You are on page 1of 48

KEBIJAKAN KRIMINALISASI DALAM PENDAFTARAN HAK-HAK ATAS TANAH DI INDONESIA: SUATU PEMIKIRAN

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Agraria pada Fakultas Hukum, diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU, 2 September 2006

Oleh: SYAFRUDDIN KALO

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2006

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

Yang terhormat, Bapak Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Bapak Ketua dan Bapak/Ibu Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Sumatera Utara, Bapak Ketua dan Bapak/Ibu Anggota Senat Akademik Universitas Sumatera Utara, Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak/Ibu Pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara, Para Dekan, Ketua Lembaga dan Unit Kerja, Dosen dan Karyawan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, Bapak dan Ibu para undangan, keluarga, teman sejawat, mahasiswa, dan hadirin yang saya muliakan.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Puji syukur ke hadirat Allah SWT saya sampaikan terlebih dahulu, karena kasih dan anugerah-Nya telah memperkenankan kita semua berkumpul di sini, serta memberikan rahmat sekaligus amanah kepada saya untuk mengemban jabatan mulia sebagai Guru Besar Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga memperkenankan saya untuk menyampaikan pemikiran saya dalam bidang hukum. Terima kasih yang amat dalam dan tulus saya sampaikan kepada seluruh hadirin yang telah meluangkan waktu untuk menghadiri acara pengukuhan saya sebagai Guru Besar Universitas Sumatera Utara dalam Bidang Ilmu Hukum Agraria yang telah dipercayakan kepada saya.

Hadirin yang saya muliakan, Atas izin dan rida Allah SWT perkenankanlah saya untuk membacakan pidato ilmiah saya di hadapan Bapak/Ibu hadirin sekalian, yang berjudul: KEBIJAKAN KRIMINALISASI DALAM PENDAFTARAN HAK-HAK ATAS TANAH DI INDONESIA: SUATU PEMIKIRAN

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN Konsep penguasaan tanah di Indonesia sampai saat ini dibalut kekhawatiran dari semua pihak baik dari masyarakat, swasta, maupun instansi pemerintah. Hal ini dikarenakan legalisasi alas hak atas tanah menimbulkan banyak permasalahan hukum. Salah satu penyebabnya adalah karena masih terjadi benturan konsep penguasaan tanah secara hukum adat dengan konsep penguasaan tanah berdasarkan peraturan perundang-undangan positif yang berlaku. Di samping itu ditengarai adanya indikasi tindak pidana dalam proses pendaftaran hak-hak atas tanah, sehingga hilangnya kepastian hukum bagi pemilik dan pihak ketiga lainnya ataupun yang memperoleh hak kebendaan di atas tanah yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu hak menguasai negara dan hak penguasaan tanah menurut hukum adat (hak ulayat) perlu mendapatkan legalisasi, sehingga hak-hak atas tanah yang timbul atas dasar hak menguasai negara dan hak ulayat, yang diberikan kepada warga negara dan badan hukum Indonesia dalam bentuk hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan lain-lain perlu didaftarkan untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum. Pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, memerlukan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap, dan jelas yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuannya. Selain itu dalam menghadapi kasus-kasus konkret diperlukan juga terselenggaranya pendaftaran tanah yang memungkinkan bagi para pemegang hak atas tanah tersebut, untuk dengan mudah membuktikan hak atas tanah yang dikuasainya dan bagi para pihak yang berkepentingan, seperti calon pembeli dan calon kreditor, untuk memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang menjadi objek perbuatan hukum yang akan dilakukan. Untuk itu pemerintah harus membuat kebijakan kriminalisasi dalam peraturan perundang-undangan di bidang pendaftaran tanah yang dapat mengantisipasi adanya tindak pidana dalam pendaftaran tanah. Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal (criminal policy). Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial (social policy) yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial (social-welfare policy) dan kebijakan/upaya-

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

upaya untuk perlindungan masyarakat (social-defence policy).1 Kriminalisasi dalam pendaftaran tanah dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma hukum untuk mencapai kesejahteraan dan perlindungan masyarakat dengan memberikan sanksi pidana terhadap pelanggaran hukum dalam pendaftaran tanah.

PENGERTIAN TANAH Tanah adalah merupakan hal yang unik dan terbatas, oleh karena itu ia berharga. Barang siapa yang menguasai tanah tersebut, juga menguasai potensi modal yang menguntungkan.2 Pendapat ini sejalan pula dengan pendapat Lawson dan Rudden yang mengatakan bahwa tanah adalah sesuatu yang unik dan bersifat tetap dan hampir tidak dapat dihancurkan serta memiliki nilai pendapatan dan penghasilan.3 Di samping itu, menurut Gray dan Symes, tanah bukanlah merupakan sekedar tanah belaka atau kebutuhan yang turun-temurun tetapi lebih dari sekedar gumpalan tanah, tambang, mineral di bawahnya, dan bangunan-bangunan yang berdiri di permukaannya.4 Dengan demikian tanah mempunyai nilai yang sangat strategis bagi kehidupan manusia. Peter Butt, mengatakan bahwa barang siapa memiliki tanah (permukaan bumi) dia juga memiliki segala apa yang ada di atasnya sampai surga/nirwana dan segala yang ada di bawahnya sampai pusat bumi.5 Pendapat ini memberikan pengertian tanah dalam arti luas sama dengan pengertian bumi.

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum & Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 73. 2 Michael G. Kitay menyatakan: land is unique and limited; it is therefore valuable. And whoever controls and the land controls a potentially profitable asset. Michael G. Kitay, Land Acquisition in Developing Countries, Policies and Procedures of the Public Sector, (A Linclon Institute of Land Policy Book, 1983), hal. 2. 3 Lawson and Rudden, menjelaskan: Land is unique it is permanent, almost indestructible, has income value and is capable of almost infinite division and sub division. Dalam Diane Chappelle, Land Law, (London: Pitman Publishing, 1997), hal. 6. 4 Gray and Syme, mengatakan: land is far more than merely the physical soil-the coprporeal hereditament-more than the physical clods of earth which make up the surface layer of land, mines and mineral beneath the surface, and buildings or parts of building erected on the surface. Gray and Syme, Real Property and Real People, (London: Butterworth, 1981), hal. 51. 5 Peter Butt, mengatakan: cuius est solum eius usque ad coelum et ad inferos, or varians of it - the person who owns land owns it from heavens about to the centre of the earth below. Peter Butt, Land Law, (Sydney: Book Company Limited Sydney t/as LBC Information Services, 1996), hal. 12.

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

Di Indonesia, pengertian tanah dipakai dalam arti yuridis sebagai suatu pengertian yang telah dibatasi dalam UUPA, yakni tanah hanya merupakan permukaan bumi saja.6 Di sisi lain, konsep penguasaan tanah di Indonesia masih dualisme, yaitu berdasarkan hukum adat dan berdasarkan hak menguasai negara yang dapat dimiliki oleh warga negara dan badan hukum Indonesia dengan memenuhi prosedur hukum yang ditentukan untuk itu.

KONSEP PENGUASAAN TANAH DI INDONESIA MENURUT HUKUM ADAT Konsep penguasaan tanah berdasarkan hukum adat adalah tanah merupakan milik komunal atau persekutuan hukum (beschikkingsrecht). Setiap anggota persekutuan dapat mengerjakan tanah dengan jalan membuka tanah terlebih dahulu dan jika mereka mengerjakan secara terusmenerus, maka tanah tersebut dapat menjadi hak milik secara individual. Seseorang akan diakui kepemilikannya sebagai hak milik individu, apabila dia sudah membuka terlebih dahulu tanah itu dan menggarapnya atau mengubahnya dari kondisi hutan menjadi tanah sawah atau ladang.7 Selama dia masih mengerjakan tanah itu, maka dia dianggap sebagai pemiliknya. Jadi dalam hal ini, tekanan diberikan pada hasil produksi dari tanah yang bisa dipetiknya, sebab apabila dia tidak lagi mengerjakannya maka tanah itu bisa diambil oleh orang lain yang akan menggarapnya. Konsep penguasaan tanah menurut hukum adat dikenal dengan istilah hak ulayat. Hak ulayat yang diakui oleh masyarakat adat ini merupakan hak pakai tanah oleh individu, namun kepemilikan ini diakui sebagai milik bersama seluruh anggota masyarakat (komunal). Anggota masyarakat tidak bisa mengalihkan atau melepaskan haknya atas tanah yang dibuka ini kepada anggota dari masyarakat lain atau pendatang dari luar masyarakat tersebut, kecuali dengan syarat-syarat tertentu yang disepakati bersama semua anggota komunal tersebut.8

Lihat, Pasal 4 UUPA, bahwa atas dasar hak menguasai dari negara, ditentukan adanya bermacam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada yang dipunyai orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum. 7 Ter Haar, Azas-Azas dan Susunan Hukum Adat, (Jakarta: Prajnya Paramita, 1985), hal. 91. 8 Lihat, Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Azas-Azas Hukum Adat, (Jakarta: Gunung Agung, 1984), hal. 201 202.

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

Hak ulayat ini mengandung aspek hukum privat, yaitu unsur kepunyaan yang termasuk bidang hukum perdata dan aspek hukum publik yaitu tugas kewenangan untuk mengatur penguasaan dan memimpin tanah bersama termasuk bidang hukum administrasi negara, di mana pelaksanaannya dilimpahkan kepada kepala adat sendiri atau bersama-sama dengan para tetua adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan dan merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi di lingkungan masyarakat hukum adat bersangkutan. Hak-hak perseorangan atas sebagian tanah tersebut baik langsung maupun tidak langsung adalah bersumber dari padanya.

EKSISTENSI HAK ULAYAT Dalam Pasal 3 UUPA No. 5 Tahun 1960 dinyatakan dengan tegas bahwa hak ulayat masih berlaku sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan harus disesuaikan dengan kepentingan nasional, kepentingan negara, persatuan bangsa, dan tidak bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi. Dengan demikian, hak ulayat diakui eksistensinya bagi suatu masyarakat hukum adat tertentu, sepanjang menurut kenyataannya masih ada yang dapat diketahui dari kegiatan sehari-hari, pelaksanaan hak ulayat dibatasi sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara.

HAK PENGUASAAN TANAH MENURUT UUPA NO. 5 TAHUN 1960 Berdasarkan Pasal 2 UUPA Nomor 5 Tahun 1960, ditegaskan bahwa bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu, pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi seluruh rakyat. Hak menguasai dari negara adalah merupakan wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut; menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; dan menentukan serta mengatur hubunganhubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Wewenang ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebangsaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Hak menguasai dari negara tersebut di atas, pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah. Hak menguasai negara meliputi semua bumi, air, dan ruang angkasa baik yang sudah dihakki oleh seseorang maupun tidak. Penguasaan tanah terhadap tanah yang sudah dipunyai orang dengan sesuatu hak, dibatasi oleh isi dari hak itu, artinya sampai seberapa negara memberikan kekuasaan kepada seseorang yang mempunyainya untuk menggunakan haknya. Sedangkan kekuasaan negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lain adalah sangat luas dan penuh. Misalnya negara dapat memberikan tanah yang sedemikian itu kepada seseorang atau badan hukum, dengan suatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai ataupun dengan memberikan hak pengelolaan pada suatu badan penguasa. Dalam pada itu, kekuasaan negara atas tanah-tanah ini pun sedikit atau banyak dibatasi pula oleh hak ulayat dari kesatuan-kesatuan masyarakat hukum sepanjang kenyataan hak ulayat itu masih ada.9 Pengertian penguasaan dan menguasai di atas adalah merupakan aspek publik. Dalam konsep penguasaan tanah, dapat diketahui bahwa yang menguasai semua tanah adalah negara.10 Namun demikian, negara tidak sewenangwenang dalam kepemilikannya, melainkan mengusahakan dan mengolahnya demi kepentingan umum seluruh warga negara. Ketentuan ini sebenarnya kurang memberikan gambaran yang jelas, sehingga mudah mengalami penyimpangan dan penyelewengan atau penyalahgunaan sehubungan dengan pelaksanaan hak menguasai tanah oleh negara tersebut. Sebagai contoh pengambilalihan hak ulayat atas tanah adat yang digunakan untuk pembangunan demi kepentingan negara. Hak menguasai daripada negara tersebut mempunyai aspek publik berupa mengatur persediaan, penggunaan, peruntukan dan pemeliharaan, mengatur hubungan hukum, serta mengatur hubungan hukum dan perbuatan hukum. Hal ini menunjukkan bahwa hak menguasai negara bukan berarti negara sebagai pemilik tanah.
Lihat, Penjelasan Umum UUPA Nomor 5 Tahun 1960 Bagian II. Menarik dalam hal ini membandingkan pengertian negara di sini dengan negara menurut Hans Kelsen. Kelsen menyebutkan bahwa negara dalam hal ini memiliki sejumlah fungsi yakni sebagai struktur hukum atau organisasi politik yang memiliki batas-batas wilayah tertentu; negara sebagai lembaga hukum yakni pemegang hak dan kewajiban tertinggi sebagai suatu lembaga; negara sebagai subjek, yakni berhak mengambil tindakan atas persoalan tertentu yang menyangkut penanganan hak-hak legal. Lihat, Hans Kelsen, Pure Theory of Law, (Berkeley: University of California Press, 1978), hal. 286 291.
10 9

