You are on page 1of 9

PENERAPAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS

SISWA (Studi Studi Eksperimen terhadap Siswa Kelas IX Suatu SMP Negeri di Kabupaten Bandung) Dini Nurhadyani ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen terhadap kelas IX suatu SMP Negeri di Kabupaten Bandung semester ganjil tahun ajaran 2010/2011. Masalah yang melatarbelakangi penelitian ini di antaranya adalah motivasi belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa yang dinilai masih rendah. Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mengkaji secara mendalam apakah peningkatan motivasi belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning lebih tinggi daripada peningkatan motivasi belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional; 2) untuk mengidentifikasi kualitas peningkatan motivasi belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning; dan 3) untuk mengidentifikasi tanggapan siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning. Berdasarkan hasil analisis terhadap data-data yang terkumpul melalui instrumen penelitian, maka kesimpulan umum dari penelitian ini adalah: 1) peningkatan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning tidak lebih tinggi daripada peningkatan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional; 2) kualitas peningkatan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning yaitu rendah; 3) peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional; 4) kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning yaitu sedang; dan 5) sebagian besar siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning. Kata kunci: Brain Based Learning, Motivasi Belajar, Kemampuan Koneksi Matematis A. Pendahuluan Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Namun, kualitas pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih belum menggembirakan, khususnya dalam bidang matematika. Salah satu masalah yang dialami oleh sebagian besar siswa dalam pembelajaran matematika adalah motivasi belajar yang masih rendah. Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan oleh penulis, hal tersebut dialami oleh siswa-siswa salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung. Guru pengajar matematika di sana mengatakan bahwa motivasi belajar siswa, khususnya dalam mempelajari matematika, pada umumnya masih sangat rendah. Selain motivasi belajar, masalah yang dihadapi siswa dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan koneksi matematis yang masih rendah. Rusgianto (Lestari, 2009: 4) menyatakan bahwa kemampuan siswa mengaplikasikan pengetahuan matematika yang dimilikinya dalam

kehidupan nyata masih belum memuaskan. Ruspiani (Gordah, 2009: 4) pun menemukan bahwa kemampuan siswa dalam melakukan koneksi matematis masih tergolong rendah. Learning is most effective when its fun. Kalimat tersebut dicetuskan oleh Peter Kline (Hernowo, 2008: 15), seorang penulis buku yang berjudul Everyday Genius. Untuk menciptakan suasana pembelajaran matematika yang menyenangkan, hendaknya guru memperhatikan satu hal penting dalam tubuh manusia yang selama ini kemampuannya masih kurang dioptimalkan, yaitu otak. Berdasarkan pemaparan di atas, berarti dibutuhkan sebuah pendekatan pembelajaran yang mengoptimalkan kerja otak serta diperkirakan dapat meningkatkan motivasi belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa, yaitu pendekatan Brain Based Learning. Pendekatan Brain Based Learning (Jensen, 2008: 12) adalah pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain secara alamiah untuk belajar. Tahap-tahap perencanaan pembelajaran Brain Based Learning yang diungkapkan Jensen dalam bukunya yaitu tahap pra-pemaparan, persiapan, inisiasi dan akuisisi, elaborasi, inkubasi dan memasukkan memori, verifikasi dan pengecekan keyakinan, dan yang terakhir adalah perayaan dan integrasi. Sedangkan tiga strategi utama yang dapat dikembangkan dalam implementasi Brain Based Learning (Sapaat, 2009) yaitu: (1) menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa; (2) menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan; dan (3) menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa. Berdasarkan strategi-strategi tersebut, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning dalam pembelajaran matematika memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasah kemampuan berpikir, khususnya kemampuan berpikir matematis, termasuk kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Surakhmad (Mulyana, 2008: 2), bahwa pembelajaran matematika memang harus memberikan peluang untuk belajar berpikir matematis. Lebih lanjut, Romberg menyatakan dalam Chair (Rohendi, 2009: 30) bahwa beberapa aspek berpikir tinggi, yaitu pemecahan masalah matematika, komunikasi matematis, penalaran matematis, dan koneksi matematis. Dengan demikian, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning dalam pembelajaran matematika memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasah kemampuan koneksi matematis. Selain itu, lingkungan pembelajaran yang menantang dan menyenangkan juga akan memotivasi siswa untuk aktif berpartisipasi dan beraktifitas secara optimal dalam pembelajaran. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pendekatan Brain Based Learning dalam kaitannya dengan peningkatan motivasi belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa. B. Kajian Pustaka 1. Peranan Otak dan Memori dalam Pembelajaran Roger Sperry (Hernowo, 2008), pemenang hadiah Nobel bidang kedokteran, menemukan dua belahan otak, yaitu otak kiri dan otak kanan yang berfungsi secara berbeda. Menurut beliau, otak kiri berpikir secara rasional, sedangkan otak kanan berpikir secara emosional. Sejalan dengan hal tersebut, Dilip Mukerjea (Hernowo, 2008: 68) juga mengungkapkan bahwa otak kreatif adalah otak kiri dan otak kanan yang bekerja sinergis. Dalam pembelajaran, hendaknya penggunaan otak kiri dan otak kanan diseimbangkan agar pembelajaran menjadi lebih bermakna. Otak juga sangat berperan dalam pembentukan memori. Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu & Zain, 1994: 885), memori adalah ingatan atau daya ingat. Memori ini sangat penting dalam pembelajaran. Semua yang telah kita pelajari, baik secara sadar maupun tidak sadar, tersimpan dalam memori.

