You are on page 1of 14

TINDAKAN PREVENTIF DAN REPRESIF

PADA HUKUM PERIJINAN


TUGAS HUKUM PERIJINAN

NURUDIN YUSUF (030710186) A1


MOCH.SYAIFUL (039910645) A1
DOSEN PENGAJAR
BAPAK DEDY F

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2008
BAB I
PENDAHULUAN

Negara Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber


daya alam dan sumber daya manusia. Dalam perkembangan
menuju pemerintah yang dicita citakan preambule alenia ke
empat UUD 45 yaitu memajukankesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial
dibutuhkang perlindungan hukum untuk menciptakan suatu
masyarakat yang dicita citakan tersebut .Dalam
perkembangannya adakalanya terjadi suatu kendala kendala
yang menghalangi cita cita mulia itu semisal adanya tindakan
masyarakan atau badan hukum yang menggunakan sarana
hukum untuk melegitimasi segala tindakan yang bisa
melancarkan kegiatan usaha atau melakukan tindakan pribadi
lainnya(mendirikan bangunan) dan tindakan tindakan tersebut
tidak melalui prosedur atau substansi dalam perijinannya kurang
tepat.
pemerintah palaku kekuasaan eksekutif mempunyai
peranan penting dalam rangka menciptakan ketertiban dan
kesejahteraan masyarkat.banyak upaya yang dapat dilakukan
pemerintah untuk mencapai apa yang diamanatkan pembukaan
alenia keempat konstitusi kita.salah satunya adalah pengawasan
terhadap suatu peraturan yang ada dalam wewenang
eksekutif.pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah
adalah pengawasan secara preventif dan pengawasan secara
represif.
Perlindungan hukum secara preventif atau yang sering
disebut dengan pengawasan secara preventif digunakan
pemerintah untuk mencegah terjadinya sengketa dikemudian
hari. Pengawasan secra preventif ini berhubungan dengan
pengesahan (goedkeuring) suatu peraturan daerah provinsi dan
kabupaten atau keputusan pejabat daerah tertentu
Perlindungan hukum secara represif atau yang sering
disebut dengan pengawasan pemerintah secara represif
digunakan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul.Bentuk
Pengawasan ini dapat berbentuk penangguhan
berlakunya(schorsing) atau ini sering kali digunakan pemerintah
untuk membatalkan suatu peraturan daerah atau keputusan
daerah tertentu.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan permasalahan diatas maka rumusan masalah
yang kami angakat adalah bagaimana langkah pemerintah untuk
menciptakan suatu masyarakat madani melalui sarana
perlindungan hukum baik secara preventif atau represeif
1.3 Tujuan dan manfaat penulisan
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah :
Menciptakan perlindungan hukum bagi masyarakat melalui
hukum perijinan
Manfaat penulisan karya tulis ini adalah :
Bagi penulis adalah menambah pengetahuan dan pemahaman
tentang sarana perlindungan hukum bagi masyarakat melalui
hukum perijinan sehingga penulis kelak jika mendapat amanah
menjadi pejabat negara dapat menjalankan tugas sebagai aparat
negara dengan meminimalkan terjadinya sengketa terhadap
peraturan atau keputusan yang dikeluarkan
Bagi akademisi dapat menjadi referensi untuk menambah
pengetahuan sehingga proses peningkatan ilmu tentang
perijinan dapat dengan berjalan dengan mudah
Bagi masyarakat dapat menambah pengetahuan mereka tentang
hukum perijinan sehingga dapat meminimalkan terjadinya
sengketa.
Bagi pemerintah dapat digunakan sebagai tambahan referensi
bagaimana perlindungan hukum dalam ranah hukum perijinan
yang benar sehingga peraturan atau keputusan yang dikeluarkan
dapat diminimalisir terjadinya sengketa