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

Mengenai hak penguasaan atas tanah dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut: Penguasaan Hak Atas Tanah Berdasarkan UUPA No. 5 Tahun 1960
Pasal 33 (3) UUD 1945

UUPA No. 5 Thn 1960

Pasal 1 Hak Bangsa Religius Abadi Aspek Publik & Aspek Perdata

Pasal 2 Hak Menguasai Negara Aspek Publik

Pasal 3
Hak Ulayat Masyarakat Hak Adat Aspek Publik & Privat

Pasal 4
Hak Individu Hk Privat

Pasal 5 Hukum Adat berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan: 1. Kepentingan nasional 2. Kepentingan negara 3. Berdasarkan persatuan bangsa 4. Peraturan UU 5. Mengindahkan unsur- unsur agama

Kekayaan nasional bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

1. Mengatur persediaan penggunaan, peruntukan dan pemeliharaan 2. Mengatur hub. hukum 3. Mengatur hub. hukum dan perbuatan hukum

1. Sesuai dengan

kepentingan nasional 2. Negara 3. Persatuan bangsa 4. Tidak bertentangan dengan UU

Hak individu untuk menggunakan tanah yang bersangkutan sesuai dengan batasbatas menurut UU baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum

Pasal 6 Tanah berfungsi sosial

Pasal 7 Tidak merugikan kepentingan umum dan penguasaan tanah melampaui batas tidak diperkenankan

KONSEKUENSI HAK MENGUASAI NEGARA Berdasarkan hak menguasai negara, maka negara berwenang menentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai orang-orang baik sendiri maupun

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. Hakhak atas tanah tersebut ditentukan antara lain adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan lain-lain. Kesemua hak-hak atas tanah tersebut untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi pemegang hak, maka harus dilakukan pendaftaran sebagai alat bukti hak yang konkret.

PENDAFTARAN TANAH/LAND REGISTRATION Sebagai dasar hukum pendaftaran tanah di Indonesia adalah Pasal 19 UUPA Nomor 5 Tahun 1960. Dalam pasal ini diperintahkan kepada aparatur negara untuk mengadakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia, yaitu meliputi:

a. pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah; b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat. Pendaftaran tanah ini diselenggarakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan, dan teratur yang meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Menurut A. P. Parlindungan, pendaftaran tanah berasal dari kata cadastre (bahasa Belanda kadaster) yaitu suatu istilah teknis untuk suatu rekaman, yang menunjukkan kepada luas, nilai, dan kepemilikan (atau lain-lain alas hak) terhadap suatu bidang tanah. Pengertian lebih tegas, cadastre berarti alat yang tepat untuk memberikan uraian dan identifikasi dari lahan dan juga sebagai continues recording dari hak atas tanah.11 Pendapat ini

A. P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia (Berdasarkan PP. 24 Tahun 1997 dilengkapi dengan Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah PP. 37 Tahun 1998), (Bandung: Mandar Maju, 1999), hal. 18.

11

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

menjelaskan bahwa pendaftaran tanah itu adalah merupakan rekaman data fisik dan data yuridis yang dibuat dalam bentuk peta dan daftar bidangbidang tanah tertentu, yang dilaksanakan secara objektif dan itikad baik oleh pelaksana administrasi negara. Pendaftaran tanah di Indonesia hanya terfokus untuk pendaftaran tanah pada bidang tanah yang merupakan bagian dari permukaan bumi dalam satuan bidang yang terbatas, artinya tidak mencakup bumi, air, dan ruang angkasa.12 Penyelenggaraan pendaftaran tanah dilaksanakan melalui 2 (dua) cara: Pertama, pendaftaran tanah secara sistematik, yaitu pendaftaran untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan dan terutama kegiatan ini dilakukan atas prakarsa pemerintah. Kedua, pendaftaran tanah secara sporadik, yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama sekali mengenai suatu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal.13 Pelaksanaan pendaftaran tanah harus memperhatikan bukan hanya pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya, tetapi juga harus memperhatikan pemeliharaan data baik fisik maupun data yuridis dari objek pendaftaran tanah yang sudah terdaftar.14 Setiap perubahan terjadi baik data fisik maupun data yuridis pada objek pendaftaran tanah yang sudah terdaftar diwajibkan bagi pemegang hak untuk mendaftarkan perubahan tersebut.15 Pendaftaran terhadap perubahan dan peralihan serta hapusnya dan pembebanan hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan juga harus didaftarkan sebagai alat bukti yang kuat.16 Dengan demikian maksud dari pemeliharaan data pendaftaran tanah, agar tetap terpelihara dan selalu sesuai dengan kenyataan di lapangan. Pemegang hak yang berkepentingan dapat membuktikan haknya kepada pihak ketiga, sehingga tercipta
Sedangkan pendaftaran untuk hak-hak dari kehutanan atau pertambangan dilakukan sendiri oleh departemen yang bersangkutan dengan surat-surat keputusan tentang HPH atau HPHH atau KP. Dengan diaturnya secara sektoral mengenai hak pengelolaan hutan oleh Departemen Kehutanan yang terpisah dari UUPA, maka hal ini akan menimbulkan konflik pengaturan yang akan berdampak kepada pengelolaan pertanahan yang diatur dalam UUPA. Misalnya akan terjadi konflik antara pemberian hak guna usaha (HGU) dan Hak Pengelolaan Hutan (HPH) pada lokasi yang sama masing-masing menyatakan berhak untuk melakukan pengelolaan. Konflik ini akan merugikan pemegang hak yang bersangkutan. 13 Lihat, Pasal 1 angka10 dan angka 11 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. 14 Data fisik adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah yang terdaftar pemegang haknya dan pihak lainnya serta beban lain yang membebaninya. Sedangkan data yuridis ialah keterangan mengenai status hukum bidang tanah yang terdaftar, pemegang haknya dan pihak-pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. Lihat, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 1 angka 6 dan angka 7. 15 Lihat, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. 16 Lihat, Pasal 23, 32, dan Pasal 38 UUPA Nomor 5 Tahun 1960.
12

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

kepastian hukum dan perlindungan hukum atas pemegang hak-hak atas tanah yang merupakan salah satu unsur penting dari keadilan dan kesejahteraan rakyat. Terlaksananya pendaftaran tanah sebagai suatu proses yang diakhiri dengan terbitnya sertifikat, manfaatnya dapat dipetik oleh tiga pihak yaitu:

1. pemegang

hak atas penguasaan haknya;

tanah,

yakni

untuk

keperluan

pembuktian

2. pihak yang berkepentingan, misalnya calon pembeli atau calon kreditor


untuk memperoleh keterangan tentang tanah yang akan menjadi objek perbuatan hukumnya;

3. bagi

pemerintah perpajakan.

dalam

mendukung

kebijakan

pertanahan

dan

Sertifikat hak atas tanah diterbitkan sesuai dengan data fisik dan yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah dengan syarat bahwa data fisik dan data yuridisnya sudah lengkap dan tidak ada yang disengketakan. Jika dalam buku tanah terdapat catatan mengenai data fisik dan data yuridisnya belum lengkap yang data fisiknya dan/atau data yuridisnya disengketakan tetapi tidak diajukan ke pengadilan dilakukan pembukuannya dalam buku tanah, dengan catatan mengenai adanya sengketa tersebut. Dan kepada pihak yang berkeberatan diberitahukan oleh Ketua Panitia Ajudikasi untuk pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan untuk pendaftaran tanah secara sporadik, untuk mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai data yang disengketakan dalam waktu enam puluh (60) hari dalam pendaftaran tanah secara sporadik dihitung sejak disampaikannya pemberitahuan tersebut. Jika diajukan ke pengadilan tetapi tidak ada perintah dari pengadilan untuk status quo dan tidak ada putusan penyitaan dari pengadilan maka dilakukan pembukuan dalam buku tanah dengan catatan adanya sengketa dan mengenai hak-hak yang disengketakan. Apabila ada perintah untuk status quo atau putusan penyitaan dari pengadilan maka hal itu dicatat pula dalam buku tanah.17 Berdasarkan fakta tersebut maka penerbitan sertifikat ditangguhkan sampai catatan yang bersangkutan dihapus.

SISTEM PUBLIKASI DALAM PENDAFTARAN TANAH Pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya diperintahkan oleh UUPA tidak mengandung sistem publikasi positif, tetapi menganut sistem publikasi
17

Lihat, Pasal 30 Jo Pasal 29 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

10

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

negatif yang berarti bahwa negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan. Namun demikian sertifikat hak-hak atas tanah dapat berlaku sebagai bukti yang kuat sepanjang tidak ada gugatan dari pihak lain yang merasa mempunyai tanah itu. Kelemahan dari sistem publikasi negatif ini, masih dapat diatasi dengan memakai lembaga hukum yang terdapat dalam hukum adat yaitu lembaga rechtsverwerking, yaitu jika seseorang selama sekian waktu membiarkan tanahnya tidak dikerjakan orang lain yang memperolehnya dengan itikad baik, maka hilanglah hak pemilik semula untuk menuntut kembali tanah tersebut. Ketentuan ini diadopsi dalam Pasal 27 UUPA yang menyatakan bahwa salah satu hapusnya hak atas tanah adalah karena ditelantarkan. Berdasarkan paparan di atas, maka kekuatan pembuktian sertifikat hak-hak atas tanah dapat meliputi dua hal, yakni:

a. sertifikat merupakan alat bukti yang kuat yang berarti selama belum
dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat harus diterima sebagai data yang benar sepanjang data tersebut sesuai dengan data yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan;

b. bahwa orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertifikat atas
tanah orang atau badan hukum lain jika selama 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat tersebut yang bersangkutan tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan atau tidak mengajukan gugatan ke pengadilan sedangkan tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum lain tersebut dengan itikad baik dan secara fisik dikuasai olehnya atau oleh orang atau badan hukum lain yang mendapat persetujuannya.

PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PENDAFTARAN TANAH Pihak-pihak yang terlibat dalam pendaftaran tanah antara lain yaitu Kepala Kantor Pertanahan dalam pelaksanaannya dibantu oleh PPAT dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Pendaftaran tanah secara sistematik Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Panitia Ajudikasi. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan yang bersangkutan.18

18

Lihat, Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

11

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

Kegiatan yang dilakukan dalam pendaftaran tanah adalah pengumpulan dan pengolahan data fisik dilakukan dengan kegiatan pengukuran dan pemetaan yang meliputi:

a. Pembuatan peta dasar pendaftaran b. Penetapan batas bidang-bidang tanah c. Pengukuran dan penetapan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta
pendaftaran

d. Pembuatan daftar tanah e. Pembuatan surat ukur.19


Untuk keperluan peta dasar BPN menyelenggarakan pemasangan, pengukuran, pemetaan, dan pemeliharaan titik-titik dasar teknis nasional di setiap kabupaten/kota. Penyiapan peta dasar pendaftaran diperlukan agar setiap bidang tanah yang didaftar dijamin letaknya dengan pasti karena dapat direkonstruksi di lapangan setiap saat. Penetapan batas bidang tanah yang dipunyai dengan suatu hak yang belum terdaftar dan yang sudah terdaftar tetapi belum ada surat ukur/gambar situasinya atau surat ukur/gambar situasi yang ada tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya, dilakukan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, berdasarkan penunjukan batas oleh pemegang hak atas tanah yang berbatasan dan sedapat mungkin disetujui oleh para pemegang hak atas tanah yang berbatasan.20 Gambar situasi yang dimaksud adalah dokumen petunjuk hak atas tanah menurut ketentuan yang berlaku sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 6 Tahun 1965 tentang Pedoman Pokok Penyelenggaraan Tanah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.