2. Pendekatan Brain Based Learning Brain Based Learning (Jensen, 2008: 12) adalah pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain secara alamiah untuk belajar. Sejalan dengan hal tersebut, Sapaat (2009) juga mengungkapkan bahwa Brain Based Learning menawarkan sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran yang berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa. Dalam menerapkan pendekatan Brain Based Learning, ada beberapa hal yang harus diperhatikan karena akan sangat berpengaruh pada proses pembelajaran, yaitu lingkungan, gerakan dan olahraga, musik, permainan, peta pikiran (mind map), dan penampilan guru. Tahap-tahap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning yang diungkapkan Jensen dalam bukunya yaitu: a. Pra-Pemaparan Pra-pemaparan membantu otak membangun peta konseptual yang lebih baik (Jensen, 2008: 484). b. Persiapan Dalam tahap ini, guru menciptakan keingintahuan dan kesenangan (Jensen, 2008: 486). c. Inisiasi dan akuisisi Tahap ini merupakan tahap penciptaan koneksi atau pada saat neuron-neuron itu saling berkomunikasi satu sama lain (Jensen, 2008: 53). d. Elaborasi Tahap elaborasi memberikan kesempatan kepada otak untuk menyortir, menyelidiki, menganalisis, menguji, dan memperdalam pembelajaran (Jensen, 2008: 58). e. Inkubasi dan memasukkan memori Tahap ini menekankan bahwa waktu istirahat dan waktu untuk mengulang kembali merupakan suatu hal yang penting (Jensen, 2008: 488). f. Verifikasi dan pengecekan keyakinan Dalam tahap ini, guru mengecek apakah siswa sudah paham dengan materi yang telah dipelajari atau belum. Siswa juga perlu tahu apakah dirinya sudah memahami materi atau belum. g. Perayaan dan integrasi Tahap ini menanamkan semua arti penting dari kecintaan terhadap belajar (Jensen, 2008: 490). Strategi pembelajaran utama yang dapat dikembangkan dalam implementasi Brain Based Learning (Sapaat, 2009) yaitu: (1) menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa; (2) menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan; dan (3) menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa. 3. Motivasi Belajar Menurut Uno (2009: 9), motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul oleh adanya rangsangan dari dalam maupun dari luar sehingga seseorang berkeinginan untuk mengadakan perubahan tingkah laku/aktivitas tertentu lebih baik dari keadaan sebelumnya. Sedangkan Makmun (2007: 37) berpendapat bahwa motivasi itu merupakan suatu kekuatan, tenaga, daya, atau suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari. Dalam perkembangannya, Syah