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Upaya preventif yang dapat dilakukan Pemerintah
2.1.1 Upaya preventif terhadap peraturan dalam hukum Positif
Indonesia
a.dalam UU no.5 tahun 1974
sebelum Indonesia mengalami masa reformasi,sebenarnya sudah
mengenal adanya langkah preventif yang dapat dilakukan
pemerintah.semua rancangan peraturan daerah (raperda) harus
disampaikan terlebih dahulu kepada menteri dalam negeri untuk
menilai apakah raperda tersebut bertentangan dengan peraturan
yang lebih tinggi atau tidak dan juga apakah bertentangan
dengan ketertiban umum.
b.dalam UU no 22 tahun 1999
karena dalam pengaturan uu no.5 tahun 1974 mengandung
kepentingan sentralisasi pusat maka dalam uu no.22 tahun 1999
kewenangan preventif dihapuskan. Hal ini berkaitan dengan
upaya untuk menciptakan otonomi daerah yang bertanggung
jawab dan mengurangi campur tangan (intervensi) dari
pemerintah pusat.
c.pengaturan dalam UU no.32 tahun 2004
dalam UU no.32 tahun 2004 ini menghidupkan kembali upaya
preventif pemerintah,hal ini dikarenakan dalm Uu no.22 tahun
1999 terlalu berlebihan
untuk lebih memperjelas hal itu kita dapat melihat dalam pasal
145
(1) Perda disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 (tujuh)
hari setelah
ditetapkan.
(2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan
yang lebih
tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah.
(3) Keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada
ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam
puluh) hari
sejak diterimanya Perda sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(4) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), kepala daerah harus
memberhentikan
pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala
daerah
mencabut Perda dimaksud.
(5) Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima
keputusan
pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dengan alasan
yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan,
kepala

daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah


Agung.
(6) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dikabulkan
sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung
tersebut
menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak
mempunyai
kekuatan hukum.
(7) Apabila Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden
untuk
membatalkan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Perda
dimaksud dinyatakan berlaku.
Kita dapat melihat kewenangan preventif pemerintah
dalam ayat 2 diatas yang menyatakan perda yang bertentangan
dengan peraturan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh
pemerintah.