URUTAN KEGIATAN PENDAFTARAN TANAH Urutan kegiatan pendaftaran tanah adalah pengumpulan datanya, pengolahan atau processing, penyimpanan dan kemudian penyajiannya. Bentuk penyimpanan bisa berupa tulisan, gambar/peta dan angka-angka di atas kertas, mikrofilm atau dengan menggunakan bantuan komputer. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi baik data pendaftaran untuk pertama kali maupun pemeliharaannya kemudian. Penerbitan dokumen
19 20

Lihat, Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Lihat, Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

12

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

informasi kepada pihak yang memintanya berdasarkan data yang dihimpun diterbitkan surat tanda bukti haknya. Pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration)21 adalah meliputi tiga bidang kegiatan, yaitu; (1) bidang fisik atau teknis kadasteral; (2) bidang yuridis; dan (3) penerbitan dokumen tanda bukti hak.

BIDANG FISIK ATAU TEKNIS KADASTERAL Pendaftaran tanah menggunakan sebagai dasar objek satuan-satuan bidang tanah yang disebut persil yang merupakan bagian permukaan bumi tertentu yang terbatas dan berdimensi dua dengan ukuran luas yang umumnya dinyatakan dalam meter persegi. Kegiatan di bidang fisik yaitu untuk memperoleh data mengenai letaknya dan batas-batas luasnya, bangunanbangunan, dan/atau tanaman-tanaman penting yang ada di atasnya. Setelah dipastikan letak tanah yang akan dikumpulkan data fisiknya maka kegiatan dimulai dengan penetapan batas-batasnya serta pemberian tandatanda batas di setiap sudutnya. Kemudian diikuti dengan kegiatan pengukuran dan pembuatan petanya. Penetapan batas dilakukan Panitia Pendaftaran Tanah (PPT), berdasarkan penunjukan oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, yang disetujui oleh para pemegang hak atas tanah yang berbatasan (contradictoire delimitatie). Kegiatan teknis kadasteral ini menghasilkan peta pendaftaran yang melukiskan semua tanah yang ada di wilayah pendaftaran yang sudah diukur. Untuk tiap bidang tanah yang haknya didaftar dibuatkan surat ukur. Kegiatan bidang yuridis bertujuan memperoleh data mengenai haknya, siapa pemegang haknya dan ada atau tidak adanya hak pihak lain yang membebaninya. Pengumpulan data tersebut menggunakan alat pembuktian berupa dokumen dan lain-lainnya. Kegiatan ketiga berupa penerbitan surat tanda bukti hak. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration) dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara sistematik dan secara sporadik. Kegiatan secara sistematik dilakukan secara serentak meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum terdaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan yang prakarsanya datang dari pemerintah. Sedangkan pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran

Pendaftaran untuk pertama kali adalah kegiatan mendaftar untuk pertama kalinya sebidang tanah yang semula belum terdaftar menurut ketentuan peraturan pendaftaran tanah yang bersangkutan.

21

13

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan secara individual atau massal, yang dilakukan atas permintaan pemegang atau penerima hak atas tanah yang bersangkutan.

BIDANG YURIDIS Akta pemberian hak berfungsi sebagai sumber data yuridis untuk mendaftar hak yang diberikan dalam buku tanah. Demikian juga akta pemindahan dan pembebanan hak berfungsi sebagai sumber data untuk mendaftar perubahan-perubahan pada haknya dalam buku tanah yang bersangkutan. Jika terjadi perubahan dilakukan pencatatan pada ruang mutasi yang disediakan pada buku tanah yang bersangkutan. Sebelum dilakukan pendaftaran hak dalam buku tanah dan pencatatan perubahannya kemudian, oleh PPT dilakukan pengujian kebenaran data yang dimuat dalam akta yang bersangkutan. PPT dalam hal ini bersikap pasif tidak melakukan pengujian kebenaran data yang disebut dalam akta yang didaftar. Di samping itu dalam sistem ini buku tanah disimpan di kantor PPT dan terbuka untuk umum. Sebagai tanda bukti bagi pemegang hak diterbitkan sertifikat yang merupakan salinan register (certificate of title). Sertifikat hak tanah terdiri atas salinan buku tanah dan surat ukur yang dijilid menjadi satu dalam sampul dokumen.

PENERBITAN DOKUMEN TANDA BUKTI HAK Semua data yang terdapat dalam buku tanah dicantumkan juga pada salinannya yang merupakan bagian dari sertifikat. Jika terjadi perubahan kemudian, hal ini dicatat di dalam buku tanah tersebut. Maka data yuridis yang diperlukan, baik data pada waktu untuk pertama kali didaftar haknya maupun perubahan-perubahannya yang terjadi kemudian, dengan mudah dapat diketahui dari buku tanah dan sertifikat yang bersangkutan.22 Perubahan data fisik atas tanah dapat terjadi, apabila jika terjadi pemisahan atau pemecahan bidang tanah yang bersangkutan menjadi satuan-satuan baru atau penggabungan bidang-bidang tanah yang berbatasan menjadi satu satuan persil. Perubahan tersebut diikuti dengan pencatatannya pada peta pendaftaran dan pembuatan surat atau surat ukur baru. Sedangkan perubahan data yuridis bisa terjadi apabila berakhir jangka waktu
22

Lihat, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

14

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

berlakunya, dibatalkan, dicabut atau dibebani hak-hak lain. Perubahan bisa juga terjadi mengenai pemegang haknya yaitu jika terjadi pewarisan, pemindahan hak atau penggantian nama. Perubahan-perubahan itu dibuat dalam satu akta yang selanjutnya merupakan surat tanda bukti. Perubahan dicatat pada buku tanah dan sertifikat yang bersangkutan, berdasarkan data yang dimuat dalam akta perubahannya. Proses kegiatan pendaftaran tanah tersebut, tidak menutup kemungkinan terjadinya pemalsuan data fisik dan data yuridis, dalam hal melakukan kegiatan pengukuran dan pembuatan peta berdasarkan contradictoire delimitatie yang mempergunakan keterangan palsu dan atau adanya kolusi di antara pemegang hak atas tanah dengan pemegang hak atas tanah yang berbatasan. Jika hal ini terjadi, maka perbuatan tersebut sangat mengandung unsur kriminalitas lebih tinggi dari pada pelanggaran normanorma hukum administrasi atau perdata. Negara secara khusus wajib bereaksi dan menindak pelanggaran hukum atau ketidakadilan yang terjadi yang tidak lagi dapat ditanggulangi oleh norma-norma hukum lain, maka pidana adalah dipandang sebagai ultimum remedium.23 Dengan demikian, peraturan perundang-undangan dalam pendaftaran tanah harus memuat aturan pidana, agar pelanggaran hukum atau ketidakadilan yang mungkin terjadi sebagai bahaya konkret yang akan diderita oleh pihak-pihak yang berkepentingan, seperti pembeli, kreditor dan lain-lain dapat dilindungi dan keadilan dapat ditegakkan.

LEGALISASI ALAS DIDAFTARKAN

HAK-HAK

ATAS

TANAH

YANG

TELAH

Legalisasi alas hak-hak atas tanah, terutama sekali dilihat dari ada tidaknya alas kepemilikan hak atas tanah, baik bukti tertulis maupun tidak tertulis berupa keterangan saksi yang ditunjukkan oleh pemegang hak atas tanah atau kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan kepada Panitia Ajudikasi, yang dijadikan dasar penerbitan sertifikat kepemilikan hak atas tanah di kantor pertanahan merupakan alat bukti yang dapat digunakan sebagai alat pembuktian data yuridis atas kepemilikan atau penguasaan suatu bidang tanah, baik secara tertulis maupun berdasarkan keterangan saksi.

Lihat, Jan Remmelink, Hukum Pidana, Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal. 28.

23

15

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

Setiap permohonan sertifikat secara legal harus memenuhi tiga persyaratan, yaitu adanya pemilik sebagai subjek hak, tanah sebagai objek hak, dan surat-surat yang mendukung alas hak, serta harus ada tujuan penggunaan hak dan cara perolehan hak yang bersangkutan. Subjek hak atas tanah adalah orang-perorangan atau badan hukum yang menurut ketentuan undang-undang dapat memperoleh sesuatu hak atas tanah, yang namanya dicantumkan dalam sertifikat. Badan hukum selaku subjek hak atas tanah secara khusus ditentukan antara lain lembaga pemerintahan Indonesia, lembaga perwakilan negara asing, lembaga perwalian internasional, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia serta badan keagamaan atau badan sosial lainnya. Objek hak atas tanah adalah bidangbidang tanah di permukaan bumi di seluruh wilayah Indonesia, yang dapat dipunyai dengan suatu pemilikan hak atas tanah oleh orang atau badan hukum menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pendaftaran tanah secara legal bertujuan untuk menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan, yang memungkinkan bagi para pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikan haknya atas tanah yang dikuasainya, bagi para pihak yang berkepentingan seperti calon pembeli atau calon kreditor dapat memperoleh keterangan mengenai tanah yang menjadi objek perbuatan hukum. Legalisasi pendaftaran hak atas tanah, adalah dengan memberikan sertifikat kepada pemegang hak atas tanah yang dijamin oleh undang-undang sebagai bukti hak atas tanah yang sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Sedangkan buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu objek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. Dengan pendaftaran tanah dimaksudkan untuk memberi informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah, agar dengan mudah memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar. Keabsahan pendaftaran tanah dapat memberikan kepastian hukum (rechts cadaster) serta perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah atau hak-hak lain yang telah terdaftar sehingga pemegang hak bersangkutan dapat dengan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang sempurna. Untuk itu diberikan kepadanya sertifikat hak atas tanah sebagai tanda bukti hak. Sebagai informasi bagi pihak-pihak yang hendak melakukan hubungan hukum terhadap suatu bidang tanah dan atau bangunan di atasnya dan menciptakan tertib administrasi pertanahan.

16

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

Kendati pun demikian, pendaftaran tanah di dalam hukum tanah nasional kita adalah menganut sistem pendaftaran hak (titles registrations) dengan sistem publikasi yang bersifat negatif dengan mengandung unsurunsur positif, hal ini dibuktikan dengan ciri adanya akta tanah sebagai dasar pendaftaran dan sertifikat sebagai tanda bukti hak yang merupakan salinan atas buku tanah yang merupakan buku induk di dalamnya memuat data fisik dan data yuridis bidang tanah bersangkutan, bukan sistem pendaftaran akta (deeds registrations). Sebagai konsekuensi terhadap sistem yang dianut UUPA ini maka jaminan kekuatan hukum atas sertifikat sesuatu hak atas tanah yang diterbitkan adalah mempunyai kekuatan hukum yang kuat karena merupakan alat pembuktian yang kuat vide Pasal 19 jo Pasal 32 ayat (2) UUPA sepanjang dapat dibuktikan sebaliknya.

