You are on page 1of 13

Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2005. Luas Panen dan Produksi Padi-Palawija Per Sub Round Tahun 2000-2004.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Pontianak. CARIIIIIIIIIII

Sistem Pertanian Jagung di Rasau Jaya Ada dua macam jagung yang ditanam yaitu jagung manis dan jagung pipil. Jagung manis biasa ditanam pada lahan bekas padi. Cara bertanam jagung manis pada lahan bekas padi dilakukan dengan beberapa tahap, pertama batang jerami padi dan rumput dilokasi tanam ditebas, setelah kering jerami dipanduk seperti gunung kemudian dibakar. Abu hasil pembakaran dikumpulkan sebagai bahan campuran kotoran ayam, dan digunakan untuk pupuk. Adapun jagung pipil biasa ditanam di lahan khusus, yaitu lahan yang secara empiris tidak dapat ditanami padi, walaupun ada juga yang ditanam pada lahan bekas tanaman padi. Cara bertanam jagung pipil, dimulai dengan kegiatan penebasan bawas. Setelah kering bawas dibakar, kemudian dibiarkan selama 3 hari sampai abu bakar dingin, setelah itu ditugal dan tanam. Semakin tebal bawas, maka semakin banyak abu bakarannya dan semakin subur tanaman jagungnya. Oleh karena itu, biasanya masyarakat akan mencari bawas-bawas baru sebagai lokasi bertanam jagung walaupun harus meminjam bawas milik tetangganya. DALAM SUNANTO, DKK Upaya memperbaiki sifat fisik dan kimia lahan gambut di Kecamatan Rasau Jaya yang telah dilakukan masyarakat adalah melalui tiga cara yaitu: (1) menambahkan kapur/ dolomit, (2) mengolah tanah dengan dicampur dengan pupuk kandang dan (3) menambahkan abu bakaran. Kapur diperoleh dengan cara membeli, pupuk kandang diperoleh dengan cara memanfaatkan kotoran ternak miliksendiri ataupun dengan cara membeli, sedangkan abu bakaran diperoleh dengan cara membakar serasah dilahan. Dari ketiga bahan pembenah tanah (ameiloran) yang dilakukan masyarakat, pemberian abu hasil pembakaran merupakan pilihan yang paling murah untuk dilakukan masyarakat Kecamatan Rasau Jaya. Murah karena abu banyak terdapat dan disediakan oleh lokasi itu sendiri, hal tersebut mengingat masyarakat petani di Kecamatan Rasau Jaya masih banyak yang dikategorikan sebagai penduduk miskin. Abu hasil pembakaran memiliki bebarapa kelebihan, yaitu: mengandung unsur hara yang lengkap baik makro maupun mikro, mempunyai pH yang tinggi (8 10), kandungan kation K, Ca dan Mg tinggi. Abu bakaran juga banyak mengandung silika (Si) dalam bentuk

tersedia,

sehingga

berpengaruh

posistif

terhadap

produktifitas

tanaman

terutama

padi.DALAM SUNANTO, DKK Jenis tanah di Kota Pontianak terdiri dari jenis tanah Organosol, Gley, Humus dan Aluvial dengan karateristik masing-masing berbeda satu dengan yang lainnya. Pada wilayah tanah yang bergambut ketebalan gambut dapat mencapai 1 6 meter, sehingga menyebabkan daya dukung tanah yang kurang baik apabila diperuntukkan untuk mendirikan bangunan besar ataupun untuk menjadikannya sebagai lahan pertanian. DALAM WALIKOTA PTK, 2008.

Dilihat dari jenis tanah permukaan (the type of soil surface), sebagian besar daratan Kalimantan Barat (sekitar 57%) berjenis tanah PMK (Podsolet Merah Kuning, termasuk kompleks PMK) mencakup seluas 8.367.807 Ha (terluas di Kabupaten Ketapang, seluas 2.266.975 Ha / 27%). Kemudian Aluvial seluas 1.459.033 Ha (terluas di Kabupaten Pontianak, 514.368 Ha), OGH seluas 1.418.711 Ha (terluas di Kabupaten Ketapang, 669.125 Ha), Podsol seluas 454.400 Ha (terluas di Kabupaten Ketapang, 171.200 Ha), Latosol seluas 212.800 Ha, (terluas di Kabupaten Bengkayang, 140.000 Ha), dan Regosol seluas 44.800 Ha yang hanya terdapat di Kabupaten Ketapang 40.000 Ha dan Kota Singkawang seluas 4.800 Ha. DALAM KALBARPROV.GO.ID.

