You are on page 1of 18

TUGAS KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG K3

Disusun oleh : Shabrina Arika Zahra Nurul Ulfia Mei Ekowati Lintang Iradati Rizky Fajar Heryanto M. Arief Setiawan Puti Destianti Rahmat Randy Arbie Erickson 21080110141002 21080110141008 21080110141014 21080110141020 21080110141030 21080110141042 21080110141051 21080110130062 L2J009

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Kuasa-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dari Mata Kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Di dalam makalah ini akan dibahas tentang Peraturan Perundangundangan yang Terdapat dalam Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Isi materi yaitu mengenai dasar peraturan yang menunjukkan pentingnya K3 dalam suatu perusahaan.

Penulis berusaha menyusun makalah ini secara urut dan rinci sehingga memudahkan dalam pemahaman dan menciptakan suasana yang nyaman bagi pembaca, tidak terasa asing, dan dapat menambah ketertarikan untuk mendalami materi.

Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Tetapi penulis berusaha untuk membuat makalah ini sebaik mungkin. Oleh karena itulah, penulis siap untuk menerima segala saran dan kritikan yang bisa membangun ke arah yang lebih baik.

Penulis berharap dalam pembacaanya, berbagai materi tidak dilewatkan begitu saja, karena hal itu merupakan bagian dari pemahaman konsep. Penulis berharap bahwa makalah ini bisa bermanfaat, khususnya bagi kami selaku penyusun, dan umumnya bagi kalangan luas.

Semarang, September 2012

Penulis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang


Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja a. Kesehatan Kerja Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin. Status kesehatan seseorang, menurut blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni : 1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik / anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan). 2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku. 3. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi, dan 4. genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia. Pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi sebaliknya pekerjaan dapat pula memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan baik. Demikian pula status kesehatan pekerja sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya. Menurut Sumamur (1976) Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum. Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar kesehatan pada sektor industri saja melainkan

juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work).

b.

Keselamatan Kerja Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut

dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Karena pentingnya penerapan kesehatan keselamatan kerja di lingkungan kerja, maka perlu adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur agar setiap perusahaan memiliki pedoman dalam peneran K3.

1.2 Tujuan a. Mengetahui pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja dalam suatu perusahaan b. Mengetahui peraturan apa saja yang mendasari adanya kesehatan dan keselamatan dan keselamatan kerja dalam suatu perusahaan

BAB II ISI

2.1 Konvensi ILO 2.1.1 Sekilas tentang ILO Organisasi Perburuhan Internasional (ILO : International Labour Organization) merupakan badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dengan tanggung jawab internasional khusus mengenai ketenagakerjaan, serta berkantor pusat di Jenewa. Organisasi ini memiliki 180 negara anggota dan bersifat unik di antara badanbadan PBB lainnya karena struktur tripartit yang dimilikinya menempatkan pemerintah, organisasi pengusaha dan serikat pekerja/buruh pada posisi yang setara dalam menentukan program dan proses pengambilan kebijakan. Wakil-wakil pengusaha dan pekerja/buruh mitra sosial dalam ekonomi mempunyai suara yang setara dengan pemerintah dalam membentuk kebijakan dan program ILO. ILO juga mendukung struktur tripatisme di dalam Negara-negara Anggotanya, dengan mempromosikan dialog sosial antara pengusaha dan serikat pekerja/buruh dalam memformulasikan, dan jika dibutuhkan, menerapkan kebijakan sosial dalam isu-isu sosial, ekonomi dan sebagainya.

2.1.2 Program ILO di Indonesia ILO mendukung Indonesia untuk mencapai tujuan menciptakan lapangan kerja yang layak, melalui rogram dan kegiatan di tiga area utama. Menghapuskan Eksploitasi di Tempat Kerja: 1. Kemajuan yang efektif dengan pelaksanaan Rencana Aksi Nasional tentang Bentukbentuk Terburuk Pekerjaan untuk Anak. 2. Meningkatkan manajemen migrasi kerja dan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja/buruh Indonesia, khususnya pekerja rumah tangga.

Penciptaan Lapangan Kerja untuk Mengurangi Kemiskinan dan Pemulihan Mata Pencaharian khususnya bagi Kaum Muda: 1. Target Ketenagakerjaan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah melalui kebijakan dan program dengan penekanan pada pertumbuhan lapangan kerja prokaum miskin. 2. Pelaksanaan program ketenagakerjaan dan mata ncaharian yang intensif untuk wilayah terkena dampak krisis, khususnya Aceh, Sumatra Utara dan sejumlah wilayah Indonesia timur. 3. Sistem dan kebijakan pendidikan dan pelatihan untuk membekali kaum muda dengan kemampuan kerja dan wiraswasta

Dialog Sosial untuk Pertumbuhan Ekonomi serta Prinsip dan Hak Mendasar di Tempat Kerja: 1. Penerapan peraturan dan praktik ketenagekerjaan yang sejalan dengan prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat kerja, termasuk dengan memperkokoh administrasi ketenagakerjaan. 2. Para pengusaha dan serikat pekerja/buruh melalui kerjasama bipartit memperoleh hasil berupa fleksibilitas pasar kerja dan keamanan kerja .