ASPEK DAN IMPLIKASI HUKUM DALAM PENDAFTARAN HAK-HAK ATAS TANAH Sertifikat hak atas tanah adalah suatu produk pejabat Tata Usaha Negara (TUN), sehingga atasnya berlaku ketentuan-ketentuan Hukum Administrasi Negara. Atas perbuatan hukum dalam pembuatan sertifikat yang dilakukan oleh seseorang pejabat TUN dapat saja merupakan perbuatan yang terlingkup sebagai perbuatan yang melawan hukum. Kesalahan (schuld) dari pejabat TUN bisa terjadi karena kelalaian (culpa) maupun karena kesengajaan (dolus). Atas perbuatan karena kelalaian (culpa) atau kesengajaan (dolus) akan menghasilkan produk hukum sertifikat yang salah, baik kesalahan atas subjek hukum dalam sertifikat maupun kesalahan atas objek hukum dalam sertifikat tersebut, kesalahan mana telah ditengarai dapat terjadi dalam berbagai proses pendaftaran tanah. Kesalahan dalam pembuatan sertifikat bisa saja karena adanya unsur-unsur penipuan (bedrog), kesesatan (dwaling) dan atau paksaan (dwang) dalam pembuatan data fisik maupun data yuridis yang dibukukan dalam buku tanah. Dengan demikian sertifikat yang dihasilkan dapat berakibat batal demi hukum. Sedangkan bagi subjek yang melakukan hal tersebut dapat dikatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrecht matigedaad). Apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh alat-alat perlengkapan negara/BPN, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan

17

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

sebagai onrecht matige overheidsdaad atau penyalahgunaan kewenangan dari pejabat Tata Usaha Negara. Prof. Van der Pot menyebut empat syarat yang harus dipenuhi agar ketetapan dapat berlaku sebagai ketetapan sah, yaitu:

1. Ketetapan

harus membuatnya.

dibuat

oleh

alat

yang

berwenang

(bevoegd)

2. Karena ketetapan suatu pernyataan kehendak (wilsverklaring), maka


pembentukan kehendak itu tidak boleh memuat kekurangan yuridis (geen juridische gebreken in de wilsvorming).

3. Ketetapan harus diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan dalam peraturan


yang menjadi dasarnya dan pembuatnya harus juga memperhatikan cara (procedure) membuat ketetapan itu bilamana cara itu ditetapkan dengan tegas dalam peraturan dasar tersebut.

4. Isi dan tujuan ketetapan harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan
dasar.24 Apabila salah satu syarat tidak dipenuhi, maka ketetapan yang bersangkutan menjadi ketetapan yang tidak sah, misalnya: ketetapan yang dibuat oleh organ atau pejabat yang tak berwenang (on bevoegd), ketetapan itu dibuat karena adanya penipuan (bedrag), ketetapan itu tidak menurut prosedur berdasarkan hukum (rechtmatige) dan ketetapan itu tidak memenuhi tujuan peraturan dasarnya (doelmatige) atau telah terjadi penyalahgunaan wewenang (detounament de pauvoir). Berdasarkan paparan di atas, maka perbuatan hukum pemerintah/BPN dalam melakukan pendaftaran tanah dan menerbitkan sertifikat sebagai suatu perbuatan hukum, untuk menimbulkan keadaan hukum baru dan melahirkan hak-hak serta kewajiban-kewajiban hukum baru terhadap orang/subjek hukum tertentu, harus memenuhi syarat-syarat tersebut dan tidak boleh mengandung unsur kesalahan baik menyangkut aspek teknis pendaftaran tanah maupun aspek yuridisnya. Kesalahan dalam hal ini, menurut hukum administrasi negara berimplikasi bagi penerbitan sertifikat yang dapat berakibat batal atau dapat dibatalkan. Apabila kesalahan itu mengandung unsur culpa atau dolus, maka perbuatan tersebut mengandung indikasi kriminal dan terhadap pelakunya dapat dipidana. Oleh karena itu, perlu dirumuskan sanksi pidana dalam peraturan perundang-undangan pendaftaran tanah di Indonesia.
24 Utrecht, Pengantar Administrasi Negara Indonesia, (Jakarta: Balai Buku Ikhtiar, 1963), hal. 104 105.

18

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

Kesalahan data fisik maupun data yuridis dalam pendaftaran tanah disebabkan karena adanya kelalaian (culpa) atau kesengajaan (dolus) yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang melakukan pendaftaran maupun oleh pemohon. Sikap perilaku yang merugikan atau membahayakan termasuk situasi, kondisi yang meliputi perbuatan tersebut memaksa kita menarik kesimpulan bahwa sistem sanksi administrasi negara kurang bermanfaat untuk menghalangi atau mencegah dilakukannya tindakan kriminal atau perbuatan melawan hukum. Maka kesalahan ini tidak cukup hanya dijatuhkan dengan sanksi administrasi, tetapi patut diberikan sanksi pidana.

KRIMINALISASI DALAM PENDAFTARAN TANAH Berdasarkan Pasal 52 UUPA Nomor 5 Tahun 1960 yang telah mengamanatkan untuk penegakan hukum dan bidang pendaftaran tanah dapat dikenakan sanksi pidana atas perbuatan-perbuatan tertentu. Sebagai peraturan pelaksanaan dari ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, menggariskan kebijakan kriminalisasi yang dirumuskan dalam Pasal 42 sampai Pasal 44. Kebijakan kriminalisasi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 ini, dengan tegas ditentukan sanksi pidana terhadap pelanggaran mengenai batas-batas dari suatu bidang tanah dinyatakan dengan tanda-tanda batas menurut ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Agraria dan pelanggaran atas pembuatan akta tentang memindahkan hak atas tanah, memberikan suatu hak baru atas tanah, atau hak tanggungan tanpa ditunjuk oleh Menteri Agraria dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga (3) bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh ribu rupiah (Rp 10.000,00). Di samping itu juga dilarang kepala desa menguatkan perjanjian mengenai tanah yang sudah dibukukan jika:

a. permintaan itu tidak disertai dengan sertifikat tanah yang bersangkutan; b. tanah yang menjadi objek perjanjian ternyata masih dalam perselisihan; c. tidak disertai surat-surat tanda pembayaran biaya pendaftarannya.
Pelanggaran terhadap hal tersebut, dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga (3) bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh ribu rupiah (Rp 10.000,00). Kebijakan kriminalisasi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 ini, ternyata tidak lagi dijumpai dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, hal ini berarti kebijakan kriminalisasi dalam pendaftaran

19

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

tanah telah berubah menjadi dekriminalisasi atas perbuatan-perbuatan tertentu yang telah dirumuskan sebagai tindak pidana di bidang pendaftaran tanah, tetapi telah berubah menjadi pelanggaran yang bersifat administratif. Kendatipun Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tidak mengatur tentang sanksi pidana terhadap pelanggaran yang terjadi dalam pendaftaran tanah dan penerbitan sertifikat, tetapi tidak berarti kesalahan dalam pendaftaran tanah yang menyangkut adanya unsur-unsur kelalaian, kesengajaan, penipuan, dan paksaan dalam pembuatan data fisik dan data yuridis tidak bisa dijangkau oleh KUHP, tetapi terhadap mereka dapat dijatuhkan sanksi pidana. Hukum pidana adalah sarana atau alat yang dipergunakan oleh negara untuk menjaga keutuhan masyarakat hukum. Untuk itu, suatu kebijakan kriminal dalam arti luas dijalankan dan melalui perumusan kebijakan tersebut dipertimbangkan cara negara mendayagunakan norma-norma pelarangan serta sanksi-sanksi pidana. Di samping itu, harus ada latar belakang maksud dan tujuan atau aspek doelmatigheid, aspek keadilan juga harus diperhatikan. Aspek keadilan (rechtvaardigheid) sekarang ini lebih besar dibandingkan dengan aspek maksud-tujuan, misalnya dalam pembahasan asas-asas yang harus diperhatikan hakim dalam melakukan interpretasi dan penerapan undang-undang, pembahasan tentang asas nulla-poena/asas legalitas dan asas geen straf zonder schuld.25 Tindak pidana di bidang pertanahan yang pada saat ini merupakan kejahatan baru, harus segera disikapi dengan cermat karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Guna menjamin kepastian hukum di bidang penguasaan dan pemilikan hak atas tanah, faktor kepastian letak dan batas setiap sebidang tanah tidak dapat diabaikan. Cukup banyak sengketa tanah yang timbul sebagai akibat letak dan batas bidang-bidang tanah yang tidak benar. Karena itu masalah pengukuran dan pemetaan serta penyediaan peta berskala besar untuk keperluan menyelenggarakan pendaftaran tanah merupakan hal yang tidak boleh diabaikan dan merupakan bagian yang penting, yang perlu mendapat perhatian yang serius dan seksama bukan hanya dalam rangka pengumpulan data penguasaan/pemilikan tanah dan penyimpanan data tersebut. Fenomena ini, dalam masyarakat sering terjadi seperti pelanggaran dalam bidang pertanahan, misalnya penerbitan sertifikat menimbulkan sengketa
25

Jan Remmelink, op. cit., hal. 29.

20

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

tentang hak atas tanah yang tercantum dalam sertifikat dengan hak seseorang yang menyatakan mempunyai hak atas tanah tersebut. Begitu juga terjadi pelanggaran pemberian sertifikat hak milik atas tanah dan hak guna usaha (HGU) yang menimbulkan perselisihan antara pemegang sertifikat hak milik atas tanah di mana di atas hak milik mereka telah diberikan pula hak guna usaha (HGU). Dalam praktik, terdapat kasus pemberian hak pengelolaan yang di atasnya terdapat hak-hak terdahulu berupa hak guna bangunan (HGB), hak milik, dan hak-hak lain yang belum dibebaskan oleh pemohon hak pengelolaan dari pemegang hak-hak tersebut. Peristiwa ini dapat menimbulkan perkara pelanggaran hukum administrasi negara, hukum perdata, dan pelanggaran hukum pidana yang dapat menimbulkan kerugian baik berupa materil maupun moril.26 Di samping itu, sering terjadi di atas satu persil diterbitkan dua sertifikat yang berbeda, sehingga terjadi sengketa di antara pemegang sertifikat di atas satu persil yang sama. Secara faktual, peristiwa ini dapat merugikan masyarakat, apa lagi sertifikat tersebut telah dijaminkan sebagai hak tanggungan, jika ternyata sertifikat itu tidak sah/dibatalkan, maka kreditor akan dirugikan. Sengketa ini secara yuridis akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar bagi pemegang hak yang bersangkutan. Contoh lain perkara tanah eks HGU PTPN 2 yang telah berakhir masa berlakunya dan tidak diperpanjang lagi oleh pemerintah, tetapi oleh Direksi PTPN 2 tanah tersebut dialihkan kepada pihak lain. Perbuatan ini adalah merupakan perbuatan yang melawan hukum, karena Direksi PTPN 2 telah melanggar asas nemo plus yuris atau telah melakukan perbuatan yang melebihi haknya. PTPN 2 hanya berhak mengalihkan HGU sepanjang hak itu masih hidup. Jika HGU telah berakhir, maka tanah kembali kepada negara atau dikuasai oleh negara. Perbuatan mengalihkan/menjual tanah eks HGU tersebut, adalah termasuk domain hukum pidana dan para pelakunya dapat dijatuhkan sanksi pidana. Di samping itu ada indikasi perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh pemegang/pemohon hak dan para administrasi negara yang berwenang untuk menerbitkan sertifikat hak atas tanah tersebut. Atas dasar kenyataan
Lihat, Perkara Hak Guna Bangunan No. 26 dan 27 Gelora, atas nama PT. INDOBUILDCO dan Hak Pengelolaan No.1/Gelora, atas nama Sekretariat Negara CQ. Badan Pengelola Gelora Senayan, yang sekarang lagi dalam pemeriksaan Timtas Tipikor Kejaksaan Agung, Jakarta.
26

21

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

ini, perlu dilakukan penyidikan dengan menyangkut pelanggaran aspek hukum administrasi negara.