1. Tanaman Pangan dan Hortikultura a. Produksi padi sawah dan ladang di Kalimantan Barat tahun 2006 sebesar 1.107.662 ton, luas panen 378.042 hektar dengan produksi rata-rata 29,3 kuintal per hektar. Produksi ratarata padi kita masih dibawah produktivitas nasional yaitu sebesar 46,1 kuintal per hektar. b. Produksi jagung sebesar 136.777 ton, luas panen 38.271 hektar dengan produksi rata-rata 35,74 kuintal.DALAM KALBARPROV.GO.ID.

Dilihat dari tekstur tanahnya maka, sebagian besar daerah Kalimantan Barat terdiri dari jenis tanah PMK (podsolet merah kuning), yang meliputi areal sekitar 10,5 juta hektar atau 17,28 persen dari luas daerah yang 14,7 juta hektar. Berikutnya, tanah OGH (orgosol, gley dan humus) dan tanah Aluvial sekitar 2,0 juta hektar atau 10,29 persen yang terhampar di seluruh Dati II, namun sebagian besar terdapat di kabupaten daerah pantai. DALAM PROFIL KESEHATAN KALBAR, 2007.

TANAH RASAU JAYA Jenis tanah secara umum hanya terdiri dari jenis yaitu Aluvial, Gleisol dan Organosol. Tanah Alluvial terdapat pada daerah sepanjang sungai utama dan terbentuk dari bahan endapan aluvium. Tanah ini menempati fisiografi lembah sungai dan dataran banjir, dengan bentuk wilayah datar (0-3%). Tanah gambut di daerah KTM dijumpai dengan kedalaman yang bervariasi antara antara 60 300 cm dan berada pada daerah depresi atau rawa belakang di bagian selatan dan barat areal KTM. DALAM SEKILAS KAB.PONTIANAK Perkembangan komoditas pertanian padi sawah tahun 2003 produksi rata-ratanya hanya 19,09 kw/ha, pada tahun 2005 rata-rata produksinya mencapai 16,82 kw/ha. Begitupula dengan produksi jagung, pada tahun 2005 luasan panen meningkat menjadi 9.286 ha dari dua tahun sebelumnya, seluas 2.709 ha. Peningkatan luasan penanaman jagung ini disebabkan intensivitas penanaman jagung di wilayah pengembangan agropolitan. DALAM SEKILAS KAB.PONTIANAK

3. Rencana Pengembangan Usahaulan : Tanaman Pangan : Padi dan jagung Tanaman Perkebunan : Karet dan kelapa Ternak : Sapi dan ayam

Usulan Varietas Tanaman Padi, Palawija dan TaNAMAN Padi Cisokan/IR 64, UMUR/HARI 120, POTENSI PRODUK 3 7,04 Jagung Sukmaraga, UMUR/HARI 105 110, POTENSI PRODUK 6 8,50 Kelapa Hibrida, MYD >< WAT, UMUR/HARI 4 tahun *), POTENSI PRODUK 180 **) Karet IRR 5, UMUR/HARI 4 tahun *), POTENSI PRODUK 1,5 2,3 DALAM SEKILAS KAB.PONTIANAK. Jagung komposit yang paling disenangi petani adalah Arjuna dan Bisma yang telah meluas penyebarannya di Jawa Timur, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Kalimantan Barat. Pada MT 2005/06 luas pertanaman jagung komposit 163.359 ha. Tujuh varietas yang paling dominan adalah Arjuna, Bisma, Kalingga, Lamuru, Harapan, Kresna, dan Sukmaraga (Tabel 6). Penyebaran varietas jagung komposit di Indonesia pada MT 2005/06.di kalbar adalah gumarang. Varietas lain yang juga telah mulai menyebar penggunaan benihnya adalah Sukmaraga, meliputi 15 propinsi, terutama di daerah yang tingkat kemasaman tanahnya di

atas normal seperti Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan (Tabel 10). Sumber: Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan (2006). DALAM Bahtiar, S. Pakki, dan Zubachtirodin Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Sistem Perbenihan Jagung. Sumber: Unit Komersialisasi Teknologi Balitsereal (2007). Kalbar Distribusi penyebaran benih penjenis (BS) dan benih dasar (BD) 2006. Antara lain lamuru, bisma, sukmaraga, srikandi kuning, srikandi putih. DALAM Bahtiar, S. Pakki, dan Zubachtirodin Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Sistem Perbenihan Jagung. Unit Komersialisasi Teknologi Balitsereal. 2007. Laporan Distribusi Benih Sumber ke Berbagai Propinsi. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, 2006. Penyebaran luas tanam jagung selama MT.2000 sampai 2005/2006. Ditjen Tanaman Pangan, Jakarta.