(Hidayati, 2005: 29) mengemukakan bahwa motivasi dibedakan menjadi dua tipe, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, motivasi belajar adalah suatu kekuatan, tenaga, atau daya, baik yang datang dari dalam maupun dari luar diri individu, atau suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri yang mendorong individu untuk belajar, baik disadari maupun tidak disadari. Menurut Makmun (2007: 40), indikator motivasi yaitu: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi; (4) ketabahan, keuletan, dan kemampuan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan belajar; (5) devosi (pangabdian) dan pengorbanan berupa uang, tenaga, pikiran atau jiwa untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi; (7) tingkatan kualifikasi prestasi, produk, atau output yang dicapai dari kegiatan; dan (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan. 4. Kemampuan Koneksi Matematis Kemampuan koneksi matematis merupakan salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Kutz (Mariana, 2008: 15) menyatakan bahwa koneksi matematis berkaitan dengan koneksi internal dan koneksi eksternal. Koneksi internal meliputi koneksi antar topik matematika, sedangkan koneksi eksternal meliputi koneksi dengan mata pelajaran lain dan koneksi dengan kehidupan sehari-hari. Sumarmo (Gordah, 2009: 27) memaparkan beberapa indikator koneksi matematis yang dapat digunakan, yaitu: (1) mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur; (2) memahami hubungan antar topik matematika; (3) menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari; (4) memahami representasi ekuivalen suatu konsep; (5) mencari hubungan satu prosedur dengan prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen; dan (6) menerapkan hubungan antar topik matematika dan antara topik matematika dengan topik di luar matematika. 5. Pendekatan Konvensional Pendekatan konvensional yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang memiliki ciri-ciri dalam pembelajarannya menurut Nasution (Sukmawati, 2009: 9) yaitu: (1) bahan pelajaran disajikan kepada kelas sebagai keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual; (2) kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah tugas tertulis, dan media lain menurut pertimbangan guru; (3) siswa umumnya bersifat pasif, karena harus mendengarkan uraian guru mengajar; (4) keberhasilan belajar umumnya dinilai guru secara subjektif; (5) hanya sebagian kecil saja akan menguasai bahan pelajaran secara tuntas, sebagian lagi akan menguasai sebagian saja dan ada lagi yang akan gagal; dan (6) guru berfungsi sebagai penyebar/penyalur pengetahuan. C. Hipotesis Penelitian 1. Peningkatan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning lebih tinggi daripada peningkatan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional. 2. Kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning lebih tinggi daripada kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional. D. Metode Penelitian Penelitian ini tergolong ke dalam penelitian eksperimen. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kelompok kontrol non-ekivalen yang melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen (selanjutnya disebut kelas eksperimen) dan kelompok kontrol

(selanjutnya disebut kelas kontrol). Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes koneksi matematis, angket motivasi belajar, jurnal harian siswa, dan lembar observasi. Data kuantitatif diperoleh dari hasil tes kemampuan koneksi matematis dan angket motivasi belajar siswa. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji statistik. Data kualitatif diperoleh dari jurnal harian siswa dan lembar observasi. Data jurnal harian siswa yang diperoleh dipisahkan, mana yang termasuk tanggapan positif dan mana yang termasuk tanggapan negatif, serta didata juga berapa banyak siswa yang tidak memberikan tanggapan. Kemudian, dihitung persentasenya. Setelah itu, barulah diambil kesimpulan berdasarkan hasil persentase yang telah didapatkan. Data hasil observasi dianalisis secara deskriptif, dijelaskan dalam bentuk kalimat-kalimat untuk membantu menggambarkan suasana pembelajaran yang telah dilakukan. E. Analisis Data Penelitian dan Pembahasan 1. Analisis Data Penelitian a. Analisis Data Hasil Tes Koneksi Matematis 1) Kemampuan Awal Koneksi Matematis Hasil yang diperoleh dari uji normalitas terhadap data pretes menyatakan bahwa skor pretes kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal. Dengan demikian, selanjutnya tidak dilakukan uji homogenitas varians, tetapi langsung dilakukan uji kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan uji nonparametris Mann-Whitney. Hasil uji Mann-Whitney memperlihatkan bahwa nilai Sig. Mann-Whitney adalah 0,404. Berdasarkan kriteria pengujian yang telah ditentukan, maka H0 diterima. Ini berarti bahwa ratarata kemampuan awal koneksi matematis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama. Dengan demikian, langkah selanjutnya adalah melakukan uji statistik pada data hasil postes. 2) Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Hasil yang diperoleh dari uji normalitas terhadap data postes menyatakan bahwa skor postes kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal, sedangkan skor postes kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal. Dengan demikian, selanjutnya tidak dilakukan uji homogenitas varians, tetapi langsung dilakukan uji perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan uji nonparametris Mann-Whitney. Hasil uji Mann-Whitney memperlihatkan bahwa nilai Sig. Mann-Whitney adalah 0,000. Berdasarkan kriteria pengujian yang telah ditentukan, maka H0 ditolak. Ini berarti bahwa kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen setelah pembelajaran lebih tinggi daripada kemampuan koneksi matematis siswa kelas kontrol. Karena kemampuan awal koneksi matematis siswa kelas eksperimen sama dengan kemampuan awal koneksi matematis siswa kelas kontrol, maka data hasil postes juga dapat memperlihatkan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa setelah pembelajaran. Dengan demikian, dari hasil uji perbedaan dua rata-rata di atas dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen setelah pembelajaran lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas kontrol. b. Kualitas Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Hasil uji statistik deskriptif terhadap skor indeks gain tes koneksi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol memperlihatkan bahwa rata-rata indeks gain tes koneksi