Bidang-bidang penting lainnya bagi dukungan ILO erkait dengan program kesetaraan jender, pengembangan program-program HIV/AIDS di dunia nan sosial melalui keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

2.1.3 Kovensi Konvensi yang Telah Diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia Konvensi ILO merupakan perjanjian-perjanjian internasional, tunduk pada ratifiksi negara-negara anggota. Indonesia merupakan negara pertama di Asia n kelima di dunia yang telah meratifikasi seluruh nvensi pokok ILO. Sejak menjadi anggota tahun 1950, Indonesia telah meratifikasi 17 konvensi. Konvensi-konvensi Inti NO 29 98 KONVENSI Konvensi Kerja Paksa (1930) Konvensi Hak Berorganisasi dan TAHUN 1950 Berunding 1957

Bersama/Secara Kolektif (1949) 100 87 Konvensi Kesamaan Pengupahan (1951) 1958

Konvensi Kebebasan Berserikat dan Perlindungan atas Hak 1998 Berorganisasi (1948)

105 111 138 182

Konvensi Penghapusan Kerja Paksa (1957) Konvensi Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan) (1958) Konvensi Usia Minimum (1973)

1999 1999 1999

Penghapusan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk- 2000 bentuk Terburuk Pekerjaan untuk Anak (1999)

Konvensi-Konvensi Lain K. 19: Persamaan dan Perlakuan bagi Pekerja Nasional dan Asing dalam hal Ganti Rugi atas Kecelakaan Kerja (1925); K. 27: Pemberian Tanda atas Berat BArang yang Diangkut Kapal Laut (1929); K. 45: Mempekerjakan Perempuan di Bawah Tanah dalam Berbagai Macam Pekerjaan Tambang; K. 69: Sertifikasi Juru Masak Kapal (1946); K. 81: Inspeksi Ketenagakerjaan (1947); K. 88: Lembaga Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja (1948); K. 120: Kebersihan di Tempat Dagang dan Kantor; K. 106: Istirahat Mingguan di Perdagangan dan Kantor (1957); K. 144: Konsultasi Tripartit untuk Mempromosikan

2.2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1970


Undang-Undang nomor 1 tahun 1997 ini berisi tentang keselamatan kerja. Meskipun judulnya disebut sebagai Undang-undang Keselamatan Kerja, tetapi materi yang diatur termasuk masalah kesehatan kerja. Undang-undang ini dimaksudkan untuk menentukan standar yang jelas untuk keselamatan kerja bagi semua karyawan sehingga mendapat perlindungan atas

keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktifitas Nasional; memberikan dasar hukum agar setiap orang selain karyawan yang berada di tempat kerja perlu dijamin keselamatannya dan setiap sumber daya perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien; dan membina norma-norma perlindungan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi. Ruang lingkup Undang-undang ini adalah keselamatan kerja di semua jenis dan tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-Undang ini berisi 11 bab dan 18 pasal yang mengatur keseluruhan aspek dari keselamatan kesehatan kerja. Berikut ini adalah rangkuman per bab dari Undang-Undang No. 1/1997 1. ISTILAH Tempat Kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya; Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut; Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri Pengusaha: orang atau badan hukum yang memiliki atau mewakili pemilik suatu tempat kerja.

Direktur: adalah Direktur Jendral Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan Pengawas Norma Kerja (sekarang Direktur Jendral Bina Hubungan Industrial dan Pengawas Ketenagakerjaan).

Pegawai Pengawas. Seorang pegawai pengawas harus mempunya keahlian khusus yang dalam hal ini adalah menguasai pengetahuan dasar dan praktek dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja melalui suatu proses pendidikan tertentu.

Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja: personel yang berada di luar Departemen Tenaga Kerja, dan mempunyai keahlian khusus di bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

2.RUANG LINGKUP Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

3.SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA Dalam bab 3 pasal 1 ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk : a. mencegah dan mengurangi kecelakaan; b. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran; c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya; e. memberi pertolongan pada kecelakaan; f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja; g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran; h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan; i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai; j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik; k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup; l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;

m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya; n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang; o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan; p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang; q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya; r. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

4.PENGAWASAN Yang menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-Undang adalah pengawas dan ahli keselamatan kerja. Direktur melaksanakan pelaksanaan umum dan pengusaha membayar retribusi menurut undang-undang

5.PEMBINAAN Pengurus yang menunjukkan dan menjelaskan semua tentang tempat kerja dan K3 kepada tenaga kerja baru dan dipastikan tenaga yang dipekerjakan sudah sesuai syarat-syarat.