Berdasarkan hasil pengujian tersebut, untuk saat sekarang ini varietas jagung yang dianjurkan untuk ditanam adalah varietas BISI-8-26, BMD-2 dan Bima-3 untuk jagung hibrida dan varietas Lagligo, Sukmaraga dan Lokal Kalbar untuk jagung bersari bebas. VARIETAS JAGUNG YG DITANAM DI KAB. BENGKAYANG ANTARA LAIN BISI 816, BMD-2, BIMA-3, R-01, BISMA, SUKMARAGA, N-35, NT-10, BISI-12, LAMURU. DALAM Azri, Teknologi Pengendalian Penyakit Bulai Tanaman Jagung Penulis dari BPTP Kalimantan Barat, BBP2TP, Badan Litbang Pertanian Dimuat dalam Tabloid Sinar Tani, 7 Januari 2009.

In West Kalimantan corn as the main food crops and second core commodity after he potential of area of corn in West Kalimantan is around 90.478 hectares and has been used k 31.282 hectare. There is still enough area for new business around k 64.616 hectare. Indonesia memiliki beberapa jagung varietas unggul, diantaranya adalah Arjuna, Bisma, Lamuru, Sukmaraga sebagai jagung berbiji kuning dan varietas unggul protein tinggi Srikandi Kuning dan Srikandi Putih. Sebagai bahan yang mengandung karbohidrat tinggi, maka jagung varietas unggul juga dapat dimanfaatkan sebagai tepung komposit, pati dan bahan baku industri. Sejak tahun 1956, Indonesia telah melepas jagung unggul sebanyak 72 varietas, yang terdiri dari 28 jenis bersari bebas dan 44 jenis hibrida. Beberapa jagung varietas unggul nasional yang telah dikembangkan adalah Arjuna, Bisma, Lamuru dan Sukmaraga sebagai jagung berbiji kuning, varietas unggul protein mutu tinggi Srikandi

Kuning dan Srikandi Putih. Ciri-ciri jagung varietas unggul dapat dilihat pada. Sumber : Syuryawati et al., 2005 DALAM TEKNOLOGI PRODUKSI DAN KARAKTERISASI TEPUNG JAGUNG VARIETAS UNGGUL NASIONAL Oleh : RIYANI 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. BOGOR.

Materi jagung yang dipromosikan antara lain Bima-1, Bima-2 Bantimurung, Bima-3 Bantimurung, Bima-4, Bima-5, Lamuru, Sukmaraga, Srikandi Putih-1, Srikandi Kuning-1, Gumarang yang ditampilkan dalam bentuk tongkol agar dapat dilihat wujud fisik dari varietas tersebut, serta dilengkapi dengan leaflet dan brosurnya. Varietas jagung dan sorgum yang ditanam pada lahan yang tertata dalam bentuk surjan yaitu Bima-1, Bima-2 Bantimurung, Bima-3 Bantimurung, Bima-4, Bima-5, Bima-6 (hibrida) dan calon hibrida, Lamuru, Arjuna, Srikandi Kuning-1, Sukmaraga, Gumarang, Srikandi Putih-1, Bisma, Anoman-1, Pulut (komposit), dan Kawali, Numbu (sorgum) (Gambar 9). SUMBER: Highlight Balitsereal 2008 Tabel 16. Penyimpanan benih pada gudang UPBS Balitsereal *)Produksi benih tahun 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008 BS = Benih Penjenismlah(Kg) 1. Bisma 2. Lamuru 3. Sukmaraga 4. Srikandi Kuning-1 5. Srikandi Putih-1 6. Anoman-1 7. Gumarang 8. Arjuna 9. Kresna Highlight Balitsereal 2008 JU Tabel 6. Varietas dan stok benih sumber jagung kelas BD yang tersedia di Balitsereal per 31 Desember 2008umlahok (Kg) 1. Bisma 2. Lamuru 3. Sukmaraga 4. Srikandi Kuning-1