matematis siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah 0,3892 dan 0,1760. Berdasarkan kriteria indeks gain menurut Hake, ini berarti bahwa kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen tergolong sedang, sedangkan kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas kontrol tergolong rendah. c. Analisis Data Angket Motivasi Belajar 1) Motivasi Awal Belajar Hasil yang diperoleh dari uji normalitas terhadap angket motivasi awal belajar siswa menyatakan bahwa skor angket motivasi awal belajar siswa kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal, sedangkan skor angket motivasi awal belajar siswa kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal. Oleh karena itu, selanjutnya tidak dilakukan uji homogenitas varians, tetapi langsung dilakukan uji kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan uji nonparametris Mann-Whitney. Hasil uji Mann-Whitney memperlihatkan bahwa nilai Sig. Mann-Whitney adalah 0,007. Berdasarkan kriteria pengujian, maka H0 ditolak. Ini berarti bahwa rata-rata skor angket motivasi awal belajar siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah tidak sama. Oleh karena itu, selanjutnya dilakukan analisis terhadap skor indeks gain angket motivasi belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. 2) Peningkatan Motivasi Belajar Hasil yang diperoleh dari uji normalitas terhadap skor indeks gain angket motivasi belajar siswa menyatakan bahwa skor indeks gain angket motivasi belajar kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal, sedangkan skor indeks gain angket motivasi belajar kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal. Oleh karena itu, selanjutnya tidak dilakukan uji homogenitas varians, tetapi langsung dilakukan uji perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan uji nonparametris Mann-Whitney. Hasil uji Mann-Whitney memperlihatkan bahwa nilai Sig. Mann-Whitney adalah 0,489. Berdasarkan kriteria pengujian, maka H0 diterima. Ini berarti bahwa peningkatan motivasi belajar siswa kelas eksperimen setelah pembelajaran tidak lebih tinggi secara signifikan daripada peningkatan motivasi belajar siswa kelas kontrol. d. Kualitas Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Hasil uji statistik deskriptif terhadap skor indeks gain angket motivasi belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol memperlihatkan bahwa rata-rata indeks gain angket motivasi belajar siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah 0,0280 dan -0,0078. Berdasarkan kriteria indeks gain menurut Hake, ini berarti bahwa kualitas peningkatan motivasi belajar siswa, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol, tergolong rendah. e. Analisis Data Jurnal harian Siswa Setelah dihitung banyaknya tanggapan positif, negatif, dan yang tidak memberi tanggapan, serta dihitung persentasenya, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa memberikan tanggapan positif terhadap penerapan pendekatan Brain Based Learning dalam pembelajaran matematika yang telah dilaksanakan. f. Analisis Data Lembar Observasi Setelah dianalisis, ternyata hampir seluruh aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran berjalan dengan baik.

