasaan mereka satu sama lain sehingga: 1) Kebutuhan emosi mereka dapat disampaikan dan ditanggapi dengan lebih baik. 2) Terjadi komunikasi yang lebih selaras dan jelas 3) Upaya penyelesaian masalah keluarga difasilitasi. c. Intervensi keperawatan keluarga berfokus pada perilaku, perubahan perilaku menstimulasi perubahan dalam persepsi realitas anggota keluarga dan persepsi menstimulasi perubahan perilaku (proses sirkular, rekursif). Oleh karena itu, ketika perawat keluarga menolong anggota keluarga belajar cara komunikasi yang lebih sehat. Ia juga akan membantu anggota keluarga untuk mengubah persepsi mereka atau membangun realitas tentang suatu situasi. Intervensi pendidikan kesehatan dan konsling dirancang untuk mengubah komunikasi keluarga meliputi; a. Mengidentifikasi keinginan perubahan perilaku spesifik anggota keluarga dan menyusun rencana kolaboratif untuk suatu perubahan b. Mengakui, mendukung, dan membimbing anggota keluarga ketika mereka mulai mencoba untuk berkomunikasi secar jelas dan selaras. c. Memantau perubhan perilaku yang telah menjadi sasran sejak pertemuan terdahulu. Tanyakan bagimana perilaku komunikassi yang baru, apakah ada masalah yang terjadi, serta jika mereka mempunyai pertanyaan atau hal penting tentang perubahan tersebut.

You might also like