You are on page 1of 37

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK

MAKALAH

DIAN FATMAWATI
032 117 639

FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2012

KATA PENGANTAR

Tindak pidana pencemaraan nama baik sebagai dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang dengan jalan menuduh dia melakukan suatu perbuatan tertentu (bepaald feit) dengan tujuan nyata untuk menyiarkan tuduhan itu kepada khalayak ramai. Sedangkan sanksi pidana merupakan suatu jenis sanksi yang bersifat nestapa yang diancamkan atau dikenakan terhadap perbuatan atau pelaku perbuatan pidana atau tindak pidana yang dapat mengganggu atau membahayakan kepentingan hukum, serta proses jalannya pembangunan nasional. Sedangkan terhadap pidana bersyarat yang diputuskan tidak akan dijalani terpidana, kecuali kemudian hakim memerintahkan supaya dijalani karena pelaku sebelum habis masa percobaan, melanggar syarat umum yaitu melakukan suatu tindak pidana, dalam masa percobaan tersebut, melanggar suatu syarat khusus. Dalam penelitian ini akan dibahas beberapa permasalahan mengenai sanksi pidana bersyarat dalam tindak pidana pencemaran nama baik. Dalam penulisan makalah ini menggunakan metode penelitian normatif atau penelitian terhadap data sekunder. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sanksi pidana bersyarat yang diberikan terhadap pelaku tindak pidana pencemaran nama baik belum bisa dikatakan efektif dan tidak menimbulkan efek jera, dikarenakan ketentuan pidana terhadap tindak pidana pencemaran nama baik tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan. Hal ini tidak memberikan perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap korban tindak pidana pencemaran nama baik. Semarang, 05 Oktober 2012

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i DAFTAR ISI................................................................................................ ii BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................... 1

I.1. Latar Belakang Masalah........................................................................ 1 I.2. Ruang Lingkup Penulisan...................................................................... 6 I.3. Maksud dan Tujuan Penulisan............................................................... 6 BAB. II. TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK.................................................................................. 7 II.1. Pengertian Tindak Pidana...................................................................... 7 II.2. Pengertian Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik.............................. 11 II.3. Bentuk-bentuk Pencemaran Nama Baik................................................ 13 II.4. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik........................... 17 BAB. III. CONTOH KASUS TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK.................................................................................. 21 III.1. Kasus Posisi......................................................................................... 21 III.2. Analisis Kasus...................................................................................... 26 BAB. IV. PENUTUP..................................................................................... 32 IV.1. Kesimpulan.......................................................................................... 32 IV.2. Saran................................................................................................... 32 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 33 A. Buku......................................................................................................... 33 B. Perundang-undangan.............................................................................. 34

ii

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional Indonesia yang berlangsung hingga saat ini bertujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya. Dalam pergaulan kehidupan bermasyarakat sebagai kehidupan sosial, merupakan proses interaksi yang saling membutuhkan. Terkadang dalam pemenuhan kebutuhan kehidupan bermasyarakat sebagai makhluk sosial, sering terjadi perbedaan pendapat yang berkelanjutan sebagai konflik/pertentangan, baik antar

perseorangan maupun kelompok bahkan menimbulkan akibat terganggunya keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat. Konflik/pertentangan antar perseorangan ini merupakan dasar

melakukan perbuatan untuk saling memfitnah dan mencemarkan nama baik yang dapat merugikan. Masyarakat yang nama baiknya tercemar akan kehilangan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan keadilan atas sebuah perbuatan yang menurut nalar dan akan sehat perbuatan fitnah dan pencemaran nama baik tersebut jelas merugikan. Tindak pidana penghinaan/pencemaraan nama baik ini oleh Pasal 310 KUHP dirumuskan sebagai dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang dengan jalan menuduh dia melakukan suatu perbuatan tertentu (bepaald feit) dengan tujuan nyata (kennelijk doel) untuk menyiarkan tuduhan itu kepada khalayak ramai (ruchtbaarheid geven). Selanjutnya, disebut suatu perbuatan berupa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang, sedangkan kata-kata selanjutnya dapat dianggap merupakan

pengkhususan atau sifat dari tindak pidana penistaan. R. Soesilo menerangkan apa yang dimaksud dengan menghina, yaitu menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Yang diserang biasanya merasa malu. Kehormatan yang diserang disini hanya mengenai kehormatan tentang nama baik, bukan kehormatan dalam lapangan seksuil.

Menurut R. Soesilo, penghinaan dalam KUHP ada 5 (lima) macam yaitu: 1. Menista secara lisan (smaad); 2. Menista dengan surat/tertulis (smaadschrift); 3. Memfitnah (laster); 4. Penghinaan ringan (eenvoudige belediging); 5. Mengadu secara memfitnah (lasterlijke aanklacht); Dengan demikian, jika pengkhususan atau sifat dari penistaan ini dihilangkan, yang tertinggal adalah perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik orang. Maka, dapat dianggap bahwa penghinaan berarti menyerang kehormatan atau nama baik orang; dan hal ini sama dengan pengertian penghinaan pada umumnya. Sedangkan menurut Muladi, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro bahwa yang bisa melaporkan pencemaran nama baik seperti yang tercantum dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP adalah pihak yang diserang kehormatannya, direndahkan martabatnya, sehingga namanya untuk

kepentingan umum. Kedua, untuk membela diri. Ketiga, untuk mengungkapkan kebenaran. Sehingga orang yang menyampaikan informasi, secara lisan ataupun tertulis diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa tujuannya itu benar. Kalau tidak bisa membuktikan kebenarannya, itu namanya penistaan atau fitnah. Menurut Eddy OS Hiariej, pencemaran nama baik sudah dianggap sebagai bentuk ketidakadilan sebelum dinyatakan dalam undang-undang karena telah melanggar kaidah sopan santun. Bahkan lebih dari itu, pencemaran nama baik dianggap melanggar norma agama jika dalam substansi pencemaran itu terdapat fitnah. Delik penghinaan sebagaimana dimuat dalam Pasal 310, Pasal 311, Pasal 316 dan Pasal 207 KUHP ditujukan untuk perbuatan yang dilakukan oleh semua orang, tidak ditujukan untuk subjek hukum tertentu atau untuk profesi tertentu, oleh sebab itu, pelanggar larangan dalam pasal tersebut adalah siapa saja.

Penafsiran adanya penghinaan atau pencemaran nama baik (dalam Pasal 310 KUHP) ini berlaku jika memenuhi unsur: 1. Dilakukan dengan sengaja, dan dengan maksud agar diketahui umum (tersiar) 2. Bersifat menuduh, dalam hal ini tidak disertai bukti yang mendukung tuduhan itu. 3. Akibat pencemaran itu jelas merusak kehormatan atau nama baik seseorang. Pasal-pasal yang memuat larangan untuk melakukan penghinaan (tindak pidana penghinaan) ditujukan untuk melindungi kehormatan dan nama baik seseorang dan mendorong agar setiap orang menghormati atau

memperlakukan secara terhormat terhadap orang lain sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia dan kemanusiaannya. Tindak pidana

sebagaimana dirumuskan dalam Pasal-pasal penghinaan untuk memberi perlindungan dengan cara hukum pidana, yaitu mencegah perbuatan yang menyerang kehormatan dan nama baik orang lain dan menjatuhkan hukuman/sanksi pidana kepada yang melanggarnya. Sanksi pidana merupakan suatu jenis sanksi yang bersifat nestapa yang diancamkan atau dikenakan terhadap perbuatan atau pelaku perbuatan pidana atau tindak pidana yang dapat menggangu atau membahayakan kepentingan hukum, serta proses jalannya pembangunan nasional. Tetapi juga menyadari sanksi pidana bersifat ultimum remedium atau senjata pamungkas, atau dalam bahasa kebijakan atau manajemen adalah "jalan terakhir yang ditempuh, dari berbagai solusi atau alternatif solusi lainnya. Dari penjelasan singkat di atas secara implisit terdapat suatu kesimpulan, yaitu harus adanya efisiensi dalam penggunaan sanksi pidana. Moelyatno pernah mengatakan. (secara garis besar) "bahwa penggunaan sanksi pidana terhadap kriminalisasi perbuatan-perbuatan tertentu dituntut konsistensinya dalam penegakannya, agar wibawa hukum itu tetap terjaga".