5. Gumarang 6. Srikandi Putih-1 7. Arjuna 8. Palakka 9 Anoman-1 Highlight Balitsereal 2008

Diperoleh pula 62 aksesi palawija yang terdiri dari tiga aksesi jagung, yaitu jagung lokal Tanjung, jagung Susu dengan rasa susu, dan jagung lokal Darit berwarna merah bata dengan kelobot warna ungu. Eksplorasi Plasma Nutfah Tanaman Pangan di Provinsi Kalimantan Barat Sri Astuti Rais. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Buletin Plasma Nutfah Vol.10 No.1 Th.2004.

Usaha-usaha petani dalam meningkatkan kesuburan lahan gambut Untuk meningkatkan kesuburan lahan gambut, umumnya petani di Kalimantan menggunakan abu. Abu ini mereka peroleh secara beragam. Petani yang telah maju di Siantan mengumpulkan sisa-sisa tanaman dan tumbuhan pengganggu (gulma) untuk dibakar dan diambil abunya. Ada juga yang membeli abu serbuk gergaji hasil pembakaran di kilangkilang kayu, meskipun sekarang agak sulit mendapatkannya karena banyak kilang kayu yang tutup akibat penertiban penebangan liar (illegal logging). Petani di Kalampangan memanfaatkan abu sisa kebakaran lahan gambut pada musim kemarau, baik dengan mengumpulkan sendiri atau membeli seharga Rp. 5.000,-./karung1. Pada saat ini sebagian petani di Kalampangan sudah ada yang juga membuat abu dari pembakaran gulma dan sisasisa tanaman. Pemberian abu pada lahan bukaan baru memperhitungkan kondisi lapisan gambutnya, meskipun umumnya diberikan dengan takaran sebanyak 6 kg/m2. Lahan siap ditanami apabila lapisan gambut yang berwarna merah berubah warnanya menjadi abu-abu kekuningan setelah diberikan abu. Untuk tanah bukaan baru yang agak bagus, biasanya cukup dengan memberikan abu sebanyak 4 kg/m2 warnanya sudah akan berubah menjadi abu-abu kekuningan (Tabel 6) dan siap ditanami. Petani sayur di Kalampangan memberikan abu dan pupuk kandang untuk sayur-sayuran daun sebannyak 2 kali. Untuk sayur-sayuran mereka memberikannya sedikit demi sedikit tetapi dilakukan setiap 1- 2 kali panen. Pupuk kandang dan abu ini langsung ditaburkan di bidang pertanaman pada musim hujan, tetapi pada musim kemarau biasanya dicairkan terlebih dahulu. Upaya lain yang dilakukan petani dalam meningkatkan kesuburan lahan gambut yang digarapnya adalah dengan memberikan pupuk