penelitian mendalam yang pidana, perdata, maupun

Paradigma hukum pidana modern memberikan arahan, bahwa ketentuan pidana ditujukan untuk mengatur dan mengendalikan tertib hukum dalam masyarakat, di samping menjamin ditegakkan rasa keadilan masyarakat atas perbuatan orang per orang atau sekelompok orang yang telah merusak atau melanggarnya. Suatu tindak pidana harus memenuhi unsur-unsur objektif, yaitu harus ada suatu perbuatan yang dirumuskan secara positif dalam KUHP (asas legalitas) yang telah dilakukan oleh seseorang. Di samping itu harus memenuhi unsur-unsur subjektif, yaitu orang yang melakukan perbuatan tersebut harus dapat bertanggung jawab dalam artian orang tersebut tidak sakit atau berubah akal/gila, tidak dalam keadaan terpaksa dan dalam keadaan darurat. Asas legalitas yang dianut dalam KUHP tidak lagi berlaku secara dogmatis tetapi dalam perkembangannya telah tereliminasi oleh asas ajaran melawan hukum materil (materiel wederrechtelijkheid) yang menyatakan bahwa suatu perbuatan sudah dapat dihukum apabila bertentangan dengan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Alasan-alasan untuk mengecualikan hukumannya harus dicari berdasarkan ketentuan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Asas ini telah menimbulkan paradigma baru dalam penerapan hukum pidana, dalam arti suatu kejahatan ataupun pelanggaran meskipun tidak diatur terlebih dahulu dalam undang-undang positif, masih dapat dilakukan penyidikan dan penuntutan berdasarkan hukum yang tidak tertulis. Perbuatan melawan hukum ditafsirkan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Hal ini berarti hukum diartikan tidak hanya undang-undang semata, tetapi meliputi kaedah-kaedah tidak tertulis dan asas-asas hukum. Perbuatan melawan hukum dapat ditafsirkan sinonim dengan onrecht matigedaad dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Sekalipun unsur penipuan, membuat keterangan palsu, memalsukan surat atau dokumen dan melakukan perusakan patok terhadap hak milik orang lain hanya menyentuh kepentingan perorangan, namun karena sekaligus menyentuh atau mengganggu hak kebendaan masyarakat dalam rangka pendaftaran tanah, maka perbuatan itu tetap digolongkan sebagai tindak pidana. Di lain pihak, beberapa tindakan dalam proses pendaftaran tanah yang merugikan kepentingan masyarakat umum, diselesaikan melalui hukum administrasi (selalu dianggap sebagai kesalahan prosedur). Karena itu, tidak mungkin untuk menunjuk suatu perbuatan dalam pendaftaran

22

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

tanah sebagai tindak kriminal, tanpa sekaligus menunjuk pada relevansinya dalam konteks hukum perdata atau hukum administrasi negara. Suatu perbuatan yang bertentangan dengan asas-asas hukum (onrecht matigedaad) adalah meliputi membuat sesuatu atau tidak membuat sesuatu (melalaikan sesuatu) yang:

a. melanggar hak orang lain; b. bertentangan dengan kewajiban


melakukan perbuatan itu;

hukum

(rechtsplicht)

dari

yang

c. bertentangan

dengan kesusilaan maupun asas-asas pergaulan kemasyarakatan mengenai penghormatan diri orang lain atau barang lain.27

Dalam penerapan hukum pidana, menurut pendapat ahli hukum mengatakan bahwa unsur-unsur melawan hukum adalah unsur suatu delik, maka unsur melawan hukum itu tetap dianggap ada secara diam-diam, meskipun unsur melawan hukum itu tidak dirumuskan secara tegas dalam rumusan suatu delik. Ajaran melawan hukum materil tersebut adalah sudah merupakan satu keharusan dalam penerapan hukum pidana modern. Ajaran ini telah melunakkan kekuatan dari Pasal 1 ayat (1) KUHP yang sudah tidak dapat kita pertahankan lagi secara konsekuen dalam era dewasa ini. Asas ini dapat ditafsirkan berlaku dalam hukum pertanahan, meskipun sanksi pidana tidak diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan pertanahan, tidak berarti pihak kepolisian tidak dapat melakukan penyidikan terhadap pelanggaran dan kejahatan dalam bidang hukum pertanahan. Sesuai dengan paparan di atas, kebijakan dekriminalisasi yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tidak menutup kemungkinan bagi penyidik Polri untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran dan kejahatan di bidang pertanahan. Penyidik Polri masih dapat mempergunakan Hukum Pidana Umum (KUHP) sebagai dasar penyidikannya. Kejahatan ataupun pelanggaran pidana dalam hukum pertanahan, dapat berupa kejahatan dan pelanggaran dalam pembuatan data fisik dan data yuridis, misalnya perusakan patok tanda batas tanah dan mengubahnya pada tempat yang lain, memberikan data palsu atau keterangan palsu yang
27

Utrecht, Hukum Pidana I, (Jakarta: Penerbitan Universitas Jakarta,1958), hal. 270.

23

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

berkaitan dengan keberadaan tanah dan dilakukan oleh beberapa orang yang terkait, seperti kepala desa, lurah, notaris/PPAT, camat dan para petugas administrasi negara di Kantor BPN serta orang yang memohon hak, maka mereka tersebut dapat dikenakan sanksi pidana. Terkait dengan pendapat di atas, di dalam KUHP dapat ditemukan ketentuan yang mampu secara minimalis menjaring pelaku tindak pidana di bidang pendaftaran tanah, yaitu antara lain dengan menggunakan Pasal 406 ayat (1) jo Pasal 407 ayat (1) KUHP, pelanggaran terhadap Pasal 265 KUHP tentang Pemalsuan Surat dan Pasal 55 KUHP tentang Penyertaan (delneming) jo Pasal 385 KUHP tentang Perbuatan Curang (bedrog). Dengan ketentuan pidana ini, maka kebijakan kriminalisasi dalam peraturan perundang-undangan bidang pertanahan telah terakomodasi. Tetapi dalam proses penyidikan dan penegakan hukumnya masih terdapat kesulitan teknis, sehingga sulit untuk dilaksanakan karena harus pula dapat dibuktikan bahwa perbuatan itu dilakukan dengan memenuhi unsur kesalahan (schuld). Tanpa adanya kesalahan, seseorang tidak dapat dipidana (geen straf zonder schuld) asas ini mengandung arti, bahwa seseorang yang melakukan peristiwa pidana yang dapat dibuktikan tanpa ada unsur kesalahan dalam dirinya, maka ia dapat dibebaskan dalam segala dakwaan. Dalam praktik pertanggungjawaban pidana, senantiasa sangat dikaitkan dengan perbuatan sengaja (dolus) dan kelalaian (culpa). Pembuktian adanya unsur kesengajaan sangat diperlukan misalnya tentang data-data fisik maupun data yuridis dalam pendaftaran tanah, dicurigai adanya kesalahan terhadap penentuan tugu/batas patok yang memenuhi syarat teknis sesuai dengan peraturan perundang-undangan, karena di banyak daerah tugu batas/patok adalah apa yang selama ini diyakini masyarakat secara alamiah baik itu berupa pohon, batas tegalan sungai, dan sebagainya. Maka dalam hal ini, penyidik Polri harus proaktif melakukan penelitian/ investigasi tentang batas-batas tanah yang sebenarnya sesuai dengan kenyataan di lapangan. Dalam banyak kasus, data fisik ternyata tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan. Hal ini patut diduga, apakah ada kelalaian dan kesengajaan dari aparat membuat tugu batas/patok dalam buku tanah yang bersangkutan. Di samping itu perlu diteliti, apakah ada perbuatan memindahkan batas/patok yang asli dan menggantikannya dengan patok lain yang tidak sesuai dengan ukuran

24

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

semula. Perbuatan itu dapat dikualifikasi sebagai perbuatan perusakan barang yang diancam dengan Pasal 406 dan Pasal 407 ayat (1) KUHP. Kejahatan ini merupakan perbuatan sengaja melakukan perusakan atau pemindahan patok batas yang bersangkutan oleh pemohon hak ataupun oleh petugas BPN. Dalam hal ini, patut diduga adanya indikasi kolusi. Di samping itu, peran kepala desa ataupun lurah sangat menentukan dalam hal pembuatan surat keterangan tidak adanya silang sengketa, yang kemudian dikuatkan dengan Surat Keterangan Camat setempat terhadap tanah yang bersangkutan. Tidak mustahil hal ini dapat terjadi karena adanya kepentingan berbagai pihak yang terkait dengan pendaftaran tanah dan penerbitan sertifikat atas tanah. Perbuatan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana memberikan keterangan palsu/pemalsuan dokumen, yang dilakukan dengan penyertaan/turut serta (deelnemiing), perbuatan mana diancam dengan Pasal 263, 264 jo Pasal 55 KUHP. Penyidik Polri perlu menentukan apakah perbuatan penyertaan/turut serta (deelneming), apakah termasuk turut serta yang berdiri sendiri (zelf standing deelnemers) atau termasuk turut serta yang assesoir (accessoire deelnemers). Penentuan ini adalah untuk menentukan pertanggungjawaban pelaku, apakah pelaku itu masing-masing berdiri sendiri, dengan kualitas perbuatan yang berbeda dan hukuman yang berbeda bagi masing-masing pelaku. Atau apakah perbuatan itu dilakukan antara pelaku dengan pelaku lainnya, saling berhubungan satu sama lain dalam arti perbuatan yang satu dianggap ada jika adanya perbuatan dari pelaku yang lain, sehingga pertanggungjawaban pelaku dinilai sama dan dijatuhi hukuman yang sama. Para petugas BPN sebagai instansi yang berwenang, dalam hal penerbitan sertifikat hak-hak atas tanah, perlu terlebih dahulu memeriksa rekaman data fisik dan data yuridis dalam buku tanah, supaya penerbitan sertifikat tidak tumpang tindih atau terdapat 2 (dua) sertifikat atau lebih di atas 1 (satu) bidang tanah. Kemungkinan juga bisa terjadi di atas tanah dengan sertifikat hak milik dikeluarkan pula hak guna usaha (HGU). Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan mengadukan masalahnya ke pihak kepolisian, maka pihak Polri harus melakukan investigasi tentang proses, prosedur dan jika perlu atas kewenangannya dapat melihat buku tanah yang bersangkutan, berdasarkan Pasal 131 dan Pasal 132 KUHAP. Dalam rangka penyidikan kasus tersebut, pihak Polri dapat mempergunakan Hukum Pidana Umum, bahkan tidak menutup kemungkinan menggunakan

25

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, apabila rangkaian perbuatan yang dilakukan oleh para pejabat terkait atau masyarakat, yang bertujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain dan merugikan keuangan negara. Pembuktian yang menyangkut peristiwa pidana tersebut dapat dilakukan sesuai dengan Pasal 164 HIR/Pasal 184 KUHAP yang dimulai dari bukti tulisan, kesaksian, persangkaan, pengakuan, dan sumpah yang dapat diambil dari dokumen para saksi maupun tersangka dalam kasus tersebut. Di antara bukti tersebut, yang paling dominan diperhatikan adalah bukti tertulis baik dalam akta autentik maupun dalam bukti tulisan lainnya.

PENUTUP Sesuai dengan paparan di atas, maka kebijakan kriminalisasi dalam peraturan perundang-undangan pendaftaran hak atas tanah di Indonesia perlu dirumuskan. Kasus tindak pidana dalam hukum pertanahan, secara materil adalah sesuai dengan ajaran hukum pidana yang menganut asas melawan hukum materil, dalam arti bahwa perbuatan pidana tidak hanya merupakan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang tertulis saja, tetapi termasuk juga perbuatan yang bertentangan dengan hukum tidak tertulis. Alasan pengecualian hukuman dari perbuatan tersebut, harus dicari juga berdasarkan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Dengan berlakunya ajaran melawan hukum materil, maka ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUHP telah berlaku negatif, yaitu asas legalitas yang menentukan bahwa seseorang tidak dapat dihukum kecuali undang-undang mengaturnya terlebih dahulu, ketentuan ini telah tereliminasi dengan berlakunya asas melawan hukum materil. Sifat melawan hukum dari satu perbuatan, dianggap ada secara diam-diam meskipun tidak dengan tegas dirumuskan dalam delik pidana. Untuk membuktikan adanya sikap melawan hukum, dapat dipakai asas perbuatan melawan hukum onrecht matigedaad yang berlaku dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yaitu perbuatan melawan hukum dapat ditafsirkan sebagai membuat sesuatu atau melalaikan sesuatu yang (a) melanggar hak orang lain, (b) bertentangan dengan kewajiban hukum (rechtsplicht) dari yang melakukan perbuatan itu, (c) bertentangan dengan baik kesusilaan maupun asas-asas pergaulan kemasyarakatan mengenai penghormatan diri orang lain atau barang orang lain. Meskipun kebijakan kriminalisasi tidak ada dalam perundang-undangan pertanahan, khususnya dalam pendaftaran tanah, namun terhadap

26

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

kejahatan dan pelanggaran dalam pendaftaran dan penerbitan sertifikat tanah, pihak Polri dapat melakukan penyidikan dengan KUHP atau pidana umum.