Mengenai hukuman/sanksi pidana diatur dalam Pasal 10 KUHP yang berbunyi sebagai berikut: Pidana terdiri atas: 1. Pidana Pokok: Pidana Mati; Pidana penjara; Kurungan; Denda. 2. Pidana Tambahan Pencabutan hak-hak tertentu Perampasan barang-barang tertentu Pengumuman putusan hakim. Dalam hal seseorang pelaku tindak pidana pencemaran nama baik terbukti bersalah dalam persidangan dengan sanksi pidana penjara selamalamanya satu tahun atau kurungan, maka hakim dapat menentukan bahwa hukuman tersebut tidak dijalankan, kecuali kemudian ditentukan lain oleh hakim, apabila si terhukum dalam tenggang waktu bersyarat melakukan tindak pidana lagi atauapabila si terhukum tidak memenuhi syarat tertentu, contohnya: tidak membayar ganti kerugian kepada si korban dalam waktu tertentu. Dalam praktek hukuman semacam ini kiranya jarang sekali sampai dijalankan oleh karena si terhukum akan berusaha benar-benar dalam masa bersyarat tidak melakukan suatu tindak pidana, dan syarat khususnya biasanya dipenuhi. Disamping itu, apabila syarat-syarat dipenuhi, hukuman tidak otomatis dijalankan, tetapi harus ada putusan lagi dari hakim. Sehingga dalam praktek, mungkin sekali penghukuman bersyarat ini sama sekali tidak dirasakan sebagai hukuman. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan hukum pidana, makin dirasakan bahwa pidana tidaklah semata-mata lagi merupakan pembalasan, melainkan harus juga berfungsi memperbaiki terpidana itu sendiri. Terhadap pidana bersyarat yang diganti dengan pidana bersyarat atau pemidanaan bersyarat merupakan sekedar suatu istilah umum, 4

sedangkan yang dimaksudkan bukanlah pemidanaanya yang bersyarat, melainkan pelaksanaannya pidana itu yang digantungkan kepada syarat-syarat tertentu. Terhadap pidana bersyarat yang dijatuhkan/diputuskan tidak akan dijalani terpidana, kecuali kemudian hakim memerintahkan supaya dijalani karena pelaku: 1. Sebelum habis masa percobaan, melanggar syarat umum yaitu melakukan suatu tindak pidana; 2. Dalam masa percobaan tersebut, melanggar suatu syarat khusus (jika diadakan; 3. Dalam masa yang lebih pendek dari percobaan tersebut, tidak melaksanakan syarat yang lebih khusus, berupa kewajiban mengganti kerugian fisik korban sebagai akibat dari tindakan terpidana. Mengenai efektifitas sanksi pidana bersyarat terhadap tindak pidana pencemaran nama baik yang dikenakan terhadap pelaku dihubungkan dengan tujuan pemidanaan, yaitu dengan harapan dalam menjalani hukuman yang diberikan Majelis Hakim dapat memberikan efek jera terhadap si pelaku dan dalam menjalani hukumannya tersebut si pelaku dapat menyikapi perbuatanya melanggar ketentuan perundang-undangan dengan tidak akan melakukan lagi perbuatannya setelah menjalani hukumannya. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak

diperkenankan merendahkan martabat manusia, merupakan pemberian makna kepada pidana dalam sistem hukum Indonesia. Ketentuan ini akan berpengaruh terhadap pelaksanaan pidana yang secara nyata akan dikenakan kepada terpidana. Tujuan pemidanaan bukan merupakan pembalasan kepada pelaku dimana sanksi ditekankan pada tujuannya, yakni untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan. Terdorong oleh kenyataan tersebut, penulis merasa tertarik untuk mencoba menguraikan masalah tindak pidana pencemaran nama baik, khususnya mengenai analisis yuridis tindak pidana pencemaran nama baik, yang kemudian penulis susun ke dalam makalah dengan judul, Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik. 5

I.3. Ruang Lingkup Penulisan Ruang lingkup penulisan ini adalah untuk mengetahui penerapan sanksi pidana bersyarat terhadap pelaku tindak pidana pencemaran nama baik dihubungkan dengan tujuan pemidanaan dan efektivitas sanksi pidana bersyarat terhadap tindak pidana pencemaran nama baik dengan mengacu kepada Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

I.4. Maksud dan Tujuan Penulisan 1. Maksud Penulisan Untuk mengetahui sanksi pidana bersyarat dalam tindak pidana pencemaran nama baik dapat dikatakan efektif. Untuk mengetahui sanksi pidana bersyarat terhadap pelaku tindak pidana pencemaran nama baik dihubungkan dengan tujuan

pemidanaan. 2. Tujuan Penulisan Bagi mahasiswa sangatlah bermanfaat untuk mengetahui sanksi pidana bersyarat dalam tindak pidana pencemaran nama baik dapat dikatakan efektif serta dihubungkan dengan tujuan pemidanaan. Bagi masyarakat sangat berguna sebagai salah satu sumber informasi dan pengetahuan mengetahui tindak pidana pencemaran nama baik.

BAB II TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK II.1. Pengertian Tindak Pidana Sebelum berbicara mengenai pengertian tindak pidana terlebih dahulu harus melihat lagi tentang apa yang menjadi penggolongan dan persamaan dari tindak pidana, berbicara mengenai penggolongan tindak-tindak pidana haruslah juga diawali dengan mencari persamaan sifat semua tindak pidana, dan kemudian akan dapat dicari ukuran-ukuran untuk membedakan suatu tindak pidana dari golongan lain dan dari sinilah akan dibagi lagi ke dalam dua atau lebih sub golongan, ini adalah ciri khas dari ilmu pengetahuan yang secara sistematis. Tindak pidana mempunyai dua sifat yaitu sifat formil dan sifat materiil, sifat formil dalam tindak pidana dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang adalah melakukan perbuatan (dengan selesainya tindak pidana itu, tindak pidana terlaksana), kemudian dalam sifat materiil, dalam jenis tindak pidana yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang adalah timbulnya suatu akibat (dengan timbulnya akibat, maka tindak pidana terlaksana). Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam buku Azas-azas Hukum pidana di Indonesia memberikan suatu pengertian mengenai tindak pidana adalah pelanggaran norma-norma dalam tiga bidang hukum lain, yaitu Hukum Perdata, Hukum Ketatanegaraan, dan Hukum Tata Usaha Pemerintah, yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukum pidana, maka sifatsifat yang ada dalam suatu tindak pidana adalah sifat melanggar hukum, karena tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. Istilah Tindak Pidana adalah dimaksudkan sebagai terjemahan dari istilah Belanda Strafbaar Feit atau Delik. Menurut K. Wantjik Saleh, ada enam istilah yang tercipta dalam bahasa Indonesia untuk menterjemahkan istilah strafbaar feit atau delik ini; yaitu:

1. Perbuatan yang boleh dihukum 2. Peristiwa pidana 3. Pelanggaran pidana 4. Perbuatan pidana 5. Tindak pidana. Dalam makalah ini, penulis memakai istilah tindak pidana sebab istilah inilah yang digunakan dalam perundang-undangan di Indonesia. Istilah delik kadang-kadang digunakan juga, sebab mempunyai persamaan makna dengan istilah aslinya yaitu Delict, maka selain menggunakan istilah tindak pidana juga menggunakan istilah delik yang sama artinya dengan tindak pidana. Ada beberapa pengertian yang diberikan oleh para sarjana Barat dan sarjana Indonesia, yaitu antara lain menurut J. E Jonkers definisi pendek dari strafbaar feit adalah sebagai yang ditentukan oleh undang-undang dapat di hukum; sedangkan definisi panjangnya adalah sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja atau karena kekhilafan oleh orang lain yang mampu dipertanggungjawabkan. Menurut H. J van Schravendijk adalah perbuatan yang boleh dihukum, yaitu kelakuan yang begitu bertentangan dengan keinsafan hukum asal dilakukan dengan seorang yang karena itu dapat dipersalahkan.3 Starfbaar feit menurut VOS yang merumuskan bahwa strafbaar feit adalah suatu kelakuan (gedraging) manusia yang dilarang dan oleh undang-undang diancam dengan pidana. Perumusan Strafbaar feit menurut Simons adalah: Een strafbaar feit adalah suatu hendeling (tindakan/perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum (onrechtmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab. Kemudian beliau membagikannya ke dalam 2 (dua) golongan unsur yaitu: 1. Unsur objektif yang berupa tindakan yang dilarang/diharuskan, akibat keadaan/masalah tertentu; 2. Unsur subjektif yang berupa kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab dari petindak dan atau strafbaar feit adalah perbuatan manusia 8

yang dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang, mempunyai sifat melawan hukum, yang dilakukan oleh seorang yang dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dipersalahkan. Menurut para sarjana Indonesia, Menurut pendapat Satochid

Kartanegara memberi pengertian tentang tindak pidana yaitu kata tindak (tindakan) mencakup pengertian melakukan atau berbuat (actieve handeling) atau pengertian tidak melakukan perbuatan, tidak berbuat, tidak melakukan suatu perbuatan (passieve handeling). Istilah perbuatan berarti melakukan, berbuat (passieve handeling) tidak mencakup pengertian mengakibatkan atau tidak melakon istilah peristiwa tidak menunjukan kepada hanya tindakan manusia. Sedangkan terjemahan pidana untuk strafbaar adalah sudah tepat. Wirjono Prodjodikoro merumuskan, berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana, dan pelaku tersebut dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana. Dari beberapa pengertian tindak pidana tersebut, melihat adanya sesuatu yang dilarang oleh hukum pidana dan ada orang yang melakukan perbuatan tersebut. maka, pengertian tindak pidana ini dapat dilihat dari 2 (dua) segi yaitu: 1. Segi perbuatannya Perbuatan adalah perbuatan yang melawan hukum, dalam arti formil (suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang; merupakan unsur tertulis dalam suatu delik pidana) dalam arti materiil (tidak secara tegas dilarang dan diancam dengan undangundang; merupakan unsur tidak tertulis yang didasarkan pada ketentuanketentuan yang tidak tertulis yang hidup dimasyarakat, seperti asas-asas umum yang berlaku). 2. Segi orangnya Orang harus mempunyai kesalahan dan dapat dipertanggungjawabkan dan semua tindak pidana mempunyai persamaan sifat. Istilah tindak dari tindakpidana adalah merupakan singkatan dari tindakan atau petindak, artinya ada orang yang melakukan suatu tindakan, sedangkan orang yang melakukan itu dinamakan petindak. 9

Sesuatu tindakan dapat dilakukan oleh siapa saja tetapi di dalam banyak hal sesuatu tindakan tertentu hanya mungkin dilakukan oleh seseorang dari yang bekerja pada negara atau pemerintah, atau orang yang mempunyai suatu keahlian tertentu. Sesuatu tindakan yang dilakukan itu haruslah bersifat melawan hukum. Dan tidak terdapat dasar-dasar atau alasan-alasan yang meniadakan sifat melawan hukum dari tindakan tersebut. Setiap tindakan yang bertentangan dengan hukum atau tidak sesuai dengan hukum, tidak disenangi oleh orang atau masyarakat, yang baik langsung maupun yang tidak langsung terkena tindakan tersebut. Pada umumnya untuk menyelesaikan setiap tindakan yang sudah dipandang merugikan kepentingan umum di samping kepentingan perseorangan, dikehendaki turunnya penguasa, dan jika penguasa tidak turun tangan maka tindakan-tindakan tersebut akan menjadi sumber kekacauan yang tidak akan habis-habisnya. Suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang menurut kehendaknya dan merugikan kepentingan umum atau masyarakat termasuk kepentingan perseorangan, lebih lengkapnya harus ternyata bahwa tindakan tersebut terjadi pada suatu tempat, waktu dan keadaan yang ditentukan. Artinya, dipandang dari sudut tempat, tindakan itu harus terjadi pada suatu tempat dimana ketentuan pidana Indonesia berlaku, dipandang dari sudut waktu, tindakan itu masih dirasakan sebagai suatu tindakan yang yang perlu diancam dengan pidana, dan dari sudut keadaan, tindakan itu harus terjadi pada suatu keadaan dimana tindakan itu dipandang sebagai tercela. Secara ringkas dapatlah disusun unsur-unsur dari tindak pidana, yaitu: 1. Subyek, 2. Kesalahan, 3. Bersikap melawan hukum, 4. Suatu tindakan aktif/pasif yang dilarang atau diharuskan oleh undangundang dan terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana. 5. Waktu, tempat dan keadaan.

10

Penerapan unsur-unsur tindak pidana seperti yang telah dituliskan di atas maka unsur-unsur tindak pidana atau delik sangatlah membantu dalam kebutuhan praktek, perumusan seperti itu sangatlah memudahkan pekerjaan penegak hukum, baik sebagai peserta-pemain (medespleger) maupun sebagai peninjau (toeschouwer). Apakah suatu peristiwa telah memenuhi unsur-unsur delik yang dirumuskan dalam pasal undang-undang, maka diadakanlah penyesuaian atau pencocokan (bagian-bagian/kejadian-kejadian) dari peristiwa tersebut kepada unsur-unsur dan delik yang didakwakan, dalam hal ini unsurunsur dari delik tersebut disusun terlebih dahulu seperti tersebut di atas. Dengan demikian sering didengar bahwa penggunaan istilah perbuatan pidana dengan pengertiannya sebagai aliran/teori dualisme, sedangkan penggunaan istilah tindak pidana dengan pengertiannya sebagai aliran/teori monisme. II.2. Pengertian Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Konflik/pertentangan antar perseorangan merupakan dasar melakukan perbuatan untuk saling memfitnah dan mencemarkan nama baik yang dapat merugikan. Manusia yang nama baiknya tercemar akan kehilangan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan keadilan atas sebuah perbuatan yang menurut nalar dan akal sehat perbuatan fitnah dan pencemaran nama baik tersebut jelas merugikan. Kata pencemaran berasal dari kata cemar yang berarti ternoda, kotor. Sedangkan kata pencemaran itu sendiri itu berarti pengotoran atau perbuatan mencemarkan. Sedangkan nama baik berarti kehormatan, kemuliaan. Sehingga pencemaran nama baik memiliki arti pengotoran atau penodaan atas suatu kehormatan atau kemuliaan, yang tentunya nama baik seseorang. Berkenaan dengan kehormatan dan nama baik ini Satochid Kartanegara, mengutarakan mengenai seseorang yang bertabiat hina, apakah ia masih mempunyai kehormatan dan nama baik antara lain sebagai berikut: Walaupun orang demikian itu telah tidak mempunyai perasaan lagi terhadap kehormatan dirinya, namun setiap orang adalah berhak agar kehormatannya tidak dilanggar.