kandang. Petani keturunan Cina dan suku Jawa di Siantan, maupun petani suku Jawa di Kalampangan menggunakan pupuk kandang untuk memperkaya kandungan hara lahan usahataninya. Bahkan sayur-sayuran yang dihasilkan petani keturunan Cina di Siantan sempat ditolak oleh konsumen Muslim di Pontianak karena ditengarai menggunakan pupuk kandang dari kotoran babi. Oleh karena itu penggunaan pupuk kandang dari kotoran babi saat ini jarang dipakai petani di Siantan sebagai pupuk kandang, kerena mempertimbangkan selera konsumen. Pupuk kandang umumnya digunakan di sentra-sentra sayur-sayuran lahan gambut yang juga menjadi sentra pengembangan ternak sapi, seperti di Kalampangan Kalimantan Tengah. Bahan organik lain yang dianggap paling bagus dalam meningkatkan kesuburan lahan gambut oleh petani di Siantan dan sekitar kota Pontianak, yaitu tepung ikan dan tepung kepala udang (Tabel 6). Selain itu, petani di Kalimantan Tengah umumnya juga melakukan pengapuran untuk mengurangi kemasaman tanah di lahan gambut. Banyaknya perlakuan yang harus diberikan dalam pengelolaan lahan gambut membuat petani tidak dengan serta merta membuka lahannya secara luas, tetapi bertahap tergantung pada kesiapan tenaga dan modal. Petani umumnya mengolah tanahnya secara minimum tillage dengan mencakul sedalam 5 cm untuk tanaman sayur-sayuran dan sedalam 20 cm untuk ubi jalar dan kacang tanah. Petani di lahan gambut Kalimantan umumnya dapat memanfaatkan bahan lokal dengan baik dalam usahataninya. Gulma dan sisa-sisa tanaman tidak dibuang begitu saja, tetapi digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat abu atau kompos (Tabel 6). Setiap lahan di Siantan mempunyai satu pondok tempat pembakaran gulma dan sisa tanaman. Mereka melakukan pembakaran bahan-bahan ini secara terus menerus siang dan malam selama masih ada gulma dan limbah di lahan mereka. Sebagian petani yang beranggapan pengomposan dapat mempertahankan ketebalan dan kualitas lahan gambut tidak melakukan pembakaran, tetapi hanya menimbun sisa-sisa tanaman dan gulma untuk dibusukkan kemudian dikembalikan ke lahan usahataninya. Mereka juga menjadi konsumen tepung ikan dan kepala udang yang sebelumnya menjadi limbah tak berguna dari usaha perikanan. memberikan abu sebanyak 4 kg/m2 warnanya sudah akan berubah menjadi abu-abu kekuningan (Tabel 6) dan siap ditanami. KEARIFAN BUDAYA LOKAL DALAM PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN DI KALIMANTAN Noorginayuwati, A. Rapieq, M. Noor, dan Achmadi Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. JUM Pada awal lahan gambut dibuka atau pada lahan gambut yang masih tebal petani umumnya menanam sayur-sayuran dan palawija. Di Serindang dan Rasau Jaya petani menanam tanaman tahunan seperti karet, kelapa, durian, rambutan, jambu mete, nangka dan

cempedak. L Pemanfaatan lahan gambut di daerah ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1) Petani keturunan Cina dan suku Jawa yang menanaminya dengan beragam jenis sayuran, dan 2) yang menanaminya dengan tanaman pepaya, lidah buaya dan kunyit. Mereka menanam kangkung darat, sawi keriting, bayam cabut, seledri, gambas, dan kucai. AH KEARIFAN BUDAYA LOKAL DALAM PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN DI KALIMANTAN Noorginayuwati, A. Rapieq, M. Noor, dan Achmadi. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa 12.780 1.332 14.112M Dibanding jagung lokal, menanam jagung hibrida membutuhkan pemeliharaan yang lebih intensif dan biaya yang lebih tinggi. Keengganan petani menanam jagung hibrida disebabkan oleh mahalnya harga benih (Rp30.000-Rp60.000/kg) dan biaya lainnya yang cukup tinggi, yakni antara Rp800.000-Rp960.000/ha, karena jenis dan dosis pupuk meningkat 100-200% serta upah tenaga kerja tanam dan pemeliharaan (membumbun dan menyiang) bertambah 200%. Robiin BULETIN TEKNIK PERTANIAN VOL 14 NO.2 2009. Lahan Gambut Secara alami, tanah gambut terdapat pada lapisan tanah paling atas. Di bawahnya terdapat lapisan tanah aluvial pada kedalaman yang bervariasi. Disebut sebagai lahan gambut apabila ketebalan gambut lebih dari 50 cm. Dengan demikian, lahan gambut adalah lahan rawa dengan ketebalan gambut lebih dari 50 cm.

Tanah Aluvial Aluvial adalah tanah yang belum mengalami perkembangan profil. Tanahnya selalu jenuh air, terbentuk dari bahan endapan muda (recent) seperti endapan lumpur, liat, pasir dan bahan organik. Proses pembetukan tanahnya merupakan hasil dari aktivitas air sungai atau laut. Pada daerah yang berdekatan dengan pantai atau dipengaruhi pasang surut air salin/payau, akan terbentuk tanah aluvial bersulflat (sulfat masam aktual) dan aluvial bersulfida (sulfat masam potensial). Tanah Aluvial yang letaknya jauh dari pantai dan tidak dipengaruhi lingkungan marin/laut, atau aktivitas air sungai/tawar-nya lebih dominan akan membentuk tanah aluvial potensial (non sulfat masam). Tanah-tanah aluvial ini menurut klasifikasi Soil Taxonomy (UDSA, 1998) tergolong Sulfaquents/Sulfaquepts, Fluvaquents, Endoaquents/ Endoaquepts.