UCAPAN TERIMA KASIH Bapak Rektor, Bapak Dekan, Anggota Senat Akademik, Anggota Dewan Guru Besar Universitas Sumatera Utara, serta hadirin yang saya hormati. Sebelum mengakhiri pidato pengukuhan ini, tak henti-hentinya saya mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat, karunia, dan hidayah-Nya saya mendapat kesempatan dan kepercayaan untuk dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Agraria, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara. Semoga Allah SWT selalu memberikan petunjuk-Nya dalam melangkah jalan kehidupan. Selawat beriring salam disampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Sebagai penghargaan yang tertinggi, rasanya tidak berlebihan jika terlebih dahulu saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ayahanda alm. H. Kaloruddin dan Ibunda tercinta almh. Hj. Siti Dermawan. Berkat doa dan didikan mereka dari buaian sampai saya dapat menamatkan pendidikan dimulai dari sekolah dasar sampai jenjang S3 dan hari ini saya dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Agraria. Ada kesedihan yang tak terkatakan karena ketidakhadiran mereka bersama kita pada hari yang berbahagia ini, karena mereka telah lebih dulu mengukuhkan dirinya di hadapan Allah SWT. Tetapi saya dapat merasakan dari lubuk hati yang paling dalam seolah-olah mereka hadir bersama kita dan turut bergembira, karena apa yang dicitakan mereka sebagai orang tua kiranya sebahagian telah tercapai pada hari ini. Semoga Allah SWT mengampunkan dosa-dosa kedua orang tua saya dan menempatkan mereka di tempat yang terbaik di sisi-Nya, Amin. Saya sangat menghormati dan bangga terhadap almarhum ayahanda tercinta, meskipun beliau hanya berpendidikan sampai sekolah dasar, tetapi beliau telah berhasil mendidik dan membimbing kami dan menumbuhkan motivasi agar seluruh anak-anaknya belajar sampai ke perguruan tinggi. Masih segar dalam ingatan saya, beliau selalu mengatakan; Sekolahlah kamu agar tidak seperti saya dan kamu harus berhasil seperti kakak-kakakmu, supaya di hari depan kamu tidak bergantung kepada saudara-saudaramu. Kata-kata ini membuat saya takut dan memikirkan makna dari ungkapan beliau, ketakutan

27

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

ini memotivasi saya untuk belajar sesuai dengan yang dicita-citakan beliau. Selanjutnya ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada mertua saya Bapak alm. H. Auzar Hamzah dan Ibu Hj. Syarifah Lubis yang juga telah banyak berjasa dalam memberi bimbingan pada kami sekeluarga agar hidup rukun dalam rumah tangga. Kepada mereka saya panjatkan doa agar Allah SWT membalas semua amal baik mereka. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus saya sampaikan kepada Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara maupun secara pribadi yang telah banyak berjasa dalam perjalanan studi maupun karier saya di Universitas Sumatera Utara dan mendorong saya untuk mengikuti perkuliahan S3 sampai ke jenjang Guru Besar yang acara pengukuhannya diselenggarakan pada hari ini. Semoga Allah SWT tetap memberikan petunjuk dan kemudahan kepada Bapak dalam memimpin keluarga dan Universitas Sumatera Utara yang kita cintai. Ucapan terima kasih juga saya tujukan kepada Bapak/Ibu Anggota Senat Akademik, Dewan Guru Besar Universitas Sumatera Utara, Tim Penilai Kenaikan Pangkat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan persetujuan dan kepercayaannya untuk mengusulkan saya sebagai Guru Besar. Kepada Prof. Erman Rajagukguk, S.H., LLM., Ph.D. yang mempunyai peranan sentral menjadikan saya sebagai doktor ilmu hukum dengan cara beliau mendidik tegas, lugas, dan dengan penuh komitmen terhadap waktu tanpa kompromi, sehingga memaksa saya untuk berperilaku dalam belajar sesuai dengan caranya. Tanpa kedisiplinan seperti yang digariskan beliau rasanya tidak mungkin saya dapat menyelesaikan studi dan menjadi Guru Besar seperti sekarang ini. Ucapan terima kasih yang tulus saya haturkan kepada beliau, semoga beliau tetap dilimpahkan rahmat dan kesehatan oleh Allah SWT serta tetap bersedia membimbing dan menjadi teman diskusi saya dalam meniti karier di masa depan. Selanjutnya ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada para mantan dekan pada periode ketika saya mahasiswa sampai saya menjadi staf pengajar Fakultas Hukum USU yaitu Prof. Dr. Bachtiar Agus Salim, S.H., Amru Daulay, S.H., Prof. M. Abduh, S.H., Prof. Sanwani Nasution, S.H., O.K Chairuddin, S.H., Prof. Rehngena Purba, S.H., M.S. dan Hasnil Basri Siregar, S.H. Kepada Bapak Dekan Fakultas Hukum USU, Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum. dan para Pembantu Dekan, rekan-rekan staf pengajar beserta seluruh pegawai di lingkungan Fakultas Hukum USU yang telah banyak membantu selama ini.

28

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

Tak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada alm. Prof. Mr. T. Dzulkarnain yang mendidik saya untuk mendalami hukum pidana, alm. Prof. Mr. Mahadi yang mengajarkan kepada saya filsafat hukum, alm. Prof. Mr. Ani Abbas Manopo yang mendidik saya untuk mendalami hukum perburuhan, alm. Prof. Dr. A.P. Parlindungan, S.H. yang mendidik saya dalam mendalami hukum agraria, alm. Prof. Dr. Bachtiar Agus Salim, yang telah mendidik saya untuk mendalami hukum pidana, Prof. M. Solly Lubis, S.H. yang mengajarkan saya hukum tata negara, Ibu Prof. Dr. Mariam Darus, S.H. Mereka telah berjasa dalam pengembangan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, nama besar mereka telah menempatkan Fakultas Hukum USU sejajar dengan fakultas hukum ternama di seluruh Indonesia. Prestasi mereka patut dihormati dan dibanggakan. Begitu juga saya ucapkan terima kasih kepada alm. Hatunggal Siregar, S.H., alm. Prof. Dr. Mustafa Siregar, S.H., alm, Prof. Dr. Arifin Siregar, S.H. yang juga tidak bisa dilupakan jasa mereka. Semoga amanah dan kepercayaan yang diberikan kepada saya dapat saya emban dan memberikannya kembali kepada anak didik dengan harapan suatu saat mereka akan memperoleh kepercayaan sebagai Guru Besar pula. Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada Prof. T. Syamsul Bahri, S.H., Ibu Prof. Warsani, S.H., Prof M. Daud, S.H., Prof. Syamsul Arifin, S.H., M.H., Prof. Sulaiman Hamid, S.H., Prof. Dr. Ediwarman, S.H., M.Hum., Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S., Prof. Dr. Bismar Siregar, S.H., M.H., Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., dan rekan-rekan saya yang sama-sama dikukuhkan pada hari ini, Prof. Dr. Ningrum Natasha Sirait, S.H., MLI, Prof. Dr. Muh. Yamin S.H., M.S., dan Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S., di mana mereka telah banyak memberikan ilmu dan mendorong saya dalam menapak jenjang akademis sampai dipercayakan sebagai Guru Besar Tetap di Fakultas Hukum USU. Khusus kepada Bapak Prof. Chainur Arrasyid, S.H. sebagai Guru Besar Hukum Pidana saya ucapkan terima kasih karena beliau yang pertama sekali membawa saya untuk mengabdi sebagai dosen di Fakultas Hukum USU, dimulai menjadi asisten beliau dalam mata kuliah pengantar ilmu hukum umum, pengantar ilmu hukum Indonesia, dan membawa saya mengabdi di departemen hukum pidana sejak tahun 1980 sampai sekarang dalam mata kuliah hukum pidana lanjutan, kapita selekta hukum pidana, hukum acara pidana, dan psikologi kriminil. Bimbingan dan arahan beliau yang tanpa pamrih selama ini telah menjadikan saya seperti sekarang ini. Tidak dapat saya pungkiri bahwa karena beliaulah saya menjadi Dosen

29

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

Fakultas Hukum dan karena itu pulalah saya sekarang ini menjadi Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam perjalanan karier saya di samping Prof. Chainur Arrasyid, S.H., tak lupa saya mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada Bapak Prof. M. Abduh, S.H. sebagai Guru Besar Hukum Administrasi Negara dan mantan Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara, beliau sebagai guru dan teman diskusi yang banyak memberikan pandangan dan arahan bahwa keberadaan hukum pidana bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi hukum pidana banyak menyentuh bidang hukum administrasi negara dan dipergunakan sebagai ultimum remedium dalam upaya penegakan hukum untuk menjamin keadilan dalam masyarakat. Pemikiran ini membawa saya tertarik untuk mendalami hukum agraria. Karena dalam praktik penerapan hukum agraria banyak membawa konflik yang mengarah kepada perbuatan kriminal. Oleh sebab itu pula dalam pendidikan S2 dan S3 saya berkonsentrasi dalam bidang ilmu hukum agraria dan akhirnya saya bergabung ke dalam Departemen Hukum Administrasi Negara, hingga pada hari ini saya dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Agraria di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Terima kasih juga saya ucapkan kepada rekan saya Dr. Pendastaren Tarigan, S.H., M.S., selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara dan Abul Khair, S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Pidana dan seluruh rekan-rekan yang tergabung dalam dua departemen tersebut yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu. Meskipun saat ini saya dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Hukum Agraria, namun di dalam dua departemen inilah saya dibesarkan dan mengabdikan ilmu serta mencurahkan ilmu saya kepada anak didik dan saya berharap karier saya ke depan tetap bernuansa dalam dua departemen ini. Berkat doa dan rahmat serta rida Allah SWT saya sangat beruntung, sebagai anak kesepuluh dari empat belas orang bersaudara kandung, di hari yang bahagia ini saya dikukuhkan sebagai Guru Besar. Beruntung pulalah saya memiliki kakanda, Drs. H. Djamaluddin Kalo, sarjana ekonomi dari IKIP, Malang. Sebagai kakak tertua telah memotivasi kami untuk mengikuti jejak beliau untuk menjadi sarjana, langkah tersebut kemudian disusul oleh kakak saya Drs, H. Zakiruddin Kalo (alm.), sarjana ekonomi dari Universitas Sumatera Utara, kakanda Ir. H. Husni Thamrin Kalo, M.S. dari Institut Pertanian Bogor, kakanda H. Syahril Kalo (alm.) ahli pembukuan, pendidikan Bon A Bon B, kemudian disusul oleh adik saya Drs. Eziddin Kalo, sarjana sosial politik dari Universitas Gadjah Mada, dan satu orang saudara perempuan saya Hj. Kartini Kalo mencapai gelar sarjana muda bahasa Inggris dari IKIP Medan

30

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

serta dua orang lagi, Hj. Fatimah Kalo dan Zaharnis Kalo tamatan sekolah guru (SGA) dan selebihnya Hj. Hapsah Kalo (almh.), Hj. Aminar Kalo, Zulfah Kalo (almh.) dan Chairuddin Kalo hanya mencapai tamatan SMA. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya khusus saya sampaikan kepada kakanda Ir. H. Amirrullah (alm.) dan kakanda Hj. Azizah Kalo yang telah membesarkan dan menyekolahkan saya dari SD sampai ke jenjang pendidikan S1, semoga jasa dan budi baik mereka diberkati dan dibalas oleh Allah SWT, Amin. Kepada istri tercinta, Hj. Nurlela saya mengucapkan terima kasih atas kesabaran dan pengabdian serta tidak henti-hentinya memberikan saya semangat dalam menyelesaikan pendidikan S3 sampai dikukuhkan menjadi Guru Besar hari ini, demikian juga kepada putra putriku, Eko Yudhistira S.H., Gita Amalia S.S., dan Muhammad Din Al Fajar, papa sangat berterima kasih atas pengertian dengan keterbatasan waktu yang papa miliki bersama kalian dikarenakan dengan padatnya kegiatan mengajar, menulis, dan melakukan penelitian. Semoga kelak kalian bertiga dapat menjadi anakanak yang saleh, taat pada agama, dan berguna bagi nusa, bangsa, dan negara. Selanjutnya ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Dr. H. Idham, S.H., M.Kn., Dr. Triono Eddy, S.H., M.Hum., Dr. Djanuari Siregar, S.H., M. Hum., Dr. Djafar Albram, S.H., S.E., M.M., M.Hum., Dr. Dayat Limbong, S.H., M.Hum., Dr. S. Mantayborbir, S.H., M.Hum. Kepada sahabat saya Alexander Ketaren S.H., teman sepermainan dan tempat berbagi rasa suka dan duka dari sejak mahasiswa sampai sekarang dan kendati pun beliau tidak bergerak di bidang akademisi tetapi beliau telah sukses sebagai pengusaha, atas persahabatan selama ini dan di masa yang akan datang serta atas bantuan moral maupun material, motivasi serta dorongannya, sehingga saya dapat menjalani karier saya sampai seperti sekarang ini. Ucapan terima kasih tak lupa saya sampaikan kepada semua guru-guru saya pada pendidikan formal maupun non-formal, mulai dari sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi. Semoga amal ibadah yang beliau-beliau lakukan diterima Allah SWT, Amin. Akhirnya buat semua rekan, sahabat, teman yang telah membantu saya yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu, serta seluruh panitia dalam acara ini, saya ucapkan terima kasih. Buat seluruh adik-adik

31

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

mahasiswa, pacu terus semangatmu dalam menimba ilmu. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, Amin.