11

R. Soesilo memberikan pendapat: Menghina yaitu menyerang kehormatan dan nama baik seseorang yang diserang itu biasanya merasa malu. Kehormatan yang diserang disini hanya mengenai kehormatan tentang nama baik, bukan kehormatan dalam arti seksuil. Sementara Kuntahadi Sunandang mengatakan ada 3 (tiga) hal yang memungkinkan seseorang dicemarkan nama baiknya melalui media cetak yaitu: 1. Semua kata-kata yang secara tidak langsung menyatakan suatu perbuatan melanggar hukum, seperti pemeras, pembakar, hukuman, mata-mata pengkhianat, dan lain-lain. 2. Semua kata-kata yang mengutarakan pernyataan seseorang yang merasa bersalah telah melakukan sesuatu yang tidak bermoral seperti pemabuk, mucikari dan sebagainya. 3. Semua kata-kata yang mendapatkan keaiban pada wanita seperti perempuan jalang, pelacur dan lain sebagainya. Menurut pengertian umum menghina adalah menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Akibat dari pada serangan ini, biasanya penderita akan merasa malu. Kehormatan yang diserang disini bukan kehormatan dalam bidang seksual, tetapi kehormatan yang menyangkut nama baik. Kehormatan adalah perasaan pribadi atas harga diri, sedangkan nama baik adalah kehormatan yang diberikan oleh masyarakat kepada seseorang berhubungan dengan kedudukannya didalam masyarakat. Jadi nama baik ditujukan kepada orang yang memiliki kedudukan tinggi. Nama baik merupakan kehormatan luar, sedangkan kehormatan adalah kehormatan dalam. Dengan nama baik dimaksudkan pada umumnya penilaian baik secara luas tentang seseorang dilihat dari segi susila, sedangkan kehormatan adalah tuntutan perlakuan sebagai warga terhormat dalam kehidupan bersama sebagai akibat penilaian itu. Kehormatan dapat saja langsung terlanggar tanpa menyentuh nama baik, misalnya dengan memukul pada muka: 12

tetapi pelanggaran terhadap nama baik akan juga mengenai kehormatan sekaligus. Hanya penghinaan terhadap seseorang dimuka orang lain akan dapat melanggar nama baik maupun kehormatannya, sedangkan perbuatan yang dilakukan hanya antara pelaku dan korban menimbulkan pelanggaran terhadap kehormatan. Dari hal tersebut di atas tindak pidana pencemaran nama baik menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dimuat juga tindak pidana lain terhadap kehormatan dan nama baik yaitu: 1. Pemberitahuan fitnah; 2. Persangkaan palsu; 3. Penistaan terhadap yang meninggal. Oleh sebab itu, maka pencemaran nama baik melalui pers adalah sesuatu yang dicetak atau yang ditulis atau dipublikasikan yang cenderung menghina, memalukan, menertawakan, sehingga merugikan seseorang yang menjdi obyek tulisan. Dalam penistaan baik dengan lisan maupun dengan tulisan tidak dipersyaratkan kebenaran atas tuduhannya. Tuduhan atas perbuatan yang benar juga merupakan kejahatan, apabila bertujuan untuk memperkosa kehormatan atau nama baik, dan pelaku menghendaki tujuan itu. II.3. Bentuk-bentuk Pencemaran Nama Baik Pencemaran nama baik atau penghinaan merupakan salah satu bentuk kejahatan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terdapat pada Buku ke II mengenai kejahatan, khususnya Bab XVI, mulai dari Pasal 310 sampai Pasal 321 KUHP. Apabila dilihat dai jenis-jenis delik, maka penghinaan ini merupakan delik formal atau formeel delict, yaitu: Apabila tindak pidana yang dimaksudkan dirumuskan sebagai wujud perbuatannya, tidak mempersoalkan akibat yang disebabkan oleh perbuatan itu. Sehingga untuk dapat dikatakan bahwa telah terjadi pencemaran nama baik atau penghinaan, maka harus dilihat lagi akan syarat-syarat pokok dari suatu delik, yakni:

13

1. Dipenuhinya semua unsur delik seperti apa yang terdapat dalam rumusan delik; 2. Dapat dipertanggungjawabkannya si pelaku atas perbuatannya; 3. Pelaku tersebut dapat dihukum. Suatu perbuatan tindak pidana pencemaran nama baik atau penghinaan sudah termasuk di dalamnya mengenai fitnah dan nista, adapun bentuk-bentuk pencemaran nama baik atau penghinaan, antara lain: 1. Menista (Smaad); 2. Menista dengan surat (Smaadschrift); 3. Memfitnah (Laster); 4. Penghinaan ringan (Eenvoudige belediging). Jika pencemaran nama baik atau penghinaan di atas itu ditujukan kepada suatu perkumpulan atau organisasi, instansi pemerintah, segolongan penduduk dan lain-lain dengan kata lain apabila objeknya itu bukan manusia perseorangan, maka penghinaan itu dikenakan pasal-pasal khusus, seperti Pasal 134 (Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden), Pasal 142, 143, dan 144 (Penghinaan terhadap pemerintah atau kepala negara sahabat). Adapun penjelasan terhadap bentuk-bentuk pencemaran nama baik atau penghinaan adalah: Ad.1. Menista Bentuk kejahatan penghinaan menista dengan lisan ini diatur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP, terjemahannya berbunyi: Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana dengan pidana paling banyak tiga ratus rupiah. Dalam rumusan Pasal 310 ayat (1) KUHP di atas, dipergunakan istilah menyerang kehormatan atau nama baik seseorang. Timbul pertanyaaan, apakah yang dimaksud dengan kehormatan atau nama baik itu.

14

Beberapa

sarjana

membeeri

pengertian

apa

yang

dimaksud

dengan

kehormatan atau nama baik seseorang itu. Van Bemmelen, menyebutkan nama baik ialah pendapat dunia luar terhadap seseorang. Kehormatan ialah yang diberikan kepada seseorang oleh masyarakat berhubungan dengan kedudukannya di dalammasyarakat. H.R (Hoge Raad dalam arrestnya 9 Desember 1912 menyatakan: Untuk perbuatan melanggar kehormatan seseorang tidaklah perlu orang dihina itu menanggapi kehormatannya terlanggar oleh apa yang dituduhkan terhadapnya. Tuduhan itu dapat mengurangi kehormatan seseorang di mata orang lain terlepas dari keadaan subyektif yang dihina. Adapun cara melakukan delik ini adalah dengan menuduh orang lain melakukan sesuatu hal/perbuatan tertentu. Yang dimaksud dengan tegas, siapa yang melakukan dinyatakan dengan tegas tempat dan waktu perbuatan dilakukan. Sebab apabila syarat tersebut tidak terpenuhi, tuduhan itu hanya merupakan eenvoudige beledeging dan bukan smaad. Di samping itu tuduhan itu harus ditujukan terhadap orang tertentu pula. Ad.2 Menista dengan surat. Bentuk kejahatan penghinaan menista dengan surat (smaadschift) ini diatur dalam Pasal 310 ayat (2) KUHP yang terjemahannya berbunyi: Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan dimuka umum, maka ditentukan, karena pencemaran tertulis, pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak tiga ratus ribu rupiah. Jika dalam smaad yang dilarang adalah menista dengan lisan, maka dalam smaadscrift yang dilarang adalah menista dengan tulisan. Apabila hal tersebut dilakukan denga alat cetak, maka terjadilah delik pers. Cara melakukan delik ini adalah dengan jalan : 1. Verspreiden, menyebarkan tulisan dan lukisan. 2. Ten toon stelen, mempertunjukkan tulisan atau lukisan. 3. Anslaan, menempelkan. 15