Tanah Gleihumus Gleihumus atau yang dikenal dengan tanah aluvial bergambut merupakan tanah peralihan ke tanah organosol. Tanahnya belum atau sedikit mengalami perkembangan profil. Tanah terbentuk dari endapan lumpur dan bahan organik dalam suasana jenuh air (hydromorphic). Lapisan atas berwarna gelap karena banyak mengandung bahan organik. Tanah ini mempunyai ketebalan bahan organik 20 - 50 cm. Apabila proses pembentukan dipengaruhi lingkungan marin/laut, tanah digolongkan pada jenis aluvial bersulfida bergambut (sulfat masam bergambut). Tanah-tanah ini menurut klasifikasi Soil Taxonomy (UDSA,1998) digolongkan kedalam Hydraquents.

Tanah Organosol (Gambut) Tanah organosol atau tanah histosol yang saat ini lebih populer disebut tanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari akumulasi bahan organik seperti sisa-sisa jaringan tumbuhan yang berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Tanah Gambut umumnya selalu jenuh air atau terendam sepanjang tahun kecuali didrainase. Beberapa ahli mendefinisikan gambut dengan cara yang berbeda-beda. Berikut beberapa definisi yang sering digunakan sebagai acuan: Menurut Driessen (1978), gambut adalah tanah yang memiliki kandungan bahan organik lebih dari 65% (berat kering) dan ketebalan gambut lebih dari 0,5 m; Menurut Soil Taxonomy, gambut adalah tanah yang tersusun dari bahan organik dengan ketebalan lebih dari 40 cm atau 60 cm, tergantung dari berat jenis (BD) dan tingkat dekomposisi bahan organiknya; Menurut Soil Survey Staff (1998), tanah disebut gambut apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : a). Dalam kondisi jenuh air jika kandungan liatnya 60% atau lebih, harus mempunyai kandungan C-organik paling sedikit 18%; Jika kandungan liat antara 0 60%, harus mempunyai C-organik lebih dari (12 + persen liat x 0,1) persen; jika tidak mempunyai liat, harus memiliki C-organik 12% atau lebih. b). Apabila tidak jenuh air, kandungan C-organik minimal 20%. Tanahtanah gambut ini menurut klasifikasi Soil Taxonomy (UDSA,1998) digolongkan kedalam

Typic/Sulfisaprists/Sulfihemists/Haplosaprists/Haplohemists/Haplofibrits.

Berdasarkan ketebalan gambut, lahan gambut dibedakan atas empat kelas (Widjaja-Adhi, 1995), yaitu gambut dangkal (50 100 cm), gambut sedang (100 200 cm), gambut dalam (200 300 cm), dan gambut sangat dalam (>300 cm). Tanah dengan ketebalan lapisan gambut 0 - 50 cm, dikelompokkan sebagai lahan bergambut (peaty soils). Gambut merupakan lahan yang rapuh dan mudah rusak. Oleh sebab itu, lahan gambut harus diperlakukan secara arif agar tidak menimbulkan bahaya dan kendala. Pengelolaan yang sembarangan dan tanpa mengindahkan kaedah-kaedah konsevasi lahan akan menyebabkan ongkos produksi mahal dan kalau sudah terlanjur rusak, biaya pemulihannya sangat besar.

Lahan Bergambut Lahan dengan ketebalan/kedalaman tanah gambut kurang dari 50 cm disebut sebagai lahan bergambut. Yang perlu diperhatikan dalam mengelola lahan bergambut adalah lapisan yang berada di bawah gambut. Jika di bawah gambut terdapat tanah aluvial tanpa pirit, maka lahan ini cukup subur dan hampir mirip dengan lahan potensial. Namun apabila di bawah gambut terdapat lapisan pasir, sebaiknya tidak usah digunakan untuk pertanian, karena disamping tidak subur, kalau gambutnya habis akan menjadi padang pasir. Apabila di bawah gambut terdapat lapisan pirit, pengelolaannya harus hati-hati dan tanahnya harus dijaga agar selalu dalam keadaan berair (agar piritnya tidak teroksidasi) atau dibuatkan sistem drainase yang memungkinkan tercucinya materi pirit.