Hadirin yang terhormat, Demikianlah orasi ilmiah ini, semoga bermanfaat. Akhirul kata tak lupa saya sampaikan terima kasih atas kehadiran para hadirin semua dan mohon maaf jika terdapat kesalahan dan tutur kata yang tidak pada tempatnya. Yang saya capai hari ini bukanlah menjadi akhir, namun merupakan permulaan bagi saya dalam membuktikan pada hadirin dan masyarakat luas bahwa saya mampu mengemban jabatan mulia ini dengan terus mengajar, meneliti, dan menghasilkan karya ilmiah yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Semoga diridai Allah SWT, Amin ya Rabbal Alamin. Wabillahi taufik walhidayah. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

32

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

DAFTAR PUSTAKA Buku Arief, Barda Nawawi, Masalah Penegakan Hukum & Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001. Butt, Peter, Land Law, Sydney: Book Company Limited Sydney t/as LBC Information Services, 1996. Chappelle, Diane, Land Law, London: Pitman Publishing, 1997. Gray and Syme, Real Property and Real People, London: Butterworth, 1981. Haar, Ter, Azas-Azas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta: Prajnya Paramita, 1985. Kelsen, Hans, Pure Theory of Law, Berkeley: University of California Press, 1978. Kitay, Michael G., Land Acquisition in Developing Countries, Policies and Procedures of the Public Sector, A Linclon Institute of Land Policy Book, 1983. Parlindungan, A.P., Pendaftaran Tanah di Indonesia (Berdasarkan PP 24 Tahun 1997 dilengkapi dengan Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah PP 37 Tahun 1998), Bandung: Mandar Maju, 1999. Remmelink, Jan, Hukum Pidana, Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003. Utrecht, Hukum Pidana I, Jakarta: Penerbitan Universitas Jakarta, 1958. ___, Pengantar Administrasi Negara Indonesia, Jakarta: Balai Buku Ikhtiar, 1963. Wignjodipoero, Soerojo, Pengantar dan Azas-Azas Hukum Adat, Jakarta: Gunung Agung, 1984.

33

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

Peraturan dan Undang-Undang Republik Indonesia, Undang-undang Dasar 1945. Republik Indonesia, Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1982 tentang Hukum Acara Pidana. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Agraria Nomor 6 Tahun 1965 tentang Pedoman Pokok Penyelenggaraan Tanah.

34

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

DAFTAR RIWAYAT HIDUP A. DATA PRIBADI Nama Tempat/Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama Kebangsaan Status Perkawinan Perkerjaan/Jabatan Alamat Nama Nama Nama Nama Ayah Ibu Isteri Anak : : : : : : : : : : : : Prof. Dr. H. Syafruddin Kalo, S.H., M.Hum. Binjai, Sumatera Utara/6 Februari 1951 Laki-laki Islam Indonesia Kawin PNS/Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan Kompleks Setia Budi Indah Blok B No. 39 Medan H. Kaloruddin (alm.) Hj. Siti Dermawan (almh.) Hj. Nurlela 1. Eko Yudhistira, S.H. 2. Gita Amalia, S.S. 3. Muhammad Din Al Fajar (mahasiswa)

B.

PENDIDIKAN FORMAL 1. 2. 3. 4. SD Negeri 21 Medan, 1963 SMP Negeri 3 Binjai, 1966 SMA Negeri 1 Kabanjahe, 1969 Fakultas Hukum Univeritas Sumatera Utara, Medan, 1978 dengan judul skripsi: Wanprestasi Serta Akibatnya dalam Pelaksanaan Perjanjian Menurut Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Magister Hukum : Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 1999 dengan judul tesis: Pelaksanaan Ganti Rugi dalam Pelepasan Hak Atas Tanah: Studi Kasus Jalan Lingkar Selatan, Medan Program Doktor (S3) : Program S3 Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2003 dengan judul disertasi: Masyarakat dan Perkebunan: Studi Mengenai Sengketa Pertanahan Antara Masyarakat Versus PTPN-II dan PTPN-III di Sumatera Utara Sekolah Dasar SLTP SLTA Sarjana Hukum : : : :

5.

6.

35

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

C.

RIWAYAT PEKERJAAN PADA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Tahun 1980 sampai sekarang sebagai dosen pada Fakultas Hukum USU dalam mata kuliah yaitu: a. Pengantar Ilmu Hukum Umum b. Pengantar Ilmu Hukum Indonesia c. Hukum Pidana II d. Capita Selekta Hukum Pidana e. Psikologi Kriminil f. Hukum Perburuhan g. Hukum Agraria Khusus h. Hukum Acara Pidana i. Pendidikan Klinis Hukum Tahun 2003 sampai sekarang sebagai dosen pada Program Pascasarjana USU: a. Dalam Bidang Ilmu Hukum, mata kuliah: 1) Penemuan Hukum 2) Kebijakan Politik Hukum Pidana b. Dalam Program Kenotariatan (MKN), mata kuliah: 1) Metode Penelitian Hukum 2) Penemuan Hukum

2.

D.

RIWAYAT PEKERJAAN PADA UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA 1. 2. Tahun 1978 1998 mengajar mata kuliah Psikologi Kriminil Tahun 1990 2000 mengajar mata kuliah: a. Hukum Perdata b. Hukum Dagang Tahun 2000 sampai sekarang mengajar mata kuliah Etika Profesi Hukum

3.

E.

RIWAYAT PEKERJAAN PADA UNIVERSITAS DHARMA AGUNG, MEDAN 1. Fakultas Hukum: a. Tahun 1980 1985 mengajar mata kuliah Antropologi b. Tahun 1990 2000 mengajar mata kuliah Azas-Azas Hukum Perdata Dalam Program Pascasarjana Tahun 2003 mengajar mata kuliah Sejarah Hukum

2. 3.

36

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

F.

RIWAYAT PEKERJAAN PADA UNIVERSITAS HKBP NOMENSEN, MEDAN Tahun 1980 1985 mengajar mata kuliah Antropologi

G.

RIWAYAT MEDAN 1.

PEKERJAAN

PADA

UNIVERSITAS

MEDAN

AREA,

2.

Fakultas Hukum: Tahun 1983 1993 mengajar mata kuliah: a. Pengantar Ilmu Hukum Umum b. Pengantar Ilmu Hukum Indonesia c. Capita Selekta Hukum Perdata Internasional Dalam Program Pascasarjana: - Tahun 2004 mengajar mata kuliah Hukum Pertanahan

H.

RIWAYAT KEPANGKATAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun 1980 1981 1982 1984 1986 1990 1998 2006 : : : : : : : : Calon Pegawai Negeri Sipil, Golongan IIIa Pegawai Negeri Sipil, Golongan IIIa Penata Muda Tk. I, Golongan IIIb Penata, Golongan IIIc Penata Tk. I, Golongan IIId Pembina, Golongan IVa Pembina, Golongan IVb Pembina, Tk. I, Golongan IVb, Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Agraria

I.

KEGIATAN PENELITIAN 1. 2. Penelitan tentang Azas Monogami Menurut Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 di Kalangan Pegawai Negeri Sipil, tahun 1985. Penelitan tentang Persepsi Masyarakat terhadap Lingkungan Hidup di Pabrik Tahu/Tempe di Beranang Siang RW I Kodya Dati II Bogor, tahun 1995. Penelitan tentang Pengendalian Pencemaran Pabrik Kelapa Sawit dan Karet di Daerah Tk.I Sumatera Utara, tahun 1996 (sebagai anggota).

3.

37

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

4. 5.

Penelitan tentang Ganti Rugi dan Pelepasan Hak Atas Tanah Proyek Jalan Lingkar Selatan Kotamadya Medan, tahun 1996. Penelitan tentang Sengketa Pertanahan Antara Masyarakat Versus PTPN II dan PTPN III, tahun 2002.

J.

KEGIATAN SEMINAR/PENATARAN 1. Sebagai peserta dari Universitas Sumatera Utara dalam Dialog dengan Sekolah Pengajian Asasi Universiti Utara Malaysia di Sintok, Kedah, Malaysia, 28 September 1992. 2. Sebagai Delegasi Indonesia pada ASEAN Law Association di Manila Philipina, Desember 1992. 3. Peserta aktif Seminar Nasional Sehari Pengembangan Wawasan Kemitrasejajaran Jender dalam Keluarga, Masyarakat, dan Pembangunan di Medan, tahun 1996. 4. Pelatihan Perpu Kepailitan sebagai Usaha Menanggulangi Krisis Moneter, Medan, 4 Juni 1998. 5. Peserta aktif Seminar Sehari Peranan Jasa Perbankan dalam Pembangunan Nasional Menuju Masyarakat Millenium III di Fakultas Hukum USU Medan, tahun 1999. 6. Peserta aktif Seminar Nasional Pemberdayaan Aspirasi Daerah untuk Mewujudkan Otonomi dalam Era Reformasi di Medan, tahun 1999. 7. Peserta aktif Seminar Reformasi tentang Penegakan Hukum Menuju Persatuan Nasional di Medan, tahun 1999. 8. Peserta aktif Seminar Nasional Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah di Medan, tahun 1999. 9. Peserta aktif dalam penyelenggaraan Kursus Dasar-Dasar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL TIPE-A) Angkatan XVIII, yang diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, USU, Lembaga Penelitian Pusat Penelitian Lingkungan, pada tanggal 20 September 1999 s.d. 1 Oktober 1999 di Medan. 10. Peserta aktif pada Seminar Nasional Rancangan Peraturan Perundang-undangan tentang Keuangan Negara, Kerjasama Fakultan Hukum USU dengan Departemen Keuangan, Medan, 27 November 1999. 11. Peserta aktif Penataran Hukum Humaniter Internasional dan HAM Tingkat Lanjutan Bagi Para Dosen Perguruan Tinggi, diselenggarakan oleh Fakultas Hukum USU bekerjasama dengan International Committee of The Red Cross (ICRC), di USU, Medan, 1 2 Desember 1999.

38

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

12. Peserta aktif Sosialisasi Rancangan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Medan, tahun 2000. 13. Lokakarya Pengelolaan Perusahaan (Corporate Governance) Medan, 27 Juni 2000. 14. Peserta aktif Seminar Nasional Narkoba di Era Millenium ke-3, di Convention Hall Tiara Hotel, Medan, pada tanggal 9 Oktober 2000. 15. Lokakarya Rancangan Undang-Undang Yayasan Medan, 4 November 2000. 16. Sebagai peserta pada Sosialisasi Rancangan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Medan, 6 November 2000. 17. Peserta aktif pada Seminar Nasional Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) Peningkatan Hasil Karya HaKI sebagai Aset Perguruan Tinggi dan Dunia Usaha/Industri serta Upaya Perlindungan Hukum, 23 November 2000, Deli Room, Hotel Danau Toba Internasional, Medan. 18. Peserta aktif dalam Diskusi Sehari mengenai Rancangan UndangUndang Ombudsman Nasional, diselenggarakan oleh Komisi Ombudsman Nasional, Medan, 6 Desember 2000. 19. Lokakarya Rancangan Undang-Undang Pasar Modal Medan, 5 Mei 2001. 20. Lokakarya Mengenai Transparansi dan Pengelolaan Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) untuk Pengembangan BUMN Medan, 4 Mei 2001. 21. Sebagai peserta pada Seminar Sosialisasi Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan Medan, 22 Juni 2002. 22. Sebagai peserta pada Dialog Interaktif Beberapa Hambatan dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia, Balai Reasa Sayang Hotel Polonia, Medan, 7 Oktober 2003. 23. Sebagai peserta pada Rapat Kerja Terbatas tentang Sistem Pengelolaan TKI Secara Terpadu Melalui Pendekatan Manusia sebagai Modal (Human Capital) dalam Rangka Penanggulangan Masalah Ketenagakerjaan dan Pengangguran Medan, 22 24 Februari 2006.