2.1.2 Upaya preventif terhadap keputusan dalam hukum positif


Indonesia
keputusan pejabat negara adakalanya menuai sengketa
setelah dikeluarkannya suatu keputusan. Akan tetapi melalui
upaya preventif hal tersebut dapat diminimalisir. Seperti contoh
dalam pendaftaran tanah,dalam pp no.24 tahun 1997 dikenal
adanya partisipasi masyarakat yang ingin mendaftarkan
tanahnya.
Dalam pasal 19 disebutkan
(1) Jika dalam penetapan batas bidang tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan
antara pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dengan
pemegang hak atas tanah yang berbatasan, pengukuran bidang
tanahnya diupayakan untuk sementara dilakukan berdasarkan
batas-batas yang menurut kenyataanya merupakan batas-batas
bidang-bidang tanah yang bersangkutan.
(2) Jika pada waktu yang telah ditentukan pemegang hak atas
tanah yang bersangkutan atau para pemegang hak atas tanah
yang berbatasan tidak hadir setelah dilakukan pemanggilan,
pengukuran bidang tanahnya, untuk sementara dilakukan sesuai
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketua Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara
sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam
pendaftaran tanah secara sporadik membuat berita acara
mengenai dilakukannya pengukuran sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk mengenai belum
diperolehnya kesepakatan batas atau ketidakhadiran pemegang
hak atas tanah yang bersangkutan.
(4) Dalam gambar ukur sebagai hasil pengukuran sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibubuhkan catatan atau
tanda yang menunjukkan bahwa batas-batas bidang tanah
tersebut baru merupakan batas-batas sementara.
(5) Dalam hal telah diperoleh kesepakatan melalui musyawarah
mengenai batas-batas yang dimaksudkan atau diperoleh
kepastiannya berdasarkan putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, diadakan penyesuaian
terhadap data yang ada pada peta pendaftaran yang
bersangkutan.
Dalam pasal tersebut jelas sekali tindakan prevetif pemerintah
untuk mengurangi adanay sengketa tanah dikemudian hari.
Seperti dalam ayat 5 mengenal adanya musyawarah mengenai
batas batas tanah dengan tetangga yang mendaftarkan tanah
tersebut
upaya selain keberatan juga terdapat upaya yang lain yaitu
dengan upaya kebertan atas suatu keputusa yang akan
dikeluarkan pejabat negara. Dalam contoh peraturan yang sama
yaitu dalam pp 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah,pasal
27 menyebutkan :
(1)Jika dalam jangka waktu pengumuman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) ada yang mengajukan
keberatan mengenai data fisik dan atau data yuridis yang
diumumkan, oleh Ketua Panitia Ajudikasi dalam
pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor
Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik
mengusahakan agar secepatnya keberatan yang diajukan
diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat.
(2)jika usaha penyelesaian secara musvawarah untuk
mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membawa
hasil, dibuatkan berita acara penyelesaian dan jika
penyelesaian yang dimaksudkan mengakibatkan
perubahan pada apa yang diumumkan menurut ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1),
perubahan tersebut diadakan pada peta bidang- bidang
tanah dan atau daftar isian yang bersangkutan.
(3)jika usaha penyelesaian secara musyawarah untuk
mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat
dilakukan atau tidak membawa hasil, Ketua Panitia
Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan
Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara
sporadis memberitahukan secara tertulis kepada pihak
yang mengajukan keberatan agar mengajukan gugatan
mengenai data fisik dan atau data yuridis yang
disengketakan ke Pengadilan.
Jelas sekali dalam pasal tersebut menyebutkan upaya preventif
melalui langkah keberatan.kita dapat melihat hal tersebut dalam
ayat 1 yang mengatakan upaya keberatan terhadap data fisik
dan data yuridis dapat dapat diajukan dan selanjutnya dapat
dilakukan musyawarah untuk mencapai mufakat.

2.2 Upaya represif dalam hukum Positif Indonesia


2.2.1 Upaya represif terhadap peraturan dalam hukum Positif
Indonesia
a. Dalam penyelenggaraan pemerintahan perlu adanya
aturan untuk mencapai apa yang rencanakan. Untuk itu
pemerintah,khususnya yang kami bahas disini adalah
pemerintah daerah berdasarkan UU no.32 tahun2004 perlu
membuat suatu peraturan gubernur atau rancangan peraturan
daerah tentang APBD. Tentunya mulai dari proses
perencanaan,pembahasan sampai pada pengesahan adakalanya
terjadi perbedaan tentang apa yang ingin dicapai daerah dengan
pandangan para pejabat yang lebih tinggi di pemerintah pusat
sebagai penguji raperda.perbedaan ini terjadi ketika proses
pembuatan perda yaitu pada saat perda tersebut harus
disampaikan kepada menteri untuk diuji apakah raperda tersebut
bertentangan dengan peraturan perundang undangan,
ketertiban umum atau tidak. Ketika pada tahap ini raperda
tentang APBD yang bertentangan dengan syarat tersebut dapat
dibatalkan oleh menteri dalam negeri dan selanjutnya
menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.

Untuk lebih memperjelas kita tentang tindakan represif


pemetintah dalam proses pembuatan perda,bisa kita lihat dalam
UU no.32 tahun 2004 pasal 185 ayat 5 yang berbunyi “
(1) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Gubernur dan
DPRD,
dan Gubernur tetap menetapkan rancangan Perda tentang APBD
dan
rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD
menjadi
Perda dan Peraturan Gubernur, Menteri Dalam Negeri
membatalkan
Perda dan Peraturan Gubernur dimaksud sekaligus menyatakan
berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.