Tanah gambut umumnya memiliki kesuburan yang rendah, ditandai dengan pH rendah (masam), ketersediaan sejumlah unsur hara makro (K, Ca, Mg, P) dan mikro (Cu, Zn, Mn, dan Bo) yang rendah, mengandung asam-asam organik yang beracun, serta memiliki Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang tinggi tetapi Kejenuhan Basa (KB) rendah. Lahan gambut umumnya mempunyai tingkat kesuburan yang rendah, miskin unsur hara, porous, dan sangat masam sehingga memerlukan penambahan pupuk dan amelioran untuk memperbaiki kondisi lahan menjadi baik bagi pertumbuhan tanaman. 6.1 Amelioran Amelioran adalah bahan yang dapat meningkatkan kesuburan melalui perbaikan kondisi fisik dan kimia tanah. Amelioran dapat berupa bahan organik atau anorganik. Beberapa bahan amelioran yang sering digunakan di lahan gambut, antara lain: berbagai jenis kapur (dolomit, batu fosfat, kaptan), tanah mineral, lumpur, pupuk kompos/bokasi, pupuk kandang (kotoran Ayam, Sapi dan Kerbau) dan abu. Masing-masing amelioran tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga penggunaan lebih dari satu jenis akan memberikan hasil yang

lebih baik. Selain masalah kualitas bahan, faktor ketersediaan bahan dan biaya pengadaannya menjadi hal penting yang harus ikut dipertimbangkan. Kelemahan kapur sebagai bahan amelioran ialah karena kandungan unsur haranya tidak lengkap, sehingga pemberian kapur juga harus diikuti dengan pemupukan unsur lainnya seperti N, P, K dan terutama unsur-unsur mikro seperti Cu dan Zn. Kelemahan lainnya, kapur tidak memiliki atau sedikit mengandung koloid sehingga cenderung tidak membentuk kompleks jerapan, mudah tererosi, dan kurang memperbiki tekstur tanah gambut secara langsung. Kapur cenderung menggumpal jika diberikan ke tanah gambut. Selain itu, kapur tidak dapat berfungsi baik pada tanah gambut yang kelembabannya kurang dan dalam beberapa kasus dapat mempercepat proses kondisi kering tak balik. Dengan kelemahan tersebut, penggunaan kapur perlu diimbangi dengan pemakaian amelioran lainnya terutama yang banyak mengandung koloid seperti pupuk kandang, lumpur, dan tanah liat [catatan : pemberian kapur di lahan gambut dengan saluran irigasi terkendali, memiliki residu lebih lama sehingga kebutuhan kapur lebih sedikit]. Pupuk kandang adalah kotoran hewan ternak dalam bentuk cair atau padat. Kotoran ini dapat bercampur dengan sisa-sisa makanan dan jerami alas kandang. Proses pematangan pupuk kandang akan menghasilkan panas dan senyawa beracun yang kurang baik bagi pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu, pupuk kandang yang digunakan harus yang sudah betul-betul jadi atau matang karena pupuk yang masih panas atau mentah akan mematikan tanaman dan juga mengandung bibit penyakit. Tanda pupuk kandang yang sudah matang adalah: berwarna kehitaman, remah, tidak lembek, dan tidak hangat. Dengan demikian, pupuk kandang akan memperbaiki kondisi fisik dan kesuburan gambut. Kelemahan pupuk kandang sebagai bahan amelioran adalah kemampuannya dalam menaikkan pH dan kandungan KB-nya terbatas sehingga memerlukan dosis yang cukup banyak, berkisar antara 2,5 - 30 ton/ha (Prastowo et al., 1993). Pupuk kandang dapat diperoleh dari kandang ternak sendiri seperti Sapi, Kerbau, Kuda, Kambing, Babi dan Ayam. Dosis campuran abu dan pupuk kandang yang sering digunakan pada tahap pertama berkisar antara 20 - 25 karung/ha. Setiap kali tanam, petani hanya menambahkan sedikit campuran ke dalam lahan. Petani di Kalampangan, Kalimantan Tengah untuk keperluan penanaman seluas 2500 m2 menggunakan abu bakar sekitar 20 kg dan pupuk kandang sekitar 5 kg atau 100 kg campuran keduanya untuk lahan seluas 1 ha (Dohong, 2003). Dosis tersebut sangat rendah dibandingkan dosis kompos yang umum diberikan pada luasan yang sama karena pemberian abu bakar tersebut hanya disebar pada larikan tanaman di atas permukaan tanah.