Adapun yang disebabkan, dipertunjukkan atau yang ditempelkan itu adalah tulisan atau lukisan yang mengandung penghinaan dan dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat dibaca atau diketahui orang lain. Pasal 310 ayat (3) KUHP terjemahannya berbunyi: Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan terang dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri. Menurut Pasal 310 ayat (3) di atas, bahwaperbuatan seperti terdapat pada ayat (1) dan (2) Pasal 310 KUHP, bukan merupakan smaad atau

smaadschrift, kalau perbuatan itu dilakukan untuk membela kepentingan umum atau terpaksa membela diri. Dengan demikian Pasal 310 ayat (3) tersebut, merupakan

strafuitsluitingsgrond alasan peniadaan pidana. Kalau tertuduh mengajukan alasan bahwa ia melakukan perbuatan tersebut karena untuk membela kepentingan umum atau membela diri, maka ia harus terlebih dahulu membuktikan kebenaran (proof of the truth), bahwa hal itu untuk kepentingan umum. Kalau ia tak berhasil membuktikan kebenaran dalihnya itu, sedangkan sebaliknya Jaksa dapat membuktikan, maka ia melakukan kejahatan memfitnah sebagaimana diatur dalam Pasal 311 KUHP. Ad. 3 Fitnah Bentuk ketiga ini diatur dalam Pasal 311 KUHP yang terjemahannya berbunyi: 1) Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis, dalam hal diperbolehkan untuk membuktikan bahwa apa yang

dituduhkan itu benar tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam karena melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Apabila dibaca Pasal 311 KUHP di atas, maka seseorang itu dianggap melakukan memfitnah, jika sudah diberikan kesempatan untuk membuktikan kebenaran tuduhannya itu orang tersebut tak sanggup untuk membuktikannya.

16

Pejabat yang dapat memberikan kesempatan untuk membuktikan kebenaran itu adalah Hakim dan Hakimlah yang menentukan apakah kepada si penuduh akan diberi kesempatan itu atau tidak, artinya Hakim bebas dalam menentukan hal itu. Ad.4. Penghinaan biasa Bentuk penghinaan biasa ini diatur dalam Pasal 315 KUHP,

terjemahannya berbunyi: Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis, yang dilakukan terhadap seseorang, baik dimuka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu

sendiri dengan lisan atau perbuatan atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimanya kepadanya, diancam karena penghinaan ringan, dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak tiga ratus ribu rupiah. Apabila ditinjau perumusan delik yang diatur dalam Pasal 315 KUHP di atas, maka terdapat 3 (tiga) cara kejahatan ini dapat dilakukan yaitu: 1. Di tempat umum dengan lisan atau tulisan. 2. Di hadapan orang yang dihina dengan dengan lisan atau dengan perbuatan. 3. Secara tertulis yang dikirim atau yang disampaikan kepada yang terhina. II.4. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Setiap tindakan yang bertentangan dengan hukum atau tidak sesuai dengan hukum, menyerang kepentingan masyarakat atau individu yang dilindungi hukum, tidak disenangi oleh orang atau masyarakat, baik yang langsung atau tidak langsung karena tindakan tersebut. Pada umumnya untuk menyelesaikan setiap tindakan yang sudah dipandang merugikan kepentingan umum di samping kepentingan perseorangan. Adapun tindakan yang dipandang dapat merugikan kepentingan perseorangan seperti dengan melakukan tindakan pencemaran nama baik. Terhadap tindak pidana tersebut diatur dalam Pasal 310 ayat (1) Kitab UndangUndang Hukum Pidana, yang berbunyi sebagai berikut: 17

Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seorang, dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau denda paling banyak tiga ratus ribu rupiah. Dalam Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di atas, unsur-unsur tindak pidana yang terkandung adalah: 1. Barang siapa 2. Dengan sengaja 3. Menyerang kehormatan atau nama baik seorang, dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum Ad.1 Unsur Barangsiapa Yang dimaksud barangsiapa menurut ketentuan perundangundangan merupakan manusia atau orang yang dalam hal ini adalah pelaku yang melakukan suatu tindak pidana yang berdasarkan adanya surat dakwaan dapat diketahui segala identitasnya. Bagi pelaku telah diketahui identitasnya yang melakukan tindak pidana dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, sehingga dapat mempertanggungjawabkan atas perbuatannya. Dengan demikian unsur ini telah terbukti secarah sah dan meyakinkan menurut hukum. Ad. 2 Unsur dengan sengaja Sengaja (opzet) berarti kehendak yang disadari yang ditujukan untuk melakukan kejahatan tertentu. Menurut praktek katanya, hakim sangat sering mempersamakan dua pengertian dikehendaki dan diketahui yang tidak sama itu, yaitu dengan sengaja meliputi pula mengetahui bahwa perbuatan yang dilakukan adalah suatu pelanggaran hukum. Adapun dimaksud dengan sengaja adalah: Seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan dengan sengaja, harus menghendaki (willen) perbuatan itu, serta harus menginsyafi/mengerti akan akibat perbuatan itu.

18

Ad. 3 Menyerang kehormatan atau nama baik seorang, Dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum. Adapun penjelasan terhadap unsur ketiga ini antara lain: a. Menyerang Kehormatan Atau Nama Baik Orang Lain Kata menyerang bukan berarti menyerbu melainkan dimaksud dalam arti melanggar, sebagian pakar mempergunakan memperkosa kehormatan dan nama baik. Kata nama baik dimaksudkan sebagai kehormatan yang diberikan oleh masyarakat umum kepada seseorang baik karena perbuatannya atau kedudukannya. b. Menuduh Melakukan Suatu Perbuatan Tertentu Kata perbuatan tertentu sebagai terjemah dari kata bahasa Belanda Befaald feit dalam arti bahwa perbuatan yang ditudhkan tersebut dinyatakan dengan jelas, baik tempat maupun waktunya. Cara penistaan ini dilakukan dengan menuduh orang lain melakukan sesuatu perbuatan tertentu. Suatu perbuatan tertentu harus merupakan suatu perbuatan yang sedemikian diperinci secara tepat atau yang sedemikian ditunjukkan secara tepat dan tegas, hingga tidak hanya secara tegas dinyatakan jenis perbuatannya, tetapi harus dinyatakan juga macam perbuatan tertentu dari kelompok jenis yang dimaksudkan. Perbuatan tertentu itu harus telah dituduhkan. Tuduhan terpenuhi apabila dari kata-kata secara logis dapat ditarik kesimpulan, bahwa yang dimaksud adalah pemberitahuan atas suatu perbuatan yang seakanakan dilakukan oleh seorang yang dituduh. Pernyataan atau

pemberitahuan dalam bentuk pertanyaan atau bentuk tidak langsung tidak menutup kemungkinan adanya tuduhan. c. Dengan maksud supaya hal itu diketahui umum Tuduhan itu dilakukan untuk diumumkan, tetapi juga tuduhan yang dilakukan secara rahasia terhadap seseorang dapat dihukum, asal ia mempunyai tujuan, agar tuduhan yang diberitahukan itu disiarkan sesuai dengan syarat yang ditetapkan dalam undang-undang. 19

Pemberitahuan yang dihadiri oleh dua orang atau lebih, sedangkan diantara orang-orang itu tidak termasuk orang-orang serumah dengan pelaku, merupakan hal-hal yang dianggap mempunyai tujuan untuk disiarkan. Maksud untuk diketahui umum merupakan verderreikend oogmerk yang berarti bahwa pelaku tidak usah mencapai tujuannya pada saat perbuatan itu dilakukan. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penistaan secara lisan itu tidak perlu dilakukan dimuka umum.