2. Pembahasan Hasil pengolahan tes koneksi matematis siswa memperlihatkan bahwa: (1) rata-rata kemampuan awal koneksi matematis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama; (2) peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen setelah pembelajaran lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas kontrol; dan (3) kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen tergolong sedang, sedangkan kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas kontrol tergolong rendah. Hasil ini bisa dikatakan sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Surakhmad (Mulyana, 2008: 2), bahwa pembelajaran matematika memang harus memberikan peluang untuk belajar berpikir matematis. Selain itu, hasil analisis terhadap data hasil tes koneksi matematis ini juga sesuai dengan salah satu peranan Brain Based Learning, yaitu memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasah kemampuan koneksi matematis siswa. Hasil pengolahan angket motivasi belajar siswa memperlihatkan bahwa: (1) rata-rata skor angket motivasi awal belajar siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah tidak sama; (2) peningkatan motivasi belajar siswa kelas eksperimen setelah pembelajaran tidak lebih tinggi secara signifikan daripada peningkatan motivasi belajar siswa kelas kontrol; dan (3) kualitas peningkatan motivasi belajar siswa, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol, tergolong rendah. Menurut pengamatan penulis, selama proses pembelajaran, siswa kelas eksperimen terlihat antusias dalam mengikuti pembelajaran. Mereka pun mengaku senang belajar dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning. Hal ini salah satunya dapat dilihat dari jurnal harian yang dibuat oleh siswa pada setiap pertemuannya. Namun, ternyata banyak dari mereka, skor angket motivasi belajarnya justru menurun. Selain itu, hasil pengolahan data angket juga menyatakan bahwa peningkatan motivasi belajar siswa kelas eksperimen tidak lebih tinggi secara signifikan daripada peningkatan motivasi belajar siswa kelas kontrol. Menurut dugaan penulis, hal ini terjadi karena siswa tidak serius dalam mengisi angket motivasi belajar. Selain itu, beberapa siswa juga terlihat saling mencontek dalam mengisi angket. Hasil analisis terhadap jurnal harian siswa dan lembar observasi memperlihatkan bahwa sebagian besar siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap penerapan pendekatan Brain Based Learning dalam pembelajaran matematika yang telah mereka ikuti dan hampir seluruh aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran berjalan dengan baik. F. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Dari seluruh rangkaian penelitian yang telah dilakukan, mulai dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan, hingga pada tahap analisis data, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: (1) peningkatan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning tidak lebih tinggi daripada peningkatan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional; (2) kualitas peningkatan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning yaitu rendah; (3) peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional; (4) kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning yaitu sedang; dan (5) sebagian besar siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning.

2. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu: (1) pendekatan Brain Based Learning dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran matematika untuk meningkatkan motivasi belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa SMP; (2) penelitian terhadap pendekatan Brain Based Learning dalam kaitannya dengan peningkatan motivasi belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa disarankan untuk dicoba kembali karena dalam penelitian ini motivasi belajar siswa hanya mencapai kualitas peningkatan yang rendah, dan kemampuan koneksi matematis siswa pun belum dapat menghasilkan kualitas peningkatan yang tinggi. DAFTAR PUSTAKA Badudu, J. S., & Zain, S. M. (1994). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Gordah, E. K. (2009). Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik Melalui Pendekatan Open Ended. Tesis Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Hernowo. (2008). Menjadi Guru yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Menyenangkan. Bandung: MLC. Hernowo. (2008). Menulis Feature di Dunia Venus. [Online]. https://internalmedia.wordpress.com/2008/02/19/menulis-feature-di-dunia-venus/. [1 Desember 2010]. Hidayati, A. (2005). Penerapan Model Pembelajaran Generatif Matematika dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Jensen, E. (2008). Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otak: Cara Baru dalam Pengajaran dan Pelatihan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Lestari, P. (2009). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa SMK Melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual. Tesis Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Makmun, A. S. (2007). Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mariana, T. (2008). Implementasi Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Strategi Working Backward untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Mulyana, T. (2008). Pembelajaran Analitik Sintetik untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Rohendi, D. (2009). Kemampuan Pemahaman, Koneksi, dan Pemecahan Masalah Matematik: Eksperimen terhadap Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Elektronik (ELearning). Disertasi Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sapaat, A. (2009). Brain Based Learning. [Online]. Tersedia: http://matematika.upi.edu/index.php/brain-based-learning/. [6 Juli 2010]. Sukmawati, E. (2009). Pengaruh Pembelajaran KUASAI Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Uno, H. B. (2009). Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara. Dennison, P. E., & Dennison G. E. (2006). Brain Gym. Jakarta: Grasindo

You might also like