39

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

K.

KEGIATAN SEBAGAI INSTRUKTUR 1.

PEMBICARA

(PENCERAMAH)/TENAGA

Sebagai Pembicara pada Seminar Sehari Undang-Undang Perbandingan Malaysia Indonesia yang membawakan makalah dengan judul: Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia, 8 Juni 2004. 2. Sebagai Saksi Ahli atas Permintaan Kapoldasu tentang Perkara Asuransi Dwiguna dengan Indeks Secara Kumpulan, 2 Juli 2004. 3. Sebagai Tenaga Pengajar Bimbingan Teknis Penyuluhan Hukum yang diselenggarakan oleh Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan HAM Sumatera Utara, dengan tema: Psikologi Massa yang membawakan makalah dengan judul: Pendekatan Psikologi Massa dalam Rangka Penyuluhan Hukum, 28 31 Juli 2004. 4. Sebagai Narasumber pada Pelatihan Penyidik Polri di Bidang Pertanahan yang membawakan makalah dengan judul: Legalisasi Alas Hak Atas Tanah yang Dimiliki oleh Masyarakat, Swasta, Instansi, 29 30 Juli 2004. 5. Sebagai Instruktur pada Pelatihan Pertanahan di Polda Sumut dengan judul makalah: Kriminalisasi dalam Kebijakan Pertanahan Mengenai Sertifikat Hak-Hak Atas Tanah Menurut UUPA Nomor 5 Tahun 1960 dan Legalisasi Alas Hak Atas Tanah yang Dimiliki oleh Masyarakat, Swasta, Instansi, 12 Agustus 2004. 6. Sebagai Pembicara pada Seminar Sehari Pengelolaan Sampah dan Limbah Domestik di Kabupaten Asahan yang membawakan makalah dengan judul: Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah, 26 Agustus 2004. 7. Sebagai Moderator pada Rakornis Penataan Kelembagaan dan Pengembangan Produk Hukum Daerah di Bidang Lingkungan Hidup Medan, 30 November 2004. 8. Sebagai Pembicara pada Pelatihan Diklat Fungsional Pengawasan Lingkungan Hidup dengan judul: Penegakan Hukum Lingkungan, 17 22 Desember 2004. 9. Sebagai Pembicara pada Sosialisasi Prosedur Penegakan hukum Lingkungan Hidup yang diselenggarakan oleh Bapedaldasu yang membawakan makalah dengan judul: Penegakan Hukum Pidana Lingkungan, pada tanggal 21 22 September 2005, di Hotel Danau Toba International, Medan. 10. Sebagai Moderator pada Rakornis Penataan Kelembagaan (Institusi) Lingkungan Hidup Daerah, yang diselenggarakan dari tanggal 28 s.d. 29 September 2005, di Hotel Dharma Deli, Medan.

40

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

11. Sebagai Pembicara pada Dialog/Eksaminasi Publik dengan tema Pemantauan Integritas Jaksa dan Eksaminasi Produk Penuntutan sebagai Upaya Peningkatan Kinerja Kejaksaan Republik Indonesia, yang membawakan makalah dengan judul: Analisis Kritis Atas Dakwaan dan Putusan Perkara No. 586/Pid.B/2005/PN. Mdn Terdakwa Suherman Gatot alias Asiong Go, 4 Oktober 2005. 12. Sebagai Pembicara pada Seminar Sehari Masalah Pertanahan dengan Tema: Revitalisasi Penggunaan Tanah dan Redevenisi Hak Hak Atas Tanah sebagai Solusi Permasalahan Tanah di Sumatera Utara, yang membawakan makalah dengan judul: Redefenisi Hak-Hak Atas Tanah sebagai Solusi Permasalahan Tanah di Sumatera Utara, pada tanggal 17 Oktober 2005, di Hotel Garuda Plaza, Medan. 13. Sebagai Pembicara pada Diskusi Terbuka Bedah Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Persetujuan Pemberian Kredit Bridging Loan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Kepada PT. Cipta Graha Nusantara yang membawakan makalah dengan judul: Analisa Hukum terhadap Surat Dakwaan Nomor. Reg. Perkara: PDS 08/JKT.SL/Ft.1/09/2005 atas nama terdakwa: 1. Edward Cornelis William Neloe, 2. I Wayan Pugeg, 3. M. Sholeh Taspiran S.E., M.M., Kamis, 24 November 2005, di Ruang Senat Fakultas Hukum USU, Medan. 14. Sebagai Pembicara pada Dialog Interaktif (Workshop) Penegakan Hukum Lingkungan yang membawakan makalah dengan judul: Penegakan Hukum Pidana Lingkungan, 8 Desember 2005. 15. Sebagai Pembicara pada Seminar tentang Kejahatan terhadap Mata Uang dan Upaya Penegakannya Hukumnya di Wilayah Sumatera Utara, yang membawakan makalah dengan judul: Kejahatan terhadap Mata Uang dan Upaya Penegakan Hukumnya dalam Perspektif Yuridis Normatif, Kerjasama Bank Indonesia dengan Fakultas Hukum USU, Ruang IMT-GT Lt.II Gd. BPA USU Medan, Sabtu, 14 Januari 2006. 16. Sebagai Pembicara pada Seminar Nasional Kejahatan terhadap Mata Uang dan Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah yang membawakan makalah dengan judul Kejahatan Mata Uang dalam Perspektif Yuridis Normatif Semarang, 1 2 Maret 2006. 17. Sebagai Pembicara pada Semiloka Kejahatan terhadap Mata Uang dan Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah, Semarang, 1 dan 2 Maret 2006.

41

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

18. Sebagai Moderator dalam acara Sosialisasi Penegakan Hukum Lingkungan dan Launching Pos Pengaduan Kasus Lingkungan/ LPJP2SLH Provinsi Sumatera Utara, yang diselenggarakan pada tanggal 8 Maret 2006 di Hotel Dharma Deli, Medan. 19. Sebagai Ketua Pelaksana pada Seminar Sinergi Membangun Rezim Anti Pencucian Uang yang Efektif di Indonesia, kerjasama PPATK dengan Perguruan Tinggi, Pemda/DPRD diselenggarakan di Universitas Sumatera Utara, Medan, 7 Juni 2006. 20. Sebagai Pembicara pada Rapat Kerja Terbatas Dewan Ketahanan Nasional, pada tanggal 9 Agustus 11 Agustus 2006, bertempat di Hotel Shaid, Jl. Sam Ratulangi No. 33 Makassar, dengan judul makalah: Penegakan Hukum yang Menjamin Kepastian Hukum dan Rasa Keadilan Masyarakat, Suatu Sumbangan Pemikiran.

L.

KARYA TULIS Buku: Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Buku: Kapita Selekta Hukum Pertanahan: Studi tentang Perkebunan di Sumatera Timur. 3. Perspektif Ilmu Hukum, 2002. 4. Perkembangan dan Pembangunan Hukum di Indonesia, 2002. 5. Di Bawah Cengkeraman Kapitalisme: Konflik Status Tanah Jaluran Antara Onderneming dan Rakyat Penunggu di Sumatera Timur Jaman Kolonial, 2004. 6. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, 2004. 7. Antara Cambuk dan Tembakau: Eksploitasi Agraria di Sumatera Utara Jaman Kolonial, 2004. 8. Pencetus Timbulnya Sengketa Pertanahan Antara Masyarakat Versus Perkebunan di Sumatera Timur dari Zaman Kolonial Sampai Reformasi, 2004. 9. Perbedaan Persepsi Mengenai Penguasaan Tanah dan Akibatnya terhadap Masyarakat Petani di Sumatera Timur pada Masa Kolonial yang Berlanjut pada Masa Kemerdekaan, Orde Baru, dan Reformasi, 2004. 10. Reformasi Peraturan dan Kebijakan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, 2004. 11. Teori dan Penemuan Hukum, 2004. 12. Legalisasi Alas Hak Atas Tanah yang Dimiliki Oleh Masyarakat, Swasta, Instansi, Jurnal Keadilan, Vol. 4. No. 3, Tahun 2005/2006. 1. 2.

42

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

13. Kriminalisasi dalam Kebijakan Pertanahan Mengenai Pemberian Sertifikat Hak-Hak Atas Tanah Menurut UUPA Nomor 5 Tahun 1960, Jurnal Keadilan, Vol. 4. No. 3, Tahun 2005/2006.

M.

PENULISAN ARTIKEL KORAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Binjai Layak Jadi Kota Pemukiman dan Pendidikan Harian Medan Bisnis, 28 Desember 2004. Masyarakat Perlu Belajar Demokrasi Secara Benar Harian Medan Bisnis, 10 Januari 2005. Masalah Tanah Harus Diselesaikan Secara Menyeluruh Harian Medan Bisnis, 28 Januari 2005. Binjai Perlu Memiliki Kawasan Industri Terpadu Harian Medan Bisnis, 7 Februari 2005. Pemerintah Perlu Reformasi UUPA Harian Medan Bisnis, 12 Februari 2005. Sengketa Tanah di Areal Perkebunan di Sumut Harian Medan Bisnis, 18 Februari 2005. Ganti Rugi dalam Pembebasan Hak Tanah Harian Medan Bisnis, 18 Maret 2005. Sengketa Tanah di Perkebunan Harian Analisa, 5 April 2005 Reformasi Peraturan dan Kebijakan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum Jurnal Hukum Bisnis Volume 24 No. 1-Tahun 2005.

N.

PENGABDIAN MASYARAKAT 1. Tahun 1980 1985: Sebagai Lawyer dan Kepala Sekretariat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) cabang Sumatera Utara. Tahun 1995 2000: Sebagai Ketua Lembaga Bantuan Hukum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) berdasarkan Surat Keputusan Pengurus Besar PGRI Nomor: 901/SK/PB/XVII//2004 tentang Pengangkatan Pengurus LPPH PGRI Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Sebagai Ketua Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Fakultas Hukum USU Medan. Tahun 2004: Sebagai Staf Ahli Lingkungan Hidup pada Bapedalda Sumatera Utara berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera Utara

2.

3. 4.

43

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

5.

6.

7.

8.

Nomor: 821.1851.K/2004 tentang Pengangkatan Tim Tenaga Ahli Lingkungan Hidup Bapedalda Provinsi Sumatera Utara. Tahun 2004: Sebagai Staf Ahli Bidang Hukum pada Bapedalda Sumatera Utara berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor: 593.05/1992 tentang Pembentukan Tim Independen Penelitian Masalah Tanah Eks HGU PTPN II Di Provinsi Sumatera Utara. Tahun 2004: Sebagai Ketua Tim Kerja Revisi Perda No. 1 Tahun 1990 tentang Penataan Kawasan Danau Toba berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor: 451/BPDL-SU/2004 tentang Pembentukan Tim Kerja Revisi Perda No. 1 Tahun 1990 tentang Penataan Kawasan Danau Toba. Tahun 2004: Sebagai Pengarah Tim Pemberdayaan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor: 449/BPDLSU/S/2004 tentang Tim Pemberdayaan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Utara. Tahun 2004: Sebagai Konsultan Penelitian dan Verifikasi Tanahtanah Eks HGU PTPN II berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor: 593.05/1092 tentang Pembentukan Tim Independen Penelitian Masalah Tanah Eks HGU PTPN II Di Provinsi Sumatera Utara.

44

Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak-Hak atas Tanah di Indonesia: Suatu Pemikiran

45

You might also like