20

BAB III CONTOH KASUS TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK III.1. Kasus Posisi Pada bab ini penulis akan membahas mengenai kasus perkara tindak pidana pencemaran nama baik berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 1220/PID.B/2009/PN.JKT.SEL. Adapun Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam peradilan tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut terhadap perkara terdakwa: Nama Tempat Lahir Umur/ Tanggal lahir Jenis Kelamin Kebangsaan Tempat tinggal : HENDRI RESTOE PRINGGODIGDO : Medan : 49 Tahun/ 28-07-1960 : Laki- laki : Indonesia : Jl. Permata Hijau Blok A.2 Rt.007/009 Grogol Utara Kebayoran Baru Jakarta Selatan Agama Pekerjaan Pendidikan : Islam : Musisi : SMA

Pada hari Kamis tanggal 5 Mei 2009 sekira jam 09.00 Wib saksi Lia Waroka bermaksud untuk menjemput anaknya bernama Muhammad Asyil Azim dari SD Yakorbi Pancoran dan sesampainya disekolah dikatakan bahwa Asyil tidak masuk sekolah karena sakit. Setelah mendapat keterangan tersebut saksi Lia Waroka lalu mennuju rumah mantan suaminya di Jl. Permata Hijau Blok A.2 Rt.007/009 Grogol Utara Kebayoran Baru Jakarta Selatan, sesampainya ditujuan lalu membunyikan klason dan kemudian pembantu terdakwa bernama Kristina menghampiri saksi Lia Waroka, lalu saksi Lia meminta agar dipanggilkan anaknya, tidak lama kemudian anaknya dan terdakwa keluar -

21

menemui Lia Waroka, terdakwa menunggu dengan jarak 2 meter, saksi Lia lalu tanya kepada anaknya kamu sakit dan dijawab anaknya aku sehat-sehat aja kok ma. Selanjutnya saksi Lia Waroka mengajak anaknya untuk pulang karena sudah 4 bulan berada di rumah terdakwa, selanjutnya anaknya teriak papa, langsung terdakwa menghampiri dan menarik tangan Asyil, dan Lia berusaha menarik juga. Kemudian terdakwa meludah lagi di depan pintu pagar rumahnya sambil menutup pagar, yang diketahui disaksikan oleh saksi Ratnasari; Perbuatan terdakwa tersebut di atas, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP. Bahwa di persidangan telah didengar keterangan saksi yang telah bersumpah menurut tata cara agamanya memberikan keterangan sebagai berikut: 1. Saksi Lia Waroka Bahwa pada hari kamis tanggal 5 Mei 2009 sekitar jam 09.00 Wib saksi Lia Waroka bermaksud untuk menjemput anaknya bernama Muhammad Asyil Azim dari SD Yakorbi Pancoran dan sesampainya disekolah dikatakan bahwa Asyil tidak masuk sekolah karena sakit; Bahwa setelah mendapat keterangan tersebut saksi Lia Waroka lalu mennuju rumah mantan suaminya di Jl. Permata Hijau Blok A.2 Rt.007/009 Grogol Utara Kebayoran Baru Jakarta Selatan,

sesampainya ditujuan lalu membunyikan klason dan kemudian pembantu terdakwa bernama Kristina menghampiri saksi Lia Waroka, lalu saksi Lia meminta agar dipanggilkan anaknya, tidak lama kemudian anaknya dan terdakwa keluar menemui Lia Waroka, terdakwa menunggu dengan jarak 2 meter, saksi Lia lalu tanya kepada anaknya kamu sakit dan dijawab anaknya aku sehat- sehat aja kok ma; Bahwa selanjutnya saksi Lia Waroka mengajak anaknya untuk pulang karena sudah 4 bulan berada di rumah terdakwa, selanjutnya anaknya

22

teriak dan papa, langsung terdakwa menghampiri dan menarik tangan Asyil, dan Lia berusaha menarik juga; Bahwa kemudian terdakwa meludah lagi didepan pintu pagar rumahnya sambil menutup pagar, yang diketahui disaksikan oleh saksi Ratnasari; Bahwa keterangan saksi tidak dibenarkan oleh terdakwa; 2. Saksi Ratna Sari Bahwa pada hari kamis tanggal 5 Mei 2009 sekitar jam 09.00 Wib saksi Lia Waroka bermaksud untuk menjemput anaknya bernama Muhammad Asyil Azim dari SD Yakorbi Pancoran dan sesampainya disekolah dikatakan bahwa Asyil tidak masuk sekolah karena sakit; Bahwa setelah mendapat keterangan tersebut saksi Lia Waroka lalu mennuju rumah mantan suaminya di Jl. Permata Hijau Blok A.2 Rt.007/009 Grogol Utara Kebayoran Baru Jakarta Selatan,

sesampainya ditujuan lalu membunyikan klason dan kemudian pembantu terdakwa bernama Kristina menghampiri saksi Lia Waroka, lalu saksi Lia meminta agar dipanggilkan anaknya, tidak lama kemudian anaknya dan terdakwa keluar menemui Lia Waroka, terdakwa menunggu dengan jarak 2 meter, saksi Lia lalu tanya kepada anaknya kamu sakit dan dijawab anaknya aku sehat- sehat aja kok ma; Bahwa selanjutnya saksi Lia Waroka mengajak anaknya untuk pulang karena sudah 4 bulan berada di rumah terdakwa, selanjutnya anaknya teriak dan papa, langsung terdakwa menghampiri dan menarik tangan Asyil, dan Lia berusaha menarik juga; Bahwa terdakwa meludahi dan mengatakan lonte dan sampah lu kepada saksi Lia Waroka dan meludahi kena badan saksi Lia; 3. Saksi Kristina B. Sudibyo alias Kris Bahwa pada hari kamis tanggal 5 Mei 2009 sekitar jam 09.00 Wib saksiLia Waroka bermaksud untuk menjemput anaknya bernama

23

MuhammadAsyil Azim dari SD Yakorbi Pancoran dan sesampainya disekolahdikatakan bahwa Asyil tidak masuk sekolah karena sakit; Bahwa setelah mendapat keterangan tersebut saksi Lia Waroka lalu menuju rumah mantan suaminya di Jl. Permata Hijau Blok A.2 Rt.007/009 Grogol Utara Kebayoran Baru Jakarta Selatan,

sesampainya ditujuan lalu membunyikan klason dan kemudian pembantu terdakwa bernama Kristina menghampiri saksi Lia Waroka, lalu saksi Lia meminta agar dipanggilkan anaknya, tidak lama kemudian anaknya dan terdakwa keluar menemui Lia Waroka, terdakwa menunggu dengan jarak 2 meter, saksi Lia lalu tanyakepada anaknya kamu sakit dan dijawab anaknya aku sehat- sehat aja kok ma; Bahwa selanjutnya saksi Lia Waroka mengajak anaknya untuk pulang karena sudah 4 bulan berada di rumah terdakwa, selanjutnya anaknya teriak dan papa, langsung terdakwa menghampiri dan menarik tangan Asyil, dan Lia berusaha menarik juga; Keterangan saksi dibenarkan oleh terdakwa; 4. Saksi Mariman Karso Suwito; Bahwa pada hari kamis tanggal 5 Mei 2009 sekitar jam 09.00 Wib saksi Lia Waroka bermaksud untuk menjemput anaknya bernama Muhammad Asyil Azim dari SD Yakorbi Pancoran dan sesampainya disekolah dikatakan bahwa Asyil tidak masuk sekolah karena sakit; Bahwa setelah mendapat keterangan tersebut saksi Lia Waroka lalu menuju rumah mantan suaminya di Jl. Permata Hijau Blok A.2 Rt.007/009 Grogol Utara Kebayoran Baru Jakarta Selatan,

sesampainya ditujuan lalu membunyikan klason dan kemudian pembantu terdakwa bernama Kristina menghampiri saksi Lia Waroka, lalu saksi Lia meminta agar dipanggilkan anaknya, tidak lama kemudian anaknya dan terdakwa keluar menemui Lia Waroka,