selain contoh diatas ada perlu juga kita lihat UU yang sama
pasal 145 yang berbunyi “(1) Perda disampaikan kepada
Pemerintah paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.
(2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan
yang lebih
tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah.
(3) Keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada
ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam
puluh) hari sejak diterimanya Perda sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(4) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), kepala daerah harus memberhentika
pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala
daerah mencabut Perda dimaksud.
(5) Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima
keputusan
pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dengan alasan
yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan,
kepala
daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah
Agung.
(6) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dikabulkan
sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung
tersebut
menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak
mempunyai
kekuatan hukum.
(7) Apabila Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden
untuk
membatalkan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Perda
dimaksud dinyatakan berlaku
Dua contoh pasal diatas tentunya dapat memberikan kita
penjelasan tindakan represif pemerintah terhadap peraturan
daerah yang akan disahkan

2.2.2 Upaya represif terhadap keputusan dalam hukum Positif


Indonesia
Keputusan berdasarkan UU no.5 tahun 1986 pasal 1 ayat
Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis
yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat
hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.Dari bunyi
pasal tersebut yang berhak mengeluarkan suatu keputusan
adalah badan atau pejabat tata usaha negara.ketika ada
sengketa tentang suatu keputusan baik karena substansi atau
proses pembuatan keputusan dapat dilakukan suatu upaya yang
disebut dengan upaya represif yaitu upaya pembatalan suatu
keputusan.contoh yang dapat memperjelas pemahaman kita
tentang tindakan represif pemerintah adalah PP 40 tahun 1996
pasal 17 yang berbunyi “
(1) Hak Guna Usaha hapus karena:
a. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam
keputusan pemberian atau perpanjangannya;
b. dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum
jangka waktunya berakhir karena:
(1) tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang
hak
dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13 dan/atau Pasal 14;
(2) putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap;
c. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya
sebelum
jangka waktunya berakhir;
d. dicabut berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun
1961;
e. ditelantarkan;
f. tanahnya musnah;
g. ketentuan Pasal 3 ayat (2).
(2) Hapusnya Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1)
mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hapusnya Hak Guna Usaha
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan
Keputusan Presiden.
Pada ayat 1 huruf B mengatakan pembatalan suatu
keputusan tentang hak guna usaha dilakukan oleh pejabat yang
berwenang,berarti upaya tersebut merupakan upaya represif
pemerintah terhadap suatu keputusan

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Pemerintah dalam melaksanakan kewenangannya sebagai
(exekutif review)mempunyai dua cara yang dapat dilakukan
yang pertama adalah tindakan preventif dan yang kedua
tindakan represif. Tindakan preventif adalah tindakan yang
dilakukan pemrintah untuk mencegah terjadinya sengketa
setelah sebuah keputusan atau peraturan dikeluarkan.
Sedangkan tindakan represif digunakan pemerintah untuk
menyelesaikan jika ada sengketa yang timbul akibat
dikeluarkannya suatu keputusan atau peraturan.
3.1 Saran
Dari penulisan makalah ini semoga dapat memberikan manfaat
bagi kita semua. Baik itu penulis sendiri pada khususnya atau
pembaca pada umumnya. Akhirnya jika ada penulisan kata yang
kurang tepat atau ada kritik yang membangun dan saran untuk
memperbaiki tulisan ini,kami akan dengan senang hati
menerimanya
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
M.Hadjon,Philipus dkk. 2005. Pengantar Hukum Administrasi
Indonesia. Jogjakarta : Gajah Mada University Press.
M.Hadjon,Philipus. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di
Indonesia. Surabaya: PT. Bina Ilmu
Assidhiddiqie, Jimly.2006.Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara.
Jakarta : Sekretariat Jendral dan kepaniteraan MK
Lain –lain :
Jimly Asshidiqie.Norma hukum dan Keputusan Hukum
Herlambang Perdana W.Slide tentang peraturan daerah
Yance arizona.Disparitas Pengujian Peraturan Daerah Suatu
Tinjauan Normatif
Internet :
www.legalitas.org
www.google.co.id

You might also like