Tanaman pangan adalah tanaman yang hasil/produksinya merupakan bahan konsumsi manusia sebagai sumber karbohidrat atau protein. Dari jenis tersebut, yang banyak dibudidayakan secara intensif di lahan gambut antara lain Jagung, Kacang tanah, Kedele, Padi, Singkong, dan Bengkoang. (Zea may L.) Gramineae Bijinya digunakan untuk bahan pangan, makanan ternak, bahan baku minyak. Diusahakan di lahan gambut dangkal hingga sedang, diperbanyak melalui biji. pH tanah optimum 4,5-5,5.

Tabel 26. Beberapa contoh varietas tanaman palawija lahan rawa Sumber : Tarkim Suyitno, 2004 No Jenis Tanaman Varietas 1. Kacang tanah Gajah, Macan, Kidang, Pelanduk, Kelinci, dan Badak 2. Kedelai Kerinci, Lokon, Wilis, Guntur, Tidar, Dempo, dan Lawit 3. Jagung Wiyasa, Arjuna, Kalingga, Abimayu, Semar 1 s/d 9, Sukmaraga 4 Singkong Gading, Muara, Adira 5. Ubi jalar AB94001-8, MIS 110-1

Untuk tahap pertama, benih dan bibit harus diambil dari sumber benih/bibit yang benar-benar dapat dipercaya seperti PT Pertani, Dinas Pertanian setempat, penangkar benih dan toko-toko pertanian yang resmi sebagai penyalur benih supaya mutu dan varietasnya betul-betul terjamin. Bibit atau benih yang berkualitas biasanya dijual dengan disertai label/sertifikat yang dikeluarkan oleh Balai Benih. Benih biasanya dicampur terlebih dahulu dengan fungisida seperti Ridomil untuk mencegah serangan penyakit yang dibawa oleh benih.

Amelioran sering digunakan untuk tanaman palawija Jagung, Kedelai dan Kacang tanah. Sedangkan Singkong dan Ubi jalar umumnya tidak menggunakan bahan tersebut. Amelioran yang digunakan biasanya kapur, ditambah dengan pupuk kandang, kompos, abu, atau tanah liat. Pada penanaman tahap pertama, biasanya jumlah kapur yang digunakan antara 3 - 5 ton/ha dan diberikan dengan cara ditebar. Pada pertanaman ke dua dan seterusnya, untuk menghemat biaya, biasanya menggunakan kapur 0,2 - 0,5 ton/ha yang diberikan pada larikan tanaman. Pada lahan gambut dengan ketebalan lebih dari 1 m, selain kapur juga digunakan bahan amelioran lain seperti tanah mineral, abu, dan atau pupuk kandang. Tanah mineral umumnya digunakan dengan cara ditebar dengan dosis cukup tinggi yaitu 50 - 100 m3/ha.

Jika ini dinilai mahal dan sulit, maka amelioran yang digunakan cukup abu dapur, pupuk kandang, dan kompos. Pemberian amelioran dapat dilakukan dengan ditebar pada lubang yang dibuat pada larikan tanaman pada waktu tanam, bersamaan dengan pemberian kapur dan pupuk dasar. Panduan Pengelolaan Najiyati, S., Lili Muslihat dan I Nyoman N. Suryadiputra. 2005. Panduan pengelolaan lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia.

Menurut Warisno (1998) suhu atau temperatur ideal bagi tanaman jagung hibrida adalah antara 23-27 0 C, sedangkan curah hujan yang dikehendaki adalah 250 2.000 mm/tahun, dan yang paling penting adalah distribusinya pada setiap tahap pertumbuhan tanaman. Sebagian besar petani SANGGAU LEDO telah menggunakan benih hibrida C7 yang selama ini dikenal berproduksi tinggi dan tahan serangan hama dan penyakit, serta tahan rebah. Benih jagung umumnya berasal dari kios sarana produksi dan pedagang saprodi setempat. Mahalnya harga benih hibrida ditingkat petani (Rp 35.000/kg) membuat petani mengurangi jumlah benih yang ditanam per hektar.DALAM Rusli Burhansyah. Asisten peneliti MadyaBPTP Kalimantan Barat, HUMANITY, Volume 1, Nomor 2,Maret 2006: 87 - 95

You might also like