24

terdakwa menunggu dengan jarak 2 meter, saksi Lia lalu tanya kepada anaknya kamu sakit dan dijawab anaknya aku sehat- sehat aja kok ma; Bahwa selanjutnya saksi Lia Waroka mengajak anaknya untuk pulang karena sudah 4 bulan berada di rumah terdakwa, selanjutnya anaknya teriak dan papa, langsung terdakwa menghampiri dan menarik tangan Asyil, dan Lia berusaha menarik juga; Bahwa saksi mengetahui tapi tidak tahu masalahnya; Keterangan saksi dibenarkan oleh terdakwa; Menimbang bahwa dalam persidangan memberikan keterangan

terdakwa sebagaimana tercantum dalam Berita Acara Persidangan, guna menyingkat putusan ini dianggap menjadi satu kesatuan dengan putusan ini: Bahwa terdakwa menerangkan keterangan yang ada di BAP adalah benar semua; Bahwa terdakwa tidak pernah mengatakan lonte lu, sampah lu, dan najis lu kepada saksi Lia Waroka; bahwa terdakwa tidak pernah berkata kotor kepada Lia Waroka sebagai ibu dari anaknya bernama Muhamad Asyil Azim; bahwa benar terdakwa meludah tetapi tidak mengenai Lia Waroka, dan kena di pagar; bahwa benar terdakwa tidak memberi nafkah kepada Lia Waroka selaku mantan istri karena anaknya ikut dengan terdakwa; Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan pidana atas diri terdakwa, perlu pula mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan pidana bagi terdakwa yaitu: Hal- hal yang memberatkan: Perbuatan terdakwa membuat tidak nyaman saksi Lia Waroka Hal- hal yang meringankan: Terdakwa belum pernah dihukum; Terdakwa mengaku terus terang dan berlaku sopan; Terdakwa menyesali perbuatannya; 25

Mengingat Pasal 310 ayat (1) KUHP, Pasal 14 a KUHP dan pasal- pasal lainnya yang bersangkutan; 1. Menyatakan terdakwa Hendri Prestoe Pringgodigdo dengan identitas tersebut diatas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pencemaran Nama Baik; 2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan; 3. Memerintahkan bahwa hukuman tersebut tidak akan dijalani, kecuali ada perintah lain dalam putusan Hakim, oleh karena terhukum melakukan perbuatan tindak pidana sebelum masa percobaan selama 10 (sepuluh) bulan terakhir; 4. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp.2.000,- (dua ribu rupiah). III.2. Analisis Kasus Dalam perkara pidana Nomor 1220/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel, Majelis Hakim menjatuhkan putusan bahwa terdakwa telah terbukti bersalah dan melanggar Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi: 1) Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik

seseorang, dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam, karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus ribu rupiah. Untuk memperkuat putusan Majelis Hakim, diperlukan mempertimbangkan unsur-unsur tindak pidana yang terkandung di dalam Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana yaitu: 1. Barang Siapa; 2. Dengan sengaja merusak kehormatan atau nama baik dengan jalan menuduh melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu;

26

Ad. 1. Unsur Barang Siapa Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan unsur Barang Siapa adalah setiap orang sebagai pendukung hak dan kewajiban yang terhadapnya dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum yang dalam hal ini adalah terdakwa Hendri Restoe Pringgodigdo, sebagaimana fakta yang terungkap dipersidangan tidaklah menemukan alasan- alasan pemaaf maupun alasanalasan pembenar yang dapat menghapuskan

pertanggung jawaban hukum terhadapnya,

selain itu Majelis Hakim telah menanyakan identitas terdakwa yang sesuai dalam surat dakwaan sehingga dengan demikian unsur tersebut terpenuhi; Ad. 2. Dengan sengaja Merusak kehormatan atau nama baik dengan jalan menuduh melakukan suatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu; Menimbang, bahwa dalam persidangan terungkap dari keterangan saksi dan terdakwa bahwa Bahwa pada hari kamis tanggal 5 Mei 2009 sekitar jam 09.00 Wib saksi Lia Waroka bermaksud untuk menjemput anaknya bernama Muhammad Asyil Azim dari SD Yakorbi Pancoran dan sesampainya disekolah dikatakan bahwa Asyil tidak masuk sekolah karena sakit, bahwa setelah mendapat keterangan tersebut saksi Lia Waroka lalu mennuju rumah mantan suaminya di Jl. Permata Hijau Blok A.2 Rt.007/009 Grogol Utara Kebayoran Baru Jakarta Selatan, sesampainya ditujuan lalu membunyikan klason dan kemudian pembantu terdakwa bernama Kristina menghampiri saksi Lia Waroka, lalu saksi Lia meminta agar dipanggilkan anaknya, tidak lama kemudian anaknya dan terdakwa keluar menemui Lia Waroka, terdakwa menunggu dengan jarak 2 meter, saksi Lia lalu tanya kepada anaknya kamu sakit dan dijawab anaknya aku sehat- sehat aja kok ma, bahwa selanjutnya saksi Lia Waroka mengajak anaknya untuk pulang karena sudah 4 bulan berada di rumah terdakwa.

27

Selanjutnya anaknya teriak papa, langsung terdakwa menghampiri dan menarik tangan Asyil, dan Lia berusaha menarik juga, bahwa terdakwa meludahi saksi Lia Waroka dan mengatakan yang tidak pantas diucapkan, akan tetapi ada perdebatan dan membuat saksi Lia Waroka terhina, tercemar, dengan demikian unsur tersebut terpenuhi; Adapun sanksi pidana singkat yang diberikan terhadap pelaku tindak pidana pencemaran nama baik belum bisa dikatakan efektif dan tidak menimbulkan efek jera, dikarenakan ketentuan pidana terhadap tindak pidana pencemaran nama baik tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 300 (tiga ratus rupiah). Adapun ketentuan pidana ini merupakan sanksi pidana singkat yang diatur dalam ketentuan Pasal 14 a Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yaitu: Apabila Hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun atau kurungan, tidak termasuk kurungan pengganti, maka dalam putusannya dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena terpidana melakukan suatu perbuatan pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut di atas habis, atau karena terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan dalam perintah itu. Terhadap pasal di atas adapun penjelasannya, yaitu apabila seorang dihukum penjara selama-lamanya satu tahun atau kurungan, maka hakim dapat menentukan bahwa hukuman itu tidak dijalankan, kecuali kemudian ditentukan lain oleh hakim, apabila si terhukum dalam tenggang waktu percobaan melakukan tindak pidana lagi apabila si terhukum tidak memenuhi syarat tertentu, misalnya tidak membayar ganti kerugian kepada si korban dalam waktu tertentu. Sedangkan dalam Putusan Perkara No. 1220/PID.B/2009/PN.Jkt.Sel, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 5 (lima) bulan dengan ketentuan bahwa hukuman tersebut tidak akan dijalani, kecuali ada perintah lain dalam putusan Hakim. 28