6. PANITIA PEMBINA K3 Yang membentuk panitia pembina k3 adalah menteri tenaga kerja 7. KECELAKAAN Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

8. KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk : A. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau ahli keselamatan kerja; B. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan; C. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;

D. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan; E. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai

9.KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA Bila memasuki tempat kerja, diwajibkan menaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan

10. KEWAJIBAN PENGURUS Pengurus wajib : 1. Menempatkan semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan dalam undangundang di tempat kerja 2. Memasang gambar keselamatan kerja dan bahan pembinaan 3. Menyediakan dengan cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja, dan orang lain yang memasuki tempat kerja.

11. KETENTUAN PENUTUP Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggitingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).

2.3 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997


Dalam UU NO 23 TAHUN 1997 yang berhubungan dengan K3 pada pasal: PASAL 3, asas dan tujuan Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pasal 15 ayat (1), mengenai ketentuan dari persyaratan membuat rencana usaha yang menimbulkan dampak lingkungan. Isinya:

(1) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Pasal yang mengatur bahwa setiap penanggung jawab usaha/ kegian wajib melakukan pengolahan pada limbah yang dihasilkan dalam kegiatan tersebut. Pasal 16 (1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/ataukegiatan. (2) Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menyerahkan pengelolaan limbah tersebut kepada pihak lain. (3) Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Pasal 17 (1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun. (2) Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun meliputi: menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan/atau membuang. (3) Ketentuan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan beracun diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal yang menyatakan perizinan dalam melakukan usaha dan mengenai perizinan pembuangan limbah adalah. Pasal 18 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. (2) Izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Dalam izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan hidup. Pasal 20 (1) Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup. (2) Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke media lingkungan hidup Indonesia.

Pasal 21 Setiap orang dilarang melakukan impor limbah bahan berbahaya dan beracun. Pasal 24, menyatakan tentang pengawasan terhadap penataan tanggung jawab usaha/ kegiatan. Pasal tersebut berisi: (1) Untuk melaksanakan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil contoh, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan/atau kegiatan. (2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi permintaan petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut. Pasal 25, dalam pasal ini mengatur sanksi administrasi apabila perusahaan melanggar peraturan yang telah ditetapkan. Berikut isi dari pasal 25: (1) Untuk melaksanakan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil contoh, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan/atau kegiatan. (2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi permintaan petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut. Pasal 27, mengatur tentang sanksi yang dijatuhkan apabila melanggar peraturan. Berikut isi pasal 27: (1) Pelanggaran tertentu dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha dan/atau kegiatan. (2) Kepala Daerah dapat mengajukan usul untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan kepada pejabat yang berwenang.

(3) Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan karena merugikan kepentingannya. Pasal 34, menatur ganti rugi yang harus dibayar oleh perusahaan karena melanggar hukum berupa pencemaran dan perusakan lingkungan akiba kegiatan/usaha yang dilakukannya. Isinya adalah: (1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan

hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu. (2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut. Pasal 35, menyatakan tanggung jawab yang mutlak yang harusditunggung oleh perusahaan yang berdampak besar trhadap lingkungan hidup.berikut isi dari pasal 35: (1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. (2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup disebabkan salah satu alasan di bawah ini: a. adanya bencana alam atau peperangan; atau b. adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; atau c. adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. (3) Dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, pihak ketiga bertanggung jawab membayar ganti rugi. Pasal 41 (1) Barang siapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam

dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun dan denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Pasal yang mengatur , mengatur tentang sanksi administrasi dan ketentuan pidana dari pelanggaran hukum yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Berikut adaah isinya: Pasal 42 (1) Barang siapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Pasal 47 Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Undang-undang ini, terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat pula dikenakan tindakan tata tertib berupa: (1) perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau (2) penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; dan/atau (3) perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau (4) mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau (5) meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau (6) menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun.

2.4

Peraturan Lain Berkaitan dengan Pencemaran 1. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air 3. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
ILO mendukung Indonesia untuk mencapai tujuan menciptakan lapangan kerja yang layak, melalui rogram dan kegiatan di tiga area utama. a. Menghapuskan Eksploitasi di Tempat Kerja b. Penciptaan Lapangan Kerja untuk Mengurangi Kemiskinan dan Pemulihan Mata Pencaharian khususnya bagi Kaum Muda: c. Dialog Sosial untuk Pertumbuhan Ekonomi serta Prinsip dan Hak Mendasar di Tempat Kerja:

Kesehatan dan keselamatan kerja sangat diperlukan dalam lingkungan kerja sehingga perlu adanya undang-undang dan peraturan yang mengatur yaitu 1. Undang Undang no. 1 Tahun 1970 2. Undang Undang no. 23 Tahun 1997

DAFTAR PUSTAKA
http://staff.ui.ac.id/internal/131611668/material/Bahan_Kuliah_K3_01.pdf http://prokum.esdm.go.id/uu/1970/uu-01-1970.pdf http://bk.menlh.go.id/files/UU-2397.pdf http://www.ilo.orgf/

You might also like