Oleh karena terhukum melakukan perbuatan tindak pidana sebelum masa percobaan selama 10 (sepuluh) bulan terakhir, terhadap terdakwa sebagai pelaku tindak pidana pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana telah sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dikarenakan unsur-unsur dalam Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana telah terbukti secara sah dan meyakinkan dilakukan terdakwa. Adapun unsur-unsur dalam Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana yaitu: 1. Barang Siapa; 2. Dengan sengaja merusak kehormatan atau nama baik dengan jalan menuduh melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu; Adapun penulis tidak sependapat dengan Majelis Hakim dalam hal pemberian hukuman terhadap terdakwa Hendri Prestoe Pringgodigdo sebagai pelaku tindak pidana pencemaran nama baik karena tidak menimbulkan efek jera serta tidak memberikan rasa keadilan terhadap korban pencemaran nama baik. Seharusnya menurut penulis pidana penjara 5 (lima) bulan yang diberikan Majelis Hakim terhadap terdakwa Hendri Prestoe Pringgodigdo harus dijalani terdakwa di dalam penjara sehingga dapat mencegah dilakukannya kembali tindak pidana tersebut dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat, menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. Apabilaterdakwa sudah menjalani hukuman pidana penjara tersebut maka tujuan dari pemidanaan telah tercapai yaitu : 1. Pembalasan Hal yang paling ditekanankan dalam tujuan pemidanaan ini adalah unsur pembalasan. Pembalasan merupakan doktrin yang memandang bahwa manusia dinyatakan jahat dianggap sebagai sampah masyarakat bahkan sebagai binatang buas, sebagai musuh masyarakat.

29

Oleh karena itu kekuatan phisiknya perlu dipatahkan dengan cara yang menyakitkan, menyiksa badan, sehingga tidak jarang ia menderita cacat badan untuk selama-lamanya. Doktrin ini dianut oleh aliran pra klasik (sebelum abad ke-18). 2. Tujuan penghapusan dosa Merupakan tujuan pemidanaan yang berakar pada pemikiran yang bersifat religius, dimana merupakan penghapusan suatu kesalahan dengan penderitaan, dengan demikian terjadi suatu keseimbangan. 3. Penjeraan Dimana ancaman pidana yang dibuat oleh negara akan berhasil mencegah atau membatasi terjadinya kejahatan di dalam masyarakat karena tujuan dari hukuman ini untuk menjerakan para pelanggarnya, sehingga tidak akan mengulangi lagi perbuatannya yang melanggar hukum. 4. Perlindungan terhadap masyarakat Dengan mengisolasi atau mengasingkan penjahat dari anggota masyarakat yang taat pada hukum, maka dengan jalan tersebut diperkirakan kejahatan dalam masyarakat akan menurun. 5. Memperbaiki penjahat Pidana harus diusahakan agar dapat mengubah pendangan dan sikap dari penjahat sehingga tidak melakukan kejahatan di kemudian hari. 6. Penutupan Setelah penjeraan mengalami kegagalan dicoba sistem

penutupan sebagai usaha perlakuan terhadap terpidana penutupan yang merupakan doktrin yang memandang penutupan bagi si pelanggar hukum itu sebagai usaha perlindungan terhadap masyarakat dari dilakukannya kembali pelanggaran hukum oleh si pelaku atau si pelanggar.

30

7. Rehabilitasi, Reformasi, dan Resosialisasi Tujuan pemidanaan ini merupakan tujuan yang lebih maju karena dalam tujuan pemidanaan ini terpidana harus diperbaiki. Ini didasarkan pada pendapat bahwa manusia pelanggar hukum mempunyai

kelainankelainan dari manusia biasa yang menyebabkan mereka berbuat jahat.

31

BAB IV PENUTUP IV. 1. Kesimpulan 1. Penerapan sanksi tindak pidana pencemaran nama baik tidak

memberikan perlindungan dan kepastian hukum yang adil dikarnakan menyangkut kehormatan dan nama adalah rezim privasi , dikarenakan ketentuan pidana terhadap tindak pidana pencemaran nama baik tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500. Hal ini seyogianya persoalan kehormatan nama baik baik diselesaikan lewat rezim hukum perdata karna sanksi pidana dinilai tidak proporsional dan berlebihan untuk menghukum suatu tindak pidana pencemaran nama baik 2. Sanksi terhadap pelaku tindak pidana pencemaran nama baik

dihubungkan dengan tujuan pemidanaan yaitu lebih ditujukan pada resosialisasi terhadap pelaku tindak pidana dari pada pembalasan terhadap perbuatanya.Tujuan pemidanaan ini terhadap si pelaku dan dalam menjalani hukumannya tersebut si pelaku dapat menyesali perbuatannya melanggar ketentuan perundang-undangan dengan tidak akan melakukan lagi perbuatannya setelah menjalani hukumannya. Hal ini dikarenakan sanksi pidana maksimal kasus-kasus pencemaran nama baik adalah 4 (empat) bulan 2 (dua) minggu untuk penghinaan ringan sampai dengan 4 (empat) tahun untuk tindakan fitnah yang dianggap berat. IV. 2. Saran 1. Diharapkan system hukum Indonesia memungkinkan Majelis Hakim dalam memutuskan pidana bersyarat bagi seseorang dengan syarat khusus dengan melakukan pelayanan masyarakat untuk suatu waktu tertentu selama percobaan. 2. Pemerintah diharapkan agar melakukan revisi khususnya terhadap sanksi pidana yang mengatur mengenai tindak pidana pencemaran nama baik. 32

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Ali, Achmad. 1999. Pengadilan dan Masyarakat. Ujung Pandang: Hasanudin University Press. Anwar, Moch. 1997. Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II). Bandung: Alumni. Arief, Barda Nawawi. 1998. Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni. Bassar, Sudrajat M. 2004. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia di Dalam KUHP. Bandung: Remaja Karya. Hamzah, Andi. 2005. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Yarsif Witampone. Hiarej, Eddy OS. 2002. Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus. Jakarta: Pena. Kanter, E.Y dan SR. Sianturi. 2002. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta: Storia Grafika. Lamintang, PAF. 1984. Hukum Penitensier Indonesia, Cetakan I. Bandung: Armico. Marpaung, Leden. 2006. Tindak Pidana Terhadap Kehormatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Marzuki, Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum, Surabaya: Kencana Prenada Media Group. Moeljatno. 2008. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Bumi Aksara. Muladi, 2004. Lembaga Pidana Bersyarat. Bandung: Alumni. 1995. Kapita Selekta Hukum Pidana. Semarang: Universitas

Dipenogoro. Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Asas-asas Hukuman Pidana di Indonesia. Bandung: Refika Aditama,. 2003. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung: Refika Aditama. 33

Saleh, Wantjik K. 1996. Tindak Pidana Korupsi dan Suap, Jakarta: Paramestika. Sianturi, S.R. 1996. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Cet. 4. Jakarta: Percetakan BPK Gunung Mulia. Soehuddin, M. 2003. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Double Track System dan Implementasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 1994. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2008. Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3. Jakarta: Penerbit UI Press. Soemardi, Dedi. 1997. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Ind-Hill-Co. Soemitro, Rony Hanitijo. 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cet. IV. Jakarta: Ghalia Indonesia. Soeroso, R. 1996. Pengantar Ilmu Hukum, Cet. 2. Jakarta: Sinar Grafika. Soesilo, R. 2007. Tanya Jawab Pidana. Jakarta: Pressindo. 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta

Komentarkomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia. Sudjono. 2001. Hukuman Dalam Perkembangan Hukum Pidana. Bandung: Tarsito. Sugandhi, R. 1981. KUHP dan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional. Waluyo, Bambang. 2004. Pidana dan Pemidanaan. Jakarta: Sinar Grafika. B. Perundang-undangan Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Hukum Acara Pidana. UU No. 8, LN No. 76 Tahun 1981, TLN No. 3209. 2001. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht). TerjemahanMoeljatno. Jakarta: Bina Aksara.

34

You might also like